• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Berbasis Lokal di Nagari Limo Kaum Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Berbasis Lokal di Nagari Limo Kaum Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Nagari merupakan pemerintahan terendah setingkat desa di Propinsi Sumatera Barat, terdiri dari himpunan beberapa suku, mempunyai Kerapatan Adat Nagari, mempunyai batas-batas wilayah tertentu, serta berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini dituangkan dalam Peraturan Daerah Sumatra Barat No. 9 tahun 2000, pasal 2 dan 3 tentang Ketentuan Pokok Pemerintahan Nagari. Pengambilan keputusan perencanaan publik di nagari dilakukan secara terdesentralisasi mengikuti proses bottom-up planning, yang dimulai dari pemerintahan terendah yang paling dekat dengan

rakyat.

(2)

Perubahan Nagari menjadi desa sebagai pemerintahan terendah di Indonesia, menimbulkan perbedaan karakter serta kultur sosial-budaya masyarakat Minangkabau yang menonjol. Berdasarkan data dari LKAAM tahun 2002, Nagari di Sumatera Barat yang pada saat itu berjumlah sekitar 543 diubah menjadi 3.138 desa. Hal ini dilakukan agar desa mendapatkan Dana Bantuan Pembangunan Desa (bangdes) dari pemerintah pusat. Berdasarkan data LKAAM tahun 2002 dijelaskan beberapa dampak dari hilangnya Pemerintahan Nagari dari Sumatera Barat, antara lain:

a. Menghilangkan jati diri masyarakat Minangkabau dalam rangka pemahaman dan penghayatan falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

b. Hubungan antara pemerintah dengan anak nagari dan masyarakat sekitar menjadi semakin berkurang dan semakin hilang

c. Hilangnya batas-batas nagari sehingga wilayah nagari terpecah. Pembentukan dan pemekaran desa menyebabkan hilangnya syarat wilayah nagari.

(3)

e. Aspirasi anak nagari dalam pembangunan kehilangan wadah aslinya dan tidak ada kontor sosial dari masyarakat terhadap keputusan yang ditetapkan Kepala Desa.

f. Sistem sentralistik selama masa pemerintahan orde baru mengurangi nilai-nilai luhur yang diwarisi sejak lama

g. Sudah banyak yang tidak mengetahui dan memahami tentang nagari terutama generasi muda yang berdomisili di kota.

h. Tungku Tigo Sajarangan dan Tali Tigo Sapilin terpinggirkan dan kehilangan fungsinya.

(4)

Nagari diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan filosofi adat, sehingga nilai nilai adat dalam tata kehidupan masyarakat nagari melekat dengan kuat. Nagari berwenang untuk mengurus urusan pemerintahan, urusan adat, urusan perekonomian, serta urusan kerentraman dan ketertiban. Nagari juga berwenang untuk mengurus urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten yang diserahkan pengaturannya kepada Nagari serta tugas pembantuan lainnya.

Masyarakat Minangkabau, khususnya wilayah Propinsi Sumatera Barat sangat kental dengan nilai dan norma adat istiadatnya. Dengan kembali kenagari, memberikan peluang kembali kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yang sesuai dengan bentuk dan susunan pemerintahan desa berdasarkan asal-usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Masyarakat Sumatera Barat dikenal demokratis dan aspiratif melalui tradisi musyawarah mufakatnya yang ttuang dalam kelembagaan adat.

(5)

Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa yang mempunyai susunan asli, seperti desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, huta/nagori di Sumatera Utara, Gampong di Aceh, marga di Sumatera bagian selatan, tiuh atau pekon di lampung, desa prakaman/desa adat di Bali, lembang di Toraja, Banua dan wanua di Kalimantan dan negeri di Maluku. Keberadaan daerah-daerah itu wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam negara kesatuan Republik Indonesia.

Melalui perubahan Undang-undang Negara Republik Indonesia kepada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka dalam pasal 18 B ayat (2) dikatakan bahwa negara mengakui dan menghormat kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembanga masyarakatnya dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya penggabungan fungsi self-governing community dengan local self goverment, diharapkan kesatuan

(6)

Pembangunan Nagari bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Nagari dan kualitas hidup manusia melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Nagari menyusun perencanaan pembangunan sesuai dengan kewenangnnya mengacu pada perencanaan pembangunan pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota sebagai acuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari.

Pendekatan proses dalam pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan manusia, akan dapat menunjukkan proses yang menggambarkan kapasitas masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan harus melibatkan semua pihak (stakeholders) yang bukan hanya sebagai objek tetapi sebagai subjek dalam pelaksanaan pembangunan. Keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan bukan karena mobilisasi, melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh determinasi dan kesadaran.

(7)

Paradigma pembangunan yang ada saat ini menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Artinya, pemerintah tidak lagi sebagai penyedia dan pelaksana, melainkan lebih berperan sebagai fasilitator dan katalisator dari dinamika pembangunan, sehingga dari mulai perencanaan hingga pelaksanaan, masyarakat mempunyai hak untuk terlibat dan memberikan masukan dan mengambil keputusan dalam rangka memenuhi hak-hak dasarnya. Kontribusi masyarakat dalam proses pembuatan perencanaan pembangunan daerah merupakan aktualisasi dari ketersediaan dan kemauan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program yang telah ditentukan (Mustopadidjaja, Prisma 1996).

Arah pembangunan yang terencana dengan baik dan dinamis sangat dipengaruhi adanya peran serta masyarakat maupun unsur-unsur dalam masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini jelas di atur dalam UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menjelaskan bahwa tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintah/perangkat daerah dipusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat.

