• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perampasan Ruang Publik Dalam Penyiaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perampasan Ruang Publik Dalam Penyiaran"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Perampasan Ruang Publik Dalam Penyiaran Dilakukan Secara Sadar dan Terencana Aksi merampas ruang publik dalam penyiaran secara nyata sudah terjadi. Publik atau rakyat yang menjadi pemilik frekuensi siaran hanya menjadi penonton dan hanya bisa menggerutu. Isi siaran dari lembaga penyiaran baik TV dan radio kini lebih pada siaran dengan target mengejar rating dan pendapatan iklan. Rating program siaran naik maka akan membawa dampak positif bagi peningkatan pendapatan iklan. Sayangnya kenaikan rating dan pendapatan lembaga penyiaran tidak berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat atau publik sebagai pemilik frekuensi. Padahal dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran pada pasal 6 ayat (2) disebutkan bahwa “ negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Kegiatan penyiaran sebagai sebuah industri sudah pasti mempunyai target pencapaian pendapatan berupa peningkatan pendapatan iklan. Selain untuk membiayaai kegiatan operasional, juga untuk peningkatan kualitas siaran dan peningkatan kesejahteraan karyawan. Namun harus diingat kembali pemanfaatan frekuensi sebagai ruang publik tentunya memiliki batasan dan aturan yang jelas. Penayangan iklan dalam siaran juga telah diatur dalam Undang-Undang Penyiaran. Pada pasal 46 ayat (8) disebutkan bahwa “waktu siar iklan niaga untuk lembaga penyiaran swasta paling banyak 20 persen per-seratus, sedangkan untuk lembaga penyiaran publik paling banyak 15 persen dari seluruh waktu siar. Pembatasan ini memiliki maksud agar penggunaan frekuensi mengutamakan kepentingan publik dan menciptakan persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran. Jika persentase iklan terlalu banyak maka publik akan memiliki ruang yang sangat terbatas untuk mendapatkan informasi, pendidikan dan hiburan.

Persentase waktu siaran iklan dalam siaran lembaga penyiarannya sesuai ketentuan juga tidak sepenuhnya untuk iklan komersial. Sesuai amanat undang-undang penyiaran waktu siaran iklan tersebut termasuk waktu siar iklan layanan masyarakat. Pada pasal 46 ayat (9) disebutkan bahwa “ waktu siar iklan layanan masyarakat untuk lembaga penyiaran swasta sedikitnya 10 persen dari siaran iklan niaga, sedangkan untuk lembaga penyiaran publik paling sedikit 30 persen dari siaran iklannya. Jika ketentuan ini mampu ditaati maka ruang publik dalam siaran lembaga penyiaran akan tetap terjaga.

Iklan layanan masyarakat yang ada selama ini sebagian besar merupakan iklan layanan dari isntansi pemerintah atau lembaga tertentu. Padahal lembaga penyiaran juga memiliki kewajiban menayangkan iklan layanan masyarakat sebagai salah satu bagian pendidikan kepada masyarakat. Dapat juga iklan layanan masyarakat berupa ajakan atau seruan untuk melakukan sesuatu bagi upaya perubahan kearah yang lebih baik. Sebagai sebuah kewajiban harusnya lembaga penyiaran juga memproduksi dan menyiarkan iklan layanan masyarakat sendiri. Lembaga penyiaran tidak seharusnya beralasan bahwa sebagai sebuah iklan maka harus memberi kontribusi pendapatan. Mengingat iklan atau pesan layanan masyarakat merupakan bentuk tanggung jawab social lembaga penyiaran kepada masyarakat.

Meraup Keuntungan, Mengakali Ruang Publik.

(2)

yaitu tidak ada batasan yang jelas antara iklan dan siaran program. Sebagai contoh program siaran dialog. Seharusnya melalui program dialog masyarakat mendapatkan informasi dan pendidikan. Pada kenyataanya program dialog yang sering muncul adalah dialog tentang suatu produk barang atau jasa. Dialog produk barang dan jasa tersebut juga cenderung mempengaruhi masyarakat untuk membeli dan menggunakannya. Dialog yang menampilkan produk barang dan jasa tersebut tentunya bukan tayang secara gratis. Dalam hal ini terjadi jual-beli waktu siar. Dalam pasal 46 ayat (10) Undang-Undang Penyiaran disebutkan bahwa “waktu siar lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapapun, untuk kepentingan apapun, kecuali untuk siaran iklan. Jika kemudian dialog yang biasanya dilakukan selama 1 jam dikatakan sebagai iklan, tentu tidak masuk akal. Iklan dalam bentuk spot (iklan putar) pada lembaga penyiaran tidak ada sampai 1 jam. Iklan dalam bentuk spot di radio, durasinya biasanya hanya 60 detik atau paling maksimal 90 detik. Sedangkan pada TV durasinya biasanya 30 detik atau maksimal 60 detik. Lebih tragisnya lagi dialog produk barang dan jasa tersebut di tayangkan pada waktu prime time.

