BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Anak
Anak merupakan mahluk yang rentan dan tergantung. Tumbuh kembang anak
yang optimal bukanlah hal yang mudah. Banyak faktor yang mempengaruhi tumbuh
kembang anak yaitu status anatomik, fisiologik, kompetensi psikologik dan di
lingkungan sekitar anak. Penyimpangan tumbuh kembang anak dapat terjadi dari
ringan sampai berat, dari yang sementara sampai yang berat. Menurut UU No 23
tahun 2002 tentang perlindungan anak, pengertian anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun. Berdasarkan kesepakatan internasional, umur anak untuk
kepentingan statistik kesehatan adalah kurun waktu masa kehidupan dibawah umur
15 tahun.19
2.2. Pengertian Leukemia
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih”
pada tahun 1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan
proliferasi sel induk hematopoetik.20
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum
tulang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih dengan manifestasi adanya sel-sel
abnormal dalam darah tepi.12 Sel-sel abnormal menyebabkan timbulnya gejala karena
kegagalan sumsum tulang (Anemia, Netropenia, Trombositopenia) dan infiltrasi
2.3. Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih
Sel darah putih berfungsi melindungi tubuh dari infeksi. Sel ini bekerja sama
dengan protein respon imun, immunoglobulin, dan komplemen.22 Pada keadaan
normal jumlah sel darah putih (leukosit) 5.000-10.000 sel per mm3 . Pembentukan
sel darah putih (leukosit) dimulai dari diferensiasi dini dari sel stem
hemopoietik pluripoten menjadi berbagai tipe sel stem committed, membentuk
eritrosit dan membentuk leukosit. Dalam pembentukan leukosit terdapat dua tipe yaitu mielositik
dan limfositik. Pembentukan leukosit tipe mielositik dimulai dengan sel muda
yang berupa mieloblas sedangkan pembentukan leukosit tipe limfositik dimulai
dengan sel muda yang berupa limfoblas.Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma
dan bentuk intinya leukosit digolongkan menjadi dua golongan yaitu :23
2.3.1. Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.
Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan granulosit terdiri
dari neutrofil, eusinofil dan basofil.24
a. Neutrofil
Neutrofil adalah granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang
terangkai, kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik
halus dan banyaknya sekitar 60%-70%.25 Sel ini memiliki masa hidup singkat, sekitar
10 jam dalam sirkulasi. Neutrofil memasuki jaringan dengan cara bermigrasi sebagai
respon terhadap faktor kemotaktik. Konsentrasi neutrofil dalam darah dapat lebih
b. Eosinofil
Eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2%-4% dari leukosit dalam
darah normal.24 Eosinofil mirip dengan neutrofil, kecuali granula sitoplasmanya lebih
kasar, lebih berwarna merah tua dan jarang dijumpai lebih dari tiga lobus inti. Waktu
transit eosinofil dalam darah lebih lama dari pada neutrofil dan berperan khusus
dalam respons alergi, pertahanan terhadap parasit dan pembuangan fibrin yang
terbentuk selama inflamasi.21
c. Basofil
Kurang dari 1% leukosit darah adalah basofil oleh karena itu basofil terlihat
hanya kadang-kadang dalam darah tepi normal.24 Basofil memiliki banyak granula
sitoplasma yang menutupi inti dan mengandung heparin dan histamin dan dalam
jaringan menjadi sel mast. Fungsi basofil menyerupai fungsi sel mast yaitu sumber
utama mediator kimia yang berperan dalam proses imunologi dan inflamasi.26
2.3.2. Agranulosit
Agranulosit adalah leukosit yang tidak memiliki granula sitoplasma, yaitu
limfosit dan monosit.24
a. Limfosit
Limfosit mencapai 30% jumlah total leukosit dalam darah. Limfosit
mengandung nukleus bulat berwarna biru gelap yang dikelilingi lapisan tipis
sitoplasma. Limfosit berasal dari sel-sel batang sumsum tulang tetapi melanjutkan
diferensiasi dan proliferasinya dalam organ lain. Sel ini berfungsi dalam reaksi
Limfosit ada dua jenis yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T
berpartisipasi dalam respon imun dengan mengatur aktivitas limfosit B. Pengaturan
ini terlaksana dengan mensekresi limfokin yang mempengaruhi kegiatan limfosit B.
