• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU MAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI PENGETAHUAN SIKAP DAN PERILAKU MAS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

5-1

STUDI PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU

MASYARAKAT ACEH DALAM PENCEGAHAN

DEMAM BERDARAH DENGUE

(KAP STUDY ON DENGUE PREVENTION IN ACEH)

Rosaria Indah, Nurjannah, Dahlia, Dewi Hermawati

Peneliti pada Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala, Jl. Tgk Abdurrahman, Gampong Pie, Banda Aceh,

Indonesia

Dapat didownload di link berikut:

www.rp2u.unsyiah.ac.id/index.php/welcome/prosesDownload/396/5

Abstrak

DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah penyakit endemik yang menimbulkan banyak kerugian dan mengancam jiwa. Walaupun jarang ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), namun kerugian moral dan material yang disebabkan oleh DBD cukup besar. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross-sectional desain yang bertujuan untuk memperoleh gambaran dan hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan DBD. Pengumpulan data telah dilakukan tanggal 22 Desember 2010 sampai 2 Januari 2011 di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Utara. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified random sampling pada 200 responden ibu rumah tangga di kedua daerah tersebut. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan lembaran observasi. Hasil penelitian dianalisa dengan metode statistik Chi-Square (x2) untuk melihat hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat di Kabupaten Aceh Utara dan Kota Banda Aceh terhadap pencegahan DBD. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa masih rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap upaya pencegahan DBD, yang akhirnya berpengaruh pada sikap dan perilaku mereka. Dari analisa bivariat ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan terhadap sikap responden dalam pencegahan DBD (x2=5,653, p = 0,017), terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan terhadap perilaku responden dalam pencegahan DBD (x2=25,209, p = 0,000) serta terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap perilaku responden dalam pencegahan DBD (x2=17,271, p = 0,000). Penelitian ini merekomendasikan pada pembuat kebijakan dan komponen-komponen masyarakat lainnya untuk meningkatkan upaya-upaya yang dapat memperbaiki pengetahuan masyarakat tentang DBD sehingga dapat memperbaiki sikap dan perilaku mereka.

Kata kunci: Pengetahuan, Sikap dan Perilaku (PSP), Demam Berdarah Dengue (DBD), Aceh

1. PENDAHULUAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) sekarang ini telah menjadi masalah kesehatan yang sangat penting di negara-negara berkembang tropis. Angka kejadian demam dengue dan demam berdarah dengue (DBD) meningkat secara signifikan pada beberapa tahun terakhir. Setiap tahunnya diperkirakan 50-100 juta kasus dari demam dengue dan sekitar 250.000-500.000 kasus terjadi di dunia. Penyakit DBD ini telah menyerang lebih dari 20 negara dengan jumlah kasus lebih dari 17.000 kasus termasuk 225 kasus kematian. Pergantian berbagai jenis serotype dari DBD telah dilaporkan dari berbagai negara. DBD dapat mengenai anak-anak dan orang dewasa, serta infeksi sekunder dari jenis virus DBD yang berbeda serotype merupakan faktor resiko keparahan penyakit DBD (Gubler, 2002).

Di Indonesia, Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit akibat virus yang masih menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Departemen Kementrian Kesehatan

melaporkan sampai pertengahan tahun 2011 penyakit DBD telah menjadi masalah endemik di 122 kecamatan, 1800 desa dan menjadi kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 2005 dengan angka kematian sekitar 2%. Pada tahun 2006, kasus DBD sekitar 104.656 kasus dengan angka kematian 1,03% dan pada tahun 2007 jumlah kasus mencapai 140.000 dengan angka kematian 1% (Depkes, 2008).

(2)

Banyak cara dapat diterapkan dalam upaya pencegahan penyakit DBD seperti Pemberantasan Sarang Nyamuk

Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD), dan

peningkatan perilaku yang sesuai seperti kebiasaan tidur, penggunaan obat anti nyamuk, kelambu, serta kebiasaan tidak menggantung baju sembarangan. Cara-cara pencegahan penyakit DBD dapat diterapkan dengan pendekatan program-program pendidikan, pemberian bubuk abate secara gratis serta peningkatan keterlibatan masyarakat dalam upaya peningkatan kebersihan lingkungan (WHO, 1999).

