• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi Studi Kelayakan Bisnis FULL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Materi Studi Kelayakan Bisnis FULL"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

1. Arti Studi Kelayakan Bisnis

Studi kelayakan pada akhir-akhir ini telah banyak dikenal oleh masyarakat, terutama masyarakat yang bergerak dalam bidang dunia usaha. Bermacam-macam peluang dan kesempatan yang ada dalam kegiatan dunia usaha, telah menuntut perlu adanya penilaian sejauh mana kegiatan/kesempatan tersebut dapat memberikan manfaat (benefit) bila diusahakan. Kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha/proyek, disebut dengan studi kelayakan bisnis.

Dengan demikian studi kelayakan yang juga sering disebut dengarr feasibility study merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerirna atau menolak dari suatu gagasan usaha, proyek yang direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam anti financial benefit maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha/proyek dalam anti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam arti financial benefit, hal ini tergantung dari segi penilaian yang dilakukan.

Sebagai contoh. proyek Pernbangunan listrik pedesaan memberikan dampak positif terhadap berbagai kegiatan masyarakat pedesaan, baik dalam arti peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, perluasan lapangan kerja, perubahan pola pikir masyarakat, peningkatan pendidikan, dan berbagai dampak positif lainnya sebagai akibat adanya listrik pedesaan. Keadaan ini bila dihitung benefit dari segi social benefit ada kecenderungan bahwa pembangunan listrik pedesaan tersebut layak untuk dikembangkan. Sebaliknya bila dilihat dari segi penanaman investasi, proyek listrik pedesaan membutuhkan dana investasi dalam jumlah yang relatif besar, baik disebabkan karena berpencarnya rumah-rumah di pedesaan di samping jarak antara satu desa dengan desa lainnya, serta kecilnya jumlah nasabah yang dilayani sehingga financial benefit yang diperoleh melalui pemungutan rekening yang diberikan oleh masyarakat dalam jumlah yang relatif kecil. Keadaan ini bila dilihat dari segi financial benefit, ada kecenderungan pembukaan proyek listrik pedesaan tidak layak untuk dikembangkan. Berdasarkan pada uraian ini, layak tidaknya suatu proyek/usaha dapat dilihat dari segi pandangan dan penilaian yang diberikan terhadap proyek/usaha tersebut.

(2)

Faktor-faktor yang perlu dinilai dalam menyusun studi kelayakan bisnis adalah menyangkut dengan beberapa aspek antara lain aspek marketing, aspek teknis produksi, aspek manajemen, aspek lingkungan, dan aspek keuangan. Dengan demikian apabila gagasan usaha/proyek yang telah dinyatakan layak dari segi ekonomi, dalam pelaksanaan jarang mengalami kegagalan kecuali disebabkan oleh faktor-faktor uncontrolable seperti banjir, terbakar, dan bencana alam lainnya yang di luar jangkauan manusia. Studi kelayakan bisnis yang disusun merupakan pedoman kerja, baik dalam penanaman investasi, pengeluaran biaya, cara produksi, cara melaksanakan pemasaran dari hasil produksi, dan cara dalam menentukan jumlah tenaga kerja beserta jumlah pemimpin yang diperlukan. Layaknya gagasan usaha/proyek dalam sebuah studi kelayakan bisnis, apabila kegiatan usaha yang dijalankan berdasarkan kegiatan yang telah diatur dalam studi kelayakan dan dalam keadaan ini tidak menjamin kegiatan usaha apabila tidak dikerjakan selaras dengan kegiatan yang telah diatur dalam sebuah studi kelayakan. Dilihat dari segi evaluasi proyek sebenamya tidak jauh berbeda dengan studi kelayakan bisnis, bila studi kelayakan bisnis menilai kegiatan usaha yang akan dikerjakan, sedangkan evaluasi proyek adalah salah satu kegiatan yang menilai dan memilih dari bennacam-macam investasi yang mungkin untuk dikembangkan sesuai dengan kemampuan dari investasi yang dimiliki. Penilaian yang dilakukan dengan studi kelayakan bisnis, seperti ,yang telah diuraikan di atas orientasinya lebih bersifat mikro dan penilaian yang dilakukan melalui evaluasi proyek lebih bersifat makro.

Berdasarkan pada uraian ini, baik studi kelayakan maupun evaluasi proyek sama-sama bertujuan untuk menilai kelayakan suatu gagasan usaha, proyek dan hasil dari penilaian kelayakan ini merupakan suatu pertimbangan apakah usaha/proyek tersebut diterima atau ditolak dan sebagai perbedaan di antara kedua analisis ini dapat dilihat dari segi ruang lingkup pembahasan serta metode penilaian yang dilakukan.

2. Peranan Studi Kelayakan Bisnis

(3)

bonafid tidaknya pengusaha tersebut, namun demikian peranan studi kelayakan mempunyai andil yang cukup besar dalam mendapatkan kredit.

Bagi penanam modal, studi kelayakan merupakan gambaran tentang usaha/proyek yang akan dikerjakan dan melalui studi kelayakan mereka akan dapat mengetahui prospek perusahaan dan kemungkinan-kemungkinan keuntungan yang diterima, Dengan studi kelayakan mereka akan dapat mengetahui jaminan keselamatan dari modal yang ditanam dan berdasarkan studi kelayakan ini pula mereka akan mengambil keputusan (decision making) terhadap penanaman investasi.

Dalam kegiatan kemasyarakatan, studi kelayakan mulai dikenal dan mendapat perhatian dari beberapa kalangan masyarakat, terutama yang menyangkut usaha-usaha dalam mencari dana dan kegiatan-kegiatan lainnya. Adanya usallia-usaha pencarian dana dan kegiatan-kegiatan telah menuntut perlu adanya studi kelayakan sebagai gambaran tentang kegiatan yang akan dikedakan. Berdpsarkan pada uraian ini, studi kelayakan sebenamya merupakan gambaran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dan disusun secara terperinci dan teratur serta kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan manfaat, di samping dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi teknis maupun operasionalnya,

Dilihat dari segi pembangunan nasional, proyek-proyek yang diusulkan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) pada umumnya masih bersifat makro (secara umum masih didasarkan pada skala prioritas dan kebutuhan daii masing-masing daerah) yang masih memerlukan penjabaran dan penelaahan seerta penilaian dad segi analisis proyek sampai seberapa jauh proyek-proyek yang diusulkan ini dapat memberikan benefit, baik yang bersifat social benefit maupun financial benefit.

Dilihat dari segi penilaian benefit, proyek-proyek yang dilakukan oleh pemerintah pada umumnya lebih menitikberatkan pada penilaian social benefit dari pada financial benefit dan sebaliknya proyek-proyek yang dikembangkan oleh swasta (private investor) lebih menekankan pada financial benefit daripada social benefit.

3. Studi Ketayakan Bisnis Memerlukan Beberapa Disiplin Ilmu

Seperti yang telah diuraikan dalam bagian terdahulu, untuk menyusun studi kelayakan bisnis diperlukan penilaian dari berbagai aspek, antara lain aspek teknis dan teknologis, aspek marketing, aspek organisasi dan manajemen, aspek ekonomi dana keuangan, dan aspek lingkungan.

(4)

BAB II

PERHITUNGAN BUNGA DAN NILAI UANG 1. Pendahuluan

Di dalam menyusun sebuah studi kelayakan bisnis, banyak hal yang berhubungan dengan perhitungan buriga dan nilai uang. Perhitungan bunga menyangkut dengan bunga pinjaman dari sumber dana yang berasal dari luar usaha, seperti dari bank, perorangan, maupun lembaga keuangan lainnya. Demikian pula dengan perhitungan nilai uang, baik dalam bentuk present value maupun dalam bentijkfuture value, pada umumnya tingkat bunga digunakan sebagai indikator.

Seseorang akan bersedia mengorbankan uangnya pada saat ini bila tingkat bunga diperhitungkan sebagai kompensasi (time value of money). Pada umumnya setiap orang lebih menghargai nilai uang Rp 1.000,- pada tahun ini bila dibanding dengan Rp 1.000,- pada tahun yang akan datang. Keadaan yang disebut dengan time preference ini berlaku pada seseorang maupun masyarakat secara kescluruhan. Besamya peranan bunga dan nilai uang dalam rnenyusun studi kelayakan bisnis sengaja dibahas pada awal pembahasan buku ini dan akan menjelaskan secara khusus mengenai perhitungan bunga dan nilai uang.

2. Perhitungan Bunga

Bunga merupakan biaya modal. Besar kecilnya jumlah bunga yang merupakan beban terhadap peminjam (debitor) sangat tergantung pada waktu, jumlah pinjaman, dan tingkat, bunga yang berlaku.

Dalam perhitungan mathematics of finance dikenal 3 bentuk sistem perhitungan bunga, antara lain:

1. Simple interest (bunga biasa).

2. Compound interest (bunga majemuk) dan 3. Annuity (anuitas),

2.1 Runga Biasa (Simple Interest)

Besar kecilnya jumlah bunga yang diterima kreditor tergantung pada besar kecilnya principal (modal), interest rate (tingkat bunga), danjangka waktu. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

B = f (P.i.n) ……… (2-1) di mana : B = Bunga

P = Principal (modal)

(5)

n = Jangka waktu Contoh 1 :

Apabila jumlah pinjaman sebesar Rp. 5.000.000,- dengan tingkat bunga 18% per tahun. Untuk menentukan jumlah bunga selama 3 tahun, 2 bulan, maupun selama 40 hari diselesaikan sebagai berikut:

(1) Bunga selama 3 tahun sesuai dengan rumus B = f (p.i.n.) = 5.000.000. x 18% x 3 = Rp

2.700.000,-(2) Bunga untuk 2 bulan = 5.000.000,- x 18% x 2/12 = Rp 150.000,-(3) Bunga untuk 40 hari = 5.000.000 x 18% x 40/360 = Rp

100.000,-Untuk menghitung besarnya principal, interest rate, dan jangka waktu dapat diselesaikan sebagai berikut:

S = P + B atau S = P + (p.i.n.)………. (2-5) B = S – P dan P = S - B

di mana S = Jumlah penerimaan.

