PROSIDING
SIMPOSIUM NASIONAL KOMUNIKASI KESEHATAN 2015
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS PADJADJARAN
Jatinangor, 16 September 2015 - ISBN 978-602-70603-4-0Ko u ikasi Kesehata d
i Indonesia:
Prospek, Ta ta ga , da Ha ata
Copyright © LP3 Fikom Unpad, 2015 Hak Cipta dilindungi undang-undang
Reviewer
Dr. Eni Maryani, M.Si Dr. Herlina Agustin, M.T. Dr. Hanny Hafiar, M.Si Dr. Suwandi Sumartias, M.Si Dr. Antar Venus, M.A.Comm Dr. Pawit M.Yusuf., M.Si
Editor dan Tata letak Ira Mirawati, M.Si Efi Fadilah, M.Pd
Maimon Herawati, M.Litt Andriyanto, M.I.Kom
Desain Sampul Syauqi Lukman
Diterbitkan oleh
LP3 Fikom Unpad, Gedung 1 Lt. 1, Jalan Raya Sumedang-Bandung Km. 21, Kampus Fikom, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. 45363. Telepon (022) 7796954. Faks (022) 7794122. Laman web: http://www.fikom.unpad.ac.id | e-mail: lp3.fikomunpad@yahoo.com
ISBN: 978-602-70603-4-0
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Komunikasi kesehatan mengalami perkembangan yang signifikan sebagai sebuah kajian keilmuan. Hal ini tidak terlepas dari besarnya perhatian, baik dunia akademis bidang komunikasi dan bidang kesehatan dengan para praktisi kesehatan yang menyadari akan besarnya peran komunikasi kesehatan dalam meningkatkan kesehatan manusia. Bidang komunikasi kesehatan merupakan salah satu kajian yang kompleks, memiliki area riset dan praktik yang signifikan dalam masyarakat kontemporer. Bahkan riset komunikasi kesehatan bersifat multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin. Risetnya dapat dilakukan berdasarkan paradigma objektif, konstruktif atau kritis.
Keberadaan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat seperti internet berimplikasi pada hadirnya layanan e-health, sehingga masyarakat di berbagai belahan dunia dapat berbagi informasi dalam waktu yang bersamaan melalui berbagai macam sumber informasi. Melalui e-health setiap orang yang memiliki akses internet baik di kantor, rumah, atau mobile menjadi sedemikian mudah mengakses informasi kesehatan. Diperlukan kecerdasan untuk memanfaatkannya, sehingga setiap orang perlu mengasah kemampuannya untuk lebih melek media dan melek informasi.
Hal lain yang berkaitan dengan komunikasi kesehatan adalah mengenai isu-isu atau wacana di seputarnya, misalnya bagaimana masalah kesehatan berkaitan dengan kebijakan pemerintah, membangkitkan kesadaran masyarakat, cara hidup dan cara berpikir masyarakat kalangan tertentu mengenai kesehatan. Pendeknya, ini berkaitan erat dengan aspek sosio kultural masyarakat, bahkan politik di suatu negara. Tidak kalah menarik mengupas aspek etika, hukum dan budaya dalam komunikasi kesehatan:bagaimana pasien, dokter, perawat memiliki pengalaman yang beragam dalam komunikasi kesehatan.
Atas fenomena sebagaimana tersebut di atas menjadi sangat signifikan bila kami menyelenggarakan Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan dengan mengambil tema “Komunikasi Kesehatan di Indonesia : Prospek, Tantangan dan Hambatan”,dengan subtema yang ditawarkan :
1. Teknologi, Media dan e-health
2. Faktor Sosio Kultural dan Komunikasi Kesehatan 3. Isu Hukum dan Etika dalam Komunikasi Kesehatan 4. Komunikasi Kesehatan dalam Konteks Interpersonal 5. Gaya Hidup dan Komunikasi Kesehatan
6. Komunikasi Krisis dalam Bidang Kesehatan
7. Kebijakan Pemerintah mengenai Kesehatan Masyarakat 8. Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif (Antar) Budaya 9. Isu Metodologis dalam Komunikasi Kesehatan
10. Teori-Teori Mutakhir Tentang Komunikasi Kesehatan
Berdasarkan data sesuai dengan jadwal deadline, peserta yang telah mengirimkan makalahnya berjumlah 97 orang yang terdiri dari 42 Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta dan satu Lembaga Swadaya Masyarakat. Mereka mewakili dua puluh kota Besar di Indonesia.
Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Prof. Dr. dr.Nila F.Moeloek, Sp.M (K) yang telah menjadi keynote speaker. Terima kasih pula kami ucapkan kepada para pembicara pada sesi Pleno, yakni :
1. Prof. Dr.med. Tri Hanggono Achmad, dr. (Rektor Universitas Padjadjaran) 2. Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D.(Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi UNPAD) 3. dr. Alma Luciyati, M.Kes., M.Si., MH.Kes.(Kepala Dinas Kesehatan Prov. Jawa Barat) 4. dr. Ahyani Raksanagara.(Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung)
Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan dan mohon maaf atas segala kekurangan.
Wassalam.
Jatinangor, 16 September 2015 Ketua Pelaksana,
SAMBUTAN
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Padjadjaran
Komunikasi menjadi faktor penting dalam setiap sendi kehidupan, termasuk bagi karier
professional medis dan kesuksesan layanan dalam dunia kesehatan. Para profesional medis,
seperti dokter, perawat, bidan, apoteker, dll. membutuhkan komunikasi untuk mendukung
kesuksesan kerja mereka.
Berhasil atau gagalnya karier seseorang salah satunya dipengaruhi oleh kemampuannya
dalam berkomunikasi. Selama ini, komunikasi sering dianggap remeh, karena kita merasa
sudah melakukannya sejak lahir. Padahal jika dipelajari dengan serius, komunikasi akan
mampu menjadi kunci sukses seseorang. Kesuksesan kebijakan kesehatan dari pemerintah
bagi masyarakat juga sangat bergantung kepada komunikasi, seperti kebijakan BPJS yang
belakangan ini menuai kontroversi.
Dalam komunikasi terapeutik, cara dokter melayani pasien di meja saja mampu
membuat 55 % pasien stres. Dalam penelitian jika dokter tidak menggunakan meja saat
menerima pasien, tingkat stres tinggal 10%, maka konsep egaliter menjadi penting
dipraktikkan dalam dunia medis tanah air, mengingat saat ini profesional medis cenderung
menjaga jarak dengan pasien, mulai dari cara berpakaian, cara berbicara, hingga bagaimana
cara memperlakukan pasien.
Dokter harus lebih egaliter, menerapkan model bersama yang mengasumsikan pasien
sebagai mitra berdasarkan empati. Sebagai profesional medis, misalnya, jika bahasa
Sundanya, ia bisa menggunakan bahasa sundasaat berkomunikasi dengan pasien.
Dalam keseharian sering ditemui budaya paternalistik, yaitu ketika dokter mendominasi
dan memotong pembicaraan dengan pasien. Padahal dokter harusnya membuat pasien
nyaman untuk bisa "curhat" tentang penyakitnya. Penelitian menunjukkan bahwa
kesembuhan pasien tidak hanya dipengaruhi oleh faktor medis ilmiah (biomedis), tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor social budaya lainnya, bahkan juga doa. Maka factor-faktor social
budaya yang dianut pasien ini perlu dipertimbangkan oleh para professional medis dan oleh
kesehatan juga ternyata penting. Hal ini bahkan sering diseminarkan di
universitas-universitas kelas dunia di berbagai negara.
Khusus di Indonesia, kita perlu prihatin bahwa dunia kesehatan di Indonesia masih
sering menghadapi permasalahan komunikasi yang membuat proses medis tidak efektif.
