BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan yang terletak di Pantai Timur Sumatera
berada di pusat pemerintahan Afdeling Asahan. Letaknya sangat diuntungkan karena
berhadapan langsung dengan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan internasional.
Kemajuan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan tidak terlepas dengan kehadiran dua
pelabuhan transit yang sengaja dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Inggris di
Semenanjung. Pembentukan kedua pelabuhan tersebut berdampak pada kemunduran
aktivitas perdagangan dan pelayaran di Pantai Barat Sumatera.
Kemunduran aktivitas perdagangan dan pelayaran di Pantai Barat Sumatera
sangat menguntungkan keberadaan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan.
Keuntungannya adalah karena masyarakat pedalaman seperti Batak yang sebelumnya
melakukan kegiatan dagang di Pantai Barat Sumatera beralih ke Pantai Timur
Sumatera. Masyarakat Batak melakukan hubungan dagang ke wilayah Asahan, Panai
dan Bilah.1
1
Gusti Asnan, Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2007, hlm. 318.
hingga f. 15.000,-, pada tahun-tahun berikutnya, nilai ekspor-impor menjadi berlipat
dua atau tiga pada rute-rute yang melalui Asahan.2
Berkembangnya Pelabuhan Tanjung Balai Asahan tentu saja memiliki peran
bagi wilayah cakupannya. Peran-peran ini terus dipegang oleh Pelabuhan Tanjung Selain keuntungan dari kemunduran aktivitas perdagangan dan pelayaran di
Pantai Barat Sumatera, Pelabuhan Tanjung Balai Asahan juga sangat diuntungkan
dengan kehadiran perkebunan-perkebunan besar. Kehadiran perkebunan-perkebunan
ini semakin membuat Pelabuhan Tanjung Balai Asahan berkembang pesat karena
umumnya Pelabuhan Tanjung Balai Asahan melayani ekspor-impor kegiatan
perkebunan.
Berkembang pesatnya Pelabuhan Tanjung Balai Asahan menjadikannya
sebagai pelabuhan terbesar ketiga setelah Pelabuhan Belawan dan Pangkalan
Brandan. Seiring berjalannya waktu, pemerintah membuat kebijakan-kebijakan.
Kebijakan-kebijakan tersebut membawa dampak secara langsung bagi
pelabuhan-pelabuhan di Sumatera Timur termasuk Pelabuhan Tanjung Balai Asahan. Salah satu
kebijakan tersebut adalah pembangunan sarana transportasi darat. Pembangunan
sarana transportasi darat memundurkan beberapa pelabuhan-pelabuhan di Sumatera
Timur karena umumnya pelabuhan di Sumatera Timur banyak mengandalkan sungai
sebagai sarana transportasi utama. Hal berbeda ditunjukkan oleh Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan yang mampu tetap bertahan bahkan semakin berkembang setelah
adanya kebijakan untuk membangun sarana transportasi darat.
2Ibid.,
Balai Asahan hingga masuknya Jepang di Sumatera Timur. Peran ini juga yang telah
membuat Pelabuhan Tanjung Balai Asahan tetap bertahan.
Kajian ini bersifat deskriptif-analitik, yaitu mendeskripsikan tentang
pengelolahan dan manajemen, kuantitas ekspor dan impor serta peran Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan selama masa sebelum kolonial hingga kedatangan dan masa
pemerintahan kolonial, penelitian ini juga menganalisa mengapa Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan dapat bertahan meskipun muncul pelabuhan raksasa dan utama yakni
Pelabuhan Samudera Belawan. Ruang lingkup spasial penelitian ini adalah wilayah
Tanjung Balai di samping wilayah-wilayah yang menjadi cakupan dari Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan.