Contoh 2:

Hitunglah nilai-nilai yang tidak dik ui dalam tabel berikut; No Principal

(Modal)

Interest Rate (Txunga)

Time (Waktu)

Interest (Bungs)

Amount (Jumlah Penerimaan)

1 6.000.000 18% 2 tahun ? ?

2 ? 20% 2 250.000 5.250.000

3 7.000.000 7 50 hari ? 7.145.833

1. B = P.i.n = 6.000.000 x 0,18 x 2 = Rp 2.160.000,-S = P + B= 6.000.000 + 2.160.000 = Rp 8.160.000,-2. P = S - B= 5.250.000 - 250.000 = RP

(6)

7.145.833-7.000.000=Rp145.833,-2.2 Bunga Majemuk (Compound Interest)

Bunga majemuk biasanya dilakukan dalam waktu yang relatif panjang dan dalam perhitungan bunga biasanya dilakukan lebih dari satu periode. Dengan demikian, bunga majemuk adalah bunga yang terus menjadi modal apabila tidak diambil pada waktunya. Perhitungan bunga majemuk dilakukan secara reguler dengan interval tertentu, seperti setiap bulan, setiap kuartal, setiap 6 bulan atau setiap tahun. Tingkat bunga setiap interval adalah tingkat bunga setahun dibagi dengan interval yang digunakan. Apabila tingkat bunga setahun sebesar 18% dan interval bunga majemuk selama 1 tahun, maka tingkat bunga setiap interval adalah sebesar 18%/1 = 18% dan bila interval bunga setiap bulan maka besarnya tingkat bunga setiap interval 18%/12 = 1,5%.

Contoh 3 :

Seseorang meminjamkan uang sebesar Rp 100.000,- dengan tingkat bunga 12% per tahun dan dimajemukkan setiap bulan selama 2 tahun. Jumlah pengembalian setelah 2 tahun dihitung sebagai berikut:

Diketahui: P = Rp 100.000,- i= 12%/2 = 6% dan n = 2x2=4.

Modal Rp

100.000,-Bunga 6 bulan pertama 6% x 100.000 Rp 6.000,-___________+

Jumlah Modal Rp

106.000,-Bunga 6 bulan kedua 6% x 106.000 Rp 6.360,-___________+

Jumlah Modal Rp

112.360,-Bunga 6 bulan ketiga 6% x 112.360 Rp 6.741,6 ___________+

Jumlah Modal Rp 119.101,6

Bunga 6 bulan keempat 6% x 119.101,6 Rp 7.146,1 ___________+ Jumlah Modal setelah 2 tahun Rp 126.247,7

(7)

di mana: S = Jumlah penerimaan P = Present value n = periade waktu

i= tingkat bunga per periode waktu

Nilai (I+i)” disebut dengan compounding factor, yaitu suatu bilangan yang digunakan untuk menilai nilai uang pada masa yang akan datang (future value). Nilai (I+i)-n disebut dengan discount factor, yaitu suatu bilangan untuk menilai nilai uang dalam bentuk present value (nilai sekarang). Besar kecilnya jumlah uang di masa yang akan datang maupun jumlah uang pada saat ini tergantung pada besar kecilnya tingkat bunga dan jangka waktu yang digunakan.

Contoh 4: Seorang investor meminjam uang sebesar Rp 5.000.000,- selama 8 tahun dengan tingkat bunga 18% per tahun dan dimajemukkan setiap 6 bulan. Jumlah pengembalian setelah 8 tahun dapat diselesaikan sebagai berikut:

Diketahui: i = 18%/2 = 9% n = 16 (2x8) p =

5.000.000,-S = P (I+i)" ……… (2-6) = 5.000.000 (1+0,09)16

= 5.000.000 (3,97030588) = RP 19.851.529,5

Catatan: Untuk nilai (I+i)n nilainya dapat dilihat dalam Lampiran 1 pada n = 16 dan i = 9%. Ringkasan dari soal di atas sebagaimana dalam diagram berikut.

(8)

Angka 0 s.d. 8 menunjukkan lamanya pinjaman dengan tingkat bunga 18% per tahun dan dimajemukkan setiap 6 bulan sekali, dengan demikian 1 tahun dua kali, selama 8 tahun = 2 x 8 = 16 dan i = 18%/2 = 9%.

Besamya nilai dalam bentuk present value dari jumlah penerimaan tersebut dihitung sebagai betikut:

P = S (1+i)-n ……….. (2-7) = 19.851.529,5 (l+0.09)-16

= 19.851.529,5 (0,25186976) = Rp.

5.000.000,-Nilai discount factor (I+i)-n dapat dilihat dalam Lampiran 2 pada n = 16 dan i=9%. Untuk menentukan tingkat bunga pinjaman, apabila present value sebesar Rp. 5.000.000,- dan future value Rp 19.851.529,5 selama 8 tahun dan dimajemukkan setiap 6 bulan, maka besarnya tingkat bunga setahun dihitung sebagai berikut:

(9)

Perlu diperhatikan bahwa tingkat bunga yang sama akan memberikan hasil yang berbeda, apabila frekuensi bunga majemuk yang dilakukan dalam satu tahun juga berbeda, seperti contoh berikut:

Contoh 5: Apabila Bank A menerima tingkat bunga deposito sebesar 18% per tahun dan dimajemukkan setiap bulan. Bank B juga menerima tingkat bunga deposito sebesar 18% per tahun dan dimajemukkan setiap 6 bulan. Perbedaan ini dapat dilihat rnelalui perhitungan bunga efektif dari masing-masing bank dengan cara sebagai berikut:

Effective rate yang didasarkan pada Bank A:

F = (l+j/m)m ………. (2-10) = (1+0,18/12)12 - 1

= (1+0,015)12 - 1 = 1,1956182 - 1 = 0,1956182 = 19,56%

Effective rate yang didasarkan pada Bank B:

F = (1+j/m)m ……… (2-10) = (1+0,18/2)2 - I

= (1 +0,09)2 - 1 = 1,1881 - 1 = 0,1881 = 18,81%

Di mana: F = Effective rate

m = Frekuensi bunga majemuk dalam 1(satu) tahun.

Hasil perhitungan menunjukkan tingkat bunga efektif yang diberikan bank A lebih besar dari tingkat bunga efektif yang diberikan oleh Bank B sebesar 0,75%.

2.3 Anuitas (Annuity)

(10)

dilakukan, bisa terjadi pada setiap bulan, setiap kuartal, setiap 6 bulan, maupun setiap tahun. Dilihat dan bentuknya, annuity ini dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:

1. Simple Annuity 2. Complex Annuity

2.3.1 Anuitas Biasa (Simple Annuity)

Simple annuity adalah sebuah anuitas yang mempunyai interval yang sama antara waktu pembayaran dengan waktu dibunga majemukan. Dilihat dari tanggal pembayarannya, anuitas ini dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu :

1) Ordinary Annuity 2) Due Annuity 3) Deferred Annuity 2.3.1.1 Ordinary Annuity

Ordinary annuity adalah sebuah anuitas yang diperhitungkan pada setiap akhir interval seperti akhir bulan, akhir kuartal, akhir setiap 6 bulan, maupun pada akhir setiap tahun. Untuk menghitung present value, future value maupun jumlah anuitas dapat dilakukan dengan formula sebagdi berikut:

di mana: An = Present value (nilai sekarang) Sn = Future value (jumlah pembayaran) R = Annuity (cicilan/angsuran)

i = Tingkat bunga setiap interval n = Jumlah interval pembayaran a) Present value

(11)

Contoh 6 : Sebuah perusahaan mencicil pinjaman sebesar Rp 50.000,- pada setiap akhir bulan selama 6 bulan dengan suku bunga diperhitungkan sebesar 18% per tahun. Berapakah besarnya present value?

Dari soal di atas, bila disederhanakan, terlihat seperti dalam Diagram 2-2 berikut:

Diagram 2-2

(12)

Tabel II-1.

Jadwal Pelunasan Kredit Selama 6 Bulan (RP)

Secara umum nilai present value (An), juga dapat dihitung dengan menggunakan sistem perhitungan dari bunga majemuk (compound interest method) seperti terlihat dalam Diagram 2-3 berikut:

Diagram 2-3 b) Annuity dari present value

Annuity dari sebuah present value sebenarnya sama dengan jumlah angsuran pada setiap interval. Jumlah angsuran pada setiap interval dari sejumlah pinjaman tergantung pada besar kecilnya tingkat bunga dan jangka waktu yang digunakan. Contoh 7. Seorang investor merencanakan membangun proyek perumahan murah untuk dijual secara cicilan kepada nasabah. Biaya pembangunan diperhitungkan sebesar Rp 12.000.000,-. Berapa besar nilai cicilan yang dibebankan pada para nasabah, bila tingkat bunga setahun diperhitungkan sebesar 15% dan dimajemukan pada setiap bulan selama 3 tahun?

Diketahui: An = 12.000.000,

(13)

Jumlah penerimaan dari serangkaian pembayaran bukanlah berarti kumulatif dari jumlah pembayaran pada setiap interval, akan tetapi diperhitungkan bunga secara bunga majemuk (compound interest) dari sejumlah uang yang dicicil.

