HASIL WAWANCARA
Nama : Christa Brilian Damar Hamukti Tempat Tanggal Lahir : Surakarta, 12 September 1992
Alamat : Krajan RT 02, RW 01 Sumber, Banjarsari, Surakarta
Profesi : Mahasiswa
Nama Akun Instagram : @komparemgkjsumber
Gender : Laki-laki
Peneliti : “Selamat malam mas Krista, sebelumnya aku mau tanya dulu nih sebenarnya mas Krista ini adalah salah satu pengguna aktif instagram atau nggak?”
Narasumber : “Enggak banget.”
Peneliti : “Enggak ya?”
Narasumber : “Enggak banget.”
Peneliti : “Tapi pernah kan tau dan mbuka akun instagram?”
Narasumber : “Pernahlah.”
Peneliti : “Nah, kalau dari mas Krista sendiri kira-kira pernah menggunakan akun
instagram ini mulai dari tahun berapa?”
Narasumber : “Mulai dari tahun 2017, baru aja.”
Peneliti : “Oh baru tahun 2017, baru aja ya mas ya. Nah, apa aja sih yang mas Krista
cari kalau lagi buka akun instagram?”
Narasumber : “Yang pertama pasti stalking ya, stalking wanita, stalking perempuan, stalking mantan. Itu yang pertama ya. Terus yang kedua itu karena dulu sangat
berat saat berpisah maka dulu saya itu membuka akun instagram yang berbau spiritual one spiritual, ya @1.spiritual itu adalah akun yang terdapat kata-kata semacam kata-kata pemulihan jiwa, itu yang kedua. Yang ketiga ada akun tentang hand lettering istilahnya, satu lagi sama artis.”
Narasumber : “Dulu pernah waktu lihat di explore itu kan ada, tak buka tok cuma mau lihat opo sih iki?.”
Peneliti : “Waktu itu statement apa yang mas Krista lihat di situ? Dan termasuk statement yang sesuai dengan kamu kah atau tidak?”
Narasumber : “Sesuai, eh engga ding. Statement yang waktu itu aku lihat di explore itu akun infia fact malah memberi sesuatu dan informasi baru untuk aku. Jadi, oh ternyata ada kaya gini istilahnya kaya gitu. Aku ndak bisa mengatakan ini benar atau salahnya tapi yang pasti statement itu memberi wawasan baru buat aku, yang pertama kali aku buka dari infia fact.”
Peneliti : “Oke.. tapi udah bisa langsung menilai gak sih bagaiman akun infia fact itu?”
Narasumber : “Maksudnya gimana? Menilainya dalam...”
Peneliti : “Maksudnya dalam... menilainya dalam konteks apakah akun infia fact ini positif buat kamu kah atau memang akun yang tidak menarik buat kamu?”
Narasumber : “Kalau buat saya, akun-akun semacam infia fact ini hanyalah akun sambil lalu saja. Jadi hanya baca scroll baca lagi scroll lagi jadi tidak perlu diingat
tidak perlu dipikirkan begitu dalam.”
Peneliti : “Tapi kalau untuk mas Krista pribadi tetap saja ya akun infia fact juga
menambah wawasan mas Krista?”
Narasumber : “Oh iya bener, itu bener banget.”
Peneliti : “Oke, kita langsung masuk ke satu-satu image caption nya ya mas Krista.”
Peneliti : “Kita mulai dari yang pertama nih, di Korea Selatan wanita dengan kantung mata yang disebut aegyo sal atau eye smile dianggap lucu dan manis. Nah,
kalau menurut mas Krista sendiri gimana tuh?”
Narasumber : “Gak juga sih, gak juga.”
Peneliti : “Terus pandangan mas Krista sendiri gimana?”
Narasumber : “Maksudnya gimana? Pandanganku kepada wanitanya atau gimana?”
Peneliti : “Maksudnya kamu memandang wanita yang berkantung mata itu bagaimana dan disebutkan di sini bahwa di Korea Selatan wanita berkantung mata itu dipandang lucu dan manis, tentunya mas Krista pengen punya pacar atau kekasih itu yang lucu dan manislah istilahnya. Nah setelah membaca image caption ini ada gak sih keinginan mas Krista untuk memiliki pacar yang punya
kantung mata?”
Narasumber : “Gak juga, karena bagi saya e.. cantik atau lucu dan manis itu malah yang tidak berkantung mata. Saya tidak menilai yang berkantung mata itu ndak lucu ndak manis, tapi yowes biasa aja, flat datar.”
Peneliti : “Oh jadi kalau mas Krista melihat image caption itu bakalan biasa aja ya,
sambil lalu aja?”
Narasumber : “Iya, tapi nambah wawasan juga jadi tau kalau di pandangan orang Korea Selatan tentang wanita itu seperti apa. Tapi sambil lalu buatku, karena aku
tidak setuju.”
Narasumber : “Nah ini, ini bener banget.”
Peneliti : “Wah, kenapa tuh?”
Narasumber : “Karena enak aja gitu, ketika kita bisa berkomunikasi dengan perempuan dan suaranya itu kaya anak kecil yang manja-manja gitu jadi lebih enak aja didengar, jadi kaya lembut gitu lho sisi kewanitaannya timbul. Nah makanya, saya jujur suka banget sama suara lembut itu. Karena hidup saya itu kan sering banget tegang atau high-pressure jadi ketika bisa dengar suara wanita yang
lembut gitu hatinya bisa lebih tenang.”
Peneliti : “Oh iya, jadi kalau misal mas Krista melihat image caption ini pasti bakalan dilike dong ya?”
Narasumber : “Oke, like banget. Setuju banget ini, rambut, senyum dan juga nada.”
Peneliti : “Kenapa kamu langsung like, aku bisa bilang karena ini kamu banget gitu
gak sih mas?”
Narasumber : “Iya hoo, bener banget.”
Peneliti : “Walaupun ini informasi tentang wanita ya, tapi kamu malah yang ngerti
banget.”
Narasumber : “Karena aku adalah seorang pria yang menyukai hal seperti ini.”
Narasumber : “Nah bagi saya, saya tidak setuju dengan ini. Memang sih kadang wanita itu gampang membocorkan rahasia. Tapi saya kurang setuju dengan statement di bawah ini, pernyataan dalam waktu setengah jam setelah mengetahui suatu rahasia, itu enggak sih bagiku. Karena menurut saya dalam pergaulan saya bersama wanita-wanita, biasanya cewek itu membocorkan rahasia bukan karena sengaja tapi dia itu ingin bercanda terus kebablasan, itu menurut pengalaman dari wanita-wanita yang saya kenal. Sebenarnya mereka itu pintar banget menjaga suatu rahasia, tapi kebanyakan keceplosannya itu adalah ketika dia terbawa saat gojeg/bercanda.”
Peneliti : “Berarti ketika mas Krista melihat ini pun ada gak sih keinginan untuk ngelike atau merespond image caption ini?”
Narasumber : “Kalau ngelike enggak, respond pun juga enggak. Karena saya adalah tipe orang yang tertutup jadi kurang tertarik untuk merespond langsung postingan ini, ya paling dikomen dalam hati aja. Kecuali kalau berhubungan dengan kata-kata yang menyangkut dengan pengembangan diri dan yang ngena banget mungkin bakalan aku komen, itu pun juga 1 per seratus. Jadi, memang
jarang banget.”
Peneliti : “Jadi ketika mas Krista melihat image caption ini memang hanya akan scroll
aja begitu ya?”
Narasumber : “Iya seperti image caption yang pertama tadi.”
Narasumber : “Bagi saya ini bener banget.”
Peneliti : “Oh, ada pengalaman ya?”
Narasumber : “Ya enggak pengalaman juga sih. Ini eee.. di mana-mana wanita yang saya temui yang punya sifat romantis memang gampang luluh dengan hal yang
romantis.”
Peneliti : “Kok di mana-mana keliatannya buanyak banget gitu ya mas?”
Narasumber : “Enggak juga, maksudnya.. saya juga banyak bergaul dengan orang-orang di luar sini juga, ya dengan wanita-wanita yang saya temui, saya tu suka belajar dari orang. Lihat orang belajar, tingkah lakune piye kaya gitu makanya saya tu tau bahwa wanita-wanita romantis tu gampang banget luluh dengan bunga, puisi ataupun hal-hal yang romantis lainnya.”
