• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Kerukunan dalam al Quran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Konsep Kerukunan dalam al Quran"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Disusun untuk memenuhi tugas :

Mata Kuliah : Studi Hadits Integratif Dosen Pengampu : Prof. DR. Nashruddin Baidan

DR. Makrum Khalil, M,Ag

Disusun oleh :

IRFANDI : 2051113011

PROGRAM PASCASARJANA

JURUSAN HUKUM KELUARGA

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

PEKALONGAN

(2)

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Kajian tentang kerukunan hidup, khususnya antar umat beragama merupakan kajian yang menarik, dikarenakan agama adalah elan paling vital dalam kehidupan manusia. Mengkaji agama, secara tidak langsung juga mengkaji manusia itu sendiri, sebaliknya, mengkaji tentang manusia juga meniscayakan untuk mengkaji agama mereka.

Kerukunan hidup beragama adalah salah satu tujuan dasar dari Islam, sebagai bagian dari pengejawantahan hafdz al-din,

yang merupakan salah satu maqashid syari’ah. Kerukunan hidup beragama juga erat kaitannya dengan hifdz al-nafs, karena hilangnya kesadaran akan pentingnya menjaga kerukunan dan kedamaian dalam beragama berpotensi menimbulkan konflik yang mengancam keselamatan jiwa manusia.

(3)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan di atas, maka makalah ini akan membahas tentang:

a. Ayat-ayat b. Asbab Nuzul c. Penjelasan ayat d. Petunjuk ayat

B. PEMBAHASAN

1. Ayat-Ayat yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama Sesuai dengan silabi matakuliah Studi Islam Integratif, dalam makalah ini ada beberapa ayat yang akan dibahas. Dalam memahami ayat-ayat tersebut, pemakalah membahasnya secara analitis-tematik (tahlili-maudhu’i), dengan mengintegrasikan antara kaidah-kaidah tafsir klasik dengan pendekatan kebahasaan (linguistik), dalam hal ini pemakalah menggunakan analisis semantik untuk memahami term-term kunci dalam ayat-ayat yang akan ditafsirkan.

AYAT PERTAMA

             

  

Artinya: Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ? (QS: Yunus 99)

Penjelasan ayat

(4)

akibatnya. Sekalipun Allah Swt telah menunjukkan jalan yang lurus kepada manusia, akan tetapi manusia itu bebas dan merdeka memilih jalannya sendiri. Dari sanalah Nabi Saw tidak perlu memaksa manusia untuk beriman, dan tidak pula harus sedih terhadap orang-orang kafir, lantaran mereka tidak mau beriman. Lafadz  dalam ayat ini berfaidah lil-imtina’,

(Ketidakmungkinan), yang berarti sebuah penegasan dari Allah, bahwa tidak mungkin seluruh manusia beriman, dan itu memang sudah menjadi kehendak Allah. Menurut Syafi’i Maarif,1 ayat ini menunjukkan bahwa setiap paksaan untuk beriman, halus apalagi kasar, sepenuhnya melanggar ketentuan Allah.

Petunjuk Ayat

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Iman kepada Allah berdasarkan pilihan memiliki nilai setelah sebelumnya mengadakan pengkajian dan perenungan, bukan semata-mata berdasarkan pemaksaan. Karena iman yang sedemikian ini bukanlah iman yang sebenarnya.

2. Nabi Muhammad Saw dalam rangka memberi petunjuk dan hidayah kepada manusia, atas dasar keprihatinan dan kecemasan beliau. Karena itu Allah Swt menenangkan Nabi-Nya tersebut.

3. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak boleh memaksakan orang lain untuk mengikuti agama kita, apalagi pemikiran kita. Karena konsep dasar dalam beragama adalah ‘Setiap orang mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing’.

