BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Supercharger
Supercharger mesin pertama dunia yang bisa digunakan dan diuji
diciptakan oleh Dugald Clerk, dimana dia menggunakannya pertama kali pada mesin 2-tak pada tahun 1878[6]. Sebuah supercharger memampatkan asupan udara untuk tekanan atmosfer yang meningkatkan densitas saluran udara masuk ke ruang bakar. Daya dihasilkan ketika campuran udara dan bahan bakar dibakar di dalam sebuah silinder mesin. Jika udara dipaksa lebih banyak ke dalam silinder, maka bahan bakar akan lebih banyak yang akan terbakar.
Mesin beroperasi dengan udara terkompresi pada tekanan atmosfer, yaitu 1 bar. Ketika katup intake silinder terbuka, tekanan atmosfer mendorong udara ke dalam silinder disaat piston diturunkan. Ketika katup buang terbuka, piston mendorong gas buang keluar ke dalam sistem knalpot, pada tekanan atmosfer normal. Semua sistem ini berada pada tekanan udara yang sama. Pada mesin tersebut, timing katup, timing camshaft & ukuran knalpot sangat penting untuk mendapatkan output daya yang maksimum.
Dalam sistem supercharger, laju aliran massa udara yang lebih besar akan dipasok atau dimasukkan ke ruang bakar, sehingga kerapatan udara yang lebih tinggi dan kecepatan aliran udara yang lebih tinggi pula. Tekanan udara yang masuk keruang bakar akan meningkat, sehingga daya akan meningkat akibat pembakaran yang lebih sempurna.
Supercharger membutuhkan sumber putaran untuk menggerakan
pada hal akselerasi pada rpm rendah, ditambah dengan tenaga yang digunakan untuk memutar turbin berasal dari gas buang pembakaran, sehingga akan menghambat pelepasan kalor dari ruang bakar.
Gambar 2.1 Supercharger[6]
2.1.1 Electric supercharger
Mengantisipasi regulasi yang harus dijalankan negara-negara dunia pada tahun 2012, yaitu tentang emisi gas buang yang makin ketat. Di samping itu, juga memenuhi keinginan konsumen secara umum di seluruh dunia, yaitu kendaraan yang irit konsumsi bahan bakar, sekaligus ramah lingkungan.
Salah satu caranya adalah dengan menggunakan perangkat supercharger listrik (electric supercharger). Dengan tujuan agar mesin bekerja makin efisien. Supercharger atau turbocharger listrik bukanlah temuan baru. Di Indonesia alat
ini sudah dipasarkan sejak awal 1990-an.
Supercharger ini biayanya lebih murah dibandingkan dengan versi
mekanis atau yang diputar oleh mesin (drive belt). Pemasangannya pun dinilai lebih gampang karena tak banyak lagi modifikasi. Supercharger ini ditargetkan untuk mesin yang berkapasitas kecil.
pengaplikasian yang lebih mudah dibanding versi mekanisnya dan dibanding dengan turbocharger.
Electric supercharger ini menggunakan daya untuk memutar turbin yang
berasal dari energi listrik yang bisa diperoleh dari baterai pada kendaraan, sehingga penggunaan daya mesin tidak ada sama sekali untuk memutar turbin. Maka dengan ini, daya yang dihasilkan akan meningkat lebih tinggi. Namun kekurangannya adalah, ketersediaan energi baterai yang terbatas.
Pada pengujian ini, supercharger yang digunakan adalah blower elektrik yang dipasang atau diaplikasikan langsung pada motor. Dimana energi listrik yang digunakan untuk menghasilkan putaran pada turbin blower berasal dari luar kendaraan alat uji yaitu energi listrik AC.
2.2 Mesin Otto
Nikolaus August Otto
mesin gas dan pada
perusahaannya sendiri. Perusahaan itu dinamai merupakan perusahaan pertama yang menghasilka Perusahaan ini masih ada sampai kini dengan nama
oleh gagasan
2.2.1 Prinsip Kerja Mesin Otto 4 tak
Disebut mesin empat langkah atau empat tak karena dalam sekali proses kerja mesin atau dalam satu siklus kerja mesin diperlukan empat langkah piston atau dua kali putaran poros engkol. Gambar dibawah merupakan prinsip cara kerja mesin otto empat tak.
