• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA ENDAPAN MODERN PASIR MELALUI AN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DINAMIKA ENDAPAN MODERN PASIR MELALUI AN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA ENDAPAN MODERN PASIR MELALUI ANALISIS STRUKTUR

SEDIMEN DI DAERAH PANTAI GLAGAH, KECAMATAN TEMON,

KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Topan Ramadhan

1

, Miftahussalam

1

1

Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains & Teknologi AKPRIND

Yogyakarta. Jl Kalisahak No.28 Komplek Balapan, Yogyakarta.

email:

1

topanramadhanms@gmail.com

ABSTRACT

The depotitional of many ma terials is deposited in several sedimentary environments such as the land environment, transition to the sea. Glagah Beach, Temon Sub-district, Kulon Progo Regency, Special Region Yogyakarta and several other beaches deposited sedimentary sediment materials where the material may be derived from fluvial processes, marine processes or aeolian processes (wind). In determining the mechanism and settling environment, how many physical parameters of sediment to interpret the characteristics of sedimentary environment such as sediment structure and sediment texture. To fulfill these parameters descriptions and stratigraphic stratigraphy measurements in the field were then presented in sedimentary sedimentation columns and categorized in several bed sets of sedimentation. In addition to physical parameters, there are also supporting parameters such as geomorphology and current analysis to determine the direction of precipitation. From 5 locations of sedimentological data collection, there were grouping of bed sets such as planar bedding, flaser bedding, cross bedding on canal or channel which is an association of sedimentation structure of tidal settlement in the intertidal section. The material is deposited with medium to high energy mechanism with the bed load current from the overall general direction relative south-southeast with the medium (fluid) of water transport. With the data is also supported the location of research areas located in the coast of South Java and around the mouth of Kali (river) Serang.

Keyword: Glagah Beach, tidal, Mouth of Kali Serang

ABSTRAK

Pengendapan material banyak diendapkan di beberapa lingkungan pengendapan diantaranya yang umum adalah lingkungan darat, transisi hingga laut. Pantai Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta dan beberapa pantai lainnya banyak mengendapkan material-material endapan sedimen dimana material tersebut kemungkinan berasal dari proses fluvial, proses marine ataupun proses aeolian (angin). Dalam penentuan mekanisme serta lingkungan pengendapan dilakukan berapa parameter fisik sedimen untuk interpretasi karakteristik lingkungan pengendapan seperti struktur sedimen dan tekstur sedimen. Untuk memenuhi parameter tersebut dilakukan deskripsi dan pengukuran stratigrafi endapan dilapangan lalu disajikan dalam kolom sedimentologi endapan dan mengelompokan dalam beberapa bed set sedimentasi. Selain adanya parameter fisik, juga adanya parameter pendukung seperti geomorfologi dan analisis arus untuk menentukan arah pengendapan. Dari 5 lokasi pengambilan data sedimentologi didapatkan pengelompokan bed set seperti planar bedding, flaser bedding, cross bedding pada kanal atau channel yang merupakan asosiasi dari struktur sedimentasi pengendapan lingkungan pasang surut pada bagian intertidal. Material di endapkan dengan mekanisme energi sedang hingga tinggi dengan arus bed load dari arah umum keseluruhan relatif selatan-tenggara dengan media (fluida) transportasi berupa air. Dengan data tersebut juga didukung letak daerah penelitian yang berada di pesisir pantai Selatan Jawa dan tepat di sekitar muara Kali Serang.

Kata kunci: Pantai Glagah, Pasang surut, Pasir pantai, Muara sungai Serang

I. PENDAHULUAN

(2)

diantaranya pada lingkungan transisi seperti sekitar pantai, laguna, delta, dll. Pada beberapa tempat seperti pantai banyak mengendapkan material-material endapan sedimen dimana material tersebut dapat berasal dari proses fluvial, proses marine ataupun proses aeolian (angin).

