TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Distribusi
Sistem distribusi merupakan keseluruhan komponen dari sistem tenaga listrik
yang menghubungkan secara langsung antara sumber daya yang besar (seperti gardu
transmisi) dengan konsumen tenaga listrik. Secara umum yang termasuk ke dalam
sistem distribusi antara lain, :
1. Gardu Induk (GI)
2. Jaringan Distribusi Primer
3. Gardu Distribusi (Transformator)
4. Jaringan Distribusi Sekunder
Dalam menyalurkan daya listrik dari pusat pembangkit kepada konsumen
diperlukan suatu jaringan tenaga listrik. Sistem jaringan ini terdiri dari jaringan
transmisi dan jaringan distribusi. Dalam sistem distribusi pokok permasalahan tegangan
muncul karena konsumen memakai peralatan dengan tegangan muncul karena
konsumen memakai peralatan listrik yang tegangannya sudah ditentukan besarnya.
Apabila tegangan sistem terlalu tinggi atau rendah sehingga melewati batas – batas
toleransi maka akan mengganggu dan selanjutnya merusak peralatan konsumen.
Jika kita meninjau secara umum,ada empat unsur yang terdapat dalam sistem
tenaga listrik, yakni:
a) adanya unsur pembangkit tenaga listrik yang umumnya tegangan yang dihasilkan
b) suatu sistem transmisi yang dilengkapi dengan adanya perangkat Gardu Induk,
karena jaraknya yang biasa jauh, sehingga kita memerlukan penggunaan tegangan
tinggi ataupun tegangan ekstra tinggi;
c) adanya saluran distribusi, yang biasanya terdiri dari saluran distribusi primer yang
dengan tegangan menengah dan saluran distribusi sekunder yang merupakan dengan
menggunakan tegangan rendah.
d) adanya unsur pemakai tenaga listrik atau konsumen tenaga listrik baik skala industri
dengan tegangan menengah, maupun rumah tangga dengan tegangan rendah.
Untuk proses dari Sistem Tenaga Listrik mulai dari pembangkit sampai ke
konsumen dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1Proses dari Sistem Tenaga Listrik Mulai dari Pembangkit
Di Indonesia, menurut Abdul Kadir (2006), tegangan yang dihasilkan Pembangkit
tenaga listrik berkisar 6KV s.d 20 KV, kemudian karena letak pembangkit tenaga listrik
jauh dari konsumen, maka energi listrik harus diangkut melalui saluran transmisi
dengan tegangan yang dinaikkan dengan transformator step up menjadi 70 KV, 150
KV, 275 KV dan bahkan untuk tegangan ekstra tinggi 500 KV. Kemudian, setelah
mendekat kepada pemakai tenaga listrik, maka tegangan diturunkan dengan
tranformator step down menjadi tegangan menengah 20 KV yang dilakukan di GI, ini
disebut sebagai saluran distribusi primer, kemudian melalui transformator distribusi
diturunkan menjadi tegangan rendah, yakni 220/380 Volt yang kemudian disebut sistem
distribusi sekunder.
Bagian dari sistem tenaga listrik yang paling dekat dengan konsumen adalah
sistem distribusi. Juga sistem distribusi adalah bagian sistem tenaga listrik yang paling
banyak mengalami gangguan, sehingga masalah utama dalam operasi sistem distribusi
adalah mengatasi gangguan.
Disamping itu masalah tegangan, bagian – bagian instalasi yang berbeban lebih
dan rugi – rugi daya dalam jaringan merupakan masalah yang perlu dicatat dan dianalisa
secara terus menerus, untuk dijadikan masukan bagi perencanaan pengembangan sistem
dan juga untuk melakukan tindakan – tindakan penyempurnaan pemeliharaan dan
2.1.1 Jenis Sistem Distribusi
Sistem distribusi seperti yang diketahui, terdapat dua penggolongan, yaitu
distribusi primer yang memakai tegangan menengah, dan distribusi sekunder yang
memakai tegangan rendah.
