HASIL PENELITIAN
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN
PENYAKIT DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS POASIA KOTA KENDARI
WA ODE RATNA NIM : K. 2012. 02. 018
Peminatan : Kesehatan Lingkungan
Hasil Penelitian ini diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk mengikuti Ujian Komprehensif
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
LEMBAR PERSETUJUAN HASIL
Hasil penelitian ini telah kami setujui untuk disajikan dihadapan tim
Penguji pada Seminar Hasil Penelitian Program Studi Kesehatan
Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mandala Waluya Kendari
dalam rangka penyempurnaan Penulisan.
Kendari, Januari 2017
Tim Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. La Ode Saafi, DAP&E., M.Sc (HEC) Ari Tjahyadi Rafiuddin, S.Si., M.Si NIDN: 09-1307-4901 NIDN: 09-1904-8203
Mengetahui,
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI
Hasil Penelitian ini telah dipertahankan di hadapan TIM Penguji Seminar
Hasil Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Mandala Waluya Kendari pada tanggal Januari 2017.
Ketua : H. Sjaifuddin, SKM., M.Kes (...)
Sekretaris : Ratna Umi Nurlila, S.Si., M.Sc (...)
Anggota : 1. H. Mushadiq Aliah, SKM., M.Kes
(...)
2. Drs. H. La Ode Saafi, DAP&E., M.Sc (HEC)
(...)
3. Ari Tjahyadi Rafiuddin, S.Si., M.Si
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh,
Ucapan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan hasil penelitian dengan judul “Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Penyakit Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari.” tepat pada waktunya. Selama proses penyusunan hasil penelitian ini, penulis menghadapi berbagai
masalah. Namun, berkat bimbingan, arahan dan motivasi serta bantuan
dari kedua pembimbing, penulis mampu mengatasi dan menemukan jalan
keluar dari tiap permasalahaan yang dihadapi, sehingga hasil penelitian ini
terselesaikan dengan baik. Untuk itu, dengan sangat tulus penulis
ucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua
mengarahkan dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan
maupun dalam proses penyelesaian hasil penelitian ini.
Tak ada rangkaian kata yang mampu mewakili rasa terima kasih
kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda LA Ado dan Ibunda Alm.
Hamlia yang telah memberikan segalanya dan telah merawat penulis
dengan cara terhebat dan terbaik.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ketua Yayasan STIKES Mandala Waluya Kendari. 2. Ketua STIKES Mandala Waluya Kendari.
3. Wakil Ketua I, Wakil Ketua II dan Wakil Ketua III STIKES Mandala
Waluya Kendari.
4. Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES Mandala Waluya
Kendari.
5. Ketua Lembaga LPPM dan LPJM STIKES Mandala Waluya Kendari.
6. Jumartin Gerung, S.Si., M. Kes Selaku Penasehat Akademik (PA).
7. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf/Karyawan STIKES Mandala Waluya
Kendari.
8. Saudara-saudaraku, Rahmat, Rasul, Ratri dan Rani yang memberikan
perhatian dan doanya dengan selalu memberikan semangat, nasihat,
dukungan dan kasih sayang yang tak ternilai harganya.
9. Teristimewa untuk orang terdekatku, Andi Junaedi, Andi Asyifa Marwa,
Andi Athifa Ramhadani yang telah memberikan inspirasi dalam segala
10. Untuk Desi Nurdila, Lisnawati, Erni, Yesi, Resti, Waldi Setiawan, Awal,
Wahid, Nurmega, Santi, Abdul, Arifin, Dedi, Nita, Yeyen, Rahmat, Rani,
Putri, Renata dan teman-teman seperjuangan Prodi Kesmas angkatan
2012 Reguler yang telah banyak membantu sehingga proposal ini
dapat selesai tepat pada waktunya.
11. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
memeberikan dukungan dan dorongan dalam penyelesaian proposal
ini.
Akhirnya penulis menyampaikan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada semua pihak dan apabila masih terdapat kesalahan
dalam proposal ini. Semoga Allah SWT memberi taufik kepada kita semua
untuk mencintai ilmu yang bermanfaat dan amalan yang shalih dan
memberikan ridho balasan yang sebaik-baiknya. Amin.
Kendari, Januari 2017
ABSTRAK
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mandala Waluya Program Studi Kesehatan Masyarakat Hasil, Januari 2017
WA ODE RATNA (K201202018)
“HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS POASIA KOTA KENDARI TAHUN 2017”
Pembimbing I : Drs. H. La Ode Saafi, DAP&E., M.Sc (HEC) Pembimbing II : Ari Tjahyadi Rafiuddin, S.Si., M.Si
(xii +64 Halaman + 3 Gambar + 18 Tabel + 5 Lampiran)
Angka kejadian diare pada wilayah kerja puskesmas poasia pada tahun 2016 terdapat 178 kasus IR 5,8% yang disebabkan dari berbagai faktor seperti sumber air minum yang belum memenuhi syarat, jamban keluarga, jenis lantai dan faktor-faktor lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan (sumber air minum, kepemilikan jamban, jenis lantai rumah) dengan kejadian penyakit Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari.
Jenis penelitian yang digunakan adalah Survey Analitik dengan pendekatan Cross Sectional Study, besar sampel dalam penelitian ini berjumlah 58 responden yang terdiri dari 37 kasus dan 21 kontrol dengan matching
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner.
x2 hitung lebih besar (>) dari x2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Jenis Lantai mempunyai hubungan yang kuat dengan kejadian diare pada balita ditunjukan dari Hasil analisis statistik chi square diperoleh x2 hitung 12,026 < x2 tabel 3,841, p = 0,001 dan nilai phi value = 0,455. Karena nilai x2 hitung lebih besar (>) dari x2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Diharapkan bagi instansi kesehatan (Puskesmas) untuk dapat melakukan peningkatan perbaikan sarana air bersih, fasilitas jamban sehat serta mengupayakan peningkatan program penyehatan lingkungan pemukiman dengan sasaran plesterisasi lantai rumah dan penanganan kualitas air bersih secara fisik. Serta bagi para responden Meningkatkan tindakan pencegahan terjadinya diare dengan menjaga kebersihan lingkungan dan melakukan pengolahan air sampai mendidih sebelum air dikonsumsi.
Kata Kunci : Kejadian Diare, Sumber Air Minum, Kepemilikan Jamban, Jenis Lantai Rumah, Lingkungan.
Daftar Pustaka : 30 (1994-2016)
ABSTRACT
Health Science Academy of Mandala Waluya Public health department Result, January 2017 Wa Ode Ratna (K201202018)
“The Correlation Between Environmental Situation with Diarrhea Case to Toddler at Working Area of Puskesmas Poasia in Kendari 2017”
Supervisor : Drs.H.La Ode Saafi Co-Supervisor : Ari Tjahyadi Rafiuddin
(xii+ 64 pages + 3 pictures + 18 tables + 5 appendixes)
The number of diarrhea case at working area of Puskesmas Poasia in 2016, there are 178 cases IR 5,8% was caused by each factors such drink of water source which not quality, family latrine, kinds of floor, and so on. This study aims to find out the correlation between environmental sanitation (a drink of water source, latrine ownership, kind of floor) with diarrhea case to toddler at working area of Puskesmas Poasia Kendari.