Gambar 2.2 Prinsip Kerja Mesin Otto 4 Langkah[9]
Dari skema di atas tersebut, (a) langkah hisap, (b) langkah kompresi, (c) langkah usaha, (d) langkah buang. Kondisi awal kedua katup hisap dan buang dalam keadaan tertutup rapat sedangkan piston (torak) pada posisi terendahnya yaitu pada titik mati bawah (Bottom Dead Center/BDC) yang sering disebut TMB. Selama langkah kompresi, piston bergerak ke atas, dimana campuran bahan bakar dan udara dikompresikan. Sesaat sebelum piston mencapai posisi tertingginya yaitu titik mati atas (Top Dead Center/TDC)yang sering disebut TMA, percikan api terjadi yang ditimbulkan oleh busi sehingga membakar campuran bahan bakar dan udara yang telah terkompresi, yang kemudian menaikkan tekanan dan temperatur pada daerah ruang bakar. Tekanan gas yang tinggi tersebut mendorong piston kebawah menuju TMB sehingga
menyebabkan poros engkol berputar. Selama langkah usaha (langkah ekspansi) ini menghasilkan kerja keluaran yang merupakan torsi terbesar pada siklus pembakaran motor otto. Pada ujung langkah ini, piston berada pada posisi TMB untuk menyelesaikan siklus yang pertama (mesin satu siklus), sehingga isi silindernya berupa sisa pembakaran. Piston bergerak kembali ke atas membersihkan gas buang melalui katup buang (langkah pembuangan), kemudian piston turun kembali ke bawah mengambil campuran udara-bahan
bakar yang baru melalui katup hisap (langkah hisap). Sebagai catatan bahwa tekanan dalam silinder di atas tekanan lingkungan saat langkah buang dan berada di bawah tekanan lingkungan saat langkah hisap. Analisis
termodinamika untuk kondisi aktual tersebut dapat disederhanakan bila digunakan asumsi udara-standar yang berlaku sebagai gas-ideal. Karenaitu, siklus untuk kondisi aktual dimodifikasi menjadi sistem tertutup yang disebut sebagai siklus Otto ideal.
Siklus otto merupakan siklus ideal untuk mesin torak dengan pengapian nyala bunga api. Pada mesin pembakaran dengan sistem pengapian nyala api,
campuran bahan bakar dan udara dibakar dengan menggunakan percikan bunga api dari busi. Piston bergerak dalam empat langkah ( disebut juga mesin dua siklus) dalam silinder. Skema berikut memperlihatkan setiap langkah piston dan pernyataan prosesnya pada diagram P-v dan T-s untuk kondisi aktual mesin pengapian nyala api empat langkah.
Gambar 2.3 Diagram P-v dan T-s Mesin Otto 4 Langkah[2]
kinetik dan potensial, dan (2) tidak ada kerja yang timbul selama proses perpindahan kalor.
Efisiensi termal siklus Otto ideal ini tergantung dari besarnya rasio kompresi mesin dan rasio kalor spesifik dari fluida kerjanya. Efisiensi siklus akan naik bila rasio kompresi semakin besar. Berikut siklus motor otto empat langkah secara singkat :
a) Langkah Hisap
• Piston bergerak dari TMA ke TMB
• Katup hisap terbuka dan katup buang tertutup
• Terjadi kevakuman dalam silinder, yang menyebabkan campuran udara
dan bahan bakar masuk ke dalam silinder b) Langkah Kompresi
• Piston bergerak dari TMB ke TMA
• Katup hisap tertutup dan katup buang tertutup
• Pada akhir langkah kompresi busi memercikkan bunga api
c) Langkah Usaha
• Piston bergerak dari TMA ke TMB
• Katup hisap tertutup dan katup buang tertutup
• Hasil pembakaran menekan piston
d) Langkah buang
• Piston bergerak dari TMB ke TMA
• Katup hisap tertutup
• Katup buang terbuka
• Piston mendorong gas sisa pembakaran keluar
2.3 Performansi Motor Bakar
masalah ini bisa diimbangi dengan meningkatkan angka oktan bahan bakar yang dingunakan, akan tetapi perlu diketahui, apabila angka oktannya terlalu tinggi, maka performansi motor tersebut juga tidak maksimal.