AYAT KEDUA

1 Ahmad Syafi’i Ma’arif, Tafsir surat Yunus ayat 99,

(5)

   

        

             

Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS :al-Baqarah 62)

Asbab Nuzul

Dikemukakan Ibnu Abi Hatim dari Salman al-Farisi: “Saya bertanya kepada Rasulullah saw tentang para pemeluk agama yang pernah saya anut. Dia pun menerangkan sholat dan ibadah mereka. Lalu turunlah ayat ini”2

Diriwayatkan Ibnu Jarir dari Mujahid bahwa Salman al-Farisi bertanya kepada Nabi saw tentang orang-orang Nasrani dan pendapat beliau tentang amal mereka. Beliau menjawab: “Mereka tidak mati dalam keadaan Islam” Salman berkata: “Bumi terasa gelap bagiku dan aku pun mengingat kesungguhan mereka” Lalu turunlah ayat ini. Setelah itu Rasulullah saw memanggil Salman seraya bersabda: “Ayat ini turun utuk para sahabatmu”. Beliau kemudian bersabda: “Barangsiapa yang mati dalam agama Isa sebelum mendengar aku, maka dia mati dalam kebaikan. Barangsiapa telah mendengar aku dan mengimaniku maka dia celaka.3

Penjelasan Ayat

2al-Suyuti, al-Durr al-Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), vol. 1, hlm. 143;

(6)

(ونمأ نيذلا). Setidaknya ada tiga penafsiran mengenai siapa yang dimaksud dengan alladzina amanu. Pertama, Menurut al-Baghawi, mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Isa as. yang hidup sebelum diutusnya Rasulullah saw. Pada saat yang sama mereka berlepas diri dari kebatilan agama Yahudi dan Nasrani. Di antara mereka ada yang sampai menjumpai Rasulullah saw dan mengikuti beliau, ada pula yang tidak sempat.4 Kedua, orang-orang munafik yang mengaku beriman. Penafsiran itu dikemukakan Sufyan al-Tsauri, al-Zamakhsyari, dan al-Nasafi.5 Ketiga, orang-orang yang beriman kepada Nabi Muhammad saw secara benar. Di antara yang berpendapat demikian adalah Qurthubi, Thabari, Syawkani, dan al-Jazairi.6

( وداههه نيذههلاا ) merujuk kepada pemeluk agama Yahudi, sementara ىراصنلا merupakan bentuk jamak dari kata Nashrani. Mereka adalah para pengikut Nabi Isa as. Disebut Nasrani karena di antara mereka yang menjadi pengikut setianya “al-hawariyyin” pernah menyanggupi permintaan Isa as untuk menjadi

ansharaLlah. Allah Swt mengabadikan jawaban mereka: Nahnu ansharuLlah (kami adalah penolong-penolong agama Allah) (QS Ali Imron: 52, al-Shaff: 14). Ada pula yang mengaitkan sebutan Nashrani dengan nama daerah kelahiran Isa yang dikenal dengan Nashirah (Nazareth).

Mengenai makana نيئباصلا, Para mufassir berbeda pendapat mengenai siapa yang dimaksud dengan al-Shabiin. Menurut Wahab bin Munabbih, mereka adalah kaum yang mengetahui keesaan Allah, tidak memiliki syariah yang diamalkan, dan tidak 4Al-Baghawi, Ma’alim al-Tanzil, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), vol I hlm. 46

5 al-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995), vol. 1 hlm. 148

(7)

membicarakan kekufuran. Menurut Ibn Katsir, mereka adalah kaum penyembah Malaikat, memegang kepada kitab Zabur dan mereka mempunyai aturan (agama) yang tetap untuk diikutinya, dan sebagian ulama’ berkata mereka adalah orang-orang yang

tidak bisa sampai da’wahnya Nabi.7

Sementara menurut

Mujahid, Ibnu Abi Najih, Atha’, dan Sa’id bin Jubair menyatakan bahwa mereka adalah kaum antara Majusi, Yahudi, dan Nasrani. Sementara Abu Aliyah, Rabi’ bin Anas, al-Sudi, dan al-Dhuhak berpendapat bahwa mereka salah satu firqah dari Ahli Kitab yang membaca Zabur. Pendapat ini juga didukung Abdurrahman al-Sa’di. Walhasil memang tidak ada kesamaan tentang siapa mereka. Namun dari berbagai pendapat tersebut, setidaknya didapatkan gambaran bahwa mereka adalah suatu kaum yang memeluk agama tertentu.8

