• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH VARIABEL WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP PEMBUATAN ASAP CAIR DARI LIMBAH KAYU PELAWAN (CYANOMETRA CAULIFLORA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGARUH VARIABEL WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP PEMBUATAN ASAP CAIR DARI LIMBAH KAYU PELAWAN (CYANOMETRA CAULIFLORA)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013 Page 1

PENGARUH VARIABEL WAKTU DAN TEMPERATUR

TERHADAP PEMBUATAN ASAP CAIR DARI LIMBAH

KAYU PELAWAN

(CYANOMETRA CAULIFLORA

)

Awhu Akbar

*

, Rio Paindoman, Pamilia Coniwanti

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

Email: Anthem_akbar@yahoo.com

Abstrak

Ketersediaan limbah kayu pelawan sangat potensial untuk diolah menjadi asap cair. Asap cair diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian senyawa senyawa organik yang terdapat di dalam kayu pada proses pirolosis. Pada penelitian ini dilakukan penyelidikan pengaruh variasi temperatur dan waktu pemanasan terhadap proses pirolisa kayu pelawan menjadi asap cair, dengan variasi kondisi operasi yang dilakukan adalah suhu pemanasan sebesar 150 oC; 200 oC; 250 oC; 300 oC, 350 °C dengan waktu pemasan selama 10 menit; 20 menit; 30 menit. Parameter-parameter yang diukur untuk menentukan kualitas asap cair adalah massa jenis, pH, konsentrasi asam asetat dan konsentrasi fenol. Dari hasil penelitian diperoleh kualitas asap cair terbaik pada pemanasan pada suhu 150 oC selama 20 menit, dimana asap cair yang diperoleh memiliki pH 2,09, kadar asam 36 mg/ml dan kadar fenol 0,057 mg/ml.melalui penelitian ini diketahui bahwa pembuatan asap cair dari limbah kayu pelawan memiliki efiktifitas yang tinggi.

Kata kunci:Asap cair, pirolisa, kayu pelawan

Abstract

Pelawan wood is the potential wood that can be processed into liquid smoke. Liquid smoke obtained from the condensation of smoke compounds due to decomposition of organic compounds present in the wood during pyrolisis. The effects of heating time and temperature were investigated in this research.The operating conditions in this research are heating temperature at 150 oC; 200 oC; 250 oC; 300 oC, 350 °C for 10 , 20,and 30 mins. The measured parameters that determine the quality of liquid smoke are density, pH, acetic acid and phenol content. The best liquid smoke quality were found at 150 oC of heating temperature for 20 mins, with pH, acetic acid and phenol content are 2.09, 36 and t 0,057 mg/ml respectively. The research, it is known that pelawan wood has a high effectivity

Keywords: Liquid smoke, pyrolisis, Pelawan wood

1. PENDAHULUAN

Tumbuhan merupakan kekayaan alam yang memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Hal ini terlihat dari banyaknya spesies tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, keperluan sandang, papan, obat-obatan, dan lain sebagainya. Salah satunya spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, khususnya di Pulau Bangka adalah pohon pelawan (Cyanometra cauliflora). C.cauliflora ini dimanfaatkan sebagai bahan bangunan,

(2)

Page 2 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013 Dengan adanya ilmu pengetahuan dan

teknologi maka beberapa hasil samping pertanian dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, seperti kayu pelawan yang sangat potensial untuk diolah menjadi asap. Dengan meningkatnya produksi asap cair yang menggunakan bahan dasar kayu pelawan maka akan mengurangi terjadinya pencemaran udara karena adanya penguraian senyawa-senyawa kimia dari proses pembuatan lateks, dll.

Dengan melihat potensi asap cair sebagai penghilang bau lateks yang memberikan hasil lebih baik jika di bandingkan dengan asam formiat, ditambah lagi meningkatkan nilai ekonomis asap cair yang dapat di buat dari kayu Pelawan maka penulis merasa perlu di adakan penelitian lebih lanjut mengenai asap cair .Penelitian ilmiah sebelum nya pembuatan asap cair menggunakan serbuk gergaji kayu meranti . Untuk itu pada penelitian ini akan di buat asap cair dari kayu pelawan akan diteliti kandungan asam asetat dan fenol pada setiap variabel suhu dan waktu pirolisis.