Kasus terbaru soal kisruh BPJS Kesehatan, juga disebabkan adanya masalah komunikasi
yang terjadi antara penyelenggara BPJS Kesehatan dengan pihak rumah sakit, klinik, dokter,
perawat, serta masyarakat indonesia secara umum. Jika masalah komunikasi ini dapat
diselesaikan, layanan BPJS Kesehatan akan jauh lebih baik dibandingkan saat ini.
Saya berharap, lewat Simposium Nasional Komunikasi Kesehatan yang
diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis ke-55 Fikom Unpad ini, Komunikasi Kesehatan
dapat diajarkan di seluruh perguruan tinggi di Indonesia, secara umum di fakultas atau
program studi ilmu komunikasi, dan secara khusus untuk fakultas-fakultas Kedokteran.
Lewat Simposium ini pula saya berharap kita dapat bekerjasama untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat, lewat berbagai penelitian, seminar, dan lokakarya lokakarya, baik
secara kuratif dan terlebih lagi secara preventif.
Semoga layanan kesehatan akan semakin baik atas campur tangan ilmu komunikasi di
dalamnya.
Jatinangor, 16 September 2015
Dekan Fikom Unpad,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
SAMBUTAN DEKAN FIKOM UNPAD 4
DAFTAR ISI 6
I. ISU METODOLOGIS DALAM KOMUNIKASI KESEHATAN
The Role of Integrated Model of Behavior Prediction (IMBP) Theory to Design Healtly Behavior Messages In School-Based Nutrition Education Intervention
Ratri Ciptaningtyas
15
Kesehatan dalam Perspektif Antropologi, Sosiologi, dan Komunikasi Atwar Bajari, Sri Susilawati
30
Aksesibilitas Informasi Kesehatan Keluarga Bagi wanita di Desa Ancol Mekar Kecamatan Arjasari Kabupaten Bandung
Elnovani Lusiana, Rully Khairul
40
Edukasi Komunikasi Terapeutik dalam Program Family Phychoeducation Theory Frieza Patriani, Purwanti Hadisiwi, Hanny Haviar
46
Kajian Metodologi Etnografi Komunikasi Dalam Pengembangan Komunikasi Terapeutik Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Iwan Koswara
65
Model Komunikasi Terapeutik Sebagai Pelayanan Prima di Puskesmas Depok 1 Sleman Yogyakarta
Ida Wiendijarti, Edwi Arief, Isbandi
80
Pemetaan Perilaku Pencarian Informasi Perempuan Terdiagnosis Kanker Payudara di Prov. Jawa Barat
Siti Karlinah, Purwanti Hadisiwi, Slamet Mulyana, Meria Octavianti
90
II. FAKTOR SOSIO KULTURAL DAN KOMUNIKASI KESEHATAN
Mengungkap Pengalaman Keluarga Miskin Pedesaan di Jawa Barat dalam Menggunakan Informasi dan Sumber-Sumber Informasi Kesehatan
Pawit M. Yusuf, Neneng Komariah, Rohanda, Priyo Subekti
109
Pemanfaatan Taman Bacaan Taman Bacaan Masyarakat Al Hidayah Desa Citimun Kecamatan Cimalaka Sumedang dalam Menumbuhkan Minat Baca masyarakat tentang Kesehatan
Sukaesih, Agung Budiono
129
Peranan Tokoh Adat dalam Menyampaikan Pesan Tentang Bahaya Air raksa Pada Pengolahan Emas (Gulundung) di Kasepuhan Cisungsang
Yoki Yusanto
Peranan Kyai dalam Komunikasi Kesehatan Islami di Pesantren
Pola Pencairan Informasi Kesehatan Reproduksi oleh Perempuan Pedesaan di Jawa Barat Susanne Dida, Trie Damayanti
177
Komunikasi Kesehatan Implementasi Kebijakan Program Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan di Kab. Flores Timur
Tine Silvana, Nindi Aristi, Efi Rostiantika, Rohanda
186
Promosi Squalene dan Ancaman Kelestarian Hiu Herlina Agustin
199
Pola Komunikasi Kesehatan Warga Kampung Aceh Merry Fridha Tri Palupi
207
Memahami Makna Simbolisasi Kultural dan Sosial Perilaku Merokok Yun Fitrahyati, Fitri, Sinta
220
Pengembangan Media Kesehatan dan Persepsi Masyarakat Pedesaan Jawa Timur Tatag Handaka, Dessy T, Hetty
237
Peta Pencarian Informasi Kesehatan Reproduksi Remaja Kota Bandung Berdasarkan Jenis Kelamin, Latar Belakang Pendidikan, Status Sosial dan Ekonomi
Nuning Kurniasih, Neneng Komariah
251
III. KOMUNIKASI KESEHATAN DALAM KONTEKS INTERPERSONAL
Kebahagiaan Karyawan Purnabakti Perspektif Komunikasi Kesehatan dalam Konteks Interpersonal
Maylanni Christin
269
Studi Kasus Tentang Komunikasi Kesehatan Pada Hubungan Interpersonal Therapist dan Pasien di Pusat Pengobatan Alternatif ATFG Arcamanik Bandung
Lucy Pujasari Supratman
287
Pendekatan Human Relations dalam Relasi Dokter Keluarga dan Pasien Marfuah Sri S, Humaera Tyas
293
Pendekatan Komunikasi Antarpribadi dalam Menghadapi Penderita Schizoprenia Nur Idaman, Erna Mariana
308
Persepsi Pasien terhadap Komunikasi Person Centered Approach Imam Nuraryo
323
Komunikasi Antarpribadi Penyandang Epilepsi dengan Masyarakat Sekitar Konsep Diri Penyandang Epilepsi
Dasrun Hidayat, Sri Dewi
Persepsi Masyarakat Terhadap Bidan dan Dukun Bayi Terlatih dalam memberikan Pertolongan Persalinan di Kab. Indramayu
Priyo Subekti, Yanti Setianti
352
Ketika Bidan Menjelma Menjadi Dokter : Kajian Struktur Diri Pasien Bidan Desa dengan Pendekatan Sosio Kultur
Dasrun Hidayat
364
Komunikasi Terapeutik Dalam Pengobatan Akupunktur di Klinik Paksi DPD Jawa Barat Henny Sri Mulyani
383
Komunikasi Terapeutik Orangtua dengan Anak Fobia Spesipik di Bandung Jenny Ratna Suminar, Rachamaniar
394
Pengalaman Komunikasi Terapeutik Petugas Rehabilitasi Medik Pada Pasien Stroke di Rumah Sakit Umum Pusat Mohammad Hoesin Palembang
Retna Mahriani
408
Pola Komunikasi Antarpersona Antara Terapis dengan Anak Penderita Autis dalam Meningkatkan Kemampuan Berinteraksi dengan Lingkungan Sekitar
Meilani Dhamayanti
424
Studi Fenomenologi Komunikasi Interpersonal Guru dan Anak Autis Tipe Nonverbal di Sekolah Lensa
Dinda Rakhma Fitriani
435
IV. GAYA HIDUP DAN KOMUNIKASI KESEHATAN
Gaya Hidup Masyarakat Sumenep Madura Melalui Media Pasir Dalam Kajian Komunikasi Kesehatan
Teguh Rachmad, Surochim
453
Menguji Keampuhan Komunikasi Dalam Mengatasi Teror HIV/AIDS di Masyarakat High Metropolis Lifestyle
Agus Naryoso
469
Pemaknaan Diri dan Keluarga Bagi Ibu Rumah Tangga Pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Cianjur
Syubanuddin Murom
486
Memahami Speech Codes Komunitas dan Komunikasi Interpersonal PSK yang Sudah Mengadopsi Perilaku Pemakaian Kondom
Pengetahuan, Pemahaman, dan Sikap Ibu Rumah Tangga Terhadap Pencegahan HIV-AIDS Sri Widowati
Gaya Hidup dan Dampak Psikologis Komunikasi Kesehatan Psikologis Pelaku Seks
Food Combining Sebagai Pasien Efektif dalam Menghasilkan Perilaku Hidup Sehat Nofha Rina