Peneliti : “Oke, terus kalau misalnya mas Krista jomblo pasti pengen dong untuk meluluhkan hati wanita. Nah, ketika mas Krista melihat image caption ini ada gak sih perasaan yang tergugah untuk melakukannya atau malah sebelumnya
udah mendapat informasi ini dulu?”
Narasumber : “Malah udah dapat informasi ini dulu, dan image caption ini istilahnya memperkuat apa yang telah saya dapatkan. Karena sebelumnya kan udah dapat informasi dari berbagai media bahwa wanita itu memang suka bunga dan hal-hal yang romantis, seperti itu..”
Peneliti : “Dan juga ada pengalaman-pengalaman dari mas Krista sendiri ya? Image caption ini memperkuat dan akhirnya kamu ada keinginan untuk melakukan
itu?”
Narasumber : “Ya... Bener banget, postingan ini memperkuat.”
Narasumber : “Ya, bagi saya infia fact itu benar bahwa wanita memang tidak mengenal cinta pada pandangan pertama. Tapi enam tahap ini saya kurang tau, yang saya
tau...”
Peneliti : “Pasti banyak sekali tahap yang dilalui untuk bisa merasakan cinta yang
sesungguhnya.”
Narasumber : “Ya bener banget. Soalnya yang paling menonjol pada cewek itu adalah keinginan cewek untuk melihat usaha dan perjuangan seseorang yang ingin mendapatkannya, memang sih pandangan pertama itu hanya untuk impress untuk terkesan aja, tapi untuk cinta biasanya wanita lihat dari usahanya untuk
mendapatkan si wanita itu.”
Peneliti : “Oke, berarti ini juga menambah wawasan kamu untuk bisa lebih punya tips
khusus untuk mendapatkan hati si dia.”
Narasumber : “Bener,bener banget.”
Peneliti : “Karena kamu pasti gak mau cuma di-impress sama cewek kan?”
Narasumber : “Iya dong aku juga pengen memiliki hatinya.”
Narasumber : “Kalau aku pribadi enggak, cinta pandang pertama itu hanya impress bagiku. Laki-laki mana yang ga “wow” ketika lihat cewek cantik. Semua laki-laki itu pasti pertama yang dilihat itu fisik. Lha tapi kalau untuk cinta itu gak cuma itu tok. Terutama kalau laki-laki itu, eh coba dari diri pribadi saya aja untuk
mencintai seorang cewek itu adalah ketika dia enak gak kalau diajak bicara, ngobrol dan tingkah lakunya itu match gak sih sama kenyamanan diri saya.
Kalau oke ya bisa lanjut ke tahap selanjutnya.”
Peneliti : “Dari kamu pribadi, kamu pernah gak sih ketemu sama satu cewek dan di saat itu juga kamu udah membayangkan hidup yang penuh cinta bersama
dia?”
Narasumber : “Enggak i...”
Peneliti : “Ya yang dimaksud dengan cinta pandangan pertama itu ya itu, kalau kamu
enggak ya?”
Narasumber : “Enggak sih, tergantung dari laki-lakinya masing-masing. Kalau saya ya
seperti yang saya jelaskan tadi.”
Narasumber : “Nah kalau ini bener banget, setuju aku. Ee.. cewek mana sih yang tidak mencari cowok yang sama seperti ayahnya? Karena setiap wanita yang saya kenal pasti akan mencari cowok yang sesuai dengan karakter ayahnya atau mungkin caranya cowok nge-threat sama seperti daddy nya itu nge-threat ceweknya. Jadi memang benar banget, ketika cewek yang deket sama orang tuanya pasti tau sifatnya, tau cara berkomunikasi dengan baik dan nyaman.
Jadi pasti sama pasangannya juga bisa komunikasi dengan baik pula, gitu...”
Peneliti : “Dari kamu pribadi, kamu sudah melihat image caption ini nih.. dan kebetulan cewek yang kamu taksir itu adalah cewek yang deket dengan bapaknya. Ada gak sih antisipasimu atau keinginanmu mencari tahu bapaknya
itu seperti apa?”
Narasumber : “Bener, iya, pasti itu. Dan sedikit banyak juga ingin harus menarget diri harus bisa jadi seperti ayahnya itu sampai ayah cewek itu mengacungi jempol dan mengatakan yo koe wes layak nggo anakku (ya, kamu layak untuk
anakku), gitu.”
Peneliti : “Jadi kamu berpikiran bahwa ayahnya akan jadi jembatan untuk kamu bisa
mendapatkan anaknya atau bagaimana?”
Narasumber : “Bukan jembatan sih, ayahnya itu sebagai penilai. Jadi, ketika aku bisa mendekati sifat si ayah itu tadi si ayah akan menilai oh berarti iki tenanan ki karo anakku, istilahnya kaya gitu.”
Narasumber : “Jujur, saya nggak tau mau jawab apa. Karena saya belum pernah mendalami wanita yang disakiti kemudian apakah dia tidak bisa mencintai seseorang dengan cara yang sama. Karena dari wanita-wanita yang saya kenal pun saya juga tidak berani untuk menanyakan hal ini, mantan saya pun juga saya belum berani untuk menanyakan hal itu jadi sebenarnya hal ini juga masih menjadi pertanyaan di otak saya. Sebenarnya saya juga mencari tau dan menunggu momen yang pas untuk bisa mengetahui jawaban dari hal ini sebenarnya, tapi untuk saat ini momen yang tepat untuk masuk di bidang seperti ini tu ndak bisa dan susah banget.”
Peneliti : “Tapi menurut kamu pribadi gimana tu? Orang yang tidak bisa mencintai orang lain dengan cara yang sama. Apakah perbuatan yang wajar? Atau
perbuatan yang tidak perlu?”
Narasumber : “Maksud cara yang sama itu seperti apa dulu ni?”
Peneliti : “Ini contoh aja ya, seperti misalnya cewek pacaran sama si A dan dia memiliki perhatian yang lebih dalam hubungannya, dia mengucapkan selamat pagi setiap hari. Tapi setelah dia putus dengan si A dia tidak akan pernah melakukan hal yang sama lagi saat berpacaran dengan si B. Dia akan lebih jaim, mungkin lebih belajar dari pengalaman kali ya, padahal tidak semua hal
yang sama itu merupakan hal yang negatif.”
Narasumber : “Ya..ya..ya.. aku ngerti maksudmu. Eee.. saya jujur masih belum ada gambaran, tapi mungkin ada yang seperti itu, ini saya cuma nebak aja. Dari contoh praktis yang kamu buat tadi mungkin wanita takut untuk tidak bisa mencintai orang lain dengan cara yang sama dengan masa yang temporer atau sementara. Jadi si cewek ini mau memulihkan hatinya terlebih dahulu. Karena saat memulai hubungan yang baru, mungkin dia merasa gak enak dengan cara yang lama itu tapi kemungkinan semakin lama dijalani pasti perasaan itu juga
akan menghilang.”
situasi itu kamu membaca image caption ini. Nah apa tuh yang ada di dalam
pikiranmu? Apa antisipasimu untuk mengatasi hal itu?”
Narasumber : “Menghindari apa yang membuat dia sakit, itu sudah pasti. Ketika aku membaca ini, kan image caption ini juga menambah wawasan baru bagiku. Tapi aku belum bener-bener tahu kebenarannya, nah jadi saya cukup menjadikan ini wawasan baru. Nah wawasan baru bagi saya berarti saya harus mencobanya, jadi oh berarti saya harus nge-treat cewek yang pernah disakiti ini jangan sampai terusik lagi luka lamanya. Lha kenapa saya lakukan itu? Karena dalam rangka mencoba ini, kalau ternyata oke yowes berarti cewek memang seperti itu. Tapi saya juga bakalan suatu saat mencoba menerjang teori ini dan nggak meng-amini image caption ini. Coba kalau memang itu bisa diterima berarti yang kemarin-kemarin itu dia memang hanya memulihkan luka lamanya, tapi kalau tidak bisa ya berarti image caption ini bener banget. Soalnya saya belum pernah mengalami yang seperti ini.”
Peneliti : “Oke, lanjut.”
