BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui
peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Weston dan
Copeland, 1995). Pengukuran nilai perusahaan menjadi hal yang penting bagi
manajemen untuk melakukan evaluasi terhadap performa perusahaan dan
perencanaan tujuan di masa mendatang. Gambaran mengenai nilai perusahaan
bisa didapatkan dari dua sumber, yakni informasi finansial dan informasi
non-finansial. Informasi finansial didapatkan dari penyusunan anggaran untuk
mengendalikan biaya. Sedangkan informasi non-finansial merupakan faktor kunci
untuk menetapkan strategi yang dipilih guna melaksanakan tujuan yang telah
ditetapkan. Berbagai informasi sedemikian dihimpun agar pekerjaan yang
dilakukan dapat dikendalikan dan dipertanggungjawabkan. Hal ini dilakukan
untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pada seluruh proses operasional
perusahaan (Hardiyanto, dkk., 2005).
Laporan keuangan menggambarkan kondisi suatu perusahaan. Melalui
laporan keuangan kita dapat mengetahui kinerja keuangan suatu perusahaan.
Laporan keuangan sangat berguna untuk melihat kondisi keuangan saat ini
maupun sebagai alat prediksi kondisi dimasa yang akan datang. Laporan
keuangan merupakan laporan pertanggungjawaban manajemen kepada pemakai
membaca laporan keuangan sebagai sebuah laporan pertanggungjawaban. Tentu
saja sebagai laporan pertanggungjawaban, laporan keuangan harus dapat dipahami
dengan baik oleh para pemakai. Kondisi ini memberikan implikasi bahwa antara
yang membuat pertanggungjawaban dengan yang menerima laporan
pertanggungjawaban harus ada pemisahan. Demikian juga dalam penyajiannya,
kedua belah pihak, yakni pembuat dan pembaca, harus mengacu pada satu standar
sehingga laporan keuangan sebagai media komunikasi dapat berfungsi dengan
efektif (Siswoyo, 2013).
Dalam era globalisasi ekonomi, dunia usaha menjadi semakin kompetitif
sehingga diperlukan kemampuan yang mumpuni di pihak perusahaan untuk
beradaptasi agar terhindar dari kebangkrutan dan memiliki keunggulan atas
perusahaan saingan. Untuk mengantisipasi persaingan tersebut, perusahaan harus
mempertahankan dan meningkatkan kinerja sebagai upaya menjaga kelangsungan
usahanya. Upaya yang dapat dilakukan antara lain menerapkan kebijakan strategis
yang menghasilkan efisiensi dan efektifitas bagi perusahaan (Bharadwaj et al.,
1993).
Baik untuk perusahaan terbuka maupun perusahaan tertutup, diperlukan
usaha yang terus-menerus dari pihak manajemen untuk meningkatkan nilai
perusahaan. Untuk menunjukkan peningkatan sedemikian, maka perusahaan harus
mampu menghasilkan penjualan dan laba yang terus meningkat. Hal ini dapat
dicapai dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan meningkatkan harga
saham. Semakin tinggi harga saham, maka nilai perusahaan dan kesejahteraan
dengan meningkatnya jumlah return saham yang diterima oleh pemegang saham
dan investor (Hardiyanto,dkk., 2005).
Usaha meningkatkan return saham tersebut memerlukan modal yang
cukup banyak, yang meliputi usaha memperoleh dan mengalokasikan modal
saham tersebut secara optimal. Salah satu tempat untuk memperoleh modal
tersebut adalah melalui pasar modal(Saputra, 2009).
Pasar modal didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen
keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, dalam bentuk
hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, public
authorities, maupun swasta (Husnan, 1994). Pasar modal merupakan sarana untuk
melakukan investasi, yaitu memungkinkan para pemodal (investor) untuk
melakukan diversifikasi investasi dan membentuk portofolio sesuai dengan risiko
yang bersedia mereka tanggung dengan tingkat pengembalian yang diharapkan
(Sunariyah, 2003). Sebuah investasi dapat didefinisikan sebagai komitmen dana
atas satu atau lebih aset yang akan ditahan selama periode tertentu di depan.
Investasi disangkutpautkan dengan manajemen kekayaan investor, yaitu jumlah
pendapatan pada masa sekarang dan nilai sekarang dari semua pendapatan yang
akan diperoleh di masa depan (Jones, 2007).