Pada kasus lainnya dalam siaran dialog yang mengupas masalah sosial, tidak jarang pada layar televisi memunculkan super infuse atau running text suatu produk barang atau jasa. Pada pertengahan acara, tidak jarang juga pembawa acara menawarkan produk barang atau jasa. Dengan alasan produk barang atau jasa tersebut menjadi sponsor dari siaran dialog tersebut. Seharusnya ada pemisahan yang jelas antara iklan dan program siaran dalam siaran lembaga penyiaran. Batasan yang jelas tersebut bertujuan agar publik dapat memilah mana iklan dan yang mana bukan iklan. Dengan adanya batasan yang jelas maka publik akan mendapatkan hak publiknya berupa keseimbangan porsi ruang publik dan komersial dalam pemanfaatan frekuensi.

Kasus yang sama juga terjadi pada produk jurnalistik yaitu program berita. Seharusnya produk jurnalistik berupa program berita bebas dari kepentingan termasuk iklan. Kenyataanya dalam pelaksanaanya program berita dijejali dengan iklan, baik dalam bentuk super infuse atau running text. Jika sudah begini maka produk jurnalistik akan terlihat tidak independen lagi. Lebih parah lagi dalam program berita juga dimasukkan advertorial (berita iklan) atau berita berbayar. Advetorial tersebut dalam bentuk berita pembukaan kantor perusahaan, pengenalan produk, ulang tahun perusahan dan sejenisnya. Seharusnya berita iklan tersebut dibuatkan program terpisah. Hal ini bertujuan agar publik dapat membedakan antara karya jurnalistik dengan iklan yang dikemas dalam bentuk berita.

strategi mengakali program berita agar memberi kontribusi pendapatan terus dilakukan lembaga penyiaran. Parahnya lagi demi mendapatkan pemasukkan dari program berita, lembaga penyiaran di Bali memberlakukan paket berita berbayar. Cukup dengan membayarkan sejumlah uang, seseorang dapat tampil di televisi dan menyampaikan pendapatnya tentang suatu permasalahan yang lagi trend. Tentunya kondisi ini akan berdampak pada independensi dan netralitas berita. Sebab pembuatan sebuah berita harus memperhatikan nilai kelayakan sebuah berita.

Iklan Politik dan Kepentingan Politik

(3)

akan semakin menarik. Kenyataanya tidak jarang kreativitas tersebut melanggar aturan yang telah ditetapkan. Selain itu, tidak jarang juga iklan politik ditayangkan atau disiarkan sebelum masa kampanye. Satu sisi, publik berharap mendapatkan pendidikan politik melalui lembaga penyiaran. Pada sisi lain, publik sebagai pemilik frekuensi justru diberikan tontonan prilaku untuk melanggar aturan melalui tayangan iklan politik di luar masa kampanye.

Memasuki masa kampanye, pelanggaran terhadap kepentingan publik justru semakin banyak ditemui. Dalam pasal 97 ayat (1) Undang-Undang no. 8 tahun 2012 disebutkan bahwa “. Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye Pemilu di televisi untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa Kampanye Pemilu”. Kemudian pada pasal 97 ayat (2) disebutkan bahwa “Batas maksimum pemasangan iklan Kampanye Pemilu di radio untuk setiap Peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa”. Dalam pelaksanaanya pada masa kampanye cukup banyak iklan politik yang durasinya melebihi batas yang telah ditentukan. Namun masih menjadi pertanyaan besar, apakah durasi yang lebih tersebut disengaja atau tidak? Jika tidak disengaja tentu sangat janggal, mengingat Undang-Undang no. 8 tahun 2012 telah berumur 2 tahun. Undang-Undang no. 8 tahun 2012 tentang pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah telah disosialisasikan kepada partai politik dan lembaga penyiaran.