Petunjuk Ayat

1. Bagi kelompok pluralis, ayat ini menunjukkan bahwa semua agama asal disertai dengan pengamalan yang baik (‘amila shalihan) maka akan mendapatkan ganjarannya di sisi Allah. Salah seorang mufassir yang menafsirkan demikian adalah Hamka. Menurut Hamka, ayat ini merupakan janji yang adil dari Tuhan kepada seluruh manusia, tidak pandang dalam agama yang mana mereka hidup, atau merk apa yang diletakkan kepada diri mereka, namun mereka masing-masing akan mendapat ganjaran atau pahala di sisi Tuhan, sepadan dengan iman dan amal shalih yang telah mereka kerjakan itu. ‘Dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berdukacita’.9

7 Ibnu Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Adzim, (Beirut: Dar al-Fikr, tth) Juz.I halaman 105; 8 Rokhmat S. Labib, Kajian Lintas Agama: Tafsir Surat al-Baqarah ayat 62, diakses pada 7 Desember 2013

(8)

2. Menurut sebagian mufassir lain, ayat ini tidak bisa dijadikan dalil pluralisme agama, dikarenakan pada akhir ayat disebutkan Man amana billah wa al-yaum al-akhir, sedang iman kepada Allah mensyaratkan iman kepada seluruh Rasul-rasulnya dan kitab-kitabnya, termasuk Nabi Muhammad SAW dan al-Quran al-Karim. Dengan demikian, ayat ini menunjukkan bahwa pemeluk agama apapun (yahudi, nashrani dan shabiin) harus mengimani kepada Rasulullah Muhammad SAW dan kitab suci al-Quran.

AYAT KETIGA

    

     

             

 

Artinya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (al-Baqarah 120)

Asbab Nuzul

(9)

orang-orang Yahudi dan orang-orang Nashara tidak akan senang kepada Nabi Muhammad walaupun keinginannya dikabulkan.10

Penjelasan ayat

(ىراصنلا لو دوهيلا كنع ىضرت نل) “Ridha” adalah kelapangan dada untuk menerima sesuatu. Ridha juga adalah suasana hati yang senang.11 Penggunaan "lan" terhadap orang Yahudi, dan kata "la" terhadap orang Nasrani, Menurut pakar-pakar bahasa Al-Qur'an, antara lain Az-Zarkasyi dalam bukunya Al-Burhan, kata "lan" digunakan untuk menafikan sesuatu di masa datang, dan penafian tersebut lebih kuat dari "la" yang digunakan untuk menafikan sesuatu, tanpa mengisyaratkan masa penafian itu, sehingga boleh saja ia terbatas untuk masa lampau, kini, atau masa datang. Ayat di atas, secara tegas menyatakan bahwa selama seseorang itu Yahudi maka ia pasti tidak akan rela terhadap umat Islam hingga umat Islam mengikuti agama/tatacara mereka. Dalam arti, menyetujui sikap dan tindakan serta arah yang mereka tuju.12

(مهتلم عبتت ىتح). Menurut Quraish Shihab, yang dimaksud dengan “hingga engkau mengikuti agama mereka” adalah kinayah, yakni tidak menyebutkan secara tegas apa yang dimaksud tetapi menyebut sesuatu yang mengantarkan kepada yang dimaksud. Redaksi ini menggambarkan keputusasaan menyangkut kemungkinan ahli kitab memeluk agama Islam, bukan

10 Jalaluddin al-Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, terj. M. Abdul Mujib AS, (Tanpa kota: Dar al-Ihya’, 1986), hlm. 41

