TUGAS MATA KULIAH ANALISIS
EPIDEMIOLOGI
“Analisis Hubungan Perilaku Makan dengan Obesitas
pada Mahasiswa FKM UNDIP Tahun 2016”
PENYUSUN:
PEMINATAN
EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
Tuti Yuinatun NurlailaZuyyinatul Mualifah Deni Lestari
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang lain. Menurut Hadi (2003) ketidakseimbangan asupan energy (energy intake) yang melebihi energi yang digunakan (energy expenditure) dapat menyebabkan obesitas. Perubahan pola makan ini dipercepat oleh kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Perbaikan tingkat ekonomi juga menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan aktivitas fisik ini berakibat kepada semakin banyaknya penduduk yang mengalami masalah overweight dan obesitas.
Obesitas merupakan penyakit kelebihan lemak dalam tubuh yang terakumulasi dan dapat memperburuk status kesehatan individu serta penampilan fisik seseorang. Penyebab obesitas sangat kompleks dalam arti banyak sekali faktor yang menyebabkan obesitas terjadi. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas seperti faktor lingkungan, genetik, psikis, kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik. Faktor lingkungan seseorang memegang peranan yang cukup berarti, lingkungan ini termasuk pengaruh gaya hidup dan bagaimana pola makan seseorang.
Badan kesehatan dunia World of Health Organitation (WHO) mengindikasikan, bahwa ada 1,6 miliar orang di dunia (usia di atas 15 tahun) yang memiliki berat badan berlebihan. Obesitas atau kegemukan menyebabkan 10,3 persen dari angka kematian di dunia, angka tersebut menempati peringkat kelima penyebab utama kematian di dunia. WHO telah memprediksikan bahwa pada tahun 2015, sekitar 2,3 miliar juta orang di dunia memiliki berat badan berlebih dan lebih dari 700 juta orang tergolong obesitas. Jumlah penderita obesitas di Indonesia terus bertampah dari tahun ke tahun. Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Prof Dr Herdinsyah MS, saat ini jumlah penderita obesitas di Indonesia untuk populasi remaja dewasa sudah mencapai angka 18 persen. Angka ini bahkan lebih tinggi lagi di kelompok dewasa, yaitu bisa mencapai 25 persen dari total populasi seluruh Indonesia (Albiner, 2009)
Hubunga Perilaku Makan dengan Obesitas pada Mahasiswa FKM Undip Angkatan 2015”
B. Rumusan Masalah
WHO telah memprediksikan bahwa pada tahun 2015, sekitar 2,3 miliar juta orang di dunia memiliki berat badan berlebih dan lebih dari 700 juta orang tergolong obesitas. Jumlah penderita obesitas di Indonesia terus bertampah dari tahun ke tahun. Mahasiswa FKM Undip Angatan 2015 masih tergolong remaja sehingga berpotensi untuk terkena obesitas. Remaja juga sering tidak memperhatikan pola makan secara baik. Obesitas pada remaja penting untuk diperhatikan karena remaja yang mengalami obesitas 80% berpeluang untuk mengalami obesitas pula pada saat dewasa.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan perilaku makan dengan obesitas pada mahasiswa FKM Undip angkatan 2015
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi mahasiswa FKM Undip angkatan 2015 yang mengalami obesitas
b. Menggambarkan perilaku makan mahasiswa FKM Undip angkatan 2015
c. Menganalisis hubungan perilaku makan dengan obesitas pada mahasiswa FKM Undip angkatan 2015
D. Manfaat
1. Bagi Pemerintah
2. Bagi Masyarakat
Meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai obesitas dan resikonya dan pentingnya pengetahuan tersebut untuk mencapai status gizi yang baik.
3. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman langsung dalam pelaksanaan penelitian, penulisan hasil serta menambah wawasan ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. OBESITAS
1. Definisi
Obesitas adalah suatu keadaan dimana terjadinya penumpukan lemak yang berlebihan dalam tubuh. (Bandini, -). Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya (Misnadierly, 2007). Obesitas merupakan keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal (Sumanto, 2009). Penyebab utama terjadinya obesitas adalah adanya ketidaksimbangan antara asupan energi dengan pengeluaran energi dari dalam tubuh. (Betty, 2004).
2. Etiologi
Penyebab obesitas sangatlah kompleks. Meskipun gen berperan penting dalam menentukan asupan makanan dan metabolisme energi, gaya hidup dan faktor lingkungan dapat berperan dominan pada banyak orang dengan obesitas. Diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktifitas, perilaku makan, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional (Guyton, 2007).
Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik yang pasti untuk menimbulkan obesitas masih sulit ditentukan, karena anggota keluarga umumnya memiliki kebiasaan makan dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan tetapi, bukti terkini menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas dapat disebabkan faktor genetik. Gen dapat berperan dalam obesitas dengan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi serta penyimpanan lemak. Penyebab monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah mutasi MCR-4, yaitu penyebab monogenik tersering untuk obesitas yang ditemukan sejauh ini, defisiensi leptin kongenital, yang diakibatkan mutasi gen, yang sangat jarang dijumpai dan mutasi reseptor leptin, yang juga jarang ditemui. Semua bentuk penyebab monogenik tersebut hanya terjadi pada sejumlah kecil persentase dari seluruh kasus obesitas. Banyak variasi gen sepertinya berinterakasi dengan faktor lingkungan untuk mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak. (Guyton, 2007).
1) Aktivitas fisik
pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting.
Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunan metabolisme basal tubuhnya kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolisme normal (Guyton, 2007).
2) Perilaku makan
Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah psikologis, dimana perilaku makan yang buruk seperti mengkonsumsi junk food
kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada dewasanya nanti (Guyton, 2007).
3) Neurogenik
Telah dibuktikan bahwa lesi di nukleus ventromedial hipotalamus dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan menjadi obesitas. Orang dengan tumor hipofisis yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami obesitas yang progresif. Hal ini memperlihatkan bahwa, obesitas pada manusia juga dapat timbul akibat kerusakan pada hipotalamus. Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral
(HL) yang menggerakkan nafsu makan (awal atau pusat makan) dan hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas menintangi nafsu makan (pemberhentian atau pusat kenyang). Dan hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu menolak untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian HVM, maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan. Dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian ventromedial dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan obesitas, serta terjadi perubahan yang nyata pada neurotransmiter di hipotalamus berupa peningkatan oreksigenik seperti NPY dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik. seperti leptin dan α-MSH pada hewan obesitas yang dibatasi makannya (Guyton, 2007).
4) Hormonal
diketahui berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa. Kortisol adalah glukokortikoid yang bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang tersimpan pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn et al, 2005).
5) Dampak penyakit lain
Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari penyakit lain. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism, Cushing syndrome, hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma
dan gangguan lain pada hipotalamus. Beberapa anggapan menyatakan bahwa berat badan seseorang diregulasi baik oleh endokrin dan komponenen neural. Berdasarkan anggapan itu maka sedikit saja kekacauan pada regulasi ini akan mempunyai efek pada berat badan (Flier et al, 2005).
3. Indikator Pengukuran Obesitas
IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa. Untuk pengukurannya sendiri digunakan indeks
Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2). Karena IMT menggunakan ukuran tinggi badan,
maka pengukurannya harus dilakukan dengan teliti. Hubungan antara lemak tubuh dan IMT ditentukan oleh bentuk tubuh dan proporsi tubuh, sehingga dengan demikian IMT belum tentu memberikan kegemukan yang sama bagi semua populasi (Sudoyo, 2009).
Sumber : WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective: Redefinig Obesity and its Treatment (2006).
Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi tubuh, perimbangan antara berat badan dengan tinggi badan. IMT digunakan untuk mengukur kegemukan, sebagai dampak dari perubahan pola hidup, kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji yang tinggi lemak dan protein, serta rendah karbohidrat. IMT tidak
dapat membedakan otot dengan lemak, selain itu pula tidak memberikan distribusi lemak di dalam tubuh yang merupakan faktor penentu utama risiko gangguan metabolisme yang dikaitkan dengan kelebihan berat badan. Pola penyebaran lemak tubuh tersebut dapat ditentukan oleh rasio lingkar pinggang dan pinggul atau mengukur lingkar pinggang. Pinggang diukur pada titik yang tersempit, sedangkan pinggul diukur pada titik yang terlebar, lalu ukuran pinggang dibagi dengan ukuran pinggul (Arora et al, 2007).
