REKONSTRUKSI KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA
DI BIDANG KETENAGANUKLIRAN YANG MEWUJUDKAN
PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
DISERTASI
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Hukum
Oleh:
ROBERT PASARIBU NIM. T311308013
PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
vi
Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang.
(1 Timotius 6:10a)
Untuk segala sesuatu ada masanya,
untuk apapun di bawah langit ada waktunya.
Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal,
ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;
ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa;
ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi;
ada waktu untuk untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;
ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;
ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini yang berjudul “Rekonstruksi Kebijakan Formulasi Hukum Pidana di Bidang Ketenaganukliran yang Mewujudkan Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat”.
Hukum ketenaganukliran merupakan pertumbuhan ilmu hukum dan menjadi bagian
dari cabang pohon hukum. Carlton Stoiber, dkk, dalam bukunya “Handbook on Nuclear Law”, mengatakan bahwa “nuclear law” dapat didefinisikan sebagai “the body of special legal norms created to regulate the conduct of legal or natural persons engaged in activities related to fissionable materials, ionizing radiation and exposure to natural sources of radiation”. Hukum ketenaganukliran tampaknya masih belum menarik perhatian para ahli hukum maupun akademisi di Indonesia. Sependek pengetahuan penulis
selama 20 (dua puluh) tahun lebih pernah berkecimpung di bidang nuklir, kepustakaan
hukum Indonesia mengenai (hukum) nuklir sangatlah langka. Oleh karena itu, semoga
disertasi ini dapat menambah karya ilmiah di bidang hukum ini.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua orang, baik
orang perseorangan maupun institusi/lembaga, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya
satu demi satu, yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan dukungan
kepada penulis dalam usaha menyelesaikan disertasi ini. Walau demikian, perkenankanlah
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS, dan
Wakil Rektor I, II, III, IV beserta seluruh jajarannya;
2. Direktur Program Pascasarjana UNS, Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, MS beserta
seluruh jajarannya;
3. Dekan Fakulas Hukum (FH) UNS, Prof. Dr. Supanto, SH, M.Hum, yang juga sebagai
Promotor, dan Kepala Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) FH UNS, Prof. Dr.
Hartiwiningsih, SH, M.Hum, yang juga sebagai Co Promotor, yang telah mendorong
semangat dan membimbing penulis dalam menyelesaikan disertasi ini;
4. Bpk. Dr. Taswanda Taryo, M.Sc. Eng, Deputi Bidang Teknologi Energi Nuklir, Badan
Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), sebagai Dosen Mata Kuliah Penunjang Disertasi
dan juga sebagai Penguji Eksternal, atas kesabaran dan kearifannya yang telah
viii
5. Para guru besar dan dosen pada PDIH FH UNS, yang telah membagikan ilmunya dan
pencerahan kepada penulis, di antaranya: Prof. Dr. H. Setiono, SH, MS, Prof. Dr. Adi
Sulistiyono, SH, MH, Prof. Dr. Jamal Wiwoho, SH, M.Hum, Prof. Dr. RB. Soemanto,
MA, Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH, M.Hum, Prof. Dr. Supanto, SH, M.Hum, Prof. Liek
Wilardjo, Ph.D, D.Sc, Prof. Dr. Bagir Manan, SH, MCL, Prof. Dr. Hikmahanto
Juwono, SH, LLM, Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH, SIP, M.Hum, Prof. Dr. Dra.
Sulistyowati Irianto Soewarno, MA, Prof. Dr. Esmi Warassih, SH, MS, Prof. Dr. Eman
Suparman, SH, MH, Prof. Dr. Insan Budi Maulana, SH, LLM, Dr. Widyo Pramono,
SH, MH, Dr. Bernard L. Tanya, SH, MH, Dr. Djoko Wahyu Winarno, SH, MS dan Dr.
