• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Hasil Penelitian

4.1.3. Data Hasil Penelitian

Penelitian dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juli-Agustus 2014. Didapatkan responden sebanyak 104 anak, yang terdiri dari 52 anak yang dari hasil pengukuran

mengalami obesitas dan 52 anak yang dari hasil pengukuran tidak mengalami obesitas.

Tabel 4.1.4.1 Karakteristik Responden Penelitian (Non-Obesitas)

Tabel 4.1.4.2 Karakteristik Responden Penelitian (Obesitas)

Frekuensi responden pada penilitian ini didapatkan untuk kelompok usia tertinggi, pada obesitas terdapat pada usia 7 tahun (36,5%) dan pada kelompok non-obesitas tertinggi pada usia 8 tahun (25%). Sedangkan, untuk jenis kelamin

No. Kategori Responden

1. Usia 7 tahun 7 13,5% 8 tahun 13 25% 9 tahun 12 23,1% 10 tahun 9 17,3% 11 tahun 7 13,5% 12 tahun 4 7,7% Jumlah 52 2. Jenis Kelamin Laki-laki 46 88,5% Perempuan 6 11,5% Jumlah 52 3. Indeks Olahraga Rendah 11 21,2% Sesuai 21 40,4% Tinggi 20 38,5% Jumlah 52

No. Kategori Responden

1. Usia 7 tahun 19 36,5% 8 tahun 10 19,2% 9 tahun 7 13,5% 10 tahun 7 13,5% 11 tahun 5 9,6% 12 tahun 4 7,7% Jumlah 52 2. Jenis Kelamin Laki-laki 40 76,9% Perempuan 12 23,1% Jumlah 52 3. Indeks Olahraga Rendah 19 36,5% Sesuai 19 36,5% Tinggi 14 26,9% Jumlah 52

tertinggi untuk kedua kelompok tersebut yaitu laki-laki sebesar 46 responden (88,5%) non-obesitas dan 40 responden (76,9%) obesitas. Sedangkan untuk indeks olahraga yang akan digunakan untuk menilai tingkat aktivitas fisik, didapatkan kategori tertinggi pada kelompok non-obesitas terdapat pada kategori sedang yaitu sebanyak 21 responden (40,4%) dan pada kelompok obesitas kategori tertinggi ada pada kategori sedang dan rendah yaitu sebanyak 19 responden (36,5%).

Tabel 4.1.4.3 Karakteristik Nilai Food Responsiveness

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori food responsiveness ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 3.8 dengan satu responden (1%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 2 dengan dua responden (1.9%). Rata-rata nilai kategori food responsiveness yang memiliki responden paling tinggi yaitu 3.2 dengan 21 responden (20.2%).

No. Responsiveness Rata-rata Food Responden

1. 2 2 1.9% 2. 2.2 12 11.5% 3. 2.4 9 8.7% 4. 2.6 14 13.5% 5. 2.8 4 3.8% 6. 3 18 17.3% 7. 3.2 21 20.2% 8. 3.4 13 12.5% 9. 3.6 10 9.6% 10. 3.8 1 1.0% Jumlah 104

Tabel 4.1.4.4 Hubungan Food Responsiveness dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan antara Food Responsiveness dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara keduanya. Nilai r= 0,641 yang artinya antara kedua variabel memiliki hubungan yang kuat.

Tabel 4.1.4.5 Karakteristik Nilai Enjoyment of Food

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori enjoyment of food ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 5 dengan satu responden (1%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.75 dengan tiga responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori enjoyment of food yang memiliki responden paling tinggi yaitu 3.25 dengan 18 responden (17.3%).

Obesitas

Food Responsiveness r 0,641 p 0,000 n 104

No. Rata-rata of Food Enjoyment Responden

1. 1.75 3 2.9% 2. 2 2 1.9% 3. 2.25 9 8.7% 4. 2.5 15 14.4% 5. 2.75 13 12.5% 6. 3 10 9.6% 7. 3.25 18 17.3% 8. 3.5 15 14.4% 9. 3.75 7 6.7% 10. 4 9 8.7% 11. 4.5 2 1.9% 12. 5 1 1.0% Jumlah 104

Tabel 4.1.4.6 Hubungan Enjoyment of Food dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubugan antara Enjoyment of Food dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara keduanya. Didapatkan nilai r= 0,685 yang artinya antara kedua variabel memiliki hubungan yang kuat.