Bagi banyak antigen, sel-sel dari subpopulasi sel T diperlukan untuk memberi
ransangan tambahan pada limfosit B untuk menghasilkan antibodi.25
b. Monosit
Monosit mencapai 3%-8% jumlah total leukosit. Monosit berukuran lebih
besar dari limfosit, inti selnya bulat atau panjang. Monosit berasal dari sumsum
tulang dan beredar dalam darah kemudian bermigrasi melalui dinding venul pasca
kapiler ke dalam jaringan ikat organ diseluruh tubuh. Monosit tidak mempunyai
fungsi yang berarti dan semata-mata merupakan sel cadangan bergerak yang sanggup
berkembang menjadi fagosit dan berperan aktif dalam pertahanan tubuh terhadap
invasi bakteri. 25. Waktu paruh monosit dalam darah adalah 12-100 jam.23
Granulosit
Gambar 2.3. Neutrofil27 Gambar 2.4. Eosinofil27 Gambar 2.5. Basofil27 Agranulosit
Gambar 2.6. Limfosit27 Gambar 2.7. Monosit27 2.4. Patofisiologi
Leukemia merupakan istilah untuk beberapa jenis penyakit yang berbeda
dengan manifestasi patofisiologis yang berbeda pula. Mulai dari yang berat dengan
penekanan sumsum tulang yang berat pula seperti pada LA sampai kepada penyakit
yang perjalanannya lambat seperti Leukemia Kronik. 13
Leukemia mempunyai sifat khas proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Ada
putih, kedua adanya sel-sel abnormal atau imatur dari sel darah putih sehingga fungsi
dan strukturnya tidak normal.
Produksi sel darah putih yang sangat meningkat akan menekan elemen sel
darah yang lain seperti penurunan produksi eristrosit mengakibatkan anemia,
trombosit menjadi menurun mengakibatkan trombositopenia dan leukopenia dimana
sel darah putih yang normal menjadi sedikit. Adanya trombositopenia mengakibatkan
mudahnya terjadi perdarahan dan keadaan leukopenia menyebabkan mudahnya
terjadi infeksi.
Sel-sel kanker darah putih juga dapat menginvasi pada sumsum tulang
periosteum yang dapat mengakibatkan tulang menjadi rapuh dan nyeri tulang.
Disamping itu infiltrasi kebergai organ seperti otak, ginjal, hati, limpa, kelenjar limfe
menyebabkan pembesaran dan gangguan pada organ terkait.28
2.5. Klasifikasi Leukemia
Berdasarkan maturasi sel dan tipe asal sel, secara sederhana leukemia dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
2.5.1. Leukemia Akut29
Leukemia Akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,
sering disertai bentuk leukosit yang lain dari pada normal, jumlahnya berlebihan serta
dapat menyebabkan anemia, trombositopenia dan apabila tidak diterapi dapat
menyebabkan kematian dalam waktu beberapa minggu atau bulan. LA menurut
a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
Leukemia Limfoblastik Akut merupakan keganasan klonal dari sel-sel
precursor limfoid dan jenis leukemia ini yang paling sering dijumpai pada anak-anak.
Lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari limfosit B dan sisanya merupakan
leukemia sel T. Jika tidak diobati leukemia ini bersifat fatal.30
Gambar 2.8. Leukemia Limfositik Akut (LLA)27 b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
Leukemia Mielositik Akut merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan
transformasi neoplastik dan gangguan diffrensiasi sel-sel progenitor dari seri mieloid.