Konsep perencanaan pembangunan yang berasal dari bawah (bottom-up planning) yang telah diterapkan dalam kegiatan Musrenbang (Musyawarah

(8)

pusat, hingga kini belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini terbukti dengan masih adanya beberapa usulan dari desa (dalam Musrenbang) yang hanya dirumuskan oleh beberapa orang saja, dan bahkan masih terkadang ditemukan usulan yang dirumuskan hanya oleh Kepala Desa LKMD atau seringkali pula dilakukan intervensi dari pemerintah tingkat kecamatan (Adisasmita, 2006)

Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) yang dilaksanakan mulai dari tingkat Nagari/kelurahan hingga kabupaten/kota guna menampung aspirasi masyarakat yang lazim ditunggangi unsur politik dan tarik menarik kepentingan. Sulit membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Rangkaian/tahapan pengusulan anggaran pembangunan yang kadang tidak sesuai dengan plavon anggaran APBD. Akibatnya banyak usulan yang tidak tertampung dan akhirnya rancangan tersebut menjadi sia-sia (Harian Rakyat Sumbar, Kamis 27 Februari 2014).

(9)

dan sasaran yang dijalankan pemerintah, tersedianya modal dan teknologi, dan suasana perdagangan internasional.

Sesuai dengan amanat yang diemban dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perencanaan pembangunan dan pelaksanannya harus berorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas. Melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan ditingkat daerah. Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat banyak, sehingga pembangunan yang dilaksananakan mampu memberdayakan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Rakyat harus menjadi pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan disiapkan untuk dapat merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana yang telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan.

Dari berbagai kajian yang ada, dapat diasumsikan bahwa perencanaan itu merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi dan arah yang akan dicapai. Menurut Arifin (2008) kedinamisan tersebut dalam proses pembangunan dapat dilihat dari faktor sifat, ruang lingkup dan pelaku perencanaan pembangunan itu sendiri yang dapat berubah sesuai dengan dinamika pembangunan yang ada maupun yang diciptakan.

(10)

dosa Perencana Pembangunan yang telah mengantisipasi dan memilih startegi pembangunan yang akan diterapkan pada wilayahnya, antara lain

a. Permainan angka,

b. Pengendalian yang berlebihan

c. Penghitungan tingkat penanaman modal d. Perkembangan mode-mode pembangunan

e. Sering membedakan antara perencanaan dan pelaksanaan f. Kecendrungan mengabaikan sumber daya Manusia g. Pertumbuhan tanpa keadilan

Penyelenggaraan pemerintahan Nagari di Kabupaten Tanah Datar telah diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Nagari. Dalam melaksanakan tugas pemerintahan, dilaksanakan oleh Pemerintah Nagari dan Badan Permusyawaratan Rakyat Nagari serta ikut serta Kerapatan Adat Nagari sebagai Lembaga tertinggi dalam penyelenggaraan adat di nagari. Wali Nagari mempunyai tugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, urusan pembangunan dan kemasyarakatan.

(11)

Limo kaum merupakan salah satu nagari yang termasuk kedalam wilayah kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar, Propinsi Sumatra Barat. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 17 tahun 2001 tentang Sistem Pemerintahan Nagari yang telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Datar Nomor 4 tahun 2008 tentang Nagari, maka sebanyak delapan pemerintahan kelurahan dan desa yang ada dalam kenagarian Limo kaum digabung menjadi satu wilayah administrasi pemerintahan nagari sebagaimana diberlakukannya undang-undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa dengan delapan jorong yaitu Jorong Dusun Tuo, Jorong Koto Gadih, Jorong Balai Batu, Jorong Tigo Tumpuak, Jorong Balai Labuah Ateh, Jorong Balai Labuah Bawah, Jorong Kubu Rajo dan Jorong Piliang.

Nagari limo Kaum disebut sebagai Nagari yang berdiri lebih awal. Hal ini dikarenakan menurut tambo, jauh sebelumnya Jorong Dusun Tuo merupakan tempat kedudukan pusat pemerintahan Datuak Parpatiah Nan Sabatang sebagai pimpinan Kelarasan Bodi Chaniago. Ditempat ini terdapat saksi bisu peninggalan sejarah berupa batu berlubang atau disebut “Batu Batikam” yang diyakini merupakan wujud ikrar kesepakatan pembagian wilayah antara Datuak Parpatiah Nan Sabatang dengan Datuak Katumangguangan sebagai pimpinan Kelarasan Koto Piliang.

(12)

kelembagaan adat dan kearifan lokal masyarakat. Namun masih sedikit ditemukan bukti empiris yang dapat menjelaskan kinerja kelembagaan adat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan publik yang didesentralisasikan kepada pemerintah daerah, khususnya dalam perencanaan pembangunan.

1.2RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Pelaksanaan Perencanaan Pembangunan Berbasis Lokal di Nagari Limo Kaum Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah Datar? 2. Bagaimana Peran Kelembagaan Adat dalam pelaksanaan Perencanaan

Pembangunan di Nagari Limo Kaum?

1.3TUJUAN PENELITIAN

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pasti mempunyai jalan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penyelenggaraannya. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perencanaan berbasis lokal di Nagari Limo Kaum

2. Untuk mengetahui peranan Kelembagaan Adat dan kearifan lokal masyarakat dalam penyusunan perencanaan pembangunan di Nagari Limo Kaum

1.4MANFAAT PENELITIAN

(13)

Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir secara ilmiah, sistematis, dan membuatnya menjadi karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori maupun aplikasi yang diperoleh dari ilmu Administrasi Negara.

2. Manfaat secara akademis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah kepustakaan sehingga dapat menambah bahan kajian perbandingan bagi yang memanfaatkannya.

3. Manfaat secara praktis

Diharapkan dapat menjadi manfaat kepada masyarakat untuk lebih berperan aktif dalam menyusun perencanaan pembangunan di wilayahnya, agar perencanaan yang dibuat menjadi berguna dan tepat sasaran.

1.5Kerangka Teori

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena sosial yang menjadi objek penelitian (Singarimbun, 2008).

Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian (Singarimbun, 2008).

(14)

landasan berpikir dalam penelitian ini. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.5.2 Perencanaan Pembangunan

1.5.1.1Perencanaan

Perencanaan menurut Sondang P. Siagian (1980) mendefinisikannya sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Menurut George R. Terry dalam Arifin Nasution (2008), perencanaan adalah upaya untuk menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Perencanaan termasuk kedalam kelompok ilmu terapan atau applied sciences dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusan-rumusannya bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan manusia.