Tabel 4.1.4.7 Karakteristik Nilai Desire to Drink

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori desire to drink ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 4.67 dengan dua responden (1.9%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.33 dengan tiga responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori desire to drink yang memiliki responden paling tinggi yaitu 3.67 dengan 22 responden (21.2%).

Obesitas

Enjoyment of Food r 0,685 p 0,000 n 104

No. Rata-rata Drink Desire to Responden

1. 1.33 3 2.9% 2. 1.67 2 1.9% 3. 2 4 3.8% 4. 2.33 4 3.8% 5. 2.67 16 15.4% 6. 3 20 19.2% 7. 3.33 21 20.2% 8. 3.67 22 21.2% 9. 4 8 7.7% 10. 4.17 1 1.0% 11. 4.33 1 1.0% 12. 4.67 2 1.9% Jumlah 104

Tabel 4.1.4.8 Hubungan Desire to Drink dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan antara Desire to Drink dengan Kejadian obesitas didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan antara keduanya. Dan memiliki hubungan yang lemah. Didapatkan nilai r= -0,014 artinya hubungannya sangat lemah.

Tabel 4.1.4.9 Karakteristik Nilai Satiety Responsiveness

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori satiety responsiveness ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 4 dengan dua responden (1%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.8 dengan dua responden (1.9%). Rata-rata nilai kategori satiety responsiveness yang memiliki responden paling tinggi yaitu 2.6 dengan 17 responden (16.3%).

Obesitas

Desire to Drink r - 0,014 p 0,888 n 104

No. Rata-rata Satiety

Responsiveness Responden 1. 1.8 2 1.9% 2. 2 4 3.8% 3. 2.2 8 7.7% 4. 2.4 12 11.5% 5. 2.6 17 16.3% 6. 2.8 11 10.6% 7. 3 16 15.4% 8. 3.2 13 12.5% 9. 3.4 15 14.4% 10. 3.5 1 1.0% 11. 3.6 4 3.8% 12. 4 1 1.0% Jumlah 104

Tabel 4.1.4.10 Hubungan Satiety Responsiveness dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan antara Satiety Responsiveness dengan Kejadian Obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara keduanya, didapatkan juga nilai r= -0,651 yang berarti terdapat hubungan terbalik yang nilai kekuatannya kuat. Hubungan terbalik adalah, semakin besar hasil nilai kuesioner pada kategori Satiety Responsiveness akan menurunkan kejadian obesitas pada responden, sedangkan apabila nilai kuesioner kategori Satiety Responsiveness kecil, maka akan meningkatkan kejadian obesitas pada responden.

Tabel 4.1.4.11 Karakteristik Nilai Food Fussiness

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori food fussiness ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 3.5 dengan lima responden (4.8%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.33 dengan satu

Obesitas

Satiety Responsiveness r - 0,651 p 0,000 n 104

No. Rata-rata Food

Fussiness Responden 1. 1.33 1 1.0% 2. 1.67 1 1.0% 3. 2 5 4.8% 4. 2.17 2 1.9% 5. 2.33 6 5.8% 6. 2.5 12 11.5% 7. 2.67 22 21.2% 8. 2.83 10 9.6% 9. 3 20 19.2% 10. 3.17 6 5.8% 11. 3.33 14 13.5% 12. 3.5 5 4.8% Jumlah 104

responden (1%). Rata-rata nilai kategori food fussiness yang memiliki responden paling tinggi yaitu 2.67 dengan 22 responden (21.2%).

Tabel 4.1.4.12 Hubungan Food Fussiness dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan Food Fussiness dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang artinya terdapat hubungan antara keduanya. Didapatkan juga nilai r= -0,585 yang berarti terdapat hubungan terbalik yang nilai kekuatannya sedang. Hubungan terbalik adalah, apabila nilai kueisoner pada kategori Food Fussiness besar maka akan menurunkan kejadian obesitas, sedangkan jika nilai kuesioner kategori Food Fussiness rendah maka akan meningkatkan kejadian obesitas.