Hari Purwadi, SH, M.Hum;
6. Tim Penguji disertasi, yang beberapa orang di antaranya telah penulis sebutkan
namanya di muka, namun beberapa belum penulis sebutkan namanya, di antaranya: Dr.
Widodo Tresno Novianto, SH, M.Hum dan Dr. I Gusti Ayu KRH, SH, MM, yang telah
memberikan masukan dalam upaya penyempurnaan disertasi ini;
7. Kawan-kawan peserta PDIH FH UNS, khususnya angkatan Agustus 2013, beserta
seluruh staf dan pegawai di lingkungan PDIH FH UNS.
Akhirnya, disertasi ini penulis persembahkan untuk almarhum Bapak dan
almarhumah Ibunda tercinta, Ds. M. Pasaribu, BA dan P. Togatorop, serta keenam
adik-adik penulis beserta keluarga. Disertasi ini juga penulis persembahkan untuk almarhum
Bapak Mertua dan almarhumah Ibu Mertua penulis, A. Sibarani dan T. Siregar, serta
kesepuluh kakak-adik ipar penulis beserta keluarga. Teristimewa disertasi ini penulis
persembahkan untuk istri penulis tercinta Rosma Kardina Sibarani, SE dan anak-anak
kami tercinta Yoshua Pasaribu, SH dan Yohana Octavia Pasaribu.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, hal ini antara lain
disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan penulis, baik mengenai hukum maupun (apalagi)
mengenai nuklir secara teknis. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala
kekurangan disertasi ini. Semoga disertasi ini dapat membawa manfaat dalam upaya
meningkatkan pemanfaatan tenaga nuklir untuk kesejahteraan masyarakat.
Surakarta, Juli 2016.
Penulis,
ix DAFTAR ISI
Sampul Luar ... i
Sampul Dalam ... ii
Pengesahan Pembimbing ... iii
Pengesahan Penguji Disertasi ... iv
Pernyataan ... v
Halaman Khusus ... vi
Kata Pengantar ... vii
Daftar Isi ... ix
Daftar Bagan/Tabel/Lampiran ... xii
Daftar Singkatan ... xiii
1. Teori Negara Kesejahteraan ... 18
2. Teori Perlindungan Kepentingan Hukum ... 30
3. Teori Perundang-undangan ... 42
4. Kebijakan Formulasi Hukum Pidana di Bidang Ketenaganukliran ... 49
a. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana ... 49
b. Pengertian dan Ruang Lingkup Kebijakan Formulasi ... 57
c. Tindak Pidana di Bidang Ketenaganukliran ... 69
B. Penelitian yang Relevan dan Kebaruan Penelitian ... 74
x KETENAGANUKLIRAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN SAAT INI DITINJAU DARI PERSPEKTIF PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ... 84
A.Tolok Ukur Kriminalisasi Tindak Pidana di Bidang Ketenaganukliran ... 84
B. Kebijakan Formulasi Tindak Pidana di Bidang Ketenaganukliran ... 90
1. Di dalam KUHP ... 90
4) UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan ... 122
5) UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ... 125
6) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ... 129
7) UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan ... 132
8) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 135
9) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ... 143
xi
C.Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban Pidana di Bidang
Ketenaganukliran ... 152
D.Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana di Bidang Ketenaganukliran .... 160
E. Kelemahan-kelemahan Kebijakan Formulasi Hukum Pidana di Bidang Ketenaganukliran Saat Ini ... 178
1. Ditinjau dari Perspektif Perlindungan Masyarakat ... 178
2. Ditinjau dari Perspektif Kesejahteraan Masyarakat ... 187
F. Perumusan Ketentuan Pidana di dalam UU Ketenaganukliran di Beberapa Negara Sebagai Bahan Perbandingan ... 194
1. Amerika Serikat ... 194
2. Jepang ... 200
3. India ... 217
BAB V REKONSTRUKSI KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA DI BIDANG KETENAGANUKLIRAN YANG MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ... 221
A.Rekonstruksi Kebijakan Formulasi Hukum Pidana di Bidang Ketenaganukliran yang Mewujudkan Perlindungan Masyarakat ... 221
B. Rekonstruksi Kebijakan Formulasi Hukum Pidana di Bidang Ketenaganukliran yang Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat ... 230
xii DAFTAR BAGAN
Halaman
1. Skema tentang Pentingnya Kebijakan Hukum Pidana di Bidang
Ketenaganukliran ... 12
2. Skema tentang Kebijakan Kriminal ... 50
3. Skema tentang Hubungan antara Kebijakan Hukum Pidana,
Kebijakan Kriminal dan Kebijakan Sosial ... 51
4. Kerangka Pemikiran Rekonstruksi Kebijakan Formulasi Hukum
Pidana di Bidang Ketenaganukliran yang Mewujudkan Perlindungan
dan Kesejahteraan Masyarakat ... 78
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Perumusan Tindak Pidana di Bidang Ketenaganukliran di
luar KUHP dan UU Ketenaganukliran... 147
2. Tabel 2 Perumusan Pertanggungjawaban Pidana di Bidang
Ketenaganukliran di luar KUHP dan UU Ketenaganukliran ... 156
3. Tabel 3 Perumusan Sanksi Pidana yang berkaitan dengan
Ketenaganukliran di dalam KUHP ... 161
4. Tabel 4 Perumusan Sanksi Pidana di dalam UU Ketenaganukliran ... 164
5. Tabel 5 Perumusan Sanksi Pidana dan Pemidanaan di dalam UU
yang berkaitan dengan Ketenaganukliran (di luar KUHP dan UU
Ketenaganukliran) ... 166
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
DAFTAR SINGKATAN
BAPETEN : Badan Pengawas Tenaga Nuklir.
BATAN : Badan Tenaga Nuklir Nasional (dahulu Badan Tenaga
Atom Nasional).
BUMN : Badan Usaha Milik Negara.
B3 : Bahan Berbahaya dan Beracun.
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat.
FRZR : Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif.
HAM : Hak Asasi Manusia.
IAEA : International Atomic Energy Agency (Badan Tenaga Atom
Internasional).
Iptek : Ilmu pengetahuan dan teknologi.
IPR : Izin Pertambangan Rakyat.
IUP : Izin Usaha Pertambangan.
IUPK : Izin Usaha Pertambangan Khusus.
Keppres : Keputusan Presiden.
KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia.
KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Litbang : Penelitian dan pengembangan.
LPNK : Lembaga Pemerintah Non Kementerian.
MPTN : Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir.
Perda : Peraturan Daerah.
Perka : Peraturan Kepala.
Perpres : Peraturan Presiden.
Perpu : Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
PIN : Pengusaha Instalasi Nuklir.
PLTN : Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir.
PP : Peraturan Pemerintah.
PPNS : Penyidik Pegawai Negeri Sipil.
RUU : Rancangan Undang-Undang.
UDHR : Universal Declaration of Human Rights.
xiv
UUD NRI 1945 : Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
UULLAJ : UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
UUPPLH : UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
UUPTA : UU Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Tenaga Atom/UU Pokok Tenaga Atom.
UUP3 : UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
UU Ketenaganukliran : UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.
UU Pertambangan Minerba : UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
xv
GLOSARIUM
Bahan bakar nuklir : bahan yang dapat menghasilkan proses transformasi inti
berantai.
Bahan galian nuklir : bahan dasar untuk pembuatan bahan bakar nuklir.
Bahan nuklir : bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan
berantai atau bahan yang dapat diubah menjadi bahan yang dapat menghasilkan reaksi pembelahan berantai.
Dekomisioning : suatu kegiatan untuk menghentikan beroperasinya reaktor
nuklir secara tetap, antara lain, dilakukan pemindahan bahan bakar nuklir dari teras reaktor, pembongkaran komponen reaktor, dekontaminasi, dan pengamanan akhir.