Menurut Robinson Tarigan (2005) mengatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dengan mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor tidak terkontrol yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.

(15)

dugaan-dugaan mengenai masa yang akan datang dalam hal menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang dianggap perlu untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan.

Adapun fungsi-fungsi perencanaan antara lain:

1. Fungsi pengorganisasian, apa yang telah direncanakan harus diorganisisr dengan baik. Mengatur distribusi tugas, wewenang dan sumberdaya dalam aktivitas pencapaian tujuan.

2. Fungsi kepemimpinan, diperlukan seseorang yang memimpin untuk mengarahkan pelaksanaan tugasnya masing-masing dalam suatu organisasi perencanaan pembangunan

3. Fungsi control, diperlukan untuk mengukur kesesuaian perencanaan sebelumnya dengan pelaksanaanya.

Alasan dilakukannya perencanaan dilihat dari segi perencanaan sebagai suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan menurut Saul M. Kantz dalam Bintoro (1985) adalah:

1. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapat suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan.

(16)

3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara yang terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi cara yang terbaik.

4. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih urutan-urutan dari pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan usahanya.

5. Pada perencanaan akan dilakukan suatu perkiraan (forecasting) terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui.

Jenis-jenis perencanaan di Indonesia menurut Arifin Nasution, antara lain:

1. Jenis Top Down dan Bottom Up Planning

Top Down Planning merupakan salah satu jenis perencanaan

yang menitikberatkan pada tipe perencanaan yang terpusat. Artinya kewenangan utama dalam perencanaan itu berada pada institusi yang lebih tinggi dan digunakan sebagai bagian rencana dari institusi yang lebih rendah. Sedangkan bottom up planning adalah apabila kewenangan utama dalam perencanaan

(17)

tersebut. Akan tetapi dari rencana yang dihasilkan oleh kedua level institusi perencanaan tersebut, dapat ditentukan model mana yang lebih dominan. Apabila yang dominan adalah

top-down maka perencanaan itu disebut sentralistik, sedangkan

apabila yang dominan adalah bottom-up maka perencanaan itu disebut desentralistik.

2. Jenis Vertical dan Horizontal Planning

Vertical Planning adalah perencanaan yang lebih

mengutamakan koordinasi antar berbagai jenjang pada sektor yang sama. Model ini mengutamakan keberhasilan sektoral, jadi menekankan pada pentingnya koordinasi antar berbagai jenjang pada instansi yang sama (sektor yang sama).

Horizontal Planning lebih menekankan pada keterkaitan antar

berbagai sektor sehingga berbagai sektor itu dapat berkembang secara sinergi. Pada horizontal planning kegiatan masing-masing sektor dibuat saling terkait dan menjadi sinkron sehingga sasaran umum pembangunan wilayah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien. Antara kedua model perencanaan itu harus terdapat arus bolak-balik sehingga menghasilkan rencana yang baik.

3. Jenis Partisipatif Planning

(18)

prakarsa tersebut. Sejak dikenalkannya model perencanaan partisipatif ini, istilah “stakeholder” menjadi sangat meluas. Perencanaan partisipatif merupakan perencanaan yang melibatkan pastisipasi seluruh stakeholder dalam pengambilan keputusan perencanaan di semua tahapan perencanaan. Partisipasi masyarakat bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara halus atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif.

Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah, perencanaan dan pembuatan kebijakan sudah dijamin dalam konstitusi negara maupun dalam peraturan perundang-undangan. Namun, dalam prakteknya, kualitas partisipasi masyarakat masih jauh dari ideal. Beberapa masalah tentang pastisipasi, misalnya:

a. Masih rendahnya akses terhadap informasi publik

b. Rendahnya komitmen pemimpin dan partai politik di tingkat lokal

(19)

Sesuai dengan Undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka sistem Perencanaan Pembangunan nasional mencakup pada lima pendekatan yaitu,

1. Politik 2. Teknokratik 3. Partisipatif

4. Atas-bawah (top-down) 5. Bawah-atas (bottom-up)

Ahli-ahli teori perencanaan publik mengemukakan beberapa proses perencanaan (, :

1. Perencanaan Teknokrat

Perencanaan teknokrat adalah proses perencanaan yang dirancang berdasarkan data dan hasil pengamatan kebutuhan masyarakat dari pengamat professional, baik kelompok masyarakat yang terdidik yang meski tidak mengalami sendiri namun berbekal pengetahuan yang dimiliki dapat menyimpulkan kebutuhan akan suatu barang yang tidak dapat disediakan pasar, untuk menghasilkan perspektif akademis pembangunan. Pengamat ini bisa berasal dari pejabat pemerintah, non pemerintah atau perguruan tinggi.

(20)

metoda dan kerangka pikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.

Tujuannya adalah untuk membangun perencanaan strategis dan perencanaan kontigensi, menetapkan ketentuan-ketentuan, standar, prosedur petunjuk pelaksanaan serta evaluasi, pelaporan dan langkah taktis untuk menopang organisasi.

Prinsip-prinsip perencanaan teknokratik menurut Prinsip-Prinsip penyusunan Renstra Satuan kerja perangkat Daerah (SKPD) tahun 2011 adalah,

a. Ada rumusan isu dan permasalahn pembangunan yang jelas

b. Ada rumusan prioritas isu sesuai dengan urgensi, kepentingan dan dampak isu terhadap kesejahteraan masyarakat

c. Ada rumusan tujuan pembangunan yang memenuhi kriteria

d. Ada rumusan alternatif strategi untuk pencapaian tujuan

e. Ada rumusan kebijakan untuk masing-masing strategi f. Ada pertimbangan atas kendala ketersediaan

sumberdaya dan dana g. Ada prioritas program

(21)

j. Ada kejelasan penanggungjawab program

k. Ada evaluasi terhadap proses perencanaan yang dilakukan

l. Ada komunikasi dan konsultasi berkelanjutan

m. Ada instrumen, metodologi, pendekatan yang tepat digunakan untuk mendukung proses perencanaan

2. Perencanaan Partisipatif

Perencanaan partisipatif merupakan proses perencanaan yang diwujudkan dalam musyawarah, dimana sebuah rancangan rencana dibahas dan dikembangkan bersama semua pelaku pembangunan (stakeholder). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif), masyarakat, rohaniwan, pengusaha, kelompok professional, serta organisasi-organisasi non-pemerintah.

Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan untuk mengamodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pembangunan.

(22)

potensi SDM dan SDA yang tersedia, dan merumuskan solusi yang paling menguntungkan.

Prinsip-prinsip perencanaan partisipatif menurut Prinsip-Prinsip penyusunan Renstra Satuan kerja perangkat Daerah (SKPD) adalah,

a. Ada identifikasi stakeholder yang relevan untuk dilibatkan dalam proses perumusan visi, misi dan agenda SKPD serta dalam proses pengambilan keputusan penyusunan renstra SKPD

b. Ada kesetaraan antara government dan non-government stakeholder dalam pengambilan keputusan

c. Ada transparansi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan

d. Ada keterwakilan yang memadai dari seluruh segmen masyarakat terutama kaum perempuan dan kelompok marginal

e. Ada sense of ownership masyarakat terhadap renstra

SKPS

f. Ada pelibatan media

g. Ada kesepatan bersama pada semua tahapan penting dalam pengambilan keputusan

(23)

Perencanaan top-down adalah proses perencanaan yang dirancang oleh lembaga/departemen/daerah, menyusun rencana pembangunan sesuai dengan wewenang dan fungsinya.

Tujuannya adalah untuk menyeragamkan perencanaan pembangunan daerah yang mengikuti “juklak dan juknis” (petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis). Prinsip-prinsip perencanaan Top-Down menurut Prinsip-Prinsip penyusunan Renstra Satuan kerja perangkat Daerah (SKPD) adalah,

a. Ada sinergi dengan RPJM Nasional dan Renstra Kementrian/lembaga

b. Ada sinergi dan konsistensi dengan RPJPD dan RPJMD

c. Ada sinergi dan konsistensi dengan RTRW daerah d. Ada sinergi dan komitmen pemerintah terhadap

tujuan-tujuan pembanguann 4. Perencanaan Bottom-up

(24)

a. Ada penjaringan aspirasi dan kebutuhan masyarkat untuk melihat konsistensi dengan visi, misi dan program kepala daerah terpilih

b. Memperhatikan hasil proses musrenbang dan kesepakatan dengan masyarakat tentang prioritas pembangunan daerah

c. Mempertimbangkan hasil forum multi stakeholder SKPD

d. Memperhatikan hasil proses Penyusunan Renstra SKPD.

1.5.1.2Pembangunan

Pembangunan berasal dari kata “development”. Kata “development” ini diartikan sebagai pembangunan atau perkembangan dan perubahan sosial. Pembangunan merupakan konsep normatif yang mengisyaratkan pilihan-pilihan tujuan untuk mencapai apa yang disebut sebagai realisasi potensi manusia. Pembangunan tidak sama maknanya dengan modernisasi, jika memahami secara jelas mengenai makna sesungguhnya dari hakikat pembangunan itu sendiri.

(25)

1980). Pengertian tersebut memiliki arti bahwa pembangunan merupakan suatu proses perbaikan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa secara terencana.

Pembangunan menurut pengertian umum adalah suatu upaya terencana untuk merubah wilayah dan masyarakat menuju keadaan lebih baik. Dari tinjauan Ilmu sosial, pembangunan diartikan sebagai perubahan masyarakat yang berlangsung secara terus menerus sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara optimal. Strategi pembangunan berkembang dari masa ke masa secara dinamis sesuai dengan konteks peradaban. Paradigma pembangunan yang menekankan pada pembangunan ekonomi mulai ditinggalkan karena tidak dapat menjawab masalah sosial seperti kemiskinan, kenakalan, kesenjangan, dan keterbelakangan. Paradigma pembangunan kemudian bergeser ke arah pendekatan masyarakat yang sebelumnya sebagai objek menjadi subjek pembangunan. Paradigma baru ini berbasis komunitas dengan memberikan tempat utama bagi prakarsa, keanekaragaman lokal, dan kearifan lokal.

(26)

yang berdimensi jamak, yang melibatkan masalah pengorganisasian dan peninjauan kembali keseluruhan sistem ekonomi dan sosial. Berdimensi jamak dalam hal ini artinya membahas komponen-komponen ekonomi maupun non-ekonomi.

Sedangkan pembangunan yang dilakukan Negara-Negara berkembang secara umum merupakan suatu proses kegiatan yang direncanakan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan modernisasi bangsa untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan. Jadi, pada hakekatnya pembangunan mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik secara material maupun spiritual.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembangunan adalah sumber daya negara yang dimiliki, kebijaksanaan dan sasaran yang dijalankan pemerintah, tersedianya modal dan teknologi dan suasana perdagangan internasional. Beberapa pendekatan dalam pembangunan antara lain:

1. Pendekatan pembangunan bangsa (sociocultiral development approach)

(27)

kultur masyarakatnya. Ada dua permasalahan yang ditemukan dari segi ruang lingkup pendekatan ini, yaitu:

a. Pembangunan politik (political development)

Pembangunan politik sebagai suatu proses pembinaan bangsa (nation building) yang ditujukan untuk melakukan perubahan-perubahan institusional dalam sistem pemerintahan dan politik dan dalam sistem kelembagaan sosial ekonomi suatu bangsa yang tidak dapat dipisahkan. b. Pembangunan sosial budaya (socio cultural development)

Pembangunan diarahkan untuk mewujudkan perubahan-perubahan dan pembaharuan-pembaharuan dalam kehidupan masyarakat secara menyeluruh serta dilakukan secara sinergis dan simultan dalam suatu proses pembangunan.

