• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan tingkat aktivitas dan perilaku makan dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi Madrasah Ibtida’iyah Pembangunan Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan tingkat aktivitas dan perilaku makan dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi Madrasah Ibtida’iyah Pembangunan Jakarta"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBANGUNAN JAKARTA

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

OLEH:

Ahmad Riza Faisal Herze

NIM :1111103000034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

dan karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Shalawat serta salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.

Laporan penelitian ini berjudul “Hubungan Tingkat Aktivitas dan Perilaku Makan dengan Kejadian Obesitas Pada Siswa-Siswi Madrasah Ibtida’iyah Pembangunan Jakarta”. Dalam penyusunan laporan penelitian ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. DR. (hc). Dr. M.K. Tadjudin, SpAnd selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp.GK selaku ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Riva Auda, M.Kes, Sp.A selaku dosen pembimbing I dan dr. Debbie Latupeirissa, Sp.A (K) sebagai pembimbing II yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan saya dalam pengerjaan penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.

4. dr. Yanti Susianti, Sp.A dan dr. Witri Ardini, M. Gizi, Sp.GK selaku penguji sidang riset yang memberi banyak masukan pada revisi laporan penelitian ini.

5. dr. Flori Ratnasari Ph.D selaku penanggung jawab riset Pendidikan Dokter 2011 yang selalu membantu pelaksanaan proses penelitian dan mengingatkan kami untuk segera menyelesaikan penelitian.

(6)

vi lokasi penelitian.

8. Ayahanda Drs. H. Romli RR dan Ibunda Dra. Iyos Rosmani, sumber kekuatan utama penulis yang selalu memberikan motivasi baik moril maupun materil, kasih sayang dan doa tiada henti yang tulus kepada penulis. Serta kepada Muhammad Haekal Zakaria Zamzami dan Dhavira Nailul Farah yang telah memberikan semangat tiada henti kepada penulis sampai penulisan laporan penelitian ini selesai.

9. Indra Nur Akhir Raharja, Bentito Zulyan Pamungkas, dan Diana Nurmalasari teman satu kelompok riset ini yang telah setia bepergian jauh untuk bimbingan dan memberikan semangat kepada penulis. 10.Teman-teman seangkatan penulis di Program Studi Pendidikan Dokter

2011 yang telah berbagi banyak ilmu dan kebersamaan selama tiga tahun terakhir ini.

11.Teman-teman dan pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Ciputat, 10 September 2014

(7)

vii

Latar Belakang: Angka kejadian obesitas meningkat tajam dalam dekade terakhir diseluruh dunia. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya kurangnya aktivitas fisik dan perilaku makan yang buruk. Jika beberapa faktor tersebut terjadi dalam waktu lama, maka akan terjadi penumpukan lemak sehingga obesitas bisa terjadi.Tujuan: Mengetahui kurangnya aktivitas fisik dan perilaku makan yang buruk dengan kejadian obesitas pada siswa-siswi Madrasah Ibtida’iyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Metode: Disain penelitian ini adalah case control dengan teknik pengambilan sampel simple random sampling dan total sampel 104. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner pada Juli-Agustus 2014 dan dianalisa dengan SPSS 16 menggunakan Spearman Correlation.

Hasil: Terdapat hubungan perilaku makan dengan kejadian obesitas pada beberapa variabel (Food Responsiveness, Emotional Over-Eating, Enjoyment of Food, Satiety Responsiveness, Slowness in Eating, Emotional Under-Eating dan Food Fussiness) dengan hasil p< 0,05 dengan nilai kekuatan hubungan sedang (r= 0,3 – 0,6). Pada variabel tingkat aktivitas tidak ditemukan hubungan dengan kejadian obesitas.

Kesimpulan: Perilaku makan yang buruk bisa menyebabkan terjadinya obesitas sedangkan tingkat aktivitas fisik yang kurang belum tentu memicu terjadinya obesitas. Kata Kunci: Obesitas, tingkat aktivitas, perilaku makan.

ABSTRACT

Ahmad Riza Faisal Herze. The Relation Between Activity Level and Eating Behavior With Obesity in Madrasah Ibtida’iyah Pembangunan Jakarta Students. 2014.

Background: The incidence of obesity is increasing sharply in last decade around the world. Obesity can occur by a variety factor, including a lack of physical activity and bad eating behavior. If some of these factor occur in a long time, there will be a buildup of fat so that obesity can occur.

Aim: To identify the relation between lack of physical activities and bad eating behavior with obesity in Madrasah Ibtida’iyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Method: The study design was case control using simple random sampling technique with total sample 104.Data was collected from July-August 2014 using and analyzed by SPSS 16 using Spearman Correlation.

Result: There is correlation of eating behaviour with obesity on some variables including food responsiveness, emotional over-eating, enjoyment of food, satiety responsiveness, slowness in eating, emotional under-eating and food fussiness with p<0,05 with moderate correlation power (r= 0,3 - 0,6).

Conclusion: Bad eating behavior can lead to obesity, while physical activity levels do not necessarily lead obesity.

(8)

viii

LEMBAR PENGESAHAN ... KATA PENGANTAR ... ABSTRAK ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ... 1.2 Rumusan masalah ... 1.3 Hipotesis ... 1.4 Tujuan penelitian ... 1.4.1 Tujuan umum ... 1.4.2 Tujuan khusus ... 1.5 Manfaat penelitian ... 1.5.1 Bagi peneliti ... 1.5.2 Bagi institusi ... 1.5.3 Bagi masyarakat ... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori ... 2.1.1 Definisi Obesitas ... 2.1.2 Klasifikasi Obesitas ... 2.1.3 Manifestasi Klinis Obesitas ... 2.1.4 Pengukuran Obesitas ... 2.1.5 Epidemiologi ... 2.1.6 Faktor Risiko ... 2.1.7 Aktivitas Fisik ... 2.1.8 Hubungan Aktivitas Fisik dan Obesitas ... 2.1.9 Perilaku Makan Pemicu Timbulnya Obesitas ... 2.1.10Proses Lapar dan Kenyang ... 2.1.11Proses Metabolisme Lemak dan Lipogenesis ... 2.1.12Evaluasi dan Dampak Obesitas ... 2.1.13Tatalaksana dan Pencegahan Obesitas ... 2.2 Kerangka Teori ... 2.3 Kerangka Konsep ... 2.4 Definisi Operasional ...

(9)

ix

1.2.1 Waktu Penelitian ... 1.2.2 Tempat Penelitian ... 1.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 1.4 Cara Kerja Penelitian ... 1.5 Pengolahan dan Analisis Data ... BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

(10)

x

Tabel 2.1.4.1 Indeks Massa Tubuh ... 7

Tabel 4.1.4.1 Karakteristik Responden Penelitian (Non-Obesitas) ... 39

Tabel 4.1.4.2 Karakteristik Responden Penelitian (Obesitas) ... 39

Tabel 4.1.4.3 Karakteristik Nilai Food Responsiveness... 40

Tabel 4.1.4.4 Hubungan Food Responsiveness dengan Kejadian Obesitas ... 41

Tabel 4.1.4.5 Karakteristik Nilai Enjoyment of Food ... 41

Tabel 4.1.4.6 Hubungan Enjoyment of Food dengan Kejadian Obesitas ... 42

Tabel 4.1.4.7 Karakteristik Nilai Desire to Drink ... 42

Tabel 4.1.4.8 Hubungan Desire to Drink dengan Kejadian Obesitas ... 43

Tabel 4.1.4.9 Karakteristik Nilai Satiety Responsiveness ... 43

Tabel 4.1.4.10 Hubungan Satiety Responsiveness dengan Kejadian Obesitas ... 44

Tabel 4.1.4.11 Karakteristik Nilai Food Fussiness ... 44

Tabel 4.1.4.12 Hubungan Food Fussiness dengan Kejadian Obesitas ... 45

Tabel 4.1.4.13 Karakteristik Nilai Slowness in Eating ... 45

Tabel 4.1.4.14 Hubungan Slowness in Eating dengan Kejadian Obesitas ... 46

Tabel 4.1.4.15 Karakteristik Nilai Emotional Over-Eating ... 47

Tabel 4.1.4.16 Hubungan Emotional Over-Eating dengan Kejadian Obesitas ... 47

Tabel 4.1.4.17 Karakteristik Nilai Emotional Under-Eating ... 48

Tabel 4.1.4.18 Hubungan Emotional Under Eating dengan Kejadian Obesitas ... 48

Tabel 4.1.4.19 Karakteristik Nilai Indeks Waktu Kerja ... 49

Tabel 4.1.4.20 Hubungan Indeks Waktu Kerja dengan Kejadian Obesitas ... 49

Tabel 4.1.4.21 Karakteristik Nilai Indeks Waktu Luang ... 50

Tabel 4.1.4.22 Hubungan Indeks Waktu Luang dengan Kejadian Obesitas .... 50

(11)

xi

Gambar 2.1.10.1 Faktor endokrin dan interaksinya ... 20 Gambar 2.1.10.2 Efek penglihatan, rasa, bau, dan sentuhan terhadap asupan