Narasumber : “Bener banget kalau ini, wanita memang egois.”
Narasumber : “Lebih egois itu menurut saya, kenapa saya bisa bilang lebih egois itu karena.. ini saya berbicara dari sudut pandang laki-laki lho ya cewek itu cenderung tidak tau apa yang dipikirkan laki-laki. Jadi dia malah jadi merasa harus menang sendiri gitu lho...Harus jadi spesial dan lain sebagainya. Padahal sebenarnya cowok itu juga ingin dispesialkan dengan cara pemikirannya dia, tapi ya ini laki-laki dan perempuan ini berbeda dan wanitanya juga gak mau tau, jadi ya laki-laki jadi harus cenderung mengalah sama wanita.”
Peneliti : “Jadi kalau mas Krista melihat postingan ini sudah pasti dilike dong ya?”
Narasumber : “Emmm, iya sudah pasti saya like.”
Peneliti : “Kalau misal nih, mas Krista punya pacar ada gak sih keinginan mas Krista untuk mengirim image caption ini ke pacar mas Krista?”
Narasumber : “Oh, enggak.. enggak banget. Karena akan menjadi perang dunia dan saya juga paling tidak suka dengan hal yang akan menyulut api dan memancing pertengkaran. Cukup aku like dan tidak perlu dikirim yang akan menimbulkan
api.”
Peneliti : “Jadi, yaudah ini merupakan kenyataan, ini pengalamanku dan aku suka maka dari itu aku like. Cukup gitu aja ya?”
Narasumber : “Yes! Bener banget. Ini untuk tambahan, kalau image caption di infia fact seperti ini saya akan sangat jarang mengirim image caption yang isinya seperti ini kepada pacar saya. Kalaupun ada yang saya kirim pasti sesuatu hal yang
membuat tertawa yang berbau kekonyolan itu pasti bakal saya kirim.”
Narasumber : “Jujur saya nggak tahu, karena saya belum pernah mengalami hal ini jadi menurut saya ini adalah wawasan baru dan tapi wawasan baru yang masih
diragukan kebenarannya.”
Peneliti : “Nah jadi gini nih mas, yang dimaksud itu adalah lebih kaya ini contohnya diklaim cantik itu dilihat dari dia yang lebih banyak mengeluarkan modal untuk kecantikannya. Semua cewek tu kan cantik tuh, tapi untuk terlihat lebih bersinar kan pasti ada modalnya. Nah maksudnya di sini kenapa kok level kebahagiaan yang biasa-biasa ini lebih tinggi karena dia tidak perlu pusing untuk memikirkan modal kecantikannya. Jadi kalau cantik itu kan memang harus punya barang-barang branded gitu ya.. Nah menurut mas Krista gimana
tuh?”
Peneliti : “Kalau dari kamu sendiri memandang wanita cantik untuk bisa kamu jadikan
pasangan hidupmu itu adalah wanita yang seperti apa?”
Narasumber : “Kalau bagiku gak usah muluk-muluk bagiku, make up itu adalah nomor kesekian.. yang paling penting bagi saya kalau fisik itu lebih mata dan
senyuman.”
Peneliti : “Jadi kalau mas Krista sendiri memang lebih suka yang biasa-biasa aja natural aja gitu ya?”
Narasumber : “Ya natural, kalau misal ada make up ya lebih fokus ke mata aja lebih
mempercantik mata.”
Peneliti : “Oke lanjut.”
Narasumber : “Ini ngapusi banget, ini kayanya infia fact tidak melakukan riset ini.. kenapa infia fact bisa-bisanya ngomong seperti ini? Ini tu gak mungkin banget, apa yang membuat wanita sakit itu pasti akan selalu terungkit di hatinya itu udah pasti. Sehingga dia akan sulit memaafkan dan melupakan. Menurutku apa infia fact tu gak melakukan studi gitu lho? Padahal ini studi di Ontario, maka dari
itu saya meragukan sedikit gitu lho..”
Narasumber : “Eee... scroll aja langsung. Karena menurutku ini ga scientific dan meragukan sekali. Serta berdasarkan pengalamanku tu ini gak banget, scroll
langsung aja, ini gak banget.”
Peneliti : “Oke kita lanjut ke yang terakhir ya mas..”
Narasumber : “Enggak i bagiku, karena bagiku cara berpakaian itu pilihan bukan tolok ukur. Pilihan mana yang menurut mereka pantas dipakai, cocok untuk bodynya cocok untuk jiwanya sehingga gak melulu seperti itu langsung diklaim tidak
cocok untuk dijadikan istri.”
Peneliti : “Tapi kan maksudnya, infia fact punya alasan kan mengapa akun ini bisa menuliskan hal seperti ini karena mungkin juga bisa didasari oleh penelitian. Apakah kamu tidak bertanya-tanya atau semacam itu?”
Peneliti : “Jadi, kalau mas Krista sendiri ga akan mengukur baik tidaknya wanita
hanya melalui ketat atau tidaknya pakaian mereka ya?”
Narasumber : “Ya betul saya akan lebih memperhatikan dan lebih mengenal hati dan
karakternya juga.”
Peneliti : “Kan ini mas Krista udah melihat sebelas image caption dari infia fact kan, nah dengan itu mas Krista udah bisa menilai belum bagaimana akun infia fact itu di mata mas Krista?”
Narasumber : “Kalau dari saya pribadi untuk benar-benar mengikuti sebuah akun pasti akan membutuhkan banyak sekali pertimbangan. Seperti misalnya setiap orang memiliki ketertarikan yang berbeda-beda tergantung pada personality nya. Saya mau tanya dulu kalau akun infia fact itu menyajika informasi apa
saja?”
Peneliti : “Informasi viral yang terjadi di dunia, salah satunya juga informasi-informasi tentang wanita seperti yang kita bahas sekarang ini dan juga ada tentang pengetahuan alam...”
Narasumber : “Nah, seperti yang saya katakan tadi ketertarikan seseorang itu tetap tergantung pada personality masing-masing orang. Saya suka dengan akun yang memberikan informasi yang ingin saya ketahui yaitu pengetahuan alam. Kalau untuk informasi seperti yang kita bahas ini aku pribadi memang kurang tertarik, mungkin saya akan scroll saja begitu.”
Peneliti : “Tapi kalau dari mas Krista sendiri, menilai dari sudut pandang di luar mas Krista kira-kira infia fact ini adalah akun yang seperti apa? Apakah akun yang
memberi wawasankah? Atau bahan untuk introspeksi diri? Atau yang lain?”
Narasumber : “Kalau saya, saya anggap akun ini netral.. yaitu akun yang hanya memberi
wawasan saja, begitu.”
Peneliti : “Oke kalau begitu mas Krista, terimakasih banyakuntuk waktunya ya..”
Nama : Feri Dwi Hastuti
Tempat Tanggal Lahir : Surakarta, 18 Februari 1996
Alamat : Gayamsari RT 01 RW 11, Sumber, Surakarta
Profesi : Karyawan Swasta dan Mahasiswi
Nama Akun Instagram : @feridwi18
Gender : Perempuan
Peneliti : “Selamat siang saudari Feri, mau tanya nih mbak Feri punya instagram kan
ya?”
Narasumber : “Iya, punya.”
Peneliti : “Intensitas mbak Feri dalam menggunakan instagram itu kira-kira sehari buka berapa kali? Atau berapa jam, bisa dirata-rata.”
Narasumber : “Kalau ditanya berapa kali kemungkinan bisa dibilang 10 ke bawah.”
Peneliti : “Oh, sepuluh ke bawah ya. Waktu yang kamu mbak Feri habiskan untuk
membuka instagram di tiap kalinya itu berapa menit?”
Narasumber : “5 sampai 10 menit.”
Peneliti : “Biasanya dalam waktu segitu mbak Feri habiskan untuk melihat apa saja?”
Narasumber : “Biasanya saya membuka akun yang berbau psikologis di situ, terus biasa IGnya pacar, kepo-kepoin temen.”
Peneliti : “Lalu untuk akun infia fact kira-kira pernah denger gak akun tersebut?”
Narasumber : “Pernah denger tapi saya belum pernah benar-benar masuk dan mengikuti akun tersebut. Tapi dengan 12 image caption yang kamu berikan ini saya jadi punya gambaran sedikit tentang infia fact.”