Analisis lingkungan pengendapan dapat diketahui berdasarkan analisis struktur sedimen pengendapan batuan atau endapan dimana struktur sedimen yang terbentuk pada saat proses pengendapan dapat menceritakan proses dan mekanisme pengendapan serta lingkungan material tersebut di endapkan. Dari struktur pengendapan yang ada pada sedimen dapat meruntut cerita lingkungan pengendapan masa lampau (purba) maupun saat ini (recent). Pada lokasi penelitian yang berada di sekitar lokasi wisata pantai Glagah, Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta pada sekitar bulan September – Oktober sedang dilakukan proyek pembangunan lahan parkir kendaraan untuk pengunjung pantai wisata Glagah dimana dilakukan penggalian material pasir yang berada di tepat sisi barat muara Kali Serang. Sehingga akibat proses penggalian material endapan pasir di lokasi tersebut mengakibatkan tersingkapnya endapan yang tertimbun dan menunjukan struktur sedimen yang cukup menarik untuk dilakukan studi. Secara letak geografi daerah penelitan berada di pesisir Pantai Glagah, namun berdasarkan kenampakan struktur-struktur sedimen yang tersingkap perlu dilakukan analisis lingkungan pengendapan endapan modern pasir tersebut untuk mengetahui secara pasti lingkungan pengendapan pasir tersebut. Maka berdasarkan uraian diatas, penyusun mengambil topik dengan judul “Dinamika Endapan Modern Pasir Melalui Analisis Struktur Sedimen Di Daerah Pantai Glagah,

Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta”.

Pada penelitian yang dilaporkan dalam makalah seminar ini hal-hal yang akan dibahas memiliki batasan masalah sebagai berikut:

1. Analisis yang dilakukan menggunakan data struktur sedimen pada endapan yang tersingkap akibat

proses pengendapan di beberapa tempat disekitar pantai Glagah.

2. Analisis struktur yang dilakukan dengan melakukan pengukuran secara vertikal pada singkapan di

lapangan.

3. Hasil dari analisis untuk menyimpulkan mekanisme pengontrol pengendapan material endapan pasir

dan lingkungan pengendapan yang ada di daerah tersebut.

II. METODE

Lingkungan pengendapan ialah tempat atau wadah terdendapkannya material sedimen beserta kondisi fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme pengendapan tertentu (Gould, 1972). Interpretasi lingkungan pengendapan bisa ditentukan dari struktur sedimen yang terbentuk pada batuan. Struktur sedimen tersebut dapat digunakan secara meluas dalam memecahkan beberapa masalah geologi, karena struktur batuan terbentuk pada tempat dan waktu pengendapan, sehingga struktur ini merupakan kriteria yang sangat berguna untuk interpretasi lingkungan pengendapan. Proses terjadi dan pembentukan struktur-struktur sedimen tersebut disebabkan oleh mekanisme pengendapan dan kondisi serta lingkungan pengendapan tertentu.

(3)

Gambar 1.1 Lingkungan Pengendapan Sedimen (Nichols, 2009)

Parameter fisik sedimen merupakan aspek penting dalam kegiatan rekonstruksi lingkungan yang terbentuk baik di masa kini maupun masa lalu. Struktur sedimen dasar dan tekstur sedimen merupakan fitur utama dalam memberikan informasi tentang media dan jenis transport material yang bekerja (es, angin, atau air) serta kondisi energi dalam masa pengendapan. Reineck & Sigh (1980) menyimpulkan bahwa studi parameter fisik sedimen dapat dibagi dalam 2 grup yaitu:

a) Studi Struktur Sedimen

Jenis struktur sedimen yang dapat dijumpai di lapangan menurut Boggs (2009), terdapat 4 klasifikasi yaitu yaitu struktur pengendapan, struktur erosi, struktur deformasi dan struktur biogenik dengan beberapa bentuk struktur di dalamnya. Tetapi pada penelitian ini, tekstur sedimen yang lebih diperhatikan berdasarkan 4 klasifikasi tersebut adalah struktur pengendapan karena obyek yang diteliti merupakan endapan sedimen modern atau endapan resen dan belum mengalami deformasi. Macam-macam struktur sedimen pengendapan menurut Boggs (2009) diantaranya adalah laminasi, massif, perlapisan, gradasi normal, ripples, sand waves, dune, antidune, cross bedding, ripple cross-lamination, flaser & lencticular bedding, hummocky cross-bedding, parting lineation. Struktur-struktur sedimen yang telah disebutkan tersebut dibedakan berdasarkan klasifikasi morfologinya (lihat table 1.1). Sedangkan itu juga dibagi berdasarkan genetiknya (proses pembentuknya) yang dibagi beberapa macam diantaranya yaitu suspension setting, waves formed, current formed, struktur pembentuk oleh proses angin, serta pembentuk oleh proses kimia dan biokimia (Boggs, 2009).