Dana yang diinvestasikan berasal dari aset-aset yang sudah dimiliki
sebelumnya, uang yang dipinjam, tabunganyang tidak jadi dihabiskan, dan
konsumsi yang tidak jadi dilakukan. Dengan konsumsi yang tidak jadi dilakukan
pada masa sekarang dan investasi tabungan, investor berharap untuk
meningkatkan kekayaan mereka. Banyak individu dapat mengakumulasikan
jumlah uang yang cukup banyak. Misalnya pada sebuah survei yang dilakukan di
Amerika Serikat pada tahun 2004, ditemukan bahwa lebih dari delapan juta rumah
tangga memiliki kekayaan lebih dari satu juta dolar AS (di luar nilai dari tempat
tinggal mereka). Angka itu mewakili peningkatan sebesar 30% dari tahun 2003
dan dijumlahkan berkisar tujuh persen dari seluruh rumah tangga yang ada di
negara itu. Banyak kasus kesuksesan moneter ini disebabkan oleh kepemilikan
atas saham dan surat-surat berharga. Naiknya harga saham memastikan
bertambahnya jumlah kekayaan individu dan institusi yang memilikinya (Jones,
2007).
Harga saham merupakan nilai dari suatu saham yang terbentuk di pasar
surat berharga sebagai akibat dari penawaran dan permintaan yang ada. Suharli
(2007) mengungkapkan bahwa jumlah penawaran dividen dan penawaran saham
akan saling mempengaruhi serta mencari kesesuaian. Apabila pihak manajemen
akan meningkatkan harga saham di masa yang akan datang, maka mereka akan
memutuskan rasio pembayaran dividen yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Bagi para investor, dividen tunai merupakan tingkat pengembalian investasi atas
dana yang diinvestasikan pada entitas yang mengeluarkan surat berharga saham.
Penelitian mengenai dividen tunai di Indonesia dilakukan oleh Suharli (2006)
yang meneliti Studi Empiris Mengenai Pengaruh Profitabilitas, Leverage, dan
Harga Saham terhadap Jumlah Dividen Tunai. Dalam penelitiannya, ia
menghasilkan kesimpulan bahwa kebijakan jumlah pembagian dividen
Profitabilitas dan harga saham memiliki pengaruh signifikan dan berhubungan
searah dengan jumlah dividen yang dibayarkan. Sedangkan leverage(hutang)
perusahaan tidak mempengaruhi besarnya jumlah dividen yang dibayarkan.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Suharli dan Oktorina (2005) yang
memprediksi tingkat pengembalian investasi pada equity securities melalui rasio
profitabilitas, likuiditas, dan hutang pada perusahaan publik di Jakarta.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengembalian
investasi berupa dividen bagi investor dapat diprediksi melalui rasio profitabilitas,
likuiditas, dan leverage dari perusahaan investee.
Investor senang bila return atas investasi yang dilakukan meningkat
seiring berjalannya waktu. Investor akan lebih memilih dividen tunai walaupun
jumlahnya tidak begitu besar karena belum tentu pada periode berikutnya
manajemen dapat membukukan laba dan membagikannya sebagai dividen tunai
kepada pemegang saham. Perusahaan yang mampu membayar dividen pada
kepada pemegang sahamnya akan dianggap oleh masyarakat ekonomi sebagai
perusahaan yang baik kinerjanya karena diasumsikan mampu membukukan laba
dan memperhatikan kepentingan para pemegang sahamnya (Fitri, 2011).
Para investor tentunya berharap untuk memperoleh return
sebesar-besarnya dengan risiko seminimal mungkin. Return atau tingkat pengembalian
yang diharapkan dapat berupa capital gain atau dividen untuk investasi pada
saham, dan dapat berupa pendapatan bunga untuk investasi pada surat hutang atau
menilai kinerja perusahaan yang diperlukan untuk pengambilan keputusan
investasi (Sari, 2012).