Jumlah pembayaran pada interval pertama, diperhitungkan bunga pada akhir interval kedua, sehingga jumlah penerimaan pada akhir interval kedua adalah sebesar 2 kali setoran ditambah dengan bunga pada setoran pertama. Berdasarkan pada contoh 7 di atas, bila jumlah cicilan pada setiap akhir bulan sebesar Rp 415.984, dengan tingkat bunga 15% per tahun dan dimajemukkan pada setiap bulan selama 3 tahun. Jumlah penerimaan investor dihitung sebagai berikut:

Berdasarkan pada hasil perhitungan di atm, jumlah pernbayaran pada akhir interval sebesar Rp 18.767.328,- tetapi bila dilihat dari pengeluaran nasabah hanya sebesar:

36 x Rp 415.984 = Rp

14.975.424,-Ini berarti, besarnya bunga yang merupakan beban selama 3 tahun Rp 14.975.424 - Rp 12.000.000 = Rp 2.975.424,-. Di pihak lain bunga efektif yang diterima investor diperhitungkan sebesar :

18.767.328 – 12.000.000 = Rp

6.767.328,-Berdasarkan pada uraian ini, bunga yang akan dibayar oleh nasabah hanya sebesar Rp 2.975.414,- dan bunga yang diterima oleh investor sebesar Rp 6,767.328,-. dengan adanya perhitungan ini kedua belah pihak merasa tidak dirugikan.

d) Tingkat bunga

Untuk menghitung besarnya tingkat bunga, apabila present value yang diketahui dapat diselesaikan dengan menggunakan, Lampiran 3 dan untuk jumlah penerimaan dipergunakan Lampiran 5.

Bila present value yang diketahui:

(14)

Contoh 8: Apabila diketahui jumlah present value sebesar Rp 969.482,- dengan anuitas Rp 150.000,- pada setiap akhir kuartal selama 2 tahun, Untuk menentukan besarnya tingkat bunga pada setiap kuartal maupun setiap tahun dapat diselesaikan sebagai berikut:

Diketahui: An = Rp 969.482,- n = 2x4 = 8 R = Rp

150.000,-Nilai discount factor untuk {1-(1+i)-n/i} dapat dilihat dalam Lampiran 3 pada n=8 di mana nilainya 6.463212760. Dengan demikian pada kolom tersebut i=5% dan tingkat bunga setahun (nominal rate) 4x5=20% (dimajemukkan 4 x setahun). Apabila nilai i tidak tersedia dalam lampiran, nilai i dapat dihitung dengan menggunakan sistem interpolasi seperti contoh berikut:

Contoh 9 : Seorang pengusaha menyetor uang pada bank sebesar Rp 445.000,-dan diimbil kembali secara cicilan setiap akhir 6 bulan sebesar Rp 50.000,- dalam waktu 5 tahun. Berapakah besarnya interest rate dan nominal rate?

Diketahui: An = Rp 445.000,-, R = Rp 50.000,- dan n = 2 x 5 = 10 (setiap 6 bulan).

Apabila dilihat dalam Lampiran 3 untuk nilai i = 8,9 pada n = 10 nilainya tidak tersedia, yang mendekati nilai tersebut adalah 8,98258501 pada i=2% dan 8,75206393 pada i = 2,5%. Dengan demikian nilai i dapat ditulis sebagai berikut:

2% < i < 2,5%

(15)

e) Menentukan jangka waktu

Untuk menentukan jangka waktu dari sebuah anuitas, sama halnya dengan cara menentukan tingkat bunga. Apabila present value, tingkat bunga, dan jumlah anuitas dapat diketahui maka jangka waktu dari suatu pinjaman dapat diselesaikan dengan menggunakan formula (2-16) atau formula (2-17).

Contoh 10 : Seorang pegawai negeri menerima uang dari bank sebesar Rp 1.653.298,- dari hasil setoran sebesar Rp 50.000,- pada akhir setiap kuartal dengan tingkat bunga 20% setahun. Berapa lama pegawai tersebut telah melakukan setoran untuk mendapatkan sejumlah uang tersebut?

Dalam Lampiran 5 pada i = 5% nilainya 33,065960 terdapat pada n=20. Dengan demikian lamanya pegawai tersebut telah melakukan penyetoran adalah 20 kuartal atau 20: 4 = 5 tahun.

(16)

2.3.1.2 Due Annuity

Annuity due adalah sebuah anuitas yang pembayarannya dilakukan pada setiap awal interval. Awal interval pertama merupakan perhitungan bunga yang pertama dan awal interval kedua merupakan perhitungan bunga yang kedua dan seterusnya.

Formula yang digunakan dalam perhitungan annuity due tidak jauh berbeda dengan formula yang ada dalam ordinary annuity. Dalam annuity due hanya ditambahkan satu compounding factor (I +i), baik untuk present value maupun future value.

Pertambahan satu compounding factor pada annuity due adalah sebagai akibat pembayaran yang dilakukan pada awal setiap interval, maka nilal yang dihitung dengan menggunakan annuity due selalu lebih besar bila dibanding dengan ordinary annuity.

a) Perhitungan present value

Untuk menghitung present value dan sebuah annuity due dapat dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

(17)

Pergunakan Lampiran 3 untuk mendapatkan nilai discount factar annuity pada i= 4,5% dan n=4 dan Lampiran 1 untuk compounding factor dari bunga majemuk. atau

An(ad) = 1.500.000 (2,74896444) + 1.500.000,- An(ad) = 4.123.447 +

1.500.000,-An(ad) = Rp

5.623.447,-b) Jumlah pembayaran (future amount)

Formula yang digunakan untuk menghitung jumlah pembayaran dalam annuity due dilakukan sebagai berikut:

(18)

= 70.000 (43,67688)(1,01) = Rp

3.045.535,-Nilai compounding factor untuk anuitas dapat dilihat pada Lampiran 5 pada i=1% dan n=36.

atau

= 70.000 (43,50765) = Rp 3.045.535,-atau

= 70.000 (44,50765) - 70.000 = Rp

3.045.535,-Berdasarkan pada hasil perhitungan di atas, jumlah pembayaran setelah 3 tahun adalah sejumlah Rp 3.045.535,- lebih besar bila dihitung dengan menggunakan metode ordinary annuity sebesar Rp 30.153,-. Perbedaan ini disebabkan oleh perhitungan bunga yang dilakukan pada setiap awal interval. Perlu juga diketahui, jumlah yang dibayar secara nyata oleh para pembeli kendaraan hanya sebesar: 36 bulan x Rp 70.000,- = Rp

(19)

c) Hubungan antara present value dengan future amount

Hubungan antara present value dengan future value dari sebuah annuity due sama halnya dengan hubungan yang terdapat dalam perhitungan bunga majemuk. Present value merupakan modal dasar dan future value merupakan penjabaran dari bunga majemuk. Dalam perhitungan bunga majemuk, jumlah penerimaan dihitung dengan formula S= P(I+i)-n dan present value dihitung dengan formula P=S(I+i)-n. Sejalan dengan formula bunga majemuk, annuity due Sn(ad) merupakan future value dan An(ad) merupakan present value. Dengan demikian formula yang digunakan dalam hubungan ini adalah sebagai lsedkut;

An(ad) = Sn(ad) (l+i)-n ………. (2-23) Sn(ad) = An(ad) (l+i)n ……….. (2-24)

Apabila diketahui nilai present value dari annuity due, jumlah penerimaan pada akhir interval dapat diketahui tanpa menghitung besarnya anuitas pada setiap interval dan hubungan ini tidak dapat diterapkan pada ordinary annuity maupun bentuk annuity lainnya seperti deferred annuity.

d) Anuitas, jangka waktu, dan tingkat bunga

Penentuan anuitas dalam sebuah annuity due dapat dihitung apabila nilai present value atau future value (jumlah penerimaan) dari transaksi pinjaman diketahui, di samping tingkat bunga dan lamanya pinjaman. Apabila diketahui nilai present value, untuk menghitung besarnya anuitas dapat digunakan formula (2-25) dan apabila jumlah penerimaan yang diketahui gunakan formula (226).

Annuity adalah cicilan yang harus dikembalikan oleh debitor, baik setiap bulan, kuartal, maupun setiap tahun tergantung pada perjanjian antara debitor dengan pihak kreditor. Besarnya anuitas pada setiap interval, mempunyai jumlah yang sama pada sedap pembayaran dan dalam jumlah tersebut telah diperhitungkan bunga sebagai biaya modal.

Untuk menentukan jangka waktu dari sebuah annuity due, sama halnya dengan menentukan n pada ordinary annuity. Lamanya jangka waktu dari suatu pinjaman dapat diselesaikan dengan menggunakan formula (2-19) apabila An(ad) diketahui dan formula (2-20) apabila Sn(ad) diketahui.

(20)

tahun. Berapa bulan harus diadakan penyetoran untuk menutupi pinjaman sebesar 10 juta rupiah?

Untuk mengetahui lamanya penyetoran, lihat Lampiran 3 pada i=1,596, di mana untuk nilai 19 tidak tersedia. Nilai yang mendekati 19 pada i=1,5% pada n=22 dengan nilai 18,62082437 dan pada n = 23 nilainya 19,33086145. Dengan demikian untuk mengembalikan kredit sebesar Rp 10 juta membutuhkan waktu selama 22 bulan lebih atau dapat ditulis sebagai berikut:

22 bulan < n < 23 bulan

Untuk mengetahui pengembalian secara pasti dapat digunakan metode interpolasi seperti yang telah diuraikan sebelumnya dan dengan jalan yang sama dalam menentukan tingkat bunga.

Apabila present value yang diketahui, dapat digunakan Lampiran 3 dalam penyelesaian masalah dan apabila future value yang diketahui, pergunakan Lampiran 5 untuk penyelesaiannya.

Pergunakan jumlah n untuk mencari nilai hitung dan apabila nilai tabel telah sesuai dengan nilai hitung lihat pada kolom tersebut tingkat bunga yang dicari.

Apabila nilai hitung tidak tersedia dalam Lampiran 3 atau Lampiran 5 dengan menggunakan n tertentu, pergunakan metode interpolasi dalam menentukan besarnya tingkat bunga yang sebenamya. Perlu diketahui bahwa nilai i yang dicari merupakan tingkat bunga pada interval tersebut dan apabila ingin diketahui besarnya tingkat bunga setahun (nominal rate) harus dikalikan dengan interval yang digunakan.

(21)

2.3.1.3 Deferred Annuity

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, deferred annuity adalah suatu series (anuitas) yang pembayarannya dilakukan pada akhir setiap intervaL Perbedaan antara ordinary annuity dengan deferred annuity terletak dalam hal penanaman modal, di mana dalam perhitungan deferred annuity ada masa tenggang waktu (grace period) yang tidak diperhitungkan bunga.