575
V. KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI KESEHATAN MASYARAKAT
Dilematis Kebijakan Pelarangan Prostitusi di Kab.Jember sebagai Potensi Peningkatan Dakocan dan Persebaran HIV-AIDS di Kab.Jember Prov.Jawa Timur
Murry Ririanty, Iken Navikadini, Thohirun
589
Kebijakan Promosi Kesehatan Puskesmas dengan Tempat Perawatan (DTP) di Tarogong Kab. Garut
Andri Yanto, Saleha Rodiah, Efi Rostiantika
599
Komunikasi Kesehatan pada Program Revitalisasi Posyandu di Jawa Barat Funny Mustikasari
617
Model Pengembangan Komunikasi Kesehatan pada Rumah Tangga Sangat Miskin di Kabupaten Sumedang
Asep Suryana
634
VI. KOMUNIKASI TERAPEUTIK DALAM PERSPEKTIF (ANTAR)BUDAYA
Perspektif Antar Budaya dalam Komunikasi Terapeutik Lisa Adhrianti
650
Fenomena Pengobatan Minyak Bintang Efek Minimnya Kepercayaan Pasien terhadap Pengobatan Biomedis
Wahyu Gani
658
Bentuk Komunikasi Interpersonal Peramu kepada Pengguna Jamu sebagai Upaya Menjaga Tradisi dan Pesan Kesehatan pada Masyarakat Kota Bangkalan Madura Ekna Satriyati
669
Viralitas Pengobatan Alternatif Devi Rachmawati
684
Pelet Kandung sebagai Ritual Menjaga Kesehatan Ibu Hamil Masyarakat Madura Syamsul Arifin
696
Komunikasi Terapeutik dalam Terapi Pengobatan Ayurveda di Ubud Bali I Dewa Ayu Hendrawathy
Komunikasi Terapeutik melalui Musik Campusari pada Pengobatan Alternatif Eyang Agung Ciputat
Rahmi Setiawati, Nia Kurniati Syam
722
VII. TEKNOLOGI, MEDIA DAN E-HEALTH
Karya Seni sebagai Media Komunikasi bagi Penyandang Autisme Prihandari, Satvikadewi
741
Strategi Pemberdayaan SDM Televisi Lokal sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Program Siaran Televisi Lokal di Jawa Barat
Feliza Zubair, Evi Novianti, Trie Damayanti
754
Fast Food Punishment or reward (Fenomena Gaya Hidup dan Peran Komunikasi Kesehatan Orang Tua di Makasar)
Citra Rosalyn Anwar
768
Komodifikasi Program Kesehatan Di Televisi Indonesia Rahmat Edi Irawan
788
Dimensi Etis Iklan Layanan Masyarakat Antirokok Versi Perokok Pasif Nia Ashton Destrity
799
Wacana Media Massa tentang Penyakit -penyakit yang Membahayakan Kehidupan Warga
Triyono Lukmantoro
813
Revitalisasi Jurnalis dalam Era TIK Bidang Kesehatan Pandan Yudhapramesti
829
Intensitas Penggunaan Smartphone sebagai Gaya Hidup terhadap Kesehatan Sri Budi Lestari
843
Penyebaran Informasi Kesehatan dan Penggunaan Media Digital di Kalangan Remaja Eni Maryani
859
VIII. KOMUNIKASI KESEHATAN DAN MEDIA SOSIAL
Grup Facebook sebagai Platform Berbagi Informasi Kesehatan Studi pada Grup GESAMUN (Gerakan Sadar Imunisasi)
Jejaring Komunikasi Pengguna Akun Media Sosial Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia Nunik Maharani Hartoyo
Media Online Komunikasi Kesehatan Upaya Penguatan Perilaku Preventif Seksual Remaja Melalui Media Internet di Indonesia
Agoeng Nugroho
908
Pemanfaatan Jejaring Media Komunikasi dan Informasi dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil dan Anak di Jawa Barat
Suwandi Sumartias, Evie Adriane, Aat Nugraha
916
Propaganda Kesehatan Lewat Sosial Media Indiwan Seto, Yoyoh Hereyah
929
Twitter sebagai Media Promosi Kesehatan yang Efektif Yani Triwijayanti, Aiz Bachtiar
936
IX. KOMUNIKASI PETUGAS MEDIS, PASIEN DAN KELUARGA
Relasi Dokter Anak dengan Pasien Gracia Rahmi Adiarsi, Citra Mega Sari
950
Komunikasi Orang Tua terhadap Anak Penyandang Disleksia Leili Kurnia Gustini
960
Perilaku Komunikasi Survivor Kanker dalam Mempertahankan Usia Harapan Hidup Amalia Djuwita
974
Fenomenologi Perawat Pasien Rehabilitasi Sosial Penyandang Cacat Mental Psikotik atau Eks Psikotik Terlantar di Panti Bina Laras Harapan Sentosa 2 Cipayung Jakarta Timur dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik
Wiratri Anindhita
986
Kenyamanan Pasien Melalui Layanan Kesehatan Poli Santun Lansia Puskesmas Puter Bandung
Kartika Singarimbun
1003
Kompetensi Budaya Bidang Komunikasi Kesehatan sebagai Preferensi untuk Membangun Keharmonisan Interaksi antara Penyedia Layanan Kesehatan dan Pasien
Bertha Sri Eko, Nasrullah, E. Nugrahaeni P.
1013
Komunikasi antara Dokter dan Pasien Uthe Nugroho, Edwin Rizal
1028
Komunikasi Non Verbal Dokter pada Pasien Anak-Anak di Poliklinik Anak Rumah Sakit Adam Malik Medan
Nadra Ideyani
1041
X. KOMUNIKASI KESEHATAN DAN KELUARGA BERENCANA
Komunikasi Kependudukan dan Keluarga Berencana Pasca Reformasi Wawan Setiawan
Strategi Komunikasi Pemasaran Sosial Metode Vasektomi/Mop dalam Upaya Peningkatan Akseptor KB Pria Lestari
Basuki, Panji Dwi Ashrianto
1068
Kegiatan Diseminasi Informasi tentang Penanggulangan Angka Kematian Ibu terhadap Persepsi Hak Kesehatan Reproduksi Perempuan di Desa Kali Cacing Sidomukti Salatiga Ninis Agustini Damayani, Agus Rusmana, Ute Lies Siti Khadijah
1082
XI. TEORI-TEORI MUTAKHIR TENTANG KOMUNIKASI KESEHATAN
Model Komunikasi Efektif untuk Peningkatan Kesadaran Ibu Rumah Tangga Muda dalam Mengkonsumsi Makanan Pokok Sehat Non Beras
Widya Pujarama, Nilam Wardasari, Nia Ashton D
1100
Dialektika Komunikasi Keluarga dengan Penyandang Gangguan Jiwa Purwanti Hadisiwi
1117
Telaah Teori dan Paradigma Penelitian dalam Kajian Komunikasi Kesehatan Nuriah Asri Sjafirah
1128
Biblioterapi untuk Remaja di Rumah Belajar Ulul Azmi Cimahi - Jawa Barat Saleha Rodiah
1139
Evaluasi Model Komunikasi Kesehatan Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Kabupaten Lebak Provinsi Banten
Ilham Gemiharto
BAGIAN IV
GAYA HIDUP MASYARAKAT SUMENEP MADURA MELALUI MEDIA PASIR DALAM KAJIAN KOMUNIKASI KESEHATAN
Teguh Hidayatul Rachmad 88, Surokim89
ABSTRAK
Plurasime menjadikan masyarakat mempunyai identitas yang beragam didalam struktur yang dilegalkan oleh budaya dan negara. Agen di dalam struktur akan mencari identitas komunal masing-masing sehingga menjadi gaya hidup di masyarakat tersebut. Keunikan dan keberagaman akan gaya hidup di dalam struktur masyarakat, khususnya masyarakat pasir di sumenep Madura menjadi nilai penting untuk dikaji dan dibahas dalam tema komunikasi kesehatan. Peran masyarakat pasir sumenep madura sebagai masyarakat subordinat telah dilegitimasi menjadi struktur budaya lokal melalui gaya hidup dan komunikasi interpersonal.