2. Pendekatan pembangunan ekonomi

Pendekatan pembangunan ekonomi dibagi atas 3 aliran: a. Aliran klasik

(28)

b. Aliran Keynesian

Aliran Keynesian membantah ajaran Smith, karena menurutnya campur tangan pemerintah secara tidak lansung dalam sistem perekonomian masyarakat sangat diperlukan. Aliran ini lebih memfokuskan pada analisa ekonomi jangka pendek. Dampak yang ditimbulkan dari pandangan ini yaitu berkembangnya model pertumbuhan yang dikembangkan oleh Harrod dan Domart yang intinya bahwa pentingnya aspek permintaan dalam mendorong pertumbuhan jangka panjang melalui tabungan atau investasi dan produktivitas capital.

c. Aliran neo-klasik

Laju pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh pertambahan dalam penawaran faktor-faktor produksi dan tingkat kemajuan teknologi. Dalam perkembangannya, ada suatu pemikiran yang menyatakan peran perdagangan sebagai faktor penting diluar modal dan tenaga kerja.

3. Pendekatan-pendekatan lain

Menurut Rostow (1960) transformasi dari negara terbelakang menjadi negara maju dapat terjadi setelah melalui urutan tahapan pembangunan. Lima tahapan pembangunan yang harus dilalui oleh suatu negara dalam proses pembangunan adalah:

a. Masyarakat tradisional (traditional society)

(29)

c. Tinggal landas (take-off)

d. Pengendalian kelahiran (the drive of maturity)

e. Era masyarakat komsumtif (the age of high mass-comsumption)

1.5.1.3Perencanaan Pembangunan

Perencanaan dapat dikaitkan dengan konteks pembangunan dimana dalam pembangunan terdapat suatu perencanaan agar sasaran pembangunan tercapai sehingga dikenal istilah perencanaan pembangunan. Perencanaan menurut Nugroho (2003) adalah kegiatan dari pembangunan yang paling prioritas, karena perencanaan dalam pembangunan menentukan arah, prioritas dan strategi pembangunan.

(30)

Untuk lebih mengenal dimensi-dimensi dalam konsep perencanaan pembangunan yang memiliki pedoman secara umum dapat dilihat dari dimensi ciri perencanaan pembangunan. Menurut Tjokroamidjojo (1985) ada 8 poin yang menjadi ciri-ciri atau indikator sebuah perencanaan pembangunan secara umum yaitu:

1. Merupakan suatu usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap. Hal ini dicerminkan dalam usaha peningkatan produksi nasional, berupa tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang positif,

2. Usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk meningkatkan pendapatan perkapita. Ciri ini adalah kelanjutan dari ciri yang pertama. Laju pertumbuhan ekonomi yang positif, yaitu setelah dikurangi dengan laju pertumbuhan penduduk menunjukkan pula kenaikan pendapatan perkapita.

3. Usaha untuk mengadakan perubahan struktur ekonomi. Hal ini disebabkan oleh karena pada umumnya negara-negara baru berkembang struktur ekonominya lebih cenderung kearah agraris,dan hal ini menyebabkan terdapatnya kelemahan-kelemahan konjungtural. Oleh karena itu diusahakan lebih adanya keseimbangan dalam struktur ekonomi.

(31)

5. Usaha pemerataan pembangunan (distributive justice). Pemerataan ini ditujukan kepada pemerataan pendapatan antara golongan-golongan dalam masyarakat dan pemerataan pembangunan antara daerah-daerah dalam negara.

6. Usaha pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat yang lebih menunjang kegiatan-kegiatan pembangunan.

7. Usaha untuk mengupayakan kemampuan membangun secara bertahap lebih didasarkan kepada kemampuan nasional (dalam artian tidak terlalu menggantungkan terhadap pinjaman luar negeri).

8. Usaha secara berkelanjutan dalam menjaga stabilitas ekonomi. Perencanaan itu merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi dan arah yang akan dicapai. Kedinamisan tersebut dalam proses pembangunan dapat dilihat dari faktor sifat, ruang lingkup dan pelaku perencanaan pembangunan itu sendiri yang dapat berubah sesuai dengan dinamika pembangunan yang ada maupun yang diciptakan (Arifin Nasution, 2008).

(32)

Setiap perencanaan pembangunan pada dasarnya harus mengandung unsur-unsur pokok tertentu yang dijadikan acuan pembangunan, dengan adanya unsur-unsur pokok tersebut akan lebih memfokuskan arah, tujuan, dan keefektifan dalam pencapaian hasil akhir sebuah perencanaan pembangunan. Ada beberapa unsur pokok yang menjadi komponen dari perencanaan pembangunan menurut Tjokroamidjojo (1985) yaitu:

1.Kebijaksanaan dasar atau strategi dasar rencana pembangunan, yang sering pula disebut tujuan, arah, dan prioritas pembangunan. 2.Adanya kerangka rencana yang menunjukkan hubungan

variabel-variabel pembangunan dan implikasinya.

3.Perkiraan sumber-sumber pembangunan terutama pembiayaan. 4.Adanya kebijaksanaan yang konsisten dan serasi, seperti

kebijaksanaan fiskal, moneter, anggaran, harga, sektoral, dan pembangunan daerah.

5.Adanya program investasi yang dilakukan secara sektoral.

6.Adanya administrasi pembangunan yang mendukung perencanaan dan pelaksanaan pembangunan.

Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2004, ada 4 (empat) tahapan dalam perencanaan pembangunan, yaitu:

(33)

Tahap ini dilaksanakan untuk dapat menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang sudah siap untuk ditetapkan, terdiri dari 4 langkah:

a. Penyiapan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik menyeluruh dan terukur.

b. Masing-masing instansi menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rencana pembangunan yang telah disiapkan.

c. Melibatkan masyarakat dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing pemerintah melalui musyawarah perencanaan pembangunan.

d. Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. 2.Tahap penetapan rencana.