Tabel 4.1.4.13 Karakteristik Nilai Slowness in Eating

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori slowness in eating ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 4.67

Obesitas

Food Fussiness r - 0,585 p 0,000 n 104

No. Rata-rata Eating Slowness in Responden

1. 1.33 3 2.9% 2. 1.67 2 1.9% 3. 2 4 3.8% 4. 2.33 4 3.8% 5. 2.67 16 15.4% 6. 3 20 19.2% 7. 3.33 21 20.2% 8. 3.67 22 21.2% 9. 4 8 7.7% 10. 4.17 1 1.0% 11. 4.33 1 1.0% 12. 4.67 2 1.9% Jumlah 104

dengan dua responden (1.9%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.33 dengan tiga responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori slowness in eating yang memiliki responden paling tinggi yaitu 3.67 dengan 22 responden (21.2%).

Tabel 4.1.4.14 Hubungan Slowness in Eating dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan Slowness in Eating dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang artinya terdapat hubungan antara keduanya, didapatkan juga nilai r= -0,321 yang berarti terdapat hubungan terbalik yang nilai kekuatannya lemah. Hubungan terbalik adalah semakin besar hasil kuesioner pada kategori Slowness in Eating akan menurunkan kejadian obesitas pada responden, sedangkan apabila nilai kategori ini kecil maka akan meningkatkan kemungkinan terjadinya obesitas.

Obesitas

Slowness in Eating r - 0,321 p 0,001 n 104

Tabel 4.1.4.15 Karakteristik Nilai Emotional Over-Eating

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori emotional over-eating ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 3.75 dengan tiga responden (2.9%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1 dengan satu responden (1%). Rata-rata nilai kategori emotional under-eating yang memiliki responden paling tinggi yaitu 2.25 dengan 30 responden (28.8%).

Tabel 4.1.4.16 Hubungan Emotional Over-Eating dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan antara Emotional Over-Eating dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti terdapat hubungan antara keduanya, didapatkan juga r= 0,502 yang artinya antara kedua variabel memiliki hubungan yang sedang.

No. Rata-rata Over-Eating Emotional Responden

1. 1 1 1.0% 2. 1.5 4 3.8% 3. 1.75 1 1.0% 4. 2 4 3.8% 5. 2.25 30 28.8% 6. 2.5 22 21.2% 7. 2.75 15 14.4% 8. 3 16 15.4% 9. 3.25 4 3.8% 10. 3.5 4 3.8% 11. 3.75 3 2.9% Jumlah 104 Obesitas Emotional Over-Eating r 0,502 p 0,000 n 104

Tabel 4.1.4.17 Karakteristik Nilai Emotional Under-Eating

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori emotional under-eating ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 4.75 dengan satu responden (1%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.5 dengan empat responden (3.8%). Rata-rata nilai kategori emotional under-eating yang memiliki responden paling tinggi yaitu 2.5 dengan 26 responden (25%).

Tabel 4.1.4.18 Hubungan Emotional Under-Eating dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan Emotional Under-Eating dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p < 0,005 yang artinya terdapat hubungan antara keduanya, didapatkan juga nilai r= -0,213 yang berarti terdapat hubungan terbalik yang nilai kekuatannya lemah. Hubungan terbalik adalah semakin besar hasil kuesioner pada kategori Emotional Under-Eating akan menurunkan kejadian obesitas pada responden, sedangkan apabila nilai kategori ini kecil maka akan meningkatkan kemungkinan terjadinya obesitas.

No. Rata-rata Under Eating Emotional Responden

1. 1.5 4 3.8% 2. 1.75 1 1.0% 3. 2 1 1.0% 4. 2.25 16 15.4% 5. 2.5 26 25.0% 6. 2.75 9 8.7% 7. 3 15 14.4% 8. 3.25 20 19.2% 9. 3.5 8 7.7% 10. 3.75 1 1.0% 11. 4 2 1.9% 12. 4.75 1 1.0% Jumlah 104 Obesitas Emotional Under-Eating r - 0,213 p 0,030 n 104

Tabel 4.1.4.19 Karakteristik Nilai Indeks Waktu Kerja

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori indeks waktu kerja ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 3.13 dengan tujuh responden (6.7%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.88 dengan tiga responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori indeks waktu kerja yang memiliki responden paling tinggi yaitu 2.5 dengan 19 responden (18.3%).

Tabel 4.1.4.20 Hubungan Indeks Waktu Kerja dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan Indeks Waktu Kerja dengan Kejadian Obesitas didapatkan nilai p > 0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan antara keduanya. Didapatkan nilai r= 0,058 yang artinya hubungan keduanya sangat lemah.

