BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Kepemimpinan
Terry ( dalam Sedarmayanti, 2008: 249) menyatakan bahwa: “Leadership
is activity of influencing people to strive willingly for mutual objectives”.
(Kepemimpinan adalah keseluruhan kegiatan/aktivitas untuk mempengaruhi
kemauan orang lain untuk mencapai tujuan bersama). Selanjutnya Ralph (dalam
Sedarmayanti, 2008: 249) juga mengatakan bahwa: “Leadership is the process of
influencing group activities toward goal setting and goal achievement”.
(Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam
upaya perumusan dan pencapaian tujuan).
Hal senada diungkapkan Silalahi (2007: 184) bahwa:Kepemimpinan
berarti sebagai aktivitas mempengaruhi perilaku orang lain, baik secara individu
maupun kelompok agar melakukan aktivitas dalam usaha mencapai tujuan dalam
situasi tertentu.Dari pendapat para ahli penulis menyimpulkan bahwa
kepemimpinan merupakan suatu proses dalam mempengaruhi orang lain agar
Kepemimpinan merupakan suatu produk dari berbagai macam kegiatan,
kekuatan dan interaksi pada saat yang bersamaan. Seperti yang dikemukakan
Silalahi (2007: 198) bahwa keberhasilan kepemimpinan akan ditentukan oleh
faktor-faktor antara lain: 1) Pemimpin, 2) Pengikut, 3) Situasi, dan 4) Organisasi.
Dengan demikian, keseluruhan faktor di atas harus dikombinasikan untuk
mencapai keberhasilan kepemimpinan.
2.1.2 Pendekatan-Pendekatan Studi Kepemimpinan
Penelitian-penelitian dan teori-teori kepemimpinan dapat diklasifikasikan
sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan, perilaku dan situasional (contingency)
dalam studi tentang kepemimpinan. Pendekatan pertama memandang
kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat yang tampak. Seorang
pemimpin memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang menyebabkan mereka
dapat memimpin para pengikutnya. Sifat-sifat ini mencakup energi, pandangan,
pengetahuan dan kecerdasan, imajinasi, kepercayaan diri, integritas, kepandaian
berbicara, pengendalian dan keseimbangan mental maupun emosional, bentuk
fisik, pergaulan sosial dan persahabatan, dorongan, antusiasme, berani dan
lain-lain.Efendi (2007:36)
Pendekatan kedua bermaksud mengidentifikasikan perilaku-perilaku
(behaviors) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan efektif. Pendekatan
ini mencoba menentukan apa yang dilakukan oleh para pemimpin efektif yaitu
dengan dan memotivasi bawahan mereka, bagaimana mereka menjalankan
tugas-tugas, dan sebagainya.
Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang
memiliki sifat-sifat tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan
muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok apapun di mana dia berada.
Pendekatan ketiga yaitu pandangan situasional menganggap bahwa kondisi yang
menentukan efektifitas kepemimpinan bervariasi dangan situasi (tugas-tugas yang
dilakukan, keterampilan dan pengharapan bawahan, lingkungan organisasi,
pengalaman masa lalu pemimpin dan bawahan dan sebagainya).
2.1.3. Teori Kepemimpinan Efektif
Adapun Reddin ( dalam Thoha, 2007: 56-57) meng-identifikasi gaya
kepemimpinan yang cocok dan mempunyai pengaruh terhadap lingkungannya,
membedakan dua gaya kepemimpinan menjadi gaya kepemimpinan yang efektif
dan gaya kepemimpinan yang tidak efektif. Empat gaya kepemimpinan yang
efektif ini adalah:
1. Eksekutif.
2. Pecinta Pengembangan (Deplover).
3. Otokratis yang baik (Benevolent Autocrat).
Eksekutif yang dimaksud adalah gaya kepemimpinan yang banyak
memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. Kondisi
ini biasanya disebut sebagai motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja
yang tinggi, berkehendak mengenal perbedaan di antara individu, dan
berkeinginan menggunakan kerja tim dalam manajemen.
Pecinta pengembangan (Deplover) yang dimaksud adalah gaya
kepemimpinan yang memberikan perhatian maksimum terhadap hubungan kerja,
dan perhatian yang minimum terhadap tugas-tugas/pekerjaan. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pimpinan memiliki kepercayaan yang implisit terhadap
orang-orang yang bekerja dalam organisasi-nya dan sangat memperhatikan
pengembangan mereka sebagai seorang individu.
Sementara itu, otokratis yang baik (Benevolent Autocrat) yang dimaksud
merupakan gaya kepemimpinan yang memberikan perhatian maksimum terhadap
tugas dan perhatian minimum terhadap hubungan kerja. Kondisi ini menunjukkan
seorang pimpinan yang mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan
bagaimana memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menimbulkan
ketidakseganan di pihak lain.
Birokrat yang dimaksud merupakan gaya kepeminpinan yang memberikan
perhatian yang minim terhadap tugas dan hubungan kerja.kondisi ini
menunjukkan bahwa pimpinan sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan
Adapun empat gaya kepemimpinan yang tidak efektif menurut Reddin (Thoha,
2007: 57-58) adalah:
1. Pecinta Kompromi (Compromiser).
2. Missionari.
3. Otokrat.
4. Lari dari tugas (Deserter).
Pecinta Kompromi (Compromiser) menunjukkan gaya kepemimpinan
yang memberikan perhatian besar pada tugas dan hubungan kerja dalam suatu
situasi yang menekankan pada kompromi. Pimpinan seperti ini biasanya membuat
keputusan tidak bagus karena banyak tekanan yang mempengaruhinya.
Missionari menunjukkan gaya kepemimpinan yang memberikan
penekanan yang maksimum pada orang-orang dan hubungan kerja, tetapi
memberikan perhatian minimum terhadap tugas dan perilaku yang tidak sesuai.
Pimpinan ini hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya
sendiri.
Otokrat menunjukkan gaya kepemimpinan yang memberikan perhatian
yang maksimum terhadap tugas dan minimum terhadap hubungan kerja dengan
suatu perilaku yang tidak sesuai. Pimpinan ini tidak memiliki kepercayaan pada
orang lain, tidak menyenangkan, dan hanya tertarik pada jenis pekerjaan yang
Lari dari tugas (Deserter) merupakan gaya kepemimpinan yang sama
sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja.
Pada kondisi tertentu pimpinan melakukan sikap pasif dan tidak mau ikut campur
secara aktif dan positif, sehingga gaya ini dirasakan tidak begitu terpuji.
Berdasarkan uraian ini, penulis menyimpulkan bahwa Gaya
kepemimpinan merupakan perilaku pemimpin dalam mengarahkan aktivitas
individu pegawai dalam lingkungan organisasi untuk pencapaian tujuan
organisasi. Dengan mengarahkan pegawai tersebut, pemimpin dituntut untuk
dapat memilih secara bijaksana gaya kepemimpinan yang efektif yang akan
diterapkan dalam pencapaian tujuan organisasi.
Berdasarkan beberapa uraian ini, secara khusus penulis mengangkat gaya
kepemimpinan yang efektif berdasarkan pendapat Reddin (dalam
Thota,2007:56-57) sebagai dimensi 1 dalam penelitian ini dengan indikator-indikator: 1)
Eksekutif, 2) Pecinta Pengembangan (Deplover), 3) Otokratis yang baik
(Benevolent autocrat),
2.1.4. Kinerja Pegawai
Hariandja (2007: 195) mengemukakan bahwa: Unjuk kerja merupakan
hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan
sesuai dengan perannya dalam organisasi.
Benardin dan Russell (1993: 379) juga menyatakan bahwa: “Performance
is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or
tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan
tertentu selama kurun waktu tertentu).
Adapun beberapa kata kunci definisi kinerja menurut Sedarmayanti (2008: 260)
meliputi:
1. Hasil kerja.
2. Pekerja, proses atau organisasi.
3. Terbukti secara konkrit.
4. Dapat diukur.
5. Dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan.
Sementara itu, kinerja karyawan menurut Ilham (2008: 33) adalah
menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan keseluruhan
tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan Brumbrach (Amstrong dan
Baron, 1998: 16) mengemukakan bahwa ‘Performance means both behaviors and
result’ (kinerja berarti dua hal, perilaku dan hasil). Perilaku yang dimaksud adalah
perilaku dalam proses pencapaian hasil kerja tersebut.
Mangkunegara (2005: 9) juga menyatakan bahwa:Kinerja karyawan
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
Dari beberapa uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa: Kinerja
pegawai merupakan hasil kerja yang dicapai baik secara kualitas maupun
kuantitas terhadap tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya dalam
rangka mencapai tujuan organisasi.