[image:11.595.88.512.132.568.2]
(12)

xii

(13)

1

1.1 Latar Belakang

Obesitas selama beberapa dekade terakhir ini angka kejadiannya terus meningkat di seluruh dunia. Obesitas atau sangat gemuk adalah keadaan penumpukkan atau akumulasi lemak yang terjadi di jaringan adiposa yang dapat mengganggu kesehatan. Dampak yang bisa ditimbulkan oleh anak yang mengalami obesitas salah satunya adalah resistensi insulin sehingga akan menyebabkan hiperinsulinemia, intoleransi glukosa/diabetes melitus, dislipidemia, dan hipertensi.1,2

Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013, pada kelompok usia 5-12 tahun masalah kegemukan secara nasional terbilang tinggi yaitu 18.8 %, 10 % kegemukan (overweight) dan 8.8 % sangat gemuk (obesitas). Pada kelompok usia 13-15 tahun didapatkan sekitar 10.8% kasus kegemukan, 8.3% gemuk (overweight) dan 2.5 % sangat gemuk (obesitas). Provinsi yang paling tinggi angka kegemukannya yaitu di Jakarta sekitar 30.1% dan yang terendah terdapat di Nusa Tenggara Timur 8.7 %.3

(14)

lebih tinggi yang berakibat pada lebihnya asupan energi per hari sehingga memicu juga terjadinya obesitas.4,5

Banyak dampak yang akan terjadi bila anak menderita obesitas, dampak tersebut bisa langsung dirasakan efeknya ataupun menjadi sebuah penyakit kronis saat anak dewasa nantinya. Dampak dari obesitas meliputi penyakit kardiovaskuler, obstructive sleep apnea, gangguan fungsi hati, masalah ortopedik terutama yang berkaitan erat dengan berat badan yang berlebih, kelainan kulit, potensi timbulnya gangguan psikiatri. Dampak yang perlu diperhatikan adalah efek terhadap kardiovaskular terutama apabila ada riwayat sakit jantung pada keluarga. Obstructive sleep apnea juga harus diperhatikan, terutama bila ada laporan anak dari pihak sekolah bahwa anak sering mengantuk saat jam pelajaran. Anak yang mengalami obesitas masalah psikologisnya perlu menjadi perhatian khusus, biasanya anak yang mengalami obesitas akan menjadi bahan olok-olokan teman sekolahnya, jadi diperlukan perhatian yang lebih dari pihak orangtua agar anak tidak merasa minder dan tetap bersemangat untuk sekolah.4,6

Pencegahan ataupun pengobatan pada anak yang mengalami obesitas mudah untuk dilakukan. Seperti pembahasan sebelumnya, faktor yang menyebabkan timbulnya obesitas berasal dari faktor genetik ataupun gaya hidup. Faktor genetik tidak bisa diubah kecuali menggunakan terapi gen, akan tetapi faktor gaya hidup sangatlah mudah untuk dimodifikasi diantaranya adalah peningkatan aktivitas fisik dan juga memodifikasi perilaku makan anak.4,7

(15)

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh JL Santos pada tahun 2011 dan PW Jansen pada tahun 2012 dengan menggunakan kuesioner yang sama, menunujukkan adanya hubungan antara perilaku makan dengan kejadian obesitas. Untuk penelitian aktivitas fisik yang dilakukan B Deforche tahun 2003 dengan menggunakan kuesioner yang sama dengan penelitian ini, menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian obesitas. Penelitian ini dilakukan di Madrasah Ibtida’iyah Pembangunan karena belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya, jenis kuesioner yang digunakan pun belum ada yang dalam bentuk bahasa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

Apakah terdapat hubungan antara kurangnya aktivitas pada anak dan perilaku makan yang tidak sesuai dengan kemungkinan seorang anak menderita obesitas?

1.3 Hipotesis

(16)

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mencari hubungan faktor risiko gaya hidup yang buruk pada anak yang menyebabkan munculnya obesitas.

1.4.2 Tujuan Khusus

 Mencari hubungan tingkat aktivitas anak yang berhubungan dengan obesitas.

 Mencari hubungan makan anak yang yang berhubugan dengan obesitas.

1.5 Manfaat Penilitian 1.5.1 Bagi Peneliti

 Menambah pengetahuan mengenai obesitas dan bagaimana cara pencegahannya terutama yang berkaitan dengan aktivitas serta perilaku makan dan asupan nutrisi.

 Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.5.2 Bagi Instusi

 Menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan penelitian lebih dalam bagi peneliti yang lain.

1.5.3 Bagi Masyarakat

 Menjadi sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat tentang aktivitas fisik apa yang seharusnya dilakukan oleh anak mereka untuk mencegah terjadinya obesitas.

(17)

5

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Obesitas

Obesitas atau sangat gemuk adalah keadaan penumpukan atau akumulasi lemak yang terjadi di jaringan adiposa yang dapat mengganggu kesehatan. Disebut obesitas juga apabila berat badan seseorang lebih besar 20 % dari berat normal yang sesuai dengan tinggi badan dan usianya. Dampak yang bisa ditimbulkan oleh seseorang yang mengalami obesitas diantaranya adalah resistensi insulin sehingga akan menyebabkan hiperinsulinemia, intoleransi glukosa/diabetes melitus, dislipidemia, dan hipertensi.1,2,9

2.1.2 Klasifikasi Obesitas

Obesitas bisa terjadi karena tidak seimbangnya antara asupan energi dengan energy expenditures (pengeluaran energi) sehingga berlebihnya asupan tersebut akan menumpuk di jaringan adiposa, penumpukan kelebihan energi tersebut yang akan membuat anak menjadi obesitas. Terdapat dua kemungkinan timbulnya kelebihan energi tersebut yaitu berlebihnya asupan energi atau kurangnya/rendahnya pengeluaran energi.4

Akan terjadi keseimbangan tubuh (homeostatis) terhadap energi ketika seseorang menyantap makanan, keseimbangan tersebut terjadi karena energi yang masuk (melalui makanan) akan dikeluarkan melalui panas tubuh dan kegiatan lain yang membutuhkan energi. Berlebihnya asupan energi karena masuknya makanan yang terlalu berlebihan dan juga keluarnya energi lebih rendah yang disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh dan kurangnya aktivitas fisik.4

(18)
[image:18.595.89.518.151.646.2]

idiopatik, sedangkan obesitas yang terjadi karena adanya sebab yang jelas disebut obesitas endogen.4

Tabel 2.1.2.1 Klasifikasi Obesitas

Obesitas Idiopatik Obesitas Endogen

>90% kasus <10% kasus

Perawakan tinggi (umumnya >50th persentil TB/U)

Perawakan pendek (umumnya <50th persentil TB/U)

Riwayat obesitas umunya positif Riwayat obesitas umumnya negatif Fungsi mental normal Fugsi mental seringkali retardasi Usia tulang : normal atau advanced Usia tulang : terlambat (delayed) Pemeriksaan fisis umumnya normal Terdapat stigmata pada pemeriksaan

fisis Sumber : Damayanti, 2011

2.1.3 Manifestasi Klinis Obesitas

Seseorang yang menderita obesitas biasanya mudah dikenali, terutama pada anak-anak. Ciri yang khas pada obesitas diantaranya adalah wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap, leher pendek, payudara membesar karena adanya deposit lemak, kedua tungkai membentuk X serta pangkal paha bergesekan dan menempel yang akan menimbulkan ulserasi, dan perut yang membuncit. Pada anak laki-laki penis terlihat kecil karena tertutup oleh jaringan lemak (burried penis).4

(19)

2.1.4 Pengukuran Obesitas

Penentuan obesitas pada anak bisa dilakukan menggunakan 3 metode, yaitu :4

1. Menggunakan kurva Centers for Disease and Prevention (CDC). Jika menggunakan cara ini yang dilakukan adalah mengukur berat badan dan hasilnya dibandingkan dengan berat badan ideal sesuai tinggi badan (BB/TB). Disebut sebagai obesitas, jika berat badan menurut tinggi badan di atas persentil 90% atau 120% dibandingkan berat badan ideal.

2. Pengukuran Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh (IMT). The World Health Organization (WHO) 1997, The National Institutes of Health di tahun 1998, dan The Expert Committee on Clinical Guidelines for overweight in adolescent Preventive Service

merekomendasikan penggunaan BMI atau IMT sebagai tolak ukur obesitas pada anak di atas 2 tahun. Cara yang dilakukan untuk pengukuran IMT, yaitu :

IMT = Berat Badan (BB) / Tinggi Badan dalam meter (m)2

[image:19.595.90.516.142.652.2]

Setelah mendapatkan hasil IMT, selanjutnya menentukan klasifikasi IMT tersebut dengan menggunakan tabel klasifikasi obesitas Asia- Pasifik oleh WHO untuk usia 18 tahun ke atas.