Contoh 14: Pemerintah Jepang memberikan pinjaman pada negara Republik Indonesia sebesar 10 miliar rupiah pada tanggal I Januari 1990. Dengan persetujuan bersama antara kedua pemerintah, bunganya mulai diperhitungkan pada akhir tahun 1995. Dengan demikian, sejak tanggal 1 Januari 1990 s.d. 1 Januari 1995 adalah merupakan tenggang waktu yang tidak diperhitungkan bunga, persoalan demikian dalam mathematic of finance disebut dengan deferred annuity. Untuk menentukan nilai present value dan future value (jumlah penerimaan) dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

t= tenggang waktu yang tidak dihitung bunga

(22)

Jumlah present value dari deferred annuity, sebenarnya sama dengan jumlah present value dari ordinary annuity yang dikalikan dengan nUai discount factor dari masa tenggang waktu.

= 400 (4,57970733) = 1831,88

An(da) = An x discount factor t An(da) = 1831,88 (1+0,03)-2 An(da) = 1831,88 (0,94259591)

= 1726,72 = RP

1.726.720,-Untuk memahami deferred annuitysecara jelas sepeni terlihat dalam Diagram 2-4 berikut:

Diagram 2-4

Nilai present value dari deferred annuity juga sama dengan jumlah present value secara keseluruhan dikurangi dengan nilai present value dari tenggang waktu:

An(da) = A7 - A2

= 400 (6,230283) - 400 (1,91346966) = 2492,11 - 765,39

= 1.726,72 = RP

(23)

Diagram 2-5

Seperti terlihat dalam diagram di atas, nilai A, adalah sebesar Rp 2.492,11,- dan nilai A. sebesar Rp 765,39,- jumlah present value dari deferred annuity adalah sebesar Rp 1.726,72,-. Besaran dari deferred annuity ikuti contoh berakut :

Contoh 16 : Seorang pengusaha merencanakan membangun sebuah pabrik untuk pertgolahan hasil-hasil pertanian. Berdasarkan pada hasil penelitian sementara, pabrik ini membutuhkan dana investasi sebesar 20 juta rupiah yaitu untuk pengadaan fixed asset budget. Dari jumlah investasi tersebut direncanakan 25% dari jumlah investasi disediakan oleh investor dan sisanya sebesar 15 juta rupiah diusahakan melalui kredit, dari lernbaga perbankan dengan tingkat bunga sebesar 159% per tahun. Perlu diketahui pembangunan konstruksi dari pabrik tersebut mernbutuhkan waktu selarna 2 tahun dan berdasarkan pada keadaan ini, investor menginginkan pengembalian pinjaman mulai pada akhir tahun ketiga. Berdasarican pada persoalan di atas, berapa besar jumlah cicilan yang dilakukan pada setiap tahun selama 4 tahun?

Diketahui: An = 15.000.000,-, i = 15% , n = 4 dan h =2 R = ?

= 20.000.000 (0,35026535) (1,3225) = Rp

(24)

Jumlah cicilan yang dilakukan pada setiap akhir tahun adalah sebesar Rp 9.264.519,- selama 4 tahun dan cicilan mulai dilakukan pada akhir tahun ketiga (grace period 2 tahun). Dilihat dari jumlah penerimaan dari sebuah deferred annuity sama halnya dengan jumlah penerimaan dengan menggunakan perhitungan ordinary annuity. Demikian pula dalam perhitungan tingkat bunga dan jangka waktu pinjaman sama dengan annuity sebelumnya.

2.3.2 Anuitas Kompleks (Complex Annuity)

Anuitas kornpleks adalah merupakan sebuah rentetan Pernbayaran dan sebuah pinjaman dengan jumlah yang sama pada setiap interval.

Perbedaan antara anuitas kompleks dengan anuitas biasa (simple annuity), terletak pada sistem perhitungan bunga majemuk pada setiap interval pembayaran. Di dalam anuitas biasa, perhitungan bunga majemuk dengan, interval pembayaran mempunyai interval yang sama, sedangkan dalam anuitas kompleks antara interval pembayaran dengan interval bunga majemuk mempunyai interval yang berbeda.

Apabila interval pembayaran dilakukan pada setiap bulan, mungkin dibunga majemukan pada setiap kuartal atau sebaliknya apabila interval pembayaran dilakukan pada setiap kuartal, perhitungan bunga uiajernuk dilakukan pada setiap bulan.

Untuk jelasnya perbedaan antara complex annuity dengan simple annuity dapat dilihat dalam Diagram 2 - 6 dan 2 - 7 berikut:

Diagram 2-6 1. Complex Annuity

Diagram 2-7 2. Simple Annuity

(25)

interval yang sama yaitu masing-masing pada setiap kuartal (3 bulan). Jika dilihat dari ggal pembayaran, complex annuity juga dapat dibagi atas tiga bagian, antara lain:

1) Complex Ordinary Annuity 2) Complex Due Annuity 3) Complex Deferred Annuity 2.3.2.1 Complex Ordinary Annuity

Pembayaran anuitas dalam perhitungan complex ordinary annuity dilakukan pada akhir setiap interval, di mana besar kecilnya anuitas tergantung pada besar kecilnya pinjaman (principal), tingkat bunga, jangka waktu, dan frekuensi bunga majemuk dalam satu tahun. Untuk menentukan present value, jumlah penerimaan dan anuitas dari serentetan transaksi, sedikit terbeda dengan cara yang telah dikemukakan dalam simple annuity, namun demikian pada prinsipnya, perhitungan ini tidak jauh berbeda.

a. Present value

Formula yang digun dalam perhitungan present value dari complex ordinary annuity adalah sebagaimana dalam formula berikut :

Di mana, c = perbandingan antara frekuensi bunga majemuk dalam satu tahun dengan frekuensi pembayaran dalam satu tahun. Sebagai ilustrasi, untuk mendapatkan besaran nilai n, c, dan nc dalam formula di atas, dapat diikuti dalam Tabel 2-2 berikut.

Tabel 2-2

Perhitungan Besaran Nilai n, c, dan nc dalam Perhitungan Complex Annuity

(26)

kemampuan petani tersebut, berapa besar jumlah kredit yang bisa ia pinjam?

Diketahui: R = Rp 76.015,-, n = 2x4 = 8 (per kuartal) c = 12/4 = 3 nc = 3x8 = 24 dan i = 18%/12 = 1,5%

= 76.015 (20,03040533)(0,32838278) = Rp

500.000,-Pergunakan Lampiran 3 untuk discount factor yang berpangkat -nc dan untuk nilai [i/{(1+i)c-1}, pergunakan Lampiran 6 atau dengan menggunakan nilai Lampiran 4 dikurangkan dengan tingkat bunga yang digunakan. Untuk menghitung besaran present value dalam complex ordinary annuity juga dapat diselesaikan dengan menggunakan rumus simple ordinary annuity dengan cara menyamakan antara interval bunga majemuk dengan interval pembayaran.

Kembali pada contoh di atas, di mana interval pembayaran dilakukan pada setiap 3 bulan dan interval bunga majemukan pada setiap bulan. Untuk menyamakan interval pembayaran dengan interval bunga majemuk dapat dilakukan sebagai berikut:

B = Cicilan per bulan.

Kembali pada contoh 17, jangka waktu pinjaman selama 2 tahun dengan cicilan yang dilakukan pada setiap kuartal dan diadakan perubahan dengan menggunakan formula (2-31) untuk menyamakan interval bunga majemuk dengan interval pembayaran.

(27)

b. Jumlah penerimaan

Jumlah penerimaan (Snc) dalam complex ordinary annuity dapat dihitung, apabila present value atau anuitas dari sebuah pinjaman, diketahui. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut:

Nilai compounding factor perpangkat nc dapat dilihat dalam Lampiran 4 dengan asvmsi nc=n. Perubahan perhitungan dari complex ordinary annuity menjadi simple ordinary annuity dapat dilakukan dengan jalan yang sama seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Untuk mengubah nilai Anc dan Snc dalam complex ordinary annuity juga dapat digunakan formula sebagai berikut:

Nilai r merupakan tingkat bunga pada setiap pembayaran dalam simple ordinary annuity dan nilai i merupakan tingkat bunga dalam complex ordinary annuity. Dengan demikian, r tidak sama dengan i bila dilihat dari jangka waktu yang digunakan.

Kembali pada contoh 17 sebelumnya, tingkat bunga majemuk dilakukan pada setiap bulan dan diubah menjadi 3 bulan untuk menyamakan interval bunga majemuk dengan interval pembayaran. Ini berarti r adalah merupakan perubahan i dari setiap bulan menjadi setiap 3 bulan (kuartal). Perubahan ini dapat dilakukan dari i per bulan (1,5%) menjadi i setiap 3 bulan dengan menggunakan compound interest (l+i)n atau (1+1,5%)3 dengan cara sebagai berikut:

1 + r = (1+1,5%)3 atau r = (1+1,5%)3 - 1

(28)

= 4,56784%

Berdasarkan pada perubahan ini, future value, present value dari contoh 17 dapat diselesaikan dengan cara sebagai berikut:

(29)

Dalam perhitungan pertama, i per bulan adalah 18%/12 = 1,5% dan interval pembayaran setiap 3 bulan selama 2 tahun, berarti n=8. Dalam perhitungan kedua, i dihitung setiap 3 bulan berarti r = {(l+i)3 -1} di mana interval pembayarannya setiap kuartal terdiri dari 3 bulan, berarti n selama 2 tahun = 8. Dengan demikian i/bulan = 1,5%, i perkuartal = 4,56784% dan i per tahun = 19,56182%, di mana nominal rate = 18%. Perlu diperhatikan, kenaikan i yang dihitung dalam interval kumulatif adalah sebagai akibat dari effectif rate.

c. Anuitas, jangka waktu, dan tingkat bunga

Penentuan anuitas dalam complex ordinary annuity sama halnya dengan perhitungan simple ordinary annuity. Apabila present value yang diketahui, pergunakan formulasi (2-25) dan apabila jumlah penerimaan yang diketahui pergunakan formula (2-26). Demikian pula dalam menentukan jangka waktu pinjaman dan tingkat bunga dapat diikuti prosedur dari perhitungan anuitas biasa (simple annuity) dan apabila nilai n dan i tidak tersedia dalam daftar lampiran, selesaikan dengan menggunakan metode interpolasi.