Instalasi nuklir : a. reaktor nuklir;
b. fasilitas yang digunakan untuk pemurnian, konversi, pengayaan bahan nuklir, fabrikasi bahan bakar nuklir dan/atau pengolahan ulang bahan bakar nuklir bekas; dan/atau
c. fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan bakar nuklir dan bahan bakar nuklir bekas.
Keamanan sumber radioaktif : tindakan yang dilakukan untuk mencegah akses tidak sah atau perusakan, dan kehilangan, pencurian, dan/atau pemindahan tidak sah sumber radioaktif.
Kecelakaan radiasi : kejadian yang tidak direncanakan, termasuk kesalahan
operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat yang menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan/atau kontaminasi yang melampaui batas keselamatan.
Kecelakaan nuklir : setiap kejadian atau rangkaian kejadian yang
menimbulkan kerugian nuklir.
Kerugian nuklir : setiap kerugian yang dapat berupa kematian, cacat, cedera
atau sakit, kerusakan harta benda, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh radiasi atau gabungan radiasi dengan sifat racun, sifat mudah meledak, atau sifat bahaya lainnya sebagai akibat kekritisan bahan bakar nuklir dalam instalasi nuklir atau selama pengangkutan, termasuk kerugian sebagai akibat atau tindakan untuk pemulihan lingkungan hidup.
Keselamatan radiasi : tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja,
anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi.
Ketenaganukliran : hal yang berkaitan dengan pemanfaatan, pengembangan,
xvi
Komisioning : kegiatan pengujian untuk membuktikan bahwa struktur,
sistem, dan komponen instalasi nuklir terpasang yang dioperasikan dengan bahan nuklir memenuhi persyaratan dan kriteria desain.
Limbah radioaktif : zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena
zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena
pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion yang tidak dapat digunakan lagi.
Paparan radiasi : penyinaran radiasi yang diterima oleh manusia atau
materi, baik disengaja atau tidak, yang berasal dari radiasi interna maupun eksterna.
Pekerja radiasi : setiap orang yang bekerja di instalasi nuklir atau instalasi
radiasi pengion yang diperkirakan menerima dosis tahunan melebihi dosis untuk masyarakat umum.
Pengangkutan zat radioaktif : pemindahan zat radioaktif dari suatu tempat ke tempat lain melalui jaringan lalu lintas umum, dengan menggunakan sarana angkutan darat, air atau udara.
Pengusaha Instalasi Nuklir : orang perseorangan atau badan hukum yang
bertanggungjawab dalam pengoperasian instalasi nuklir.
Pemanfaatan : kegiatan yang berkaitan dengan tenaga nuklir yang
meliputi penelitian, pengembangan, penambangan,
pembuatan, produksi, pengangkutan, penyimpanan,
pengalihan, ekspor, impor, penggunaan, dekomisioning, dan pengelolaan limbah radioaktif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Pembangunan : kegiatan yang dimulai dari penentuan tapak sampai
dengan penyelesaian konstruksi.
Pengelolaan limbah radioaktif : pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkut-an, penyimpanpengangkut-an, dan/atau pembuangan limbah radioaktif.
Penghasil limbah radioaktif : pemegang izin pemanfaatan sumber radiasi pengion atau bahan nuklir dan/atau izin pembangunan, pengoperasian
dan dekomisioning instalasi nuklir yang karena
kegiatannya menghasilkan limbah radioaktif.
Petugas Proteksi Radiasi : petugas yang ditunjuk oleh pemegang izin dan oleh
BAPETEN dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi.
Proteksi radiasi : tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh
radiasi yang merusak akibat paparan radiasi.
Radiasi pengion : gelombang elektromagnetik dan partikel bermuatan dan
partikel bermuatan yang karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya.