Tabel 2.1.4.1 Indeks Massa Tubuh

Sumber : WHO, 2000

NO. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Status

1 < 18.5 Underweight

2 18.5-22.9 Normal Weight

3 23-24.9 Overweight

(20)

3. Pengukuran langsung lemak subkutan. Cara yang dilakukan untuk cara ini adalah dengan mengukur tebal lipatan kulit (TLK). Empat macam cara yang bisa digunakan untuk mengukur TLK yang tepat untuk mendapatkan proporsi lemak tubuh yaitu TLK biseps, triseps, subskapular, dan suprailiaka. Dikatakan obesitas jika, TLK triseps persentil ke-85.

2.1.5 Epidemiologi

Obesitas bukan lagi penyakit yang hanya meningkat angka kejadiannya di negara maju akan tetapi di negara berkembang pun obesitas turut meningkat angka kejadiannya. Meningkatnya angka kejadian obesitas diakibatkan mulai berkembangnya teknologi sehingga memicu kurangnya aktivitas fisik contohnya adalah dengan adanya kendaraan bermotor maka akan mengurangi keinginan seseorang untuk berjalan ke tempat yang ingin dituju, selain itu juga pengkonsumsian makanan cepat saji yang berlebihan pun ditengarai memicu timbulnya obesitas.4

[image:20.595.90.523.96.700.2]

Terdapat 13 provinsi yaitu Jawa Timur, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Sumatera Selatan, Kalimantan barat, Bangka Belitung, Bali Kalimantan Timur, Lampung, Sulawesi Utara, dan Papua yang memiliki presentase tingkat kejadian obesitas lebih tinggi daripada nasional.3

Gambar 2.1.5.1 Prevalensi status gizi gemuk dan sangat gemuk usia 5-12 tahun di berbagai Provinsi di Indonesia

(21)

2.1.6 Faktor Risiko

Banyak faktor yang menyebabkan seorang anak menjadi obesitas, diantaranya yaitu genetik, kurangnya aktivitas fisik, dan perilaku makan yang berlebihan. Dari berbagai faktor tersebut dikelompokkan menjadi dua faktor utama yaitu :4

a. Faktor genetik.

a.1. Parental fatness: faktor keturunan orangtua yang memiliki riwayat obesitas akan diturunkan kepada anaknya bahkan ketika saat bayi dan ada kemungkinan sekitar 80% akan menetap sampai dewasa.4

a.2. Gangguan jalur sinyal leptin: resistensi leptin banyak ditemukan dan berkaitan dengan timbulnya obesitas. Fungsi leptin adalah menekan nafsu makan sehingga menurunkan konsumsi makanan hingga akhirnya terjadilah penurunan berat badan. Leptin bekerja dengan menghambat sinyal Neuropeptida Y (NPY) (perangsang nafsu makan) dan merangsang pengeluaran sinyal melanokortin (penekan nafsu makan). Pada resistensi leptin, otak tidak mendeteksi sinyal leptin yang berfungsi menurunkan nafsu makan.1

a.3. Gen spesifik yang mengatur obesitas: pada hewan coba yang mengalami obesitas, ditemukan adanya mutasi pada suatu gen ob (Lepob), dengan adanya mutasi pada gen ini menyebabkan sinyal lapar dan kenyang menjadi terganggu dan tikus cenderung makan lebih banyak akibat adanya mutasi pada gen ini.2 Beberapa gen juga bisa mengakibatkan terjadinya obesitas yang sangat parah, seperti adanya mutasi pada gen yang mengkode propiomelanocortin (POMC), mutasi pada gen ini menyebabkan terjadinya kegagalan sintesis dari α melanocyte-stimulating hormone yang memiliki fungsi untuk

(22)

Faktor psikososial, lingkungan, dan faktor lainnya :

a.4. Kurangnya aktivitas fisik: kemajuan teknologi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya aktivitas fisik pada seseorang, misalkan saja dengan ditemukan kendaraan bermotor, banyak orang yang malas pergi ke suatu tempat dengan berjalan kaki ataupun bersepeda. Dengan kemajuan teknologi juga menurunkan aktivitas anak, anak lebih banyak menghabiskan waktu di depan komputer dan televisi. Pada anak obesitas juga aktivitas fisik akan cenderung berkurang, hal ini disebabkan karena butuh energi yang besar untuk melakukan suatu aktivitas selain itu juga pada anak yang super obesitas pada saat melakukan pergerakan akan terjadi pergesekan antar kedua pangkal paha sehingga anak cenderung mengurangi aktivitasnya.1,4

a.5. Pola makan yang tidak seimbang dan sesuai : mengkonsumsi junk foods dan fast foods mendorong timbulnya peningkatan

deposit lemak, hal ini dikarenakan kandungan dari junk foods dan fast foods mengandung lemak sekitar 40-50%.1,4,10 Kecenderungan untuk mengkonsumsi susu formula lebih cepat juga bisa berakibat pada timbulnya obesitas, pengurangan konsumsi buah, sayur, dan makanan berserat lainnya juga merupakan faktor yang memicu timbulnya obesitas.10

(23)

a.7. Ketersediaan makanan yang melimpah, lezat, berbau enak, dan murah: pada penelitian menggunakan tikus yang diberikan makanan manusia yang punya cita rasa yang enak, tekstur yang nikmat sehingga memicu peningkatan nafsu makan, hasil penilitian tersebut berat tikus meningkat 70%-80% dari berat normalnya. Percobaan tersebut dilakukan kembali dengan menggunakan menu yang biasa dikonsumsi oleh tikus namun seimbang gizinya, hasilnya didapatkan penurunan kembali berat badan sesuai berat normal tikus. Faktor pengelihatan, penciuman, dan rasa akan memicu seseorang untuk makan yang lebih dari yang biasa disantapnya sehari-hari.1,11

a.8. Sosial ekonomi: perubahan pemilihan jenis makanan merupakan multifaktorial, faktor-faktor yang mendorong perubahan pemilihan jenis makanan di antaranya pengetahuan, sikap, perilaku hidup, gaya hidup, pola makan, jumlah konsumsi dalam sehari, dan faktor pendapatan. Contoh perilaku dan gaya hidup dapat dilihat dari fungsi seorang Ibu di rumah, trend yang sedang dianut saat ini adalah ibu yang memiliki dua peran dalam sebuah keluarga, yaitu sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita karier, dua peran tersebut lah yang mempengaruhi pola dan jenis makanan yang akan dikonsumsi oleh keluarganya. Peningkatan jumlah konsumsi makanan dalam sehari diakbatkan juga karena anak diberi uang jajan sehingga frekuensi makan semakin banyak dan akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas.1,4

2.1.7 Aktivitas Fisik

2.1.7.1Definisi Aktivitas Fisik

(24)

energi akan lebih besar dari energi basal tubuh. Yang dimaksud exercise (latihan) adalah aktivitas fisik yang dilakukan secara

berulang, disengaja, terjadwal dan terstruktur untuk mencapai kesehatan tubuh yang prima baik segi fisik ataupun psikis.8 Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur merupakan hal penting dalam penurunan berat badan dan bisa meningkatan sensitivitas, selain itu keuntungan lainnya dari melakukan aktivitas fisik secara reguler adalah ketahanan kardiorespirasi, kekuatan otot, fleksibilas, peningkatan kemampuan motorik, dan ketangkasan.8,10 Selain itu, aktivitas fisik yang berhubungan dengan menahan berat badan seperti, melompat, berjalan kaki, berlari, dan yang lainnya bisa membantu pertumbuhan tulang anak.8

2.1.7.2Rekomendasi Aktivitas Fisik Untuk Tiap Usia

(25)

a. Infants dan Toddlers :

Tidak ada rekomendasi pasti aktivitas fisik untuk kelompok usia ini. Pada tahapan usia ini diberikan kebebasan untuk melakukan aktivitas fisik yang menyenangkan menurut anak dibawah pengawasan orang dewasa.

b. Preschool-Aged Children (4-6 tahun)

Kelompok anak usia ini diberi semangat untuk melakukan aktivitas luar rumah yang menyenangkan, yang mampu mengeksplorasi motorik halus dan kasar, yang bersifat eksperimen bagi mereka dan adanya pengawasan dari orang dewasa.

c. Elementary School-Aged Children (6-9 tahun)

Pada usia ini, perkembangan motorik anak sudah berkembang makin pesat. Orangtua mengajak anak-anak untuk melakukan kegiatan di luar rumah seperti berjalan santai, menari, bermain lompat tali, dan bermain golf mini. Olahraga yang terorganisir (sepak bola, basket, dll) sudah bisa diperkenalkan, peraturan yang dibuat jangan terlalu sulit dan lebih mengutamakan kesenangan bermain di dalamnya.

d. Middle School-Aged (10-12 tahun)

Aktivitas fisik yang terorganisir dan taktis. Aktivitas fisik yang bisa dianjurkan oleh para orangtua berupa sepak bola, bulu tangkis, basket, dan yang lainnya. Olahraga angkat berat pada kelompok usia ini dilarang karena bisa menyebabkan gangguan pada pertumbuhan.

e. Adolescents

(26)

tempat bekerja) untuk mendapatkan efek jangka panjang dari aktivitas yang dilakukan. Aktivitas yang dilakukan bersama tersebut bisa berupa menari, bersepeda, yoga, dan lainnya.

2.1.8 Hubungan Aktivitas Fisik dan Obesitas

Aktivitas fisik secara teori akan membuat seseorang mengeluarkan energi lebih banyak sehingga bisa mencegah terjadinya perkembangan obesitas. Aktivitas fisik bisa mencegah obesitas melalui dua cara, yaitu :

a. Aktivitas fisik meningkatkan pengeluaran energi. Teori mengenai energi adalah energi tidak dapat dimusnahkan, hanya dapat berubah bentuknya saja. Maka dari itu apabila mengkonsumsi makanan haruslah sesuai dengan pengeluaran yang dilakukan.

Masukan energi = pengeluaran energi

Energi makanan terkonsumsi  kerja eksternal + panas

internal ± energi yang disimpan

(27)

b. Aktivitas fisik memliki efek yang bermanfaat bagi metabolisme substrat. Metabolisme substrat tersebut bergantung pada peningkatan lemak, dan secara relatif terhadap karbohidrat. Metabolisme substrat tersebut berguna untuk penggunaan energi.12

2.1.9 Perilaku Makan Pemicu Terjadinya Obesitas

Faktor asupan makanan dan pola makan bisa mempengaruhi kasus obesitas, pengaruh positif (terkait dengan asupan makanan yang berlebih) yaitu bisa menyebabkan atau memperparah obesitas dan pengaruh negatif (asupan makanan yang cukup) bisa menurunkan kemungkinan terjadinya obesitas. Pola makan yang berubah seiring dengan perkembangan zaman, ditenggarai sebagai faktor pencetus tersering timbulnya obesitas. Penurunan harga minyak sayur dan gula merupakan salah satu faktornya, dengan mudahnya mengakses bahan-bahan makanan tersebut maka akan terjadi peningkatan pengkonsumsian energi.14

(28)

dari obesitas.16 Perilaku makan yang bisa menyebabkan terjadinya obesitas di antaranya yaitu :14

a. Frekuensi memakan snack yang tidak terkontrol

Memakan snack di antara waktu makan memang bisa mencegah terjadinya hipoglikemia, akan tetapi konsumsi snack saat menonton televisi atau setelah makan besar, bisa menyebabkan peningkatan konsumsi energi yang signifikan. Tidak hanya frekuensinya saja, kandungan bahan-bahan yang ada dalam snack pun menjadi salah satu faktornya.

b. Makan di luar rumah

Makanan yang bisa didapatkan di luar rumah cenderung memiliki tingkat energi, kadar lemak, lemak jenuh, kolesterol, dan sodium lebih tinggi daripada makanan rumahan. Selain itu porsi makanan yang disajikan biasanya lebih besar dan tidak sesuai dengan porsi tiap individu. Porsi yang lebih besar meningkatkan konsumsi energi per harinya, sehingga timbul keseimbangan energi positif dan memicu terjadinya obesitas.

c. Komposisi kandungan makanan tidak sesuai

(29)

2.1.10 Proses Lapar dan Kenyang

Proses di dalam otak yang melibatkan sensor fisiologis mengenai makanan serta proses regulasi lapar dan kenyang yang sangat progresif perkembangannya. Di otak, terdapat mekanisme pengontrolan nafsu makan, akan tetapi pengontrolan itu tidak bergantung pada otak saja, terdapat berbagai faktor yang meningkatkan stimulasi dari proses tersebut, diantaranya adalah hormon dan faktor lingkungan.11 Faktor kimiawi juga memegang peranan penting dalam regulasi ini, banyak lemak yang tersimpan dalam tubuh misalnya atau status kenyang dan lapar. Akibat faktor sinyal molekuler yang multipel ini, perilaku makan akhirnya disesuaikan dengan kebutuhan energi jangka panjang dan jangka pendek tubuh. Dalam regulasi jangka pendek, informasi yang digunakan untuk membantu mengontrol fungsi dan frekuensi makan. Sedangkan dalam regulasi jangka panjang, asupan kalori total dan pengeluaran energi total baik maka kandungan energi total tubuh relatif konstan.1

a. Faktor endokrin dan interaksinya dengan sistem yang lebih tinggi : (Gambar 2.1.10.1)

a.1. Peran nukleus arkuatus : NPY dan melanokortin.

Hipotalamus berperan penting dalam kontrol keseimbangan energi dan asupan makanan, bagian dari hipotalamus yaitu nukleus arkuatus. Nukleus arkuatus berperan dalam kontrol jangka panjang keseimbangan energi dan berat tubuh serta kontrol jangka pendek asupan makanan sehari-hari. Nukleus arkuatus mengeluarkan dua subset yaitu NPY dan melanokortin yang mempunyai fungsi yang berlawanan. NPY berperan dalam peningkatan asupan makanan sehingga terjadi pertambahan berat badan. Melanokortin merupakan hormon untuk menentukan warna kulit, akan tetapi α melonocyte stimulating hormone yang ada pada manusia berfungsi untuk

(30)

a.2. Leptin dan insulin dalam pengaturan jangka panjang keseimbangan energi.

Adiposit (sel lemak) berfungsi untuk tempat menyimpan lemak trigliserida, fungsi lain dari adiposit adalah mengeluarkan hormon yaitu adipokin yang berperan untuk keseimbangan energi dan metabolisme. Adipokin dalam peran keseimbangan energi dan metabolisme adalah leptin yang memiliki fungsi untuk regulasi berat normal tubuh. Leptin secara spesifik berfungsi untuk penanda kenyang melalui penghantaran sinyal molekuler ke NPY. Leptin bekerja dengan menghambat NPY (perangsang nafsu makan) dan merangsang pengeluaran melanokortin (penekan nafsu makan). Kontrol jangka panjang keseimbangan energi juga dipengaruhi oleh insulin. Insulin akan terangsang produksinya jika ada peningkatan konsentrasi glukosa dan nutrien lain, peningkatan sekresi insulin tersebut menghambat sel penghasil NPY nukleus arkuatus sehingga terjadi penekanan asupan makanan.1

a.3. Ghrelin dan peptida YY3-36 (PYY3-36) dalam perilaku makan jangka pendek.

(31)

kerjanya adalah dengan menghambat neuron penghasil NPY di hipotalamus.1

a.4. Oreksin dan neuropeptida lainnya.

Lateral hypotalamic area (LHA) dan paraventricular hypotalamic nucleus (PVN) mengeluarkan pembawa pesan kimiawi sebagai respons terhadap masukan dari neuron-neuron nukleus arkuatus. LHA menghasilkan neuropeptida oreksin yang merupakan stimulus asupan makanan. Sedangkan PVN, mengeluarkan pembawa pesan kimiawi salah satunya adalah corticotropin-releasing hormone, berfungsi untuk mengurangi nafsu makan dan asupan makanan. Terdapat suatu bagian di batang otak yang dikenal sebagai nukleus traktus solitarius (NTS) yang merupakan pusat kenyang. NTS menerima respon kenyang dari hipotalamus dan juga dari saluran cerna serta bagian lain yang menandakan kenyang.1

(32)
[image:32.595.87.510.145.709.2]

Gambar 2.1.10.1 Faktor endokrin dan interaksinya

Sumber: Sherwood, 2010

b. Cita rasa makanan. (Gambar 2.1.10.2)

Cita rasa makanan bisa mengubah sinyal dari faktor endokrin dan interaksinya sehingga bisa yang berakibat pada peningkatan nafsu makan salah satunya.11

c. Sensor spesifik kenyang dan efek berbagai macam asupan makanan . (Gambar 2.1.10.2)

(33)

pun merupakan faktor yang meningkatkan berlebihnya asupan makanan.11

d. Jadwal makan yang teratur dan ketersediaan makanan.

