• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PEMBERIAN NATRIUM KLORIDA 1 DEO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EVALUASI PEMBERIAN NATRIUM KLORIDA 1 DEO"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PEMBERIAN NATRIUM KLORIDA 1%,

DEOKSIKORTIKOSTERON ASETAT, DAN

BETA-AMINOPROPIONITRIL PADA TEKANAN DARAH TIKUS

MODEL ANEURISMA

NISA CHAIRANA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Pemberian Natrium Klorida 1%, Deoksikortikosteron Asetat, dan Beta-Aminopropionitril pada Tekanan Darah Tikus Model Aneurisma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Nisa Chairana

(4)
(5)

ABSTRAK

NISA CHAIRANA. Evaluasi Pemberian Natrium Klorida 1%, Deoksikortikosteron Asetat, dan Beta-Aminopropionitril pada Tekanan Darah Tikus Model Aneurisma. Dibimbing oleh HUDA SHALAHUDIN DARUSMAN dan BAYU FEBRAM PRASETYO.

Hipertensi menjadi masalah kesehatan di dunia karena menyebabkan gangguan kardiovaskular yang mematikan seperti aneurisma, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengevaluasi tikus model aneurisma pasca pemberian natrium klorida 1%, deoksikortikosteron asetat, dan beta-aminopropionitril dengan menggunakan tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan tekanan arteri rerata sebagai variabel. Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus galur Wistar yang telah dilakukan tindakan bedah nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra. Tikus tersebut selanjutnya diberikan perlakuan dengan memberikan sediaan secara bertahap, yaitu natrium klorida 1%, deoksikortikosteron asetat, dan beta-aminopropionitril. Variabel uji tekanan darah tikus pasca bedah menunjukkan hasil yang berbeda signifikan atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan tekanan darah sebelum tikus dibedah. Dari ketiga perlakuan sediaan tersebut, pemberian beta-aminopropionitril menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan tikus sebelum bedah, pasca bedah dan kedua perlakuan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh bedah dan pemberian tiga sediaan tersebut memiliki efek sinergis dalam meningkatkan tekanan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan aneurisma.

(6)

ABSTRACT

NISA CHAIRANA. The Evaluation by Giving Sodium Chloride 1%, Deoxycorticosterone Acetate, and Beta-Aminopropionitrile Toward The Blood Pressure of The Aneurysm Rat Model. Dibimbing oleh HUDA SHALAHUDIN DARUSMAN dan BAYU FEBRAM PRASETYO.

Hypertension become a health problem in the world due to its ability of cardiovascular such as an aneurysm, heart failure, stroke, and renal disease. The aim of this research was to evaluate variable of systolic blood pressure, diastolic blood pressure, and mean arterial pressure using rat as an aneurysm model post natrium chloride 1%, deoxycorticosterone acetate, and beta-aminopropionitrile. This research used twenty Wistar rats post surgery nephrectomy dextra and ligation of arterial carotis communis sinistra. Natrium chloride 1%, deoxycorticosterone acetate, and beta-aminopropionitrile were given continuously to the rats. This variable of blood pressure post surgery showed a higher result with significant difference than before the surgery. From all of the treatment, beta-aminopropionitrile application showed the highest result than the other treatment. This result showed that surgery and these three solutions give a significant effect of blood pressure and could lead to aneurysm.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

EVALUASI PEMBERIAN NATRIUM KLORIDA 1%,

DEOKSIKORTIKOSTERON ASETAT, DAN

BETA-AMINOPROPIONITRIL PADA TEKANAN DARAH TIKUS

MODEL ANEURISMA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Evaluasi Pemberian Natrium Klorida 1%, Deoksikortikosteron Asetat, dan Beta-Aminopropionitril pada Tekanan Darah Tikus Model Aneurisma. Terima kasih saya ucapkan kepada Drh Huda S Darusman, MSi PhD dan Bayu Febram Prasetyo, SSi Apt MSi selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan tuntunan dalam penelitian dan penulisan skripsi. Penghargaan penulis ungkapkan kepada Dr Drh Risa Tiuria, MS PhD selaku pembimbing akademik yang telah membimbing saya selama menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ir H Muhammad Sulhi sebagai Ayah, Dra Hj Rida Tresnadewi sebagai Ibu, serta Mutia Rizkiana dan Rahmasari Ramadhan sebagai saudara kandung yang selalu memberikan dukungan, doa, dan kasih sayang yang tak pernah putus.