(4)

Kaitan-kaitan kehadiran dari struktur pengendapan yang ada di lokasi penelitian nantinya akan dilakukan rekontruksi mekanisme serta lingkungan pengendapan dari material sedimen tersebut. Parameter struktur sedimen juga akan didukung parameter fisik tekstur sedimen untuk melakukan interpretasi dan rekontruksi lingkungan pengendapan.

b) Studi Tekstur Sedimen

Studi ini termasuk studi granulometri pada material sedimen. Studi granulometri yang digunakan meliputi ukuran butir, parameter ukuran butir, bentuk dan kebundaran serta tekstur permukaan. Namun pada penelitian ini tekstur sedimen dianalisis melalui analisis ukuran butir.

Tabel 1.2 Tabel Skala Wenworth Ukuran Butir Sedimen (Lewis & McChonCie, 1994 dalam Selley, 2000)

(5)

Gambar 1.2 Jenis-jenis Sortasi Pada Tekstur Sedimen (Modifikasi dari Boggs, 2009)

III. HASIL

Hasil penelitian ini meliputi dari data primer yaitu pengambilan data pengukuran stratigrafi, pengambilan data struktur dan tekstur sedimen, geomorfologi daerah penelitan, serta adanya dukungan data sekunder yaitu data yang diambil dari pustaka yang berkaitan dan mendukung hasil dari penelitian ini. Pengumpulan data banyak di lakukan pada sekitar galian material pasir yang berada di lokasi penelitian.

Gambar 3.1 Lokasi pengambilan data-data lapangan

(6)

pendukung lainnya seperti analisis imbrikasi fragmen untuk keperluan analisis arus purba (paleocurrent).

Dari beberapa lokasi tersebut merupakan lokasi yang memiliki kenampakan struktur sedimen pengendapan yang jelas sehingga layak untuk dilakukan pengambilan untuk kebutuhan interpretasi mekanisme dan interpretasi lingkungan pengendapan. Dalam pengukuran stratigrafi, akan di gambarkan dalam kolom sedimentologi serta tiap kelompok lapisan sedimentasi (bed set). Dalam lingkup daerah penelitian terdapat 6 titik lokasi pengambilan data yang menjadi parameter fisik sedimen untuk identifikasi karakteristik lingkungan pengendapan. Lokasi pengambilan data ini berada pada lubang galian material pasir yang ada di lokasi tersebut. Berikut hasil lokasi pengambilan data yang didapatkan.

a) Lokasi P1

Lokasi ini berada pada koordinat 7° 54' 51.60" LS dan 110° 4' 49.11" BT dengan bentuk singkapan memanjang timur-barat dengan arah pandangan singkapan N 327° E. Pada lokasi ini terdapat singkapan endapan yang menunjukan struktur sedimen pararel laminasi, planar cross lamination, ripple climbing dengan material dominan berukuran pasir sedang hingga kasar (lihat gambar 3.2). Lokasi ini memiliki dimensi singkapan teramati dengan tinggi ± 1,9 meter dan lebar ± 2,5 meter dengan kondisi singkapan cukup jelas.

Gambar 3.2 Kenampakan singkapan titik P1

(7)

Tabel 3.1. Kolom Sedimentologi Singkapan P1

b) Lokasi P2

Lokasi P2 berada pada koordinat 7° 54' 52.06" LS dan 110° 4' 49.34" BT berada di sebelah tenggara lokasi P1 berjarak ± 30 meter terdapat singkapan dengan arah azimuth N 97° E dimana singkapan memanjang relatif utara-selatan. Pada singkapan ini ditemukan struktur sedimen pararel laminasi, silang siur, scour (lihat gambar 3.3). Pada titik ini dilakukan pengukuran stratigrafi dalam bentuk kolom sedimentologi (lihat tabel 3.2), dimana terlihat kenampakan struktur silang siur pada singkapan serta dilakukannya analisis arus purba dari imbrikas fragmen dan struktur sedimen silang siur.

(8)

Selain itu endapan pada singkapan ini material dominan berupa pasir sedang hingga kasar serta material dengan ukuran butir halus berukuran lanau. Pada beberapa set lapisan terdapat material endapan berupa fragmen cangkang dengan warna putih hingga coklat dengan jenis molusca dan pelycypoda yang cukup melimpah, serta fragmen batuan beku yang sudah berukuran kerikil dengan bentuk butir membundar tanggung. Dimensi pengukuran stratigrafi pada kolom sedimentologi yang ada di lokasi ini memiliki tinggi kurang lebih 55 sentimeter. Pada lokasi ini kondisi singkapan juga cukup komplek dengan hadirnya struktur sedimen pengendapan dan erosi. Dari pengambilan data arus purba, dilakukanlah analisis dengan mencari arah umum imbrikasi fragmen batuan yang ada pada lapisan endapan (lihat tabel 3.3) bahwa arah umum pengendapan berasal dari selatan. Arah sedimentasi dari selatan selain adanya hasil dari analisis arus purba yang didapatkan, juga adanya pembajian pada struktur silang siur yang memiliki sudu kemiringan 31o dengan arah kemiringan pembajian ke arah utara.