Tahap ini berfungsi sebagai penetapan rencana pembangunan tersebut menjadi suatu produk hukum yang mengikat semua pihak yang melaksanakan.

3.Tahap pengendalian pelaksana rencana.

Tahap ini dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang pada rencana kegiatan-kegiatan, serta koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan kementrian/ lembaga/satuan perangkat daerah.

(34)

Evaluasi pelaksanaan adalah bagian dari perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian tujuan sasaran dan kinerja pembangunan.

Perencanaan pembangunan yang efektif mengandung arti suatu perencanaan yang bisa membedakan apa yang seyogianya dilakukan dan apa yang dapat dilakukan, dengan menggunakan berbagai sumber daya pembangunan sebaik mungkin yang benar-benar dapat dicapai dan mengambil manfaat dari informasi yang lengkap dan tersedia pada tingkat daerah karena kedekatan pada perencananya dengan objek perencanaannya. Seringkali terdapat kesalah pahaman dalam pengertian perencaan tersebut. Perencaan merupakan suatu proses terus menerus dan menyeluruh dari penyusunan suatu rencana, penyusunan program kegiatan, pelaksanaan serta pengawasan dan evaluasi pelaksanaannya. Beberapa tahapan proses perencaan menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1985) yaitu:

1. Penyusunan Rencana Terdiri atas unsur-unsur: a. Tinjauan keadaan

b. Perkiraan keadaan masa yang akan dilalui rencana

c. Penetapan tujuan rencana (plan objectives) dan pemilihan cara-cara pencapaian tujuan rencana

(35)

e. Tahap persetujuan rencana 2. Penyusunan Program Rencana 3. Pelaksanaan Rencana

4. Pengawasan atas Pelaksanaan Rencana Tujuan dilakukan pengawasan yaitu:

a. Agar pelaksanaan rencana sesuai dengan yang diinginkan. b. Apabila terdapat penyimpangan maka perlu diketahui

seberapa jauh penyimpangan tersebut dan apa penyebabnya.

c. Dapat dilakukan tindakan korektif terhadap penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.

5. Evaluasi

1.5.1.4Perencanaan Pembangunan Daerah

Perencanaan pembangunan daerah menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004) yaitu suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju kearah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungan dalam wilayah/daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh , lengkap tetapi tetap berpegang pada asas prioritas.

(36)

Ciri-ciri perencanaan pembangunan daerah, meliputi:

1. Menghasilkan program-program yang bersifat umum 2. Analisis perencanaan yang bersifat makro atau luas

3. Lebih efektif dan efisien digunakan untuk perencanaan jangka mengengah dan jangka panjang

4. Memerlukan pengetahuan secara interdisipliner, general dan universal namun tetap memiliki spesifikasi masing-masing yang jelas

5. Fleksibel dan mudah untuk dijadikan sebagai acuan perencanaan pembangunan jangka pendek.

Perencanaan pembangunan daerah diperlukan karena:

1. Adanya ketidakpuasan atas persoalan/masalah-masalah yang muncul sebagai tuntutan kebutuhan sosial yang tidak terelakkan, sehingga perencanaan berorientasi pada perubahan/perbaikan yang secara sadar diinginkan

2. Adanya keterbatasan sumberdaya yang dimiliki daerah, sementara peruntukan/kebutuhannya beragam, sehingga perencanaan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi atau optimalisasi pemilikan dan pemanfaatan sumberdaya.

3. Adanya keinginan/tujuan yang ingin dicapai untuk menjadi sesuatu yang lebih baik dan berorientasi masa depan

(37)

eksternalitas maupun mengoreksi kegagalan/ketidak sempurnaan pasar untuk menjamin kepentingan publik.

Proses pembangunan daerah menurut Ginandjar Kartasasmita dalam buku Arifin Nasution (2008) dapat dilihat dengan tiga cara pandang yang berbeda. Pertama, pembangunan bagi suatu kota, daerah atau wilayah sebagai suatu wujud (entity) bebas yang pengembangannya tidak terikat dengan kota, daerah atau wilayah lain sehingga penekanan perencanaan pembangunannya mengikuti pola yang lepas dan mandiri. Kedua, pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah dalam pendekatan ini merupakan perencanaan pembangunan pada suatu juridiksi ruang atau wilayah tertentu yang dapat digunakan sebagai bagian dari pola perencanaan pembangunan nasional. Ketiga, perencanaan pembangunan daerah sebagai instrument bagi penentuan alokasi sumber daya pembangunan dan lokasi kegiatan di daerah yang telah direncanakan terpusat yang berguna untuk mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi antar daerah.

1.5.3 Perencanaan Pembangunan Basis Lokal

(38)

desentralisasi antara lain adalah agar perencanaan pembangunan menjadi lebih efektif dan efisien karena realitas pembangunan dan sosial ekonomi masyarakat lebih dapat ditangkap dengan semakin dekatnya pemerintah dengan rakyatnya. Kedekatan itu membuat perencana pemerintah dapat melakukan proses komunikasi dan bertatapan muka dengan rakyatnya secara kooperatif yang selalu terus menerus dijaga. Pada akhirnya, diharapkan desentralisasi dapat membangkitkan otonomi wilayah melalui integrasi semua aspek kehidupan di dalam wilayah yang ditentukan dan dibatasi oleh sosial budaya, sumberdaya, dan kondisi lingkungannya.

Secara teoritis, sistem pemerintahan terendah ditingkat lokal merupakan realisasi dari konsep pembangunan berbasis lokal yang datang dari bawah yang terdesentralisasi. Dengan desentralisasi, maka kegiatan perencanaan dan pengambilan keputusan dari pemerintah Nasional didelegasikan hingga kepada pemerintahan terendah di tingkat lokal.

Perencanaan Pembangunan berbasis lokal adalah perencanaan yang bukan saja dilakukan di wilayah/lokal setempat tetapi juga melibatkan potensi sumber daya lokal wilayah yang berasal dari aspirasi dan keinginan masyarakat dari bawah.