2.3.1 Nilai Kalor Bahan Bakar.
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.
Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan :
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 = (𝑇𝑇2 – 𝑇𝑇1 – 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇) 𝑥𝑥𝐶𝐶𝐶𝐶 ... (1)
Dimana:
HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
T1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan (0C)
T2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan (0C)
Tkp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0,05 0C)
Cv = Panas jenis bom kalorimeter (KJ/Kg0C)
Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan
bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air.
Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 %
yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan
hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada
proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang
sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian
uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada
gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor
bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :
𝐿𝐿𝐻𝐻𝐻𝐻 = 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 – 3240 ... (2)
Dimana:
LHV = Nilai Kalor Bawah (KJ/Kg)
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan
nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang
meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat
juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya
lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of
Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV),
sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan
penggunaan nilai kalor bawah (LHV).
2.3.2 Torsi
Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha maka tekanan-tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena engkol melalui batang torak , dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat
dynamometer. Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer
Pada percobaan ini, alat yang digunakan untuk mengukur torsi motor adalah dengan timbangan pegas. Dimana timbangan pegas ini diikat pada roda belakang sepeda motor yang akan diuji nantinya. Maka didapat torsi pada roda dari hasil pembacaan pada timbangan pegas dengan menggunakan persamaan :
𝐹𝐹 = 𝐺𝐺𝑥𝑥𝑚𝑚 ... (3)
Troda = F x r ... (4)
Dimana :
F = Gaya (N)
G = Percepatan gravitasi (9,86 m/s2) m = Massa (Kg)
Troda = Torsi pada roda (Nm) r = Jari – jari roda (m)
Dengan rumus diatas akan didapat torsi pada roda, sedangkan torsi pada motor dapat dihitung dengan membagikan torsi pada roda terhadap perbandingan rasio (final rasio), adapun perbandingan rasio dapat diketahui dengan rumus berikut :
final rasio = perbandingan rasio gear roda x perbandingan rasio
gear speed 3 x perbandingan rasio poros engkol ... (5)
Jadi torsi mesin dapat diketahui dengan rumus berikut :
Tmesin = Troda
final rasio ... (6)
Dimana :
Tmesin = torsi pada mesin (Nm)
Sedangkan untuk percobaan dengan menggunakan blower, maka torsi pada mesin yang telah didapat akan dikurangkan lagi dengan torsi yang digunakan oleh blower, sehingga rumus menjadi :
Tmesin =
Troda
Dimana :
Tblower = Torsi pada blower (Nm)
Adapun rumus untuk mencari Tblower adalah sebagai berikut :
Tblower =
PB.60
2.π.n... (8)
Dimana :
PB = Daya blower (W) n = Putaran blower (rpm)
2.3.3 Daya Poros
Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut menggerakan beban. Daya poros dibangkitkan oleh daya indikator , yang merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya menggerakan semua mekanisme, sebagian daya indikator dibutuhkan untuk mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin tinggi daya yang diberikan hal ini disebabkan oleh semakin besarnya frekuensi semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan demikian besar daya poros itu adalah :
PB =
2π.n
60 T ... (9)
Dimana :
PB = Daya mesin ( W ) n = putaran mesin ( rpm )
2.3.4 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)
kuda (Hp) yang dihasilkan. Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
SFC = ṁfx 103
PB ... (10)
ṁf = mfx 10−3
t x 3600 ... (11)
Dimana :
SFC = Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Kg/kW.h) PB = Daya (W)
ṁf = Laju aliran bahan bakar (gr/jam) t = Waktu (jam)
2.3.5 Efisiensi Thermal
Kinerja yang dihasilkan motor selalu lebih kecil dari pada energi yang
dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis, perlu dicari kerja maksimium yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga sebagai efisiensi thermal brake (thermal efficiency, ηb). Jika daya keluaran (PB) dalam satuan W, laju aliran bahan bakar (mf) dalam satuan kg/jam, maka:
ηb =PB.10−3
mf . LHV x 3600
... (12)
Dimana :
ηb : Efisiensi Thermal Brake
LHV : Nilai Kalor Bahan Bakar (Kj/Kg)
2.3.6 Rasio Udara - Bahan Bakar (AFR)
diantara 12 ≤ AFR ≥ 18 sedangkan untuk mesin diesel berada diantara
18 ≤ AFR ≥ 70[1].