Tujuan Penelitian ini adalah: Mengetahui pengolahan limbah kayu pelawan menjadi asap cair, meningkatkan nilai ekonomi limbah kayu pelawan dan mengetahui pengaruh temperatur dan waktu pirolisis terhadap kandungan asam asetat dan fenol pada asap cair yang akan dihasilkan.

Kayu pelawan merupakan bagian keras pada komponen yang terdapat pada pohon pelawan. Saat ini pemanfaatan kayu pelawan belum begitu maksimal. Ditinjau dari karakteristik bahan baku, jika dibandingkan dengan tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit memiliki banyak perbedaan. Perbedaan yang mencolok yaitu pada kadar abu (ash content) yang biasanya mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan oleh tempurung kelapa lebih tinggi dari pada kayu pelawan.

Apabila limbah kayu pelawan dibakar pada temperatur tinggi dalam ruangan yang tidak berhubungan dengan udara maka akan terjadi rangkaian proses peruraian penyusun kayu tersebut dan akan menghasilkan arang selain destilat, tar dan gas (Anonim, 1983). Destilat ini merupakan komponen yang sering disebut sebagai asap cair. Kayu pelawan termasuk golongan kayu keras dengan kadar air sekitar sembilan sampai tiga belas persen (dihitung berdasar berat kering), dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Tanaman Pelawan termasuk dalam ordo fabales dan famili Fabaceae.

Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu

keras. Istilah lain dari pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila tempurung dan cangkang dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Widjaya, 1982).

Pembakaran tidak sempurna pada kayu pelawan, tempurung kelapa, sabut, serta cangkang sawit menyebabkan senyawa karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbon dioksida dan peristiwa tersebut disebut sebagai pirolisis. Pada saat pirolisis, energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang kompleks terurai, sebagian besar menjadi karbon atau arang. Istilah lain dari pirolisis adalah “destructive distillation” atau destilasi kering, dimana merupakan proses penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila tempurung dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi maka akan terjadi rangkaian reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun tempurung dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Anonim, 1983).

Tempurung kelapa dan kayu keras memiliki komponen-komponen yang hampir sama. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda tergantung dari jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa, satu bagian hemiselulosa serta satu bagian lignin. Girard (1992) menyatakan bahwa produk dekomposisi termal yang dihasilkan melalui reaksi pirolisis komponen-komponen kayu adalah sebanding dengan jumlah komponen-komponen tersebut dalam kayu.

(3)

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013 Page 3 Menurut Tahir (1992), pada proses

pirolisis dihasilkan tiga macam penggolongan produk yaitu :

1. Gas-gas yang dikeluarkan pada proses karbonisasi ini sebagian besar berupa gas CO2 dan sebagian lagi berupa gas-gas yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2 dan hidrokarbon tingkat rendah lain.

2. Destilat berupa asap cair dan tar : Komposisi utama dari produk yang tertampung adalah metanol dan asam asetat. Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu fenol, metil asetat, asam format, asam butirat dan lain-lain.

3. Residu (karbon) : kayu mempunyai komponen-komponen yang hampir sama. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda tergantung dari jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa dan satu bagian hemiselulosa, serta satu bagian lignin. Adapun pada proses pirolisis terjadi dekomposisi senyawa-senyawa penyusunnya

Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan; karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan (Astuti, 2000).

Diketahui pula bahwa temperatur pembuatan asap merupakan faktor yang paling menentukan kualitas asap yang dihasilkan. Darmadji dkk (1999) menyatakan bahwa kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol, karbonil, dan asam dicapai pada temperatur pirolisis 600oC. Tetapi produk yang diberikan asap cair yang dihasilkan pada temperatur 400oC dinilai mempunyai kualitas organoleptik yang terbaik dibandingkan dengan asap cair yang dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih tinggi.

Adapun komponen-komponen penyusun asap cair meliputi:

1. Fenol

Fenol (C6H6OH) memiliki berat

molekul (BM) sekitar 94,11 dengan titik didih 181,2oC. Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan, disamping itu fenol memberikan cita rasa dan warna yang khas pada

produk olahan. 2. Formaldehid

Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal, atau formalin), merupakan aldehida dengan rumus kimia H2CO, yang

berbentuknya gas, atau cair yang dikenal sebagai formalin, atau padatan yang dikenal sebagai paraformaldehyde atau trioxane.