The design of study used to this research is analytical survey by Cross Sectional Study approach, the number of samples are 58 respondents, 37 cases, and 21 controls by matching based on age and sex. Collecting data is done by interviewing trough quisionnaire.
Highly expected for health institute (Puskesmas) to enhence the improvement of clean water means, facility of healthy latrine also seeking the program of residential environment sanitation with the targets are cement floor and handling of clean water quality physically. Besides, the respondents have to increase precaution towards diarrhea case by keeping enviroment clean and water preparation till boil before consuming.
Keywords : Diarrhea Case, Drink of Water Source, Latrine Ownership, kinds of Floor, Enviroment
Bibliography : 30 (1994-2016)
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
A. Sanitasi Lingkungan 8
B. Penyakit Diare 16
C. Kajian Empiris Sanitasi Lingkungan dengan Diare 27
BAB III KERANGKA KONSEP 29
A. Dasar Pikir Penelitian 29
B. Bagan Kerangka Konsep Penelitian 30
C. Variabel Penelitian 30
D. Definisi Operasional 30
BAB IV METODE PENELITIAN 34
A. Jenis dan Desain Penelitian 34
B. Waktu dan Lokasi Penelitian 34
C. Populasi dan Sampel 35
D. Pengumpulan Data 36
E. Pengolahan Data 38
F. Penyajian Data 39
G. Analisis Data 39
H. Etika Penelitian 41
BAB V HASIL PENELITIAN 42
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 42
B. Karakteristrik Respnden 46
C. Analsis Univariat 49
D. Analisis Bivariat 52
E. Pembahasan 56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 63
A. Kesimpulan 63
B. Saran 64
DAFTAR PUSTAKA 65
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1 : Tingkat Keeratan Hubungan Variabel X dan Variabel Y 37
Tabel 2 : Tabel Kontigensi 2x2 40
Tabel 3 : Distribusi Penduduk Menurut Jumlah KK dan Jumlah Pendudukpada Masing-Masing Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari
43
Tabel 4 : Sarana Pelayanan Kesehatan Puskesmas Poasia Kecamatan
Poasia 44
Tabel 5 : Tenaga Kesehatan Puskesmas Poasia Kecamatan Poasia 45 Tabel 6 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur
di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari 46 Tabel 7 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaandi Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari 47
Tabel 8 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pendidikandi Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari 48
Tabel 9 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Umur Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari 48 Tabel 10 : Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis KelaminBalita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari 49
Tabel 11 : Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Responden di
Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari 50 Tabel 12 : Distribusi Frekuensi Sumber Air Minum Responden di WilayahKerja Puskesmas Poasia Kota Kendari 50
Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari
Tabel 15 :
Hasil Hubungan antara sumber air minum dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari
52
Tabel 16 :
Hasil Hubungan antara Kepemilikan Jamban dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari
53
Tabel 17 :
Hasil Hubungan antara Jenis Lantai Rumah dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari
54
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1 : Bagan Kerangka Konsep Penelitian 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesiuner Penelitian
Lampiran 2. Master Tabel Penelitian
Lampiran 3. Hasil Uji Chi Scuare
Lampiran 4. Surat Izin Penelitian Dari STIKES MW
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian Dari Balitbang
Lampiran 6. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian
Lampiran 8. Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN A. SIMBOL
% :Persen
> : Lebih besar
< : Lebih kecil
± : Kurang lebih
B. SINGKATAN
f : frekuensi
Ho : Hiotesis Nol
Ha : Hipotesis Alternatif
I : Interval
Depkes : Departemen Kesehatan Dinkes : Dinas Kesehatan
KK : Kepala Keluarga
MCK : Mandi Cuci Kakus
N : Jumlah Populasi
n : Jumlah Sampel
PUSKESMAS : Pusat Kesehatan Masyarakat
SK : Surat Keputusan
WHO : World Health Organization
ASI : Air Susu Ibu
SPAL : Saluran Pembuangan Air Limbah
PH : Potensial Hydrogen
KEMENKES : Kementrian Kesehatan
PAH : Penampungan Air Hujan
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan unsur
kesejahteraan yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-
(Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan).
Kesehatan lingkungan hidup di Indonesia masih merupakan masalah
utama dalam usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Masalah kesehatan lingkungan hidup ini meliputi kurangnya
penyediaan air minum yang bersih dan memenuhi persyaratan,
kurangnya pembuangan kotoran yang sehat, keadaan rumah yang
pada umumnya tidak sehat, usaha higiene dan sanitasi makanan yang
belum menyeluruh, banyaknya faktor penyakit, belum ditanganinya
higiene dan sanitasi industri secara intensif, kurangnya usaha
pengawasan dan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan, dan
pembuangan limbah di daerah pemukiman yang kurang baik
(Suharyono, 2008).
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih
tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian
tahun cenderung meningkat. Angka kesakitan diare pada tahun 2006
yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita
dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). Di Indonesia dilaporkan
terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per tahun pada Balita, sehingga
secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada Balita berkisar
antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000
Balita. Pada survei tahun 2000 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL
Depkes di 10 provinsi, didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah
tangga yang disurvei diambil sampel sebanyak 13.440 Balita, dan
kejadian diare pada Balita yaitu 1,3 episode kejadian diare pertahun
(Soebagyo, 2008).
Penyakit diare sering menyerang bayi dan balita, bila tidak diatasi
lebih lanjut akan menyebabkan dehidrasi yang mengakibatkan
kematian. Data terakhir dari departemen kesehatan bahwa diare
menjadi penyakit pembunuh kedua bayi dibawah lima tahun (balita) di
Indonesia setelah radang paru atau pneumonia. Banyak faktor risiko
yang diduga menyebab-kan terjadinya penyakit diare pada bayi dan
balita di Indonesia. Salah satu faktor risiko yang sering diteliti adalah
faktor lngkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), jamban, dan
kondisi lantai rumah (Adisasmito, 2007).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990, air bersih adalah air yang digunakan untuk
dan dapat langsung diminum setelah dimasak. Air yang digunakan oleh
masyarakat untuk keperluan sehari-hari haruslah memenuhi
persyaratan kualitas air. Pemerintah RI melalui Permenkes No.
416/MENKES/PER/IX/1990 telah menetapkan standar air bersih, yang
secara garis besar sebagai berikut: Syarat fisik yaitu warna, bau, rasa
dan kekeruhan. Syarat-syarat bakteriologis meliputi kuman-kuman
parasitik, kuman-kuman pathogen dan bakteri golongan Coli. Syarat
kimia yaitu: Dalam air tidak boleh mengandung zat-zat yang kadarnya
memberi gangguan kesehatan, Tidak mengandung unsur-unsur kimia
yang beracun, Tidak mengandung zat-zat yang kadarnya melebihi
batas tertentu sehingga dapat menimbulkan gangguan teknis.
Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan, kotoran manusia
merupakan masalah yang sangat penting. Pembuangan tinja secara
layak merupakan kebutuhan kesehatan yang paling diutamakan.
Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat
mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber
infeksi, dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena
penyakit yang tergolong waterborne disease akan mudah berjangkit.
Yang termasuk waterborne disease adalah tifoid, paratifoid, disentri,
diare, kolera, penyakit cacing, hepatitis viral dan sebagainya.
Kasus diare sering berhubungan dengan pola makan dan
lingkungan. Sering kali kasus diare akut ini menyebabkan terjadinya
Berdasarkan hasil penelitian Adisasmito, (2007) menunjukan bahwa
faktor lingkungan (sarana air bersih dan jamban), faktor ibu
(pengetahuan, perilaku dan higiene ibu), serta faktor anak (status gizi,
dan pemberian ASI eksklusif) berhubungan terhadap kejadian diare
pada Balita. Penyebab diare pada Balita tidak dapat dilepaskan dari
kebiasaan hidup sehat dari setiap keluarga. Faktor tersebut meliputi
pemberian ASI, makanan pendamping ASI, penggunaan air bersih yang
cukup, kebiasaan mencuci tangan, menggunakan jamban dan
membuang air tinja bayi dengan benar. Semua itu memberikan
kontribusi yang besar terhadap kesehatan lingkungan keluarga (Depkes
RI, 2015).
Jumlah kasus diare di Provinsi Sulawesi Tenggara pada Tahun
2012 sebesar 2,11 %, Tahun 2011 turun menjadi 3,1 %, sedangkan
tahun 2013 naik menjadi 4 % dan tahun 2014 naik lagi menjadi 4,2%.
Tahun 2015 meningkat menjadi 4,7%. Hal ini menunjukkan bahwa
kasus diare pada Balita masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur
lainnya (Dinkes Sultra, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian Juariah (2016), diketahui bahwa ada
hubungan bermakna antara kesakitan diare dengan sumber air bersih,
kepemilikan jamban, jenis lantai, pencahayaan rumah dan ventilasi
rumah. Rahadi (2015) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara
kepemilikan jamban, jarak SPAL, jenis lantai dengan kejadian diare.
hubungan yang bermakna antara terjadinya diare dengan pembuangan
tinja dan jenis sumber air minum.
Data yang diperoleh dari Puskesmas Poasia menunjukan bahwa
pada Tahun 2013 terdapat 216 kasus, Tahun 2014 terdapat 187 kasus
dan Tahun 2015 terdapat 225 kasus (Profil Puskesmas Poasia, 2015).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti terhadap 20 KK di
wilayah kerja Puskesmas Poasia didapatkan hasil bahwa 16 KK (80%)
Balita pernah mengalami diare sisanya 4 KK (20%) tidak mengalami
diare. Hal ini didasarkan karena factor salinitas lingkungan yang belum
memadai, sebanyak 68% sumber air bersihnya sudah memadai dan
32% belum memadai sumber air bersih. Sanitasi lingkungan pada
kepemilikan jamban sebesar 67,5% dan 32,5% belum memadai dalam
kepemilikan jamban. Sanitasi lingkungan pada jenis lantai rumah
didapatkan hasil 88,33% belum memadai sedangkan 11,66% sudah
memadai terhadap sanitasi lingkungannya.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai Hubungan Sanitasi Lingkungan
Dengan Kejadian Penyakit Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Poasia, Kota Kendari.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan
1. Apakah ada hubungan antara sumber air minum dengan dengan penyakit diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari?
2. Apakah ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan dengan penyakit diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari?
3. Apakah ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan dengan penyakit diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan antara sumber air minum dengan dengan penyakit diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari.
2. Untuk mengetahui hubungan antara jenis lantai rumah dengan dengan penyakit diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari.
3. Untuk mengetahui hubungan antara kepemilikan jamban dengan dengan penyakit diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia
Kota Kendari. D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teori
a. IPTEK
Memberikan informasi tentang sanitasi lingkungan dan kebiasaan
hidup sehat terhadap penyakit diare sehingga dapat digunakan
sebagai dasar pertimbangan dalam perencanaan dan
b. Jurusan Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan pustaka
dan memberikan informasi mengenai hubungan sanitasi
lingkungan terhadap penyakit diare. c. Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan bahan
masukan bagi peneliti selanjutnya yang relevan dengan penelitian
ini.
2. Manfaat Praktis a. Masyarakat
Memberikan masukan dan informasi kepada masyarakat tentang
sanitasi lingkungan yang berakibat dapat menyebabkan penyakit
diare sehingga masyarakat dapat melakukan pencegahan
terhadap penyakit diare. b. Puskesmas
Memberikan informasi kepada pihak puskesmas tentang
hubungan sanitasi lingkungan terhadap penyakit diare sehingga
dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam
perencanaan dan menentukan intervensi program
pemberantasan diare di wilayah kerjanya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan adalah usaha-usaha yang dilakukan individu
untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya masalah gangguan
2007). Menurut Entjang (2000) sanitasi lingkungan adalah
pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang
mempengaruhi kesehatan manusia, yang mana lingkungan berguna
ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki
atau dihilangkan. Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu
lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran,
penyediaan air bersih dan sebagainya (Notoadmojo, 2003).
Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai kegiatan yang
ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi
lingkungan yang mendasar yang mempengaruhi kesejahteraan
manusia. Kondisi tersebut mencakup: 1. Sumber Air Minum
Air merupakan hal yang pentinga bagi manusia. Kebutuhan
manusia akan air sangat komplek antara lain untuk minum, masak,
mencuci, mandi dan sebagainya. Diantara kegunaan-kegunaan air
tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum.
Oleh karena itu, untuk keperluan minum (termasuk untuk
memasak) selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dan memenuhi
syarat kesehatan, baik syarat fisik, kimiawi, dan bakteriologi agar
tidak menimbulkan penyakit bagi manusia termasuk diare (Dinkes
Kota Kendari, 2015).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih
adalah:
a. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
b. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan
tertutup, serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil
c. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh
binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara
sumber air minum dengan sumber pengotoran (tangki septik),
tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10
meter.
d. Menggunakan air yang direbus.
e. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang
bersih dan cukup (Depkes RI, 2000).
Air bersih terutama yang digunakan sebagai air minum harus
memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai berikut : Syarat fisik, yaitu
tidak berwarna, tidak mempunyai rasa, tidak berbau, jernih, dengan
suhu dibawah suhu udara sehingga terasa nyaman. Syarat kimia,
yaitu memiliki PH netral, kandungan mineral-mineralnya terbatas,
dan tidak mengandung zat kimia atau mineral berbahaya misalnya
CO2, H2S, NH4, dan sebagainya. Syarat bakteriologis, yaitu tidak
mengandung bakteri penyebab penyakit (patogen) yang melampaui
batas yang diijinkan. Bakteri patogen misalnya bakteri E.coli yang
dapat menyebabkan diare dan Salmonella sp. Yang mengakibatkan
tifus. Kedua bakteri tersebut biasanya terdapat dalam kotoran
manusia. Dalam kondisi normal, air tidak mengandung kedua
bakteri tersebut. Jika ternyata mengandung bakteri tersebut, berarti
air telah tercemar kotoran manusia (Winarsih, 2009 ).