(39)

orang lain. Oleh karena itu, perencanaan desentralistis membutuhkan komunikasi yang intensif antar stakeholders agar dapat mencapai satu kesepakatan sebagai persetujuan atas perencanaan publik yang nantinya akan dihasilkan.

1.5.2.1 Kelembagaan Adat

Pendekatan kelembagaan dalam perencanaan desentralistis perencanaan pembangunan digunakan sebagai alat atau cara untuk memperoleh pelibatan sebanyak mungkin aktor (partisipasi yang tinggi) yang akan menuntun pengambilan keputusan bersama agar tujuan pembangunan yang berkesinambungan (terus menerus dan melembaga) dapat tercapai.

Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan yang memang tumbuh dari bawah (dari lokal sendiri), yang tetap dipelihara dan dipatuhi oleh orang lokal karena keterikatan yang tinggi dengan lingkungannya. Kelembagaan yang demikian memiliki keunikan tersendiri yang tidak begitu saja dapat ditiru oleh/dari luar.

(40)

kepentingan publik sudah selayaknya perlu dilakukan dengan mempedulikan nilai–nilai yang dimiliki masyarakat lokal (Brooks, 2002).

Analisis kelembagaan lokal secara desentralisasi wilayah (territorial) berada pada tingkat pemerintah lokal yang dibesarkan oleh sistem politik dan sosial budaya, serta ideologi perencanaan pembangunan yang melandasinya. Sama seperti teori desentralisasi, analisis kelembagaan lokal digunakan sebagai pendekatan perencanaan dalam upaya mencapai hasil yang efisien dan efektif. Alasan utamanya adalah karena kelembagaan lokal memungkinkan perencanaan disusun sesuai dengan konteks dan struktur sosial yang sesungguhnya di tingkat lokal.

Kelembagaan adat Minangkabau merupakan suatu hal yang penting bagi masyarakat Minangkabau. Dalam pepatah minangkabau dikatakan bahwa, “Adat diisi, limbago dituang” maksudnya yaitu adat adalah sesuatu yang diisi, dipenuhi dan dilaksanakan, sedangkan lembaga adalah suatu jabatan, suatu aturan dasar atau undang-undang yang dibentuk dan ditetapkan untuk jangka waktu yang lama. Lembaga tidak boleh sering diubah atau diganti, lembaga harus permanen.

Lembaga-lembaga penyusun perencanaan pembangunan, antara lain:

a. Badan Permusyawaratan rakyat Nagari (BPRN) b. Kerapatan Adat Nagari (KAN)

(41)

f. Cadiak Pandai g. Bundo Kanduang h. Pemuda

1.5.2.2 Kearifan Lokal

Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassam Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.

Kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi dalam suatu daerah. Kearifan lokal memiliki kandungan nilai kehidupan yang tinggi dan layak untuk terus digali, dikembangkan, serta dilestarikan sebagai pegangan hidup. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang terus-menurus dijadikan pegangan hidup, yang universal.

(42)

Pergeseran paradigma pembangunan kearah perencanaan pembangunan yang menitikberatkan pada pentingnya nilai kesejahteraan, keadilan, pemerataan dan pelibatan sumberdaya lokal. Pertimbangan kearifan lokal dalam perencanaan pembangunan menurut Saraswati (2006) merupakan salah satu pengisian pelibatan sumberdaya lokal, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia dalam perencanaan pembangunan, karena didalamnya ada landasan pengetahuan lokal (local knowledge) yang diperkirakan telah berkembang sebagai potensi

perencanaan bagi masyarakat setempat dalam menghadapi persoalan wilayahnya. Sebagai bentuk dari local genius atau cultural identity, kearifan lokal dapat menjadi bangunan dan landasan dalam pembangunan sehingga implementasinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat agar pembangunan yang dilakukan tidak merusak budaya setempat dan/atau menghilangkan local genius dan cultural identity (Helmi Zaini, 2012). Beberapa aspek kearifan local masyarakat Minangkabau, diantaranya:

1. Kearifan local yang tersimpan dalam struktu kemasyarakatannya untuk melihat pola demokratisasi yang telah berhasil dijalankan tanpa menimbulkan benturan-benturan sosial, sementara sistem demokratisasi masyarakat saat ini sudah mulai tergerus oleh keinginan, konsep-konsep dan kepentingan-kepentingan terbatas 2. Kearifan local yang tersimpan dalam sistem kekerabatan

(43)

bagaimana melihat bagaimana masyarakat Minangkabau membangun sistem kekerabatan tersebut dalam suatu rangkaian penjagaan hak milik, harta pusaka, untuk tidak musnah, tidak habis atau jatuh ketangan orang lain.

3. Kearifan local yang tersimpan dalam setiap diri atau individu mengenai pola pikir masyarakat Minangkabau baik secara komunal maupun individual, guna membangkitkan kembali etos kerja, keuletan, kejujuran dan kegotongroyongan

4. Kearifan local yang tersimpan dalam sistem kepercayaan yang dalam Masyarakat Minangkabau terkenal dengan acuan hidup :adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” yang sudah mendarah daging sejak zaman dahulu. Kerukunan beragama dan kebebasan menjalankan ibadah menurut agama masing-masing yang sudah berjalan dengan aman dalam masyarakat Minangkabau.

1.5.4 Nagari

(44)

yang memiliki batas-batas wilayah tertentu, berwenang mengatur dan mngurus ketentuan masyarakat setempat berdasarkan filosofi adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah dan atau berdasarkan asal usul dan adat minangkabau yang diakui dan dihormati.

Nagari bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkaat daerah kabupaten/kota. Sedangkan nagari bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan kelurahan, nagari memiliki hak mengatur wilayahnya yang lebih luas. Nagari merupakan bentuk dari republic mini.