Pada umumnya, formaldehida terbentuk akibat reasi oksidasi katalitik pada metanol. Oleh sebab itu, formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon dan terkandung dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau.

Asam Organik

Asam organik adalah senyawa organik yang mempunyai derajat keasaman (bahasa Inggris: acidic properties). Asam organik yang paling umum adalah asam alkanoat yang memiliki derajat keasaman dengan gugus karboksil -COOH, dan asam sulfonat dengan gugus -SO2OH mempunyai derajat keasaman

yang relatif lebih kuat. Stabilitas pada gugus asam sangat penting dan menentukan derajat keasaman sebuah senyawa organik.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Dalam

industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

Asam yang telah diidentifikasi dalam kondensat. 1. Alkohol dan Ester

Terdapat 25 macam yang telah diidentifikasi dalam kondensat.

2. Hidrokarbon Alifatik

Terdapat 1 macam yang telah diidentifikasi dalam kondensat dan 20 macam dalam produk asap.

3. Lakton

Terdapat 13 macam yang telah diidentifikasi dalam kondensat.

(4)

Page 4 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013 tergantung dari beberapa hal seperti temperatur

pirolisis, waktu, dan kelembaban udara pada saat proses pembuatan asp serta kandungan udara dalam kayu. senyawa utama dalam asap cair yang mempunyai efek terhadap bakteri adalah fenol dan asam-asam organik. Dalam bentuk kombinasi, kedua senyawa tersebut bekerja secara efektif untuk mengontrol pertumbuhan mikroba.

Menurut Girrard (1992), senyawa-senyawa dalam asap cair seperti fenol, formaldehid serta senyawa asam organik bersifat mampu membunuh bakteri sehingga berpengaruh terhadap daya simpan produk asapan. Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai industri, antara lain :

1. Industri pangan

Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat anti mikrobia dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat

dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran, yang semuanya tersebut dapat dihindari.

2. Industri perkebunan

Asap cair dapt digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.

3. Industri kayu

Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair (Darmadji, 1999)

2. METODOLOGI PENELITIAN

Alat dan Bahan Alat yang di butuhkan :

1. Reaktor (tempat pembakaran potongan kayu)

2. Unit kondensor

3. Neraca Analitik 4. Spektrofotometer 5. Termokopel digital

6. Bahan yang di butuhkan adalah :Kayu pelawan, Media pendingin, Aquadest

7. Bahan Kimia: Inidikator PP, NaOH, H3PO4,

NH4Cl, NH4OH, Amino Antipirin, Kalium

Fersianida, CHCl3, Natrium Sulfat Anhidrat,

CuSO4.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian sebagai berikut, : Tempat Pengambilan Contoh

Sampel di ambil di sekitar perkebunan di Palembang

Analisa Kadar Air Kayu Pelawan

1. timbang cawan kosong yang akan digunakan sebagai wadah kayu (berat C). Ambil potongan kayu beberapa gram kemudian timbang beserta cawannya (berat A)

2. Potongan kayu dikeringkan dalam oven pada temperatur 100c selama 1 jam

3. Potongan kayu yang telah dikeringkan didinginkan di dalam desikator

4. Potongan kayu yang sudah di dinginkan di timbang (berat B).

Kadar air kayu (%) =

Berat (A – C ) – Berat (B – C) x 100% Berat (A-C)

Proses Pembuatan Asap Cair 1. Siapkan 1 unit kondensor

2. Timbang potongan kayu sebanyak 100 gram 3. Masukkan potongan kayu ke reaktor

4. Hubungkan corong asap dengan kondensor menggunakan selang dan sambungkan termokopel ke reaktor .

5. Nyalakan kompor , tunggu sampai suhu yang di khendaki tercapai dan jaga suhu agar tetap konstan.

6. Hasil kondensasi di tampung di erlenmeyer dan lakukan proses kondensasi sesuai dengan lama pembakaran

7.

Catat volume asap cair yang didapat dan timbang arang yang terbentuk

(5)

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013 Page 5 Pengukuran pH Asap Cair

Pengukuran pH asap cair dengan menggunakan pH meter, sebelum di lakukan pengukuran pH meter terlebih dahulu di kalibrasi dengan larutan buffer.

Analisa Kandungan Asam Asetat dengan Cara Titrasi

1. Ambil beberapa 0,2 ml hasil asap cair yang di dapatkan lalu tambahkan aquadest Sampai volumenya 100 ml.

2. Tambahkan 3 tetes indikator phenolptalin 3. Titrasi dengan NaOH 0,1 N.

4. Catat volume NaOH yang digunakan untuk titrasi

5. Hitung kandungan asam asetat dalam asap cair.

Kadar Asam (mg/ml) =

ml titran x N NaOH x BM Asam Asetat Volume Asap Cair (ml)

Dimana,

ml titran = vol NaOH yang terpakai N NaOH = Normalitas larutan BM Asam Asetat = 60 gr/mol

Analisa Kandungan Fenol

1. Ambil beberapa ml asap cair lalu ditambah dengan aquadest sampai volume nya 100 ml

2. Tambahkan H3PO4 sebanyak 1 ml dan CuSO4 sebanyak 1 ml.

3. Destilasi sampai di dapat destilat sekitar 80 ml.

4. Tambah 30 ml air aquadest, lanjutkan destilasi sampai jumlah destilat 100 ml. 5. Destilat di tambah dengan 2 ml NH4Cl, dan

NH4OH sebanyak 1 ml

6. Tambahkan 0,5 ml larutan amino antipirin,kocok.

7. Tambahkan 0,5 ml larutan kalium ferisianida kocok dan diamkan.

8. Ekstrak dengan chloroform 5 ml.

9. Saring ekstrak melalui kertas saring yang di beri zat 1 gr natrium sulfat anhidridat. 10. Hasil saringan segera di ukur dengan

spektofotometer pada panjang gelombang 480 nm.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pembuatan Asap Cair

Hasil pembuatan asap cair dari kayu pelawan pada berbagai variabel waktu dan suhu pirolisis dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Gambar 2 – Pengaruh Waktu dan Temperatur Pemanasan terhadap Volume Asap Cair

Dari data hasil percobaan dan grafik pengaruh waktu dan temperatur pirolisis terhadap volume asap cair di atas, terlihat bahwa volume produk asap cair terus meningkat bersamaan dengan meningkatnya temperatur dan waktu pirolisis. Semakin tinggi waktu pirolisis kayu pelawan maka produk semakin banyak, hal ini dapat dilihat semakin banyaknya arang yang terbentuk. Dengan demikian jumlah asap yang akan dikondensasikan menjadi asap cair pun akan semakin banyak.

Selama proses pirolisis berlangsung proses dekomposisi yang melibatkan proses pemutusan dan pembentukan ikatan yang baru. Temperatur pirolisis berpengaruh terhadap pemutusan rantai hidrokarbon dari polimer pada kayu pelawan sehingga jumlah asap cair yang dihasilkan pun akan berbeda pada setiap kenaikan temperatur. Meningkatnya temperatur pirolisis menyebabkan semakin besar pula unsur- unsur dalam kayu pelawan yang terurai dan terkondensasikan menjadi asap cair. Asap cair yang diperoleh dari kayu pelawan ini mengandung banyak senyawa kimia diantaranya asam asetat, fenol, formaldehid, alkohol dan ester.

Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh bakkara (2007) juga mendapatkan hubungan antara waktu dan temperatur pirolisis terhadap produk asap cair sama dengan yang didapatkan pada penelitian ini. Pada proses pirolisis yang dilakukan bakkara terhadap serbuk gergaji dan kayu meranti, kondensasi pada penelitian ini terjadi dengan baik. Proses kondensasi yang berjalan baik ini menyebabkan semua asap yang

0 10 20 30 40 50 60

50 100 150 200 250 300 350

volume

 

asap

 

cair

 

(ml

)

(6)

Page 6 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013 terbentuk dan yang terkonversi menjadi asap

cair.

Pada penelitian ini didapat asap cair dengan volume tertinggi pada temperatur pirolisis masing-masing sampai 350oC selama 30 menit. Hal ini dikarenakan kayu pelawan dan mendapatkan jumlah panas terbanyak dengan waktu paling lama sehinnga unsur-unsur dalam kayu pelawan dan akan semakin banyak yang terurai dan terkondensasi menjadi asap cair.

Hasil Pengukuran pH Asap Cair

Gambar 3 – Pengaruh Waktu dan Temperatur Terhadap pH Asap Cair

Grafik hasil pengukuran pH asap cair di atas menunjukan bahwa harga pH asap cair sekitar 2-2,7. Harga pH tersebut menyimpulkan bahwa produk asap cair tersebut bersifat asam. harga pH akan semakin menurun dengan semakin meningkatnya temperatur dan waktu pirolisis. Hal ini di karenakan semakin banyaknya unsur-unsur dalam kayu pelawan dan yang terurai dan membentuk senyawa - senyawa kimia yang bersifat asam. Harga pH terendah terdapat pada asap cair dari hasil pirolisis pada suhu 3500C sewaktu 30 menit yaitu sebesar 2,08 ini berarti pada kondisi operasi ini banyak senyawa – senyawa kimia yang bersifat asam. Kandungan Asam Asetat pada Asap Cair

Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa asap cair yang diperoleh dari kayu pelawan mengandung asam asetat. Kandungan asam asetat yang terdapat dalam asap cair berbeda pada setiap variable temperatur dan waktu pirolisa. Kandungan asam asetat pada asap cair pada berbagai kondisi operasi dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Gambar 4. Pengaruh waktu dan temperatur pirolisis terhadap kandungan Asam Asetat (mg/ml)

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu dan tinggi temperatur pirolisis kayu pelawan dan maka kandungan asam asetat pada asap cair pun akan semakin tinggi. Tingginya temperatur pirolisis dan waktu pirolisis, menyebabkan semakin tinggi panas pada kayu pelawan dan untuk menguraikan hemiselulosa dan selulosa menjadi komponen-komponen senyawa kimia yang bersifat asam terutama asam asetat. Banyaknya asam asetat yang dihasilkan dari pirolisa kayu pelawan , dapat dilihat pada tabel 3.

Dari table tersebut dapat diketahui bahwa setiap gram kayu pelawan dan menghasilkan asam asetat yang bervariasi pada setiap temperatur dan waktu pirolisa. Asam asetat terendah didapat dari pirolisa kayu pelawan dan pada temperature 150oC selama 10 menit yaitu sebesar 19,4 mg/ml, dan tertinggi pada temperatur 300oC selama 20 menit yaitu sebesar 36 mg/ml asap cair.

Penelitian yang dilakukan sebelumnya pada pirolisa kayu tembesu juga mendapatkan hubungan antara waktu dan temperatur pirolisis terhadap kandungan asam asetat yang sama dengan penelitian ini. Pada penelitian ini kandungan asam asetat yang didapat lebih sedikit dari pada kandungan asam asetat pada asap cair dari kayu tembesu. Hal ini dikarenakan kandungan selulosa pada kayu tembesu lebih besar dari pada kayu pelawan.

Kandungan Fenol pada Asap Cair

Fenol merupakan senyawa anti oksidan yang terdapat pada asap cair. Kandungan fenol pada asap cair diukur dengan menggunakan spektofotometer. Kandungan fenol pada asap cair hasil pirolisis pada berbagai temperatur dan waktu pirolisis dapat dilihat pada grafik berikut ini.

150 200 250 300 350

PH

150 200 250 300 350

Kandungan

Temperatur pirolisis (°C)

10 menit

20 menit

(7)

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013 Page 7

Gambar 5 – Pengaruh Waktu dan Temperatur Pemanasan terhadap kandungan Fenol (mg/ml)

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin tinggi temperature pirolisis maka kandungan fenol pun akan semakin meningkat. Pada suhu 150oC kandungan fenol sangat kecil, hal ini dikarenakan lignin yang terdapat pada cangkang sawit dan tempurung kelapa belum terurai karena kurangnya panas yang dihasilkan dari pirolisis. Kandungan fenol meningkat tajam pada suhu 300°C dan 350oC, hal ini dikarenakan lignin yang merupakan senyawa pembentuk fenol pada asap cair telah terurai lebih optimal. Kandungan fenol terbesar terdapat pada asap cair hasil pirolisis pada temperatur 350oC dengan waktu pirolisis 10 menit,yaitu sebesar 2,4 mg/ml. Kandungan fenol ini sangat sedikit bila dibandingkan dengan kandungan asam asetat. Hal ini dapat dikarenakan degrasi lignin lebih sulit dari pada degrasi selulosa, walaupun kandungan lignin dan selulosa tidak jauh berbeda.

Kandungan fenol pada asap cair menurut peneliti sebelumnya (sebesar 0,2-2,9 %. Kandungan fenol yang didapat dari penelitian ini jauh lebih kecil dari yang didapat pada kayu tembesu. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor penyebabnya adalah kandungan lignin yang terkandung lebih sedikit. Faktor lainnya adalah kurang optimalnya temperatur pirolisis kayu pelawan dan sehingga kandungan lignin pada kayu pelawan belum efektif terurai sempurna.

Aplikasi Asap Cair sebagai Penghilang Bau Lateks

Pada penelitian ini asap cair yang dihasilkan digunakan sebagai penghilang bau lateks. Dalam pengolahannya lateks biasanya diangin-anginkan untuk memperoleh karet alam yang bermutu baik, Hal ini menimbulkan

masalah karena menghasilkan bau di daerah sekitar. Untuk itu asap cair dapat ditambahkan pada lateks untuk menghilangkan bau busuk yang ditimbulkan dari aktifitas yang ada di dalam lateks.

Asap cair yang digunakan sebanyak 10 ml ternyata dapat digunakan untuk menghilangkan bau lateks sebanyak 25 gram. Lateks yang sudah padat disiram dengan asap cair dan bau busuknya pun bisa berkurang bahkan tidak tercium lagi. Bau busuk pada lateks berubah menjadi bau asap. Hilangnya bau busuk itu karena adanya kandungan fenol didalam asap cair. Senyawa fenol dapat membunuh bakteri pembusuk yang mendegradasi protein menjadi asam-asam amino, sehingga tidak menimbulkan bau busuk. Hal ini dikarenakan fenol yang terdapat dalam asap cair memiliki sifat bakteris statis yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri tidak berkembang biak, dan bersifat fungisidal sehingga jamur tidak dapat tumbuh. Dengan demikian karet yang dihasilkan lebih berkualitas serta udara di sekitar pun jauh lebih baik dengan penggunaan asap cair ini.

Kandungan asam dalam asap cair juga berpengaruh terhadap hilangnya bau busuk pada lateks. Hal ini dikarenakan molekul asam lemah yang terdisosiasi (menghasilkan ion H+ dan anion) menyebabkan penurunan pH lingkungan dan dapat kontak dengan dinding sel bakteri, membrane sel, permukaan luar sitoplasma, sehingga menyebabkan efek kerusakan pada sel bakteri. Pada pH lingkungan yang sangat rendah, asam asetat dapat menyebabkan denaturasi enzim dan ketidakstabilan permeabilitas membrane sel bakteri sehingga menghambat pertumbuhan dan menurunkan daya hidup bakteri atau mikroba lainnya yang ada didalam lateks.

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1) Semakin tinggi temperatur dan waktu operasi maka semakin banyak volume asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis..

2) Pada proses pembuatan asap cair, asap cair dari hasil penelitian yang didapatkan bersifat asam.

3) Berdasarkan hasil analisa asam asetat di lab terhadap asap cair hasil penelitian, didapat dari grafik kandungan asam asetat (mg/ml) bahwa semakin besar waktu dan temperatur pirolisa maka kandungan asam asetat di dalam asap cair semakin besar. pembuatan asap cair dari kayu pelawan ini dinilai cukup layak.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

150 200 250 300 350

Kandungan

 

fenol

 

(mg/ml)

(8)

Page 8 Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013 DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1983.proses peruraian penyusun kayu.Laporan Penelitian, Yogyakarta

Astuti, 2000. Pembuatan Asap Cair dari Tempurung Kelapa.Laporan Penelitian, Jakarta.

Bakkara, Lastri. Karakteristik Cuka Kayu Hasil Pirolisa Limbah Serbuk Gergajian Kayu Karet pada Kondisi Vakum. Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Sriwijaya: Indralaya

Bakkara.2007.Pembuatan Asap Cair dari Tempurung Kelapa.Laporan Penelitian: Jakarta.