Jadwal makan yang sudah diatur sebelumnya menyebabkan seseorang makan walaupun dalam keadaan tidak lapar. Mudahnya mencari dan membuat suatu makanan juga berperan dalam peningkatan asupan makanan seseorang.11

e. Tampilan dan porsi makanan :

Tampilan makanan melalui sebuah iklan yang “menggoda” akan meningkatkan stimulus visual dan yang lainnya dan akan merangsang pusat makan di otak, hal ini ditingkatkan juga dengan jumlahnya yang banyak, maka akan berpengaruh pada asupan yang berlebih pula.11

f. Kecepatan makan :

(34)
[image:34.595.88.515.165.711.2]

Gambar 2.1.10.2 Efek penglihatan, rasa, bau, dan sentuhan terhadap asupan makanan

Sumber: E.T. Rolls, 2007

2.1.11 Proses Metabolisme Lemak dan Lipogenesis 2.1.11.1 Metabolime Lemak

Lemak yang paling banyak kandungannya pada diet sehari-hari adalah trigliserida, yang mengandung molekul gliserol yang diikat oleh molekul asam lemak. Lipase adalah sebuah enzim yang akan memisahkan trigliserida dan fosfolipid. Terdapat 3 jenis lipase yang akan berperan dalam proses pencernaan lemak yaitu : lingual lipase, gastric lipase, dan pancreatic lipase. Pencernaan lemak berlangsung paling banyak di usus halus dengan bantuan pancreatic lipase, trigliserida akan dipecah menjadi asam lemak dan monogliserida.17

(35)

pada asam empedu akan berinteraksi dengan globus lipid yang besar, sedangkan regio hidrofilik akan berinteraksi dengan kimus saluran pencernaan yang encer. Proses ini menyebabkan terpecahnya globus lemak tersebut menjadi misel, setelah proses emulsifikasi ini, area cerna akan lebih besar sehingga akan mempermudah kerja pancreatic lipase. Misel mengandung monogliserida dan asam lemak bebas, ketika misel tersebut mencapai sel epitel membran luminal, secara difusi pasif monogliserida dan asam lemak bebas tersebut melepaskan diri dari misel dan menuju bagian interior sel epitelial membran luminal.1,17

(36)
[image:36.595.89.514.128.601.2]

Gambar 2.1.11.1.1 Proses absorpsi lemak

Sumber: Sherwood, 2010 2.1.11.2 Lipogenesis

Lipogenesis merupakan proses deposisi lemak dan meliputi proses sintesis asam lemak dan kemudian kemudian sintesis trigliserida yang terjadi di hati pada daerah sitoplasma dan mitokondria dan jaringan adiposa. Lipogenesis dirangsang oleh diet tinggi karbohidrat, gula, dan lemak.9

(37)

Kemudian asam lemak bebas akan diambil oleh sel adiposit sesuai dengan derajat konsentrasinya oleh suatu protein transmembran. Bila asam lemak sudah masuk ke dalam adiposit maka akan membentuk pool asam lemak. Pool ini akan mengandung asam lemak yang berasal baik dari yang masuk maupun yang akan ke luar.9

2.1.12 Evaluasi dan Dampak Obesitas 2.1.12.1 Evaluasi Obesitas

Hal yang dilakukan jika anak datang dengan keluhan obesitas adalah mengukur terlebih dahulu menggunakan salah satu dari tiga cara yang sudah disebutkan sebelumnya. Apabila kriteria obesitas sudah ditegakkan dengan menggunakan satu dari tiga cara tersebut maka perlu dilakukan penelusuran riwayat obesitas dalam keluarga dan faktor pendukung lainnya (aktivitas fisik dan pola makan), selanjutnya melakukan juga penelusuran dampak penyakit yang mungkin terjadi. Penyakit yang terjadi pada seseorang yang mengalami obesitas bergantung juga pada tingkat keparahan obesitasnya, makin parah obesitasnya makin parah juga kemungkinan komplikasi yang akan terjadi.4,18

2.1.12.2 Dampak Obesitas

Hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai dampak dari obesitas meliputi, penilaian risiko kardiovaskuler, obstructive sleep apnea syndrome (OSAS), gangguan fungsi hati, masalah ortopedik terutama yang berkaitan erat dengan berat badan yang berlebih, kelainan kulit, potensi timbulnya gangguan psikiatri.4

(38)

HDL-kolesterol <35 mg/dL) dan peningkatan tekanan darah, merokok, adanya diabetes melitus, dan rendahnya aktivitas fisik.19

Pada anak yang mengalami obesitas juga rentan terjadinya OSAS. Gejala yang timbul dari OSAS yaitu mengorok dan mengompol. OSAS disebabkan oleh adanya penumpukan atau penebalan jaringan lemak di daerah faringeal yang diperberat juga dengan adanya hipertrofi adenotonsilar. Karena adanya obstruksi nafas yang intermiten pada malam hari menyebabkan berkurangnya oksigenasi otak sehingga di siang hari anak yang menderita OSAS cenderung mengantuk di sekolah. Cara untuk menghilangkan OSAS diantaranya adalah dengan melakukan pengaturan makan sehingga bisa menurunkan berat badan, adenotonsilektomi, dan pemakaian continous positive airway pressure (CPAP).4

(39)

2.1.13 Tata Laksana dan Pencegahan Obesitas

Obesitas adalah kalori yang masuk lebih banyak dari kalori yang dikeluarkan sehingga terjadi penumpukan lemak. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mencegah obesitas di antaranya : pengaturan diet, pengaturan aktivitas fisik anak, modifikasi perilaku, peran orang tua dalam memantau hal tersebut, dan terapi intensif.4

a. Pengaturan diet.

Prinsip yang harus diterapkan dalam mengatur diet agar kalori yang dibutuhkan anak sesuai. Anak masih membutuhkan kalori untuk berkembang sehingga retriksi kalori tidak perlu terlalu ketat.

Pengaturan diet pada anak tidaklah mudah. Pertama kali yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah menumbuhkan motivasi anak untuk menurunkan berat badan, hal ini dilakukan dengan syarat anak sudah mengetahui berat badan ideal yang sesuai dengan tinggi badan dan umurnya.

(40)

Penurunan kalori disesuaikan, mulai dengan 200-500 kalori dengan target 0.5 kg per minggu. Penurunan berat badan sampai 10% berat badan ideal dan dipertahankan. Diet seimbang juga haruslah memperhatikan persentase dari 3 kandungan penting pada makanan yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Selama pengaturan diet yang seimbang itu persentase ketiga kandungan penting makanan tersebut adalah : karbohidrat 50-60 %, lemak 30 %, dan protein yang sesuai untuk tumbuh kembang normal 15-20 %.4 b. Pengaturan aktivitas fisik.

Pengaturan aktivitas fisik pada program pencegahan obesitas bisa berupa latihan (renang, sepak bola, bulu tangkis, basket, dll) dan meningkatkan aktivitas harian (melakukan les sepulang sekolah, bermain di sore hari) aktivitas harian dianjurkan juga dilakukan selama 20-30 menit perharinya. Menurut sebuah studi, peningkatan aktivitas fisik pada anak gemuk (yang mengalami obesitas) bisa menurunkan nafsu makan dan meningkatkan laju metabolisme. Kombinasi antara latihan aerobik (lari, renang, sepak bola, bulu tangkis, basket, dll) dan pengaturan diet yang seimbang akan menghasilkan penurunan berat badan yang lebih signifikan daripada hanya dilakukan salah satunya saja.4 c. Modifikasi perilaku.

Selain melakukan pengaturan diet dan aktivitas fisik, pengaturan perilaku dalam hal mengkonsumsi makanan dan melakukan kegiatan juga penting untuk dilakukan. Perubahan perilaku tersebut meliputi :4

(41)

 Mengontrol stimulus/rangsangan untuk makan, contohnya adalah ketika menonton jangan mendekatkan camilan di sekitar anak.

 Mengubah perilaku makan, hal ini bisa dilakukan dengan cara makan yang awalnya dengan cepat bisa memperlambat makan, mengurangi camilan, dan menurunkan porsi.

Reward and punishment, cara ini dilakukan oleh orang tua dengan memberi dorongan kepada anak untuk menjaga berat badan tubuh, memberikan pujian jika anak berhasil melakukan perilaku sehat, makan sudah sesuai standar, mau melakukan olahraga, dan berat badannya bisa turun.

 Pengendalian diri, yang dimaksud dengan pengendalian diri adalah ketika anak datang ke pesta ulang tahun ataupun pernikahan hendaknya memilih makanan yang berkalori rendah atau apabila sudah memakan kalori tinggi bisa diimbangi dengan latihan yang ditingkatkan.

d. Peran serta orangtua, anggota keluarga, teman, dan guru.

Peran orangtua sangat penting dalam membantu penurunan berat badan anak. Hal-hal yang bisa dilakukan oleh orangtua diantaranya adalah penyiapan makanan yang seimbang sesuai saran dari dokter ataupun ahli gizi, memberikan dorongan kepada anak, serta memantau pola makan, dan aktivitas anak. Anggota keluarga juga turut berperan diantaranya dengan melakukan penurunan asupan makanan dan peningkatan aktivitas fisik. Guru dan teman punya peran yang tidak kalah penting untuk mendukung penurunan berat badan pada anak.4

e. Terapi intensif.