Peneliti : “Nah, gambaran yang seperti apa tuh?”
Peneliti : “Oke kita langsung masuk bahas satu-satu image captionnya aja kali yaa mbak. Di sini saya mau meminta pendapatmu tentang image caption yang ada
di sini.”
Narasumber : “Ohiya mbak.”
Peneliti : “Monggo dibaca dulu.”
Peneliti : “Kalau saya lihat kamu ini kan adalah salah satu wanita yang tidak
berkantung mata, kalau dari mbak Feri pribadi gimana sih pendapatmu tentang image caption ini?”
Narasumber : “Agak lucu sih mbak, kaya lebam gitu kaya orang nangis. Malah saya kurang
suka sama kantung mata, lucu dari mananya.”
Peneliti : “Jadi ketika kamu melihat image caption ini gak ada ketertarikan ya?”
Narasumber : “Untuk memiliki mata kaya gitu? Enggak.”
Peneliti : “Jadi menurut kamu wanita yang memiliki kantung mata itu tetap tidak
menarik ya?”
Narasumber : “Itu mungkin karena matanya sipit mbak, jadi kalau ditambah dengan
kantung mata malah jadi menonjol.”
Narasumber : “Tapi saya nggak suka Korea.”
Peneliti : “Berarti fix ya kamu gak akan pernah nyoba-nyoba untuk memiliki kantung mata, sekalipun kamu melihat image caption ini?”
Narasumber : “Enggak mbak.. Saya malah lebih tertarik untuk filler hidung mbak karena hidung saya yang kurang mancung”
Peneliti : “Bisa dibilang kamu gak suka kantung mata karena mata kamu belo gak sih
mba?”
Narasumber : “Ya bisa dikatakan seperti itu mbak, saya tidak tertarik karena itu sepertinya juga tidak pas untuk saya. Tapi dengan adanya informasi itu wawasan saya semakin bertambah. Saya jadi tau bagaimana cara pandang Korea dalam konteks wanita lucu dan manis.”
Peneliti : “Okedeh, lanjut..”
Narasumber : “Emm bener sih, kalau aku rasain ya bagian muka kita kan memang jarang sekali itu keriput-keriput, tapi kalau bagian dada kalau tidak benar-benar kita
jaga pasti akan sangat mudah mengalami penuaan dini.”
Peneliti : “Oh mbak Feri udah ngerti ya sebelumnya ya?”
Peneliti : “Kalau misal dari mbak Feri sendiri setelah melihat image caption ini jadi
ada keinginan untuk lebih intens merawat area dada gitu ndak mbak Feri?”
Narasumber : “Ya kan sebelumnya saya melihat dari ibukku ya, terus saya berfikir apa karena untuk anak jadi dadanya molor. Itu yang membuat saya lebih hati-hati juga dalam menjaga area dada saya. Ditambah lagi saat saya melihat image caption ini, saya jadi tambah takut dan akan lebih menjaga lagi.”
Peneliti : “Oke mbak Feri, lanjut.”
Narasumber : “Kalau ini saya tertarik ini, setauku dalam teknik merias wajah itu awalnya kan ada kaya foundation, puffnya itu kan dikasih air. Tapi kesalahan orang Indonesia itu puffnya hanya dikasih air biasa saja, padahal lebih bagusnya puff sebelum make up itu harus menggunakan air es. Ini aku malah tertarik ketika
ada inovasi nyelupin hasil riasan ke dalam air es”
Peneliti : “Berarti mbak Feri sendiri jadi pengen ya?”
Narasumber : “Iya, malah tertarik karena kan pikir ku kan kalau sudah dirias itu kan kalau bisa jangan sampai kena air. Tapi di infia fact ini malah mengatakan bahwa sesudah dirias malah justru dimasukin mukanya. Mungkin make up nya biar
kaku kali ya.”
Narasumber : “Sedikit setuju tapi... banyak pertimbangan.”
Peneliti : “Apa tuh pertimbangannya mbak? Mungkin ada pengalaman tersendiri?”
Narasumber : “Sebenernya saya itu paling tidak suka ya sama cewek yang suaranya dibuat-buat seperti anak kecil seperti itu. Memang aku gak suka, tapi kadang-kadang itu bertolak belakang dengan sifatku sebagai wanita yang pengen dimanja. Terkadang bukan hanya perilaku saja, tapi secara tidak sengaja suara pun jadi ikut-ikutan seperti anak kecil begitu. Padahal kalau aku denger orang lain, aku
gak suka rasanya pengen tak jitak.”
Peneliti : “Berarti kalau untuk penanaman dirimu ke orang-orang awam kamu akan lebih terlihat dewasa? Tapi kalau ke orang yang kamu sayang kamu akan lebih
manja?”
Narasumber : “Iya, baru aku praktekin kalau sama orang yang aku sayang. Tapi gak lebay kaya orang-orang itu.”
Peneliti : “Berarti harus bisa lebih menempatkan diri aja ya lebih tepatnya?”
Narasumber : “Ya betul sekali, karena wanita sangat suka sekali meng-gossip.”
Peneliti : “Tapi apakah mbak Feri terima-terima saja ketika dicap sebagai wanita yang
tidak bisa menjaga rahasia?”
Narasumber : “Tentu enggak dong, memang kodratnya wanita itu mulutnya ember. Tapi ada beberapa wanita yang bisa benar-benar menjaga salah satu rahasia yang ada. Contohnya saya, saya itu seneng sekali cerita sama orang lain karena kalau saya pendem sendiri saya malah jadi tertekan, kesannya malah seperti
orang gila.”
Peneliti : “Ini kan udah merupakan sebuah penelitian nih, dan followers dari akun ini tu udah hampir mencapai 3 juta followers, pasti banyak dong yang melihat post ini. Antisipasimu sebagai wanita tu gimana sih? Supaya kamu gak dipandang sebelah mata seperti ini?”
Narasumber : “Ya itu tergantung ke pribadinya ya, kalau aku pribadi sih menanamkan pada diriku sendiri kalau memang ngobrol bisa meringankan beban ya aku bakalan ngobrol, tapi ngobrolnya juga harus dibatasi. Kadang wanita itu memang kalau sudah sangat asyik ngobrol bisa aja keluar batas, bibir kalau udah olahraga
ngobrol terkadang rahasia itu keluar tanpa sadar.”
Peneliti : “Berarti mbak Feri jadi lebih nge-keep dirinya sendiri ya? Untuk lebih
Narasumber : “Jadi kalau lagi ngobrol itu, mikir yang mau dibahas apa jadi rahasia ini
jangan sampai keluar di saat keasyikan ngobrol.”
Peneliti : “Oke lanjut mbak..”
Narasumber : “Itu wanita tertentu.”
Peneliti : “Kalau Anda adalah termasuk wanita yang seperti apa?”
Narasumber : “Wanita pada umumnya memang senang ya diperlakukan spesial dengan orang yang kita sayang, tapi sekarang itu bukan jamannya lagi yang kaya gitu. Mungkin kalau dulu dikasih bunga gitu yang cewek senengnya minta ampun. Lah kalau wanita sekarang itu hal-hal yang seperti itu bagi dia udah mental, karena cowok-cowok jaman sekarang itu suka gombal. Jadi lebih ke action
nya cowok itu sendiri.”
Peneliti : “Oh kalau dari mbak Feri sendiri, mbak Feri akan lebih suka action dari si
cowok ya?”
Narasumber : “Iya dong, sebenarnya tanpa action pun kalau kita bisa lihat dari mimik dan body language seseorang itu bisa kok kita melihat bahwa orang itu
Peneliti : “Jadi kalau untuk mbak Feri, lebih intens ke perbuatan aja ya? Dan menganggap bahwa bunga dan puisi itu cuma gombal?”
Narasumber : “Iya, karena ada juga kok yang kelihatannya dingin, jaim dan tidak peduli
tapi ternyata dia memiliki rasa cinta yang besar.”
Peneliti : “Tapi kalau untuk kamu sendiri dicap bahwa wanita itu mudah luluh dengan bunga atau puisi menurut kamu gimana?”
Narasumber : “Saya sebenarnya kurang srek mbak, karena kelihatannya wanita itu seperti gampang dibodohi gitu. Cuma cewek bodoh yang gampang dirayu hanya
dengan bunga dan puisi.”