Menurut Hardiningsih, dkk. (2002), secara garis besar informasi yang
diperlukan investor terdiri dari informasi fundamental dan teknikal. Pendekatan
fundamental memfokuskan pada analisis-analisis untuk mengetahui kondisi
fundamental perusahaan yang pada dasarnya dipengaruhi oleh kondisi
perekonomian pada umumnya. Analisis fundamental membandingkan antara nilai
intrinsik suatu saham dengan harga pasarnya guna menentukan apakah harga
saham tersebut sudah mencerminkan nilai intrinsiknya. Ide dasar pendekatan ini
adalah bahwa harga saham dipengaruhi oleh kinerja perusahaan. Dan kinerja
perusahaan itu sendiri dipengaruhi oleh kondisi industri dan perekonomian secara
makro (Halim, 2005).
Analisis fundamental mendasarkan pola perilaku harga saham yang
ditentukan oleh perubahan-perubahan variasi perilaku variabel-variabel dasar
kinerja perusahaan. Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa harga saham
ditentukan oleh nilai perusahaan. Apabila kinerja perusahaan baik, maka nilai
usaha akan tinggi. Nilai usaha yang tinggi membuat para investor melirik
perusahaan tersebut untuk menanamkan modalnya, sehingga akan terjadi
kenaikan harga saham (Halim, 2005).
Analisis teknikal berarti menganalisis harga saham berdasarkan informasi
yang mencerminkan kondisi perdagangan saham, keadaan pasar, permintaan,
penawaran harga di pasar saham, fluktuasi kurs, danvolume transaksi di masa lalu.
pola perilaku harga saham itu sendiri, sehingga memiliki kecenderungan untuk
terulang kembali. Asumsi dasar dari analisis teknikal adalah bahwa jual beli
saham merupakan kegiatan berspekulasi atau pendugaan yang berbasis dari pola
perubahan harga saham itu sendiri
Brigham (2001) menyatakan bahwa analisis rasio merupakan alat yang
digunakan untuk membantu menganalisis laporan keuangan perusahaan sehingga
dapat diketahui kekuatan dan kelemahan suatu perusahaan. Analisis rasio juga
menyediakan indikator yang dapat mengukur tingkat profitabilitas, likuiditas,
pendapatan, pemanfaatan aset, kewajiban perusahaan, dan return saham. Dalam
penelitian ini, rasio profitabilitas yang digunakan adalah return on assets (ROA)
dan return on equity (ROE).
(Husnan, 2003).
Untuk memastikan apakah investasinya akan memberikan tingkat
pengembalian yang diharapkan, maka calon investor terlebih dahulu mencari
informasi keuangan perusahaan melalui laporan keuangan tahunan perusahaan
tersebut. Munawir (2002) mendefinisikan laporan keuangan sebagai hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara
data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Zainudin dan
Hartono (1999) menjelaskan bahwa tujuan pertama laporan keuangan adalah
menyediakan informasi yang bermanfaat kepada investor, kreditor, dan pemakai
lainnya baik di masa sekarang maupun yang memiliki potensi dalam pembuatan
investasi, kredit, dan keputusan sejenis yang rasional. Tujuan kedua adalah
lainnya baik di masa kini maupun yang berpotensi dalam menilai jumlah, waktu,
ketidakpastian dalam penerimaan kas dari dividen, dan bunga di masa yang akan
datang. Tujuan kedua pelaporan keuangan tersebut mengandung makna bahwa
investor menginginkan informasi tentang hasil dan risiko atas investasi yang
dilakukan.
Resmi (2002) menjelaskan bahwa untuk mengetahui nilai perusahaan yang
akan berpengaruh pada harga saham, investor dapat melakukan pengukuran
kinerja. Kinerja perusahaan dapat diketahui dari laporan keuangan yang akan
dikeluarkan secara periodik. Ada beberapa metode yang dapat diterapkan untuk
mengadakan pengukuran atas kinerja perusahaan. Dalam riset ini akan dibahas
tiga di antaranya, yaitu EVA (economic value added) serta profitabilitas yang
menggunakan ROA (return on assets) dan ROE (return on equity).
Jones (2007) menulis bahwa EVA (economic value added) merupakan
nama paten yang terdaftar resmi sebagai milik Stern Stewart & Company. EVA
merupakan sebuah konsep yang sudah dikenal cukup lama. Konsep ini dikenal
sebagaipendapatan residual. EVA telah menarik perhatian yang cukup banyak dari
pengguna informasi keuangan sebagai suatu alat pengukuran nilai atau
keuntungan ekonomi dan pengukuran insentif, misalnya sebuah pengukuran
ekonomi yang mencakup penetapan biaya untuk biaya kesempatan modal, yang
menawarkan sebuah alat untuk mengukur dan mengkomunikasikan kinerja
perusahaan dan yang dapat digunakan dalam pengaturan target pelaksanaan
manajerial, pembayaran bonus, dan penilaian proyek atau penilaian perusahaan.
setelah pajak dikurangi hasil dari perhitungan biaya rata-rata tertimbang dari
modal dikali hutang dan modal ekuitas (Yusgiantoro, 2004).