Masyarakat membutuhkan air untuk keperluan sehari-hari,
maka masyarakat menggunakan berbagai macam sumber air
bersih menjadi air minum. Sumber-sumber air minum tersebut
seperti :
Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum. Tetapi
air hujan ini tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu, agar
dapat dijadikan air minum yang sehat perlu ditambahkan
kalsium di dalamnya. b. Air sungai dan danau
Menurut asalnya sebagian dari air sungai dan air danau ini juga
dari air hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam
sungai atau danau. Kedua sumber air ini sering disebut air
permukaan. c. Mata air
Air yang keluar dari mata air ini biasanya berasal dari air tanah
yang muncul secara alamiah. Oleh karena itu, air dari mata air
ini, bila belum tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air
minum langsung, tetapi karena belum yakin apakah betul belum
tercemar, maka sebaiknya air tersebut direbus terlebih dahulu
sebelum diminum. d. Air sumur dangkal
Air ini keluar dari dalam tanah, maka juga disebut air tanah.
Dalamnya lapisan air ini dari permukaan tanah dari tempat yang
satu ke tempat yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar
antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. e. Air sumur dalam
Air ini berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah. Dalamnya
dari permukaan tanah biasanya di atas 15 meter. Oleh karena
itu, sebagian besar air minum dalam ini sudah cukup sehat
untuk dijadikan air minum yang langsung (tanpa melalui proses
pengolahan).
Berdasarkan hasil penelitian (Wibowo, 2004) kelompok
yang memenuhi syarat sanitasi, persentase terbesar (53,9%)
menggunakan sumur terlindung. Sumber air minum yang tidak
memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko terjadinya diare
berdarah pada anak Balita sebesar 2,5 kali lipat dibandingkan
keluarga yang menggunakan sumber air minum yang memenuhi
syarat sanitasi.
2. Kondisi Jamban
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidsk
dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam
tubuh (Notoatmodjo, 2003). Menurut Umiati (2010) jamban
merupakan tempat pembuangan kotoran manusia yang dibuat
sedemikian rupa guna memutuskan mata rantai penularan penyakit
yang ditularkan melalui tinja. Sementara menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2008) jamban sehat adalah
fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai
penularan penyakit. Jamban yang memenuhi syarat kesehatan
sangat diperlukan keluarga sebagai upaya untuk mencegah
terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh kotoran
manusia yang tidak dikelola dengan baik.
Menurut Azwar (1998: 76-77), terdapat beberapa jenis
jamban, antara lain:
a. Jamban cubluk (pit privy) adalah jamban yang tempat
penampungan tinjanya dibangun dekat di bawah tempat injakan
dan atau di bawah bangunan jamban. Jamban model ini ada
di pedesaan di Indonesia, ataupun yang tidak mengandung air
seperti kaleng, tong, lubang tanah yang tidak berair (the earth pit
privy) ataupun lubang bor yang tidak beraiir (the bored-hole
latrine).
b. Jamban empang (overhung latrine) adalah jamban yang
dibangun di atas empang, sungai ataupun rawa. Jamban model
ini ada yang kotorannya tersebar begtu saja, yang biasanya
dipakai untuk makanan ikan, atau ada yang dikumpulkan
memakai saluran khusus yang kemudian diberi pembatas berupa
bambu, kayu dan lain sebagainya yang ditanamkan melingkar di
tengah empang, sungai atau rawa.
c. Jamban kimia (chemical toilet). Jamban model ini biasanya
dibangun pada tempat-tempat rekreasi, pada alat transportasi
dan lain sebagainya. Di sini tinja di disinfeksi dengan zat-zat
kimia seperti caustik soda dan sebagai pembersihnya dipakai
kertas (toilet paper). Ada dua macam jamban kimia yaitu tipe
lemari (commode type) dan tipe tanki (tank type). Mudahlah
diduga bahwa jamban kimia ini sifatnya sementara, karena
kotoran yang telah terkumpul perlu dibuang lagi.
d. Jamban dengan “angsa trine” adalah jamban dimana leher
lubang closet berbentuk lengkungan, dengan demikian akan
selalu terisi air yang penting untuk mencegah bau serta
masuknya binatang-binatang kecil. Jamban model ini biasanya
atau sumur rembesan yang disebut septic tank. Jambal model ini
adalah yang terbaik, yang dianjurkan dalam kesehatan
lingkungan.
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik.
Pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban
yang sehat. Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan
jamban dengan syarat sebagai berikut :
a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi.
b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin
memasuki mata air atau sumur.
c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan.
d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain.
e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang
benar-benar diperlukan,harus dibatasi seminimal mungkin.
f. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap
dipandang dan nyaman digunakan.
g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan
tidak mahal (Kemenkes RI, 2014).
Agar persyaratan-persyaratan diatas dapat dipenuhi, maka
perlu diperhatikan, sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya
bangunan jamban terlindung dari panas dan hujan, seranga dan
binatang-binatang lain, terlindung dari pandangan orang (privacy)
dan sebagainya. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai
yang kuat, tempat berpijak yang kuat dan sebagainya. Bangunan
jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak
Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas
pembersih (Notoatmodjo, 2003). 3. Jenis lantai rumah
Lantai mempunyai peran begitu besar dalam menjaga
kesehatan kita. Dengan mengganti lantai tanah dan melapisinya
dengan semen saja, kita bisa mengurangi risiko berkembangnya
parasit untuk anak-anak sampai dengan 75 persen dan mencegah
kematian 600 ribu anak setiap tahunnya karena diare. Tindakan
yang tampak sepele ini nantinya juga akan dapat meningkatkan
kemampuan kognitif anak karena ia nyaman berkembang di tempat
yang bersih dan sehat, mengurangi pengeluaran keluarga untuk
pengobatan sebesar lebih dari 85 persen, dan tentunya
membangun fondasi kesehatan yang berkelanjutan untuk hari
depan. Indonesia belum bebas dari persoalan lantai yang tidak
layak. Sebagian kecil penduduk di pelosok, misalnya, masih
menggunakan lantai tanah yang lebih mudah menjadi tempat
bakteri untuk berkembang biak. Penduduk kota pun beberapa
masih tinggal di rumah dengan lantai kotor dan lembab.
Menurut Notoatmodjo (2003) syarat rumah yang sehat jenis
lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah
pada musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari: ubin atau
semen, kayu, dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai
yang basah dan berdebu dapat menimbulkan sarang penyakit.
tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan,
paling tidak perlu diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin
atau keramik yang mudah dibersihkan (Depkes, 2002).