4. Penentuan Jenis Obesitas
Jaringan adiposa tidak terisolasi pada area tertentu di tubuh, melainkan tersebar menyeluruh. Pada wanita 18% berat badan adalah lemak sedangkan pada pria 16% berat badan adalah lemak. Pada tubuh manusia, lemak didistribusikan menjadi 2 kategori yaitu disimpan pada
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Berat badan kurang
Kisaran normal
Berat badan lebih
Berisiko
Obesitas I
Obesitas II
< 18,5
18,5 - 22,9
≥ 23,0
23,0 – 24,9
25,0 – 29,9
area panggul dan kaki (“pear-shaped” – obesitas perifer) atau disimpan terpusat disekitar abdomen (“apple-shaped” – obesitas sentral) (WHO, 2008). Rasio Lingkar Perut (LPe) dan Lingkar Panggul (LPa) merupakan cara sederhana untuk membedakan obesitas bagian bawah tubuh (panggul) dan bagian atas tubuh (pinggang dan perut). Jika rasio antara lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk perempuan diatas 0.85 dan untuk laki-laki diatas 0.95 maka berkaitan dengan obesitas sentral / apple-shaped obesity dan memiliki faktor resiko stroke, DM, dan penyakit jantung koroner. Sebaliknya jika rasio lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk perempuan dibawah 0,85 dan untuk laki-laki dibawah 0,95 maka disebut obesitas perifer / pear-shaped obesity
(WHO, 2008).
B. MAHASISWA
Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012).
Menurut Siswoyo (2007) mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.
Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup (Yusuf, 2012).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa ialah seorang peserta didik berusia 18 sampai 25 tahun yang terdaftar dan menjalani pendidikannnya di perguruan tinggi baik dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.
Pada usia dewasa unsur gizi merupakan faktor kualitas SDM yang pokok, gizi tidak hanya sekedar mempengaruhi derajat kesehatan dan ketahanan fisik, tetapi juga menentukan kualitas kecerdasan intelektual bagi manusia Hidayat (1997) dalam Indrawagita (2009).
Menurut Guthrie & Picciano (1995), pada usia dewasa terjadi perubahan pola makan, mereka menjadi tidak tergantung pada pola makan orang tua, lebih banyak makan dan jajan di luar rumah. Pola makan pada usia dewasa merupakan permulaan seseorang dalam mengadopsi perilaku pola makan yang cenderung akan menetap pada masa dewasa (Brown, 2005).
C. DIET DAN POLA MAKAN
1. Pengertian Pola Makan
sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2004). Ilmuwan memperkirakan 75% kanker bisa dicegah melalui diet yang lebih baik. Konsumsi makanan yang salah dapat membuat tubuh kekurangan nutrisi-nutrisi vital yang diperlukan agar tubuh dapat bekerja dengan baik. Kunci menuju kesehatan yang baik adalah diet yang seimbang dan bervariasi (Weekes, 2008).
2. Pengertian Perilaku Diet
Diet berasal dari bahasa Yunani, yaitu diaita yang berarti cara hidup. Definisi diet menurut tim kedokteran EGC tahun 1994 (dalam Hartantri,1998) adalah kebiasaan yang diperbolehkan dalam hal makanan dan minuman yang dimakan oleh seseorang dari hari ke hari, terutama yang khusus dirancang untuk mencapai tujuan dan memasukkan atau mengeluarkan bahan makanan tertentu.
Manurung (dalam Wulandari, 2000) mengemukakan bahwa perubahan perilaku adalah hal pertama yang harus dilakukan bagi mereka yang ingin menurunkan berat badannya. Langkah selanjutnya dapat berupa aktivitas fisik (olahraga) dan diet yang sehat, yaitu diet yang menyeimbangkan antara kebutuhan hidrat arang, protein, vitamin, air dan mineral.
Masukan makanan harus selalu cukup untuk mensuplai kebutuhan metabolisme tubuh dan tidak cukup menimbulkan obesitas (kegemukan) karena makanan yang beragam mengandung berbagai bagian protein-karbohidrat dan lemak. Keseimbangan metabolisme tubuh dapat disuplai dengan bahan yang dibutuhkan (Guyton, 1992).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan perilaku diet merupakan bagian dari pola makan. Pola makan disini adalah pola makan pada tiap individu jelas berbeda. Perilaku ini merupakan salah satu penentu tingkat kesehatan seseorang.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Pada Remaja
Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) merupakan respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita (Notoatmodjo, 2003). Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini, individu mengalami berbagai pertumbuhan baik fisik maupun psikis (Agustiani, 2006). Para remaja memerlukan makanan bernutrisi tinggi karena tubuh mereka sedang mengalami perubahan besar (Weekes, 2008).
Pada usia remaja, fisik seseorang terus berkembang, demikian pula aspek sosial maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi, yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan gizi seorang remaja.