Dari beberapa uraian di atas, maka peneliti memberi judul penelitian
“Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 1865-1942”. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi waktu penelitian dari tahun 1865 hingga 1942. Pada tahun 1865 secara
resmi Kesultanan Asahan tunduk di bawah kekuasaan Pemerintah Kolonial Belanda
yang diawali dengan Netscher meminta kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda di
Batavia melakukan ekspedisi. Usulan ini kemudian diterima dan disetujui dengan
Besluit Gubernur Jenderal No. 1 tanggal 25-8-1865 dinamai dengan: “Expeditie
Tegen Serdang en Asahan” ekspedisi ini dipimpin oleh Kapten van Ress dan Majoor
van Heemskerck dengan didampingi Netscher. Ekspedisi ini kemudian berhasil
menguasai Asahan seutuhnya sehingga setiap urusan politik, ekonomi, perdagangan
Asahan hanya boleh mengurusi masalah adat saja, maka secara otomatis kendali
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dipegang oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Kemudian tahun 1942 merupkan tahun dimana alih kekuasaan dari
Pemerintahan Kolonial Belanda ke Pemerintahan Militer Jepang. Dimana dapat
diketahui bahwa setiap sektor perkebunan tidak lagi menjadi perhatian Jepang karena
yang menjadi perhatian Jepang adalah mencari dukungan untuk melawan sekutu pada
Perang Asia Pasifik. Maka secara otomatis kegiatan ekspor dan impor di Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan berhenti. Permasalahan-permasalahan di atas kemudian akan
di jabarkan dalam poin-poin pertanyaan di rumusan masalah.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam melakukan suatu penelitian maka yang menjadi landasan dari
penelitian itu sendiri adalah apa yang menjadi akar permasalahannya. Permasalahan
pokok yang dibahas dalam penelitian ini, ialah peranan Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan dalam kegiatan ekspor dan impor mulai dari tahun 1865-1942. Penjabaran
permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini akan dipandu melalui
pertanyaan-pertanyaan utama sebagai berikut :
1. Bagaimana Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebelum tahun 1865?
2. Bagaimana perkembangan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan 1865-1942?
3. Bagaimana peran Pelabuhan Tanjung Balai Asahan terhadap Afdeling
4. Mengapa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dapat bertahan meskipun
Pemerintah Kolonial Belanda menjadikan Pelabuhan Belawan Sebagai
Pelabuhan utama ekspor dan impor di Sumatera Timur?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting tentunya, bukan
hanya bagi peneliti tetapi juga bagi masyarakat umum. Penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan tentang :
1. Keadaan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebelum tahun 1865.
2. Perkembangan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan tahun 1865-1942.
3. Peran Pelabuhan Tanjung Balai Asahan terhadap Afdeling Asahan,
Sumatera Timur, onderneming dan pertanian rakyat.
4. Bertahannya Pelabuhan Tanjung Balai Asahan hingga saat ini,
meskipun Pemerintah Kolonial Belanda menjadikan Pelabuhan
Belawan Sebagai Pelabuhan utama ekspor dan impor di Sumatera
Timur.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menambah referensi dan khasanah penelitian tentang sejarah
pelabuhan (sejarah maritim) di sumatera utara yang dapat digolongkan
kedalam penulisan sejarah lokal.
2. Untuk masyarakat umum, penelitian dapat memberikan penjelasan
3. Aspek praktis yang mungkin dapat diharapkan dari hasil penelitian ini
adalah akan dijadikannya bahan acuan bagi pemerintah daerah
maupun provinsi untuk mengambil keputusan maupun
kebijakan-kebijakan untuk mengembangkan sektor maritim dalam kasus ini
adalah potensi pelabuhan untuk dapat dikembangkan lagi.
1.4 Tinjauan Pustaka
Kajian tentang peranan pelabuhan di Sumatera Timur untuk mengekspor
hasil-hasil perkebunan belum ada diteliti. Terdapat sedikit beberapa kajian yang
menyangkut tentang peranan pelabuhan sebagai pengekspor hasil-hasil perkebunan,
salah satunya adalah dalam bentuk tesis. Tesis tersebut ditulis oleh Edi Sumarno yang
berjudul “Pertanian Karet Rakyat Sumatera Timur 1863-1942”3
Selain dalam bentuk tesis, untuk mendapatkan informasi mengenai peranan
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sebagai pelabuhan ekspor dan impor adalah dalam
bentuk laporan yang sudah dicetak. Laporan tersebut ditulis oleh Anderson yang . Dalam tesis ini
disinggung tentang peranan pelabuhan-pelabuhan di Sumatera Timur untuk
mengekspor hasil-hasil perkebunan, termasuk peranan Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan. Disamping menggambarkan bagaimana peranan pelabuhan-pelabuhan dalam
melakukan aktivitas ekspor karet rakyat, tesis ini juga menyinggung bagaimana
pelabuhan-pelabuhan di Sumatera Timur mengekspor karet yang dilakukan oleh
pihak onderneming.
3
berjudul “Mission to the East Coast of Sumatra in 1823” dan “Acheen and the Port
on the North and East Coast Sumatra” yang menceritakan bagaimana kegiatan
ekspor dan impor barang-barang komoditas yang dipasarkan di Pelabuhan Tanjung
Balai Asahan. Aktivitas pelayaran dan perdagang di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan
menurut laopran ini sudah mengalami kemajuan dengan banyaknya kapal yang hilir
mudik dan bertambat di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan, tentu saja banyaknya kapal
yang datang dan mengangkut komoditas-komoditas ekspor maupun impor
membuktikan bahwa Pelabuhan Tanjung Balai Asahan sudah mengalami kemajuan.