Menentukan upaya–upaya pencegahan DBD menjadi hal penting yang harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan kejadian luar biasa dari penyakit DBD. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan DBD serta mengidentifikasi hubungan antara variabel-variabel tersebut.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan cross sectional design dengan populasi adalah seluruh ibu rumah tangga (IRT) yang berdomisili di dua daerah yaitu kota Banda Aceh yang mewakili urban area dengan kejadian DBD yang cukup tinggi dan kabupaten Aceh Utara sebagai mewakili rural area dengan kejadian DBD yang lebih rendah. Jumlah ibu rumah tangga di kedua daerah tersebut adalah 183,932 orang. Tehnik pengambilan sampel menggunakan rumus Lwanga & Lemeshow (1991) dan diperoleh 200 responden, yang dibagi secara sratified random sampling menjadi 68 orang IRT di Kota Banda aceh dan 132 orang IRT di kabupaten Aceh Utara. Kriteria inklusi responden bila bersedia menjadi responden dan dapat berkomunikasi dalam bahasa Aceh atau bahasa Indonesia. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan literatur review. serta modifikasi dari hasil penelitian dari Perez-Guerra dkk (Perez-Perez-Guerra, Seda, Garcia-Rivera, & Clark, 2005).

Kuesioner penelitian terdiri dari 4 bagian. Bagian A merupakan data demografi, bagian B untuk mengukur

pengetahuan responden tentang DBD dan

pencegahannya (12 pernyataan), bagian C untuk mengukur sikap responden dalam mencegah DBD (15 pernyataan), bagian D untuk mengukur perilaku responden dalam mencegah DBD (13 pernyataan).

Uji coba instrumen telah dilakukan pada 30 orang yang mempunyai karakteristik yang sama dengan responden dengan nilai > 0,364 pada derajat kepercayaan 95% (α= 0,05). Analisa data terdiri dari: analisa univariat seperti mean, standard deviasi, frekuensi dan persentase, serta analisa bivariat untuk mendapatkan hubungan antara variabel pengetahuan, sikap, dan perilaku responden

dalam upaya pencegahan DBD dengan menggunakan uji statistik Chi-square (χ2).

3. HASIL PENELITIAN

Dari seluruh total responden, semuanya pernah mendengar tentang DBD. Umumnya responden di kedua kabupaten berusia 26-40 tahun (52,0%) dengan tingkat pendidikan terbanyak yaitu tamat SMA (40,5%). Mayoritas responden tidak bekerja (IRT) (62,35%), dengan tingkat pendapatan keluarga responden umumnya kurang dari Rp. 1.300.000 (59,0%). Responden yang pernah menderita DBD sebanyak 8,0% dan responden yang mempunyai keluarga yang pernah menderita DBD sebanyak 18,5%. Tabel 1 menjelaskan tentang demografi responden pada penelitian ini.

Tabel 1. Demografi responden penelitian

Total

Tidak Bekerja/IRT 125 62,5

PNS 17 8,5

Data pada tabel 2 menjelaskan pengetahuan responden tentang penularan DBD, gejala dan pengobatannya. Dari total responden yang pernah mendengar tentang DBD, hanya 57,5% yang mengetahui bahwa DBD adalah penyakit menular, masih terdapat 25,5% responden yang percaya bahwa DBD penyakit keturunan serta 13,5% mengatakan DBD tidak ditularkan melalui gigitan nyamuk. Saat ditanya tentang gejala DBD, umumnya responden (92%) menjawab demam sebagai gejala yang paling sering muncul diikuti dengan kemerah-merahan pada kulit (58,5%).

Tabel 2. Pengetahuan responden tentang penyebaran, gejala dan pengobatan DBD

(3)

Tidak 170 85,0

Tidak Tau 23 11,5

Cara Penularan DBD

Gigitan Nyamuk 173 86,5

Bukan oleh gigitan nyamuk 27 13,5

DBD dapat ditularkan dari manusia ke manusia

Ya 40 20,0

Kemerah-merahan pada kulit 117 58,5

Sakit Kepala 35 17,5

*Pilihan boleh lebih dari 1

Selanjutnya data pengetahuan responden tentang tempat perindukan nyamuk, waktu menggigit dan cara pencegahan DBD ditunjukkan pada tabel 3. Lebih dari separuh total responden (55%) percaya bahwa nyamuk penyebar DBD berkembang biak di air kotor yang tergenang dan hanya 41,5% yang mengatakan di air bersih yang tergenang. Umumnya responden (52%) mengetahui nyamuk ini menggigit pada pagi hari. Menguras tempat penampungan air dan membersihkan rumah merupakan pencegahan yang umum diketahui oleh reponden (68% dan 61%).