Peneliti : “Jadi mbak Feri beranggapan bahwa aku harus jadi wanita yang pintar-pintar
aja gitu ya?”
Narasumber : “Untuk bunga dan puisi itu mungkin step pertama dalam berpacaran ya, tapi kalau untuk step selanjutnya pasti ada berbagai penilaian lainnya. Jangan terus dengan bunga kita jadi luluh dan ga memikirkan pertimbangan yang lainnya.”
Peneliti : “Okedeh mba, kita lanjut ke image caption selanjutnya.”
juga karena sebenarnya wanita itu juga mengenal cinta pada pandangan pertama bahkan cinta pandangan pertama ini bisa sampai berlarut-larut ke pemikiran bahwa laki-laki ini akan menjadi pasangan hidupnya.”
Peneliti : “Ada pengalaman tersendiri ya mbak?”
Narasumber : “Iya, dulu saya seperti itu mbak, tapi sekarang semakin saya dewasa saya
juga jadi punya banyak pertimbangan akan hal itu.”
Peneliti : “Jadi bisa dibilang semakin dewasa seorang perempuan akan semakin
banyak pertimbangan dalam berhubungan gitu ya mbak?”
Narasumber : “Tapi ada juga tipe wanita yang mengarah ke materialistis mbak, jadi dia lebih kepada keegoisannya untuk masa depannya tanpa mempedulikan bidang lain yang ada pada sosok pasangannya tersebut.”
Peneliti : “Jadi kalau mbak Feri sendiri adalah tipe wanita yang akan menggunakan
beberapa tahap untuk berhubungan dengan orang lain ya?”
Narasumber : “Iya dong mbak, kalau bisa jangan cuman 6 tahap tapi bertahap-tahap yang lebih dari 6 tahap itu.”
Peneliti : “Okedeh mbak, lanjut...”
ya ketika kamu berada di jalanan, kamu terkena jalan yang berlubang dan akhirnya motor kamu itu rusak, motor kamu itu ibarat hati kamu gitu kan jadi rusak, nah setelah kamu lewat jalan itu lagi tentu kamu jadi ngerti mana yang berlubang dan kamu pasti akan menghindari itu, jadi lebih berhati-hati jangan sampai jatuh ke lubang yang sama. Itu pesenku buat cewek-cewek. Kalau mau balikan lagi sama mantannya karena masih saya sih gak papa menurutku, tapi
jangan sampai memberikan kepercayaan seutuhnya.”
Narasumber : “Nah laki-laki itu kan rata-rata lebih banyak melihat ke fisik, body yang putih mulus seperti itu ya. Itu tu dia melihatnya bukan dengan cinta tapi dengan nafsu, maka dari itu ketika mereka sudah menikah, untuk wanita yang cantik itu tidak terlalu bahagia karena si cowok hanya menilai dari fisik. Tapi memang itu enggak selalu seperti itu ya penilainnya. Seperti misalnya Ardi Bakrie kan fisiknya tidak terlalu tampan ya, tapi dia bisa menikahi Nia
Ramadhani kan beruntung banget, walaupun hubungan mereka tampak seperti fisik tapi pernikahan mereka baik-baik saja dan bahagia-bahagia aja. Karena mereka juga benar-benar cinta antar satu sama lain bukan hanya memenuhi kepuasan mata saja, kalau yang ingin memenuhi kepuasan mata saja ya
Peneliti : “Tapi kalau untuk mbak Feri pribadi untuk membangun diri sendiri itu
gimana? Pengen menjadi wanita yang bahagia atau gimana?”
Narasumber : “Yang jelas, itu pilihan ya mbak ya. Kita mau jadi wanita cantik atau wanita yang biasa-biasa saja. Yang pasti kita harus tau porsi diri kita masing-masing, jangan kita jelek tapi milihnya Sharukhkhan, gilaa bisa sakit hati tiap hari. Tapi kita juga harus bisa introspeksi diri, oh aku kurang menarik berarti aku harus cari cowok yang standar saja tapi kalau misal kamu dijodohkan sama
Sharukhkhan ya Puji Tuhan, ya seperti itulah.”
Peneliti : “Okedeh mbak, lanjut...”
Narasumber : “Ini bener banget mbak, karena dari kecil kan kita berkomunikasi dengan laki-laki ya, jadi kita lebih tau ya seluk beluk sifat seorang laki-laki itu seperti apa. Tapi saya di sini sebenarnya kurang merasakan ya, karena memang ayahku meninggal ketika aku kelas 3 SD. Tapi aku sempat merasakan waktu aku masih kecil dulu dan puji Tuhan aku menjalin hubungan dengan sangat
langgeng.”
Peneliti : “Ya karena kamu mempunya komunikasi yang sangat baik dengan
pasanganmu ya?”
Narasumber : “Iyaaa, sudah 6 tahun lho..”
Narasumber : “Wah ini bener banget juga nih mbak, bener kan saya menilai bahwa infia
fact ini 70% benar.”
Peneliti : “Jadi mbak Feri terima nih dibilang egois?”
Narasumber : “Terima dong, memang cewek itu rata-rata egois.”
Peneliti : “Kenapa tu? Adapengalaman di sana kah?”
Narasumber : “Enggak, itu kodratnya wanita. Wanita selalu ingin dinomor satukan, itu yang membuat wanita lebih egois itu dalam konteks percintaan loh yaa. Tapi kalau konteks lainnya menurutku itu tergantung orangnya, tapi tetep aja dalam percintaan wanita itu memang lebih egois dibanding laki-laki.”
Peneliti : “Terus kalau untuk membangun citra dirimu sendiri kira-kira kamu akan menjadi seperti apa mbak? Apakah kamu akan lebih memperbaiki atau
gimana?”
Narasumber : “Yang jelas aku menyadari, tadi aku bilang aku jujur bahwa aku egois tapi aku sadar bahwa itu bukanlah hal yang baik, makanya dengan pemikiran tidak baik itu aku akan berangsur-angsur berubah dan pasangan kita itu yang secara tidak langsung akan merubah kita.”
Narasumber : “Iya benar, aku share ya aku memiliki adek cowok dan saya pribadi di sini adalah perempuan. Kami berada di lingkungan dengan latar belakang ayah yang kasar. Adek saya itu adalah adek tiri saya sih, nah hubungan saya sebagai anak tiri dengan ayah tiri saya itu sebenarnya baik walaupun beliau sering melakukan kesalahan dan mungkin ada beberapa kali yang menyakiti hati saya atau bahkan pernah sesekali main tangan dengan saya tapi saya tetap bisa memaafkan. Tapi beda halnya dengan seorang laki-laki, ketika dia sudah dikasar pasti itu akan membenak di dalam pikirannya, dalam situasi yang panas saya bisa melihat bahwa laki-laki yang di sini konteksnya adalah adek saya bisa bilang oo titenono aku sok gedhe bakal mateni koe (oo lihat saja nanti kalau aku sudah besar aku akan membunuhmu). Nah dari situ saya tau kalau dia sudah memendam rasa benci di hatinya, maka dari dini saya selalu
menanamkan iman di hatinya bukan dengan sakit hati.”
Peneliti : “Ooh ya berarti kamu mengamini statement ini dan kamu juga tidak
keberatan untuk memiliki sifat seperti ini ya?”
saya sendiri, ternyata ceweknya ini sudah hamil tapi sayangnya cowok ini malah melarikan diri dan sampai saat ini tidak bisa ditemukan walaupun sudah
lapor polisi.”
Peneliti : “Tapi kalau dari ceweknya sendiri itu bagaimana mbak?”
Narasumber : “Ya masih nyari, tapi bukan untuk dihukum tapi punya keinginan untuk kembali memiliki hubungan yang lebih baik dengan cowok itu. Sebenarnya kalau dipikir-pikir bodoh juga ya, ya tapi namanya juga hatinya cewek
mungkin jadinya ya seperti itu.”
Peneliti : “Oke, ini mbak Feri sudah menanggapi beberapa post ya dengan melihat post-post ini citra diri yang seperti apa yang ingin kamu bangun untuk dirimu
sendiri?”