2.3.2.2 Complex Annuity Due

Complex annuity due adalah pembayaran yang dilakukan pada setiap awal interval. Perbedaan antara simple annuity due dengan complex annuity due juga terletak pada interval bunga, di mana dalam complex annuity due frekuensi bunga majemuk tidak sama dengan frekuensi pembayaran di dalam satu tahun. Oleh karena itu, dalam perhitungan nilai, baik present value maupun future value harus dikalikan dengan discount factor [i/{1-(l+i)c}] sebagai kompensasi. Formula yang digunakan untuk perhitungan ini adalah sebagai berikut:

(30)

2.3.2.3 Complex Deferred Annuity

Sistem pembayaran anuitas yang dilakukan dalam complex deferred annuity juga dilakukan pada setiap akhir interval, seperti akhir bulan, akhir kuartal, akhir setiap 6 bulan, maupun akhir tahun. Perbedaan antara anuitas ini dengan complex annuitas sebelumnya terletak pada tenggang waktu yang tidak diperhitungkan bunga.

Contoh 18 : Seorang mahasiswa meminjam uang pada bank sebesar Rp 800.000,-dalam rangka menutupi biaya kuliahnya. Ia berjanji akan nmengembalikan pinjaman tersebut secara cicilan selama 5 tahun dan pengembalian pinjaman dilakukan setelah 3 tahun dari meminjam. Bunga diperhitungkan sebesar 12% per tahun dan dimajemukkan setiap 6 bulan sekali. Berapakah besarnya pembayaran yang harus dikembalikan pada setiap akhir tahun?

Diketahui: Anc = Rp 800.000,- n = 5 dan c = 2/1 = 2 (dibunga majemukan dua kali dalam setahun dan pembayaran setiap tahun) dan nc = 2 x 5 = 10, t = 2 (dilakukan pembayaran pertama 3 tahun dari meminjam, ini berarti 1 tahun terakhir telah diperhitungkan bunga karena dalam complex deferred annuity pembayaran dilakukan pada akhir interval. i = 12%/2 = 6% (karena dimajemukkan dua kali setahun). Formula dalam complex deffered annuity untuk Anc dan Snc adalah sebagai berikut:

Jumlah pembayaran setiap tahun dari contoh di atas dapat dihitung sebagai berikut:

(31)

complex annuity mempunyai interval yang berbeda. Apabila complex annuity diubah menjadi simple annuity, dapat dilakukan dengan cara menyamakan interval pembayaran dengan interval bunga majemuk.

3. Ringkasan

(32)

BAB III

METODE PENYUSUTAN INVESTASI PROYEK

1. Pendahuluan

Untuk menjaga kontinuitas kegiatan usaha dari proyek yang direncanakan perlu dihitung besarnya biaya penyusutan pada setiap tahun. Sebuah perusahaan yang sehat pada umumnya mempunyai cadangan penyusutan/ depresiasi untuk menjaga kontinuitas dari kegiatan usaha di samping menjaga kualitas produk dan memudahkan dalam mengikuti perubahan aset dengan adanya perubahan teknologi.

Tidak jarang terjadi pada akhir-akhir ini, dengan pesatnya perubahan teknologi, penggunaan aset lama kendatipun secara teknis masih relatif baik tetapi secara ekonomis sudah dianggap tidak layak lagi karena para pesaing telah menggunakan aset baru dengan teknologi yang lebih baru, yang dapat memproduksi dengan harga pokok produksi lebih rendah dengan kualitas produksi yang lebih tinggi.

Dana penyusutan adalah biaya yang dibebankan pada konsumen melalui perhitungan harga pokok produksi. Dengan demikian, layaknya dari sebuah studi kelayakan bisnis, sebenamya telah diperhitungkan dana penyusutan sebagai dana pengganti dari aset yang tidak ekonomis lagi. Di pihak lain, biaya penyusutan juga dianggap sebagai laba dalam perhitungan rugi laba, karena dana yang disisihkan sebenamya merupakan penerimaan perusahaan yang dapat digunakan pada berbagai kepentingan.

Jenis investasi yang perlu disusut terdiri dari mesin, bangunan/gedung, dan peralatan lainnya yang memerlukan penggantian pada suatu masa sebagai akibat dari pemakaian. Besar kecilnya biaya penyusutan yang dilakukan pada setiap aset tergantung pada harga aset, umur ekonomis, serta metode yang digunakan dalam penyusutan. Metode penyusutan pada umumnya dapat dikelompokkan atas 4

(33)

pabrik besi, dan proyek yang berskala besar lainnya, menggunakan metode bunga majemuk lebih baik daripada menggunakan metode lainnya.

2. Metode Penyusutan 2.1 Metode Rata-rata

Metode rata-rata adalah salah satu cara yang dilakukan dalam penyusutan aset dengan cara rata-rata. Metode ini dikelompokkan atas 3 bagian, yaitu metode garis lurus, metode jam kerja mesin, dan metode yang didasarkan pada jumlah produksi.

Contoh 1:

Pimpinan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengangkutan membeli sebuah bus dengan harga 80 juta rupiah. Berdasarkan pada pengalaman sebagai pimpinan perusahaan, bus ini dapat beroperasi secara ekonomis selama 5 tahun dan pada akhir tahun kelima, masih dapat dijual dengan harga 25 juta rupiah (scrap value). Berapakah jumlah penyusutan yang harus dilakukan pada setiap akhir tahun selama 5 tahun dan susunlah jadwal penyusutannya?

2.1.1 Metode Garis Lurus (Straight Line Method) Jumlah penyusutan tahunan.

B-S

P = ………. (3-1)

n

di mana : P = Jumlah penyusutan per tahun. B = Harga beli aset (original cost). S = Nilai sisa (scrap value).

n = Umur ekonornis aset. P = 80.000.000 - 25.000.000

5 P = Rp

11.000.000,-Penyusutan per tahun sebesar Rp 11 juta dan jumlah dana pada akhir tahun kelima sebesar Rp 80 juta, termasuk nilai sisa aset (scrap value) sebesar Rp 25 juta.

Berdasarkan pada cadangan dana ini, pimpinan perusahaan pada akhir tahun kelima telah dapat mengganti bus lama dengan bus baru dengan menggunakan dana penyusutan/depresiasi sebagai dana pengganti.

(34)

dijual pada konsumen. Jumlah dana depresiasi dalam satu tahun sebesar Rp 11 juta atau setiap bulan sebesar Rp 916.667,- dan bila dihitung per hari adalah sebesar Rp 30.556,-.

Apabila bus iru dalam satu hari dapat mengangkut rata-rata sebanyak 80 orang maka beban biaya depresiasi pada setiap tiket yang dijual diperhitungkan sebesar Rp 382,- (lihat Tabel III-1),

2.1.2 Metode Jam Kerja Mesin (Service Hours Method)

Depresiasi yang dihitung berdasarkan jumlah jam kerja mesin, didasarkan pada jumlah jam kerja yang digunakan datam tahun bersangkutan.

Tabel III-1 dapat bekerja secara efektif selaria 18.000 jam dengan usfa ekonomis selama 5 tahun. Hitunglah jumlah penyusutan tahunan berdasarkan padajarn kerja mesin dari susun pulajadwal penyusutan?

Jumlah Penyusutan perjam (J) = B - S j Di mana : j = Jumlah jam kerja ekonomis. J = 20.000.000 - 2.000.000 = Rp.

18100

(35)

dihasilkan, apabila produk yang dihasilkan belmn dikenal konsumen, rencana produksi pada tahun pertama relatif lebih kecil dari tahun-tahun berikutnya. Demikian pula sebaliknya, apabila produk yang dihasilkan telah dikenal oleh konsumen dan mempunyai pasaran yang luas, bisa jadi rencana produksi pada tahun pertama lebih besar dari tahun-tahun berikutnya karena mesin masih dalam keadaan baru di samping tingkat kerusakan masih relatif kecil. Berikut merupakan contoh perencanaan produksi terhadap produk yang belum dikenal:

Rencana Produksi:

Jadwal Penyusutan dengan Menggunakan Jam Kerja Mesin (dalam Rp)

Akhir

2.1.3 Metode Jumlah Produk (Product Units Method)

(36)

dengan B=10 juta dan S= 2 juta, jumlah penyusutan per unit produk dihitungsebagai berikut:

P = B - S U

Dimana: U = Jumlah unit selama umur ekonomis mesin. Diketahui: B= 10.000.000 S = 2.000.000,

n= 5 dan U = 100.000 unit P = 10.000.000 - 2.000.000 = Rp

100.000

Besar kecilnya jumlah penyusutan pada setiap tahun tergantung pada jumlah produk yang diproduksi dalam tahun bersangkutan. Untuk menentukan jumlah produksi juga tidak terlepas dari permintaan pasar, dikenal atau tidak dikenalnya produk yang dihasilkan, jenis barang yang diproduksi, dan adanya market space serta market share yang dikuasai.

Contoh rencana produksi dengan produk yang telah dikenal. Tahun I 25.000 unit = 25.000 x 80 = Rp 2.000.000,-Tahun II 25.000 unit = 25.000 x 80 = Rp 2.000.000,-Tahun III 20.000 unit = 20.000 x 80 = Rp 1.600.000,-Tahun IV 15.000 unit = 15.000 x 80 = Rp 1.200.000,-Tahun V 15.000 unit = 15.000 x 80 = Rp 1.200.000, - Jumlah 100.000 unit Rp

8.000.000,-Jadwal penyusutan selama lima tahun dengan menggunakan metode jumlah produk adalah seperti terlihat dalam Tabel III-3 berikut (lihat halaman 48).