2.1.1.1 Distribusi Primer
Distribusi Primer adalah jenis sistem distribusi yang menggunakan tegangan
menengah. Pada sistem distribusi primer terdapat beberapa rangkaian sistem distribusi
primer,yaitu:
i. Sistem Radial,
Sistem distribusi dengan pola radial seperti Gambar 2.2 adalah sistem
distribusiyang paling sederhana dan ekonomis. Pada sistem ini terdapat beberapa
penyulang yang menyuplai beberapa gardu distribusi secara radial.
Dalam penyulang tersebut dipasang gardu-gardu distribusi untuk konsumen.
Gardu distribusi adalah tempat dimana trafo untuk konsumen dipasang. Bisa dalam
bangunan beton atau diletakan diatas tiang. Keuntungan dari sistem ini adalah sistem
ini tidak rumit dan lebih murah dibanding dengan sistem yang lain.
Namun keandalan sistem ini lebih rendah dibanding dengan sistem lainnya.
Kurangnya keandalan disebabkan karena hanya terdapat satu jalur utama
yang menyuplai gardu distribusi, sehingga apabila jalur utama tersebut mengalami gangguan, maka seluruh gardu akan ikut padam. Kerugian lain yaitu mutu tegangan
pada gardu distribusi yang paling ujung kurang baik, hal ini dikarenakan jatuh tegangan
terbesar ada diujung saluran.
ii. Sistem Loop
Pada Jaringan Tegangan Menengah Struktur Lingkaran (Loop) seperti Gambar
2.3. dimungkinkan pemasokannya dari beberapa gardu induk, sehingga
dengan demikian tingkat keandalannya relatif lebih baik.
iii. Sistem Jaringan Spindel
Sistem Spindel seperti pada Gambar 2.4. adalah suatu pola kombinasi
jaringan dari pola Radial dan Ring. Spindel terdiri dari beberapa penyulang (feeder)
yang tegangannya diberikan dari Gardu Induk dan tegangan tersebut
berakhir pada sebuah Gardu Hubung (GH).
Gambar 2.4. Konfigurasi Sistem Spindel
Pada sebuah sistem spindel biasanya terdiri dari beberapa penyulang aktif dan
sebuah penyulang cadangan (express) yang akan dihubungkan melalui gardu hubung.
Pola spindel biasanya digunakan pada jaringan tegangan menengah (JTM) yang
Namun pada pengoperasiannya, sistem spindel berfungsi sebagai sistem radial. Di
dalam sebuah penyulang aktif terdiri dari gardu distribusi yang berfungsi untuk
mendistribusikan tegangan kepada konsumen baik konsumen tegangan rendah (TR)
atau tegangan menengah (TM).
iv. Sistem Hantaran Penghubung (Tie Line)
Sistem distribusi Tie Line seperti Gambar 2.5. umumnya digunakan untuk
pelanggan penting yang tidak boleh padam (Bandar Udara, Rumah Sakit, dan lain-lain).
Gambar 2.5. Konfigurasi Sistem Tie Line ( Hantaran Penghubung)
Sistem ini memiliki minimal dua penyulang sekaligus dengan tambahan
Automatic Change Over Switch / Automatic Transfer Switch, dan setiap penyulang
terkoneksi ke gardu pelanggan khusus tersebut sehingga bila salah satu penyulang
mengalami gangguan maka pasokan listrik akan di pindah ke penyulang lain.
2.2. Gardu Distribusi
Gardu trafo distribusi berlokasi dekat dengan konsumen. Transformator dipasang pada
tiang listrik dan menyatu dengan jaringan listrik. Untuk mengamankan transformator
dan sistemnya, gardu dilengkapi dengan unit-unit pengaman. Karena tegangan yang
masih tinggi belum dapat digunakan untuk mencatu beban secara langsung, kecuali
pada beban yang didisain khusus, maka digunakan transformator penurun tegangan (
step down) yang berfungsi untuk menurunkan tegangan menengah 20kV ke tegangan
dan sisi sekunder. Sisi primer merupakan saluran yang akan mensuplay ke bagian sisi
sekunder. Unit peralatan yang termasuk sisi primer adalah :
a.Saluran sambungan dari SUTM ke unit transformator (primer trafo).
b.Fuse cut out.
c.Ligthning arrester.