Selain itu laporan ini juga menceritakan bagaimana Kesultanan Asahan mengelola
pelabuhan dengan memberikan keamanan bagi pedagang-pedagang yang ingin
melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan.
Untuk mendukung penelitian ini, perlu dilakukan langkah-langkah teoritis
yang salah satunya adalah menggunakan kajian diluar disiplin ilmu sejarah. Untuk
itu, perlu kiranya mengacu pada karya Abbas Salim dalam bukunya “Manajemen
Pelayaran Niaga dan Pelabuhan”.4
Abbas juga menjelaskan bahwa pelabuhan berfungsi sebagai pintu masuk
atau keluar barang dari dalam maupun luar daerah. Ditinjau dari fungsinya,
pelabuhan dapat dibedakan menjadi beberapa kriteria salah satunya adalah menurut
Indische Scheepyaartswet (staatblad 1936), menetapkan bahwa pelabuhan di Dalam buku ini dijelaskan bahwa Pelabuhan
adalah tempat (daerah perairan dan daratan) kapal berlabuh dengan aman dan dapat
melakukan bongkar muat barang serta turun naik penumpang.
4
Indonesia terdiri dari pelabuhan laut dan pelabuhan pantai. Pelabuhan laut adalah
pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri, yang dapat masuk kapal-kapal
dari negara-negara lain, sedangkan pelabuhan pantai adalah pelabuhan yang tidak
terbuka bagi perdagangan luar negeri dan hanya dapat dimasuki oleh kapal-kapal
yang berbendera Indonesia.
Karya Sutejo K. Widodo yang berjudul “Ikan Layang Terbang Menjulang”5
Sementara itu, Naf’an Ratomi dalam skripsinya yang berjudul “Pelabuhan
Labuhan Bilik pada masa Kolonial 1914-1939” membahas peranan Pelabuhan
Labuhan Bilik yang mengekspor karet rakyat terbesar di Sumatera Timur pada tahun
1920-1934. Dalam skripsi ini juga dijelaskan bahwa pada awal-awal tahun 1930-an
Pelabuhan Labuhan Bilik mengalami penurunan. Tetapi Pelabuhan Tanjung Balai
Asahan tetap bertahan karena perkembangan Tanjung Balai yang menjadi sebuah
gemeente serta adanya pembangunan fasilitas-fasilitas transfortasi seperti jalan raya menceritakan bagaimana pemerintah kolonial pada tahun 1924 membagi dua jenis
pelabuhan yakni pelabuhan besar dan kecil yang dikelola oleh pemerintah serta yang
tidak dikelola pemerintah. Dalam buku ini juga Sutejo menjelaskan bahwa
kedudukan Pelabuhan Tanjung Balai Asahan merupakan pelabuhan kecil yang
dikelola oleh pemerintah. Pelabuhan Tanjung Balai Asahan merupakan pelabuhan
binaan dari Pelabuhan Belawan, maka secara kedudukan bahwa pada masa
pemerintah kolonial Pelabuhan Tanjung Balai Asahan menjadi pelabuhan terbesar
kedua setelah Pelabuhan Belawan.
5
dan rel kereta api. Selain itu skripsi ini menjadi bahan acuan dan perbandingan dalam
menulis dan meneliti Pelabuhan Tanjung Balai Asahan.
Panangian Panggabean, “ Lahirnya Kota Medan Sebagai Pelabuhan Ekspor
Hasil-hasil Perkebunan 1863-1940” menceritakan bagaimana peran Pelabuhan
Belawan mengekspor hasil-hasil perkebunan yang ada di Afdeling Deli en Serdang
yang sebagian besar wilayahnya meliputi Medan dan Deli Serdang sekarang dengan
bantuan transportasi kereta api (DSM). Tesis ini menjadi acuan peneliti untuk
menggambarkan peran Pelabuhan Tanjung Balai Asahan dalam melakukan ekspor
hasil-hasil perkebunan yang terdapat di Sumatera Timur bagian selatan yakni daerah
Afdeling Asahan.
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode, yakni metode penelitian. Metode
penelitian adalah suatu cara atau aturan yang sistematis yang digunakan sebagai
proses untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip untuk mencari kebenaran
dari sebuah permasalahan. Metode penelitian yang saya pakai dalam penelitian
mengacu pada proses penelitian sejarah yang lebih dikenal dengan metode sejarah.
Metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman
dan jejak-jejak peninggalan sejarah.6
6
Louis Gottschalk,Mengerti Sejarah, terj. dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985, hlm. 39.
Dalam penerapannya, metode sejarah
menggunakan empat tahapan pokok, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan
Tahap pertama adalah heuristik yakni mengumpulkan sumber-sumber yang
berkaitan dengan permasalahan yang kita teliti. Metode yang dilakukan dalam
heuristik adalah studi arsip, studi pustaka dan studi lapangan. Studi arsip dilakukan
dengan mengumpulkan sejumlah data-data primer berupa arsip mupun laporan,
laporan berupa laporan perjalanan, penelitian dan laporan instansi Pemerintah
Kolonial Belanda. Peneliti telah mengumpulkan arsip-arsip tentang Pelabuhan
Tanjung Balai Asahan yang didapat dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI),
Arsip Daerah Sumatera Utara maupun Arsip Pemerintah Kota Tanjung Balai. Dari
studi arsip ini, penulis berhasil mengumpulkan arsip-arsip yang berkaitan dengan
Pelabuhan Tanjung Balai Asahan berupa laporan serah terima jabatan atau Memorie
van Overgave (MvO) Asisten Residen Afdeling Asahan yang tersimpan dalam bentuk
mikrofilm dengan nomor koleksi Indeks Folio MvO 1e reel 19, 20 dan 21, Algemeene
Secretarie, arsip laporan Departement der Marine, dan dokumen leksikografi seperti
Staatsblad van Nederlandsch-Indie, Aardrijkskundig en Statitisch Woordenboek
Nederlandsch-Indie, Beknopte Encyclopedie van Nederlandsch-Indie, dan
Encyclopaedie van nederlandsch-indie.
Selain studi arsip, dalam heuristik, metode yang paling sering digunakan
adalah studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan sumber-sumber
yang berhubungan dengan penelitian ini baik dalam bentuk buku, skripsi, tesis,
disertasi, jurnal dan lainnya. Untuk mengumpulkan sumber pustaka penulis juga
mencari ke Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara, Perpustakaan Daerah Sumatera Utara dan Perpustakaan Kota
buku-buku maupun jurnal-jurnal serta laporan berkala yang berkaitan dengan penelitian.
Jurnal-jurnal tersebut didapat dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yakni
Verslag van de Kleine Haven in Nederlandsch-Indie over het jaar 1923, 1924, dan
1925, selain itu dapat juga Verslag van de Handelsvereeniging te Medan, Tijdschrijf
voor Indische Taal, Land, en Volkenkunde van Bataviasch Genootschap, Koloniaal
Verslag dan Koloniale Studient, serta yang paling penting adalah Departement der
Burgerlijke Openbare Werken Mededeling en Rapporten: Nederlandsch-Indisch
Haven.
Sumber lain adalah berupa buku, skripsi, tesis dan laporan-laporan, salah
satunya adalah laporan John Anderson yang sudah dipublikasikan yang berjudul
Mission to the East Coast of Sumatra in 1823” dan “Acheen and the Port on the
North and East Coast Sumatra”. Sementara itu, studi lapangan dilakukan dengan
merekam kegiatan aktivitas pelabuhan dan fasilitas-fasilitas pendukung ekspor dan
impor di Pelabuhan Tanjung Balai Asahan seperti kompleks pergudangan,
perkantoran dan lainnya.
Setelah terkumpul sumber-sumber yang berhubungan dengan penelitian ini,
maka tahapan selanjutnya adalah kritik sumber, baik kritik intern maupun ekstern.
Kritik ekstern dilakukan untuk memilah apakah dokumen itu diperlukan atau tidak
serta menganalisis apakah dukumen yang telah dikumpulkan asli atau tidak dengan
mengamati tulisan, ejaan, jenis kertas serta apakah dokumen tersebut isinya masih
sumber-sumber yang telah dikumpulkan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
kredibilitas sumber atau kebenaran isi dari sumber tersebut.7
Tahapan selanjutnya adalah Interpretasi yaitu memuat analisis dan sintesis
terhadap data yang telah dikritik atau diverifikasi. Tahapan ini dilakukan dengan cara
menafsirkan fakta, membandingkannya untuk diceritakan kembali dalam bentuk
tulisan. Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subyektifitas.8
Tahapan terakhir dari metode ini adalah historiografi atau penulisan. Tahapan
penulisan dilakukan agar fakta-fakta yang telah ditafsirkan baik secara tematis
maupun kronologis dapat dituliskan. Historiografi merupakan proses mensintesakan
fakta suatu proses menceritakan rangkaian fakta dalam suatu bentuk tulisan yang
kritis analitis dan bersifat ilmiah sehingga tahap akhir dalam penulisan ini dapat
dituangkan dalam bentuk tulisan atau skripsi.
7
Kuntowijoyo,Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995, hlm. 99-100.
8Ibid.,