• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Konstruktivisme dalam Belajar Me

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peranan Konstruktivisme dalam Belajar Me"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

~ 1 ~

PERANAN TEORI KONSTRUKTIVISME DALAM BELAJAR-MENGAJAR

Oleh

Syaiful. H.R. S.Psi., M.Psi

Deskripsi tentang Konstruktivisme

Teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang didefinisikan sebagai

sebuah Pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu sebuah tindakan yang

menciptakan suatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruksi sebenarnya bukan merupakan Gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini

merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini

menyebabkan seseorang mempunyai Pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Teori konstruktivisme bermula dari gagasan Piaget dan Vigotsky, Piaget

dan Vigotsky berpendapat bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika

konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses

ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Keduanya

menekankan adanya hakekat sosial dari belajar. Pembelajaran kooperatif, berbasis

kegiatan dan penemuan merupakan pilihan yang sesuai untuk pembelajaran.

Menurut Woolfolk (1995), kontruksi berarti bersifat membangun, dalam

konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata

susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan

berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun

oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang

terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat

fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus

mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Ada beberapa hal penting yang sangat sentral dalam konsturktivis. Pertama: adalah Perubahan, yaitu ide-ide tentang konstruksi sosial diajukan secara berbeda

bersilangan dalam berbagai konteks dan bukanlah sebuah realitas objektif yang

(2)

bahasa serta bagaimana hal-hal yang material dan ideasional menjadi faktor-faktor

yang dikombinasikan dalam berbagai kemungkinan konstruksi yang berbeda

dengan segala hasil keluarannya; Ketiga: Proses interaksi, yaitu keberadaan

pelaku menentukan pilihan dalam setiap proses interaksi dengan pelaku lainnya

dengan mengikutsertakan kesejarahan, kebudayaan dan berbagai perbedaan realitas sistim dalam interaksi tersebut.

Konstuktivis memberikan perhatian pada wacana umum yang ada di tengah

masyarakat karena wacana membentuk dan merefleksikan keyakinan, kepentingan

dan mempertahankan norma-norma dan nilai-nilai yang melandasi masyarakat

untuk bertindak. Wacana adalah instrumen perantara untuk mempertahankan

norma-norma yang menjadi landasan bertindak masyarakat (accepted norms of

behavior). Masyarakat yang termasuk di dalamnya individu-individu atau

negara-negara pada dasarnya sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari konteks

nilai-nilai kolektif yang membentuk kesatuan itu.

Pilar Konstruktivisme

Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan

bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia. Unsur-unsur konstruktivisme

telah lama dipraktekkan dalam proses belajar dan pembelajaran baik di tingkat

sekolah dasar, menengah, maupun universitas, meskipun belum jelas terlihat.

David, Higgins, and Tifft (1992), menjelaskan bahwa konsep

konstruktivisme, terutama dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta

memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba

sempurna. Dengan kata lain, pesera didik harus membangun suatu pengetahuan

itu berdasarkan pengalamannya masing-masing. Secara ontologis,

konstruktivisme dibangun diatas tiga proposisi utama

a. Struktur sebagai pembentuk perilaku aktor sosial dan politik, baik individual

(3)

b. Berbeda dengan neorealis dan marxis, yang menekankan pada struktur

material dalam bentuk kekuatan militer dan ekonomi dunia yang kapitalis,

konstruktivis berargumen bahwa sistem nilai, keyakinan dan gagasan bersama

sebenarnya juga memiliki karakteristik struktural dan menentukan tindakan

sosial maupun politik.

c. Sumber-sumber material sebenarnya hanya bermakna bagi tindakan atau

perilaku melalui struktur nilai atau pengetahuan bersama. Struktur normatif

dan ideasional-lah yang sebenarnya membentuk identitas sosial aktor-aktor

politik.