11 Muhammad Ali al-Shabuni. Shafwah al-Tafasir: Tafsir li al-Qur’an al-Karim. (Jakarta: Dar

al-Kutub al-Islamiyyah, 1999) Jilid 1, hlm. 90

(10)

berarti bahwa kaum Yahudi dan Nashrani menghendaki agar Nabi Muhammad SAW memeluk agama mereka.13

Petunjuk ayat

1. Ayat ini menunjukkan bahwa kaum Yahudi, sampai kapanpun tidak akan pernah berlapang dada (ridha) jika umat Muslim belum mengikuti cara mereka. Kaum Yahudi akan selalu berniat tidak baik terhadap umat Islam

2. Sedang kaum Nashrani, pada saat tertentu mereka akan bersikap seperti kaum Yahudi, akan tetapi pada saat yang lain tidak. Dengan kata lain, permusuhan kaum Yahudi terhadap umat Islam melebihi permusuhan kaum Nashrani terhadap

Artinya: Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap

(11)

Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu (QS al-Maidah 48)

Penjelasan ayat

هيلع انميهمو هيدي نيب امل اقدصم قحلاب باتكلا كيلا انلزناو

Ayat ini menyinggung kedudukan tinggi al-Quran sebagai pembenar kitab-kitab samawi, (mushaddiqan lima baina yadaih)

juga menyebutnya sebagai penjaga kitab-kitab tersebut (muhaiminan ‘alaih). Dengan menekankan terhadap dasar-dasar ajaran para nabi terdahulu, al-Quran juga sepenuhnya memelihara keaslian ajaran itu dan menyempurnakannya.

ةدحاو ةما مكلعجل هللا ءاش ولو،اجاهنم و ةعرش مكنم انلعج لكل

Menyikapi adanya banyak agama, ada pertanyaan mengapa Allah Swt tidak menetapkan sebuah agama dan syariat yang satu untuk semua masyarakat sepanjang sejarah, sehingga hal ini tidak akan menimbulkan perselisihan? Menjawab pertanyaan ini, ayat ini menegaskan, Allah Swt mampu menjadikan semua masyarakat sebagai umat yang satu, serta mengikuti satu agama, Tapi hal ini tidak sesuai dengan prinsip penyempurnaan dan pendidikan manusia secara bertahap. Sebab, dengan berkembangnya pemikiran umat manusia, maka banyak hakikat yang harus semakin diperjelas dan metode yang lebih baik dan sempurna juga harus dipaparkan untuk kehidupan manusia.

Petunjuk ayat:

1. Al-Quran bila dibandingkan dengan kitab-kitab samawi terdahulu memiliki kemuliaan dan keistimewaan.

(12)

simpati manusia, serta menuruti keinginan mereka yang tidak pada tempatnya.

3. Salah satu dari sarana cobaan Allah ialah adanya perbedaan agama di sepanjang sejarah, sehingga dapat

memperjelas siapa gerangan yang bisa

menerima kebenaran, serta siapa yang ekstrim dan keras kepala. kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil {8} Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim{9} (QS al-Mumtahanah: 7 sd 9)

(13)

Quraish Shihab14 menjelaskan, bahwa Ayat di atas secara tegas menyebutkan nama Allah Yang Maha Kuasa dengan menyatakan: Allah yang memerintahkan kamu bersikap tegas terhadap orang kafir-walaupun kekuarga kamu tidak melarang kamu menjalin hubungan dan berbuat baik terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama tidak pula memerangi kamu karena agama tidak pula mengusir kamu dari negri kamu. Kalau demikian, jika dalam interaksi sosial mereka berada dipihak yang benar, sedang salah seorang dari kamu berada di pihak yang salah, maka kamu harus membela dan memenangkan mereka.