Wacana kesehatan di masyarakat mayoritas Madura dengan masyarakat pasir sumenep sebagai media kontestasi yang dapat menjadi saran dan masukan untuk tantangan kajian komunikasi kesehatan, khususnya di masyarakat Madura. Metode penelitian yang digunakan adalah etnografi sebagai teknik analisis data untuk mecari, dan mengumpulkan informasi dari narasumber yang kemudian dikorelasikan dengan kerangka konseptual.
Hasil dari penelitian ini memaparkan bentuk kontestasi komunikasi kesehatan masyarakat madura antara dominan dan subordinat dengan kebijakan yang sudah dilegalkan dan peraturan tidak tertulis. Dari pembahasan bentuk kontestasi kesehatan, dapat digambarkan melalui bagan dualitas komunikasi kesehatan antara mayoritas masyarakat Madura dan minoritas masyarakat pasir yang saling mendukung, sehingga terdapat mutual understanding tentang komunikasi kesehatan masyarakat pasir di Sumenep.
Kata Kunci: Gaya Hidup, Komunikasi Interpersonal, Dualitas
ABSTRACT
Plurasime making the community have diverse identities within the structure and culture of legalized by the state. Agents will be looking at the structure of communal identity of each so that it becomes a lifestyle in the community. The uniqueness and diversity of lifestyles within the structure of society, especially the sand in Sumenep Madura are important values to be studied and discussed the theme of health communication. Sumenep Madura sand public role as a subordinate society has legitimized into the structure of the local culture through lifestyle and interpersonal communication.
Discourse in the public health community the majority of Madura with sand Sumenep as media contestation can be advice and input to the challenges of health communication studies, particularly in the Madurese community. The method used is ethnography as data analysis techniques to look for, and collect information from a resource that is then correlated with the conceptual framework.
Results from this study describes the forms of contestation Madura public health communication between dominant and subordinate to the policies that have been legalized
88 Staf Pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Trunojoyo Madura.
teguhkaneshiro@gmail.com
89
and unwritten rules. From the discussion of health contestation form, can be illustrated by the chart duality health communication between the majority community and the minority community Madura sand mutual support, so that there is mutual understanding of public health communication sand in Sumenep.
Keywords: Lifestyle, Interpersonal Communication, Duality
PENDAHULUAN
Masyarakat dalam era modernisasi mempunyai beragam karakter dan identitas yang
tersebar di seluruh penjuru nusantara, salah satunya di pulau Madura. Karakteristik akan
persepsi masyarakat terhadap fenomena yang terjadi di Madura sungguh menarik untuk
diteliti dan dibahas lebih dalam. Mulai dari keberagaman kebudayaan, identitas ke-maduraan,
bahkan wacana tentang kesehatan di salah satu kabupaten di Madura, yaitu di Sumenep
tepatnya di kecamatan Batu Putih. Masyarakat Batu Putih Sumenep mayoritas penduduknya
sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, karena letak geografisnya berada di tepi pantai
Lombang-Sumenep Madura. Desa Pasir itu sebutan masyarakat Sumenep bagi warga Batu
Putih, yang mempunyai keunikan sendiri dalam menjalani aktifitas kehidupan sehari-hari.
Dikenal dengan desa pasir karena sebagian besar aktivitas yang dilakukan warga Batu Putih
berhubungan dengan pasir. Yang dimaksud pasir disini adalah pasir pantai yang berwarna
putih dan menjadi ciri khas pantai lombeng Sumenep Madura. Kenyamanan beristirahat bagi
warga desa pasir adalah sewaktu mereka tidur diatas pasir putih yang diletakkan di rumahnya.
Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa semuanya bermain di atas pasir, tidur, hingga
menikmati waktu luang berkumpul dengan keluarga. Bercengkerama, berkomunikasi dan
bersosialisasi sesama warga Batu Putih dilakukan di atas pasir yang ada di kampung tersebut.
Dalam buku Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Deddy Mulyana mengutip pengertian
komunikasi menurut Everett M. Rogers “komunikasi adalah proses dimana suatu ide
dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka (Mulyana, 2010: 69). Komunikasi interpersonal antar penduduk Batu
Putih Sumenep merupakan bagian terpenting dari pemahaman dan legitimasi akan kesehatan
dalam suatu masyarakat. Wacana kesehatan dalam mayoritas masyarakat Sumenep berbeda
dengan masyarakat desa pasir yang sudah menjadi gaya hidup. Perbedaan gaya hidup
mayoritas masyarakat sumenep dengan desa pasir menjadi sangat menarik jika dikorelasikan
kedalam kajian komunikasi kesehatan. Masyarakat dominan secara tidak langsung
memunculkan masyarakat marginal. Perbedaan pemahaman antara masyarakat dominan dan
marginal akan sebuah konsep yang berkembang di masyarakat menjadi nilai tambah keilmuan
bagi masyarakt itu sendiri, khususnya konsep tentang gaya hidup sebagai dampak
bagaimana gaya hidup masyarakat Sumenep menggunakan media pasir dalam kajian
komunikasi kesehatan.
Melalui konsep gaya hidup, Adler menjelaskan keunikan manusia. Setiap manusia
memiliki tujuan, perasaan inferior, berjuang menjadi superior dan dapat mewarnai atau tidak
mewarnai usaha mencapai superioritasnya itu dengan minat sosial. Akan tetapi, setiap
manusia melakukannya dengan cara yang berbeda. Gaya hidup merupakan cara unik dari
setiap orang dalam mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan dalam lingkungan hidup
tertentu, di tempat orang tersebut berada. Gaya hidup berdasarkan atas makna yang seseorang
berikan mengenai kehidupannya atau interpretasi unik seseorang mengenai inferioritasnya,
setiap orang akan mengatur kehidupannya masing-masing untuk mencapai tujuan akhirnya
dan mereka berjuang untuk mencapai hal tersebut (Calvin S. & Gardner. 1985: 79).
Menurut Giddens gaya hidup (lifestyles) menata sesuatu menjadi suatu kesatuan,
menjadi sebuah pola yang kurang lebih punya keteraturan. Bagi Giddens identitas diri adalah
suatu proyek yang diwujudkan, dipahami oleh para individu dengan cara-cara pendirian
mereka sendiri dan cara-cara menceritakan, mengenai identitas personal dan biografi mereka.
Kedua pemikiran Giddens ini arahnya adalah berbicara mengenai pencitraan. Citra
menyangkut bagaimana seseorang merasa puas, bangga ataupun senang. Pada saat keberadaan
dirinya diakui oleh orang lain disekitarnya. Karena inti dari citra diri adalah bagaimana
dampak perlakuan dan pengakuan yang diterima oleh seseorang, sebagai akibat dan proses
bergaya tertentu. Giddens ingin menunjukkan gaya hidup ini tidak lagi masuk pada wilayah
kelompok tertentu saja, tapi hampir semua lini kehidupan (Giddens, 1991: 202).