Tabel 3.2 Kolom sedimentologi lokasi P2

Tabel 3.3 Hasil Analisis Arus Purba P2

c) Lokasi P3

(9)

Pada lokasi ini juga dilakukan pengukuran stratigrafi dalam bentuk kolom sedimentologi (lihat tabel 3.3). Selain itu endapan pada singkapan ini material dominan berupa pasir sedang hingga kasar serta material dengan ukuran butir halus berukuran lanau. Pada beberapa set lapisan terdapat material endapan berupa fragmen cangkang dengan warna putih hingga coklat dengan jenis molusca dan pelycypoda yang cukup melimpah, serta fragmen batuan beku yang sudah berukuran kerikil dengan bentuk butir membundar tanggung.

Gambar 3.4. Kenampakan singkapan pada lokasi P3

Struktur sedimen pengendapan pada lokasi ini tidak terlalu komplek seperti pada lokasi lain, kenampakan struktur sedimen pada lokasi ini terlihat hanya seperti perulangan yang sama dengan dikelompokan satu set lapisan sama. Panjang kolom sedimentologi pada lokasi P3 yang dapat dilakukan pengukuran setinggi 60 cm. Pada singkapan ini, banyak ditemukan perbedaan kompleksitas struktur sedimen dengan lokasi P2, padahal singkapan P3 merupakan 1 kemenerusan singkapan yang berada di sebelah selatan dari singkapan P2. Perbedaan yang sangat terlihat yaitu tidak adanya struktur silang siur yang memperlihatkan pembajian. Kemudian itu juga tidak terlalu dominan material berukuran kasar berada di lokasi ini, sehingga pada lokasi P3 ini material endapan yang dominan menyusun adalah fraksi butir berukuran kasar hingga halus.

(10)

d) Lokasi P4

Lokasi P4 berada pada koordinat 7° 54' 52.92" LS dan 110° 4' 48.39" BT berada di sebelah baratdaya dari lokasi P3 berjarak ± 45 meter terdapat singkapan dengan arah azimuth N 81° E dimana singkapan memanjang relatif utara-selatan. Pada lokasi ini ditemukan kenampakan struktur sedimen pararel laminasi, gradasi normal, flaser bedding (lihat gambar 3.5). Pada lokasi ini dilakukakan pengukuran arus purba (paleocurrent), untuk mengetahui arah sedimentasi endapan berdasarkan arah imbrikasi fragmen (lihat table 3.5).

Gambar 3.5. Kenampakan singkapan pada lokasi P4

Pada lokasi ini juga dilakukan pengukuran stratigrafi dalam bentuk kolom sedimentologi (lihat tabel 3.6). Material dominan berupa pasir sedang, pasir kasar, lanau hingga kerikil. Pada beberapa set lapisan terdapat material endapan berupa fragmen cangkang dengan warna putih hingga coklat dengan jenis mollusca dan pelecypoda yang cukup melimpah, serta fragmen batuan beku yang sudah berukuran kerikil hingga kerakal yang cukup dominan. Material dengan fraksi kasar pada lokasi ini cukup dominan dan memiliki ukuran cukup besar dengan ukuran butir kerikil hingga kerakal. Material kasar relati berada pada satu lapisan yang sama.

(11)

Tabel 3.6 Kolom sedimentologi lokasi P4

e) Lokasi P5

Lokasi P5 berada pada koordinat 7° 54' 51.14" LS dan 110° 4' 49.89" BT berada di sebelah timurlaut dari lokasi P1 berjarak ± 40 meter terdapat singkapan dengan arah azimuth N 14° E dimana singkapan memanjang relatif timur-barat. Pada lokasi ini ditemukan kenampakan struktur sedimen pararel laminasi, flaser (lihat gambar 3.6). Pada lokasi ini juga dilakukan pengukuran stratigrafi dalam bentuk kolom sedimentologi (lihat tabel 3.6). Material dominan berupa pasir sedang hingga kasar, pada beberapa set lapisan terdapat material endapan berupa fragmen cangkang dengan warna putih hingga coklat dengan jenis mollusca dan pelecypoda yang cukup melimpah, serta fragmen batuan beku yang sudah berukuran pasir kasar.