Adapun perbandingan udara dan bahan bakar tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
AFR =ma
mf =
ṁa
ṁf
... (13)
Dimana:
ma = massa udara di dalam silinder per siklus (Kg/cyl-cycle) mf = massa bahan bakar di dalam silinder per siklus (Kg/cyl-cycle)
ṁa = laju aliran udara didalam ruang bakar (Kg/jam)
ṁf = laju aliran bahan bakar didalam ruang bakar (Kg/jam)
Untuk menghitung laju aliran udara didalam ruang bakar, digunakan persamaan berikut :
𝑚𝑚̇𝑎𝑎 = (𝑚𝑚𝑎𝑎)(𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐)�360060𝑟𝑟𝑟𝑟𝐶𝐶𝑠𝑠 � �12𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑐𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝐶𝐶 � ... (14)
𝑚𝑚𝑎𝑎 =𝑃𝑃𝑖𝑖(𝐻𝐻𝑅𝑅𝑑𝑑.𝑇𝑇+𝑖𝑖𝐻𝐻𝑐𝑐) ... (15)
Dimana :
Pi = tekanan udara masuk ruang bakar (kpa) Vd = Volume langkah (m3)
Vc = Volume sisa (m3) R = Konstanta udara
Ti = Temperatur udara masuk ruang bakar (K)
Sedangkan untuk menghitung volume langkah dan volume sisa digunakan persamaan berikut :
𝐻𝐻𝑑𝑑 = 𝜋𝜋�4.𝐵𝐵2.𝑆𝑆 ... (16)
𝐻𝐻𝑐𝑐 = 𝐻𝐻𝑑𝑑�𝑟𝑟𝑐𝑐−1 ... (17)
B = Bore (m) S = Stroke (m) rc = Rasio Kompresi
2.3.7 Efisiensi Volumetris
Efisiensi volumetris ηV merupakan volume campuran udara-bahan bakar
yang masuk ke dalam silinder. Campuran udara-bahan bakar yang memasuki silinder ketika langkah isap inilah yang akan menghasilkan daya. Efisiensi
volumetris ηV mengindikasikan jumlah campuran udara-bahan bakar relatif
terhadap tekanan udara atmosfir. Bila tekanan campuran udara-bahan bakar sama dengan tekanan atmosfir, maka dikatakan bahwa mesin memiliki Efisiensi
volumetris 100%. Dengan menggunakan supercharger dan turbocharger akan menaikkan tekanan campuran udara-bahan bakar masuk silinder, sehingga efisiensi volumetris mesin akan lebih besar dari 100%. Namun, bila silinder diisi dengan tekanan kurang dari tekanan atmosfir, maka efisiensi volumetrisnya dibawah 100%. Efisiensi volumetris mesin standart biasanya berkisar antara 80% hingga 100%.
ɳv =Efisiensi Volumetris
ρ = Density udara (Kg/m3
)
2.4 Emisi Gas Buang
Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam
Adapun ambang batas emisi gas buang yang telah ditetapkan oleh pemerintah sesuai peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 05 tahun 2006, tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor oleh menteri negara
lingkungan hidup dapat dilihat pada lampiran.