(42)

berkalori sangat rendah (very low calorie diet), farmakoterapi, dan terapi bedah.4

Jika anak memiliki berat badan (BB) >140% BB ideal (superobesitas) maka diindikasikan untuk melakukan diet kalori sangat rendah (very low calorie diet). Formula diet yang paling sering diterapkan adalah protein-sparing modified fast (PSMF), PSMF adalah formula diet dengan membatasi asupan kalori hanya 600-800 kalori/hari, protein hewani 1,5-2,5 g/kg berat badan, suplementasi vitamin dan mineral, serta minum lebih dari 1,5 L cairan per hari. Diet ini harus lah dengan pantauan dokter dan hanya dilakukan selama 12 minggu.4

Farmakoterapi sebagai terapi untuk obesitas dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penekan nafsu makan misalnya sabutramin, penghambat absorpsi zat-zat gizi misalnya orlistat, dan kelompok-kelompok lain termasuk leptin, octreotide, dan metformin. Untuk terapi obesitas secara farmakologi di tahun 2003 U.S Food and Drug Administration menyetujui bahwa Orlistat 120

mg disertai dengan ekstra suplementasi yang larut dalam lemak.4 Untuk terapi bedah pada kasus obesitas (bedah bariatrik) ada dua, yaitu gastric banding dan vertical-banded gastroplasty yang memiliki untuk mengurangi retriksi makanan dan memperlambat pengosongan lambung, prinsip kedua yaitu gastric bypass dari lambung menuju akhir usus halus yang berfungsi

mengurangi absorbsi makanan. Akan tetapi, sampai saat ini efek jangka panjang dari terapi bedah pada obesitas masih belum diteliti lebih jauh lagi.4

f. Pencegahan.

(43)

dilakukan dengan cara mempromosikan cara hidup sehat pada smua anak dan remaja beserta orangtuanya, sedangkan pendekatan pada kelompok yang berisiko tinggi menjadi obesitas yaitu edukasi mengenai faktor risiko dan dampak yang terjadi apabila anak menderita obesitas. Upaya yang dilakukan bisa berupa promosi pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan pada anak yang punya kerentanan menderita obesitas. Penelitian membuktikan bahwa menunda pemberian makanan dan memperpanjang jangka pemberian ASI dapat menurunkan kemungkinan terjadinya obesitas.4

Untuk orangtua diberikan pengetahuan mengenai pola diet dan aktivitas fisik seperti :4

 Hargai selera makan anak, jangan memaksakan anak untuk menghabiskan porsi makan setiap kali makan, sebaiknya biarkan anak yang mengambil makanannya sendiri agar sesuai dengan porsi yang diinginkan.

 Menghindari makanan siap saji atau makanan manis sebisa mungkin.

 Batasi jumlah makanan berkalori tinggi terutama yang disimpan di rumah.

 Penyediaan makanan dengan komposisi lemak lebih rendah dari 30% kalori total.

 Jika ada makanan berlemak sebaiknya disediakan pula makanan yang mengandung sejumlah serat.

 Membatasi camilan.

 Batasi menonton televisi dan dorong anak agar aktif bermain dengan teman sebaya.

(44)

 Jadwalkan kegiatan keluarga yang menyenangkan namun mampu membakar kalori tinggi (berlari, bersepeda, renang, dan lain - lain).

2.1.12 Kuesioner Penelitian

Untuk menilai tingkat aktivitas responden, penelitian ini menggunakan “Baecke Questionnaire for Physical Activities”. Pada “Baecke Questionnaire for Physical Activities” terdapat 3 kategori utama untuk penilaian tingkat aktivitas fisik responden, kategori tersebut yaitu : indeks waktu kerja, indeks olahraga, dan indeks waktu luang. Pada penelitian ini, Baecke Questionnaire for Physical Activities dilakukan sedikit modifikasi pada beberapa pertanyaannya, hal ini ditujukan agar kuesioner ini sesuai dengan kegiatan yang dilakukan para responden sehari-harinya. Dari 3 kategori utama tersebut, pertanyaan kembali dilakukan perincian sehingga terdapat 13 pertanyaan dan 1 pernyataan. Untuk kategori indeks waktu kerja terdapat 7 pertanyaan, indeks olahraga 1 pertanyaan dan 1 penyataan, dan indeks waktu luang 4 pertanyaan.

Perilaku makan responden dinilai dengan menggunakan “Child Eating Behavior Questionnaire”. Pada kuesioner tersebut terdapat 35 pertanyaan yang dibagi menjadi 8 kategori, yaitu: food responsiveness (FR), emotional over-eating (EOE), enjoyment of food (EF), desire to drink (DD), satiety responsiveness (SR), slowness in eating (SE), emotional under-eating (EUE), dan food fussiness (FF). Dari 8 kategori tersebut, dibagi kembali menjadi 2 kategori utama, yaitu food approach dan food avoidant. Kategori food approach memiliki hubungan dengan

(45)

2.2 Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep

Keterangan : = dilakukan penelitian

Glikogenesis di hati dan otak

Glikogen di hati dan

otak Lipogenesis

Trigliserida di Hati VLDL Complex

Terjadi dalam kurun waktu yang

lama

OBESITAS Glukosa

Darah

Insulin

Asam Glukosa

Tubuh Trigliserida adiposit Kurangnya aktvititas fisik Faktor Resiko

Genetik Psikososial dan

Lingkungan Sensitivitas Reseptor Leptin di Otak Inhibisi melanocortin Nafsu Makan

Diet Kalori

Genetik Aktivitas Fisik Pola Makan Penyimpanan lemak pada tubuh Perubahan lemak menjadi energi

Asupan kalori > Kalori yang dibakar

(46)

2.4 Definisi Operasional

No Variabel Definisi

operasional

Alat Ukur Cara Pengukuran Skala

Pengukura n

1 Tinggi

badan (TB)

Ukuran yang

digunakan untuk

mengukur tinggi

seseorang

Meteran Siswa/siswi diukur

dengan badan

menempel pada

dinding, tumit

merapat ke

dinding,

siswa-siswi menghadap

ke pemeriksa,

mata lurus ke

depan dan kepala tegak, kemudian di ukur di atas kepala dengan

menggunakan bidang datar.

Numerik

2 Berat

badan (BB)

Ukuran yang

lazim atau sering

untuk mengukur

keadaan gizi

Timbangan BB Siswa/siswi naik

di atas timbangan selanjutnya dilihat

angka pada

timbangan. Angka tersebut

merupakan BB

siswa/siswi

Numerik

3 Indeks

Massa Tubuh (IMT)

Massa tubuh yang

diukur dengan

membandingkan BB dengan TB

Hasil dari

pengukuran TB

dan BB kemudian

dihitung dengan

menggunakan

rumus IMT.

Angka hasil

merupakan IMT

dari siswa/siswi

tersebut.

(47)

35

Disain yang digunakan pada penelitian ini adalah disain case control.

3.2

Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1

Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2014.

3.2.2

Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, jl. Ibnu Taimia IV Komplek IAIN, Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan.

3.3

Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1

Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan yang berusia 7-15 tahun dan menderita obesitas.

3.3.2

Sampel Penelitian

Sedangkan untuk sampel penelitian adalah para siswa-siswi obesitas. Variabel terikat pada penilitian kali ini adalah siswa/siswi yang obesitas, sedangkan variabel bebas adalah tingkat aktivitas fisik dan perilaku makan dari tiap siswa/siswi tersebut.

Untuk menentukan jumlah sampel penelitian digunakan rumus yaitu :

n=

{

� +�

.5��[ +�⁄ −� ]

} + 3

(48)

3.4

Cara Kerja Penelitian

3.4.1

Pengukuran Indeks Massa Tubuh(IMT)

Peneliti datang ke Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Jakarta. Meminta izin dari pihak sekolah untuk melakukan pengukuran IMT. Pengukuran IMT dihitung berdasarkan berat badan dan tinggi badan kemudian anak yang memiliki IMT kategori obesitas, akan diberikan kuesioner esok harinya.

3.4.2

Pembuatan Kuesioner

Pembuatan kuisioner ini berisi tentang poin-poin apa yang mendukung penelitian, yaitu mengenai berat badan dari anak dan orang tua, berbagai aktivitas yang dilakukan anak dan perilaku makan (frekuensi makan dan pola makan) setiap harinya.

3.4.3

Penyebaran Kuesioner di Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Setelah dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan terlebih dahulu untuk mengetahui IMT dari para siswa/siswi. Kuisioner barulah disebar ke siswa-siswi Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang obesitas dan berusia 7-15 tahun. Kuisioner tersebut diberikan kepada siswa/siswi yang kemudian akan diserahkan kepada orangtua dan diisi oleh para orangtua.