Gambar 3.6. Kenampakan singkapan pada lokasi P5

(12)

Tabel 3.7 Hasil Analisis Arus Purba lokasi P5

Berdasarkan analisis interpretasi arus purba, didapatkan bahwa arah umum pengendapan berasal dari arah relatif tenggara dengan sudut kemiringan imbrikasi fragmen yang relatif horizontal atau datar tetapi masih terlihat beberapa fragmen memiliki kemiringan yang mendukung kesimpulan interpretasi arah asal sedimentasi. Pola sedimentasi yang terlihat pada kolom sedimentologi menunjukan pola sedimentasi menghalus keatas (fining upward) pada beberapa set bagian tengah dan bawah, tetapi terdapat pola mengkasar keatas pada bagian set atas sebelum pola sedimentasi kembali menghalus.

Tabel 3.8 Kolom sedimentologi lokasi P5

f) Lokasi P7

(13)

Gambar 3.7. Kenampakan singkapan pada lokasi P7

Dalam keperluan analisis dalam interpretasi arus purba, dilakukan pengambilan data dari arah silang siur dan imbrikas fragmen (lihat tabel 3.9). Berdasarkan arah umumnya, didapatkan arah sedimentasi yang didapatkan berasal dari arah baratdaya. Kolom sedimentologi yang digambarkan pada lokasi P7 memiliki tinggi sebesar 38 centimeter yang merupakan kolom sedimentologi terpendek di seluruh lokasi penelitian. Berdasarkan pola sedimentasi yang didapat di lokasi P7 didapatkan pola sedimentasi mengkasar ke atas (coarsening upward) pada set bawah hingga tengah lalu menghalus ke atas (fining upward) pada bagian set atas dengan tebal tiap lapisan yang relatif tebal. Sudut kemiringan dari pada struktur sedimen silang siur sebesar 25o -30o.

Tabel 3.9 Hasil Analisis Arus Purba lokasi P7

(14)

Tabel 3.10 Kolom sedimentologi lokasi P7

Beberapa lokasi yang dijadikan pengambilan data geomrfologi pada daerah ini hanya pada titik P6 dan titik P8. Data yang diambil dari data geomorfologi adalah morfografi dan morfometri. Data geomorfologi dianggap penting, untuk mendukung serta membantu menginterpretasikan geomorfologi daerah penelitian saat ini atau lampau yang diharapkan juga mendukung data sedimentologi. Penentuan lokasi pengambilan geomorfologi dilakukan secara acak pada lokasi-lokasi yang dianggap representatif dan layak menunjukan kondisi geomorfologi dilapangan.

a) Lokasi P6

Lokasi ini berada pada koordinat 7° 54' 50.74" LS dan 110° 4' 51.06" BT dengan arah pandangan pengamatan N 176° E. Pada lokasi ini teramati kondisi geomorfologi daerah penelitian berupa dataran dengan relief bergelombang lemah, slope 0° - 5°. Secara deskrifktif, lokasi P6 merupakan dataran dengan endapan pasir hasil transportasi sungai dan di interpretasikan sebagai dataran luapan sungai muara atau tanggul alam sungai Serang (lihat gambar 3.8). Pada saat pengambilan data lapangan, dilokasi tersebut sedang berlangsung kegiatan penambangan dan pembersihan lahan di lokasi penelitian.

(15)

IV.DISKUSI

Dalam identifikasi serta rekontruksi lingkungan pengendapan dibutuhkan korelasi data yang telah didapatkan berupa struktur sedimen, tekstur sedimen yang menjadi parameter fisik dalam penentuan lingkungan pengendapannya. Selain parameter struktur sedimen dan tekstur sedimen dalam mendukung pembahasan, juga dibutuhkan data geomorfologi serta analisis arus purba untuk mendukung interpretasi arah arus pengendapan material tersebut. Interpretasi yang dilakukan adalah dengan mencoba menghubungkan kondisi tiap parameter yang ada.

1. Interpretasi Dengan Parameter Struktur Sedimen

Dari beberapa lokasi pengukuran struktur sedimen yang didapatkan, beberapa struktur sedimen pengendapan menunjukan adanya mekanisme-mekanisme pada lingkungan transisi. Dalam kenampakan struktur sedimen yang ada di lokasi penelitian, dilakukan pengelompokan satuan struktur sedimen tiap beberapa lapisan dalam bentuk Bed Set. Bed set dilakukan untuk memudahkan penyusun dalam interpretasi mekanisme dan lingkungan pengendapan dikarenakan kondisi struktur sedimen yang begitu komplek (lihat gambar 3.10).