Bila tidak diobati penyakit ini akan mengakibatkan kematian secara cepat dalam
waktu beberapa minggu sampai bulan sesudah diagnosis.31
2.5.2. Leukemia Kronik
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat.29
a. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
Leukemia Limfositik Kronik adalah suatu keganasan klonal limfosit B da
jarang pada limfosit T. Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi
progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang. Jenis
leukemia yang paling sering dijumpai pada orang tua, biasanya asimtomatik. Oleh
karena itu hampir selalu ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan hematologis
rutin atau pada seorang yang mempunyai hepatosplenomegali atau limfadenopati
yang asimtomatik.32
Gambar 2.10. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)27 b. Leukemia Mielositik Kronik (LMK)
Leukemia Mielositik Kronik adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai
oleh produksi berlebihan sel mieloid. Sel-sel mieloid ini mempertahankan kapasitas
Penyakit ini biasanya stabil kembali dalam beberapa tahun dan kemudian berubah
menjadi penyakit dengan keganasan yang lebih nyata.31
Gambar 2.11. Leukemia Mielositik Kronik (LMK)27 2.6. Epidemiologi
2.6.1. Distribusi Penyakit Leukemia Akut a. Berdasarkan Orang
a.1 Umur
Pada LLA, puncak usia timbulnya penyakit adalah antara umur 3 dan 4 tahun
sedangkan pada anak LMA tampak tidak ada usia puncak.33 Insidensi rata-rata LA
4-4,5 per 100.000 anak per tahun dibawah 15 tahun.12
Berdasarkan hasil penelitian LLA anak di RS Kanker Dharmais pada tahun
2000-2008, kelompok umur <1 tahun sebanyak 4,3%, 1-4 tahun sebanyak 34,8%,
umur 5-9 tahun sebanyak 27,5%, umur >10 tahun sebanyak 33,3%. Berbeda halnya
dengan LMA yang lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan
dengan anak-anak(15%).31,34
Leukemia Akut lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan pada
perempuan.30 Berdasarkan hasil penelitian Arifin di Sub-Bag. Hematologi Anak
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU/ RS Dr. Pirngadi Medan tahun 1980-1988
terdapat 120 penderita LLA, laki-laki 63 kasus (52,5%) dan perempuan 57 kasus
(47,5%).15 LLA anak di RSK Dharmais pada tahun 2000-2008 sebanyak 69 kasus,
62,3% di antaranya adalah laki-laki dan 37,7% perempuan.34 Incidence Rate LMA
pada anak tahun 2009 di Australia, pada laki-laki 2,4 per 100.000 anak dan
perempuan 2,0 per 100.000 anak.13
a.3. Ras
Kasus LA di Negara berkembang 83% LLA, 17 % LMA, lebih tinggi pada
kulit putih dibandingkan kulit hitam (1,8:1). Anak kulit putih memiliki resiko
menderita leukemia dalam 15 tahun pertama kehidupannya kira-kira 1 dari 2.880
anak. Di Amerika Serikat, LLA lebih sering ditemukan pada ras kaukasi dari pada
Afrika-Amerika.12’33
b. Berdasarkan Tempat
Di Negara Jepang LA mencapai 4/100.000 anak dan diperkirakan tiap tahun
terjadi 1000 kasus baru sedangkan di Jakarta pada tahun 1994 incidence rate
mencapai 2,76/100.000 anak usia 1-4 tahun.12 Pada tahun 1996 didapatkan 5-6
pasien leukemia baru setiap bulan di RSUP Dr. Sardjito Yokyakarta sementara itu di
RSU Dr. Soetomo pada tahun 2002 dijumpai 70 kasus Leukemia baru.16 Di Amerika
Serikat, insiden LMA kurang dari 1/100.000 anak setiap tahunnya dan terdapat
c. Berdasarkan Waktu
Tabel 2.1. Incidence Rate dan Trend LA di Australia tahun 2005-2009 per 100.000 anak usia 0-14 tahun
Tahun Leukemia Limfositik Akut (LLA) Leukemia Mielositik Akut (LMA)
0-4 5-9 10-14 0-4 5-9 10-14
Sumber: Austalian Association of Cancer Registries, Australia, 2012
Pada LLA kategori umur 0-4 tahun merupakan IR yang lebih tinggi dan lebih
rendah pada kategori umur 10-14 tahun sedangkan pada LMA tidak tampak jelas IR
yang lebih tinggi.