Jones (2007) menjelaskan bahwa model EVA berusaha keras untuk
menentukan unit bisnis yang mempengaruhi aset mereka yang terbaik untuk
menghasilkan keuntungan dan menyediakan return terbanyak bagi pemegang
saham. Didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi yang fundamental mengenai
permintaan dan penawaran, modal akan bergerak menuju investasi dengan
kemungkinan return yang paling menjanjikan. Tujuan EVA adalah untuk
membuat manajer-manajer berpikir mengenai keuntungan ekonomis dalam cara di
mana prinsip pasar akan menentukan ke arah investasi akan mengalir (Tunggal,
2001). Perusahaan-perusahaan harus memikirkan matang-matang biaya
kesempatan dari investasi mereka sebelum membuat keputusan investasi.
Widayanto (1993) mengungkapkan bahwa EVA yang positif menunjukkan
bahwa perusahaan berhasil meningkatkan nilainya bagi pemilik perusahaan
karena perusahaan mampu menghasilkan tingkat return yang melebihi tingkat
biaya modalnya. Hal ini sejalan dengan tujuan manajemen keuangan, yaitu
memaksimumkan nilai perusahaan. Sebaliknya, EVA yang negatif menunjukkan
nilai perusahaan menurun karena tingkat return lebih rendah dari biaya modal.
Sebuah asumsi dasar dalam EVA adalah bahwa modal ekuitas tidak dapat
lagi dianggap gratis. Untuk dapat bersaing di pasar, mutlak bagi suatu perusahaan
untuk menyediakan return yang seimbang atau return yang lebih besar daripada
return yang akan diterima para investor dari portofolio perusahaan lain yang
hanya akan mendapat untung ketika perusahaan itu memperoleh pendapatan yang
lebih besar dari biaya modalnya.
Pengukuran kinerja yang juga tidak kalah pentingnya adalah pengukuran
dengan rasio profitabilitas. Fitri (2011) mengungkapkan bahwa profitabilitas
penting bagi perusahaan karena dapat mengindikasikan bahwa perusahaan mampu
membukukan sejumlah laba pada periode tersebut. Pihak manajemen akan
membayarkan dividen untuk memberi sinyal mengenai keberhasilan perusahaan
dalam membukukan profit. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen merupakan fungsi keuntungan
atau profit. Profitabilitas juga tidak kalah penting bagi investor dan calon investor
untuk pertimbangan mereka akan kondisi perusahaan dan tingkat pengembalian
yang mereka harapkan pada perusahaan yang menjadi tujuan investasinya.
Menurut Riyadi (2006), return on assets (ROA)adalah perbandingan
antara keuntungan sebelumbiaya bunga dan pajak (EBIT = Earning before
interest and taxes) dengan seluruh aktiva ataukekayaan perusahaan. Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan dengan seluruh modalyang ada didalamnya
untuk menghasilkan keuntungan, dengan menggunakan data yang ada padaNeraca
dan Perhitungan Laba Rugi pada perusahaan tersebut.
Harahap (2007) menyatakan bahwa return on equity (ROE)digunakan
untuk mengukur besarnya pengembalian terhadap investasi para pemegang saham.
Angka tersebut menunjukkan seberapa baik manajemen memanfaatkan investasi
Perusahaan-perusahaan terbagi antara menyediakan hasil bagi para
pemegang saham yang menggambarkan return yang wajar atas investasi mereka
dan menyediakan hasil yang dapat digunakan untuk melawan mereka dalam
negosiasi gaji, termasuk bonus yang dibayarkan kepada pekerja dan eksekutif
(Stewart, et al., 2003). Untuk setiap orang yang bekerja di bidang keuangan
perusahaan, pemahaman akan mekanisme penilaian harga perusahaan merupakan
suatu keahlian yang sangat diperlukan. Ini tidak hanya dikarenakan penilaian
dalam akuisisi dan merger, tetapi juga proses penilaian perusahaan dan unit-unit
bisnis yang membantu mengidentifikasi sumber-sumber penciptaan nilai
ekonomis dan kerugiandi dalam perusahaan itu sendiri (Jones, 2007).