2.1.4.1.Unsur-unsur Kinerja Pegawai
Ilham (2008: 34) mengemukakan bahwa ada beberapa unsur yang dapat
dilihat dari kinerja pegawai yang dikelompokkan ke dalam tingkatan kinerja
tertentu dengan melihat aspek-aspeknya, seperti:
1.Tingkat efektivitas, yang dapat dilihat dari sejauhmana seorang pegawai dapat
memanfaatkan sumber-sumber daya untuk melaksanakan tugas-tugas yang sudah
direncanakan, serta cakupan sasaran yang bisa dilayani.
2.Tingkat efisiensi, yang dapat diukur dari seberapa tingkat penggunaan
sumber-sumber daya secara minimal dalam pelaksanaan pekerjaan.
3.Tingkat keamanan-kenyamanan, yang mengandung dua aspek, baik aspek
keamanan-kenyamanan bagi pegawai maupun bagi pihak yang dilayani.
4.Tingkat kepuasan pelanggan/pihak yang dilayani, merupakan unsur penting
dalam penilaian kinerja pegawai, dapat diukur dengan memperhatikan validitas
pengukuran, sehingga harus memperhatikan metode dan instrument yang tepat.
Oleh karena unsur ini dirasakan pelik, bahkan tak jarang sering diabaikan dan
2.1.4.2. Pengertian Penilaian Kinerja Pegawai
Menurut Simamora (2004: 338):Penilaian kinerja (performance appraisal)
adalah proses yang dipakai organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja
individu karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi karyawan kepada
organisasi selama periode waktu tertentu.
Dessler (2000: 321) juga mengemukakan bahwa “Performance appraisal
is defined as evaluating an employee’s current or past performance relative to his
or her performance standards”, (penilaian kinerja didefinisikan sebagai evaluasi
kinerja pegawai pada masa kini dan masa lalu terkait dengan standar-standar yang
ada). Selanjutnya Andrew E. Sikula (Mangkunegara, 2005: 10) mengemukakan
bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan
pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan.
Berdasarkan beberapa uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa
penilaian kinerja pegawai merupakan proses yang dilakukan organisasi secara
sistematis dalam mengevaluasi kinerja pegawai sesuai dengan tugas dan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya.
2.1.5. Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan (BPKP dalam Mahsun 2006:71).Umar (dalam Mangkunegara, 2005:
Kerjasama; 7) Keandalan; 8) Pengetahuan tentang pekerjaan; 9) Tanggung jawab,
dan 10) Pemanfaatan waktu kerja.
Berdasarkan beberapa teori ini, secara khusus penulis mengangkat kinerja
pegawai sebagai dimensi 3 dalam penelitian ini berdasarkan teori telah yang
dikemukakan oleh Umar dalam bukunya Mangkunegara, dengan membatasi
beberapa indikator yang dianggap lebih efektif untuk dilakukannya suatu
penelitian, yang meliputi: 1) Mutu Pekerjaan, 2) Inisiatif, 3) Kehadiran, 4)
Kerjasama, 5) Pengetahuan tentang pekerjaan, 6) Tanggung jawab, dan 7)
Pemanfaatan waktu kerja. Sedangkan aspek kejujuran dan sikap pegawai kurang
relevan dilakukannya penelitian berdasarkan instrumen penelitian ‘kuesioner’. Hal
ini disebabkan kedua aspek tersebut akan lebih valid jika melalukan penelitian
berdasarkan pendekatan psikologi pegawai melalui pengamatan yang memakan
waktu berbulan-bulan dan mengidentifikasi adanya kekonsistenan dalam
melakukan penyimpangan dalam hal yang sama.
2.2 Penelitian Terdahulu
Nur (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Perilaku
Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PT. Bank
Syariah Bukopin Cabang Medan Jalan S. Parman No 77 Medan). Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan sebesar 0,830 atau
sangat kuat antara perilaku kepemimpinan situasional terhadap kinerja. Dari hasil
uji determinan maka pengaruh perilaku kepemimpinan situasional terhadap
kepemimpinan situasional terhadap kinerja karyawan dengan hipotesis (Ha)
positif dapat diterima.
Refani (2006), dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Perilaku Gaya
Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. BANK
RAKYAT INDONESIA (PERSERO) TBK CABANG BINJAI”. Menggunakan
alat analisis regresi berganda menunjukkan: ada hubungan yang positif dan
signifikan antara dimensi gaya kepemimpinan situasional terhadap kinerja
karyawan. Dari hasil uji determinan maka pengaruh perilaku kepemimpinan
situasional terhadap kinerja karyawan sebesar 69,3%. Persamaan regresi linear
berganda yang didapat, yaitu y = 5,910 +0,143X1 + 15,434X2. Dari persamaan
ini maka tingkat keeratan hubungan keduanya sebesar 82%.