2.6.2. Determinan Penyakit Leukemia Akut
Sampai saat ini penyebab leukemia belum dapat diketahui secara pasti namun
ada beberapa faktor resiko yang diketahui berdasarkan hasil penelitian dapat
meningkatkan resiko terjadinya penyakit leukemia33
a. Faktor Genetik
Faktor Genetik merupakan salah satu faktor determinan terjadinya leukemia,
pasien dengan kromosom yang mudah rusak seperti Sindrom Down, Anemia
Fanconi, Sindrom Bloom, ataksia telangiektaksia memiliki resiko tinggi untuk
menderita leukemia.33 Anak-anak yang menderita Sindrom Down memiliki risiko
menderita leukemia 1 dari 95 anak penderita Sindrom Down sebelum mencapai usia
10 tahun. Pada anak Sindrom Down, LMA secara dominan terjadi pada pasien
kandung dari pasien LLA mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk
berkembang menjadi LLA sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA
mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.30
b. Virus
Virus yang terbukti berperan dalam leukemogenesis pada manusia adalah
Retrovirus ( Human T-Cell Lymphotropic Virus) HTLV-1 yang bisa diisolasikan dari
orang dewasa yang menderita leukemia sel-T/limfoma. HTLV-1 tidak membawa
suatu onkogen dan tidak secara selektif melekat dekat proto onkogen. Virus ini
mungkin memproduksi suatu protein pengatur yang mempengaruhi aktivitas gen-gen
selular. Jenis leukemia yang jarang ini bersifat endemik disuatu daerah yang
terlokalisir di Jepang tetapi telah ditemukan ditempat lain, terutama dikalangan kulit
hitam di Hindia Barat dan Amerika Serikat.35
c. Sinar radioaktif
Radiasi diketahui dapat menyebabkan LMA. Ini diketahui dari penelitian
tentang tingginya insiden kasus leukemia pada orang-orang yang selamat dari
serangan Bom Atom di Hirosima dan Nagasaki pada tahun 1945. Efek leukomogenik
dari paparan ion radiasi tersebut mulai tampak sejak 1,5 tahun sesudah pengeboman
dan mencapai puncaknya enam atau tujuh tahun.
d. Zat Kimia
Penelitian-penelitian epidemiologis memberikan bukti-bukti bahwa
determinan leukemia. Selain itu, benzene yang bersifat mielotoksik, leukemogenik
biasanya mendahului timbulnya leukemia.35
2.7. Gejala Klinis
2.7.1. Leukemia Limfositik Akut
Gejala yang khas pada LLA adalah pucat, panas dan perdarahan disertai
splenomegali dan kadang-kadang hepatomegalia serta limfadenopatia. Penderita yang
menunjukkan gejala lengkap diatas dapat didiagnosis leukemia. Pucat dapat terjadi
mendadak, perdarahan dapat berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi,
dan sebagainya.36
2.7.2. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan, dan infeksi yang
disebabkan oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan biasanya terjadi
dalam bentuk purpura atau petekia. Pada pasien dengan angka leukosit yang sangat
tinggi (>100.000/mm3) sering terjadi leukostatis, yaitu terjadi gumpalan leukosit yang
menyumbat aliran pembuluh darah vena maupun arteri. Gejala leukostatis yang sering
dijumpai adalah gangguan kesadaran, sesak nafas, nyeri dada, priapismus, gangguan
metabolisme berupa hiperurisemia dan hipoglikemia.31
2.8. Diagnosis
2.8.1. Leukemia Limfositik Akut
Diagnosis LLA sering didasarkan pada pemeriksaan darah tepi dan
adalah jumlah leukosit dapat normal, meningkat atau rendah pada saat didiagnosis.
Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada hitung
leukosit bervariasi dari 0-100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung
trombosit kurang dari 25.000/ mm3. Pemeriksaan apus sumsum tulang tampak
hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada
LLA dewasa.30 Jika jumlah leukosit awal pasien pada saat didiagnosis > 50.000 mm3
dapat dinyatakan mempunyai prognosis yang buruk.12
2.8.2. Leukemia Mielositik Akut
Diagnosis pada klien LMA adalah sel darah menunjukkan adanya penurunan
baik eritrosit maupun trombosit, jumlah leukosit total bisa rendah, normal ataupun
tinggi.25 Leukositosis terjadi pada sekitar 59% kasus LMA, 15% pasien mempunyai
leukosit normal, dan 35% pasien mengalami neutropenia.31 Pada pemeriksaan
sumsum tulang menunjukkan kelebihan sel blast yang immatur.25
2.9. Pencegahan
2.9.1. Pencegahan Primer37
Pencegahan tingkat pertama ini adalah upaya mempertahankan orang yang
sehat agar tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Pencegahan terhadap
sinar radioaktif bisa ditujukan pada pasien dengan penatalaksanaan radiasi.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan memberikan pelayanan diagnostik serendah
mungkin. Menghindarkan anak-anak dari paparan langsung zat-zat kimia karsinogen.
kesehatannya. Apabila mempunyai riwayat Sindrom Down sebaiknya
dikonsultasikan ke dokter ahli untuk mencegah penyakit yang tidak diinginkan.