Ungkapan terima kasih saya sampaikan kepada Kanti Rahmi Fauziyah, Fauzi A Munggaran, dan Aditya Juliansyah sebagai rekan penelitian yang selalu saling membantu dan memberi semangat selama menyusun tugas akhir. Galih Adya Permana, Hutomo Adi Nugroho, Crisna Kemala, Intan Anindita Suseno, Lew Junn Yi, Sari Anggraini, Rifka Putri Puri Handayani, rekan-rekan ‘WISMA NUSANTARA’, dan rekan-rekan ‘ASTROCYTE’ FKH 49 yang selalu saling mendukung. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Tekanan Darah 2

Model Tikus Aneurisma Serebri 3

METODE PENELITIAN 4

Lokasi dan Waktu Penelitian 4

Alat dan Bahan Penelitian 4

Prosedur Percobaan 4

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Tekanan Darah Normal dan Setelah Bedah 7

Tekanan Darah Normal dan Setelah Pemberian NaCl 1% 7 Tekanan Darah Normal dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA 8 Tekanan Darah Normal dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA + BAPN 9 Tekanan Darah Setelah Bedah dan Setelah Pemberian NaCl 1% 9 Tekanan Darah Setelah Bedah dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA 10 Tekanan Darah Setelah Bedah dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA +

BAPN 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis data tekanan darah normal dan peningkatan tekanan darah

setelah pembedahan maupun setelah perlakuan 6

2 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan

normal dan setelah pembedahan 7

3 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan

normal dan setelah pemberian NaCl 1% 8

4 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan normal dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% + DOCA 8 5 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan

normal dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% + DOCA + BAPN 9 6 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar setelah pembedahan

dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% 10

7 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar setelah pembedahan

dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% + DOCA 10

8 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar setelah pembedahan dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% + DOCA + BAPN 11

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir prosedur penelitian 4

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tekanan darah adalah suatu tenaga atau kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh (Gunawan 2007). Gangguan pada tekanan darah dibagi menjadi hipertensi dan hipotensi (Anies 2006). Hipotensi merupakan tekanan darah rendah yang abnormal sedangkan hipertensi merupakan tingginya tekanan darah arteri secara persisten (Dorland 2012). Hipertensi merupakan faktor risiko terhadap munculnya penyakit kardiovaskular seperti aneurisma, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal (Mancia et al. 2008).

Hipertensi menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Chen et al.

2006). Hipertensi dianggap sebagai satu-satunya faktor risiko terjadinya aneurisma (Baradero et al. 2008). Aneurisma terjadi karena lemahnya dinding pembuluh darah akibat penipisan dan degenerasi dinding pembuluh darah arteri yang diakibatkan oleh turbulensi aliran darah (Sudibyo 2014). Aneurisma dapat dipelajari dengan aplikasi hewan model bedah melalui nefrektomi atau operasi pengangkatan ginjal dan ligasi atau pengikatan pembuluh darah arteri carotis communis (Mancia et al. 2008). Hipertensi yang akan berlanjut menjadi aneurisma merupakan penyakit multifaktorial, salah satu penyebabnya ialah mengonsumsi garam dengan kadar yang berlebihan (Iskandar 2010).

Sehubungan dengan tingginya morbiditas dan mortalitas kejadian hipertensi tersebut diperlukan kajian yang mendalam untuk mengetahui tindakan preventif dan kuratif. Salah satunya ialah dengan mengembangkan hewan model aneurisma. Hewan model aneurisma ditandai dengan gejala yang khas yaitu tekanan darah yang tinggi dan persisten. Induksi bedah berupa nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communs sinistra diberikan pada tikus dengan tujuan untuk meningkatkan tekanan darah (Mancia et al. 2008). Peningkatan tekanan darah secara persisten dilakukan dengan memberikan beberapa sediaan yang mengandung garam atau bahan yang dapat memicu peningkatan tekanan darah yang terdiri dari natrium klorida (NaCl) 1% dan deoksikortikosteron asetat (DOCA) (Pimenta et al. 2009). Sediaan yang mampu memicu terjadinya aneurisma ialah beta-aminopropionitril (BAPN) dengan cara menghambat enzim lysyl oxydase sehingga pembuluh darah menipis (Miana et al. 2015). Untuk mengetahui sediaan yang paling signifikan dalam meningkatkan tekanan darah tersebut maka dilakukan evaluasi pengukuran tekanan darah pada hewan tikus galur Wistar sebagai hewan model aneurisma yang telah dibedah nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra sebelumnya.

Tujuan Penelitian

(16)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efek bedah dan efek sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN pada tikus galur Wistar sebagai hewan model aneurisma.

TINJAUAN PUSTAKA

Tekanan Darah

Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh (Gunawan 2007). Tekanan darah sistolik (TDS) adalah puncak yang tercapai ketika jantung berkontraksi dan memompakan darah keluar melalui arteri sedangkan tekanan darah diastolik (TDD) ialah ketika tekanan jatuh ke titik terendah saat jantung rileks dan mengisi darah kembali (Budiyanto 2002; Fried dan Hademenos 2005). Tekanan arteri rerata atau yang sering disebut dengan mean arterial pressure

(MAP) adalah tekanan di seluruh sistem arteri pada satu siklus jantung. MAP dapat diperoleh dengan rumus Ibnu (1996):

( )

MAP merupakan hasil perkalian curah jantung dengan tahanan perifer (Ibnu 1996). Patogenesis tekanan darah tinggi dimulai dari tekanan darah yang dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer serta dipengaruhi juga oleh tekanan atrium kanan. Hipertensi menunjukkan curah jantung yang meningkat kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikan tekanan darah yang menetap (Ibnu 1996). Peningkatan curah jantung dan tahanan perifer dapat terjadi akibat asupan garam yang berlebih (Sidabutar dan Prodjosujadi 1990).