Tabel 3. Pengetahuan responden tentang karakteristik vektor dan pencegahan DBD

Mengubur kaleng bekas 98 49,0

Menutup tempat air 90 45,0

Semprot nyamuk 85 42,5

Obat nyamuk bakar/ listrik/cair 65 32,5

Memasang kawat nyamuk 53 26,5

Memasang kelambu 68 34,0

Membersihkan rumah 123 61,5

Obat nyamuk oles/krim 42 21,0

Membersihkan tempat sampah 87 43,5 Memakai pakaian tertutup 17 8,5

Pengasapan 27 13,5

Raket nyamuk listrik 24 12,0

Bubuk ABATE 46 23,0

Menghindari adanya genangan air 53 26,5 Memotong/membersihkan kebun 20 10,0

Fogging 61 30,5

Memelihara ikan 27 13,5

* Pilihan jawaban lebih dari satu

Dari tabel 4 dapat dilihat sikap responden tentang pencegahan DBD. Dari semua item sikap dapat diketahui hampir seluruh responden memiliki sikap baik terhadap pencegahan DBD, tetapi terdapat 26% dari responden yang tidak setuju untuk memelihara ikan cupang sebagai sebagai salah satu cara pencegahan DBD.

Tabel 4. Sikap responden terhadap pencegahan DBD

Pertanyaan Total

n %

DBD berbahaya dan menyebabkan kematian.

192 96

Cemas jika saya/anggota keluarga terkena DBD. 198 99 DBD harus dicegah bersama-sama. 199 99,5 Gotong royong sangat perlu dilakukan secara

rutin

196 98

Membersihkan tempat penampungan air minimal seminggu sekali.

194 97

Kaleng /ban bekas seharusnya dikubur. 185 92,5 Botol, gelas plastik, batok kelapa juga perlu

dikubur atau dibakar.

124 62

Tempat penampungan air selalu ditutup. 192 96 Fogging/pengasapan tidak diperlukan 6 3 Sumur/bak air sebaiknya di beri bubuk abate 174 87 Memelihara ikan cupang di bak/sumur saya. 52 26 Anggota keluarga yang demam tinggi perlu

segera dibawa ke puskesmas/dokter.

196 98

Pot bunga yang berisi air dibersihkan sesering mungkin

184 92

Perlu menghadirinya penyuluhan tentang DBD. 183 91,5 Televisi, radio dan koran perlu memberikan

informasi tentang DBD.

195 97,5

Tabel 5 menunjukkan perilaku responden tentang pencegahan DBD. Umumnya responden berada pada kategori baik (58,0%). Dari semua item perilaku dapat diketahui bahwa tindakan yang paling sering dilakukan responden adalah menguras dan membersihkan tempat penampungan air (77,5%), serta menutup tempat penampungan air (64,0%).

Tabel 5 Perilaku responden dalam pencegahan DBD

Pertanyaan Total

n %

(4)

Menguras dan membersihkan tempat penampungan air

155 77,5

Menggunakan bubuk Abate 32 16,0

Obat nyamuk semprot 89 44,5

Obat nyamuk bakar/listrik 97 48,5

Menggunakan kelambu 15 7,5

Obat anti nyamuk oles 33 16,5

Pengasapan seperti membakar ranting kayu untuk mengusir nyamuk

110 55,0

Memakai baju dan celana panjang untuk menghindari gigitan nyamuk

61 30,5

Mengubur kaleng-kaleng/ban bekas 87 43,5

4. PEMBAHASAN

Sampel dari kedua kabupaten ini menunjukkan persamaan pada data demografi. Mayoritas responden berusia 26 – 40 tahun, sama untuk kedua kabupaten Aceh Utara dan Banda Aceh (45,5% dan 64,7%). Responden paling banyak berpendidikan menengah.

Data menunjukkan bahwa hanya 8,0% dari total responden yang pernah menderita DBD dan 18,5% mempunyai keluarga dengan riwayat DBD. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan dengan penelitian Itrat (2008) di Pakistan dimana 23% respondennya mempunyai keluarga dengan riwayat menderita DBD.

