• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOB dan Implementasinya Program Berdarah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DOB dan Implementasinya Program Berdarah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

DOB dan Implementasinya : Program Berdarah

Indonesia di Tanah Papua

Otsus dan DOB di Tanah Papua

A. Awal Implementasi Otsus dan DOB di Tanah Papua

Masalah yang melatarbelakangi lahirnya kebijakan otonomi khusus bagi Provinsi Papua berawal dari belum berhasilnya pemerintah mewujudkan kesejahteraan, kemakmuran, dan pengakuan terhadap hak-hak dasar rakyat Papua. Selain itu, persoalan mendasar seperti pelanggaran hak-hak asasi manusia dan pengingkaran terhadap hak kesejahteraan rakyat Papua masih belum juga diselesaikan secara adil dan bermartabat. (Tim Asistensi Otsus Papua (dikutip oleh Sumule, 2002: Djohermansyah Djohan, 2005)

(2)

tangga sendiri, menyelenggarakan pemerintahan, dan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) bagi kemakmuran masyarakat asli Papua. Selain itu, diharapkan otsus dapat memberikan ruang lebih bagi masyarakat pribumi di tanah Papua sebagai subyek utama dalam pembangunan.

Setelah Papua dimekarkan menjadi Provinsi Papua dan Papua Barat pada tahun 2003, melalui Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dirubah menjadi Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008. Perubahan ini merupakan kebijakan khusus pemerintah RI yang kemudian menjadi falsafah pemekaran daerah sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sejalan dengan implementasi otsus di tanah Papua.

(3)

dukungan kelembagaan dan kebijakan yang memungkinkan tercapainya ketiga agenda sebelumnya. (Tim Asistensi Otsus Papua (dikutip oleh Sumule, 2002: Djohermansyah Djohan, 2005)

B. Implementasi Otsus dan DOB di Tanah Papua Kini Beserta Dampaknya

Penyaluran dana otsus tidak optimal dan tidak tepat sasaran dari pemerintah pusat ke pemerintah provinsi hingga ke pemerintah daerah. Otsus tidak sepenuhnya menjawab keluh-kesah masyarakat Papua sesuai dengan kebijakan khusus (pemekaran) secara normatif di atas. Justru tanah Papua ditimpa masalah yang dibiarkan berlarut tanpa titik terang yang jelas dari lembaga-lembaga yang berkaitan.

Pertama, tarif hidup masyarakat asli melalui pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam Provinsi Papua dan Papua Barat belum optimal, bahkan tidak menjamin ekstensi dan kehidupan masyarakat asli yang diteror oleh aparat keamanan.

Kedua, keadilan ekonomi dalam penerimaan hasil-hasil SDA Papua hanya diterima negara-negara kapitalis. Orang asli Papua (OAP) hidup di atas permainan negara kapitalis sejak PEPERA 1969.

Ketiga, hironisnya, penegakan HAM, supremasi hukum, demokrasi, serta pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua (OAP) dan pemberdayaannya secara strategis dan mendasar diinjak-injak layaknya binatang (Baca: http://politikrakyat.com/2014/01/11/tak-ada-demokrasi-di-papua/).

(4)

kemanusiaan dan hati, mereka yang hanya mementingkan SDA Papua yang berujung pada uang dan uang.

Beda dengan daerah yang terisolir, setidaknya pembangunan di daerah perkotaan Papua dan Papua Barat sedikit nampak. Dana otsus digencarkan ke pulau Papua berkisar triliun rupiah untuk melaksanakan empat program prioritas, yakni percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan pelayanan pendidikan, peningkatan pelayanan kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat. Toh, dana otsus yang digencarkan ke Papua dan Papua Barat masih kocar-kacir. Mulai dari pembangunan infrakstuktur, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat yang masih berada di bawah garis kemiskinan.

Biasanya, volume dana yang digencarkan pemerintah pusat kian menipis hingga implementasinya di lapangan. “Uang habis dari tangan ke tangan.” Entahlah, siapa mau salahkan siapa? Barangkali, SDM Papua tidak memiliki nilai bagi mereka yang tidak memiliki hati. Ataukah semua dana ini sudah dialokasikan ke pemerintah daerah dan pemerintah daerah hanya memfokuskannya pada bidikan pemekaran dan kepentingan sepihak?

Banyak kecamatan, kabupaten, maupun provinsi di tanah Papua maupun Papua Barat telah, sedang, dan akan dimekarkan pemerintah (daerah dan pusat) dengan alasan untuk membangun tanah Papua dan menyejahterakan masyarakat Papua. Toh, pembangunan yang sebenarnya tidak terletak pada pembangunan infrastruktur saja. Pembangunan yang sebenarnya dan yang harus dijadikan prioritas pemerintah adalah pembangunan SDM Papua. Bukankah sebuah daerah akan maju dan berkembang ketika SDMnya memadai?