Gambar 3.10 Skematik Diagram blok daerah penelitian dengan arsitektur sedimentologi

Beberapa bed set yang ditentukan, banyak lokasi terbentuk set planar bedding, flaser bedding, tidal channel dari interpretasi struktur cross bedding dengan sudut > 30o. selain itu terdapat struktu sedimen ripple climbing yang cukup dominan di beberapa lokasi penelitian. Sehingga dari kondisi tersebut, di interpretasilah lingkungan pengendapan endapan pasir tersebut dengan lingkungan pasang surut (tidal) pada bagian intertidal. Hal tersebut berdasarkan adanya asosiasi struktur sedimen yang ada pada beberapa lokasi penelitian seperti adanya indikasi endapan intertidal pointbar meandering channel dan saluran pasang surut (tidal channel) serta dominasi material endapan yang berukuran pasir relatif dominan kasar dan berselang seling dengan material halus atau pada fasies Mixed Flats Tidal.

(16)

2. Interpretasi Dengan Parameter Tekstur Sedimen

Pada sajian kolom sedimentologi endapan dari seluruh titik lokasi pengamatan terdapat deskripsi tekstur sedimen baik menyangkut ukutan butir, bentuk butir, kemas dan sortasi. Pada ukuran butir menjadi parameter penting untuk interpretasi energi pengendapan serta sortasi untuk mengkorelasi dengan mekanisme pengendapannya baik jenis fluidanya. Dari seluruh lokasi pengambilan data, material yang umumnya terendapkan adalah material berukuran pasir sedang hingga sangat kasar dengan beberapa dominasi kecil material berukuran lanau hingga lempung. Hal ini menunjukan bahwa energi pengendapan material di daerah penelitian dengan arus yang sedang. Tetapi pada beberapa lokasi seperti lokasi P2, P4 dan P7 ditemukan adanya proses channeling dengan membawa material lebih kasar di dalamnya baik berukuran kerikil hingga kerakal yang juga cukup mendominasi di beberapa lapisan endapan diseluruh lokasi (lihat gambar 3.12).

Gambar 3.12 Ukuran butir material yang berukuran relatif kasar

Terutama pada lokasi P4, material berukuran kasar banyak dijumpai pada beberapa set lapisan endapan, hal ini menunjukan energi pengendapan yang cukup besar pada daerah penelitian. Sortasi yang umum di jumpai pada beberapa lokasi seperti P1, P2, P3, P5 dan P7 (lihat gambar 3.13) banyak beberapa lapisan memiliki sortasi yang baik hingga sedang. Hal tersebut menunjukan adanya mekansime pemilihan butiran yang dilakukan fluida terhadap material yang diangkutnya. Mekanisme arus yang berlaku dalam transportasi dan sedimentasi material tersebut dengan jenis arus suspensi hingga traksi. Sedangkan, pada lokasi P1, P2, P4 dan P7 (lihat gambar 3.14) terdapat material endapan dengan sortasi buruk pada beberapa lapisan. Hal ini menunjukan adanya mekanisme arus dan perilaku fluida yang tidak terlalu melakukan pemilahan butir pada material dengan jenis arus bed load. Dengan adanya material yang memiliki ukuran butir relatif kasar, banyak dimanfaatkan sebagai data pendukung analisis arus purba.

(17)

Pada beberapa titik lokasi yang dilakukan pengambilan data arus purba menunjukan arah asal arus pengendapan berasal dari selatan hingga tenggara (lihat gambar 3.15). Sebagai contoh lokasi P2 yang didapatkan dari data imbrikasi fragmen dan kenampakan struktur silang siur, arah interpretasi arus purba yang ada pada lokasi tersebut relatif berarah dari selatan. Kemudian, pada titik P4 didapatkan hasil interpretasi arah arus purba pengendapan material tersebut berarah selatan-tenggara. Namun pada lokasi P7, arah sedimentasi berasal dari baratdaya dimana data berasal dari pengukuran struktur silang siur dan imbrikasi fragmen yang ada. Berdasarkan kondisi tersebut, beberapa kemungkinan adanya pengontrol arah sedimentasi bisa di kontrol oleh mekanisme arus fluvial, aeolian atau tidal. Kondisi saat ini menunjukan arah aliran sedimen sungai Serang di daerah penelitian berarah relatif utara ke selatan mengarah ke samudera Indonesia.