Gaya hidup masyarakat dapat membuat pola hidup individu menjadi sehat atau malah
sebaliknya. Kebiasaan untuk melakukan aktivitas tertentu menjadi media komunikasi
interpersonal dalam masyarakat. Komunikasi kesehatan mempunyai fokus kajian terhadap
proses komunikasi dan isi pesan terhadap wacana kesehatan. Richard K. Thomas dalam
bukunya Health Communication mengatakan,” Health Communication encompasses the study
and use of communication strategies to inform and influence individual community
knowledge, attitudes and practices (KAP ) with regard to health and healthcare”. Individu dan
komunitas membutuhkan informasi dan promosi tentang pengetahuan, tingkah laku, dan
praktek sehat sekaligus menjaga kesehatan melalui penggunaan strategi komunikasi yang
efektif. Komunikasi memegang peranan penting dalam kegiatan promosi masalah kesehatan,
karena memiliki peran dalam hal :
1. Membangun dialog dengan komunitas, termasuk didalamnya kelompok
2. Mempengaruhi pemerintah dan jajarannya untuk membuat kebijakan dan/atau
undang-undang mengenai promosi kesehatan
3. Meningkatkan kepedulian pemerintah dan jajarannya mengenai masalah
kemiskinan, hak asasi manusia, pemerataan, dan isu lingkungan
4. Mendorong dukungan masyarakat/public terhadap kebijakan yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah serta jajarannya;
5. Menginformasikan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah kepada
masyarakat luas
6. Meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai isu kesehatan, agar turut
berpartisipasi secara aktif; dan
7. Mendorong perilaku masyarakat mengenai isu kesehatan (Firdaus dan
Achmad, 2013: 53-54).
Komunikasi mempunyai peran yang sangat central dalam mengelola pesan, baik verbal
maupun non verbal dalam ilmu kesehatan. Efektivitas komunikasi dalam mengelola dan
menyebarkan pesan juga tergantung dari komunikan dan suasana lingkungannya. Ditinjau dari
suasana atau lingkungan berlangsungnya komunikasi terdapat dua bentuk komunikasi, yaitu :
1. Komunikasi formal, merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suasana resmi.
2. Komunikasi informal, merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suasana tidak
resmi (Taufik dan Juliane, 2010: 20).
Bentuk komunikasi formal dan informal mempunyai media yang berbeda sesuai
dengan tujuan komunikasi, khususnya pengetahuan tentang kesehatan. Semakin
berkembangnya media komunikasi menuntut masyarakat agar terus mengikuti kemajuan
teknologi dan komunikasi. Media yang semakin canggih berdampak pada peningkatan
penggunaan alat-alat kesehatan yang serba digital untuk menanggulangi segala jenis penyakit.
Jenis-jenis penyakit menjadi sangat beragam dan harus disesuaikan dengan cara
pencegahannya. Ada pula cara mengobati penyakit melalui aspek psikis maupun sosial
dengan menggunakan metode pengobatan non-medis atau dikenal dengan istilah
Complementary and Alternative Medicine (CAM). Inilah yang akan menjadi topik
pembahasan cukup menarik dengan pengembangan penelitian yang telah dilakukan oleh
Nikmah Hadiati Salisah dengan judul penelitiannya yaitu Komunikasi Kesehatan : Perlunya
Multidisipliner Dalam Ilmu Komunikasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Nikmah Hadiati Salisah dan diterbitkan dalam Jurnal
Ilmu Komunikasi Vol 1. No. 2, Oktober 2011 yang mempunyai kesimpulan bahwa ilmu
komunikasi bersifat omnipresent, dapat ditemukan di segala bidang kehidupan. meski
bisa ditemukan bahkan dalam ilmu eksakta sekalipun, seperti bidang kesehatan individu.
denga demikian menjadi sebuah keniscayaan bagi ilmu komunikasi untuk terus
dikembangkan dengan menggunakan perspektif multidisipliner. Kekurangan dari peneilitan
yang dilakukan oleh Nikmah Hadiati Salisah adalah kurang beragamnya metode penelitian
yang ditawarkan dan dijelaskan dalam jurnal tersebut. Penjelasan yang cukup komprehensif
hanya dilakukan dalam penjabaran dan pemaparan metode penelitian fenomenologis, tanpa
ada metode penelitian yang lainnya. Misalnya saja metode penlitian etnografi yang
menggunakan data informan bukan hanya pada satu subjek, tetapi bisa dua atau lebih
informan sesuai dengan topic penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu, untuk keberagaman
penelitian komunikasi khususnya komunikasi kesehatan yang merupakan disiplin ilmu baru,
maka peneilitan ini menggunakan metode penelitian etnografi yang khusus untuk penelitian
kesehatan.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan oleh jenis-jenis penelitian kesehatan terdapat dua kelompok
besar, yakni ; metode penelitian survey dan eksperimen. Metode penelitian survey adalah
suatu penelitian yang dilakukan tanpa intervensi terhadap subjek penelitian (masyarakat),
sehingga sering disebut penelitian noneksperimen. Dalam survey, penelitian tidak dilakukan
terhadap seluruh objek yang diteliti atau populasi, tetapi hanya mengambil sebagian dari
populasi tersebut. Penelitian survey dibagi menjadi dua golongan, yaitu deskriptif dan
analitik. Metode penelitian eksperimen adalah melakukan percobaan atau perlakuan terhadap
variabel independennya, kemudian mengukur akibat atau pengaruh percobaan tersebut pada
dependen variabel (Soekidjo Notoatmodjo, 2012: 25-31) . Korelasi metode penelitian
kesehatan denga ilmu sosial khususnya komunikasi akan digunakan metode yang mendekati
metode penelitian kesehatan yaitu metode survey, namun dalam penelitian sosial ada
perbedaan yang cukup signifikan. Penelitian survey dalam ilmu sosial termasuk jenis
penelitian kuantitatif dengan membuat subjek penelitian sebagai numerik atau angka.
Pendekatan metode penelitian kesehatan dengan ilmu-ilmu sosial yang paling tepat dengan
topik penelitian gaya hidup masyarakat sumenep dengan media pasir dalam kajian
komunikasi kesehatan adalah metode penelitian etnografi kesehatan, yaitu metode penelitian
yang mengkorelasikan antara informan yang berprofesi di bidang kesehatan dan budayawan
serta subjek penelitian itu sendiri, yaitu masyarakat desa pasir Sumenep di kecamatan Batu
Putih.
Penelitian ini bersifat kualitatif diakrenakan mengambil informan bukan sebagai data
dalam kehidupan sehari-hari. Etnografi adalah uraian dan penafsiran suatu budaya atau sistem
kelompok sosial. Peneliti menguji kelompok tersebut dan mempelajari pola perilaku,
kebiasaan, dan cara hidup. Etnografi adalah sebuah proses dan hasil dari sebuah penelitian.
Sebagai proses, etnografi melibatkan suatu kelompok, dimana dalam pengamatan tersebut
peneliti terlibat dalam keseharian hidup responden atau melalui wawancara satu per satu
dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mempelajari arti atau makna dari setiap perilaku,
bahasa, dan interaksi dalam kelompok.
Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Selain itu juga
sebagai proses belajar yang digunakan untuk megintepretasikan dunia sekeliling mereka dan
menyusun strategi perilaku untuk menghadapinya. Dalam pandangannya ini, Spradley tidak
lagi menganggap etnografi sebagai metode untuk meneliti “Other culture”, masyarakat kecil yang terisolasi, namun juga masyarakat kita sendiri, masyarakat multikultural di seluruh dunia
(Spradley, 2007: 3).
Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Sumenep,
tepatnya di desa pasir. Memilih lokasi tersebut dikarenakan daerah itu merupakan tempat
masyarakat Sumenep yang dekat dengan pantai lombang dan kebiasaan sehari-hari
menggunakan media pasir. Subyek penelitian ini adalah salah satu masyarakat desa pasir yang
telah lama tinggal di kecamatan batu putih Sumenep. Informan yang kedua adalah ahli
kesehatan dan sekaligus warga sumenep yang mengetahui kebudayaan mayoritas sumenep
yaitu budaya keraton. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan hasil wawancara yang sesuai
dengan fokus penelitian.
Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan dengan penggalian data primer. Teknik
pengumpulan data primer dilakukan dengan dua cara yaitu observasi dan wawancara
mendalam. Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistemik terhadap unsur-unsur
yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam obyek penelitian. Peneliti
melakukan observatory participant secara langsung terhadap berbagai realitas yang
berpengaruh dan dipengaruhi oleh fenomena di lapangan.