Dalam perkembanganya mengemas pesan politik tidak saja dilakukan melalui iklan politik tetapi juga dalam bentuk lagu. Lagu yang dikemas tersebut dalam bentuk lagu tentang salah satu calon legislatif. Dengan akal-akalan alasan sebuah lagu maka durasinya bisa mencapai 3 menit, padahal jika diperhatikan hal tersebut merupakan iklan politik dalam bentuk lagu. Bentuk lainnya mengemas pesan politik dalam bentuk lagu-lagu kebangsaan. Dimana kelompok yang menyayikan lagu tersebut menggunakan pakaian yang berisikan simbul dan nomor urut partai. Durasi dari lagu-lagu kebangsaan tersebut juga lebih dari durasi yang ditentukan. Cukup disayangkan juga lagu tersebut kemudian ditayangkan pada masa tenang. Jika memperhatikan kasus ini terlihat bahwa ada upaya mencari celah hukum dan upaya mengakali aturan. Upaya tersebut juga dilakukan secara sadar dan terencana.

Selama masa kampanye Pemilu lembaga penyiaran juga berlomba-lomba mengemas program terkait pemilu. Program tersebut ada yang dalam bentuk monolog, dialog ataupun berita khusus pemilu. Kenyataanya dalam pelaksanaanya cenderung didominasi oleh salah satu peserta pemilu atau caleg. Padahal sangat diharapkan adanya asas pemerataan, dimana semua peserta pemilu mendapatkan porsi yang sama.

(4)

Kepatuhan lembaga penyiaran terhadap aturan dan tahapan pemilu menjadi salah satu tolak ukur kesuksesan pelaksanaan pemilu. Pada minggu tenang saatnya lembaga penyiaran menunjukkan independensinya. Bukan hanya mengejar pendapatan dari iklan kampanye. Demokrasi penyiaran menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari demokrasi sebuah negara. Apalagi pada pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran disebutkan bahwa spectrum frekuensi merupakan milik negara dan digunakan untuk kemakmuran rakyat. Jadi sangat jelas penggunaan frekuensi untuk kegiatan siaran juga harus digunakan secara demokratis.

Lembaga penyiaran mengetahui adanya sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan. Nyatanya sanksi yang diberikan seperti angin lalu. Apalagi kecenderungan sanksi yang diberikan bentuknya administratif. Sanksi administratif tersebut berupa teguran tertulis, penghentian sementara mata acara, pembatasan durasi dan waktu siar, denda administratif dan pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu. Memang terdapat sanksi administratif dimana tidak diberikannya perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran. Dimana perpanjangan izin akan dilakukan pada periode 5 tahun untuk radio dan 10 tahun untuk televisi. Sedangkan pengurus KPI yang melakukan evaluasi memiliki periode masa kepengurusannya untuk satu periode hanya 3 tahun. Sanksi lainnya berupa izin penyelenggaraan penyiaran, proses pencabutan juga masih harus melalui proses peradilan.

Referensi

Dokumen terkait

Kesenian mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kehidupan manusia serta memiliki fungsi penting dalam berbagai kehidupan baik sosial maupun spiritual.. Soedarsono (1999: 1)

de Nüren ) sebagai sumber data untuk melakukan pencatatan dan penafsiran. Dalam hal ini peneliti mengerahkan segala kemampuan intelektual, pengetahuan, dan

Diagram Batang Perolehan nilai rata-rata Aktivitas Guru pada Siklus 3 Secara keseluruhan nilai yang diperoleh dari ke empat aspek yang meliputi pendahuluan, kegiatan inti,

90 DNDQ PHQXU XQNDQ QLOD L NDORU L ZDODXSXQ GDUL EDJLDQ ELRPDV VHNXQGHU DGD EHEHUDSD WLSH EDKDQ EDNDU SDGDW VHSHUWL OLPEDK LQGXVWUL SRO\PHU GDQ SODVWLN EHUXSD SODVWLN G DQ EDQ EHNDV

Yaitu persepsi konsumen mengenai sistem pemasaran yang digunakan insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan sebuah produk atau jasa dengan

Dalam penelitian ini subyek penelitian ditentukan secara purposive sampling dengan teknik jemput bola (snow ball sampling) yaitu menelusuri terus subyek yang dibutuhkan untuk

Data yang diperoleh dari analisis ragam menunjukkan bahwa pada umur simpan hari ke 0 tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap jumlah mikrobia gula

Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran tentang status gizi, pengetahuan tentang gizi, dan pola makan pada remaja awal (siswa SMP) yang tinggal di