No. Rata-rata Indeks

Waktu Kerja Responden

1. 1.88 3 2.9% 2. 2 2 1.9% 3. 2.13 6 5.8% 4. 2.25 7 6.7% 5. 2.38 8 7.7% 6. 2.5 19 18.3% 7. 2.62 3 2.9% 8. 2.63 15 14.4% 9. 2.75 15 14.4% 10. 2.88 11 10.6% 11. 3 8 7.7% 12. 3.13 7 6.7% Jumlah 104 Obesitas

Indeks Waktu Kerja r 0,058 p 0,556 n 104

Tabel 4.1.4.21 Karakteristik Nilai Indeks Waktu Luang

Frekuensi responden pada nilai rata-rata untuk kategori indeks waktu luang ini didapatkan untuk kelompok nilai tertinggi pada nilai rata-rata yaitu 5 dengan tiga responden (2.9%) sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu 1.5 dengan tiga responden (2.9%). Rata-rata nilai kategori indeks waktu luang yang memiliki responden paling tinggi yaitu 3 dengan 38 responden (36.5%).

Tabel 4.1.4.22 Hubungan Indeks Waktu Luang dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan Indeks Waktu Luang dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p > 0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan antara keduanya. Nilai r= -0,125 terdapat hubungan terbalik yang kekuatannya sangat lemah. Hubungan terbalik adalah, jika nilai indeks waktu luang semakin besar maka menurunkan kemungkinan kejadian obesitas, jika nilai indeks waktu luangnnya semakin kecil maka akan meningkatkan kemungkinan terjadinya obesitas.

No. Rata-rata Indeks

Waktu Luang Responden

1. 1.5 3 2.9% 2. 2 11 10.6% 3. 2.25 5 4.8% 4. 2.5 8 7.7% 5. 2.75 6 5.8% 6. 3 38 36.5% 7. 3.25 7 6.7% 8. 3.5 10 9.6% 9. 3.75 1 1.0% 10. 4 12 11.5% 11. 5 3 2.9% Jumlah 104 Obesitas

Indeks Waktu Luang r -0,125 p 0,207 n 104

Tabel 4.1.4.23 Hubungan Indeks Olahraga dengan Kejadian Obesitas

Pada tabel hubungan Indeks Olahraga dengan kejadian obesitas didapatkan nilai p = 0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan antara keduanya. Didapatkan juga nilai r= -0,171 yang artinya terdapat hubungan terbalik yang kekuatannya sangat lemah. Hubugan terbalik adalah, ketika nilai indeks olahraganya besar maka akan menurunkan kejadian obesitas, jika nilai indeks olahraganya kecil maka akan meningkatkan kejadian obesitas.

4.1.4. Pembahasan

Dari 11 kategori yang terbagi dalam 2 jenis kuesioner, didapatkan bahwa kejadian obesitas memiliki hubungan dengan 7 kategori berikut, yaitu: Food Responsiveness (FR), Emotional Over-Eating (EOE), Food Enjoyment (FE), Satiety Responsiveness (SR), Slowness in Eating (SE), Emotional Under-Eating (EUE) dan Food Fussiness (FF) untuk kuesioner yang menggunakan “Child Eating Behavior Questionnaire”.

Pada kuesioner untuk menilai perilaku makan anak yaitu “Child Eating Behavior Questionnaire” terdapat 2 kategori utama yaitu food approach dan food avoidant. Dari hasil analisis menggunakan SPSS, didapatkan pada kategori food approach terdapat 3 kategori yaitu FR, EOE, dan EF yang memiliki hubungan dengan kejadian obesitas sedangkan pada kategori food avoidant terdapat 4 kategori yang memiliki hubungan terbalik dengan kejadian obesitas.