Konstruktivisme dalam Pendidikan Formal

Tekanan utama teori konstruktivisme adalah lebih memberikan tempat

kepada siswa/subjek didik dalam proses pembelajaran dari kepada guru atau

instruktur. Teori ini berpandangan bahwa siswa yang berinteraksi dengan berbagai

obyek dan peristiwa sehingga mereka memperoleh dan memahami pola-pola

penanganan terhadap objek dan peristiwa tersebut. Dengan demikian siswa

sesungguhnya mampu membangun konseptualisasi dan pemecahan masalah

mereka sendiri. Oleh karena itu kemandirian dan kemampuan berinisiatif dalam

proses pembelajaran sangat didorong untuk dikembangkan.

Menurut Frender (2003), ditinjau persepektif epistemologi yang disarankan

dalam konstruktivisme, maka fungsi guru akan berubah. Perubahan akan berlaku

dalam teknik pengajaran dan pembelajaran, penilaian, penelitian dan cara melaksanakan kurikulum. Sebagai contoh, perspektif ini akan mengubah kaidah

pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kemampuan peserta didik

mencontoh dengan tepat apa saja yang disampaikan oleh guru, kepada kaidah

pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kemampuan peserta didik

dalam membina skema pengkonsepan berdasarkan pengalaman yang aktif. Ia juga

akan mengubah tumpuan penelitian dari pembinaan model berdasarkan kaca mata

(4)

Janassen et.al (dalam Frender, 2003), berpendapat proses pembelajaran

berlaku berdasarkan pengalaman seseorang. Pengetahuan yang mereka peroleh itu

adalah hasil interpretasi pengalaman tersebut yang disusun dalam pikiran/otak

seseorang. Pengetahuan yang diterima para peserta didik secara formal di sekolah

tidak boleh 100% (seluruhnya) dipindahkan guru kepada peserta didik tersebut. Dengan kata lain, guru harus berupaya untuk membina para siswa dalam upaya

membentuk pengetahuan tersebut berdasarkan pengalamannya masing-masing.

Menurut para ahli konstruktivisme, belajara juga dipengaruhi oleh konteks,

keyakinan , dan sikap siswa. Dalam proses pembelajaran para siswa didorong

untuk menggali dan menemukan pemecahan masalah mereka sendiri serta

mencoba untuk merumuskan gagasan-gagasan dan hipotesis. Mereka diberikan

peluang dan kesempatan yang luas untuk membangun pengetahauan awal

mereka. Dalam perkembangannya terdapat pemikiran dalam teori konstruktivisme

ini, namun semua berdasarkan pada asumsi dasar yang sama tentang belajar. Dan

teori konstruktivisme yang utama dikenal dengan istilah konstruktivisme sosial

(Social Constructivism) dan konstruktivisme kognitif (Cognitive Constructivism).

Akhir-ahkhir ini proses pembelajaran konstruktivisme didasarkan pada

temuan-temuan penelitian mutahir tentang otak/pikiran manusia dan apa yang dikenal

dengan bagaimana proses belajar terjadi (Candy & Bee, 1994).

Peranan Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran

David, Higgins, and Tifft (1992), mengemukakan bahwa beberapa karakteristik pembelajaran konstruktivismedalam kegiatan belajar mengajar

sebagai berikut.

a. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar. Dengan

menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa

berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas

intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan

(5)

tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah

masalah (problem solver).

b. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa

waktu kepada siswa untuk merespon. Berfikir reflektif memerlukan waktu

yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau

menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam

melakukan penyelidikan.

c. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi. Guru yang menerapkan proses

pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu

menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang

sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum

konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan

gagasan-gagasan atau pemikirannya.

d. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa

lainnya. Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang

bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau

menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk

megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan

orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri

yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat

bermakna akan terjadi di kelas

e. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya

diskusi. Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi,

seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini.

Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan

kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka

buat, terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata.

f. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi

(6)

melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam

dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan

abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut

secara bersama-sama.