Gambar 3.14 Kenampakan tekstur sedimen dengan sortasi buruk di beberapa lokasi

Tetapi dengan adanya parameter fisik lain seperti struktur sedimen pengendapan serta ukuran butir menunjukan bahwa berdasarkan struktur sedimen pengendapan material diendapkan dengan mekanisme tidal serta energi yang cukup besar (berdasarkan ukuran butir). Hal ini mengacu dalam mekanisme transportasi sungai pada daerah hilir biasanya energinya semakin rendah, didukung morfologi sungai yang tidak berkelok pada bagian hilir serta kandungan cangkang organisme laut yang terkandung di beberapa lokasi.

(18)

3. Interpretasi Dengan Parameter Geomorofologi

Parameter kondisi geomorofologi secara tidak langsung akan menentukan kondisi morofologi atau wadah mengendapnya suatu material di permukaan bumi ini. Seperti pada kondisi awal, deskripsi lokasi penelitian berdasarkan geomorofologi merupakan dataran luapan sungai Serang hingga sebuah point bar fluvial. Namun, setelah ditinjau lebih lanjut kondisi geomorofologinya, daerah penelitian berada di sekitar muara Sungai Serang yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Pada bagian hilir muara sungai Serang terindikasi bahwa bentuk sungai Serang alirannya relatif tegas dan tidak berkelok. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa control morfologi daerah penelitian tidak hanya di kontrol oleh proses fluviatil sungai Serang, tetapi kemungkinan adanya pengaruh pasang surut karena terletak di pesisir atau adanya pengaruh angin pada daerah penelitian.

4. Korelasi Antar Parameter dengan Jenis Fluida

Dari beberapa parameter yang telah didapatkan, material endapan pasir di endapkan pada lingkungan pasang surut (tidal) berdasarkan asosiasi struktur sedimen yang ada. Sedangkan beberapa tekstur sedimen yang didapatkan, menunjukan adanya mekanisme arus traksi dan bed load, serta dengan energi sedang hingga cukup tinggi. Berdasarkan parameter mekanisme pengendapan material dengan mekanisme fluvial (sungai), dengan kondisi sungai yang tidak berkelok pada bagian hilir serta jenis arus sungai saat ini relatif dengan arus suspensi dengan energi lemah, serta adanya fraksi butir yang diendapkan relatif sedang hingga halus, maka dapat dipastikan tidak adanya hubungan material endapan dengan mekanisme fluvial. Kemudian dari ukuran butir yang cukup kasar maka ada asumsi bahwa material terendapkan relatif dengan arus sedang hingga tinggi yang mana hanya akan di pengaruhi oleh mekanisme gelombang laut atau pasang surut. Kemudian itu adanya proses channeling yang ada dapat mendukung interpretasi jenis fluida yang mengendapakan material tersebut. Dimana walaupun adanya indikasi angin dalam mekansime pengendapan material pasir di lokasi penelitian, tetapi dengan adanya struktur sedimen yang berasosiasi dengan struktur silang siur akibat proses channeling, sehingga dapat dipastikan fluida yang bekerja sebagai media transportasi dan pengendapan pada material pasir tersebut adalah air.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan beberapa parameter fisik untuk interpretasi lingkungan pengendapan yang telah didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Material endapan modern pasir tersebut diendapkan dengan mekanisme arus bed load hingga traksi

dengan energi pengendapan material relatif sedang hingga tinggi

2. Jenis fluida yang menjadi media transportasi dan pengendapan material tersebut adalah air berdasarkan asosiasi struktur sedimen yang berasosiasi dengan sistem saluran (channeling). 3. Berdasarkan identfikasi geomorofologi daerah penelitian yang merupakan dataran tepat berada di

sebelah barat sungai Serang dan terletak di pesisir pantai Selatan Jawa yang berhadapan langsung dengan samudera Indonesia.

4. Secara umum daerah penelitian terkontrol oleh proses geomoroflogi pesisir dengan adanya pengaruh

pasang surut.

5. Berdasarkan asosiasi sturktur sedimen yang menunjukan dinamika pengendapan endapan pasir

modern di sekitar Pantai Glagah, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta terendapkan pada lingkungan Intertidal pada bagian mixed flat tidal berdasarkan material endapan yang masih relatif ada percampuran dengan material kasar (pasir kasar, kerikil pasir sedang) hingga material berukuran halus (pasir halus, lanau).

(19)

VI.DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R.W, Van. 1949. The Geology of Indonesia, Vol IA.

Boggs, S. 1987. Principles of Sedimentology and Stratigraphy. New Jersey : University of Oregon, Pearson Prentice Hall.