2.2 Metode Bunga Majemuk (Compound Interest Method)

Penyusutan yang dilakukan dengan menggunakan metode bunga majemuk didasarkan pada tingkat bunga yang berlaku dalam masyarakat atau sering disebut dengan opportunity cost of capital (OCC) sebagai biaya modal. Apabila tingkat bunga yang berlaku dalam masyarakat

(37)

4 1.200.000 7.800.000 3.200.000

5 1.200.000 8.000.000 2.000.000

Jumlah 8.000.000

sebesar 18% per tahun maka perhitungan penyusutan tahunan didasarkan pada tingkat bunga yang berlaku. Metode penyusutan yang didasarkan pada bunga majemuk dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode anuitas dan metode penyisihan dana yang sering disebut dengan sinking fund method.

Metode anuitas sebenarnya identik dengan perhitungan annuity yang didasarkan pada nilai aset atau original cost sebagai present value. Untuk mengatasi harga, baik sebagai akibat kenaikan tingkat inflasi maupun sebagai perubahan teknologi disediakan dana cadangan sebesar 18% dari nilai aset pada setiap tahun. Sebaliknya dengan menggunakan metode penyisihan dana (sinkingfund method), sebenarnya sama dengan melakukan deposito di bank pada setiap tahun, dan pada akhir umur ekonomis aset dana ini digunakan sebagai dana untuk membeli aset baru.

2.2.1 Metode Anuitas

Contoh 3 : Harga beli sebuah mesin 50 juta rupiah dengan scrap value diperkirakan sebesar 10 juta rupiah dan umur ekonomis aset selama 5 tahun. Tingkat bunga efektif diperhitungkan sebesar 18% pertahun. Berapa besar penyusutan tahunan yang harus diiakukan dengan menggunakan metode anuitas dan susunlah jadwal penyusutannya? Dikethui: B=Rp 50.000.000 S = Rp 10.000.000

n=5 i = 18%

Untuk menentukan nilai aset yang disusut perlu dihitung present value dari scrap value dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Present value dari scrap value:

P = S (1+i)-n ………. (2-7)

P = 10.000.000 (1+0,18)-5 P = 10.000.000 (0,43710922) P = 4.371.092

Nilai aset yang disusut

An = B - P = 50.000.000 - 4.371.092 = Rp

(38)

R = 45.628.908 (0,31977784) R = Rp

14.591.114,-di mana: R = jumlah penyusutan per tahun.

Nilai discount factor dari perhitungan di atas dapat dilihat pada Lampiran 5 dengan n = 5 dan i = 18%. Jumlah penyusutan dalam satu tahun adalah sebesar Rp 14.591.114,- dengan jumlah nilai aset yang disusut sebesar Rp 45.628.908,-dan nilai present value dari scrap value sebesar Rp 4.371.092,-. Jadwal penyusutan dengan menggunakan metode anuitas adalah sebagai berikut (lihat Tabel III-4).

Seperti terlihat dalam tabel tersebut, jumlah penyusutan bersih selama 5 tahun adalah sebesar Rp 40.000.000,- dan nilai sisa aset sebesar Rp 10.000.000,-sehingga nilai depresiasi ditambah nilai sisa pada akhir tahun kelirna sebesar Rp 50.000.000,- untuk mengatasi kenaikan harga dalam penggantian aset baru sebagai akibat tingkat inflasi telah dicadangkan dana sebesar Rp 32.955.570,-. 2.2.2 Metode Penyisihan Dana (Sinking Fund Method)

Penyusutan yang dilakukan dengan metode penyisihan dana, merupakan deposito yang dilakukan oleh pemilik perusahaan pada setiap

Tabel III-4

1 14.591.114 9.000.000 5.591.114 5.591.114 44.408.886 2 14.591.114 7.993.599 6.597.515 12.188.629 37.811.371 3 14.591.114 6.806.047 7.785.067 19.973.696 30.026.304 4 14.591.114 5.404.735 9.186.378 29.160.074 20.839.925 5 14.591.114 3.751.188 10.839.92

6

40.000.000 10.000.000 72.955.570 32.955.570 40.000.00

(39)

akhir tahun pada lembaga keuangan (bank). Besar kecilnya deposito yang dilakukan tergantung pada besar kecilnya nilai aset, tingkat bunga, dan umur ekonomis dari aset itu sendiri.

Dengan demikian jumlah dana penyusutan yang disetor pemilik aset relatif lebih kecil dari jumlah penyusutan yang seharusnya dan sisa dana penyusutan ditutupi dengan jumlah bunga dari dana yang telah didepositokan.

Perhitungan jumlah penyusutan yang harus dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan soal di atas, dihitnng dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Diketahui: Sn = B - S = 50.000.000 - 10.000.000 = Rp 40.000.000,-n= 5 tahun dan i= 18%/tahun

R = 40.000.000 (0,139777837) R = Rp

5.591.113,-Nilai compounding factor untuk {i/(i+l)n-1)} dapat dilihat pada Lampiran 6 pada n=5 dan i=18%. Jadwal penyusutan yang didasarkan pada penyisihan dana seperti terlihat dalam Tabel III-5 berikut. Seperti terlihat dalam tabel tersebut, jumlah penyusutan pada setiap akhir tahun dilakukan sebesar Rp 5.591.113,- ditambah dengan bunga uang dari hasil penyetoran tahun sebelumnya. Berdasarkan pada perhitungan ini, jumlah bunga dari deposito kumulatif bertambah lama bertambah besar, dengan demikian jumlah depresiasi/penyusutan yang dilakukan pada setiap akhir tahun juga bertambah lama bertambah besar.

Tabel III-5

Jadwal Penyusutan dengan Menggunakan Metode Penyisihan Dana (dalam Rp) (1)

(40)

27.955564 12.044.436 40.000.00 0

Jumlah dana yang disetor selama 5 tahun sebesar Rp 27.955.564,dengan jumlah bunga dari setoran selama 5 tahun sebesar Rp 12.044.436,-, sehingga jumlah dana pada akhir tahun kelima sebesar Rp 40.000.000,- dan scrap value dari aset sebesar Rp 10.000.000, dengan demikian dapat membeli aset baru senilai Rp 50.000.000,-2.3 Metode Penurunan

Penyusutan yang dilakukan dengan menggunakan metode penurunan adalah jumlah penyusutan yang dilakukan setiap tahun pada aset yang mengalami penurunan dari tahun ke tahun sesuai dengan keadaan aset yang makin lama semakin tua. Cara penyusutan dengan menggunakan metode ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode jumlah angka tahunan yang sering disebut dengan sum of years digit method dan dengan menggunakan angka persentase. 2.3.1 Metode Jumlah Angka Tahunan.

Jumlah dana penyusutan yang harus dikeluarkan pada setiap tahun didasarkan pada jumlah angka tahunan dan umur ekonomis aset. Apabila sebuah aset mempunyai umur ekonomis selama 5 tahun, dengan original cost (harga beli) aset sebesar Rp 10.000.000.- dan scrap value diperhitungkan Rp 2.000.000,- maka besarnya jumlah penyusutan pada setiap tahun dihitung sebagai berikut:

Jumlah angka tahunan: 1+2+3+4+5=15

Nilai aset yang disusut:

(B-S) = 10.000.000 - 2.000.000 = Rp 8.000.000,-Penyusutan setiap tahun:

- Tahun I = 5/15 x Rp 8.000.000 = Rp 2.666.667,-- Tahun II = 4/15 x Rp 8.000.000 = Rp 2.133.333,-- Tahun III = 3/15 x Rp 8.000.000 = Rp 1.600.000,-- Tahun IV= 2/15 x Rp 8.000.000. = Rp 1.066.667,-- Tahun V = 1/15 x Rp 8.000.000 = Rp 533.333, -

Jumlah Rp

8.000.000,-Jadwal penyusutan yang didasarkan pada metode jumlah angka tahunan seperti terlihat dalam Tabel III-6 berikut:

Tabel III-6

(41)

Tahun Penyusutan

Metode penyusutan yang didasarkan metode persentase terdiri dari metode penyusutan persentase rata-rata dan metode penyusutan persentase tetap.

2.3.2.1 Metode Penyusutan Persentase Rata-Rata

Jumlah penyusutan yang didasarkan pada metode penyusutan persentase rata-rata adalah hasil pembagian dan nilai aset yang elinilai dalam keadaan baru (100%) dengan umur ekonomis dan aset. Apabila harga beli aset seharga 10 juta rupiah dengan umur ekonomis selama 5 tahun, maka besarnya penyusutan tahunan adalah sebesar 100%/ 5= 20%. Untuk membeli aset baru pada masa yang akan datang dengan harga yang lebih mahal, baik sebagai akibat tingkat inflasi maupun akibat perubahan teknologi maka persentqse penyusutan ratarata ditingkatkan dengan cara kelipatan dua. Berdasarkan pada penjelasan ini, jumlah penyusutan setiap tahun dihitung sebagai berikut:

(42)

4 864.000 8.704.000 1.296.000

5 518.000 9.222.000 777.600

2.3.2.2 Metode Persentase Tetap

Perhitungan yang digunakan untuk menentukan jumlah penyusutan secara persentase tetap dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

di mana: r = Dasar penyusutan dari aset S = Nilai sisa

n = Jumlah masa usia ekonomis dari aset B = Harga beli aset (original cost)

Kembali pada contoh sebelumnya, apabila harga beli aset Rp 10.000.000,- dengan nilai sisa Rp 2.000.000,- dan umur ekonomis 5 tahun, maka besamya persentase penyusutan:

r = 1 - (0,2)1/5 r = 1 - (0,72477966)

r = 0,2752-2034 = 27,522034%

Untuk menghitung jumlah penyusutan tahunan:

- Tahun I = 10.000.000 x 0,27522034 = Rp 2.752.203,-= 10.000.000 - 2.752.203 = Rp 7.247.796,-- Tahun II = 7.247.796 x 0,27522034 = Rp 1.994.741,-= 7.247.796 - 1.994.741 = Rp 5.253.055,-- Tahun III = 5.253.055 x 0,27522034 = Rp 1.445.748,-= 5.253.055 - 1.445.748 = Rp 3.807.307,-- Tahun IV = 3.807.307 x 0,27522034 = Rp 1.047.848,-= 3.807.307 - 1.047.848 = Rp 2.759.459,-- Tahun V = 2.759.459 x 0,27522034 = Rp 759.459,-= 2.759.459 - 759.459 = Rp

2.000.000,-Tabel III-8

Jadwal Penyusutan yang Didasarkan pada Metode Persentase Tetap (dalam Rp) Tahun Penyusutan

Tahunan

Jumlah Penyusutan

Nilai Asset

0 - - 10.000.000

(43)

3 1.449.748 6.192.692 3.807.308 4 1.047.848 7.240.540 2.759.460

5 759.459 8.000.000 2.000.000

2.4 Metode Penyusutan Gabungan

Apabila aset yang disusut lebih dan satu, mempunyai umur ekonomis yang berbeda dan harga beli serta scrap value yang berbeda pula, biasanya dalam perhitungan penyusutan dilakukan dengan metode penyusutan gabungan.