(5)

Ekonomi, (2) Potensi Daerah, (2) Sosial Budaya, (3) Sosial Politik, (4) Jumlah Pendudukan, dan (5) Luas Daerah.

Selain itu, aspek-aspek kehidupan daerah induk maupun daerah yang hendak dimekarkan masih berada jauh sekali di bawah harapan atau dengan kata lain strandar sebuah daerah (kecamatan, kabupaten, maupun provinsi) belum terealisasi dengan maksimal. Selain UUD 129 Tahun 2011 Bab III Pasal 3, sebuah daerah otonom bisa didirikan berdasarkan persyaratan lain seperti kemampuan ekonomi, luas daerah, pertahanan dan keamanan, dan segala sesuatu yang menunjang daerah tersebut untuk menjalankan pembangunan yang benar dan bisa menyejahterakan rakyat seutuhnya.

Pemekaran justru membawa dampak negatif besar terhadap masyarakat Papua. Dengan adanya pemekaran DOB yang dimanjakan otsus di tanah Papua, masalah terkait aspek-aspek kehidupan terus bertambah. Aneh tapi faktakan?! Otsus juga sudah diimplementasikan di Papua dan Papua Barat, namun tangisan masyarakat Papua masih berlarut. Tidak hanya soal penyejahteraan masyarakat yang menjadi prioritas, tapi hironisnya, “permainan gelap” penguasa membuat nyawa orang asli Papua (OAP) direnggut. Masalah di daerah induk saja masih numpuk, toh pemerintah (daerah dan pusat) tidak puas dan dengan egoisnya memekarkan DOB yang daerahnya masih dipertanyakan aspek-aspek kehidupannya.

Daerah induk, daerah yang memekarkan DOB sendiri tidak memenuhi syarat-syarat pemekaran sebuah daerah, apalagi daerah baru yang hendak dimekarkan? Masalah di atas masalah terjadi alias masalah tumpang – tindih.

(6)

banyak DOB yang hendak dimekarkan secara gelap tanpa prosedur pemekaran yang sebenarnya.

Berbagai cara telah dilakukan Indonesia demi mencerai-beraikan tanah Papua, salah satunya pemekaran ini. Berikut ini juga adalah dampak-dampak yang diakibatkan dari pemekaran yang dimanjakan otsus di tanah Papua: (1) Transmigrasi bertambah, (2) Muncul banyak penyakit baru, (3) Kekerasan aparat keamanan (TNI / Polri) berlarut, (4) Banyak makanan kadarluarsa dan diformalin diedarkan, (5) Keluarga Berencana (KB) dijalankan sebagai program penghancuran SDM Papua, (6) Tanah adat di Papua terjual habis, dan (7) Perusahaan-perusahaan masuk untuk merusak dan mengambil SDA di daerah yang dimekarkan.

Selain itu, masyarakat pribumi “miskin”. Miskin karena pemekaran gelap terjadi. Masyarakat pribumi menjadi penonton di tanah mereka sendiri. Dengan adanya transmigrasi, tenaga kerja non Papua menjadi prioritas pemda setempat. Ini yang biasa terjadi. Apakah ini yang didambakan implementasi otsus di tanah Papua? Masyarakat pribumi menjadi korban atas tindakan penguasa yang mencoba memodernisasi tanah Papua tanpa hati. (Baca: http://majalah-blackkoteka.blogspot.com/2015/04/modernisasi-tanpa-hati.html)

Daerah yang dulunya memiliki kesamaan budaya tercerai-beraikan oleh sistem pemerintahan (pemekaran). Mereka yang memperjuangkan pemekaran DOB datang berbondong-bondong ke pemerintah pusat tanpa mengindahkan kebijakan pemerintah provinsi. Orang Papua yang berjuang demi pemekaran adalah mereka yang berpangku jabatan, egois, dan buta akan situasi di tanah Papua.