Firman-Nya: lam yuqatilukum (tidak memerangi kamu) menggunakan bentuk mudhari/present tense. Ini dipahami sebagai bermakna “memerangi secara factual sedang memerangi kamu”, sedang kata fi yang berarti dalam mengandung isyarat bahwa ketika itu mitra bicara bagaikan berada dalam wadah tersebut sehingga tidak ada dari mereka yang keuar dari wadah itu. Dengan kata fi ad-din (dalam

agama) tidak masuklah peperangan yang disebabkan karena kepentingan duniawi yang tidak ada hubungannya dengan agama, tidak termasuk pula siapapun yang tidak termasuk factual memerangi umat islam.

Kata tabarruhum termbil dari kata birr yang berarti kebajikan yang luas. Salah satu nama Allah swt adalah al-Bar. Ini karena demikian luas kebajikan-Nya. Dataran yang terhampar dipersada bumi ini dimnamai bar karena luasnya. Dengan karena penggunaan kata tersebut oleh ayat diatas, tercermin izin untuk melakukan aneka kebajikan bagi non muslim, selama tidak membawa dampak negative bagi umat islam. Kata tuqitshu terambil dari kata qisth yang berarti adil.

(14)

Bisa juga diphami dalam arti bagian. Pakar tafsir dan hokum Ibn’ Arabi memahaminya demikian dan atas dasar itu menurutnya ayat di atas menyatakan: “Tidak melarang kamu member (se)bagian dari harta kamu kepada mereka.” Al-Biqa’i memahami penggunaan kata ilaihim / kepada mereka yang dirangkaikan dengan kata tuqsithu itu sebagai isyarat bawha hal yang diperintahkan ini hendaknya dihantar hingga sampai kepada mereka. Hal itu – tulis ulama itu lebih jauh – mengisyaratkan bahwa sikap yang diperintahkan ini termasuk bagian dari hubungan yang diperintahkan, dan bahwa itu tidak akan berdampak negative bagi umat islam – walau mereka memaksakan diri mengirimnya dari jauh, karena memang Allah suka kelemahlembutan dalam segala hal dan member imbalan atasnya dan apa yang tidak diberikan-Nya melalui hal-hal lain.15

(15)

Dalam ayat ini, Allah SWT menerangkan bahwa Dia tidak melarang orang-orang yang beriman berbuat baik, mengadakan hubungan persaudaraan, tolong-menolong dan hantu-membantu dengan orang-orang kafir selama mereka tidak mempunyai niat menghancurkan Islam dan kaum muslimin, tidak mengusir dari negeri-negeri mereka dan tidak pula berteman akrab dengan orang-orang yang hendak mengusir itu. Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah SWT hanyalah melarang kaum muslimin bertolong-tolongan dengan orang-orang yang menghambat atau menghalangi manusia di jalan Allah, dan memurtadkan kaum muslimin sehingga ia berpindah kepada agama lain, yang memerangi, mengusir dan membantu pengusir kaum muslimin dari negeri mereka. Dengan orang yang semacam itu Allah melarang dengan sangat kaum muslimin berteman dengan mereka. Pada akhir ayat ini Allah SWT mengancam kaum muslimin yang menjadikan musuh-musuh mereka sebagai teman bertolong-tolongan dengan mereka, jika mereka melanggar larangan Allah ini, maka mereka adalah orang-orang yang zalim.16

Petunjuk ayat

1. Allah menghendaki, idealnya antara sesama pemeluk agama saling mengasihi dan menyayangi

2. Permusuhan dengan pemeluk agama lain hanya diperkenankan jika mereka memerangi kaum Muslim dalam persoalan agama atau mengeluarkan kaum Muslim dari negerinya

C. PENUTUP

(16)

Kesimpulan

1. Konsep dasar al-Quran dalam kehidupan beragama adalah damai, saling menghormati dan tidak boleh saling memaksakan kehendak.