Contoh 4: Sebuah perusahaan mempunyai 3 buah mesin, mesin I harga belinya Rp 10.000.000,-, mesin II Rp 7.000.000,-, dan mesin III harga belinya Rp 5.000.000,-. Umur ekonomis mesin I, II, dan III masing-masing 5 tahun, 4 tahun, dan 10 tahun. Scrap value dari ketiga mesin tersebut diduga Rp 2.000.000,-, Rp 1.000.000,-, dan mesin ketiga Rp 400.000,-. Jelasnya seperti terlihat dalam Tabel III-9 berikut:

Tabel III-9

Harga Beli, Umur Ekonomis, dan Nilal Sisa dari 3 Mesin A 10.000.000 2.000.000 8.000.000 5 1.600.000 B 7.000.000 1.000.000 6.000.000 4 1.500.000

C 5.000.000 400.000 4.600.000 10 460.000

Jml 22.000.000 3.400.000 18.600.000 19 3.560.000 Jumlah penyusutan dalam satu tahun yang dihitung berdasarkan penyusutan tetap adalah sebagai berikut:

Persentase Penyusutan = Jumlah penyusutan tahunan Jumlah harga beli aset P = 3.560.000 = 0,161818181 = 16,18%

22.000.000

Jumlah penyusutan yang dilakukan pada setiap tahun adalah sebagai berikut:

0,161818181 x 22.000.000,- =

3.600.000,-Lamanya waktu untuk melakukan penyusutan dihitung sebagai berikut: 18.600.000 = 5 tahun 2 bulan

3.600.000

(44)

metode ini, kita asumsikan tingkat bunga efektif diperhitungkan sebesar 18% per tahun.

R = 4.600.000 (0,04251464) __________________> Rp 195.567,- + Jumlah deposito per tahun __________________> Rp

2.464.222,-Untuk menentukan umur aset secara rata-rata dan sekelompok aset yang berbeda dapat diselesaikan dengan cara sebagai berikut:

Diketahui: R= Rp 2.464.222,- Sn = 18.600.000,-i = 18% dan n = ?

Untuk menentukan umur aset rata-rata dapat dilihat pada Lampiran 5 dengan nilai 7,548021241 pada tingkat bunga 18% di mana n= 5 nilainya 7,15421 dan pada n= 6 nilainya 9,44196777. Dengan demikian umur aset rata-rata adalah lebih besar dari 5 tahun dan lebih kecil dari 6 tahun, atau

(45)

Dalam menentukan umur aset rata-rata secara pasti dapat dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi seperti yang telah dijelaskan dalam Bab II sebelumnya.

3. Ringkasan

Depresiasi/penyusutan adalah salah satu kebijakan dalam pengadaan dana untuk penggantian aset baru. Cara untuk melakukan depresiasi penyusutan pada umumnya dapat dilakukan dengan 4 metode, antara lain penyusutan secara rata-rata yang terdiri dan metode garis lurus, metode yang didasarkan pada jumlah produksi, dan metode yang didasarkan pada jumlah jam kerja mesin Kedua, metode bunga majemuk yang terdiri dari metode anuitas (annuity method), dan metode penyisihan dana (sinking fund method). Ketiga, metode penurunan yang terdiri dari metode jumlah angka tahunan (sum of years digit method), dan metode persentase. Menggunakan metode persentase dapat dilakukan dengan metode persentase tetap dan metode persentase rata-rata. Terakhir, metode gabungan sering digunakan pada usaha/proyek yang mengunakan beberapa aset yang mempunyai harga dan umur ekonomis yang berbeda.

BAB IV

(46)

1. Pendahuluan

Untuk mengetahui prospek usaha dari proyek yang direncanakan perlu diadakan peramalan dan perkiraan tentang peluang pasar dari produk yang dihasilkan. Peluang pasar merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan karena tanpa adanya pemasaran dari produk yang dihasilkan, tidak ada artinya usaha ini dilanjutkan.

Datam mengukur peluang pasar dari produk yang direncanakan perlu diperhatikan bentuk dan sifat dari produk yang dihasilkan. Apabila gagasan usaha/ proyek yang direncanakan bertaraf nasional maka peluang pasar juga dihitung berdasarkan pada perrnintaan secara nasional, apabila usaha/proyek yang direncanakan bersifat lokalldaerah maka peluang pasar juga didasarkan pada permintaan daerah.

Hasil peramalan dan perkiraan juga dapat digunakan sebagai informasi dalam mengukur tentang besar kecilnya kapasitas produksi yang direncanakan. Semakin kecil kapasitas produksi dibanding dengan peluang pasar yang tersedia semakin besar kemungkinan tingkat keberhasilan, dan sebaliknya semakin besar kapasitas produksi dibanding dengan peluang yang tersedia semakin kecil kesempatan untuk mendirikan usaha/proyek yang direncanakan.

2. Metode Pengukuran dan Peramalan 2.1 Trend

Trend adalah salah satu peralatan statistik yang dapat digunakan untuk memperkirakan keadaan di masa yang akan datang berdasarkan pada data masa lalu. Misalnya, jumlah produksi yang direncanakan didasarkan pada perkembangan permintaan masa lalu, tingkat harga yang ditetapkan didasarkan pada perkembangan harga sebelumnya, dan lain sebagainya.

Kejadian pada masa akan datang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kejadian masa lalu, hanya saja dalam hal ini perlu diadakan penyesuaian dengan berbagai independent variable, seperti sikap konsumen, pendapatan, konsumsi, dan berbagai independent variable lainnya. Kita juga menyadari tidak sernua peristiwa di masa yang lampau akan terjadi secara tepat pada masa yang akan datang, tetapi beberapa ketentuan dan pola-pola tertentu tidak jauh berbeda dengan masa lalu. Berdasarkan pada uraian ini pula, penyusun studi kelayakan bisnis banyak menggunakan trend sebagai alat proyeksi untuk memperkirakan tentang pernuntaan (demand) dan penawaran (supply) dari berbagai kegiatan di masa yang akan datang.

2.1.1 Trend Linear

Persamaan trend dengan menggunakan metode least squares method dijabarkan sebagai berikut:

(47)

Dimana:

Yc = nilai yang diperkirakan

a,b = nilai konstanta dan coefecient dalam sebuah persamaan trend. x= serangkaian tahun yang dihitung sebagai berikut:

Diagram IV -1

Untuk rnemperjelas uraian di atas, berikut disajikan sebuah contoh tentang permintaan ikan segar di sebuah kota dan perkiraan jumlah permintaan beberapa tahun akan datang.

Tabel IV-1

Jumlah Permintaan Ikan Segar di Sebuah Kota Tahun 1997 s.d. 2005 (dalam Ton)

Tahun Permintaan X X2 XY Perkiraan

1997 955 -4 16 -3.820 996,84

1998 975 -3 9 -2.925 1.051,49

1999 1.175 -2 4 -2.334 1.106,14

2000 1.302 -1 1 -1.302 1.160,79

2001 1.207 0 0 0 1.215,44

2002 1.265 1 1 1.265 1.270,09

2003 1.236 2 4 2.472 1.324,74

2004 1.375 3 9 4.125 1.379,39

2005 1.452 4 16 5.808 1.434,04

Jumlah 10.939 0 60 3.279 10.939,00

Untuk menghitung persamaan trend, konstanta a dan b dihitung sebagai berikut:

Persamaan trend : Yc = 1.215,44 + 54,65 (x)

Perkiraan permintaan (Y,) jumlah ikan segar di kota tersebut dihitung dengan menggunakan persamaan trend sebagaimana dalam contoh berikut:

(48)

Grafik 4-1 Grafik Trend

Seperti terlihat dalam grafik di atas, garis lurus merupakan garis trend, yaitu sebuah garis yang dibentuk berdasarkan data proyeksi (perkiraan) sedangkan garis yang berbentuk patah adalah data yang sebenamya (actual data).

Untuk mengetahui jumlah permintaan ikan segar pada tahun-tahun mendatang dengan menggunakan trend sebagai alat proyeksi perlu juga diketahui besarnya penyimpangan antara nilai proyeksi dengan data yang sebenamya. Semakin besar angka penyimpangan, seniakin besar kesalahan yang terjadi dalam angka proyeksi dan besarnya angka penyimpangan merupakan suatu pertanda lebih baik menggunakan peralatan lainnya sebagai alat proyeksi.

Cara untuk menghitung penyimpangan antara data trend dengan data sebenamya dapat dilakukan sebagaimana dalam Tabel IV-2 berikut.