3.4.4

Penghitungan Sampel

Setelah kuesioner kembali, maka akan dimulai perhitungan sample. Kriteria inklusi pada penelitian kali ini adalah siswa-siswi Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berusia 7-15 tahun yang obesitas dan untuk kontrol adalah siswa-siswi yang non-obesitas. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah siswa-siswi yang diberikan kuesioner tetapi tidak mengembalikan kuesioner.

3.4.5

Alur Penelitian

Menghitung BMI siswa/i Madrasah Pembangunan Penghitungan besar sample

dan membuat surat izin penelitian di Madrasah

Pembangunan

Membagikan kuisioner kepada siswa/i yang obesitas menurut BMI dan juga non-obesitas

(49)

3.4.6

Pengolahan dan Analisa Data
(50)

38

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data primer di Madrasah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan pada bulan Juli dan Agustus 2014. Siswa-siswi yang akan diberikan kuesioner sebelumnya dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan untuk menentukan Body Mass Index (BMI). Setelah diberikan kuesioner, siswa-siswi tersebut diminta untuk memberikan kuesioner tersebut kepada salah satu orangtua nya untuk diisi. Dari 200 kuesioner yang disebarkan (100 obesitas dan 100 non-obesitas), didapatkan sebanyak 144 kuesioner (72 obesitas dan 72 non-obesitas) yang kembali. Kemudian, dengan teknik simple random sampling dari masing-masing kelompok diambil sebanyak 52, sehingga yang kuesioner diolah sebanyak 104 kuesioner.

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Gambar Umum Lokasi Penelitian

4.1.1.1.Lokasi Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ibnu Taimia IV Komplek IAIN, Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan. 4.1.1.2.Jumlah Siswa

Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki 6 angkatan, 1 angkatan berjumlah 8 kelas, untuk total murid tiap angkatan yaitu sebagai berikut:

(51)

4.1.2. Uji Validitas Kuesioner

Kuesioner yang digunakan untuk menilai perilaku makan menggunakan Child Eating Behavior Questionnaire (CEBQ) dan untuk menilai tingkat aktivitas

fisik digunakan Baecke Questionnaire for Physical Activities. Kuesioner untuk menilai perilaku makan terdapat 35 pertanyaan yang terbagi menjadi 8 kategori, yaitu: EF (5), EOE (4), EF (4), DD (3), SR (5), SE (4), EUE (4), dan FF (6) sedangkan kuesioner untuk menilai tingkat aktvitas fisik terdapat 13 pertanyaan dan 1 pernyataan yang terbagi menjadi 3 kategori, yaitu: Indeks Waktu Kerja (7), Indeks Olahraga (1+1 pernyataan), dan Indeks Waktu Luang (4). Pada Kuesioner dijawab dengan pilihan ‘Tidak Pernah’, ‘Jarang’, ‘Kadang-Kadang’,’Sering’dan ‘Sangat Sering’. Masing-masing pertanyaan akan diberikan skor sebagai berikut: skor 1 untuk jawaban ‘Tidak Pernah’, skor 2 untuk jawaban ‘Jarang’, skor 3 untuk jawaban ‘Kadang-Kadang’, skor 4 untuk jawaban ‘Sering’, dan skor 5 untuk jawaban ‘Sangat Sering’. Jumlah skor dari tiap kategori akan dibagi dengan banyaknya soal untuk tiap kategori yang dihitung, sehingga akan didapatkan nilai terendah yaitu 1 dan nilai tertinggi 5 untuk setiap kategori yang ada pada tiap kuesioner. Kuesioner didapatkan dari penelitian sebelumnya, kemudia sudah di alih bahasa menjadi Bahasa Indonesia, dan telah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas dengan Croanbach Alfa dan didapatkan hasil Croanbach Alfa=0,605 untuk Child Eating Behavior Questionnaire dan Croanbach Alfa=0,687 untuk Baecke Questionnaire for Physical Activities. Suatu instrumen dikatakan memiliki

tingkat reliabilitas tinggi jika nilai koefisien Cronbach Alfa > 0,60.

Dengan demikian kuesioner tersebut dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena kuesioner tersebut sudah memenuhi syarat kelayakan suatu instrumen.

4.1.3. Data Hasil Penelitian

(52)
[image:52.595.91.509.180.672.2]

mengalami obesitas dan 52 anak yang dari hasil pengukuran tidak mengalami obesitas.

Tabel 4.1.4.1 Karakteristik Responden Penelitian (Non-Obesitas)

Tabel 4.1.4.2 Karakteristik Responden Penelitian (Obesitas)

Frekuensi responden pada penilitian ini didapatkan untuk kelompok usia tertinggi, pada obesitas terdapat pada usia 7 tahun (36,5%) dan pada kelompok non-obesitas tertinggi pada usia 8 tahun (25%). Sedangkan, untuk jenis kelamin

No. Kategori Responden

1. Usia

7 tahun 7 13,5%

8 tahun 13 25%

9 tahun 12 23,1%

10 tahun 9 17,3%

11 tahun 7 13,5%

12 tahun 4 7,7%

Jumlah 52

2. Jenis Kelamin

Laki-laki 46 88,5%

Perempuan 6 11,5%

Jumlah 52

3. Indeks Olahraga

Rendah 11 21,2%

Sesuai 21 40,4%

Tinggi 20 38,5%

Jumlah 52

No. Kategori Responden

1. Usia

7 tahun 19 36,5%

8 tahun 10 19,2%

9 tahun 7 13,5%

10 tahun 7 13,5%

11 tahun 5 9,6%

12 tahun 4 7,7%

Jumlah 52

2. Jenis Kelamin

Laki-laki 40 76,9%

Perempuan 12 23,1%

Jumlah 52

3. Indeks Olahraga

Rendah 19 36,5%

Sesuai 19 36,5%

Tinggi 14 26,9%

(53)
[image:53.595.89.513.163.542.2]

tertinggi untuk kedua kelompok tersebut yaitu laki-laki sebesar 46 responden (88,5%) non-obesitas dan 40 responden (76,9%) obesitas. Sedangkan untuk indeks olahraga yang akan digunakan untuk menilai tingkat aktivitas fisik, didapatkan kategori tertinggi pada kelompok non-obesitas terdapat pada kategori sedang yaitu sebanyak 21 responden (40,4%) dan pada kelompok obesitas kategori tertinggi ada pada kategori sedang dan rendah yaitu sebanyak 19 responden (36,5%).

Tabel 4.1.4.3 Karakteristik Nilai Food Responsiveness

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori food responsiveness ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata

yaitu 3.8 dengan satu responden (1%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 2 dengan dua responden (1.9%). Rata-rata nilai kategori food responsiveness yang memiliki responden paling tinggi yaitu 3.2 dengan 21 responden (20.2%).

No. Responsiveness Rata-rata Food Responden

1. 2 2 1.9%

2. 2.2 12 11.5%

3. 2.4 9 8.7%

4. 2.6 14 13.5%

5. 2.8 4 3.8%

6. 3 18 17.3%

7. 3.2 21 20.2%

8. 3.4 13 12.5%

9. 3.6 10 9.6%

10. 3.8 1 1.0%

(54)
[image:54.595.93.510.141.588.2]

Tabel 4.1.4.4 Hubungan Food Responsiveness dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan antara Food Responsiveness dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara keduanya. Nilai r= 0,641 yang artinya antara kedua variabel memiliki hubungan yang kuat.

Tabel 4.1.4.5 Karakteristik Nilai Enjoyment of Food

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori enjoyment of food ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 5 dengan satu responden (1%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.75 dengan tiga responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori enjoyment of food yang memiliki responden paling tinggi yaitu 3.25 dengan 18 responden (17.3%).

Obesitas

Food Responsiveness r 0,641 p 0,000 n 104

No. Rata-rata of Food Enjoyment Responden

1. 1.75 3 2.9%

2. 2 2 1.9%

3. 2.25 9 8.7%

4. 2.5 15 14.4%

5. 2.75 13 12.5%

6. 3 10 9.6%

7. 3.25 18 17.3%

8. 3.5 15 14.4%

9. 3.75 7 6.7%

10. 4 9 8.7%

11. 4.5 2 1.9%

12. 5 1 1.0%

(55)
[image:55.595.90.510.152.583.2]

Tabel 4.1.4.6 Hubungan Enjoyment of Food dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubugan antara Enjoyment of Food dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara keduanya. Didapatkan nilai r= 0,685 yang artinya antara kedua variabel memiliki hubungan yang kuat.