Yang dimaksud dengan kategori food approach dan enjoyment of food adalah bagaimana perilaku anak sehari-harinya menyikapi makanan yang ada disekitarnya serta untuk melihat apakah terdapat disfungsi pada nafsu makannya, seperti keinginan untuk terus makan jika diberi kesempatan. Pada penelitian ini didapatkan p < 0,05 pada 2 kategori tersebut dan nilai kekuatannya r= 0,641 dan r= 0,685 yang berarti memiliki hubungan dengan kejadian obesitas dan efek dua

Obesitas

Indeks Olahraga r -0,171 p 0,083 n 104

kategori tersebut tergolong kuat. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya, untuk kategori food approach dan enjoyment of food didapatkan pula nilai p > 0,05 serta nilai r= 0.219 dan r= 0.155 yang berarti memiliki hubungan dengan kejadian obesitas akan tetapi efek dua kategori tersebut tergolong menengah kekuatannya.15

Kategori food avoidant yaitu satiety responsiveness dan food fussiness, yang bermakna untuk menunjukkan respon kenikmatan anak terhadap suatu makanan, jika anak cenderung tidak suka makanan tersebut konsekuensinya yaitu anak bisa jadi menolaknya dan tidak menikmati makanan tersebut sehingga respon kenyang lebih cepat. Pada penilitian ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang berkebalikan pada kedua kategori ini terhadap kejadian obesitas dengan nilai kekuatan yang kuat dan sedang (p = <0,05, r= -0,651 dan r= -0,585). Penelitian yang dilakukan sebelumnya menyebutkan, kedua kategori ini memiliki hubungan yang berkebalikan terhadap kejadian obesitas (p >0,05, r= -0,236, dan r= -0,079) akan tetapi nilai kekuatan hubungannya berbeda, satiety responsiveness memiliki nilai kekuatan sedang dan food fussiness memiliki nilai kekuatan yang rendah.15

Pada kategori food avoidant yang lainnya slowness in eating yang digunakan untuk menilai seberapa cepat anak menghabiskan makanannya dalam satu kali makan menunjukkan adanya suatu hubungan dengan kejadian obesitas. Hasil pada penelitian ini didapatkan nilai p < 0,05 dan nilai r= -0,321 yang artinya memiliki hubungan berkebalikan dengan nilai kekuatan rendah. Penelitian sebelumnya tidak menilai hubungan antara variabel slowness in eating dengan kejadian obesitas.15

Pada kategori berikutnya yaitu emotional over-eating dan emotional under-eating, menunjukan respon anak untuk makan ketika dia sedang menghadapi stress. Pada penelitian ini didapatkan terdapat hubungan antara emotional over-eating dengan kejadian obesitas (p < 0,05) dan memiliki tingkat kekuatan yang sedang (r= 0,502), pada kategori emotional under-eating didapatkan juga adanya hubungan yang berkebalikan dengan kejadian obesitas (p

<0,05) dan memiliki nilai kekuatan rendah (r= -0,213). Penelitian sebelumnya, menyebutkan bahwa emotional under-eating yang memiliki hubungan yang berkebalikan dengan kejadian obesitas (p <0,05 dan r= -0,102), sedangkan pada kategori emotional over-eating tidak ditemukan adanya hubungan dengan kejadian obesitas (p >0,05), karena subjek penelitian anak usia 4 tahun.15

Hubungan antara indeks kerja dengan kejadian obesitas didapatkan p >0,05 yang artinya tidak ada hubugan antara indeks kerja dengan kejadian dan memiliki kekuatan hubungan yang rendah (r= 0,058). Hubungan antara indeks olahraga dengan kejadian obesitas tidak didapatkan hubungan berkebalikan antara keduanya, dengan nilai p >0,05 dan kekuatan hubungan yang lemah (r= -0,171). Kriteria indeks waktu luang dihubungkan dengan kejadian obesitas pada penelitian ini juga didapatkan tidak ada hubungan berkebalikan antara keduanya, dengan nilai p >0,05 dan kekuatan hubungan yang lemah (r= -0,125). Penelitian dengan menggunakan kuesioner yang sama Deforche B tahun 2003 didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara ketiga kategori yang terdapat pada kuesioner yang digunakan dengan kejadian obesitas.21

Obesitas bisa terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dikeluarkan. Sesuai dengan persamaan “Masukan energi = pengeluaran energi Energi makanan terkonsumsi = kerja eksternal +

panas internal ± energi yang disimpan” serta dihubungkan dengan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa konsumsi makanan berlebihan yang menjadi faktor utama sehingga kalori yang disimpan banyak dan akhirnya terjadi penumpukkan lemak. Penumpukkan lemak yang terjadi dalam waktu yang lama inilah yang mengakibatkan munculnya obesitas.1

Dokumen terkait