Tabel IV -2

Perhitungan Penyimpangan Antara Data Proyeksi dengan Data Sebenarnya (dalam Ton)

Tahun Permintaan (Y)

Proyeksi (Y)

Penyimpangan Proyeksi Tinggi Rendah

1997 955 996,84 41,84

-1998 975 1.051,49 76,49

-1999 1.172 1.106,14 - 65,86

2000 1.302 1.160,79 - 141,21

2001 1.207 1.215,44 8,45

(49)

-2003 1.236 1.324,76 88,76

-2004 1.375 1.379,39 4,39

-2005 1.452 1.434,05 - 17,59

Jumlah 10.939 10.939,00 225,02 225,02

Rata-rata penyimpangan 37,50 75,00

Berdasarkan pada perhitungan di atas, perkiraan jumlah pemintaan ikan segar di kota tersebut untuk tahun 2006 sampai tahun 2014 seperti terlihat dalam Tabel IV-3 berikut (lihat halaman 64):

Untuk menghitung perkiraan permintaan tahun 2006 sampai tahun 2014 sama dengan cara perhitungan sebelumnya, di mana x untuk tahun 2006 = 5 dan untuk tahun 2009 = 8 dan seterusnya. Perkiraan tinggi dihitung dengan cara menambahkan jumlah perkiraan normal dengan penyimpangan rata-rata tertinggi (37,50) dan perkiraan rendah.

Tabel IV-3

Perkiraan Permintaan Ikan Segar Tahun 1996 s.d. 2004 (dalam Ton) Tahun penyimpangan rata-rata terendah (75). Apabila data perkiraan normal menurut pandangan para penyusun kurang sesuai (relevant), baik disebabkan oleh adanya perubahan pola pennintaan maupun sebagai akibat perubahan beberapa variable lainnya, dalam hal ini dapat digunakan perkiraan permintaan antara (range) perkiraan tertinggi dengan perkiraan terendah. Dengan adanya batas-batas perkiraan yang dibentuk berdasarkan pada data penyimpangan, para penyusun studi kelayakan bisnis dapat mengadakan perkiraan secara lebih realistis dalam batasbatas yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi di masa yang akan datang.

(50)

permintaan lebih besar dari perkiraan tertinggi maupun lebih kecll dad perkiraan terendah, tetapi kemungkinan akan terjadinya penyimpangan ini relatif lebih kecil dan dapat dikontrol.

2.1.2 Trend Non-Linear

Trend nonlinear adalah trend yang mempunyai persamaan berbentuk fungsi kuadrat dengan bentuk grafik seperti parabola. Apabila perkembangan data pada mulanya mengalami perkembangan yang reIatif besar dan pada suatu masa laju pertumbuhan rata-rata per tahun bertambah lama bertambah kecil, baik sebagai akibat j enuhnya kegiatan maupun disebabkan perubahan faktor-faktor lainnya, maka perkiraan laju pertumbuhan pada masa yang akan datang dengan menggunakan trend nonlinear akan memberikan hasil lebih representatif daripada menggunakan trend linear Demikian pula sebaliknya, apabila data rnasa lalu mengalami penurunan pada awalnya dan kemudian pada suatu masa mengalami perkembangan secara drastis, keadaan ini apabila diproyeksikan dengan menggunakan trend nonlinear hasilnya juga lebih baik daripada penggunaan trend linear Sebagai contoh. dal am tabel berikut adalah j umlah permintaan terhadap biji kopi yang berkualitas I di sebuah kota sejak tahun 1992 s.d. 2005

Tabel IV-4

Permintaan Biji Kopi Kualitas I Tahun 1992 s.d. 2005 (dalam ton) Tahun Demand

(Y) X XY X

2 X2Y X4 Perkiraan 1992 80.000

-13

-1.040.000 169 13.520.000 28.561 146.397 1993 50.000 - 1 -550.000 121 6.50.000 14.641 90.979 1994 81.000 - 9 -729.000 81 5.561.000 6.561 57.960 1995 100.000 - 7 -700.000 49 4.900.000 2.401 47.341 1996 129.000 - 5 645.000 25 3.225.000 625 59.122 1997 160.000 - 3 480.000 9 1.440.000 81 93.303 1998 190.000 - 1 190.000 1 190.000 1 149.884 1

1999 220.000 1 220.000 1 220.000 1 228.864

(51)

Yc = a + bx + cx2

Untuk menghitung parameter a, b, dan c digunakan persamaan normal sebagai berikut:

Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:

Berdasarkan pada persamaan di atas, nilai parameter a, b, dan c dihitung sebagai berikut:

5.160.000 = 11 a + 910 c (1)

35.936.000 = 910 b (2)

465.856.000 = 910 a + 105.742 c (3) Untuk nilai b

Untuk nilai a dan c

5.160.000 = 14 a + 910 c (1) 465.856.000 = 910 a + 105.742 c (3) 599.592.000 = 1626,8 a + 105.742 c /x 116,2 465.850.000 = 910 a + 105.742 c

-133.736.000 = 716,8 a + 0

a = 133.736.000 = 186.573,66 716,8

5.160.000 = 14 (186.573,66) + 910 c 5.160.000 = 2.612.031 + 910 c c = 2,799,97

Dengan demikian persamaan trend nonlinear: Yc = 186.573,66 + 39.490,11 (X) + 2.799,97 (X2)

(52)

Grafik 4-2

Grafik Trend Non-Linear

Perkiraan permintaan kopi kualitas I tahun 2006 sampai tahun 2014 dihitung dengan jalan yang sama, dimana pertambahan x dan X2 sama dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Perkiraan tinggi uihitung dari jumlah perkiraan normal ditambah dengan penyimpangan rata-rata tertinggi dan perkiraan rendah dikurangi dengan rata-rata penyimpangan terendah Hasil lengkap dari perhitungan ini terlihat dalam Tabel IV-5 berikut:

Tabel 1-5

Perkiraan Permintaan kopi Kualitas I Tahun 2006 s.d. 2014 (ton) Tahun Perhiraan

Normal (Y1)

Perkiraan Tinggi

(Y2)

Perkiraan Rendah

(Y3)

2006 1.409 1.469 1.367

2007 1.667 1.727 1.625

2008 1.948 2.008 1.906

2009 2.251 2.331 2.209

2010 2.576 2.636 2.534

2011 2.924 2.984 2.885

2012 3.294 3.354 3.252

2013 3.687 3.746 3.645

(53)

2.2 Analisis Regresi dan Korelasi

Dalam menyusun studi kelayakan maupun analisis proyek ada kalanya mengalami kelemahan dengan menggunakan trend sebagai alat proyeksi, dalam keadaan ini dapat diselesaikan dengan mencari hubungan antara satu variabel dengan vaniabel lainnya. Keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya biasanya diselesaikan dengan menggunakan persamaan regresi, korelasi maupun koefisien determinasi di antara variabel tersebut.

Proyeksi/perkiraan dengan menggunakan analisis regresi menjelaskan hubungan antara suatu variabel dengan variabel lainnya. Adakalanya dalam menyusun studi kelayakan dengan menggunakan regresi hasilnya lebih representatif daripada menggunakan trend, dan ada kalanya trend lebih baik daripada regresi dalam menafsir dari nilai sesuatu variabel di masa yang akan datang. berhubungan positif dan sebaliknya bila X naik dan Y turun hubungan di antara kedua variabel dikatakan berhubungan negatif.

Hukum permintaan menyatakan, bila harga naik permintaan akan berkurang dan bila harga turun permintaan akan bertambah, ini berarti hubungan antara harga dengan permintaan dikatakan berhubungan negatif.

2.2.1 Regresi Linier

Sebagai contoh, Tabel IV-6 benikut adalah jumlah produksi dan biaya semivariabel dari sebuah perusahaan batu bata selama 10 bulan.

Tabel IV-6

(54)

Persamaan regresi linier: Ŷ = a + b(x)

di mana, Ŷ = Perkiraan biaya produksi

a = Konstanta dan dalam kasus ini nilai a = fixed cost

b = Koefisien regresi, dalam kasus ini sama dengan biaya variabel per unit

x = Independent variable. Untuk menghitung parameter a dan b:

Persiapan perhitungan regresi berdasarkan formula di atas terlihat dalam Tabel IV-7 berikut:

Tabel IV-7

Persiapan Perhitungan Regresi Antara jumlah Produksi dengan Biaya Semi-Variabel Jumlah 16.000 808.000 -1200 -15.800 1.440.000 18.960.000 790.672 17.000 829.000 - 200 5.200 40.000 -1.040.000 818.279 18.000 848.000 800 24.200 640.000 19.360.000 845.886 20.000 900.000 2.800 75.200 7.940.000 213.360.00

0

901.100 18.000 812.000 800 11.800 640.000 -9.410.000 845.886 20.000 900.000 2.800 76.200 7.840.000 213.360.00

0

901.100 17.000 830.000 300 6.200 90.000 1.860.000 832.082 15.000 705.000 -16.000 850.000 - 700 36.200 490.000 -25.340.000 804.475 172.000 8.238.00

0

0 0 34.100.000 941.400.00 0

(55)

Untuk menghitung nilai x dan y pada kolom 3 dan 4 dihitung sebagai berikut:

Persamaan Regresi:

Berdasarkan pada persaunaan di atas, biaya tetap (fixed cost) dalam perusahaan ini adalah sebesar Rp 348.959,- dengan variable cost per unit sebesar Rp 27,61 . Cara untuk memperkirakan biaya produksi di masa yang akan datang, didasarkan pada perkiraan jumlah produksi yang didasarkan pada potensi pasar.

Apabila perkiraan junilah produksi sebesar 25.000 unit pada setiap satu kali produksi maka perkiraan biaya yang dibutuhkan adalah sebesar:

Total Cost (Ŷ) = 348.959 + 27,61 (25.000) = Rp

1.039.209,-Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh jumlah produksi terhadap perubahan biaya produksi dapat diselesaikan rnelalui hasil perhitungan korelasi (corelation) dan koefisien determinasi (co-effecient of determination) dari hasil perkiraan regresi dengan cara sebagai berikut:

Tabel IV-8

Gambar

Tabel II-1.
Tabel III-1
Tabel III-4
Tabel III-5
+7

Referensi

Dokumen terkait