Tabel 4.1.4.7 Karakteristik Nilai Desire to Drink

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori desire to drink ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 4.67 dengan dua responden (1.9%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.33 dengan tiga responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori desire to drink yang memiliki responden paling tinggi yaitu 3.67 dengan 22 responden (21.2%).

Obesitas

Enjoyment of Food r 0,685 p 0,000 n 104

No. Rata-rata Drink Desire to Responden

1. 1.33 3 2.9%

2. 1.67 2 1.9%

3. 2 4 3.8%

4. 2.33 4 3.8%

5. 2.67 16 15.4%

6. 3 20 19.2%

7. 3.33 21 20.2%

8. 3.67 22 21.2%

9. 4 8 7.7%

10. 4.17 1 1.0%

11. 4.33 1 1.0%

12. 4.67 2 1.9%

(56)
[image:56.595.95.513.132.583.2]

Tabel 4.1.4.8 Hubungan Desire to Drink dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan antara Desire to Drink dengan Kejadian obesitas didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan antara keduanya. Dan memiliki hubungan yang lemah. Didapatkan nilai r= -0,014 artinya hubungannya sangat lemah.

Tabel 4.1.4.9 Karakteristik Nilai Satiety Responsiveness

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori satiety responsiveness ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata

yaitu 4 dengan dua responden (1%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.8 dengan dua responden (1.9%). Rata-rata nilai kategori satiety responsiveness yang memiliki responden paling tinggi yaitu 2.6 dengan 17 responden (16.3%).

Obesitas

Desire to Drink r - 0,014 p 0,888 n 104

No. Rata-rata Satiety

Responsiveness Responden

1. 1.8 2 1.9%

2. 2 4 3.8%

3. 2.2 8 7.7%

4. 2.4 12 11.5%

5. 2.6 17 16.3%

6. 2.8 11 10.6%

7. 3 16 15.4%

8. 3.2 13 12.5%

9. 3.4 15 14.4%

10. 3.5 1 1.0%

11. 3.6 4 3.8%

12. 4 1 1.0%

(57)
[image:57.595.89.508.132.663.2]

Tabel 4.1.4.10 Hubungan Satiety Responsiveness dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan antara Satiety Responsiveness dengan Kejadian Obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara keduanya, didapatkan juga nilai r= -0,651 yang berarti terdapat hubungan terbalik yang nilai kekuatannya kuat. Hubungan terbalik adalah, semakin besar hasil nilai kuesioner pada kategori Satiety Responsiveness akan menurunkan kejadian obesitas pada responden, sedangkan apabila nilai kuesioner kategori Satiety Responsiveness kecil, maka akan meningkatkan kejadian obesitas pada responden.

Tabel 4.1.4.11 Karakteristik Nilai Food Fussiness

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori food fussiness ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 3.5 dengan lima responden (4.8%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.33 dengan satu

Obesitas

Satiety Responsiveness r - 0,651 p 0,000 n 104

No. Rata-rata Food

Fussiness Responden

1. 1.33 1 1.0%

2. 1.67 1 1.0%

3. 2 5 4.8%

4. 2.17 2 1.9%

5. 2.33 6 5.8%

6. 2.5 12 11.5%

7. 2.67 22 21.2%

8. 2.83 10 9.6%

9. 3 20 19.2%

10. 3.17 6 5.8%

11. 3.33 14 13.5%

12. 3.5 5 4.8%

(58)
[image:58.595.89.508.211.701.2]

responden (1%). Rata-rata nilai kategori food fussiness yang memiliki responden paling tinggi yaitu 2.67 dengan 22 responden (21.2%).

Tabel 4.1.4.12 Hubungan Food Fussiness dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan Food Fussiness dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang artinya terdapat hubungan antara keduanya. Didapatkan juga nilai r= -0,585 yang berarti terdapat hubungan terbalik yang nilai kekuatannya sedang. Hubungan terbalik adalah, apabila nilai kueisoner pada kategori Food Fussiness besar maka akan menurunkan kejadian obesitas, sedangkan jika nilai kuesioner kategori Food Fussiness rendah maka akan meningkatkan kejadian obesitas.

Tabel 4.1.4.13 Karakteristik Nilai Slowness in Eating

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori slowness in eating ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 4.67

Obesitas

Food Fussiness r - 0,585 p 0,000 n 104

No. Rata-rata Eating Slowness in Responden

1. 1.33 3 2.9%

2. 1.67 2 1.9%

3. 2 4 3.8%

4. 2.33 4 3.8%

5. 2.67 16 15.4%

6. 3 20 19.2%

7. 3.33 21 20.2%

8. 3.67 22 21.2%

9. 4 8 7.7%

10. 4.17 1 1.0%

11. 4.33 1 1.0%

12. 4.67 2 1.9%

(59)
[image:59.595.89.513.176.581.2]

dengan dua responden (1.9%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.33 dengan tiga responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori slowness in eating yang memiliki responden paling tinggi yaitu 3.67 dengan 22 responden (21.2%).

Tabel 4.1.4.14 Hubungan Slowness in Eating dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan Slowness in Eating dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang artinya terdapat hubungan antara keduanya, didapatkan juga nilai r= -0,321 yang berarti terdapat hubungan terbalik yang nilai kekuatannya lemah. Hubungan terbalik adalah semakin besar hasil kuesioner pada kategori Slowness in Eating akan menurunkan kejadian obesitas pada responden, sedangkan apabila nilai kategori ini kecil maka akan meningkatkan kemungkinan terjadinya obesitas.

Obesitas

(60)
[image:60.595.94.513.148.588.2]

Tabel 4.1.4.15 Karakteristik Nilai Emotional Over-Eating

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori emotional over-eating ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 3.75

dengan tiga responden (2.9%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1 dengan satu responden (1%). Rata-rata nilai kategori emotional under-eating yang memiliki responden paling tinggi yaitu 2.25 dengan 30 responden (28.8%).

Tabel 4.1.4.16 Hubungan Emotional Over-Eating dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan antara Emotional Over-Eating dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara keduanya, didapatkan juga r= 0,502 yang artinya antara kedua variabel memiliki hubungan yang sedang.

No. Rata-rata Over-Eating Emotional Responden

1. 1 1 1.0%

2. 1.5 4 3.8%

3. 1.75 1 1.0%

4. 2 4 3.8%

5. 2.25 30 28.8%

6. 2.5 22 21.2%

7. 2.75 15 14.4%

8. 3 16 15.4%

9. 3.25 4 3.8%

10. 3.5 4 3.8%

11. 3.75 3 2.9%

Jumlah 104

Obesitas

(61)
[image:61.595.93.513.149.414.2] [image:61.595.102.508.256.585.2]

Tabel 4.1.4.17 Karakteristik Nilai Emotional Under-Eating

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori emotional under-eating ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 4.75

dengan satu responden (1%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.5 dengan empat responden (3.8%). Rata-rata nilai kategori emotional under-eating yang memiliki responden paling tinggi yaitu 2.5 dengan 26 responden (25%).

Tabel 4.1.4.18 Hubu

Gambar

Gambar 2.1.5.1 Prevalinsi status gizi gemuk dan sangat gemuk usia 5-12 tahun
Tabel 2.1.2.1 Klasifikasi Obesitas
Tabel 2.1.4.1 Indeks Massa Tubuh
Gambar 2.1.5.1 Prevalensi status gizi gemuk dan sangat gemuk usia 5-12 tahun di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kejadian obesitas dapat terjadi selain karena ketidakseimbangan jumlah makanan yang masuk dengan tingkat aktivitas fisik yang dikeluarkan tapi juga karena faktor berat badan

Kejadian obesitas dapat terjadi selain karena ketidakseimbangan jumlah makanan yang masuk dengan tingkat aktivitas fisik yang dikeluarkan tapi juga karena faktor berat badan

Sedangkan, responden terdapat 7 siswi (17,9%) memiliki perilaku yang cukup, sementara 32 siswi (82,1%) memiliki perilaku yang baik dalam menjaga kebersihan organ

Perlunya diadakan penelitian yang lebih spesifik lagi berkaitan dengan pengaruh media massa, pengaruh teman, citra tubuh, perilaku makan, dan aktivitas fisik pada

Kesimpulan: Ada hubungan yang sangat signi fi kan antara perilaku makan dengan obesitas anak, dengan kekuatan hubungan dan rasio prevalensi yang bersifat protektif yaitu subjek

dapat diketahui bahwa responden yang paling banyak mempunyai pola makan yang kurang baik dan mengalami dismenorea yaitu 76 orang (90,2%) sedangkan responden yang paling

Perilaku makan yang tidak sehat seperti tinggi lemak, kurang sayur dan buah, makanan asin, makanan manis, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, stres serta minimnya aktivitas

Obesitas: Obesitas merupakan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi dan energi yang digunakan dalam waktu lama yang diukur menggunakan IMT, setelah pengukuran IMT