Menurut teori keagenan, untuk mengatasi masalah ketidakselarasan
kepentingan antara principal dan agent dapat dilakukan melalui pengelolaan
perusahaan yang baik (Midiastuty & Machfoedz, 2003). Sebagaimana
diungkapkan oleh Veronica dan Utama (2005), corporate governance adalah
salah satu cara untuk mengendalikan tindakan oportunistik yang dilakukan
manajemen. Ada empat mekanisme corporate governance yang dapat digunakan
untuk mengatasi konflik keagenan, yaitu meningkatkan kepemilikan manajerial,
meningkatkan kepemilikan institusional, komisaris independen, dan komite audit
(Rahmawati dan Triatmoko, 2007).
Tjager (2004) mengungkapkan bahwa corporate governance adalah
“sistem, proses, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit
tercapainya tujuan organisasi”. Prinsip-prinsip corporate governance terdiri dari:
transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban
(responsibility), kemandirian (independency), dan kewajaran (fairness).
Dewayanto (2010) mengatakan bahwa corporate governance merupakan
suatu kumpulan mekanisme berbasis pasar dan institusional yang menyebabkan
para pengendali yang berfokus pada diri sendiri/yang mementingkan diri (mereka
yang membuat keputusan berdasarkan bagaimana perusahaan akan dioperasikan)
untuk membuat keputusan yang memaksimalkan nilai perusahaan bagi pemiliknya
(para penyuplai modal). Shleifer dan Vishny (1997) mendefinisikan corporate
governance sebagai rujukan berkenaan cara penyuplai keuangan meyakinkan diri
mereka sendiri bahwa mereka akan menerima return atas investasi yang telah
mereka buat. Karena return bagi penyuplai keuangan bergantung pada banyak
sekali pengaturan kontraktual dan legal, operasi berbagai pasar, serta perilaku
jenis-jenis pelaku bisnis yang berbeda, maka corporate governance telah
berkembang ke berbagai cabang literatur yang berbeda.
Dalam mengelola perusahaan menurut kaidah-kaidah umum corporate
governance, peran Dewan Komisaris sangatlah diperlukan. Komposisi dewan
komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan
kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi
pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam
menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang
Dalam rangka memberdayakan fungsi pengawasan dewan komisaris,
adanya independensi dari dewan komisarismerupakan sesuatu yang esensial.
Secara langsung keberadaan Komisaris Independen menjadi penting, karena
didalam prakteknya sering ditemukan transaksi yang mengandung benturan
kepentingan yang mengabaikan kepentingan pemegang saham publik (pemegang
saham minoritas) serta stakeholder lainnya, terutama pada perusahaan di
Indonesia yang menggunakan dana masyarakat didalam pembiayaan
usahanya(Rifai, 2009).
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak
berafiliasi dengan Direksi, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham
pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak
semata-mata demi kepentingan perusahaan (Hastuti, 2011). Komisaris independen
dapat berfungsi untuk mengawasi jalannya perusahaan dengan memastikan bahwa
perusahaan tersebut telah melakukan praktek-praktek transparansi, disclosure,
kemandirian, akuntabilitas, dan praktek keadilan menurut ketentuan yang berlaku
di suatu sistem di suatu negara (Surya dan Yustivandana, 2008).
Komisaris independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong
diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance) di dalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris, agar
dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi secara
efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan (Chtourou dan
Komisaris independen menjadi organ utama bagi penerapan praktek good
corporate governance dengan melihat fungsi yang dimilikinya. Oleh karena itu,
sesuai dengan nama yang diemban sebagai komisaris independen, maka dewan
komisaris tersebut harus memiliki independensi dalam menjalankan fungsinya,
yaitu sebagai fungsi pengawasan, memiliki profesionalisme, dan karakter
kepemimpinan yang merupakan hal dasar yang dibutuhkan dari perannya tersebut
(Alijoyo dan Zaini, 2004).