Langkah-langkah untuk melakukan indepth interview menggunakan proses adaptasi
dengan subyek penelitian agar tercipta trust, setelah trust terbentuk peneliti menjaga perilaku
dan penampilan yang sama dengan subjek penelitian. Ada beberapa konsep yang menjadi
fondasi bagi metode penelitian etnografi ini. Pertama, Spradley mengungkapkan pentingnya
membahas konsep bahasa, baik dalam melakukan proses penelitian maupun saat menuliskan
hasilnya dalam bentuk verbal. Sesungguhnya adalah penting bagi peneliti untuk mempelajari
bahasa setempat, namun, Spradley telah menawarkan sebuah cara, yaitu dengan mengajukan
dengan informan untuk menghasilkan sebuah deskripsi kebudayaan. Informan merupakan
sumber informasi; secara harafiah, mereka menjadi guru bagi etnografer (Spradley, 1997: 35).
Sebagai sebuah model, tentu saja etnografi memiliki karakteristik dan teknik analisis
data tersendiri dengan langkah-langkah yang terstruktur dan teruji. Langkah yang dimaksud
adalah seperti dikemukakan Spradley (1997) dalam buku Metode Etnografi menetapkan
informan. Penentuan informan kunci juga penting dalam penelitian etnografi. Informan kunci
dapat ditentukan menurut konsep (Benard, 1994: 166), yaitu orang yang dapat bercerita secara
mudah, paham terhadap informasi yang dibutuhkan, dan dengan sukarela memberikan
informasi kepada peneliti. Melakukan wawancara kepada informan. Pada saat awal
wawancara perlu menginformasikan tujuan, penjelasan etnografis (meliputi perekaman,
model wawancara, waktu dan dalam suasana bahasa asli), penjelasan pertanyaan (meliputi
pertanyaan deskriptif, struktural, dan kontras). Membuat catatan etnografis. Catatan dapat
berupa laporan ringkas, laporan yang diperluas, jurnal lapangan, dan perlu diberikan analisis
atau interpretasi. Catatan ini juga sangat fleksibel, tidak harus menggunakan kertas atau buku
ini itu, melainkan cukup sederhana.
Mengajukan pertanyaan deskriptif. Melakukan analisis wawancara etnografis. Analisis
dikaitkan dengan simbol dan makna yang disampaikan informan. Membuat analisis domain.
Peneliti membuat istilah mencakup dari apa yang dinyatakan informan. Istilah tersebut
seharusnya memiliki hubungan semantis yang jelas. Mengajukan pertanyaan struktural.
Yakni, pertanyaan untuk melengkapi pertanyaan deskriptif. Membuat analisis taksonomik.
Taksonomi adalah upaya pemfokusan pertanyaan yang telah diajukan. Mengajukan
pertanyaan kontras. Kita bisa mengajukan pertanyaan yang kontras untuk mencari makna
yang berbeda. Membuat analisis komponen. Analisis komponen sebaiknya dilakukan ketika
dan setelah di lapangan. Menemukan tema-tema budaya dan langkah terakhir adalah menulis
etnografi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian dari lapangan menemukan fenomena yang menarik untuk dibahas,
diantaranya adalah aktifitas sehari-hari masyarakat desa pasir sering dilakukan diatas pasir.
Bukan berarti melakukannya di tepi pantai yang terdapat banyak pasir, melainkan membawa
pasir itu ke rumahnya masing-masing. Masyarakat desa pasir mempunyai tempat tinggal yang
layak di tempati, namun bagi mereka mengaku masih tetap merasa lebih nyaman jika
melakukan aktifitasnya diatas pasir. Kegiatan seehari-hari seperti; tidur dengan beralaskan
pasir, berkumpul dengan keluarga diatas pasir dan sebagainya. Alasannya selain karena
obat tersendiri untuk beberapa penyakit bagi masyarakat Batu Putih yang menggunakan
media pasir.
Keunikan lainnya juga terjadi di desa pasir adalah sebagian yang sudah merasa
nyaman dengan tidur diatas pasir, jika tidur menggunakan layaknya alas tidur seperti kasur
maupun yang lainnya akan terasa aneh hingga membuat susah tidur. Setiap warga desa pasir,
jika ingin pergi keluar kota atau desa yang mengharuskan untuk tidur tanpa beralaskan pasir,
akan membawa pasir itu dari desa untuk mengusapkannya ke kaki maupun tangan agar dapat
tidur dengan nyenyak. Seperti halnya yang dikatakan oleh salah satu warga desa pasir :
” Manabi abdinah sareng keluarga meosseh ka luar kota otabe ka disah, makah abdinah abekta ah sabegian pasir kaangguy obet asaren abdinah abedih carah eosapagi ka tanang ben sokoh90”. (wawancara dilakukan tanggal 5 Februari 2015).
Bagi sebagian orang pasir adalah sesuatu yang di anggap di anggap kotor. Namun
masyarakat desa pasir menganggap bahwa pasir yang digunakan untuk tidur dan bersantai
adalah pasir yang sangat bersih. Apabila pasir yang dimiliki basah dan kotor, maka pasir
tersebut akan langsung dibakar di atas bara api agar menjadi kering dan bersih kembali dan
disebarkan ke halaman belakang atau depan rumah. Masyarakat desa pasir memiliki
kebiasaan sehari-hari yang sangat unik yaitu saat panas matahari sangat terik maka saat itu
langsung menguburkan sebagian dirinya kedalam pasir agar tubuhnya merasakan dingin,
sebaliknya saat malam hari datang dan udara sangat dingin mereka merasa hangat bila masuk
ke dalam pasir. Kebiasaan ini sangat unik, tidur di atas pasir yang diambil dari pasir-pasir
pantai di sekitar desa Batu Putih. Masyarkat desa pasir menggunakan pasir sebagai alas untuk
tidur dan menjadi tempat untuk bersantai di setiap harinya. Pasir yang mereka ambil telah
melalui proses penyaringan hingga menjadikan pasir yang sangat halus dan bagi masyarakat
Batu Putih telah bersih dan bagus untuk di jadikan alas tidur. Seperti yang terlihat pada
gambar yang di bawah ini :
90
Gambar I.1.
Aktifitas masyarakat desa pasir
Lapangan pekerjaan masyarakat desa pasir mayoritas bekerja sebagai seorang nelayan.
Pekerjaan sebagai nelayan telah dijalani mulai dari nenek moyang yang secara turun-temurun
hingga sampai sekarang. Kaum laki-laki di desa pasir sebagaian besar menjadi nelayan sesuai
dengan letak geografis desa batu Putih yang berada di pesisir pantai utara Pulau Madura.
Perempuan di desa pasir sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga yang hanya
melakukan akiftas sehari-hari dirumah dan kebiasaannya menyaring pasir-pasir yang akan di
jadikan alas tidur buat keluarga dan sanak saudara.
Pemahaman di lapangan telah dibahas diatas kemudian dianalisis dengan beberapa alat
penelitian. Analisis peneilitan yang akan dikorelasikan dari temuan data di lapangan dengan
teori dan metode akan dijelaskan secara terperinci dalam paragraf berikutnya. Alat-alat
penelitian bukan hanya metode dan teori, namun juga hasil wawancara dari narasumber
masarakat desa pasir dan ahli kesehatan. Hasil participant observation yang dilakukan di desa
Batu Putih juga menjadi data tambahan untuk memperkuat analisis penelitian.
Gaya hidup berinteraksi langsung antara agensi manusia dan struktur sosial dalam
satu cara, dimana struktur merupakan dasar bagi segala tindakan individu, dan
tindakan-tindakan individu mereproduksi struktur. Penyeimbangan ini disebut dengan dualitas struktur.