2.4.1. Sumber
Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer
seperti nitrogen oksida (NOX) dan hidrokarbon (HC) langsung
dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada
saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil
nitrat (PAN) adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi
fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.
2.4.2 Komposisi Kimia
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik
mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen,
nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester
dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida, karbonat,
nitrogen oksida, ozon dan lainnya.
2.4.3. Bahan Penyusun
Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi
padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat
dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan
di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas. Bahan pencemar
(polutan) yang berasal dari mesin otto diklasifikasikan menjadi beberapa
kategori sebagai berikut :
a. Partikulat
Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya
merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk
asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan
Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan
aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin
kendaraan.
Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam
silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi
satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya
karbon–karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan
udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran
bahan bakar dengan udara yang ada di dalam silinder tidak dapat
berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu banyak
bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar,
misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat
dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang
yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.
b. Unburned Hidrocarbon (UHC)
Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena
campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran
kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari
dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor
memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau
berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan.
Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang
meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran
hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan
bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui
celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang
disebut dengan blow by gasses (gas lalu). Pembakaran tak sempurna pada
kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon.
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon
monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan
karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon
monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada
suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan
dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 %
dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena
kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar
lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling
pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida
tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila
campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.
Asap kendaraan merupakan sumber utama bagi karbonmonoksida di
berbagai perkotaan. Data mengungkapkan bahwa 60% pencemaran udara
di Jakarta di sebabkan karena benda bergerak atau transportasi umum
yang berbahan bakar solar terutama berasal dari Metromini. Formasi CO
merupakan fungsi dari rasio kebutuhan udara dan bahan bakar dalam
proses pembakaran di dalam ruang bakar. Percampuran yang baik antara
udara dan bahan bakar terutama yang terjadi pada mesin-mesin yang
menggunakan Turbocharger atau supercharger merupakan salah satu
strategi untuk meminimalkan emisi CO. Karbon monoksida yang
meningkat di berbagai perkotaan dapat mengakibatkan turunnya berat
janin dan meningkatkan jumlah kematian bayi serta kerusakan otak.
Karena itu strategi penurunan kadar karbon monoksida akan tergantung
pada pengendalian emisi seperti penggunaan bahan katalis yang
mengubah bahan karbon monoksida menjadi karbon dioksida dan
penggunaan bahan bakar terbarukan yang rendah polusi bagi kendaraan
bermotor seperti dengan penggunaan bahan bakar alternatif.
Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen
tersebut akan diinjeksikan ke ruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai
akan mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar. Nitrogen
monoksida (NO) merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau
sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan
berbau tajam. NO merupakan gas yang berbahaya karena mengganggu
saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi antara N2 dan O2 pada
temperature tinggi di atas 1210oC. Persamaan reaksinya adalah sebagai
berikut:
O2 → 2O
N2+O → NO+N
N+O2 → NO+O
Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding
terbalik dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran
yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke ruang bakar harus
mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon. Dalam ruang bakar,
campuran udara dan bensin dapat terbakar dengan sempurna apabila
bentuk dari ruang bakar tersebut melengkung secara sempurna. Kondisi
ini memungkinkan molekul bensin dan molekul udara dapat dengan
mudah bertemu untuk bereaksi dengan sempurna pada proses
pembakaran. Tapi sayangnya, ruang bakar tidak dapat sempurna
melengkung dan halus sehingga memungkinkan molekul bensin
seolah-olah bersembunyi dari molekul oksigen dan menyebabkan proses
pembakaran tidak terjadi dengan sempurna.
Normalnya konsentrasi oksigen di gas buang adalah sekitar 1.2%
atau lebih kecil bahkan mungkin 0%. Tapi kita harus berhati-hati apabila
konsentrasi oksigen mencapai 0%. Ini menunjukkan bahwa semua oksigen
dapat terpakai semua dalam proses pembakaran dan ini dapat berarti
konsentrasi oksigen akan berbarengan dengan tingginya emisi CO.
