Sistem Peradilan Pidana
Sistem Peradilan Pidana adalah teori yang berkenaan dengan upaya pengendalian kejahatan melalui
kerjasama dan koordinasi di antara lembaga-lembaga yang oleh undang-undang diberi tugas untuk itu.
Kejahatan sendiri sulit dihilangkan sama sekali di muka bumi, tetapi melalui sistem peradilan pidana kejahatan tersebut dapat dikendalikan sehingga tidak bertambah banyak. Bahkan, jika mungkin, berkurang. Pengendalian kejahatan sama maknanya dengan
Sinkronisasi dalam Sistem
Peradilan Pidana
Sistem peradilan pidana mempunyai perangkat struktur atau subsistem yang seharusnya bekerja secara koheren, koordinatif dan integratif agar efisien dan efektif.
Dalam rangkaian sistem, sub-subsistem ini berupa polisi, jaksa, pengadilan, penasihat hukum dan
lembaga koreksi, baik yang sifatnya institusional maupun yang non institusional.
Pendekatan dalam Sistem
Peradilan Pidana
Dalam sistem peradilan pidana dikenal tiga
bentuk pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan normatif;
2. Pendekatan administratif; dan
3. Pendekatan sosial.
Pendekatan Normatif
Pendekatan normatif memandang unsur
aparatur penegak hukum sebagai institusi
pelaksana peraturan perundang-undangan
yang berlaku sehingga para aparatur
tersebut merupakan bagian yang tidak
Pendekatan Administratif
Pendekatan administratif memandang para
aparatur penegak hukum sebagai suatu
organisasi manajemen yang memiliki
mekanisme kerja, baik hubungan yang
Pendekatan Sosial
Pendekatan sosial memandang para aparatur penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial, sehingga masyarakat secara keseluruhan ikut
bertanggungjawab atas keberhasilan atau
2. Faktor Penegak Hukum
Ruang lingkup dari penegak hukum sangat luas, mencakup siapapun yang secara langsung maupun tidak secara langsung berkecimpung di dunia
penegakan hukum.
Secara sederhana penegak hukum antara lain pihak yang berhubungan dengan bidang,
Ciri-ciri Pendekatan Sistem
dalam Sistem Peradilan Pidana
Pendekatan sistem dalam sistem peradilan pidana memiliki ciri sebagai berikut:
1. Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen peradilan pidana;
2. Pengawasan dan pengendalian penggunaan kekuasaan oleh komponen peradilan pidana;
3. Efektivitas sistem penanggulangan kejahatan lebih utama dari efisiensi penyelesaian perkara;
Sistem Peradilan Pidana sebagai
Satu Kesatuan
Sistem peradilan pidana secara teoritis dan praktis haruslah terintegrasi menjadi satu kesatuan,
Integrated Criminal Justice System. Masing-masing komponen/ subsistem dalam sistem peradilan pidana haruslah sinkron/ selaras dalam mewujudkan tujuan yang sama, yaitu penegakan hukum.
Istilah sinkron mengandung makna selaras, baik berupa fisik dalam arti sinkronisasi struktural
Sistem Peradilan Pidana sebagai
Satu Kesatuan (lanjutan)
1. Sinkronisasi struktural mengharuskan adanya keserempakan dan keselarasan dalam mekanisme administrasi peradilan pidana (the administration of justice) dalam kerangka hubungan antar lembaga penegak hukum;
2. Sinkronisasi substansial mengandung makna adanya keselarasan baik vertikal maupun horisontal dalam kaitannya dengan hukum positif yang berlaku;
3. Sinkronisasi kultural mengandung usaha untuk selalu
serempak dalam menghayati pandangan-pandangan sikap-sikap dan falsafah yang secara menyeluruh mendasari
Sistem Peradilan Pidana sebagai
Satu Kesatuan (lanjutan)
Sistem peradilan pidana harus dilihat sebagai The network of courts and tribunals which deal with criminal law and its enforcement. Sebagai suatu jaringan (network), sistem peradilan pidana
mengoperasionalkan hukum pidana sebagai sarana utamanya. Dalam hal ini dapat berupa hukum pidana materiil, hukum pidana formil dan hukum
pelaksanaan pidana.
Sistem Peradilan Pidana sebagai
Satu Kesatuan (lanjutan)
Di dalam mengoperasionalkan hukum pidana
tersebut, terdapat beberapa prinsip utama, yaitu prinsip kegunaan atau prinsip kelayakan dan prinsip prioritas.
Dua prinsip tersebut di atas dipergunakan sebagai salah satu hal yang harus diperhatikan dalam
mengoperasionalkan hukum pidana, dalam hal ini adalah sistem peradilan pidana sebagai suatu
Ketidaksinkronan dalam Sistem
Peradilan Pidana
Apabila antar subsistem tersebut tidak dapat bekerja secara simultan, maka terdapat beberapa kerugian yang dapat
diperkirakan, antara lain:
1. Sulit dalam menilai keberhasilan atau kegagalan
masing-masing instansi, sehubungan dengan tugas mereka bersama; 2. Sulit dalam memecahkan masalah pokok masing-masing
instansi sebagai subsistem dari sistem peradilan pidana;
3. Karena tanggungjawab masing-masing instansi sering kurang jelas terbagi, maka setiap instansi tidak terlalu
memperhatikan efektivitas menyeluruh dari sistem peradilan pidana
Daftar Bacaan
1. Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana: Kumpulan Karangan Buku Ketiga, 1994
2. Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, 2002 3. Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana:
Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionalisme, 1996 4. _______, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, 2010 5. Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana,