• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIO"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIO AKTIF

Meningkatnya jumlah dan aktivitas penduduk, berdampak pada meningkatnya volume sampah. Timbunan sampah kota diperkirakan meningkat lima kali lipat tahun 2020. Kalau tahun 1995 jumlah rata-rata produksi sampah perkotaan di indonesia 0,8 kg per kapita per hari, tahun 2000 menjadi 1,0 kg, maka tahun 2020 diperkirakan 2,1 kg per kapita. Dalam arena negosiasi Internasional Perubahan Iklim, Indonesia melakukan kegiatan dalam negeri berupa Adaptasi dan Mitigasi, yang salah satu diantaranya adalah ”melakukan action analisis potensi intervensi yang dapat dilakukan untuk menekan emisi GRK (gas rumah kaca).

Di Indonesia terdapat sekitar 450 TPA sebagai sumber emisi gas CH4 (methana). Sebagai contoh, sampah sebanyak 1000 ton, dengan kandungan sampah organik sekitar 56% akan menghasilkan gas methana 21.000 ton setiap tahunnya atau setara dengan CO2 486.500 ton. Kekuatan efek CH4 dalam pemanasan global 23 kali lebih tinggi dibanding CO2. International Panel on Climate Change (IPCC) 1988, melaporkan bahwa rata-rata temperatur global telah meningkat 0,6.%, dan dianggap tahun 1998 adalah dekade terpanas saat itu, namun ternyata diketahui bahwa dekade tahun 2006 malah lebih panas lagi dibanding tahun 1998, rata-rata meningkat 0,8 -1 oC dari tahun sebelumnya. Tercatat pada Desember 2006 laju pertambahan CO2 mencapai 2,5 ppmv/th, yang sebelumnya hanya 1,5 ppmv/th. Kondisi seperti ini diprediksi bahwa pada tahun 2100, suhu permukaan bumi akan menigkat mencapai 5 oC.

Meningkatnya suhu Bumi akan mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut. Akhir-akhir ini banyak bukti menunjukkan bahwa kondisi tersebut telah dirasakan. Untuk mengejar target pengurangan emisi GRK, maka produksi gas methana perlu dikendalikan. Komposting merupakan proses yang dipilih oleh Global Environment Facility yang dianggap sesuai untuk diterapkan di Indonesia untuk mereduksi produksi GRK methana sekaligus untuk membantu perbaikan sistem pengelolaan sampah di Indonesia. Dengan demikian penerapan teknologi produksi Arang Kompos Bio Aktif memberi dampak yang multi use, serta demi ”kemaslahatan bumi dan ummat manusia”.

Masalah bahan baku tidak menjadi halangan, karena banyak potensi alternatif yang dapat digunakan sebagai bahan baku antara lain: 1= serbuk gergaji/sekam padi untuk dijadikan arang; selanjutnya sebagai bahan baku kompos dapat digunakan berbagai jenis limbah yang kaya nutrisi dan potensinya al: serasah mangium/pinus, sampah organik TPA, tongkol jagung, TKKS-tandan kosong kelapa sawit, limbah sayuran, & gulma.

(2)

I. PENDAHULUAN

a. TPA SEBAGAI EMITTER GRK, SALAH SATU PEMICU PEMANASAN GLOBAL

Pemanasan global adalah gejala naiknya suhu permukaan Bumi akibat meningkatnya konsentrasi GRK. Enam jenis GRK utama adalah gas karbon dioksida (CO2), Methana (CH4), Nitrat oksida (N2O). Dalam laporan yang disusun oleh International Panel on Climate Change (IPCC) 1988, dilaporkan bahwa rata-rata temperatur global telah meningkat 0,6.% serta dilaporkan bahwa tahun 1990-an adalah dekade terp1990-anas. Meningkatnya suhu bumi diperkirak1990-an ak1990-an mengakibatk1990-an terjadinya perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut. Menyadari besarnya ancaman pemanasan global, disepakati Kyoto Protocol 1997. Negara-negara industri-penyumbang GRK terbesar-berkomitmen menguranginya. Salah satu GRK yang berpengaruh adalah CH4 (methana). Kekuatannya dalam efek pemanasan global 23 kali lebih tinggi dari CO2. Untuk mengejar target pengurangan emisi GRK, produksi gas methana perlu dikendalikan. Berbagai sumber gas methana antara lain adalah rawa, TPA, penambangan gas alam, pembakaran biomassa. Dalam hubungannya dengan persampahan, TPA menjadi sumber gas methana karena adanya proses penguraian sampah oleh jasad renik.

(3)

Gambar. Berbagai jenis limbah di tempat pembuangan sebagai polutan dan sumber penghasil GRK

(4)

Bandung sudah terisi penuh melewati batas maksimal. Oleh karena itu, diperlukan paradigma baru dalam melakukan pengelolaan limbah (waste management) perkotaan.

Teknologi komposting merupakan cara paling aman untuk mengelola sampah di TPA. Produk berupa kompos sangat berguna dan sudah tidak diragukan lagi manfaatnya, dan jika dikelola secara komersil dapat dijadikan sebuah peluang usaha yang menggiurkan. Karena trend bermacam produk organik semakin digemari masyarakat, dan kompos merupakan salah satu faktor pendukung budidaya organik.

Gambar 1. Aktifitas pembuatanArang Kompos Bio Aktif di beberapa TPA Kota. (A: Padang; B: Palembang; C: Pandeglang; dan D: Bantargebang)

II. MENGENAL ARANG KOMPOS BIO AKTIF (ARKOBA)

Arang kompos bioaktif adalah salah satu produk lanjutan dari arang. Merupakan gabungan antara arang dan kompos yang dihasilkan melalui proses pengomposan. Inovasi produk ARKOBA dilatar belakangi oleh perbandingan dari beberapa hasil uji

A B

(5)

coba pengamatan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada beberapa jenis media arang serbuk gergaji. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada media campuran arang serbuk gergaji dan kompos, sehingga sejak tahun 1999 kelompok peneliti PKEHH (Pengolahan Kimia dan Energi hasil Hutan) Puslitbang Teknologi Hasil Hutan mulai mengembangkan produk arang kompos dengan bahan baku utama arang adalah serbuk gergaji, sedangkan bahan baku kompos dapat berasal dari limbah organik pertanian, serasah mangium, serasah tusam, dan serasah campuran dari beberapa jenis pohon. Tujuan penambahan arang pada proses pengomposan adalah selain meningkatkan kualitas dari kompos tersebut, juga diharapkan dengan adanya arang pada pengomposan akan menambah jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan, sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat.

Dari beberapa uji coba pemberian arang kompos pada tanah selain dapat menambah ketersediaan unsur hara tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologis tanah, juga dapat meningkatkan pH tanah dan nilai KTK tanah, sehingga cocok digunakan untuk rehabilitasi/reklamasi lahan-lahan kritis, masam yang makin meluas di Indonesia. Dari beberapa aplikasi arang kompos yang telah diuji cobakan, baik di laboratorium, maupun di lapangan menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman yang diberi arang kompos meningkat hingga 2 kali lipat dibanding dengan yang tidak diberi arang kompos.

Bahan yang dapat dibuat arang sebagai pencampur arang kompos antara lain: serbuk gergaji sekam padi, kulit kayu, limbah pertanian dan perkebunan seperti tongkol jagung, tempurung kelapa/kelapa sawit. Bahan yang dapat dibuat untuk kompos antara lain: Serbuk gergaji, serasah tumbuhan hutan/dedaunan seperti, serasah tusam, serasah mangium, atau campuran limbah organik pertanian seperti, limbah sayuran, jerami, kulit atau tongkol jagung, sampah organik pasar, atau kotoran hewan.

(6)

peragaan pembuatan arang kompos di beberapa daerah di Jawa dan Sumatera yang dikemas dalam bentuk acara Gelar Teknologi dan Temu Lapang antara lain di Kabupaten Serang; Ciamis; Tasikmalaya; Garut; Pandeglang; Ciloto (KPH Cianjur); KRPH Jembolo Utara, Kota Semarang; dan Kabupaten Muaro Jambi, Propinsi Jambi. Sebagian besar dana yang diperoleh untuk menunjang kegiatan ini bersumber dari dana Kerjasama P3THH dengan JIFPRO-Jepang. Kerjasama ini dimulai sejak tahun

2000 hingga tahun 2003/2004, sedang sebagai dana pendamping adalah dana DIK-S DPL.

Pembuatan arang kompos juga dapat dilakukan di areal tegakan hutan. Bahan baku yang dapat digunakan berupa limbah pemanenan hutan. Ranting dan cabang yang tertinggal dijadikan arang kemudian sebagai bahan untuk kompos adalah dedaunan segar atau serasah. Proses pengomposan dapat dilakukan dengan jalan membuat lobang persegi atau lobang sepanjang larikan sedalam 0,5 m. Lobang ini sebelumnya dialas dengan plastik agar proses pengomposan tidak ada kontak langsung dengan tanah, kemudian semua bahan yang akan dikomposkan dimasukkan ke dalam lobang lalu ditutup lagi dengan plastik, kemudian biarkan sampai kompos terbentuk. Kompos yang terbentuk kemudian dapat dibongkar lalu dipindahkan, atau dibiarkan sebagai pengganti pupuk pada penanaman berikutnya. Salah satu daerah yang menggunakan Arang Kompos untuk menunjang program GNRHL 2003-2004 adalah Kabupaten Garut, yang telah mengembangkan arang kompos sebanyak 360 ton sampai dengan bulan April 2004. Arang kompos yang dihasilkan langsung digunakan pada persemaian bibit, serta sebagian juga sudah diaplikasi di lapangan dengan hasil yang memuaskan. Untuk itu bagi daerah-daerah lain yang akan menggunakan arang kompos sebagai sarana penunjang program GNRHL dapat mencontoh keberhasilan Kabupaten Garut. Kegiatan tersebut langsung dikelola oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Garut bekerja sama dengan Koperasi Lestari DISHUT Kab. Garut.

(7)

dibandingkan dengan pupuk yang yang biasa digunakan oleh petani seperti bokasi, selain itu juga mengurangi penggunaan pupuk kimia sebesar 40 %.

III. ARANG SEBAGAI PEMBANGUN KESUBURAN TANAH

Beberapa tahun terakhir karena sifatnya arang tidak hanya dikenal sebagai sumber energi, namun juga digunakan untuk pembangun kesuburan tanah (PKT). Karena secara morfologis arang mempunyai pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah dan selanjutnya dilepaskan secara perlahan sesuai dengan konsumsi dan kebutuhan tanaman (slow release) sehingga hara tanah tidak mudah tercuci dan lahan akan selalu berada dalam kondisi siap pakai. Keuntungan pemberian arang pada tanah sebagai soil conditioning (PKT) karena arang mempunyai kemampuan dalam memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah, meningkatkan pH tanah sehingga dapat merangsang dan memudahkan pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman.

Arang selain dapat digunakan langsung sebagai agent pembangun kesuburan tanah, juga digunakan sebagai campuran dalam proses pengomposan. Pembuatan arang kompos merupakan salah satu teknik yang relatif baru dikembangkan oleh P3THH dengan memanfaatkan arang pada proses pengomposan. Tujuan penambahan arang pada proses pengomposan adalah selain meningkatkan kualitas dari kompos tersebut, juga diharapkan dengan adanya arang pada pengomposan akan menambah jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan, sehingga proses dekomposisi dapat berlangsung lebih cepat.

(8)

Gambar 2. Peranan arang di dalam tanah sebagai soil conditioning

a. Pentingnya arang dan arang kompos sebagai suplai bahan organik tanah

Kenyataan menunjukkan bahwa merosotnya kualitas dan kuantitas sumber daya akibat pemanfaatan yang melampaui batas mengakibatkan kerusakan sumberdaya yang tidak dapat dihindari. Kenyataan juga menunjukkan bahwa program rehabilitasi kerusakan lahan yang masih meninggalkan lahan kritis seluas 7.269.700 ha yang harus dihijaukan, serta hutan seluas 5.830.200 ha yang masih harus dihutankan kembali. Di sektor pertanian gejala penurunan produksi padi akibat pemberian pupuk kimia/anorganik secara intensif telah terbukti. Akibat pemberian pupuk kimia secara intensif selama 25 musim tanam ternyata diikuti oleh penurunan produksi padi jenis IR 36 (Martodiresi dan Suryanto, 2001). Keadaan ini ternyata diakibatkan oleh menurunnya kandungan bahan organik tanah dari musim ke musim yang tak bisa digantikan perannya oleh pupuk kimia NPK misalnya. Akibatnya kemampuan tanaman membentuk anakan menurun. Inilah yang menjadi penyebab utama menurunnya produksi padi. Keadaan ini menunjukkan betapa pentingnya pemeliharaan stabilitas bahan organik tanah bagi kelestarian produktivitas pertanian dan kehutanan. Sebab bahan organik tanah bukan hanya berfungsi sebagai penyuplai hara, tetapi juga berguna untuk menjaga kehidupan biologis di dalam tanah.

Kenyataan juga membuktikan bahwa efisiensi pupuk kimia lebih rendah. Tanaman di lahan kering di daerah tropis kehilangan sampai 40-50 % N yang diberikan, padi sawah kehilangan N kurang dari 60-70 %. Bila kondisi kurang mendukung, misalnya tingginya curah hujan, musim kemarau yang panjang, tingginya erosi tanah, serta rendahnya bahan organik tanah, maka efisiensinya bisa lebih rendah lagi (FAO, 1990 dalam Reijntjes dkk. 1999).

(9)

rendah. Aplikasi yang tidak seimbang dari pupuk mineral N yang menyebabkan pengasaman dan menurunkan pH tanah serta ketersediaan hara P bagi tanaman. Penggunaan pupuk kimia NPK yang terus menerus menyebabkan penipisan unsur-unsur mikro seperti seng, besi, tembaga, mangan, magnesium, molybdenum, boron, yang bisa mempengaruhi tanaman, hewan, dan kesehatan manusia. (Sharma, 1985; Tandon, 1990 dalam Reijntjes dkk. 1999).

Kenyataan lingkungan global menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia di negara maju dan negara berkembang memberikan andil pada resiko global yang muncul dari pelepasan Nitrogen oksida (N2O) pada atmosfir dan lapisan di atasnya. Pada lapisan stratosfir, N2O akan menipiskan lapisan ozon dan dengan menyerap gelombang sinar infra merah tertentu, meningkatkan suhu global (efek rumah kaca) dan mengganggu kestabilan iklim. Hal ini bisa mengakibatkan perubahan pola, tingkat dan resiko produksi pertanian. Meningkatnya permukaan air laut akan membawa konsekuensi besar bagi daerah delta yang rendah dan muara. Mengingat bahaya ini, larangan penggunaan pupuk kimia di seluruh dunia tak bisa dikesampingkan lagi untuk masa datang (Conway dan Pretty, 1988, 1988 dalam Reijntjes dkk. 1999)

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu upaya yang lebih besar untuk mempromosikan penggunaan pupuk organik yang lebih efisien serta ramah lingkungan. Apalagi akhir-akhir ini meningkatnya kecenderungan masyarakat terhadap produk-produk yang berasal dari budidaya organik, karena produknya lebih bersih dan bebas dari bahan-bahan kimia anorganik, sehingga cukup aman dan sehat untuk dikonsumsi. Penggunaan sumber-sumber pengganti N seperti, limbah biomassa misalnya : sampah tanaman, pupuk hijau, pupuk kandang, penanaman leguminosa secara bergantian dan sebagai pohon pelindung, alga biru-hijau dan bakteri pengikat N pada sawah dan hutan seperti rhizobium dan mikoriza merupakan alternatif. Di sektor kehutanan limbah biomassa cukup potensial, misalnya limbah pemanenan, serasah tanaman (dedaunan segar atau kering), serta limbah industri pengolahan kayu diantaranya serbuk gergaji.

(10)

Gambar 3. Aplikasi Arang Kompos Bio Aktif oleh petani pada tanaman tumpang sari di baweah tegakan Pinus merkusii di Ciloto.

b. Aplikasi arang dan arang kompos dalam menunjang program CDM forestry

CDM (Clean Development Mechanism) adalah salah satu mekanisme di bawah Kyoto Protocol sebagai bagian dari UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change/Konvensi Perubahan Iklim) yang maksudnya untuk membantu negara berkembang menuju pembangunan berkelanjutan dan kontribusinya terhadap pencapaian tujuan konvensi perubahan iklim, serta membantu negara maju/industri memenuhi kewajibannya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Salah satu butir dari hasil rumusan lokakarya LULUCF November tahun 2000, adalah aspek saintifik yang berkaitan dengan CDM perlu dikembangkan dan ditindak lanjuti (Anonimus, 2000).

Pembuatan dan aplikasi arang kompos menunjang program CDM, karena : (1) dengan memanfaatkan arang sebagai sumber karbon, artinya dapat mencegah peningkatan pelepasan jumlah karbon ke atmosfir atau karbon akan tersimpan dalam batas waktu tertentu dalam arang di dalam tanah;

CILOTO (social forestry area)

Cianjur Forestry District (West Java), 2004 CILOTO (social forestry area)

Cianjur Forestry District (West Java), 2004

Reduce use of chemical fertilizer 1 X 521kg : 400 kg/4000 m2

Reduce use of chemical fertilizer 1 X 521kg : 400 kg/4000 m2

used of charcoal compost

100 kg/400 m2 more than chemical fertilizer appl. used of charcoal compost

(11)

(2) arang sebagai sumber karbon di dalam tanah dapat merangsang perkembangan mikroorganisme tanah, sehingga dapat membangun kondisi biologis tanah, meningkatkan pH tanah, memperbaiki kondisi fisik dan kimia tanah, sehingga meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman. Meningkatnya pertumbuhan tanaman hutan memperbesar jumlah sink atau rosot CO2 dan selanjutnya akan dicapai net-source penyerapan > dari emisi; (3) mengurangi pelepasan emisi berbagai gas rumah kaca dari TPA.

Gambar 4: Aplikasi Arang Kompos Bio Aktif pada areal hutan tanaman Jati oleh JIFPRO (Jepang) di Sekaroh, Mataram, Lombok, sebagai tindak lanjut dari Kyoto Protocol

IV. Teknik Pembuatan Arang Kompos Bio Aktif (Arkoba)

(12)

memberikan hasil yang lebih baik lagi dibanding jika hanya menggunakan arang saja.

2. Pembuatan arang Kompos :

a. Bahan untuk arang : serbuk gergaji, sekam padi, kulit kayu, limbah pertanian/perkebunan (tongkol jagung, tempurung kelapa/kelapa sawit)

b. Bahan untuk kompos : serbuk gergaji, serasah tumbuhan hutan/dedaunan seperti serasah tusam, serasah mangium, atau serasah campuran, limbah organik pertanian, limbah sayuran, jerami, kulit/tongkol jagung, sampah organic pasar dan kotoran hewan

Jika bahan baku yang akan dikomposkan berukuran besar sebaiknya digiling/dicacah dahulu dengan alat giling (chopper), golok atau parang sampai mencapai ukuran 2-3 cm

c. Aktivator : Berguna untuk mempercepat proses pengomposan dengan bahan aktif mikroorganisme. Jenis activator yang digunakan disesuaikan dengan jenis bahan baku yang akan dikomposkan. Untuk limbah yang sulit hancur disarankan menggunakan activator yang mengandung bahan aktif khusus mikroorganisme pengurai lignoselulosa diantaranya yang mengandung mikroorganisme Trichoderma dan Cytophaga sp.

d. Peralatan pengomposan : Proses pengomposan dapat berlangsung pada beberapa macam tempat seperti : kotak kayu dengan ukuran 1m x 1m x 1m, bak semen permanent, kombinasi bak semen dengan penutup kayu, dan kantong plastic jumbo.

Pembuatan arang kompos prinsipnya sama dengan pengomposan biasa yaitu melalui proses fermentasi, langkah-langkah pembuatan arang kompos adalah sbb:

o Pada bahan baku yang sudah dicacah ditambah arang serbuk sebanyak 10-30 % dari berat volume bahan yang akan dikomposkan;

(13)

o Aduk campuran hingga rata; tambahkan air hingga kondisi kadar air campuran bahan berkisar antara 20%-30 %;

o Masukkan ke dalam wadah pengomposan

o Khusus untuk bahan yang sulit hancur seperti limbah kehutanan, sebaiknya pada minggu ke dua, ke tiga dan ke empat dibalik kemudian di aduk ulang, tambahkan air bila kondisi agak kering;

o Pengukuran suhu dilakukan guna mengetahui apakah proses berjalan dengan sempurna. Proses berjalan dengan sempurna apabila pada minggu pertama dan ke dua suhu meningkat hingga mencapai 55 oC - 60 oC, lalu menurun

pada minggu-minggu berikutnya. Apabila kondisi suhu sudah stabil berarti proses pengomposan sudah selesai dan kompos dapat dibongkar;

o Proses pengomposan berlangsung antara 2 sampai 10 minggu tergantung bahan baku yang digunakan, untuk limbah sayuran/dedaunan segar pengomposan berlangsung selama 2 minggu, pengomposan serasah dedaunan kering berlangsung selama 1 bulan, sedangkan serbuk gergaji selama 2-3 bulan;

o Secara visual kompos yang sudah matang akan mengalami perubahan warna, sedangkan indikator kompos yang siap pakai yaitu mempunyai nisbah C/N di bawah atau sama dengan 20;

o Untuk menambah daya tarik penampilan, kompos digiling hingga halus kemudian dikemas lalu disimpan ditempat yang kering dan teduh;

(14)
(15)

IV. PENUTUP

Meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk, maka jumlah sampah juga meningkat. Timbunan sampah kota diperkirakan meningkat lima kali lipat tahun 2020. Kalau tahun 1995 jumlah rata-rata produksi sampah perkotaan di indonesia 0,8 kg per kapita per hari, tahun 2000 menjadi 1,0 kg, maka tahun 2020 diperkirakan 2,1 kg per kapita. Di Indonesia terdapat sekitar 450 TPA sebagai sumber emisi gas CH4

(methana). Sebagai contoh, sampah sebanyak 1000 ton, dengan kandungan sampah organik sekitar 56% akan menghasilkan gas methana 21.000 ton setiap tahunnya atau setara dengan CO2 486.500 ton. Kekuatan efek CH4 dalam pemanasan global

23 kali lebih tinggi dari CO2. International Panel on Climate Change (IPCC) 1988,

melaporkan bahwa rata-rata temperatur global telah meningkat 0,6.%, dilaporkan bahwa tahun 1998 adalah dekade terpanas. Meningkatnya suhu Bumi diperkirakan akan mengakibatkan terjadinya perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut.Untuk mengejar target pengurangan emisi GRK, maka produksi gas methana perlu dikendalikan. Komposting merupakan proses yang dipilih oleh Global Environment Facility yang dianggap sesuai untuk diterapkan di Indonesia untuk mereduksi produksi GRK sekaligus untuk membantu perbaikan sistem pengelolaan sampah di Indonesia. Dengan demikian penerapan teknologi produksi ARKOBA memberi dampak yang multi use, sekaligus demi ”kemaslahatan bumi dan ummat manusia”.

V. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Departemen kehutanan siap laksanakan GN RHL. Siaran Pers No. 1428/II/PIK-1/2003. www. dephut.go.id

Anonim. 2004. Gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan gagal

ribuan jenis pohon mati akibat kekeringan. Cianjur. Pikiran Rakyat Cyber Media Online 24 Juni 2004.

(16)

Anonim. 2004. Partisipasi masyarakat dalam GNRHL 15 %. Kolom lingkungan. Media Indonesia Online. 7 Juni 2004

Away, Yufnal, 2003. Uji coba penggunaan bioaktivator “orgadec plus” pada sampah kota di TPA Bantar Gebang. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor

Gusmailina; G. Pari, and S. Komarayati. 1999. The utilization technology of charcoal and activated charcoal as a soil conditioning on plants. Project Report. Forest products Research Centre. Bogor.

Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2001. Teknik penggunaan arang sebagai soil conditioning pada tanaman. Laporan hasil penelitian (tidak diterbitkan)

Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2002. Implementation study of compost and charcoal compost production. Laporan kerjasama Puslitbang Teknologi Hasil Hutan dengan JIFPRO - Jepang (Tidak diterbitkan)

Gusmailina, G. Pari, dan S. Komarayati. 2002. Pedoman pembuatan arang kompos. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan, Bogor.

Sri Komarayati, Gusmailina dan G. Pari. 2002. Pembuatan kompos dan arang kompos dari serasah dan kulit kayu tusam. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 20 No. 3. Halaman 231 – 242. Bogor

Reintjes, C., Haverkort, B., Bayer. W., 1999. Pertanian masa depan. Pengantar untuk pertanian berkelanjutan dengan input luar rendah. Penerbit Kanisius. Jakarta

Gambar

Gambar.  Berbagai jenis limbah di tempat pembuangan sebagai polutan dan sumber penghasil GRK
Gambar 1.  Aktifitas pembuatanArang Kompos Bio Aktif di beberapa TPA Kota.             (A: Padang; B: Palembang; C:  Pandeglang; dan D:  Bantargebang)
Gambar 2.  Peranan arang di dalam tanah sebagai soil conditioning
Gambar 3.  Aplikasi Arang Kompos Bio Aktif oleh petani pada tanaman tumpang sari di baweah tegakanPinus merkusii di Ciloto.
+2

Referensi

Dokumen terkait

• Penemuan aktif kasus TB di keluarga, masyarakat, populasi berisiko tinggi & masyarakat yg belum terjangkau petugas puskesmas & kader. • Penemuan

Tabrakan antara kereta api dan kendaraan umum tidak boleh terjadi, untuk tujuan ini pengendara di jalan umum harus dapat melihat kereta yang datang dari jarak yang cukup jauh, supaya

Dari Tabel 6.9, dapat kita ambil kesimpulan bahwa, untuk pengujian dengan pembagian data 70%, algoritma nearest neighbour menghasilkan akurasi tertinggi untuk kedua mata kuliah,

Colm Downes (14/08/2013) adalah dimana pemerintah Indonesia dengan bantuan Kementrian Pertahanan Inggris ingin meningkatkan kemampuan bahasa asing dari para tentara

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah 15 L susu sapi segar yang dibeli pada beberapa peternak atau outlet di daerah Medan Sunggal.. Penelitian ini menggunakan metode

Untuk mencapai tujuan tersebut selanjutnya dilakukan pentahapan pekerjaan meliputi (1) pengumpulan data dan kompilasi data sekunder Bank Papua cabang Manokwari, (2)

(1) Gaji pokok Pegawai Negeri Sipil menurut golongan ruang dan masa kerja golongan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2007, terhitung

Arsitektur dan Pemodelan