Sebagai contoh, guru harus mengubah kaidah mengajar dari tuntutan agar peserta didik dapat meniru dengan tepat apa yang disampaikan oleh guru, menjadi

kaidah pembelajaran yang lebih menekankan pada kemampuan peserta didik

dalam membina skema pengetahuan berdasarkan pengalaman nyata yang

dialaminya. Dengan demikian, pembelajaran harus diubah dari kaca mata guru

menjadi pembelajaran berdasarkan kacamata peserta didik. Artinya, bukan

bagaimana guru mengajar, melainkan bagaimana agar peserta didik dapat belajar.

Hal tersebut dapat dikatakan bahwa:

a. Murid tidak hanya dibekali dengan fakta-fakta, melainkan diarahkan pada kemampuan penguasaan dalam proses berfikir dan berkomunikasi,

b. Guru hanya merupakan salah satu sumber pengetahuan, bukan orang yang tahu segala-galanya. Jadi guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing belajar peserta didik.

c. Sebagai implikasinya, dalam penilaian pun harus mencakup cara-cara penyelesaian masalah dengan berpatokan pada aturan yang berlaku. Teknik-teknik tersebut dapat berbentuk peta konsep, diagram ven, portopolio, uji kompetensi, dan ujian komprehensip.

Kelebihan Konstruktivisme

Murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat

keputusan. Faham kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina

pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam

semua situasi. Selian itu murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan

ingat lebih lama semua konsep.

Kemahiran sosial (social life skill) diperoleh apabila berinteraksi dengan

rekan dan guru dalam membina pengetahuan baru; Adanya motivasi untuk siswa

(7)

kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri

pertanyaannya; Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan

pemahaman konsep secara lengkap; Mengembangkan kemampuan siswa untuk

menjadi pemikir yang mandiri; Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana

belajar itu.

Kekurangan Konstruktivisme

Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam

proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang

begitu mendukung; siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya.

Pustaka Acuan

Candy,T & Bee, H (1994). Good Practise In Teaching & Learning [On-Line] dari http://chiron. valdosta. edulwhuitt/col/re~4sys/conation. Html. Diunduh pada tanggal 26 November 2012

David. S., Higgins. C & Tifft. J. (1992). The Edducational of Psychological Classroom and Teaching Management. 2nd . New York : Bantam Book, Inc.

Dembo, MH (2003). Motivation and Learning Strategies For College Success : a Self-Management Approach. 2nd Edition. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publishers

Frender, G. (2003). Learning to Learn, Strengthening Study Skills And Brain Power. Australia: Incentive Publications, Inc.

Referensi

Dokumen terkait

Langkah pertama, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, apersepsi dan memotivasi semangat peserta didik dengan memberikan contoh-contoh benda yang relevan dengan

Dalam proses belajar mengajar guru mempunyai tugas untuk memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi yang disampaikan demi tercapainya tujuan

Jadi, biasanya supervisi dilakukan misalnya pra itu pengawas menanyakan kepada guru yang bersangkutan, materinya apa nanti yang akan disampaikan, strategi apa

pembelajaran konstruktivisme adalah dalam proses belajar mengajar guru tidak ikut serta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna, peserta

Perilaku guru dalam memberi contoh kedisiplinan ini adalah 95 % guru mengajar tepat waktu. Selama pembelajaran berlangsung kedatangan guru merupakan salah satu faktor

Sebagai contoh, dalam proses pembelajaran seorang peserta didik hanya sebagai obyek, yang fungsinya hanya disuruh mendengarkan, melihat apa yang disampaikan guru dan

Dari ke empat kelas tersebut guru yang mengajar hanya satu orang yang mengajar mata pelajaran ekonomi dan tentunya apa yang disampaikan dari setiap kelas akan sama, maka dari

Kegiatan proses belajar mengajar dengan menggunakan metode konvensional masih didominasi oleh guru, sehingga siswa hanya duduk mendengarkan, meniru pola-pola