2.9.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang
telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan
komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan.37
a. Kemoterapi
Pemberian terapi yang lebih efektif pada uji klinis terkontrol, serta perawatan
suportif yang lebih baik, hasil pengobatan leukemia pada anak telah memperlihatkan
kemajuan yang pesat. Sekarang, lebih dari dua pertiga pasien yang diobati untuk LLA
akan berada dalam kondisi remisi komplit selama 5 tahun atau lebih setelah
didiagnosis dan kebanyakan kasus akan sembuh.33
a.1. Kemoterapi pada penderita LLA
(1) Tahap 1 (terapi induksi)
Terapi induksi berlangsung 4-6 minggu dan kemungkinan hasil yang dapat
dicapai remisi komplit, remisi parsial, atau gagal dengan cara membunuh sebagian
sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.12
(2) Tahap 2 (intensifikasi)
Intensifikasi adalah kemoterapi intensif tambahan setelah remisi komplit dan
untuk profilaksi leukemia pada susunan saraf pusat. Hasil yang diharapkan adalah
tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kesembuhan.12
Profilaksis profilaksis Sistem Saraf Pusat (SSP) sangat penting dalam terapi
LLA, sekitar 50%-75% pasien LLA yang tidak mendapat terapi profilaksis akan
mengalami relaps pada SSP.30 Terapi SSP diberikan melalui injeksi intratekal dengan
obat, sering dikombinasikan dengan infuse berulang dosis yang lebih rendah.12
(4) Tahap 4 (Rumatan)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini
biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun.12
a.2. Kemoterapi pada penderita LMA
(1) Fase Induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk
mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit.
Meskipun terjadi remisi komplit tidak berarti sel-sel leukemik tereradikasi seluruhnya
karena masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat
dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa
yang akan datang.30
(2) Fase Konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi
konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat
dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada
fase induksi. Tujuan kemoterapi ini adalah untuk mengeradikasi sel-sel leukemik di
dalam sumsum tulang dan tindakan ini juga akan mengeradikasi sisa-sisa sel
mengalami periode aplasia pasca terapi induksi. Pada saat tersebut, pasien rentan
terhadap infeksi, perdarahan dan dapat berakibat fatal. Sehingga terapi suportif sangat
penting untuk keberhasilan terapai LMA.30
b. Radioterapi29
Radioterapi memegang peranan penting dalam pengobatan berbagai kanker.
Radiasi pengion menginduksi kerusakan DNA, yang memicu apoptosis (kematian sel
terprogram). Radioterapi menggunakan radiasi yang bersumber dari energi radioaktif
dan bertujuan untuk menghancurkan jaringan kanker. Radiasi menghancurkan
material genetik sel sehingga sel tidak dapat membelah dan tumbuh lagi.
c. Transplantasi Sumsum Tulang12
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan terapi lain setelah kemoterapi
dosis tinggi dan radioterapi pada beberapa pasien LA. Transplantasi dapat bersifat
autolog yaitu sumsum tulang diambil sebelum pasien menerima terapi dosis tinggi,
disimpan, dan diinfusikan kembali. Selain itu dapat bersifat alogenik yaitu sumsum
tulang berasal dari yang cocok HLA (Human Lymphocytic Antigen)-nya. Kemoterapi
dengan dosis sangat tinggi akan membunuh sumsum tulang penderita dan tidak dapat
pulih kembali.
Sumsum tulang yang diinfusikan kembali akan mengembalikan fungsi
sumsum tulang tersebut. Pasien yang menerima transplantasi alogenik memiliki
resiko rekurensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang menerima
transplantasi autolog, karena sel tumor yang terinfusi kembali dapat menimbulkan
sumsum yang ditransplantasikan akan berefek antitumor yang kuat karena limfosit T
yang tertransplantasi.
d. Terapi Suportif38
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh
penyakit yang ditimbulkan leukemia itu sendiri dan untuk mengatasi efek samping
obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan keluhan anemia,
transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi
infeksi.
2.9.3. Pencegahan Tertier37
Pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi.Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hidup penderita
adalah dengan perawatan paliatif yang memperlambat progresifitas penyakit.
2.10.Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian karakteristik anak yang menderita LA
rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011-2012 sebagai berikut:
Karakteristik Anak yang Menderita Leukemia Akut
1. Sosiodemografi : - Umur
- Jenis Kelamin - Suku
- Agama
- Tempat Tinggal 2. Keluhan
3. Riwayat penyakit keluarga 4. Jenis LA