Dalam konsep komunikasi kesehatan khususnya di masyarakat pasir Sumenep Madura,
terdapat dua struktur berbeda yang mempengaruhi gaya hidup masyarakat sumenep, yaitu
mayoritas dan minoritas. Perbedaan gaya hidup yang signifikan bukan hanya bertentangan,
namun adanya saling berkaitan antara mayoritas dan minoritas yang dihubungkan oleh
interaksi sosial antara kedua masyarakat di Sumenep. Masyarakat mayoritas sumenep
membuat interaksi sosial kepada minoritas masyarakat sumenep, yaitu masyarakat desa pasir
Batu Putih melalui kunjungan dan silaturahmi untuk melihat gaya hidup yang berdampak
dari proses sosial yang terjadi akibat adanya hubungan-hubungan sosial yang dinamis, dalam
hal ini mencakup hubungan antar individu, antar kelompok maupun yang terjadi antara
individu dan kelompok. Masyarakat mayoritas sumenep melakukan interaksi sosial terhadap
masyarkat desa pasir bukan hanya antar individu, namun juga antar kelompok, seperti halnya
yang dilakukan oleh mahasiswa program studi ilmu kebidanan di salah satu universitas
sumenep yang melihat proses melahirkan di atas kamar tidur yang beralaskan pasir.
Masyarakat Batu Putih menggunakan media pasir untuk gaya hidup sehari-hari sesuai
dengan epistemologi kebudayaan yang dianut secara turun-temurun sejak desa pasir berdiri.
Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy which
investigates the origin, stukture, methods and validity of knowledge91. Oleh karena itu sering
disebut dengan istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F
Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994). Berbanding terbalik dengan masyarakat
mayoritas sumenep, yang menggunakan epistemologi kesehatan sebagai gaya hidup. Istilah
tentang kesehatan sangat sering di gunakan dan didengar oleh masyarakat mayoritas
Sumenep. Himbauan atau pemberitahuan gaya hidup sehat menurut ilmu-ilmu kesehatan
sangat diperhatikan dan dilaksanakan di masyarakat mayoritas Sumenep. Epistemologi yang
digunakan oleh masyarakat mayoritas sumenep adalah ilmu kesehatan. Hal ini sangat
bertentangan dengan masyarakat desa pasir yang menggunakan pengetahuan gaya hidup yang
berdasarkan kebudyaan. Kontestasi epistemologi antara kesehatan dan kebudayaan di mediasi
oleh proses komunikasi antara mayoritas dan minoritas masyarakat Sumenep. Pemahaman
akan proses komunikasi sangat penting sebagai mediasi antara mayoritas masyarakat
Sumenep dan minoritas masyarakat pasir desa Batu Putih. Hal ini dikarenakan untuk menjaga
kontestasi agar menjadi dualitas yang saling mendukung, bukan menjadi dualisme yang saling
bertentangan. Bagan gaya hidup masyarakat Sumenep secara keseluruhan dapat dilihat di
bawah ini :
91
Bagan I.1
Dualitas Gaya Hidup Masyarakat Sumenep
Proses komunikasi merupakan lanjutan dari interaksi sosial yang dilakukan secara terus menerus oleh masyarakat Sumenep. Komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat desa pasir dengan masyarakat mayoritas Sumenep menjadi kegiatan yang terjadi berulang-ulang, sehingga terdapat proses komunikasi antara minoritas dengan mayoritas atau di dalam minoritas dan mayoritas masyarkat Sumenep. Menurut Harold Lasswell proses komunikasi meliputi lima unsur, yaitu :
1. Komunikator (siapa yang mengatakan ?) 2. Pesan (mengatakan apa ?)
3. Media (melalui channel/saluran/media apa ?) 4. Komunikan (kepada siapa ?)
5. Efek (dengan dampak/efek apa ?)
Menurut Lasswell bahwa proses komunikasi adalah komunikator membentuk (encode)
pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran tertentu kepada pihak penerima yang
Gaya Hidup Masyarakat Sumenep dalam perspektif komunikasi
kesehatan
Mayoritas (Masyarakat
Sumenep)
Minoritas (Masyarakat Desa
Pasir) Interaksi
Sosial
Epistemologi Kesehatan
Epistemologi Kebudayaan Proses
Komunikasi
Legitimasi Bentuk Modal
menimbulkan efek tertentu. Dalam konsep ilmu kesehatan bahwa media pasir dapat
mengurangi nyeri otot dan sendi karena kandungan mineral yang dimiiliki oleh pasir itu
sendiri. Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan dosen di bidang kesehatan di salah
satu universitas di Sumenep yang mengatakan bahwa :
” Budaya tidur di pasir secara teori bisa mengurangi nyeri otot / sendi. Karena
kandungan mineral dan suhu hangat nya. Namun efektifitasnya perlu diteliti lebih lanjut. Namun beresiko penularan penyakit (seperti penyakit kulit scabies dan lainnya) jika pasir yg digunakan tidak bersih”. (wawancara dilakukan tanggal 15 Januari 2015)
Komunikator dalam hal ini adalah para aktivis atau lembaga kesehatan di Sumenep
dapat membuat encoding atau membentuk pesan bahwa media pasir dalam ilmu kesehatan
juga dapat mengurangi nyeri otot, namun harus diteliti lebih dalam lagi karena dapat beresiko
terkena penyakit kulit semacam scabies dan lainnya. Masyarakat pasir sebagai komunikain
atau receiver yang masih belum megetahui informasi bahaya pasir yang belum bersih dapat
menyebabkan penyakit kulit yang menular harus segera di informasikan. Perspektif sehat dan
sakit menurut masyarakat desa pasir sebagian besar menganut paham kebudayaan, sehingga
meskipun pasir tersebut terkena kuman atau bakteri yang dapat menyebabkan penyakit kulit
tidak berdampak yang cukup signifikan bagi masyarakat Batu Putih. Body movement dimana
seseorang masih bisa menggerakkan anggota tubuhnya, walaupun dalam keadaan sakit,
mobility dimana seseorang mampu melakukan kegiatan kemana saja (mobilitas), major role
activity dimana seseorang masih mampu melakukan kegiatan utamanya (Wolansky92, 1980).
Masyarakat desa pasir masih berpendapat bahwa sakit dan sehat dalam kerangka konseptual
aktvitas sehari-hari dan sangat berhubungan dengan sosial dan kebudayaan masyaraat
setempat. Hal inilah yang harus dimediasi oleh saluran komunikasi selanjutnya yaitu bentuk
komunikasi.
Epistemologi kesehatan secara tidak langsung telah dilegitimasi oleh negara dan
menjadi kebutuhan mutlak bagi masyarakat mayoritas sumenep. Segala jenis penyakit
mempunyai diagnosa dan obat yang berbeda sesuai dengan penyakit yang diderita oleh si
pasien. Bentuk legitimasi dari negara adalah perizinan pendirian perusahaan yang membuat
obat-obatan untuk segala jenis penyakit yang ada di masyarakat seta penyebaran obat-obatan
ke seluruh wilayah, khususnya di Sumenep. Hal inilah yang mendorong masyarakat minoritas
Sumenep untuk tetap bertahan dalam konsep epistemologi kebudayaan yang menjadi modal
kultural dan kearifan lokal masyarakat desa pasir. Obat bukanlah satu-satunya penawar yang
92
dapat menyembuhkan segala jenis penyakit, namun alam pun juga bisa melawan penyakit,
terutama pasir pantai. Disitulah masyarakat desa pasir melakukan resistensi terhadap
ilmu-ilmu kesehatan dalam mengatasi atau mencegah penyakit.