Jenis lantai rumah tinggal mempunyai hubungan yang
bermakna pula dengan kejadian diare pada anak balita, Hal ini
ditinjau dari jenis alas atau bahan dasar penutup bagian bawah,
dinilai dari segi bahan dan kedap air. Lantai dari tanah lebih baik
tidak digunakan lagi, sebab bila musim hujan akan lembab
sehingga dapat menimbulkan gangguan atau penyakit pada
penghuninya, oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang
kedap air (disemen, dipasang keramik, dan teraso). Lantai
dinaikkan kira-kira 20 cm dari permukaan tanah untuk mencegah
masuknya air ke dalam rumah (Sanropie, 1989).
B. Penyakit Diare
1. Definisi Penyakit Diare
Menurut WHO (2014), dikatakan diare bila keluarnya tinja
yang lunak atau cair dengan frekuensi tiga kali atau lebih sehari
semalam dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
Sedangkan menurut Depkes (2015), diare adalah buang air besar
lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya
lebih dari tiga kali atau lebih dalam sehari. Jenis diare dibagi
menjadi tiga yaitu : Disentri yaitu diare yang disertai darah dalam
tinja. Diare persisten yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14
hari secara terus menerus. Diare dengan masalah lain yaitu diare
Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga
kali atau lebih dalam sehari) (Depkes, 2015). Sedangkan, menurut
Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari
empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak.
Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak)
peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang
oleh diare, baik Balita, anak-anak dan orang dewasa. Tetapi
penyakit diare berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi
pada bayi dan anak Balita (Zubir, 2006).
Berdasarkan waktunya, diare dibagi menjadi dua yaitu dare
akut dan diare kronis. Diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
disebut diare akut, sedangkan diare yang lebih dari 14 hari disebut
diare kronis (Widjaja, 2002). 2. Epidemiologi Penyakit Diare
Diare merupakan masalah umum yang ditemukan di seluruh
dunia. Di Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat
ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktik dokter,
sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan
bahwa diare akut karena infeksi menempati peringkat pertama
sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke
rumah sakit (Hendarwanto, 2006). Kejadian diare di Indonesia pada
tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit diare sekitar 200-400
per tahun. Dari angka prevalensi tersebut, 70%-80% menyerang
anak dibawah usia lima tahun (Balita). Golongan umur ini
kematian anak akibat diare sekitar 200-250 ribu setiap tahun
(Widoyono, 2008).
Penyebab diare terutama diare yang disertai lendir atau darah
(disentri) di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter
jejuni,dan Escherichia coli. Disentri berat umumnya disebabkan
oleh Shigella dysentry, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh
Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive(Depkes, 2015). Beberapa faktor epidemiologis dipandang penting untuk
mendekati pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi.
Makanan atau minuman yang terkontaminasi, bepergian,
penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk
penting dalam mengidentifikasi pasien berisiko tinggi untuk diare
infeksi (Kolopaking, 2002). 3. Penyebab Penyakit Diare
Diare bukanlah penyakit yang datang dengan sendirinya.
Biasanya ada yang menjadi pemicu terjadinya diare. Secara umum,
berikut ini beberapa faktor penyebab diare yaitu faktor infeksi
disebabkan oleh bakteri Escherichia coli, Vibrio cholerae (kolera)
dan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan. Faktor makanan,
makanan yang tercemar, basi, beracun dan kurang matang. Faktor
psikologis dapat menyebabkan diare karena rasa takut pada anak,
cemas dan tegang dapat mengakibatkan diare kronis pada anak
(Widjaja, 2002).
Berdasarkan metaanalisis di seluruh dunia, setiap anak
minimal mengalami diare satu kali setiap tahun. Dari setiap lima
pasien anak yang datang karena diare, satu di antaranya akibat
akibat diare satu di antaranya juga karena rotavirus. Rotavirus
adalah salah satu virus yang menyebabkan diare terutama pada
bayi, penularannya melalui faces (tinja) yang mengering dan
infeksi virus (Rotavirus, Adenovirus, Norwalk) dan infeksi parasit
(protozoa, cacing, jamur). Infeksi parenteral adalah infeksi di
luar alat pencernaan makanan yaitu : Bronkopnemonia,
Tonsilitis, dan Ensefalitis. b. Faktor malabsorpsi
Malabsorpsi karbohidrat yaitu terganggunya sistem
pencernaan yang berpengaruh pada penyerapan karbohidrat
dalam tubuh. Malabsorpsi lemak yaitu terganggunya
makanan lain. Alergi terhadap makanan, misalnya tidak tahan
dengan jenis makanan tertentu. d. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang terjadi pada anak yang
lebih besar).
Sebagian besar kasus diare di Indonesia pada bayi dan anak
menyebabkan diare. Organisme-organisme ini mengganggu proses
penyerapan makanan di usus halus. Dampaknya makanan tidak
dicerna kemudian segera masuk ke usus besar dan akan menarik
air dari dinding usus. Di lain pihak, pada keadaan ini proses transit
di usus menjadi sangat singkat sehingga air tidak sempat diserap
oleh usus besar. Hal inilah yang menyebabkan tinja berair pada
diare (Depkes, 2015).
Usus besar tidak hanya mengeluarkan air secara berlebihan
tapi juga elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare ini
kemudian dapat menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi inilah yang
mengancam jiwa penderita diare. Diare juga bisa terjadi akibat
kurang gizi, alergi, tidak tahan terhadap laktosa, dan sebagainya.
Bayi dan Balita banyak yang memiliki intoleransi terhadap laktosa
dikarenakan tubuh tidak punya atau hanya sedikit memiliki enzim
laktose yang berfungsi mencerna laktosa yang terkandung dalam
susu sapi.
Bayi yang menyusu ASI (Air Susu Ibu). Bayi tersebut tidak
akan mengalami intoleransi laktosa karena di dalam ASI
terkandung enzim laktose. Disamping itu, ASI terjamin
kebersihannya karena langsung diminum tanpa wadah seperti saat
minum susu formula dengan botol dan dot. Diare dapat merupakan
efek sampingn banyak obat terutama antibiotik. Selain itu,
bahan-bahan pemanis buatan seperti sorbitol dan manitol yang ada dalam
permen karet serta produk-produk bebas gula lainnya dapat
dewasa yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang (Green, 2009).
Orang tua berperan besar dalam menentukan penyebab anak
diare. Bayi dan Balita yang masih menyusui dengan ASI eksklusif
umumnya jarang diare karena tidak terkontaminasi dari luar.
Namun, susu formula dan makanan pendamping ASI dapat
terkontaminasi oleh bakteri dan virus
4. Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan
frekuensi empat kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai
muntah, badan lesu atau lemah, panas, tidak nafsu makan, darah
dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah dapat
mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa
secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah,
demam, penurunan nafsu makan atau kelesuan, dapat pula
mengalami sakit perut dan kejang perut pada anak-anak dan
orang dewasa, serta gejal-gejala lain seperti flu misalnya agak
demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala. Gangguan
bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja
mengandung darah atau demam tinggi (Green, 2009).
Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada Balita yaitu:
a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya
b. Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.
c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan
empedu.
d. Anusnya lecet.
e. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.
f. Muntah sebelum atau sesudah diare.
g. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
h. Dehidrasi.
Diare bisa menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit
(misalnya natrium dan kalium), sehingga bayi menjadi rewel atau
terjadi gangguan irama jantung maupun perdarahan otak. Diare
seringkali disertai oleh dehidrasi (kekurangan cairan). Dehidrasi
ringan hanya menyebabkan bibir kering. Dehidrasi sedang
menyebabkan kulit keriput, mata dan ubun-ubun menjadi cekung
(pada bayi yang berumur kurang dari 18 bulan) dan dehidrasi berat
bisa berakibat fatal, biasanya menyebabkan syok (Widjaja, 2002).
5. Pencegahan Penularan Diare
Diare umumnya ditularkan melalui empat F, yaitu food, feces,
fly dan finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang
praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah menyiapkan
makanan dengan bersih, menyediakan air minum yang bersih,
menjaga kebersihan individu, mencuci tangan sebelum makan,
membuang sampah pada tempatnya, mencegah lalat agar tidak
menghinggapi makanan, membuat lingkungan hidup yang sehat
(Andrianto, 2003).
Diare pada anak dapat menyebabkan kematian dan gizi
kurang. Kematian dapat dicegah dengan mencegah dan
mengatasi dehidrasi dengan pemberian oralit. Gizi yang kurang
dapat dicegah dengan pemberian makanan yang cukup selama
berlangsungnya diare. Pencegahan dan pengobatan diare pada
anak harus dimulai dari rumah dan obat-obatan dapat diberikan
bila diare tetap berlangsung. Anal harus segera dibawa ke rumah
sakit bila dijumpai tanda-tanda dehidrasi pada anak. Menurut
Andrianto (2003) beberapa penanganan sederhana yang harus
diketahui oleh masyarakat tentang pencegahan diare adalah
sebagai berikut:
a. Pemberian air susu
b. Perbaikan cara menyapih c. Penggunaan banyak air bersih d. Cuci tangan
e. Penggunaan jamban
f. Pembuangan tinja anak kecil pada tempat yang tepat g. Imunisasi terhadap morbili
6. Pengobatan Penyakit Diare
Menurut Ngastiyah (2005), dasar pengobatan diare adalah:
Pemberian cairan pada pasien diare dengan
memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
Cairan per oral
Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan
NaHCO, KCl dan glukosa. Untuk diare akut pada anak di
atas umur 6 bulan kadar natrium 90 mEq/L. Untuk anak di
bawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan/ sedang kadar
Natrium 50-60 mEq/L. Formula lengkap sering disebut oralit.
Cairan sederhana yang dapat dibuat sendiri (formula tidak
lengkap) hanya mengandung garam dan gula (NaCl dan
sukrosa), atau air tajin yang diberi garam dan gula, untuk
pengobatan sementara di rumah sebelum dibawa berobat ke
rumah sakit/ pelayanan kesehatan untuk mencegah
dehidrasi lebih jauh.
Cairan parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan
sesuai dengan kebutuhan pasien misalnya untuk pasien
yang MEP. Tetapi kesemuanya itu bergantung tersedianya
cairan setempat. Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL)
selalu tersedia di fasilitas kesehatan di mana saja. Mengenai
pemberian cairan seberapa banyak yang diberikan
bergantung dari berat/ringannya dehidrasi, yang
umur dan berat badannya.
Pemberian cairan pasie MEP tipe marasmik Kwashiorkor
dengan diare dehidrasi berat, misalnya dengan berat 3-10
kg, umur 1 bulan - 2 tahun, jumlah cairan 200 ml/kg BB/24
jam. Kecepatan tetesan 4 jam pertama idem pada pasien
MEP. Jenis cairan DG 20 jam berikutnya: 150 ml/kg BB/20
jam atau 7 ml/kg BB/ jam atau 1 BB/ menit (1 ml = 15 menit)
atau 2 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes). Selain pemberian
cairan pada pasien-pasien yang telah disebutkan masih ada
ketentuan pemberian cairan pada kelainan jantung bawaan,
yang memerlukan jenis cairan yang berbeda dan kecepatan
pemberiannya berlainan pula. Bila kebetulan menjumpai
pasien-pasien tersebut sebelum memasang infus hendaknya
menanyakan dahulu kepada dokter.
b. Pengobatan dietetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun
dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan:
Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa
rendah dan asam lemak tidak jenuh), misalnya LLM,
Almiron, atau sejenis lainnya.
Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi
tim), bila anak tidak mau minum susu karena dirumah tidak
biasa.
ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa
atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.
Cara memberikannya: Hari ke-1, setelah rehidrasi segera
diberikan makanan per oral. Bila diberi ASI/ susu formula
tetapi diare masih sering, supaya diberikan oralit
selang-seling dengan ASI, misalnya 2 kali ASI/ susu khusus, 1 kali
oralit. Hari ke-2 sampai ke-4, ASI/ susu formula rendah
laktosa penuh. Hari ke-5, bila tidak ada kelainan pasien
dipulangkan. Kembali susu atau makanan biasa
disesuaikan dengan umur bayi dan berat badannya.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang
hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan
yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain
(gula, air tajin, tepung beras dan sebagainya).
C. Kajian Empiris Sanitasi Lingkungan dengan Diare
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat
komplek, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar
kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan,
baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat (Notoatmodjo,
2003). Menurut model segitiga epidemiologi, suatu penyakit timbul
akibat interaksi satu sama lain yaitu antara faktor lingkungan, agent
Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menjadi penentu pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan
merupakan faktor yang paling penting, sehingga untuk
penanggulangan diare diperlukan upaya perbaikan sanitasi
lingkungan (Zubir, 2006). Seseorang yang daya tahan tubuhnya
kurang, maka akan mudah terserang penyakit. Penyakit tersebut
antara lain diare, kolera, campak, tifus, malaria, demam berdarah dan
influensa (Slamet, 2002). Masalah-masalah kesehatan lingkungan
antara lain pada sanitasi (jamban), penyediaan air minum,
perumahan, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah
(Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian Umiati (2010) hubungan antara
sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja
puskesmas nogosari kabupaten boyolali, menyimpulkan ada
hubungan antara sumber air minum, kualitas fisik air bersih,
kepemilikan jamban keluarga, jenis lantai rumah dengan kejadian
diare pada Balita. Menurut Bhakti Rochman (2010) hubungan antara
sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada Balita di kecamatan
jatipuro kabupaten karanganyar menunjukkan bahwa ada hubungan
antara faktor sanitasi lingkungan yang meliputi sumber air (p=0,009),
jenis jamban (p=0,029), kebersihan jamban (p=0,002), dan
pembuangan sampah (p=0,005), dan pengelolaan air limbah
(p=0,026) dengan kejadian diare pada Balita. Anjar Purwidiana (2009)
kejadian diare pada Balita di desa blimbing kecamatan sambirejo
kabupaten sragen menunjukkan tidak ada hubungan antara faktor
sosiodemografi yang meliputi tingkat pendidikan ibu (p=0,080), jenis
pekerjaan ibu (p=0,623), dan umur ibu (p=0,114). Ada hubungan
antara faktor lingkungan yang meliputi sumber air minum (p=0,001),
jenis tempat pembuangan tinja (p=0,001), dan jenis lantai rumah
(p=0,001) dengan kejadian diare pada Balita dengan kejadian diare
pada Balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten
Sragen.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pikir Penelitian
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan
yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air
bersih dan sebaginya. tampak bahwa sanitasi lingkungan ditujukan
untuk memenuhi persyaratan lingkungan yang sehat dan nyaman.