Ketika faktor-faktor makro ekonomi (misalnya peraturan moneter bebas)
merupakan akar permasalahan dari krisis keuangan yang mempengaruhi semua
perusahaan, beberapa perusahaan terpengaruh lebih banyak dibandingkan
perusahaan lainnya (Taylor, 1998). Studi-studi belakangan merundingkan bahwa
manajemen resiko dan peraturan keuangan perusahaan-perusahaan ini memiliki
pengaruh yang signifikan sampai ke tingkat di mana perusahaan terimbas oleh
krisis keuangan (Brunnermeier, 2009). Karena manajemen resiko dan peraturan
keuangan merupakan hasil dari penjualan biaya dan keuntungan yang dibuat oleh
dewan pengurus perusahaan dan para pemegang saham, maka sebuah implikasi
yang penting dari studi-studi ini adalah bahwa corporate governance
mempengaruhi kinerja perusahaan selama periode krisis (Takeo dan Kashyap,
2001).
Karena alasan-alasan yang telah disebutkan di atas, maka investor yang
ingin memperoleh jumlah return saham yang lebih banyak harus menyadari
pentingnya penerapan good corporate governance. Keberadaan dewan komisaris
tersebut memastikan perlindungan terhadap investor yang lebih terjamin (Wedari,
2004). Oleh sebab itu, para investor perlu memiliki pemahaman yang baik akan
hal ini.
Berdasarkan penelitian yang selama ini dilakukan oleh peneliti-peneliti
terdahulu tentang pengaruh EVA, profitabilitas, dan independensi dewan
komisaris terhadap return saham yang hasilnya bervariasi, maka penelitian ini
termotivasi untuk menguji kembali metode EVA dan profitabilitas terhadap return
saham yang menggambarkan kinerja perusahaan real estate and property di BEI.
Penelitian ini juga akan membuktikan secara empiris pengaruh penerapan
independensi dewan komisaris terhadap return saham pada perusahaan real estate
and property di BEI pada periode tahun 2011-2013.
Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan
judul “Analisis Pengaruh EVA, Profitabilitas, dan Independensi Dewan
Komisaris terhadap Return Saham pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
1.1. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka rumusan permasalahan
yang akan dijadikan pokok bahasan dalam penelitian ini, yaitu :
a. Apakah EVA (economic value added) berpengaruh terhadap return
saham pada perusahaan real estate and property yang terdaftar di
b. Apakah profitabilitas (dalam konteks penelitian ini return on assets
dan return on equity) berpengaruh terhadap return saham pada
perusahaan real estate and property yang terdaftar di BEI?”
c. Apakah independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap return
saham pada perusahaan real estate and property yang terdaftar di
BEI?”
1.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin didapatkan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah EVA, profitabilitas, dan independensi dewan komisaris
berpengaruh terhadap return saham secara parsial maupun simultan pada
perusahaan real estate and property yang terdaftar di BEI.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti.
Hasil riset ini dapat dijadikan sebagai bahan pegangan dan sumber
informasi apabila mendapatkan menangani pekerjaan yang
berhubungan dengan bidang disiplin ilmu EVA, profitabilitas,
2. Bagi Investor.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan
bagi investor dalam memutuskan untuk melakukan investasi di Bursa
Efek Indonesia (BEI).
3. Bagi Kreditor
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu aspek yang
dapat ditinjau oleh kreditor dalam pengambilan keputusan pemberian
pinjaman atau investasi pada perusahaan yang menerapkan EVA,
profitabilitas, dan independensi dewan komisaris dalam proses
operasional mereka, sehingga meminimalkan resiko kerugian
investasi.
4. Bagi Perusahaan
Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberi
masukan bagi pengembangan perusahaan real estate and property
untuk lebih meningkatkan kepercayaan investor dan laba perusahaan.
Dan dapat menjadi faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan yang
akan diambil dengan melihat efek dari penerapan EVA, profitabilitas,
dan independensi dewan komisaris terhadap return saham
perusahaan.
5. Bagi Pihak Akademis
Sebagai sumber literatur atau bahan referensi yang dapat memberikan
informasi teoritis dan empiris bagi pihak-pihak yang akan melakukan
sumber pustaka yang telah ada. Dan diharapkan dapat memberikan
informasi dan memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu
pengetahuan terutama penelitian yang berkaitan dengan akuntansi
keuangan dan perilaku manajemen, khususnya di bidang EVA,