4. Jumlah Bahan Makanan
Pola makan orang akan menentukan jumlah zat-zat gizi yang diperoleh untuk pertumbuhan dan perkembanganya jumlah makanan yang cukup sesuai dengan kebutuhan akan menyediakan zat-zat gizi yang cukup untuk dewasa, guna menjalankan kegiatan fisik yang akan dilakukanya, apabila asupan tersebut kurang maka akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembanganya serta prestasinya (Baliwati, 2004).
yang mengandung zat gizi dengan jenis yang beragam dan jumlah yang seimbang serta dapat memenuhi kebutuhan individu (Suhardjo, 1989).
Angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan adalah banyaknya masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir semua orang sehat untuk mencegah defisiensi zat gizi. Zat gizi makro merupakan komponen terbesar dari susunan diet serta berfungsi menyuplai energi dan zat-zat gizi esensial yang berguna untuk keperluan pertumbuhan sel atau jaringan, fungsi pemeliharaan maupun aktivitas tubuh (Paath, Rumdasih & Heryati, 2005).
Angka kecukupan gizi (energi dan protein) rata-rata yang dianjurkan untuk dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
BAB III METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
B. Hipotesis
1. Hipotesis Nol (Ho) : Tidak ada hubungan antara perilaku makan dengan obesitas pada mahasiswa FKM UNDIP
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan studi cross sectional. Studi cross sectional dalam penelitian bertujuan agar analisis lebih cepat, praktis, dan efisien serta data yang telah ada dapat dimanfaatkan. Penelitian ini adalah penelitian yang mengambil sampel dalam suatu populasi dan pengambilan data dilakukan hanya satu kali dalam periode waktu tertentu.
D. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November - Desember 2015
2. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Semarang.
E. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FKM UNDIP. Sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah 174 mahasiswa FKM UNDIP yang terdiri dari semester 1,3,5, dan 7.
F. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel bebas atau variabel independen merupakan variabel yang apabila nilainya berubah akan mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah sulit mengendalikan makan, makan dalam jumlah besar ketika tidak lapar, makan dalam jumlah besar pada malam hari karena tidak bisa tidur, makan sendirian karena malu dilihat makan dalam jumlah banyak, dan melakukan diet.Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi olehvariabel bebas. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah status obesitas. Variabel confounding dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, dan golongan darah
G. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini, variabel penelitiannya adalah :
Tabel 1. Defniii peraii nal
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala
Massa Tubuh)
perbandingan berat badan dalam kilogram terhadap kuadrat tinggi badan dalam satuan meter
pembagian (berat badan dalam kilogram/kuadrat tinggi badan dalam meter)
H. Alat, Bahan, dan Cara Penelitian
1. Alat dan bahan penelitian
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Kuesioner
b. Timbangan berat badan
c. Pengukur tinggi badan/ microtoise
d. Alat tulis
2. Cara pengambilan data
Dalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari responden sebagai berikut:
a. Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian. Responden diminta untuk mengisi angket/kuesioner
b. Pengukuran tinggi badan, berat badan, IMT, lingkar pinggang, kadar lemak tubuh, tekanan darah sistolik dan diastolik.
c. Pencatatan hasil pengukuran pada formulir lembar penelitian.
I. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan data
a. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yangdikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.
b. Data entry, memasukkan data kedalam komputer.
c. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan kedalam komputer. d. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer
kemudiandicetak.
2. Analisis statistik
Analisis statistik untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program SPSS 21.0 dimana akan dilakukan 2 macam analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.
a. Analisa Univariat
Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan variabel terkait.
b. Analisa Bivariat
BAB IV
Tabel 1 terdiri dari karakteristik responden pada keseluruhan sampel dan status obesiatas pada mahasiswa FKM Undip 2015. Rata-rata (SD) usia responden yaitu 19,55 (2,43) tahun. Secara keseluruhan, 21,3% responden adalah laki-laki, 23,6% bergolongan darah A, 21,7% bergolongan darah B, dan 45,3% bergolongan darah O. Sebanyak 17,2% responden dilaporkan obesitas. Analisis tes Chi-square menyatakan perbedaan sebanding dalam jenis kelamin (P= 0,076) dan golongan darah (0,761).