Apabila konsentrasi oksigen tinggi dapat berarti AFR terlalu kurus tapi
juga dapat menunjukkan beberapa hal lain. Apabila dibarengi dengan
tingginya CO dan HC, maka pada mobil yang dilengkapi dengan CC
berarti CC mengalami kerusakan. Untuk mobil yang tidak dilengkapi
dengan CC, bila oksigen terlalu tinggi dan lainnya rendah berarti ada
kebocoran di exhaust system.
e. Hidrokarbon (HC)
Bensin adalah senyawa hidrokarbon, jadi setiap HC yang didapat
di gas buang kendaraan menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar
dan terbuang bersama sisa pembakaran. Apabila suatu senyawa
hidrokarbon terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil
reaksi pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bensin (AFR=Air Fuel
Ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin saat ini
yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari bensin
seolah-olah tetap dapat “bersembunyi” dari api saat terjadi proses pembakaran
dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot pun tinggi.
Untuk mesin otto yang tidak dilengkapi dengan Catalytic Converter
(CC), emisi HC yang dapat ditolerir adalah 500 ppm dan untuk mesin otto
yang dilengkapi dengan CC, emisi HC yang dapat ditolerir adalah 50
ppm. Emisi HC ini dapat ditekan dengan cara memberikan tambahan
panas dan oksigen diluar ruang bakar untuk menuntaskan proses
pembakaran. Proses injeksi oksigen tepat setelah exhaust port akan dapat
menekan emisi HC secara drastis. Saat ini, beberapa mesin otto yang pada
umumnya pada mesin mobil sudah dilengkapi dengan electronic air
injection reaction pump yang langsung bekerja saat cold-start untuk
Apabila emisi HC tinggi, menunjukkan ada 3 kemungkinan
penyebabnya yaitu CC yang tidak berfungsi, AFR yang tidak tepat (terlalu
kaya) atau bensin tidak terbakar dengan sempurna di ruang bakar.
Apabila mesin otto dilengkapi dengan CC, maka harus dilakukan
pengujian terlebih dahulu terhadap CC dengan cara mengukur perbedaan
suhu antara inlet CC dan outletnya. Seharusnya suhu di outlet akan lebih
tinggi minimal 10% daripada inletnya.
Apabila CC bekerja dengan normal tapi HC tetap tinggi, maka hal
ini menunjukkan gejala bahwa AFR yang tidak tepat atau terjadi misfire.
AFR yang terlalu kaya akan menyebabkan emisi HC menjadi tinggi. Ini
bisa disebabkan antara lain kebocoran fuel pressure regulator, setelan
karburator tidak tepat, filter udara yang tersumbat, sensor temperature
mesin yang tidak normal dan sebagainya yang dapat membuat AFR
terlalu kaya. Injector yang kotor atau fuel pressure yang terlalu rendah
dapat membuat butiran bensin menjadi terlalu besar untuk terbakar
dengan sempurna dan ini juga akan membuat emisi HC menjadi tinggi.
AFR yang terlalu kaya juga akan membuat emisi CO menjadi tinggi dan
bahkan menyebabkan outlet dari CC mengalami overheat, tetapi CO dan
HC yang tinggi juga bisa disebabkan oleh rembasnya pelumas ke ruang
bakar. Apabila hanya HC yang tinggi, maka harus ditelusuri penyebab
yang membuat ECU memerintahkan injektor untuk menyemprotkan
bensin hanya sedikit sehingga AFR terlalu kurus yang menyebabkan
terjadinya intermittent misfire. Pada mesin otto yang masih menggunakan
karburator, penyebab misfire antara lain adalah kabel busi yang tidak
baik, timing pengapian yang terlalu mundur, kebocoran udara disekitar
intake manifold atau mechanical problem yang menyebabkan angka kompresi
mesin rendah.