Narasumber : “Di sini kan kebanyakan post mengarahkan kita untuk lebih introspeksi diri bukan manut apa artikel ini, tapi lebih menanamkan kepada diri kita untuk lebih berpikir bukan men-judge.”
Peneliti : “Membuat kita lebih berpikir mana hal yang baik dan mana hal yang tidak
baik begitu ya mbak?”
Narasumber : “Ya betul sekali mbak.”
Peneliti : “Jadi mbak Feri lebih ambil sisi positif dari infia fact ini untuk mbak Feri terapkan ke kehidupan sehari-hari mbak Feri ya?”
Narasumber : “Iya mbak, betulsekali.”
Peneliti : “Baiklah kalau begitu mbak Feri, terimakasih banyak untuk waktunya.”
Nama : Yohana Febriasna Kusumaningtyas
Tempat Tanggal Lahir : Wonogiri, 17 Februari 1996
Alamat : Jl. Kartini no. 14 RT 11 RW 01, Bauresan, Giritirto
Profesi : Mahasiswi
Nama Akun Instagram : @joansiahaya_
Gender : Perempuan
Peneliti : “Selamat siang mbak Joana, sebelumnya saya mau tanya dulu nih mbak
Joana punya akun instagram atau tidak?”
Narasumber : “Punyalah.”
Peneliti : “Mulai aktif menggunakan instagram itu kira-kira dari tahun berapa mbak?”
Narasumber : “2014.”
Peneliti : “Dari tahun 2014 sampai sekarang ini pernah denger nama akun infia fact
atau enggak nih?”
Narasumber : “Pernah.”
Peneliti : “Pernah follow juga?”
Narasumber : “Gak tau ya aku lupa juga pernah follow dia atau enggak tapi pernah tau
kok.”
Peneliti : “Dengan pengetahuanmu terhadap akun infia fact, apa sih penilaianmu untuk
akun tersebut?”
Narasumber : “Eee.. sebenarnya dengan adanya akun ini tu sedikit lebih membantu juga ya kaya yang barusan aku baca ini ya yang dulunya aku gak ngerti sekarang aku jadi ngerti, memang dia juga sebagai sumber informasi, tapi ada kalanya juga apa yang ditulis di sana tidak sama seperti yang aku lihat, aku rasakan dan gak
tentu seperti itu gitu lho...”
Peneliti : “Berarti kalau mbak Joana mendengar kata infia fact masih mengarah ke
ranah yang positif ya?”
Peneliti : “Kita bisa langsung masuk ke satu per satu image caption ya mbak ya...”
Narasumber : “Oke deh..”
Peneliti : “Kan di Korea kantung mata adalah trend kecantikan bagi para wanita, sebagai wanita yang tidak berkantung mata apakah kamu ada keinginan
tersendiri untuk memiliki kantung mata agar dipandang lucu dan manis?”
Narasumber : “Enggak sih, buat apa kantung mata? Gak usah pakai operasi-operasi kita nggak tidur aja sebenarnya kita udah punya kantung mata. Karena kan di sini dan di sana trend nya juga udah beda kan, mungkin di sana trend ya tapi kalau di sini kita punya kantung mata malah diketawain sama orang-orang.”
Peneliti : “Tapi kalau kamu sendiri memandang orang yang berkantung mata itu
gimana? Lucu gak? Lucu untuk diketawain ya?”
Narasumber : “Iyalah, lucu buat diketawain karena orang-orang pasti berpikir ih ga pernah tidur ya ih sering nangis ya, kaya gitu... bukan lucu yang menggemaskan tapi
lucu buat diketawain.”
Peneliti : “Jadi kamu benar-benar gak ada keinginan untuk memiliki kantung mata ya? Kan di Korea lagi trend nih, mana tau ada oppa-oppa lewat gitu terus lihat
Narasumber : “Kebetulan aku juga gak suka sama korea-korea an.”
Peneliti : “Oh jadi kamu memang tidak ada ketertarikan sama orang Korea?”
Narasumber : “Tidak. Sama sekali.”
Peneliti : “Berarti, kita lanjut ke image caption selanjutnya.”
Narasumber : “Eee... karena saya kebetulan masih berumur 22 tahun ya jadi saya belum merasakan penuaan dini di area payudara jadi belum terlalu ngerti gimana
maksudnya.”
Peneliti : “Jadi kamu belum tau betul definisi penuaan dini itu seperti apa ya? Coba saya jelaskan ya, penuaan dini yang dimaksud di sini adalah molor ke bawah
seperti itu.”
Narasumber : “Oh iya ya ya...”
Peneliti : “Nah sekarang kamu udah paham definisinya kira-kira apakah kamu
memiliki keinginan untuk lebih melakukan perawatan intens pada area dada?”
sebagainya, jadi memang lebih dijaga kesehatan diri sendiri aja jangan fokus
ke penuaan dininya begitu.”
Peneliti : “Oke, kalau begitu kita lanjut ya..”
Narasumber : “Kalau aku sih kebalikan, biasanya kalau aku cuci muka dulu pakai air es baru setelah itu dimake up.”
Peneliti : “Tapi sepertinya ini lagi trend di Korea ya bahkan di penjuru dunia di situ
dibilangnya.”
Narasumber : “Aduh... mungkin di sana memang trend tapi saya mau tanya itu kalau dicelupin gitu ilang gak ya make up nya?”
Peneliti : “Mungkin maksudnya biar beku dan make up nya jadi lebih tahan lama.”
Narasumber : “Tapi maksudnya apa nggak basah atau gimana-gimana gitu ya? Eee... ya mungkin kalau di sana memang sudah trend dan di sini juga akan trend mungkin bisa dicoba, tapi kalau untuk keseharian enggak lah ya... mungkin kalau untuk acara-acara besar seperti pernikahan begitu.”
Peneliti : “Terus untuk kamu pribadi, setelah melihat image caption ini ada
Narasumber : “Enggak..”
Peneliti : “Berarti lebih ke prinsipmu aja ya? Kebiasaanmu yang biasa kamu lakukan setiap mau make up yaitu cuci muka sebelum make up bukan setelah make
up?”
Narasumber : “Ya, betul sekali.”
Peneliti : “Oke, lanjut..”
Narasumber : “Setuju sih sama statement ini, karena terkadang suaraku sendiri pun juga seperti anak kecil. Lha kalau berasa sih, itu keliatan kaya lebih lucu... tapi kalau dilucu-lucu in enggak...”
Peneliti : “Kalau dilucu-lucu in lebih ilfeel ya jatuhnya?”
Narasumber : “Tapi kalau buat anak laki-laki yang ngobrol sama aku, pasti pertama kali yang diucapkan kok suaramu lucu sih, nah kaya gitu.”
Peneliti : “Jadi kamu ga merasa terganggu ya dengan suaramu yang lucu itu?”
Narasumber : “Enggak sih.”
Peneliti : “Ya lebih fine-fine aja ya, jadi ketika kamu liat image caption ini kamu juga
Narasumber : “Yaa, bisa dibilang seperti itu...”
Peneliti : “ Oke terus lanjut..”
Narasumber : “Kalau aku pribadi enggak, karena kalau menurutku ketika seseorang sudah menceritakan hal yang private ke diri kita, itu artinya orang itu sudah percaya sama kita, selain dia percaya sama kita dia juga butuh teman buat ngobrol gitu lho. Kalau kita mau buka hal private itu ke orang lain ya ngapain temenan? Udah mending gak usah aja. Kalau aku pribadi aku gak setuju sama statement ini, terus kan jadi kayanya wanita itu adalah tempat yang gak pantas untuk
diajak cerita.”
Peneliti : “Penelitian ini kan sudah ada di infia fact kan yang memiliki banyak sekali followers, dan pasti juga banyak yang lihat. Apa sih antisipasi terselubungmu
untuk membuat statement ini bisa terpatahkan?”
Narasumber : “Eee... sebenarnya lebih ke pembuktian secara real ya..”
Peneliti : “Dari diri pribadi?”
tentulah kan penelitian di infia fact kemarin seperti itu, bisa jadi itu hanya kamuflase atau topeng begitu, tapi kalau sudah ada pembuktian dan mencoba
itu tadi pasti akan tau dengan sendirinya.”
Peneliti : “Tapi kalau kamu melihat wanita kebanyakan itu benar ga sih berhubungan sama image caption tadi?”