Lingkungan yang sanitasinya buruk dapat menjadi sumber berbagai
penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Pada akhirnya
jika kesehatan terganggu, maka kesejahteraannya juga akan
berkurang. Karena itu, upaya sanitasi lingkungan menjadi bagian
Kebiasaan hidup sehat adalah gaya hidup yang lebih fokus
pada kesehatan, baik itu dalam perilaku, makanan dan sebagainya
yang mengarah pada hidup lebih sehat baik jasmani maupun rohani.
Diare adalah buang air besar dengan tinja encer atau berair
dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (normalnya). Sehingga
orang yang mengalami diare akan lebih sering ke toilet untuk buang
air besar dengan volume feses yang lebih banyak dari biasanya. Diare
dikenal juga dengan istilah mencet. Penyakit Diare biasanya
berlangsung beberapa hari dan sering sembuh atau hilang tanpa
pengobatan. Akan tetapi adapula penyakit diare yang berlangsung
selama berminggu-minggu atau lebih. Atas dasar itulah penyakit diare
digolongkan menjadi diare akut dan kronis. Diare Akut adalah diare
yang berlangsung kurang dari dua minggu. Sedangkan Diare Kronis
adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu.
B. Bagan Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian
C. Variabel Penelitian Sumber Air Minum
Jamban Lantai Rumah
1. Variabel Bebas (Independen) dalam penelitian ini adalah sanitasi lingkungan yang meliputi sarana air bersih, sarana jamban dan
jenis lantai rumah.
2. Variabel Terikat (Dependen) dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Poasia.
D. Definisi Operasional
1. Variabel bebas
Sanitasi Lingkungan adalah usaha untuk membina dan menciptakan
suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan terutama kesehatan
masyarakat.
a. Sumber air minum adalah asal atau jenis air yang digunakan untuk
minum bagi keperluan hidup sehari-hari terdiri dari :
1. Alat Ukur : Kuisioner
2. Skala pengukuran : Nominal
3. Kategori :
a) Air terlindung
3. PDAM
4. Air mineral
b) Air tidak terlindung
1. Sungai
2. Sumur
3. Penampungan Air Hujan (PAH)
b. Kepemilikan jamban adalah sarana yang digunakan untuk buang air
besar yang dimiliki oleh responden.
2) Skala pengukuran : Nominal
3) Kategori :
a) Memiliki jamban, jika ada lubang leher angsa/tangki septik,
bersih dan tertutup.
b) Tidak memiliki jamban, jika tidak ada lubang leher angsa/tangki
septik, kotor dan tidak tertutup.
c. Jenis lantai adalah keadaan lantai responden berdasarkan
bahannya.
1) Alat Ukur : Kuisioner
2) Skala Pengukuran : Nominal
3) Kategori :
a) Kedap air
1. Semen
2. Ubin
3. Keramik
b) Tidak kedap air
1. Tanah
2. Kayu/ bambu
2. Variabel terikat
Kejadian diare adalah balita yang menderita diare dengan buang air
besar lembek, cair dan bahkan dapat berupa air saja lebih dari tiga kali
sehari dalam 6 bulan terakhir.
b. Skala Pengukuran : Nominal
c. Kategori :
1) Diare, jika mengalami diare dalam 6 bulan terakhir.
2) Tidak diare, jika tidak mengalami diare dalam 6 bulan terakhir.
E. Hipotesis Penelitian
1.Sarana Sumber Air Minum
- Ha Diterima, Ho Ditolak = Ada hubungan antara sarana Sumber Air Minum dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja
Puskesmas Poasia.
- Ha Ditolak, Ho Diterima = Tidak ada hubungan antara sarana sumber air minum dengan kejadian diare pada Balita di wilayah
kerja Puskesmas Poasia. 2.Kepemilikan Jamban
- Ha Diterima, Ho Ditolak = Ada hubungan antara sarana kepemilikan jamban dengan kejadian diare pada Balita di wilayah
kerja Puskesmas Poasia.
- Ha Ditolak, Ho Diterima = Tidak ada hubungan antara sarana kepemilikan jamban dengan kejadian diare pada Balita di wilayah
kerja Puskesmas Poasia. 3.Jenis Lantai Rumah
- Ha Diterima, Ho Ditolak = Ada hubungan antara sarana jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada Balita di wilayah kerja
Puskesmas Poasia.
- Ha Ditolak, Ho Diterima = Tidak ada hubungan antara sarana jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada Balita di wilayah
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan survei lapangan (observasional) dengan
tujuan mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian
diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia. Penelitian ini
merupakan penelitian dalam bentuk survey yang bersifat
observasional dengan metode pendekatan cross-sectional, yaitu suatu
penelitian yang dilakukan dengan pengamatan sesaat atau dalam
suatu periode waktu tertentu dan setiap subjek studi hanya dilakukan
satu kali pengamatan selama penelitian (Machfoedz, 2007).
Gambar 2. Bagan Desain Penelitian Cross Sectional Study
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas
Poasia pada bulan Desember 2016 sampai dengan Januari 2017 di
wilayah kerja Puskesmas Poasia.
C. Populasi dan Sampel
Populasi Sampel Faktor Risiko (+)
Efek Efek (-) Efek Efek (-)
1. Populasi
Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu
wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang mempunyai
sebanyak 58 responden di wilayah kerja Puskesmas Poasia.
a. Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Notoatmojo, 2010):
Keterangan:
n = Besar Sampel N = Besar Populasi
d2= Tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan = 0,1 b. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah menggunakan Simple Random Sampling, yaitu metode
pengambilan sampel secara acak di mana masing-masing
populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk terpilih
sebagai sampel (Murti, 2006). D. Pengumpulan Data
1. Jenis data
Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif, yang diperoleh
dari wawancara menggunakan kuesioner dan observasi mengenai
mengenai ketersediaan sumber air, kepemilikan jamban, dan
jenis lantai rumah..
b. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi yang berkaitan
dengan kebutuhan peneliti.
3. Cara pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan
observasi menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sesuai
tujuan penelitian.
4. Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuisioner.