Untuk mengurangi emisi HC, maka dibutuhkan sedikit tambahan
udara atau oksigen untuk memastikan bahwa semua molekul bensin
sempurna. Ini berarti AFR 14,7:1 (lambda = 1.00) sebenarnya merupakan
kondisi yang sedikit kurus. Inilah yang menyebabkan oksigen dalam gas
buang akan berkisar antara 0.5% sampai 1%. Pada mesin yang dilengkapi
dengan CC, kondisi ini akan baik karena membantu fungsi CC untuk
mengubah CO dan HC menjadi CO2. Mesin tetap dapat bekerja dengan
baik walaupun AFR terlalu kurus bahkan hingga AFR mencapai 16:1. Tapi
dalam kondisi seperti ini akan timbul efek lain seperti mesin cenderung
knocking, suhu mesin bertambah dan emisi senyawa NOX juga akan
meningkat drastis.
2.5 Sejarah Penggunaan Alkohol Sebagai Bahan Bakar Alternatif
(Bio)Etanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara menunjukkan bahwa minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik.
Campuran dari (Bio)etanol yang mendekati kemrunian untuk pertama kali ditemukan oleh Kimiawan Muslim yang mengembangkan proses distilasi pada masa Kalifah Abbasid dengan peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus) dan al-Razi (Rhazes). Catatan yang disusun oleh Jabir ibn Hayyan (721-815) menyebutkan bahwa uap dari wine yang mendidih mudah terbakar. Al-Kindi (801-873) dengan tegas menjelaskan tentang proses distilasi wine. Sedangkan (Bio)etanol absolut didapatkan pada tahun 1796 oleh Johann Tobias Lowitz, dengan menggunakan distilasi saringan arang.
membuat etanol dengan menggunakan hidrasi katalis asam pada etilen pada tahun 1982 yang digunakan pada proses produksi etanol sintetis hingga saat ini.
Pada tahun 1840 etanol menjadi bahan bakar lampu di Amerika Serikat, pada tahun 1880-an Henry Ford membuat mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat menggunakan (bio)etanol sebagai bahan bakarnya. Namun pada tahun 1920an bahan bakar dari petroleum yang harganya lebih murah telah menjadi dominan menyebabkan etanol kurang mendapatkan perhatian. Akhir-akhir ini, dengan meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol kembali mendapatkan perhatian dan telah menjadi alternatif energi yang terus dikembangkan.
2.6 Bioetanol dari Tanaman tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah satu anggota familia
rumput-rumputan (Graminae) yang merupakan tanaman asli tropika
basah, namun masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah
subtropika, pada berbagai jenis tanah dari daratan rendah hingga
ketinggian 1.400 m diatas permukaan laut (dpl). Adapun klasisfikasi
tanaman tebu secara biologi yaitu:
Kerajaan : plantae
Divisi : magnoliophyta
Kelas : liliopsida
Ordo : poales
Famili : poaceae
Genus : saccharum
Gambar 2.4 Tanaman Tebu[8]
Penggunaan bensin yang dicampur dengan etanol pada kendaraan
berbahan bakar bensin biasa hanya diperbolehkan dalam kadar yang
rendah saja. Hal ini karena etanol bersifat korosif dan dapat merusak
beberapa material di dalam mesin dan sistem bahan bakar. Mesinnya
sendiri pun harus dikonfigurasi ulang sehingga memiliki rasio kompresi
yang tinggi, agar dapat memanfaatkan kelebihan yang dimiliki oleh
etanol, yang nantinya bisa berpengaruh pada efisiensi bahan bakar dan
emisi gas buang yang lebih baik. Tabel di bawah ini menunjukkan
modifikasi yang dibutuhkan pada mesin bensin biasa agar mobilnya bisa
berjalan dengan halus dan tidak menyebabkan kerusakan apapun.
Informasi di bawah ini didasarkan dari modifikasi yang dibuat oleh
pabrikan otomotif di Brasil pada awal program etanol di negara itu pada