A.A Navis menyatakan pengertian nagari sebagai suatu pemukiman yang telah mempunyai alat kelengkapan pemerintahan yang sempurna, didiami sekurang-kurangnya empat suku penduduk dengan Penghulu Pucuk (Penghulu Tua) selaku pimpinan pemerintahan tertinggi. A.A Navis (1984) telah menguraikan nagari yang empat tersebut sebagai berikut :

1. Taratak

Yaitu pemukiman paling luar dari kesatuan nagari yang juga merupakan perladangan dengan berbagai hunian di dalamnya. Pimpinannya disebut Tuo(Tua/Ketua), belum punya penghulu, oleh sebab itu rumah-rumahnya belum boleh bergonjong. 2. Dusun

(45)

gadang dua gonjong tetapi belum mempunyai penghulu dan pimpinan pemerintahannya disebut Tuo Dusun.

3. Koto

Koto merupakan pemukiman yang telah mempunyai hak-hak dan kewajiban seperti nagari dan pimpinan terletak di tangan Penghulu, tetapi balairungnya tidak mempunyai dinding.

4. Nagari

Yaitu pemukiman yang memiliki alat kelengkapan pemerintahan yang sempurna, didiami sekurang-kurangnya empat suku penduduk dengan Penghulu Pucuk sebagai pimpinan pemerintahan yang tertinggi.

Setiap pendirian sebuah nagari memiliki empat syarat yang diungkapkan dalam sebuah pepatah adat yang berbunyi “Nagari kaampek suku, dalam suku babuah paruik, kampuang nan batuo, rumah

batungganai” (nagari berempat suku, dalam suku berbuah perut, kampung

bertua, dan rumah bertungganai). Artinya yaitu setiap nagari yang didirikan harus terdiri dari (Amir Sutan, 1997):

1. Mempunyai empat buah suku,

2. Setiap suku mempunyai beberapa buah perut (kaum dari turunan ibu),

(46)

4. Rumah batungganai yaitu mempunyai kepala kaum yang disebut dengan penghulu kaum dari keluarga yang mendiami suatu rumah menurut kekerabatan matrilineal.

Dari hukum adat di atas telah dituangkan dalam Undang-undang Nagari tentang syarat pendirian sebuah nagari, yaitu:

1. Mempunyai sedikitnya empat suku, 2. Mempunyai balairung untuk bersidang, 3. Mempunyai sebuah Masjid untuk beribadah, 4. Mempunyai tepian untuk mandi.

Dari beberapa pendapat di atas dapat dikemukakan secara kongkrit bahwa nagari merupakan satu kesatuan masyarakat hukum adat yang hidup dalam wilayah kesatuan masyarakat Minangkabau yang mempunyai batasan-batasan alam yang jelas, dibawah pimpinan penghulu, mempunyai aturan-aturan tersendiri serta menjalankan pengurusan berdasarkan musyawarah mufakat.

(47)

Penghulu-penghulu tersebut dibantu oleh para manti (orang cerdik yang dipercaya oleh penghulu), malin (alim ulama), dan dubalang (hulubalang/keamanan).

Secara teoritis dapat dikatakan bahwa sistem pemerintahan Nagari merupakan realisasi dari konsep pembangunan berbasis lokal yang datang dari bawah. Pemerintahan Nagari sebagai pemerintahan terendah yang menggantikan Pemerintahan Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum adat dalam daerah Provinsi Sumatera Barat. Terdiri dari himpunan beberapa suku yang mempunyai wilayah dengan batas-batas tertentu, mempunyai kekayaan sendiri, berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya dan memilih pimpinan pemerintahannya.

1.6Definisi Konsep

Konsep menurut SIngarimbun (1995) adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial.

1. Perencanaan pembangunan adalah suatu tekhnik atau cara yang akan dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan dari sasaran pembangunan yang telah dirumuskan secara sistematis. Perencanaan pembangunan menjadi kunci keberhasilan suatu pembangunan yang bergulir dari konsep, teori dan paradigma.

Tahapan Perencanaan pembangunan, antara lain: a. Tahap penyusunan rencana

(48)

d. Pengawasan atas pelaksanaan rencana e. Evaluasi pelaksanaan

2. Perencanaan pembangunan berbasis lokal yang datang dari bawah adalah perencanaan yang bukan saja dilakukan di wilayah/lokal setempat tetapi juga melibatkan potensi sumber daya lokal wilayah. Nilai-nilai perencanaan berbasis lokal yang ingin dicapai yaitu yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kebutuhan alam dan sesuai dengan kebutuhan di masa depan.

(49)

1.7Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, Kerangka Teori, Definisi Konsep dan sistematika penulisan

BAB II Metode Penulisan

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan Penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data

BAB III Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian

BAB IV Penyajian Data

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisa, serta memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan pada Bab sebelumnya.

BAB V Analisis Data

(50)

BAB VI Penutup

Referensi

Dokumen terkait

pada salinitas yang berbeda tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perkembangan dan kelangsungan hidup larva udang galah ( Macrobrchium rosenbergii ) asahan.

Masker untuk memutihkan wajah dari beras yang merupakan cara merawat kulit wajah secara alami ini bisa Kita lakukan minimal 1 minggu sekali dan harus secara rutin untuk

Kerumitan dalam pemakaian modul Dari penelitian yang sudah dilakukan guru dalam membuat modul dan memakai modul tidak mengalami kesulitan dalam penggunaanya, yang

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Geografi

Pengaruh Merger terhadap Kinerja Perusahaan Page 18 Cara terakhir dalam menemukan potensi dan peluang merger yang suk- ses adalah penilaian risk. Seperti yang kita tahu,

Busur api merupakan fenomena percikan api yang timbul akibat adanya arus gangguan hubung singkat, oleh sebab itu dengan adanya analisa terhadap busur api ini nantinya

Kecenderungan untuk latah meniru program acara/ yang konon terbukti menarik perhatian penonton/ menjadi jurus jitu/ bagi stasiun televisi/ untuk meraih keuntungan

3.1 Menerapkan fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks interaksi transaksional lisan dan tulis yang melibatkan tindakan memberi dan meminta informasi terkait