Modal kultural dan legitimasi ilmu kesehatan dapat dijadikan perpaduan keilmuan
yang dapat melawan penyakit di desa Batu Putih tanpa harus ada keberpihakan
intelektualitas. inilah yang disebut sebagai dualitas dengan mediasi bentuk-bentuk
komunikasi yang dapat memberikan masukan dan saran ke dalam aspek kultural dan ilmu
kesehatan. Kasuistik yang seperti ini hampir sama dengan yang ada di negara barat, yaitu :
“Ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa norma-norma budaya dalam masyarakat Barat berkontribusi terhadap gaya hidup dan perilaku-perilaku yang dapat menimbulkan resiko penyakit kronis (misalnya, diabetes dan penyakit kardiovaskular). Ini adalah konteks dimana penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik, dan regulasi makanan adalah target utama untk
intervensi” (Thomas, Stephen B., Michael J. Fine, and Said A. Ibrahim. “Health Disparities: The Importance of Culture and Health
Communication”).
Problematis yang ada di negara barat mempunyai persamaan dengan gaya hidup di sumenep,
yaitu sama-sama mengalami kontestasi antara aspek kultural dengan ilmu kesehatan. Adapun
perbedaan yang cukup signifikan antara gaya hidup masyarakat desa pasir dengan negara
barat yaitu pada letak intervensi dan pencegahan terhadap makanan tertentu yang memicu
penyakit kronis. Hal ini lah yang membuat aspek kultural mengalami represif oleh ilmu
kesehatan. Berbeda dengan gaya hidup masyarakat desa pasir sumenep yang dapat terjaga
dengan baik, meskipun ada intervensi ilmu kesehatan yang masuk dalam struktur masyarakat
Batu Putih.
Hal ini dapat berjalan dengan baik karena di mediasi oleh bentuk-bentuk komunikasi,
yang mempunyai pesan untuk hidup sehat dengan media pasir dalam perspektif ilmu
kesehatan tanpa mengurangi nilai kultural. Dosen kesehatan di universitas Sumenep,
mengatakan bahwa :
“Terutama dalam personal hygene. Pemilihan pasir yang baik. Sterilisasi pasir berkala (bisa menggunakan sinar UV dengan lampu atau dijemur, dan mengganti pasir secara berkala), sehingga dapat dicegah penularan penyakit
melalui pasir”
Dengan begitu masyarakat desa pasir sumenep dapat hidup dengan sehat (dalam aspek ilmu
kesehatan) tanpa mengurangi nilai-nilai budaya yang ada di masyarakat Batu Putih.
Penyebaran pesan yang dilakukan untuk komunikasi kesehatan harus sesuai dengan
bentuk-bentuk komunikasi, yaitu komunikasi intrapersonal (personal communication), komunikasi
antarpribadi (interpersonal communication), mass communication (communication through
Pemanfaatan bentuk-bentuk komunikasi dalam bidang komunikasi kesehatan sangat penting
untuk penyebaran di masing-masing media yang ada di masyarakat desa pasir, sehingga
kebiasaan tidur, makan, dan bersosialisasi di atas pasir tetap ada dengan tidak menganggap
skeptis gaya hidup sehat menurut ilmu kesehatan. Dualitas antara mayoritas dan minoritas di
masyarakat Sumenep bukan hanya menjadi pertentangan dan perdebatan ilmiah saja, tetapi
juga dapat memberikan masukan dan saran untuk kemajuan keilmuan komunikasi kesehatan.
KESIMPULAN
Gaya hidup individu atau kelompok sangat berdampak kepada kesehatan di suatu
masyarakat, khususnya di masyarakat Sumenep yang membedakan menjadi dua kelompok
yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Dua kelompok tersebut adalah
mayoritas masyarakat sumenep dan minoritas masyarakat desa pasir kecamatan Batu Putih.
Perbedaan epistemologi antara kebudayaan dan ilmu kesehatan menjadi dialektis
intelektualitas yang dapat di mediasi oleh saluran komunikasi yang bertujuan untuk menjadi
dualitas bukan dualisme.
Dualitas komunikasi kesehatan antara aspek cultural dan ilmu kesehatan menjadi
masukan dan saran yang membangun untuk perkembangan komunikasi kesehatan dalam
menghadapai era globalisasi yang semakin modern. Problematisasi yang terjadi di
masyarakat Batu Putih yang menggunakan media pasir dalam kehidupan sehari-hari, tidak
harus di reduksi oleh ilmu kesehatan tentang kebersihan dan keteraturan gaya hidup sehat.
Ilmu kesehatan pun dapat menjadi masukan dan saran yang cukup berharga untuk
perkembangan aspek kultural di masyarakat desa pasir, tanpa harus mengurangi bahkan
menghilangkan gaya hidup desa pasir.
Rekomendasi penelitian selanjutnya adalah membuat kebijakan-kebijakan tentang
komunikasi kesehatan di dalam masyarakat yang minoritas (bukan hanya di Sumenep) tanpa
harus mereduksi, bahkan meniadakan aspek kultural dengan kearifan lokalnya. Dualitas
sangat berperan penting dan menjadi masukan untuk perkembangan komunikasi kesehatan,
bahwa pertentangan tidak selamanya berdampak pada reduksi dan represif, namun juga dapat
menjadi kosntruktivis. Saran untuk penelitian yang bertemakan komunikasi kesehatan, harus
disertai dengan promosi pesan kesehatan masyarakat. Dengan begitu komunikasi kesehatan
bukan hanya pada aspek pencerahan, namun juga pada perubahan perilaku masyarakat
menjadi lebih baik dan sehat tanpa mengurangi aspek sosio-kultural.
Bernard, H. Russell. 1994. Research Methods in Anthropology. Qualitative and Quantitative Approaches. London: Sage Publications.
Giddens, Anthony. 1984. The Constitution of Society-Outline of The Theory of Structuration. Cambridge : Polity Press.
_____________. 1991. Modernity and Self Identity: Self and Society in The Late Modern Age. Cambridge : Polity Press.
H. Putri, Trikaloka dan Achmad, Fanani. 2013. Komunikasi Kesehatan, Komunikasi Efektif untuk Perubahan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: Merkid.
Hall, Calvin S. & Gardner Lindzey. 1985. Introduction To Theories Personality. New York: John Wiley and Sons Inc.
J. Kunoli, Firdaus dan Achmad Herman. Pengantar Komunikasi Kesehatan. Jakarta: In Media K. Thomas, Richard. 2006. Health Communication. New York: Springer.
Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Rosda.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta ___________________.2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Soekanto, Soerjono. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Terj. Mizbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta : Tiara Wacana Tafsir, Ahmad. 2009. FilsafatUmum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Taufik, M. dan Juliane. 2010. Komunikasi Terapeutik dan Konseling Dalam Praktik Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Wolansky. 1980. The Sociology of Health. Boston, Toronto: Little Brown and Company Jurnal dan website :
Nikmah Hadiati Salisah. 2011. Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 1. No. 2, Oktober. Komunikasi Kesehatan : Perlunya Multidisipliner Dalam Ilmu Komunikasi. Surabaya: Universitas Sunan Ampel Surabaya.
Thomas, Stephen B., Michael J. Fine, and Said A. Ibrahim. “Health Disparities: The Importance of Culture and Health Communication”-www.pubmedcentral.nih.gov
BIOGRAFI
Teguh Hidayatul Rachmad, S.I.Kom.,M.Si.,M.A. Staf Pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Trunojoyo Madura. Aktif dalam pusat kajian komunikasi (Puskakom) UTM. Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi saya dapatkan di Universitas Trunojoyo Madura pada tahun 2009, dan di tahun yang sama mendaftar ke Universitas Dr. Soetomo Surabaya pada program studi ilmu komunikasi dengan konsentrasi public relations. Lulus tahun 2011 dengan gelar M.Si dan di tahun yang sama pula berkesempatan mendapatkan Beasiswa Unggulan DIKTI dan memilih Universitas Gadjah Mada Yogyakarta program studi kajian budaya dan media. Tepat awal tahun 2014 lulus dengan gelar Master of Art dan ditempatkan di Universitas Trunojoyo Madura. Pengalaman organisasi di Perhumas Muda Jawa Timur, Anggota Bakohumas dan Surabaya Survey Center.