Boggs, S. 2009. Petrology of Sedimentary Rock, Second Edition. New Jersey : University of Oregon, Pearson Prentice Hall.

Gould, H.R. 1972. Environmental indicators-A key to the stratigraphic record, dalam J.K. Rigby & W.K. Hamblin (eds.). Recognition of ancient 117 sedimentary environments: Soc.Econ. Paleontologists and Mineralogist Spec. Pub. 16, p. 1-3.

Krumbein, C. & Sloss, L.L., 1951, Stratigraphy and Sedimentation, San Francisco: W.H. Freeman and Company.

Krumbein, W., & L. Sloss, 1963. Stratigraphy and Sedimentation. Freeman, San Frasisco.

Lowe, J,J. & Walker, M.J.C. 1984. Reconstrukting Quaternary Environments. New York : Logman Group Limited, p. 85-92.

Nichols, Gary, 1999. Sedimentology and Stratigraphy. Blackwell Science Ltd.

Nichols, G., 2009, Sedimentology and Stratigraphy 2nd edition, John Wiley&Sons Ltd, UK. Marwasta, D., Prayono, K.W., 2007, Analisis Karakteristik Pemukiman Desa – Desa Pesisir di

Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

Pannekoek, A.J., 1949, Outline of The Geomorphology of Java, Harlem: Geological Survey. Pettijohn, F.J., 1957. Sedimentary Rock Second Edition. Harper & Row, New York.

Pratiwi, M.K., 2011, Potensi Dampak Fisik dan Presepsi Masyarakat Terhadap Pembangunan Pelabuhan Tanjung Adikarta di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan. Rosidi, H.M.D., 1977, Geologi Lembar Yogyakarta, edisi pertama, Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Reading, H. G., 1978. Sedimentary Environments and Facies. Elsevier: New York Reinicks, H.E., & Singh, I.B., 1980. Depositional Sedimentary Environments,

Selley, R.C., 1985, Ancient Sedimentary Environment and their sub-surface diagnosis: third edition, Cornell University Press, Ithaca, New York, 317p.

Selley, R., C, 2000, Applied Sedimentology Second Edition, Academic Press: London.

Sukandarrumidi, 2012, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula, Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Suroso, H., 2007, Paleogeomorfologi Pesisir Antara Sungai Serang dan Sungai Progo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta.

Tucker, M. E. 1982. The Field Description of Sedimentary Rocks. England: John Wiley & Sons. Tyas, D.W., Dibyosaputro, S., 2012, Pengaruh Morfodinamika Pantai Glagah, Kabupaten Kulon

Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Keselamatan Pengunjung Pantai, Yogyakarta.

Walker,R.G., 1980, Facies Models, Geological Association of Canada.

Gambar

Tabel 1.2 Tabel Skala Wenworth Ukuran Butir Sedimen (Lewis & McChonCie, 1994 dalam Selley, 2000)
Gambar 3.1 Lokasi pengambilan data-data lapangan
Gambar 3.2 Kenampakan singkapan titik P1
Gambar 3.3. Kenampakan singkapan pada lokasi P2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium mengenai angka miroba terhadap piring makan pada gerobak makan kelurahan Tuminting dengan kelompok kontrol (A) yang

Keharusan adanya dua atau lebih kreditur dikenal sebagai concursus creditorium. Syarat ini menegaskan bahwa dalam kepailitan dihindari sita individual, karena jika hanya terdapat

Hal ini ditujukkan untuk membedakan setiap fungsi dari masing – masing gedung dan juga rumah betang ini berfungsi tunggal sebagai rumah tinggal, maka untuk gedung

(b) Faktor pendukungan yang diberikan institusi maupun pihak lain, yaitu: (1) mayoritas mahasiswa PGRA telah memiliki laptop atau komputer yang mencapai 90,90% atau 40

Deselerasi awal timbul bersamaan dengan kontraksi uterus dan biasanya berhubungan dengan dengan kompresi kepala janin, oleh karena itu timbul pada persalinan seiring dengan

Infus rimpang Kunyit (Curcuma longa L.) memiliki aktivitas antiinflamasi pada mata tikus yang dibuat konjungtivitis dengan pengamatan tingkat iritasi pada mata.

Selalu kemo Tata Laksana parenteral kombinasi (lebih agresif) Radio Tata Laksana hanya berperan untuk tujuan paliatif Reevaluasi hasil pengobatan :. Setelah siklus kemo Tata

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Samata Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa terhadap 36 pasien tuberkulosis paru diperoleh data