2. Iman kepada Allah hendaknya didasari atas kesadaran yang tulus dari dalam, bukan karena paksaan dari orang lain.

3. Perbedaan umat manusia dalam beragama adalah merupakan

sunnatullah yang tidak bisa diganggu gugat, karenanya kita tidak perlu susah dan sedih dengan keadaan tersebut, apalagi sampai melahirkan sikap yang destruktif

4. Meski telah menggariskan konsep dasarnya, alQuran memperingatkan bahaya permusuhan yang dihembuskan oleh kaum Yahudi, bahwa kaum Yahudi, sampai kapanpun tidak akan pernah berlapang dada (ridha) jika umat Muslim belum mengikuti cara mereka. Kaum Yahudi akan selalu berniat tidak baik terhadap umat Islam. Sedang kaum Nashrani, pada saat tertentu mereka akan bersikap seperti kaum Yahudi, akan tetapi pada saat yang lain tidak. Dengan kata lain, permusuhan kaum Yahudi terhadap umat Islam melebihi permusuhan kaum Nashrani terhadap umat Islam.

5. Menurut kelompok pluralis semua agama asal disertai dengan pengamalan yang baik (‘amila shalihan) maka akan mendapatkan ganjarannya di sisi Allah, tidak pandang dalam agama yang mana mereka hidup, atau merk apa yang diletakkan kepada diri mereka, namun mereka masing-masing akan mendapat ganjaran atau pahala di sisi Tuhan, sepadan dengan iman dan amal shalih yang telah mereka kerjakan itu.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syafi’i Ma’arif, Tafsir surat Yunus ayat 99,

www.infoanda.com/followlink.php?lh=VFYGAQQEBQJU, diakses pada 7 Desember 2013

Suyuti, Durr Mantsur fi Tafsir Ma’tsur (Beirut: Dar al-Fikr, 1990)

Al-Baghawi, Ma’alim al-Tanzil, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), vol I

Zamakhsyari, Tafsir Kasysyaf, (Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyyah, 1995), vol. 1 hlm. 148

Al-Qurthubi, Jami’ li Ahkam Quran, vol. 1(Beirut: Dar

al-Kutub al-?Ilmiyyah, tt),

(18)

Rokhmat S. Labib, Kajian Lintas Agama: Tafsir Surat al-Baqarah ayat 62, diakses pada 7 Desember 2013

Hamka, Tafsir al Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982),

Jalaluddin al-Suyuthi, Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul, terj. M. Abdul Mujib AS, (Tanpa kota: Dar al-Ihya’, 1986)

Muhammad Ali al-Shabuni. Shafwah al-Tafasir: Tafsir li al-Qur’an al-Karim. (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1999) Jilid 1

Quraish Shihab, Wawasan al-Quran: Tafsir Mawdhu’i atasPelbagai Persoalan Umat (Jakarta: Mizan, 1996)

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat diselesaikan skripsi ini dengan judul “STUDI

Seperti pada penelitian Karim dkk [5], antenna LPDA cetak yang dibuat memiliki rentang frekuensi yang luas yaitu pada rentang UHF (0,5 GHz – 3 GHz) dengan nilai

Usaha Kesehatan Gigi Sekolah adalah pelayanan kesehatan gigi yang dikerjakan oleh petugas kesehatan yang terdiri dari tiga macam pelayanan : a) UKGS Tahap I : pendidikan

Skripsi dengan judul: “Pengaruh Dividend Per Share (DPS), Price Earning Ratio (PER), dan Return On Equity (ROE) Terhadap Return Saham Dengan Kepemilikan Institusional

Pada sub bab ini, akan membahas mengenai identifikasi faktor penyebab pangan yang mengakibatkan keracunan yang terjadi selama tahun 2015. Faktor penyebab pangan adalah

Dengan didapatnya tata letak usulan untuk kelompok mesin machining dan area coran, selanjutnya dilanjutkan dengan merancangan tata letak final dari lantai

Semua ibu hamil dianjurkan melakukan pemeriksaan kehamilan paling sedikit 4 kali selama kehamilan, yaitu 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2

Puji syukur saya panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Pengaruh