Darmadji .1992. Temperatur Pembuatan Asap Merupakan Faktor yang Paling Menentukan Kualitas Asap yang Dihasilkan. Laporan Penelitian, Surabaya. Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap

Cair dengan Metode Redistilasi. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 13(3), 267-271.

Dewi, Rista Utami, Hengky, & Tuti Indah Sari. 2008. Pembuatan Asap Cair dari Limbah Serbuk Gergajian Kayu Meranti Sebagai Penghilang Bau Lateks. Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya: Indralaya.

Doni, Marian, Rigel Andoine, dan Subriyer Nasir. 2008. Pengaruh Kondisi Operasi pada Pembuatan Asap Cair dari Ampas Tebu dan Serbuk Gergaji Kayu Kulim.

Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya. Indralaya.

Erro, Sjostrom.1995.Kimia Kayu: Dasar-dasar dan Penggunaan. Cetakan kedua. Sastrohamidjojo, H (penerjemah). Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta

Fengel, Wegener. 1984. Kayu: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Cetakan pertama. Sastrohamidjojo, H (penerjemah). Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta

Girrard, J.P. 1992. Smoking in Technology of Meat Products. Clermont Ferrand. Ellis Horwood, New York pp: 165:205

Girrard.1992.Komposisi Kandungan Pada Kayu.Laporan Penelitian,Jakarta.

HP, Danawati, Trisna Dhaniswara Kumala dan Agnes Selamat Pratiwi. 2009. Pabrik Bio Oil dari Eceng Gondok dengan Metode Pirolisis Cepat. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember: Surabaya

Kollman, F. P. And Cote, W.A. 1984. Principles of Wood Science and Technology. Sprenger Verlag, New York

Kurniati, Rahmawati. 2007. Pembuatan Asap Cair dan Pemurnian. Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya: Palembang

Pszczola, D.E. 1995. Tour Highlights Production and Uses of Smoke Base Flavors. Food Tech. (49): 70-74

Solichin, H.M. 2002. The Use of Liquid Smoke for Natural Rubber Processing. Balai Penelitian Sembawa: Palembang.

Sosef & Prawirohatmodjo. 1998. Letak Kayu Pelawan di Indonesia. Laporan Penelitian, Jakarta.

Tahir .1992. Tiga macam penggolongan produk yang dihasilkan dari proses pirolisis

Gambar

Gambar 1. Blok Diagram Pembuatan Asap Cair
Gambar 2 – Pengaruh Waktu dan Temperatur Pemanasan terhadap Volume Asap Cair
Gambar 4. Pengaruh waktu dan temperatur pirolisis terhadap kandungan Asam Asetat (mg/ml)
Gambar 5 – Pengaruh Waktu dan Temperatur Pemanasan terhadap kandungan Fenol (mg/ml)

Referensi

Dokumen terkait

1) Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa karakteristik anak berdasarkan berjenis kelamin sebagian besar anak berjenis kelamin perempuan sebanyak 26 anak. Pada

Untuk mendapatkan prodak yang relatif murni dan untuk mendapatkan kembali bahan baku selama proses maka gas yang keluar dari reaktor yang terdiri aceton, amonia, air,

Penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar geografi tentang sejarah pembentukan bumi pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Salem Kecamatan Salem Kabupaten

Dengan menggunakan metode SAW dalam sistem seleksi siswa baru di SMK Miftahul Huda Ciwaringin bertujuan untuk memudahkan panitia dalam menentukan perankingan calon siswa

Perubahan peran dan fungsi alun-alun Kaliwungu sebagai ruang terbuka publik yang paling mendasar terjadi saat dikeluarkan kebijakan mengenai pengalihan fungsi pasar

Agar tidak terjadi penyimpangan dari persoalan pokok dan untuk mendukung hasil yang lebih baik, maka penulis membatasi pada masalah motiva si orang tua, minat belajar

Dalam Ball (1999: 206) adalah pengetahuan yang retorik interpersonal terdapat prinsip-prinsip dimiliki oleh sekelompok masyarakat, yang komunikasi, salah satu