Dari data terlihat bahwa seluruh responden pernah mendengar tentang DBD (100%). Umumnya mereka mendengar dari televisi (60,5%) sedangkan informasi dari petugas kesehatan hanya 33,0%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Acharya (2005) di India dan Krianto (2009) di Indonesia bahwa masing-masing 59,27% dan 64,4% responden memperoleh informasi DBD dari televisi dan 37,95% dan 33,6% dari petugas kesehatan. Walapun pada Krianto (2009) tidak sama sampelnya yaitu antara anak murid SD, akan tetapi disini terlihat bahwa televisi sebagai pusat informasi memegang peranan penting dalam melakukan edukasi kesehatan pada masyarakat dengan tidak memandang usia dan tempat, ditambah lagi saat ini hampir semua wilayah di Indonesia sudah terjangkau oleh jaringan televisi. Ini menunjukkan juga bahwa peran petugas kesehatan dalam melakukan penyuluhan tentang pentingnya masyarakat mengetahui penyakit DBD dan pencegahannya masih kurang dan mungkin hal ini yang perlu ditingkatkan dimasa mendatang.

Umumnya pengetahuan responden tentang DBD dan pencegahannya kurang baik (63,0%). Walaupun semua responden pernah mendengar tentang DBD, tetapi hanya 57,5% yang mengetahui bahwa DBD itu penyakit menular. Proporsi ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Itrat (2008) yang memperoleh 84,8% responden mengetahui DBD itu penyakit menular. Pada penelitian ini juga masih ditemukannya miskonsepsi tentang DBD, dimana responden masih mengatakan bahwa DBD adalah penyakit keturunan (15%), DBD tidak disebarkan oleh gigitan nyamuk

(13,5%), hal ini konsisten dengan penelitian Itrat (2008) sebanyak 13,1%.

Lebih dari seperempat dari total responden (36%) menyatakan bahwa DBD dapat ditularkan dari manusia ke manusia. Ditambah lagi masih ada responden (9%) yang menganggap bahwa DBD tidak dapat dicegah. Walaupun angka ini tidak tinggi, tapi punya andil yang besar dalam mata rantai pencegahan penularan DBD. Hal ini yang perlu diintervensi oleh stakeholder terkait seperti puskesmas, dinas kesehatan, maupun masyarakat itu sendiri. Hampir seluruh responden (92%) mengatakan bahwa demam adalah gejala yang umum terjadi pada penyakit DBD, lebih tinggi (59%) dari penelitian Koendraat (2006) di Thailand dan Acharya (2005) 71,92%. Diikuti oleh gejala timbulnya kemerah-merahan pada kulit (58,5%). Masih terdapat 9,0% responden yang tidak tahu gejala penyakit DBD, hal ini konsisten dengan penelitian Itrat (2008) yaitu 9,5%. Untuk pengobatan, hampir separuh dari responden (43,5%) mengatakan bahwa minum obat penurun demam dan penghilang nyeri dapat mengobati DBD, lebih tinggi dari Itrat (2008) 31,5%, dan hanya 29,0% responden yang menjawab bahwa minum air yang banyak dapat membantu pengobatan DBD.

Berdasarkan petunjuk dari WHO (1999), tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti adalah air bersih yang tergenang. Dari tabel 3 hampir setengah dari responden (41,5%) mengetahui tempat perindukan jentik nyamuk DBD di air bersih yang tergenang. Sebaliknya 55% responden menjawab tempat perindukan jentik di air kotor yang tergenang. Responden yang mengetahui bahwa waktu nyamuk Aedes aegypti menggigit pada pagi hari (52,0%), siang hari (24,5%) dan sore hari (28,0) masih rendah. Ditambah lagi masih ada responden yang menjawab nyamuk penyebar DBD menggigit pada malam hari (22,0%). Hal ini bisa terjadi karena di Aceh juga daerah yang endemis dengan malaria, sehingga masyarakat sulit membedakan tempat perindukan jentik dan waktu menggigit antara nyamuk penyebar DBD dan malaria (Itrat, 2008). Hanya 68,0% responden yang telah mengetahui bahwa menguras dan membersihkan tempat penampungan air dapat mencegah penularan DBD, lebih rendah dari penelitian Krianto (2009) yang yakni 72,6%. Pengetahuan tentang manfaat membersihkan rumah untuk mencegah DBD dimiliki oleh 61,5% responden, lebih tinggi penelitian Acharya (2005) 55,7% serta pengetahuan tentang manfaat mengubur kaleng bekas (49,0%) lebih tinggi dari Suzuki (2009) di Jepang 22%.