2.3 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesa dari tinjauan teori dan penelitian
terdahulu yang mencerminkan keterikatan objek yang diteliti dan merupakan
tuntunan untuk memecahkan masalah dalam penelitian serta merumuskan
hipotesis yang berbentuk bagan alur yang dilengkapi data kualitatif. Menurut Dale
(dalam Mangkunegara 2009:14) faktor-faktor yang mempegaruhi kinerja terdiri
dari:
1.Faktor internal, yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang
seperti tipe pekerja keras.
Hennry Simamora (dalam Mangkunegara 2009:14) juga mendukung
pendapat bahwa aspek kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang.. Dengan demikian, semakin tinggi pemimpin
mengadaptasikan gaya kepemimpinan mereka untuk memenuhi tuntutan situasi
tertentu, maka akan semakin efektif gaya kepemimpinan yang digunakan dalam
mempengaruhi bawahan dalam meningkatkan kinerja terhadap pencapaian tujuan
organisasi.berdasarkan hal tersebut Reddin (Thoha, 2007: 56-57)
meng-identifikasi gaya kepemimpinan yang cocok dan mempunyai pengaruh terhadap
lingkungannya, membedakan 4 gaya kepemimpinan yang efektif yaitu:
1. Eksekutif.
2. Pecinta Pengembangan (Deplover).
3. Otokratis yang baik (Benevolent autocrat).
4. Birokrat
Eksekutif yang dimaksud adalah gaya kepemimpinan yang banyak
memberikan perhatian pada tugas-tugas pekerjaan dan hubungan kerja. Kondisi
ini biasanya disebut sebagai motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja
yang tinggi, berkehendak mengenal perbedaan di antara individu, dan
berkeinginan menggunakan kerja tim dalam manajemen.
Pecinta Pengembangan (Deplover) yang dimaksud adalah gaya
kepemimpinan yang memberikan perhatian maksimum terhadap hubungan kerja,
menunjukkan bahwa pimpinan memiliki kepercayaan yang implisit terhadap
orang-orang yang bekerja dalam organisasi-nya dan sangat memperhatikan
pengembangan mereka sebagai seorang individu.
Sementara itu, Otokratis Yang Baik (Benevolent Autocrat) yang dimaksud
merupakan gaya kepemimpinan yang memberikan perhatian maksimum terhadap
tugas dan perhatian minimum terhadap hubungan kerja. Kondisi ini menunjukkan
seorang pimpinan yang mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan
bagaimana memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menimbulkan
ketidakseganan di pihak lain.
Birokrat yang dimaksud merupakan gaya kepeminpinan yang memberikan
perhatian yang minim terhadap tugas dan hubungan kerja.kondisi ini
menunjukkan bahwa pimpinan sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan
menginginkan peraturan tersebut terpelihara serta mengontrolsituasi dengan teliti.
Menurut Mangkunegara (2009:9), kinerja karyawan adalah hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Umar (Mangkunegara, 2005: 18) juga mengemukakan bahwa aspek-aspek kinerja
terdiri dari: 1) Mutu Pekerjaan; 2) Kejujuran Karyawan; 3) Inisiatif; 4) Kehadiran;
5) Sikap; 6) Kerjasama; 7) Keandalan; 8) Pengetahuan tentang pekerjaan; 9)
Tanggung jawab, dan 10) Pemanfaatan waktu kerja. Sedangkan aspek kejujuran
dan sikap pegawai kurang relevan dilakukannya penelitian berdasarkan instrumen
(eksecutif, Developer, otokratis yang baik, dan birokrat ) berpengaruh terhadap
kinerja karyawan.Adapun kerangka pemikiran tersebut dapat diperlihatkan pada
gambar
gambar 2.1
Kerangka Konseptual
berikut ini
Sumber : Reddin ( dalam Thota 2007), Mangkunegara (2009) (Diolah)
2.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah yang telah ditetapkan maka hipotesis
penelitian ini adalah: “Gaya Kepemimpinan efektif Berpengaruh Positif dan
Signifikan Terhadap Peningkatan Kinerja Karyawan PT. Kimia Farma Tbk Tbk
1. Eksekutif 2. Developer
3. Otokratis yang baik
4. Birokrat