2. Analisis Bivariat
Tabel 2. Hubungan Perilaku Sulit Mengendalikan Makan dengan Obesitas
Sulit
Tidak 8 12,3 57 87,7 65 100,0 0,368
Kadang 19 22,4 66 77,6 85 100,0
Selalu 3 13,0 20 87,0 23 100,0
Dari tabel silang tersebut, terlihat bahwa dari 23 mahasiswa yang selalu sulit mengendalikan makan, terdapat 3 mahasiswa (13,0%) yang mengalami obesitas. Dari 65 mahasiswa yang tidak sulit mengendalikan makan, hanya 8 mahasiswa (12,3%) yang mengalami obesitas. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai P-value = 0,368 ≥ 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku sulit mengendalikan makan dengan obesitas.
Tabel 3. Hubungan Perilaku Makan dalam Jumlah Besar ketika Tidak Lapar dengan Obesitas
Tidak 19 17,9 87 82,1 106 100,0 0,955
Kadang 9 16,1 47 83,9 56 100,0
Selalu 2 16,7 10 83,3 12 100,0
Total 30 17,2 144 82,8 174 100,0
Tabel 3 menunjukkan bahwa 16,7% mahasiswa yang selalu makan dalam jumlah besar ketika tidak lapar mengalami obesitas, dan 82,1% mahasiswa yang tidak makan dalam jumlah besar ketika tidak lapar, tidak mengalami obesitas. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai P-value = 0,955 ≥ 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku makan dalam jumlah besar ketika tidak lapar dengan obesitas.
Tabel 4. Hubungan Perilaku Makan dalam Jumlah Besar pada Malam Hari Karena Tidak Bisa Tidur dengan Obesitas
Tidak 20 19,4 83 80,6 103 100,0 0,570
Kadang 10 14,5 59 85,5 69 100,0
Selalu 0 0% 2 100,0 2 100,0
Total 30 17,2 144 82,8 174 100,0
yang kadang makan dalam jumlah besar pada malam hari karena tidak bisa tidur, 10 mahasiswa (14,5%) mengalami obesitas. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai
P-value = 0,570 ≥ 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku makan dalam jumlah besar pada malam hari karena tidak bisa tidur dengan obesitas.
Tabel 5. Hubungan Perilaku Makan Sendirian karena Malu Dilihat Makan dalam Jumlah Banyak dengan Obesitas
Makan Sendirian karena Malu Dilihat Makan dalam Jumlah Banyak
Status Obesitas
Total
P
Ya Tidak
f % f % F %
Tidak 27 16,8 134 83,2 161 100,0 0,464
Kadang 2 18,2 9 81,8 11 100,0
Selalu 1 50,0 1 50,0 2 100,0
Total 30 17,2 144 82,8 174 100,0
Tabel 5 menunjukkan bahwa sebanyak 18,2% mahasiswa yang kadang makan sendirian karena malu dilihat makan dalam jumlah banyak mengalami obesitas, sedangkan mahasiswa yang selalu makan sendirian karena malu dilihat makan dalamjumlah banyak masing-masing sebanyak 50% mengalami dan tidak mengalami obesitas. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai P-value = 0,464 ≥ 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku makan sendirian karena malu dilihat makan dalam jumlah banyak dengan obesitas.
Tabel 6. Hubungan Perilaku Melakukan Diit dengan Obesitas
Melakukan Diit
Status Obesitas Total
P
Ya Tidak
f % f % f %
Ya 14 31,1 31 68,9 45 100,0 0,004
Tidak 16 12,4 113 87,6 129 100,0
Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 45 mahasiswa yang melakukan diit, 31,1% mengalami obesitas. Dari 129 mahasiswa yang tidak melakukan diit, sebanyak 113 mahasiswa (87,6%) tidak mengalami obesitas. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai P-value = 0,004 ≤ 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara perilaku melakukan diit dengan obesitas.
B. Pembahasan
Penyebab obesitas sangat kompleks dalam arti banyak sekali faktor yang menyebabkan obesitas terjadi. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas seperti faktor lingkungan, genetik, psikis, kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik. Faktor lingkungan seseorang memegang peranan yang cukup berarti, lingkungan ini termasuk engaruh gaya hidup dan bagaimana pola makan seseorang (Kemenkes, 2013).
Pola makan yang berlebih dapat menjadi faktor terjadinya obesitas. Obesitas terjadi jika seseorang mengonsumsi kalori melebihi jumlah kalori yang dibakar. Pada hakikatnya, tubuh memerlukan asupan kalori untuk kelangsungan hidup dan aktivitas fisik, namun untuk menjaga berat badan perlu adanya keseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar. Keseimbangan energi yang terjadi dapat mengarah pada kelebihan berat badan dan obesitas (Ayu R dan Sartika D, 2011).