Radioisotop : isotop yang mempunyai kemampuan untuk memancarkan
xvii
Reaktor nuklir : alat atau instalasi yang dijalankan dengan bahan bakar
nuklir yang dapat menghasilkan reaksi inti berantai yang terkendali dan digunakan untuk pembangkitan daya, atau penelitian, dan/atau produksi radioisotop.
Sumber radiasi pengion : zat radioaktif terbungkus dan terbuka beserta fasilitasnya, dan pembangkit radiasi pengion.
Sumber radioaktif : zat radioaktif berbentuk padat yang terbungkus secara
permanen dalam kapsul yang terikat kuat.
Tenaga nuklir : tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam
proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi pengion.
Zat radioaktif : setiap zat yang memancarkan radiasi pengion dengan
xviii ABSTRAK
Robert Pasaribu, 2016. Rekonstruksi Kebijakan Formulasi Hukum Pidana di Bidang Ketenaganukliran yang Mewujudkan Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat, disertasi, Surakarta: Program Doktor Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Tujuan penelitian ini untuk merekonstruksi kebijakan formulasi hukum pidana di bidang ketenaganukliran yang mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menganalisis kebijakan formulasi hukum pidana di bidang ketenaganukliran saat ini (ius constitutum), yang ditetapkan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana di dalam berbagai peraturan perundang-undangan di luar KUHP. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan di dalam kebijakan formulasi hukum pidana tersebut dalam mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat.
Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan data sekunder, dengan metode pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan perbandingan dan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan formulasi hukum pidana di bidang ketenaganukliran saat ini belum memadai dalam memberikan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan karena kebijakan hukum pidana yang ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan tersebut mengandung beberapa kelemahan pada tahap formulasi. Kelemahan-kelemahan tersebut meliputi 3 (tiga) permasalahan pokok hukum pidana, yaitu: lemahnya perumusan tindak pidana, lemahnya perumusan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana, dan lemahnya perumusan sanksi pidana yang dapat diterapkan.
Penelitian ini juga menghasilkan rekonstruksi kebijakan formulasi hukum pidana di bidang ketenaganukliran ke depan (ius constituendum) yang mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat serta langkah-langkah yang harus dilakukan untuk merekonstruksi kebijakan formulasi hukum pidana di bidang ketenaganukliran yang mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih memadai terhadap masyarakat dan dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Kata-kata kunci: kebijakan, hukum, pidana, ketenaganukliran, perlindungan,
xix
ABSTRACT
Robert Pasaribu, 2016. The Reconstruction of the Criminal Law Formulation Policy in the Nuclear Energy Field to Create Social Defence and Welfare, dissertation, Surakarta: Law Doctoral Programme, Law Faculty of Sebelas Maret University.
The objective of this research is to reconstruct the penal formulation policy in the nuclear field to create social defence and welfare. For purposes to achieve the objective, this research analyzed the criminal law formulation enacted in the existing nuclear energy-related legislation or in positif law (ius constitutum), which set forth in the Criminal Code (KUHP) and the criminal provisions in the various legislations excluded KUHP. The aim is to identify the weakness in the criminal law formulation.
This research is normative research and have been used secondary data, with the research methode based on statute approach, comparative approach and policy oriented approach.
The result of this research indicated that the criminal law formulation in the nuclear energy field, inadequate to create social defence and welfare. It is caused the penal provisions determined in the existing legislation contained some weakness in formulation. The weakness covered the 3 (three) basic elements in the area of criminal law, are the weakness in formulation of criminal act, the weakness in formulation of criminal responsibility, and the weakness in formulation of criminal sanction.
This research also provides the reconstruction of the criminal law formulation policy in the nuclear energy field in the future (ius constituendum) to create social defence and welfare and the steps should be taken to reconstruct the criminal law formulation policy in the nuclear energy field to create social defence and welfare. It is hoped that the policy could be more adequately to protect people and to create public welfare.