1 Muhammad Said Hannaf
Program Studi Ekonomi Islam Universitas Brawijaya 2014
Pandangan Dunia Mengenai Kesejahteraan
Setiap manusia bertujuan mencapai kesejahteraan dalam hidupnya, namun manusia memiliki pengertian yang berbeda-beda tentang kesejahteraan. Dalam berbagai literatur ilmu ekonomi konvensional dapat disimpulkan bahwa tujuan manusia memenuhi kebutuhannya atas barang dan jasa adalah untuk mencapai kesejahteraan. Manusia menginginkan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidupnya, dan untuk inilah ia berjuang dengan segala cara untuk mencapainya. Ilmu ekonomi menjelaskan apakah yang disebut keadaan sejahtera, apa syarat-syaratnya, apa kriterianya, dan bagaimana cara mencapainya.
Konsep kesejahteraan yang dijadikan tujuan dalam ekonomi konvensional ternyata sebuah terminologi yang konvensional, karena dapat didefinisikan dengan banyak pengertian. Salah satunya diartikan dalam perspektif materialisme dan hedonisme murni, sehingga keadaan kesejahteraan terjadi manakala manusia memiliki keberlimpahan material. Perspektif inilah yang digunakan secara luas dalam ilmu ekonomi konvensional saat ini. Pengertian kesejahteraan seperti ini menafikan keterkaitan kebutuhan manusia dengan unsur-unsur spiritual, atau memosisikan unsur spiritual sebagai pelengkap semata. Dengan pengertian seperti ini maka tidaklah mengherankan kalau konfigurasi barang dan jasa yang harus disediakan adalah yang memberikan porsi keunggulan pada maksimasi kekayaan, kenikmatan fisik dan kepuasan hawa nafsu.
Kapitalisme demokratik memaknai kesejahteraan sebagai suatu keadaan yang membahagiakan suatu individu. Kebebasan individu adalah merupakan tujun utama, yaitu kebebasan kebebasan politik, kebebasan ekonomi, kebebasan berpikir dan kebebasan personal. Kesejahteraan masyarakat akan tercapai dengan sendirinya jika kebebasan dan kesejahtreaan individu dapat terjamin. Dalam praktiknya terdapat kecenderungan pendekatan ekonomi materialistik yang mengabaikan aspek moral, spiritual, rasional, sosiologi, psikologi, dan aspek lainnya. Penerapan hal ini mengubah moralitas dan spiritualitas manusia menjadi materialistik dan mendorong ilmu ekonomi mempelajari manusia sebagai binatang rasional dan menganggap motivasi dan ideologi bisnis sebagai perilaku sosial.
Pada sudut lain, sosialisme memaknai kesejahteraan sebagai suatu keadaan yang membahagiakan masyarakat secara kolektif. Konflik antarkepentingan individu dan hukum sosial diyakini akan mendominasi kondisi setiap masyarakat, dan hal ini akan terus berlangsung hingga setiap kepentingan individu dilebur menjadi kepentingan kolektif. Paham sosialisme memandang perlunya penghapusan kelas dalam masyarakat melalui penghapusan kelas dalam masyarakat melalui penghapusan hak milik pribadi. Pada kondisi yang ekstrem sosialisme berubah menjadi komunisme, dimana hak milik pribadi dianggap benar-benar tidak ada dan setiap individu hanya melakukan kegiatan ekonomi seperti yang sudah direncanakan oleh kepemimpinan sosial.
Dalam pandangan Islam kesejahteraan adalah seperangkat tujuan yang berbarengan antara tujuan dunia dengan akhirat, dimana kesejahteraan bukan hanya terukur dari segi materiil mengapa demikian? Karena Alloh telah menyatakan dalam firmannya bahwa manusia tidak akan pernah memiliki rasa syukur dalamQS Al Adiya ayat 6. Oleh karena itu dalam Islam jika seseorang telah memiliki rasa syukur yang tinggi terhadap apa yang diperoleh olehnya maka manusia tersebut telah memiliki kekayaan terbesar, tentunya berhubungan dengan kesejahteraannya yang muncul kemudian. Mengapa kesejahteraan
2 Muhammad Said Hannaf
Program Studi Ekonomi Islam Universitas Brawijaya 2014
dan rasa syukur dihubungkan, menurut Islam pendapat bahwa kebutuhan manusia terbatas sedangkan alat pemuas kebutuhan itu terbatas. Oleh karena itu untuk mencapai kesejahteraan yang materiil secara hakiki maka perlunya pembatasan diri dari perilaku boros dan konsumtif sehingga membentuk karakter manusia yang tepat mengalokasikan pemuas kebutuhan pada kondisi yang tepat.
Pandangan Islam apakah kebiasaan konsumerisme yang tinggi akan mampu mencapai kesejahteraan? Islam tidak membatasi kepemilikan individu dengan kepemilikan kolektif seperti paham komunis dan kapitalis, akan tetapi mengapa Islam menyoroti pemenuhan kebutuhan yang selektif dan sesuai pada tepatnya karena menjadi naluri manusia sejatinya kebutuhan dan keinginan kadang tidak memiliki pembatas, sehingga sesorng dapat mengatakan apa yang dia butuhkan adalah suatu keinginan sedangkan kebutuhan menjadi sebuah keinginan. Oleh karena itu skala prioritas dan bercermin pada perilaku Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalaam dan generasi salafus shalih mengenai pentingnya menahan diri dalam membelanjakan harta guna mencapai kesejahteraan hakiki yakni rasa syukur dan kehidupan akhirat baik.
Sumber bacaan: Ekonomi Islam (P3EI Universitas Islam Indonesia Yogyakarta)