(5)

mencegah penularan DBD masih sangat rendah (23,0% dan 13,5%), sejalan dengan penelitian Koendraat (2006) yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang penggunaan abate 46% dan memelihara ikan 5%.

Tabel 6 menunjukkan hubungan antara pengetahuan dengan variabel usia (p=0,172), pendidikan (p=0,000), pekerjaan (p=0,002), dan pendapatan (p=0,024). Responden dengan pendidikan dasar lebih cenderung

mempunyai pengetahuan yang kurang baik

dibandingkan dengan pendidikan menengah dan tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Itrat (2008) bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Demikian halnya dengan tingkat pendapatan dan pekerjaan, status sosial ekonomi juga mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Beberapa penelitian menggambarkan hal serupa bahwa semakin tinggi status ekonomi seseorang akan semakin meningkat pengetahuannya (Kubik (2004), McArthur (2001) & Portvin (2000).

Tabel 6 Hubungan antara pengetahuan dengan faktor determinan demografi Aceh 60,3%). Hampir seluruh pernyataan tentang sikap dalam mencegah DBD direspon positif oleh responden, kecuali untuk tidak dilakukannya fogging atau pengasapan. Hanya 3% dari total responden yang setuju, sisanya masih menganggap fogging atau pengasapan penting dilakukan untuk mencegah DBD. Fogging memang dilakukan untuk memutus mata rantai penularan DBD akan tetapi efektifitas untuk pencegahan DBD sangat rendah karena hanya bertahan lebih kurang 2 minggu dan hanya membunuh nyamuk dewasa saja. Fogging yang dilakukan secara berulang dalam jangka waktu lama juga dapat meningkatkan resistensi nyamuk terhadap insektisida yang digunakan saat kegiatan fogging. Hanya 26% responden yang mau memelihara ikan cupang di tempat penampungan air untuk

membunuh jentik nyamuk, padahal cara ini sangat aman untuk memutus siklus hidup nyamuk.

Perilaku pencegahan DBD umumnya baik (58,0%), sama halnya di Aceh Utara dan Banda Aceh (59,8% dan 60,3%). Secara umum perilaku responden dalam

mencegah DBD dengan cara menguras dan

membersihkan tempat penampungan air, menutupnya, serta melakukan pengasapan seperti membakar ranting kayu untuk mengusir nyamuk masing-masing 77,5%, 64%, dan 55%. Lebih dari tiga perempat responden yaitu 77% yang sering membiarkan baju bergantungan serta 92,5% responden tidak menggunakan kelambu untuk tidur di siang hari.

Dari hasil uji statistik, dapat diketahui bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan sikap responden terhadap pencegahan DBD (x2=5,653, p = 0,017), konsisten dengan penelitian Hairil (2003) dengan p = 0,047.

Didapatkan juga hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden terhadap perilaku pencegahan DBD (x2=25,209, p = 0,000), sejalan dengan penelitian Rosdiana (2010) dengan nilai x2=65,047, p = 0,000. Namun hasil ini tidak sejalan dengan Hairil (2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan yang baik tidak selalu menunjukkan perilaku yang baik pula.

Untuk hubungan antara sikap terhadap perilaku pencegahan DBD tampak adanya hubungan yang signifikan (x2=17,271, p = 0,000), sama dengan hasil yang diperoleh Krianto (2009) dengan nilai x2=13,998, p = 0,000 dan Rosdiana (2010) dengan x2=53,188 dan p=0,000.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sumber informasi tentang DBD yang paling banyak diakses oleh masyarakat adalah televisi. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD masih relatif rendah dan masih sering didapatkan kesalah-pahaman tentang pencegahan DBD.

Analisa statistik menggambarkan adanya hubungan yang signifikan antara pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terkait pencegahan DBD. Dapat kita asumsikan bahwa upaya dalam meningkatkan pengetahuan juga akan meningkatkan sikap dan perilaku masyarakat. Maka dari itu penelitian ini

merekomendasikan upaya-upaya peningkatan

pengetahuan melalui media televisi, didukung oleh media lainnya, agar sikap dan perilaku masyarakat juga ikut bertambah baik.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

(6)

urban ressettlement colony of South Delhi. journal Vector bornw Diseases .