Gardu trafo distribusi ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10. Gardu Trafo Distribusi
2.3. Sistem Tiga Fasa
Kebanyakan dari sistem teanga listrik dibangun dengan tiga fase. Yang menjadi
alasana nya didasarkan pada alasan – alasan yang ekonomis dan juga kestabilan aliran
daya pada beban. Alasan ekonomis dikarenakan bahwa sistem tiga fasa, penggunaan
penghantar untuk transmisi menjadi lebih sedikit, sedangkan untuk kestabilan
dikarenakan pada sistem tiga fasa daya yang mengalir sebagai layaknya tiga buah sistem
phasa tunggal, sehingga untuk peralatan dengan catu tiga fasa, daya sistem akan lebih
atau lebih , secara umum akan memunculkan sistem yang lebih kompleks, namun secara
prinsip untuk analisa, sistem tetap mudah dilaksanakan.
Pada sistem tenaga listrik tiga fasa, idealnya daya listrik yang dibangkitkan,
disalurkan, dan diserap oleh beban semuanya seimbang. Pada tegangan yang seimbang
terdiri dari satu fasa yang mempunyai magnitude dan frekuensi yang sama tetapi antara
1 fasa dengan fasa lainnya berbeda 1200 listrik, sedangkan secara fisik mempunyai
perbedaan sebesar 600, dan dapat dihubungkan secara bintang (Y, wye) atau segitiga
(delta, Δ,D).
Gambar 2.11 Sistem Tiga Fasa
Gambar tersebut menunjukkan fasor diagram darik tegangan fase. Bila fasor – fasor
tegangan tersebut berputar dengan kecepatan sudut dan dengan arah berlawanan jarum
jam (arah positif), maka nilai maksimum positif dari fase terjadi berturut – turut untuk
fase V1, V2, dan V3. Sistem ini dikenal sevagai sistem yang mempunyai urutan fasa a – b
fasa 1200 diantara fasa – fasanya itu. Sesuai dengan hal tersebut, untuk masing – masing
fasa dapat ditulis :
P V I Cos ∅ V I Cos 2 ∅ Watt (1.7)
P V I Cos ∅ V I Cos 2 ∅ Watt (1.8)
P V I Cos ∅ V I Cos 2 ∅ Watt (1.9)
Dengan fasa R dipilih sebagai fasa acuan VP dan Ip menyatakan nilai – nilai
efektif tegangan fasa, dan arus fasanya serta ∅ menyatakan sudut impedansi beban tiga
fasa seimbang yang menyerap daya. Jadi daya sesaat keseluruhannya adalah :
P = PR + PS + PT Watt (1.10)
P = 3 VPIPCos ∅ - VPIP [ Cos (2ωt- ∅) + Cos (2ωt - ∅ - 1200 ) +
Cos ( 2ωt-∅ - 240 0)] Watt (1.11)
P = 3 VPIP Cos ∅ Watt (1.12)
Untuk suatu sistem tiga fasa yang dihubungkan secara Y, maka :
V1 = √3 VP Volt (1.13)
I1 = Ip Ampere (1.14)
Untuk suatu sistem tiga fasa yang dihubungkan secara Δ, maka :
V1 = Vp Volt (1.15)
Untuk hubungan Y, dengan menggunakan persamaan 1. dan persamaan 1. maka
didapatkan :
P = 3
√ I1 Cos ∅ - √3 V1 I1 Cos ∅ Watt (1.17)
Untuk hubungan Δ, dengan menggunakan persamaan 1. dan persamaan 1. maka
didapatkan :
P = 3
√ I1 Cos ∅ - √3 V1 I1 Cos ∅ Watt (1.18)
Tampak bahwa kedua pernyataan diatas menunjukkan bahwa daya dalam suatu
sistem tiga phasa adalah sama, baik untuk hubungan Y ataupun Δ bila dayanya
dinyatakan dalam besaran – besaran saluran tetapi perlu diingat bahwa ∅ menyatakan
sudut impedansi beban perfasa dan bukan sudut antara V1 dengan I1.