Narasumber : “Di sekelilingku itu enggak ya.”
Peneliti : “Karena lingkunganmu adalah orang-orang yang sama seperti kamu? Atau kamu mencari orang-orang yang memiliki kepribadian yang sama dengan
kamu?”
Narasumber : “Ya nggak nyari juga sebenarnya, tapi ya entah bisa ketemu dengan
sendirinya dan lagian untuk membuka suatu rahasia kepada orang lain itu kan nggak semudah kita membalikkan telapak tangan ya, jadi memang kaya kalau nyawanya udah klik sendiri itu pasti dengan sendirinya akan cerita.”
Peneliti : “Okedeh, kita lanjut ya...”
Narasumber : “Aku pernah jadi wanita single dan nggak juga.”
Narasumber : “Bukan berarti saya tidak romantis...”
Peneliti : “Tapi?”
Narasumber : “Tapi apa yaa.. kalau hanya sekedar dikasih.. emm kaya misalnya nih kita single lalu tiba-tiba ada cowok yang datang ke kita terus ngasih bunga dan coklat... sebenarnya diterima sih pasti diterima.. yaudah diterima aja, tapi bukan berarti langsung luluh hatinya gitu enggak.. karena lebih kaya menjaga diri gitu lho. Bisa aja ini cuman sekedar kasih bukan yang lain, karena rata-rata kan perempuan itu modalnya baperan doang kan. Niatnya cuman mau ngasih tapi berkhayalnya udah sampe kemana-mana, nah itu sih lebih kaya mengantisipasi diri dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti itu.”
Peneliti : “Jadi kamu pribadi itu adalah tipe orang yang nggak langsung seneng ketika diberi bunga dan puisi begitu yaa? Ketika kamu single apa sih yang kamu
butuhkan dari cowok untuk bisa membuat hati kamu luluh?”
Narasumber : “Lebih ke action sih.”
Peneliti : “Jadi kamu lebih suka dia memperlakukan kamu dengan baik bukan hanya sekedar kasih bunga dan boneka aja?”
Narasumber : “Iya sih.. cinta pandangan pertama itu bukan lebih ke cinta tapi malah lebih ke kagum aja sebenarnya. Enam tahap yang dimaksud di sini tu apa ya, nggak ngerti aku tapi aku percaya sih memang untuk menuju ke cinta itu butuh banyak tahap tapi enam tahap ini apa aja gak tau aku.”
Peneliti : “Jadi kalau kamu pribadi untuk bisa jatuh cinta sama seseorang memang harus melalui banyak tahapan ya? Atau kamu sama sekali tidak pernah
merasakan cinta pada pandangan pertama?”
Narasumber : “Karena aku nggak pernah menganggap ada cinta pada pandangan pertama jadi ketika kita bilang... eee... pernah sih untuk ngomong cinta pada
pandangan pertama tapi lebih ke rasa kagum bukan ke cinta.”
Peneliti : “Jadi awalnya cuma rasa kagum...”
Narasumber : “Yang berlanjut...”
Peneliti : “Berlanjut ke tahap selanjutnya untuk merasakan cinta yang sesungguhnya?”
Narasumber : “That’s right!”
Peneliti : “Terus untuk diri kamu sendiri dalam upayamu membangun citra diri itu seperti apa, kaya misalnya nih kamu suka sama cowok dan cowoknya itu juga suka sama kamu... gimana sih cara kamu untuk membentengi diri kamu supaya kamu dipandang mahal dan cowokmu akan berjuang keras untuk
mendapatkan cintamu?”
Narasumber : “Apa yaa? Eee.. gak ada sesuatu hal yang spesial sih yang bisa aku bangun. Cukup hanya dengan lihat saja keseharianku seperti apa, kalau kamu bisa terima keseharianku yang sedemikian berarti ketika aku sudah menjadi
istimewa pasti kamu akan mau.. kaya gitu. Jadi bukan istimewa dulu yang aku tunjukkan baru setelah itu kamu lihat kebiasaanku, tapi dibalik..”
Narasumber : “Eee.. dibilang setuju atau tidak setuju ya saya belum bisa membuktikan.. memang hubunganku denga papiku itu deket, deket banget.. tapi nyatanya aku
pacaran juga pernah putus kok.”
Peneliti : “Pernah putus tapi lama pacarannya?”
Narasumber : “Eee.. iya sih, di saat itu memang punya komunikasi yang lancar dengan pacar. Ya mungkin di sini yang dimaksudkan itu adalah langgeng pacaran lama yaa bukan langgeng sampai ke tahap selanjutnya. Mungkin memang
benar sih ini.”
Peneliti : “Karena apa tuh kira-kira? Yang bisa bikin kamu membenarkan statement
ini?”
Narasumber : “Karena kalau aku deket sama papiku kan berarti aku juga deket sama sesosok laki-laki. Jadi kan sedikit banyak kita jadi ngerti laki-laki itu maunya kaya gimana sih dan cara laki-laki memperlakukan perempuan itu kaya gimana sih. Ketika aku bisa memperlakukan papiku yang sedemikian rupa berarti mungkin aku bisa memperlakukan pasanganku kelak seperti apa yang aku lakukan ke papiku. Dan sama halnya ketika melihat papiku yang
memperlakukan aku like a princess berarti pasanganku kelak juga harus bisa
memperlakukan aku seperti itu.”
Narasumber : “Lebih keee... garis besarnya aja sih. Tapi kalau untuk detailnya itu pasti
akan lebih tergantung pada diriku sendiri sih..”
Peneliti : “Karena semua manusia itu gak akan pernah ada yang sama persis ya? Garis besarnya pasti sayang dengan tulus begitu ya?”
Narasumber : “Ya betul sekali..”
Peneliti : “Iya namanya juga cari pasangan yaa, pasti cari yang tulus masak yang main
-main. Oke lanjut..”
Narasumber : “Bisa iya, bisa enggak... karena aku sendiri pun pernah seperti itu...”
Peneliti : “Jadi misalnya kamu putus sama A nih, perlakukanmu sama si A ini kaya lebih intens mengucapkan selamat pagi dan lebih perhatian.. tapi ketika si A pergi dengan alasan apapun itu dan kamu pacaran sama si B, kamu jadi takut untuk mengucapkan selamat pagi dengan si B? Begitu?”
Narasumber : “Enggak juga sih.. kan di awal tadi aku udah bilang, ini bisa jadi iya bisa jadi enggak. Tapi memang ada hal-hal tertentu aja sih, gitu..”
Peneliti : “Tentunya untuk dipandang sebagai orang yang sedang patah hati dan
sama ketika aku mencintai dia. Nah cara kamu untuk mengantisipasi hal ini tu gimana kalau kamu ada di posisi dalam image caption itu?”
Narasumber : “Kalau dari contoh yang kamu katakan ya menurutku itu tergantung sama cowoknya. Ketika kita tahu kalau dia sedang pada masa trauma pada kisah cintanya dan kita mau ngajak dia pacaran lagi ya resiko ditanggung sama diri kita sendiri, jangan sampai nanti di tengah jalan kita malah nyalahin orang itu malah justru diri kita yang salah. Tapi kalau misalnya kita mau memahami step by stepnya itu tadi mungkin itu bisa, dia mungkin bisa menghilangkan
trauma itu tadi sih..”
Peneliti : “Oh jadi kamu lebih meningkatkan komunikasi yang baik aja sama pacarmu yang sekarang ya.. Jadi lebih terbuka aja yaa kalau aku punya trauma yang
seperti ini.”
Narasumber : “Ya mending terbuka aja..”
Peneliti : “Oke lanjut..”
Narasumber : “Harus diakui bahwa sebenarnya iya, tapi ada juga kok laki-laki yang
sebenarnya lebih egois daripada perempuan.”
Narasumber : “Tapi nggak dipungkiri juga kalau banyak laki-laki yang lebih egois.”
Peneliti : “Oh, kenapa nih kira-kira? Ada pengalaman di sana kah?”
