RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOMPLEKS GEDUNG BERTINGKAT SEBAGAI RUANG PENYATU
Seiring perkembangan jumlah penduduk yang pesat, pusat populasi perkotaan yang padat maka tumbuhlah bangunan – bangunan vertical sebagai jawaban kebutuhan tingkat hunian yang tinggi yang berbanding terbalik dengan kesedian lahan. Dalam satu komplek gedung – gedung tinggi aktivitas terkungkung dalam pola yang terpusat dengan fasilitas yang diciptakan lengkap dalam sebuah kotak besar yang biasa disebut kondominium atau pusat perkantoran.
Kotak – kotak besar ini menjadi lingkungan komunitas sendiri yang membuat interaksi antar penghuni – penghuni tersebut enggan untuk berinteraksi dengan penghuni di kotak – kotak besar lainnya. Ketiadaan ruang publik ini menyebabkan tidak adanya sinergi dan hubungan antara kotak – kotak besar tersebut.
Gambar 01 : gedung merupakan balok - balok
Ruang Terbuka Hijau biasanya difungsikan sebagai ruang publik terbuka bersama yang menyatukan dua atau lebih gedung tinggi sebagai penyambung aktivitas dan akses antar gedung dengan pengolahan ruang yang hijau dan fasilitas – fasilitas lainnya. Ruang penyatu ini menjadikan gedung – gedung ini lebih berkesan humanis dan ramah, bukan berupa blok – blok besar yang tidak terkoneksi.
Gambar 02 : Ruang Terbuka Hijau sebagai penyatu
Tokyo yang merupakan kota terpadat di Jepang sudah mulai dengan konsep penyelamatan ruang terbuka hijau di kotanya. Hal ini juga dapat kita temukan pada kota-kota besar lain di Jepang seperti Kyoto dan Osaka. Karena keterbatasan lahan di kota-kota tersebut para perancang kota dan arsitek mulai mengalihkan RTH berupa taman-taman pada atap bangunan atau dengan kata lain taman melayang. Hal ini sebagai suatu solusi untuk menyediakan lahan terbuka hijau pada kota dengan lahan terbatas. Taman yang didesain dan dibuat tersebut bukan hanya merupakan taman hijau biasa (pasif), namun taman aktif sebagaimana taman di darat. Artinya dapat menghadirkan suatu ekosistem hijau buatan dengan fungsi hampir mendekati kemampuan taman di darat.