Depkes, R. (2008). Sistem kesehatan nasional. Jakarta: Depkes RI.

Dinkes Provinsi Aceh. (2009). Profil kesehatan provinsi Aceh.

Gubler, D. (2002). Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public health, social and economic problem in the 21st century. Trends in Microbiology, 10 (2).

Hairil F et.al,. (3002). A Knowledge, Attitude and Practices (KAP) Study on Dengue among Selected Rural Communities in the Kuala Kangsar District. Pacific Journal of Public Health , 37 - 43.

Itrat, A., Khan, A., Javaid, S., Kamal, H., Javed, S., Saira, k., et al. (2008). Knowledge, Awarness and Practices Regarding Dengue Fever among the Adult Population of Dengue Hit Cosmopolitan. Plos One .

Koendraat, C. J., Tuiten, W., Sithiprasasna, R., Kijchalao, U., Jones, J. W., & Scott, T. w. (2006). Dengue knowledge and practices and their impact on Aedes Aegypti populations in Khampaeng Phet, Thailand. American Journal Tropical Medicine and Hygine .

Krianto, T. (2009). Tidak semua anak sekolah mengerti Demam Berdarah. Makara Kesehatan .

Kubik, K., Blackwell, L., & Heit, M. (2004). Does socioeconomic status explain racial differences in urinary incontinence knowledge. American journal Obsetri Gynecology .

Lwanga, S. K., & Lemeshow, S. (1991). Sample Size Determination in Health Studies. Geneva: World Health Organization.

McArthur, L., Pena, M., & Holbert, D. (2001). Effect of socioeconomic status on the obesity knowledge on adolesence from six Latin American cities. International Journal Obesity Relate Metabolism Diseases .

Perez-Guerra, C. L., Seda, H., Garcia-Rivera, E. J., & Clark, G. G. (2005). Knowledge and attitudes in Puerto Rico concerning dengue prevention. Pan American Journal of Public Health, 17 (4), 243-253.

Potvin, L., Richard, L., & Edwards, D. (2000). Knowledge on Cardiovascular disease risk factors among the Canadian population:

Relationship with indicators of socioeconomic status. Cmaj .

Rosdiana. (2010, September 1). Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku dengan Pelaksanaan Pemberantasan Sarang Nyamuk Desa Loa Janan Ulu. Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, Indonesia.

Suzuki, A., Hyunh, T., Tsunoda, T., Luu, L., kawada, H., & Takagi, M. (2009). effect of existing practices on reducing aedes Aegypti pre-adults in key breeding containers in Ho Chi Minh city, Vietnam. American Journal tropical medicine Hygiene .

Gambar

Tabel 2. Pengetahuan responden tentang penyebaran, gejala dan pengobatan DBD
Tabel 4. Sikap responden terhadap pencegahan DBD
Tabel 6 Hubungan antara pengetahuan dengan faktor determinan demografi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian dimulai dengan mengidentifikasi approachability, acceptability, availability and accomodation, dan affordability, ability to perceive, ability to seek, ability

Siispä vaikuttaa siltä, että hän olisi sanonut turhaan: ”Että olet kuullut minua.” Mutta hän puhuu näin juutalaisten takia osoittaen, että hän on

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah mengkaji cara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengomunikasikan gagasan alternatifnya kepada anggota kelompok mayoritas

Buku Mutasi Penduduk Sementara yang selanjutnya disingkat BMPS adalah buku yang digunakan untuk mencatat perubahan setiap peristiwa penting dan peristiwa kependudukan

Terkait dengan hal tersebut maka perlu dikaji kualitas fisik, kimia dan nutrisi yang terdapat dalam silase ransum komplit tersebut sehingga dapat memenuhi

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERBEDAAN KADAR

Jika peraturan daerah telah diubah lebih dari satu, pasal I memuat, selain mengikuti ketentuan pada nomor 154 pada huruf , juga tahun dan nomor dari peraturan daerah perubahan yang

Pada saat kompresor memampatkan udara atau gas, ia bekerja sebagai penguat ( meningkatkan tekanan ), dan sebaliknya kompresor juga dapat berfungsi sebagai pompa