(7)

Jumlah DOB yang telah diusulkan sebelum Lukas Enembe menjadi Gubernur Papua terdiri dari 20 calon Kabupaten DOB dan 2 Kota DOB yang sudah masuk dalam Komisi II DPR RI, yakni Kabupaten Giriminawa, Ketemban, Mamberamo Hulu, Admi Korobai, Muara Duguel, Puncak Trikora, Mimika Timur, Mimika Barat, Ghudumi Sisare, Numfor, Napa Swandiwe, Baliem Center, Yamo, Kembu, Pegunungan Seir/Eroma, Yalimek, Yapen Barat Utara, Yapen Timur, Fufaer, Bogoga, Kota lembah Baliem, dan Kota Merauke. (Jubi, 03/10/13 : Gubernur Papua Tolak Usulan DOB)

Sementara itu, di Papua Barat, terdapat 9 pemekaran DOB, yakni: Kabupaten Malamoy, Kabupaten Maibratsau, Kabupaten Raja Ampat Utara, Kabupaten Raja Ampat Selatan, Kabupaten Raja Maskona, Kabupaten Okas, Kabupaten Kota Manokwari, Kabupaten Manokwari Barat, dan Kabupaten Imeo. (Jubi, 25/10/13 : Inilah 33 Pemekaran (DOB) di Tanah Papua Yang Disepakati DPR-RI)

Selain itu, terdapat 3 rencana pemekaran provinsi baru di tanah Papua, yakni Propinsi Papua Selatan, Propinsi Papua Tengah, dan Propinsi Papua Barat Daya. (Jubi, 25/10/13 : Inilah 33 Pemekaran (DOB) di Tanah Papua Yang Disepakati DPR-RI)

Namun, pada dasarnya gubernur Papua tidak ingin melanggar mekanisme, karena semua pembentukan pemekaran kabupaten/kota harus melalui tahapan-tahapan yang berlaku. Salah satunya proses pemekaran harus mendapatkan persetujuan dan rekomendasi dari DPRD, bupati/wali kota, Dewan Perwakilan Rakyat Papua. (Jubi, 03/10/13 : Gubernur Papua Tolak Usulan DOB)

(8)

Pemerintahan Setda Provinsi Papua, Sendius Wonda lewat press Rilis kepada wartawan, di Jayapura, Kamis (3/10).

Sementara itu, salah satu point yang perlu disampaikan adalah Presiden Jokowi dan Gubernur sepakat menolak pemekaran di Papua, karena pemekaran dinilai gagal menyejahterakan masyarakat di wilayah paling timur di Indonesia. (Jubi, 31/12/14 : Jokowi Tolak Pemekaran di Papua)

****

Pikirkan, berapa jumlah jiwa masyarakat Papua yang menjadi korban sejak otsus dan DOB diimplementasikan pada tahun 2001 hingga kini di tanah Papua? Masalah demi masalah yang tumpang tindih, SDA yang diambil dan dirusak beserta banyak sekali tumpahan darah di tanah Papua merupakan implementasi pemekaran DOB alias modernisasi tanpa hati oleh pemerintah daerah dan pusat di tanah Papua. Dengan demikian, pemekaran merupakan program berdarah Indonesia di tanah Papua yang dimanjakan oleh otsus.

Tiap manusia memiliki perasaan yang sama. Kita manusia sederajat di mata sang Pencipta. Saya, kamu, dia, kami, mereka, dan kita adalah manusia yang bernilai, mulia, dan bermartabat. Orang asli Papua (OAP) adalah manusia seutuhnya, bukan setengah binatang (Baca : Buku Tokoh Perjuangan Kemerdekaan Bangsa Papua, Filep Karma, “Seakan Kitorang Setengah Binatang”). Jadi....

Penulis adalah Aten Pekei : mahasiswa asal Papua dan pemula di

Majalah Beko Online

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian di lapangan dilaksanakan selama 4 (empat) bulan, dimulai pada bulan Januari sampai dengan April 2010 di Teluk Banten. Data yang dikumpulkan menggunakan metode

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan diatas maka dalam Tugas Akhir ini akan dibahas tentang pembuatan prototipe perangkat lunak untuk penempatan pegawai berbasis

Skripsi ini merupakan buah perjuangan penulis guna memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah (S.E.Sy) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

sosialnya, serta berhak untuk mencari memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia... NORMA

Metode Kuantitatif (untuk Bisnis) atau Riset Operasi atau nama lain yang sejenis adalah mata kuliah yang diberikan pada program sarjana maupun pasca sarjana jurusan

ANALISIS KRITIS TERHADAP GAGASAN PADA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2009 DAN DOKUMEN KURIKULUM MUATAN LOKAL PENDIDIKAN AL-.. QUR’AN TESIS Oleh

Nilai R 2 = 0,9833 menunjukan nilai regresi linear yang tinggi bahwa perlakuan penambahan cairan mikroba lokal berpengaruh terhadap menurunnya kandungan ADF pada ransum

Dari hasil penelitian kepada 51 responden berkaitan dengan variabel kewirausahaan, pelatihan usaha, dan jaringan kerjasama kelembagaan terhadap kinerja unit IKM