2.5. Rugi – Rugi Daya
Dalam proses transmisi dan distribusi tenaga listrik seringkali dialami rugi-rugi
daya yang cukup besar yang diakibatkan oleh rugi – rugi pada saluran dan juga rugi –
rugi pada transformator yang digunakan. Kedua jenis rugi – rugi daya tersebut
memberikan pengarug yang besar terhadap kualitas daya serta tegangan yang
dikirimkan ke sisi konsumen. Nilai tegangan yang melebihi batas toleransi akan dapat
menyebabkan tidak optimalnya kerja dari peralatan listrik di sisi konsumen. Selain itu
rugi – rugi daya yang besar akan menimbulkan kerugian finansial di sisi perusahaan
Yang dimaksud dengan rugi – rugi adalah perbedaan antara daya listrik yang
disalurkan (Ps) dengan daya listrik yang terpakai (Pp).
Losses (Rugi – Rugi daya) = x 100 % (1.19)
a) Rugi – Rugi daya pada penghantar phasa
Apabila arus listrik mengalir pada suatu konduktor, maka pada saluran, terjadi
rugi – rugi menjadi panas, karena pada saluran tersebut terdapat suatu resistansi.
Rugi – Rugi dengan beban terpusat diujung dirumuskan :
∆ I R Cos ∅ X Sin ∅ L (1.20)
∆P 3 I R L (1.21)
Akan tetapi jika beban tersebut terdistribusi merata di sepanjang saluran
distribusi, maka rugi – rugi daya yang timbul adalah :
∆V R Cos ∅ X Sin ∅ L (1.22)
∆P 3 R L (1.23)
dimana :
∆V = Jatuh Tegangan ,V
∆ P = Rugi – Rugi Daya ,Watt
R = Tahanan pada Saluran distribusi , Ω/km
X = Reaktansi pada saluran distribusi , Ω / km
L = Panjang dari saluran distribusi , km
Cos ∅ = Faktor daya beban
b) Rugi – Rugi Daya Akibat beban tidak seimbang
Apabila pembebanan pada setiap fasa pada saluran distribusi tidak seimbang,
mengakibatkan arus mengalir pada penghantar netral. Pada penghantar netral
terdapat resistansi, maka akan dialiri oleh arus listrik. Hal ini menyebabkan
penghantar netral bertegangan yang dapat mengakibatkan tegangan pada
transformator distribusi tidak seimbang.
Oleh karena arus mengalir pada penghantar netral, maka akan menyebabkan rugi –
rugi daya disepanjang penghantar netral, yakni :
∆P I R (1.24)
dimana :
∆P Rugi Rugi Daya pada penghantar netral , Watt
I Arus yang mengalir pada penghantar Netral , A
R Tahanan pada penghantar Netral , Ω
Rugi – Rugi ini terjadi karena disepanjang saluran tegangan rendah terdapat
beberapa sambungan, yang diantara lain adalah sebagai berikut :
1. Sambungan Jaringan tegangan rendah dengan kabel NYFGBY
2. Percabangan saluran pada jaringan tegangan rendah
3. Percabangan untuk sambungan pelayanan
Besar dari rugi – rugi daya akibat dari sambungan ini adalah :
∆P I R (1.25)
dimana :
∆P Rugi Rugi daya akibat sambungan , Watt
I = Arus yang mengalir pada sambungan , A