Narasumber : “Saat ini aku pacaran pun aku juga merasakan hal yang sama, tapi bukan keegoisan yang sampai menekan kehidupan gitu ya.. eee.. apa ya.. ini adalah contoh nyata ya. Aku kan beribadah di GKJ dan pacarku ini adalah seorang yang beribadah di gereja karismatik. Terkadang buat pergi ke gereja pun terjadi kok cekcok itu, ketika dia minta ditemenin ke gereja sana aku mau tapi ketika aku minta dia untuk temenin aku berbagai alasan kok yang dia katakan supaya ga jadi nemenin aku. Sampai akhirnya di satu titik yaudah, jangan ajak aku ke gerejamu lagi dan aku akan ke gerejaku sendiri tanpa kamu. Tapi akhirnya bisa melunak, tapi ntar balik lagi. Nah itu kan egois yang ya belum
bisa diluluhlantakan istilahnya.”
Peneliti : “Oh kaya gitu, tapi ini kan egois emang cenderung lebih banyak ke wanita. Kalau kamu pribadi menjadi seorang wanita apakah akan lebih introspeksi diri
atau yaudah orang mau berpikiran tentang aku apapun itu aku gak peduli.”
Narasumber : “Introspeksilah, ya kali bangga dibilang egois karena jatuhnya emang
negatif.”
Peneliti : “Iya ya emang lebih ke arah negatif.”
Narasumber : “Tapi kalau misal keegoisanku ini untuk kebaikan dia, akan aku pertahankan
keegoisanku.”
Peneliti : “Wah gimana tuh maksudnya? Ada pengalamankah?”
Narasumber : “Eee... ketika aku minta pacarku untuk nggak ngrokok. Mungkin satu hari kamu bisa habis satu bungkus untuk ngrokok, maksimal 2 hari lah satu bungkus. Sebungkus harganya berapa? Seminggu jadi berapa? Bisa buat ngapain aja itu uangnya? Jadi lebih kaya perhitungan, diitung-itung itu
uangnya bisa buat ngapain aja.”
Peneliti : “Oh jadi menurut kamu, ada juga egois yang akan mengarahkan dia ke arah
yang positif ya? Kaya gitu?”
Peneliti : “Jadi kalau kamu pribadi, jika keegoisan itu mengarah ke arah yang negatif kamu akan lebih introspeksi diri tapi kalau ke arah yang positif kamu akan
mempertahankan itu?”
Narasumber : “Ya, betul..”
Peneliti : “Sip.. Oke lanjut.”
Narasumber : “Ini maksudnya gimana ya aku kok kurang paham?”
Peneliti : “Jadi ini maksudnya adalah level kebahagiaan orang cantik itu lebih rendah daripada orang yang biasa-biasa aja. Karena untuk menjadi cantik itu pasti kan ada pertimbangan untuk mencari orang yang sepadan dengan dia dan
kecantikan juga butuh modal begitu. Jadi kesimpulannya untuk menjadi cantik itu memang lebih rumit dibanding yang biasa-biasa saja.”
Narasumber : “Enggak ah, aku cantik tapi tetap merasa bahagia. Tapi gini, kita melihat standar orang cantik itu kan pasti dengan kacamata yang berbeda-beda kan ya. Menurutku cantik itu tidak harus terlihat wow, yang terlihat dia putih, make up setiap hari baju bagus dan yang lain sebagainya itu enggak.. sebenarnya orang yang menganggap dirinya cantik hanya dengan hal seperti itu tu malah
Peneliti : “Lha iya maksudnya ya seperti itu..”
Narasumber : “Oh seperti itu?”
Peneliti : “Iya, dia kurang bahagia karena tuntutannya yang harus selalu tampil cantik
setiap hari..”
Narasumber : “Berarti kan sebelum dia merawat dirinya untuk terlihat lebih cantik itu pasti dia ada di bawah kata cantik atau bisa dibilang biasa-biasa aja. Nah, dengan posisinya dia yang seperti itu dia juga pasti merasakan kegusaran yang sama kok aku gak cantik ya, kok aku belum dapat pasangan sampai sekarang ya.. sampai dibilang apa aku harus bisa jadi cantik agar aku bisa merasakan bahagia. Tapi orang cantik yang bisa merasakan bahagia juga banyak kok,
seperti aku..”
Peneliti : “Berarti kamu fine-fine aja ya dengan itu, karena kamu merasa bahwa dirimu cantik tapi level kebahagiaanmu juga pol-pol aja gitu.”
Narasumber : “Iya sih, karena balik lagi pandangan cantik bagi setiap orang itu kan berbeda-beda.”
Narasumber : “Ini hasil studi kan, mungkin iya.. tapi kalau aku sendiri sih sebagai seorang
wanita enggak..”
Peneliti : “Susah ya malahan ya?”
Narasumber : “Walaupun secara garis besar, yang sering kita temui memang lebih sulit pria
kan ya dibanding wanita, tapi kalau aku enggak..”
Peneliti : “Apakah kamu punya pengalaman di situ yang mau kamu ceritakan di sini?”
Narasumber : “Oh my God, are you sure?”
Peneliti : “Coba kamu cerita aja gak papa.”
Narasumber : “Dulu itu aku pernah pacaran sama seseorang tapi bukan pacarku yang sekarang, sekitar 6 tahun yang lalu itu berarti tahun berapa tuh?”
Peneliti : “Tahun 2012.”
Narasumber : “Oh iya tahun 2012 di saat itu keluargaku sedang tertimpa masalah, tapi akhirnya jatuhnya aku yang kena, aku yang harus putus hubungan sama pacarku.. karena memang dari orang tuanya dia sih..dan jujur sampai sekarang aku masih belum bisa memaafkan mereka sama sekali, udah enam tahun loh.
Sebenarnya nggak boleh simpan akar kepahitan, tapi mungkin proses ya...”
Peneliti : “Kan level tidak bisa memaafkan tu bisa banyak kan yaa, ada yang sampai benci, ada yang sampai mau balas dendam.. nah kamu ada di level yang mana
tuh?”
Narasumber : “Kalau aku lebih ke benci sih, enggak mau sampai bales dendam juga.”
Peneliti : “Jadi, kamu untuk berkomunikasi sama dia pun jadi nggak bisa los yah?”
Narasumber : “Bahkan kalau aku bertemu sama ibu dari mantanku itu pun malah kelihatan ada rasa canggung, setelah aku putus dengan anak tercintanya itu.. dia kalau ketemu aku malah kaya buang muka. Walaupun sebenarnya aku benci, aku tetap tegak kepala aja dan sama sekali gak mau nunjukin mimik wajah
Peneliti : “Jadi kebenciannya itu lebih ke aku gak akan pernah bisa maafin kamu gitu
ya?”
Narasumber : “Aku berharapnya tidak seperti itu, sampai sekarang aku sebenarnya masih tetap berusaha memaafkan. Kadang aku mikir toh semuanya itu juga udah berlalu, toh aku sekarang juga udah punya kehidupan sendiri.. tapi bagiku itu
gak gampang.”
Peneliti : “Tapi kebencianmu itu gak ada dampaknya ke orang lain kan?”
Narasumber : “Enggak, enggak kok.. tapi namanya luka kan memang susah banget untuk disembuhkan dan dihilangkan. Ini lukaku dari aku kecil juga gak bisa
hilang-hilang.”
Peneliti : “Jadi, untuk kamu membangun citra dirimu sendiri kamu akan menjadi diri sendiri ya sebagai seseorang yang memang sulit untuk bisa memaafkan walaupun hasil studi di image caption ini bilang hal sebaliknya?”
Narasumber : “Iya, aku akan menjadi diri sendiri tapi bukan berarti aku tidak pernah
berusaha untuk melupakan loh ya..”
Peneliti : “Ini kamu kan udah melihat beberapa post tentang infia fact kan, dari post-post ini apa yang bisa kamu petik?”
Narasumber : “Eee.. seperti yang aku sampaikan tadi. Tidak semua post yang ada di situ sama dengan apa yang aku pikirkan. Itu artinya segala yang positif di sini pasti akan aku simpan, tapi kalau tidak baik ya pasti akan aku buang aja. Dan di sini aku juga bisa banyak introspeksi diri untuk bisa jadi lebih baik, seperti
misalnya tadi tentang keegoisan dan juga memaafkan.. jadi lebih kaya oh
ternyata.. oh ternyata karena di sini aku juga jadi punya wawasan baru..”
Peneliti : “Terimakasih banyak yaa mbak Joana untuk waktunya..”