Kuisioner adalah alat pengumpul data yang berisi daftar pertanyaan
yang akan diajukan kepada responden dan sudah tersusun dengan
baik, sehingga responden tinggal memberikan tanda-tanda yang
ada pada petunjuk pengisian kuisioner. Kuisioner diuji dengan uji validitas dan reliabilitas.
a. Uji validitas
Sifat valid memberikan pengertian bahwa alat ukur yang
digunakan mampu memberikan nilai yang sesungguhnya dari
nilai yang diinginkan. Instrumen uji validitas menggunakan uji
korelasi product moment person (Muhidin dan Abdurahman,
Dimana :
Rxy : korelasi antara variabel x dan y
X dan Y : Skor masing-masing skala
N : Banyaknya subjek
Tabel 1. Tingkat Keeratan Hubungan Variabel X dan Variabel Y
b.Relabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana
suatu alat ukur dapat dipercaya dengan menunjukkan hasil
pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua
kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan alat ukur yang
sama. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alfa
Cronbach.
Rumus Alfa Cronbach :
Keterangan :
r11 : reliabilitas instrumen
k : banyaknya bulir soal
: jumlah varians bulir
Standar reliabilitas adalah jika nilai hitung r lebih besar (>)
dari nilai tabel r (0,444), maka instrumen dinyatakan reliabel
(Muhidin dan Abdurahman, 2007) dan dapat dipergunakan
sebagai alat pengumpulan data.
E. Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data,
selanjutnya diteliti ulang dan diperiksa ketepatan atau kesesuaian
jawaban serta kelengkapan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Editing; melakukan seleksi terhadap data-data yang ada.
b. Coding; memberikan kode pada jawaban kuesioner dengan
memberikan angka nol atau satu.
c. Entry data; memasukkan/input data ke komputer.
d. Tabulating; melakukan rekapitulasi data dari jawaban responden
dalam bentuk tabel.
F. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
serta tabel analisis hubungan variabel bebas dan variabel terikat yang
disertai dengan narasi.
G. Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan
program SPSS. Analisis data meliputi : 1. Analisis univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi
frekuensi masing-masing variabel, baik variabel bebas, variabel
Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi
square. Analisis bivariat dilakukan untuk melihat antara variabel
dependen dan independen. Karena rancangan penelitian ini adalah
cross sectional, hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen digunakan uji statistik chi scuare dengan tabel kontigensi
2 x 2 dengan tingkat kepercayaan 95 % dengan rumus :
x2
Jika terdapat sel yang < 5, maka menggunakan uji fisher Exact,
dengan rumus: x2=(A+B)!(C+D)!(A+C)!(B+D)!
N ! A !B !C ! D!
Jika tidak terdapat sel yang < 5, maka menggunakan uji Chi Scuare
dengan Koreksi Yate’s (Yates Corrected), dengan rumus :
Kriteria penilaian hipotesis dengan uji chi square (X2) pada tabel
confiden level 0,05% (a=5%) adalah sebagai berikut :
a. Apabila X2 hitung > X2 tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. b. Apabila X2 hitung < X2 tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya
tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen.
Selanjutnya variabel yang berhubungan akan diuji dengan keeratan
hubungan dengan rumus koofisien phi ( φ ) sebagai berikutn : φ=
√
x 2n
Keterangan :
X2 = nilai chi
N = Besar sampel
Dengan interperensi sebagai berikut :
1. Nilai 0,01 – 0,25 Hubungan Lemah
2. Nilai 0,26 – 0,50 Hubungan Sedang
3. Nilai 0,51 – 0,75 Hubungan Kuat
4. Nilai 0,76 – 1,0 Hubungan Sangat Kuat H. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti harus melakukan izin dengan
kepala Puskesmas Poasia dengan tembusan Ketua STIKES Mandala
Waluya Kendari untuk mendapatkan tembusan meliputi : 1. Lembar Persetujuan menjadi responden
Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti. Peneliti
yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika
responden bersedia diteliti, maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan tersebut, jika responden menolak untuk diteliti,
maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati ibu tersebut. 2. Anonimity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan
namanya pada lembar kuisioner, cukup dengan memberikan nomor
pada masing-masing lembar tersebut. 3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil
penelitian.
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Peneitian 1. Keadaan Geografis
Puskesmas Poasia merupakan puskesmas plus yang melayani
rawat jalan dan rawat inap yang berkedudukan di Kelurahan
Rahandouna Kecamatan Poasia Kota Kendari. Wilayah Kerja
Puskesmas Poasia meliputi 4 kelurahan yaitu : Kelurahan Anggoeya,
Kelurahan Anduonohu, Kelurahan Rahandouna, dan Kelurahan
Matabubu. Jumlah posyandu sebanyak 14 posyandu yang tersebar
dalam 4 kelurahan, dengan batas – batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Kendari.
Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia pada
Tahun 2016 adalah 17.949 jiwa, yang terdiri dari 10.106 jiwa laki-laki
dan 7.843 jiwa perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 5.638
KK. Jumlah penduduk tersebut terdistribusi di 4 (empat) kelurahan,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah :
Tabel 3. Distribusi Penduduk Menurut Jumlah KK dan Jumlah Penduduk pada Masing-Masing Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota Kendari
1. Anduonohu 6.273 35,0 1.865 33,1
2. Rahandoun a
7.528 42,0 2.342 41,5
3. Anggoeya 3.149 17,5 874 15,5
4. Matabubu 999 5,5 557 9,9
Jumlah 17,949 100 5.638 100
Sumber : Profil Puskesmas Poasia, 2016
Penduduk per kelurahan adalah semua orang yang
berdomisili dalam suatu kelurahan tertentu selama 6 bulan atau lebih
dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi
bertujuan untuk menetap. Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 4
Kelurahan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia penduduk terbanyak
di Kelurahan Rahandouna yaitu berjumlah 7.528 orang (42,0%)
beralasan jika Puskesmas Poasia tersebut di tempatkan di
Kelurahan Rahandouna. Selanjutnya Kelurahan Anduonohu
berjumlah 6.273 (35,0%) dengan jumlah KK 1.865 (33,1%),
Kelurahan Anggoeya berjumlah 3.149 (17,5%) dengan jumlah KK
874 (15,5%) dan yang paling terendah penduduknya adalah
Kelurahan Matabubu yakni hanya 999 jiwa (5,5%) dengan jumlah KK
557 (9,9%).
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Poasia di Wilayah
Kerja Puskesmas Poasia sebagian besar Tamatan Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas (SLTA) (Profil Puskesmas Poasia,2016). 4. Keadaan Sosial Ekonomi
Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia sebagian
besar bermata pencaharian sebagai nelayan, petani, buruh harian,
pedagang, pengusaha dan pegawai negeri sipil/TNI/Polri, yang
secara umum tingkat pendapatannya atau penghasilan rata-ratanya
masih sangat rendah (Profil Puskesmas Poasia, 2016).
5. Sumberdaya Puskesmas
a. Sarana Pelayanan Kesehatan
Sarana pelayanan kesehatan di Puskesmas Poasia dapat
dilihat pada tabel di bawah :
Tabel 4. Sarana Pelayanan Kesehatan Puskesmas Poasia Kecamatan Poasia