Penelitian ini memusatkan pada hubungan antara perilaku makan dengan obesitas. Pada penelitian kami, kami menemukan hubungan antara melakukan diit dengan obesitas, sedangkan pada variabel lain tidak ditemukan hubungan.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Persentase mahasiswa yang mengalami obesitas yaitu 17,2 %
2. Perilaku yang tidak memiliki hubungan bermakna dengan kejadian obesitas:
Perilaku sulit mengendalikan makan
Perilaku makan dalam jumlah yang besar ketika tidak lapar
Perilaku makan dalam jumlah besar pada malam hari karena tidak bisa tidur
3. Perilaku yang memiliki hubungan bermakna dengan obesitas:
Perilaku melakukaan diit
B. Saran
Sebagai seorang remaja yang berpotensi mengalami obesitas disarankan untuk menjaga pola makan dengan baik yaitu dengan mengkonsumsi asupan kalori sesuai dengan yang dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, H. 2006. Psikologi perkembangan pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep diri. Bandung : PT.Refika Aditama.
Almatsier, S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.
Ayu R, Sartika D. Faktor Risiko Obesitas pada Anak 5-15 Tahun di Indonesia. Makara Kesehatan. 2011;15(1):37-43.
Baliwati, Y. F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Cetakan I. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Bandini L. Overnutrition. Dalam Nutrition and Metabolism. Michael J. Gibney, Ian A. Macdonald, Helen M. Roche. Australia. Blackwell Science. p: 324
Betty L. Lucas. Nutrition in Childhood. In: Mahan LK, Stump SE. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapi 11th Ed. United States of America : Elsevier. 2004. p 276.
Brown, J.E., et.al. 2005. Nutrition Through the Life Cycle 2nd edition. United States of America: Thomson Wadsworth.
Flier, JS., Flier EM., 2005. Obesity. In: Kasper, DL., Braunwald, E., Fauci, AS., Hauser, SL., Longo, DL., Jameson, JL., ed. Harrison’s Principles of Internal Medicine 6th ed. McGraw-Hill.
Guthrie, Helen Andrews and Picciano. 1995. Human Nutrition. St. Louis, Missouri: Mosby-Year Book. Inc.
Guyton, A., 1992. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, A.C., Hall, JE. 2007. Keseimbangan Diet; Aturan Pemberian Makanan; Obesitas dan Kelaparan; Vitamin dan Mineral. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, 917-8.
Harper, L. J. et al., 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Penerjemah Suhardjo. Jakarta: UI-Press.
Hartaji, Damar A. 2012. Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa yang Berkuliah Dengan Jurusan Pilihan Orangtua. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. (tidak diterbitkan).
Hartantri. 1998. Penyesuaian Diri Menuju Remaja (Online), (http://www.bpkpenabur-bdg.sch.id/psikologi.html, di akses pada 20 Maret 2016).
Indrawagita, Larasati. 2009. Hubungan Status Gizi, Aktivitas Fisik dan Asupan Gizi Dengan Kebugaran Mahasiswi Program Studi Gizi FKMUI. Skripsi. FKMUI
Kemenkes. Laporan Riskesdas 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan; 2013.
Misnadierly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Berbagai penyakit. Jakarta : Pustaka Obor Populer.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Siswoyo, Dwi. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Sudoyo A.W., Setiyohadi, B., Alwi I., et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: EGC. 1973-81.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: IPB.
Sumanto, Agus. 2000. Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet. Jakarta : PT. Agro Media Pustaka.
Weekes, I. 2008. Sehat dan Bugar untuk Remaja : dari Diet hingga Bahaya Narkoba. Bandung: Penerbit Nuansa.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Jakarta 17-19 Mei 2004. Ketahanan Pangan Dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta. LIPI
Wilborn, C., et al. 2005. Obesity: Prevalence, Theories, Medical Consequences, Management, and Research Directions. Journal of the International Society of Sports Nutrition. 2(2): 4-31.
World Health Organization. 2006. Obesity. The Asia-Pasific Perspective:Redefinig Obesity and its Treatment. Geneva, Switzerland.
World Health Organization. 2008. Waist Circumference and Waist-Hip Ratio. Report of a WHO Expert Consultation. Geneva.
Wulandari. Y. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Mahasiswa Universitas Indonesia Program S1-Reguler Angkatan 2006. Skripsi FKMUI Depok.