Tekanan darah dikatakan tinggi apabila lebih besar dari tekanan yang diperlukan untuk memelihara aliran darah yang tetap. Saat tekanan darah di atas normal, volume darah ikut meningkat dan saluran darah terasa lebih sempit sehingga jantung harus memompa lebih keras untuk dapat menyuplai oksigen dan zat-zat makanan ke setiap sel di dalam tubuh (Baradero et al. 2008). Hipertensi merupakan faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arteria, serta menjadi penyebab utama gagal jantung kronis (WHO 1999).

(17)

3 karena tekanan darah yang terus meningkat (Brisman et al. 2006; Dorland 2012; Muttaqin 2008).

Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung (invasive blood pressure) merupakan kriteria standar yang terdiri dari penggunaan kateter intraarterial untuk pengukuran namun metode ini tidak dapat diterapkan untuk kelompok besar individu tanpa gejala untuk skrinning hipertensi. Metode tidak langsung (non invasive bloodpressure) merupakan metode yang biasa digunakan karena memanfaatkan arteri yang kolaps oleh tekanan dari cuff eksternal. Metode tersebut menggunakan manset atau cuff ekor tikus uji. Cuff akan mendeteksi denyut karena tekanan cuff melebihi tekanan darah sehingga arteri terjepit dan tidak ada darah yang mengalir di dalamnya. Metode pengukuran tekanan darah tersebut menggunakan sensor perekam tekanan volume darah (Ronny et al. 2010). Beberapa hal yang harus diperhatikan selama pengukuran adalah suhu tubuh tikus uji yang sangat menentukan konsistensi dan akurasi pengukuran tekanan darah, tikus uji harus tenang selama pengukuran serta pengaturan suhu ruang yang tidak kurang dari 26 oC (Malkoff 2005).

Model Tikus Aneurisma Serebri

Tikus galur Wistar merupakan hewan laboratori rodensia yang dikembangbiakkan karena bersifat adaptif dalam pemeliharaan dan memenuhi fungsi fisiologis sebagai mamalia yang dapat menggambarkan manusia (Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rattus norvegicus, galur Wistar karena diketahui tikus ini dapat digunakan sebagai hewan model untuk penelitian gangguan kardiovaskular (Murwani et al.

2006). Model tikus aneurisma serebri dilakukan dengan tindakan bedah yang diawali dengan nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra. Tindakan bedah pada tikus tersebut akan menghasilkan tekanan darah tinggi atau hipertensi yang kemudian berlanjut menjadi aneurisma (Mancia et al. 2008).

Deoksikortikosteron adalah hormon steroid yang mempunyai kemiripan dengan aldosteron dan berperan penting pada ginjal. Induksi DOCA menyebabkan stres oksidatif akibat meningkatnya superoksida yang bersifat radikal bebas dan merusak fisiologis dari beberapa jaringan dalam tubuh seperti jaringan adiposa karena peran angiotensin II. Jaringan adiposa yang abnormal dapat meningkatkan vasokontriksi yang kemudian menyebabkan hipertensi (Kasper et al. 2005; Jimenez et al. 2007; Sargowo 2009).

Konsumsi NaCl 1% berlebih dapat menimbulkan hipertensi melalui retensi air akibat kadar natrium yang tinggi sebab natrium bekerja menahan air di dalam tubuh karena bersifat higroskopis atau mudah menyerap air, sehingga volume darah yang beredar akan meningkat dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Gunawan 2007). BAPN dapat menghambat aktivitas enzim lysyl oxydase

yang bertugas dalam deaminasi oksidatif dari lisin dan hidroksilisin pada proses

(18)

4

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP) Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai bulan Juni 2015 sampai September 2015.

Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus, botol minum tikus, spoit, timbangan, alat pengukur tekanan darah non invasive

menggunakan instrumen CODA (Kent Scientific, USA), kain lap, alat pengukur suhu tikus (infrafred thermometer) dengan laser sight, dan laptop. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus galur Wistar betina usia 10-12 minggu dengan bobot badan 180-280 gram yang didapatkan dari PT Indo Anilab Bogor, serbuk gergaji, NaCl 1%, DOCA, BAPN, akuades, dan pakan tikus.

Prosedur Percobaan

Tahap Persiapan Hewan

1 minggu

1 minggu

2 minggu

2 minggu

2 minggu

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian Tikus normal

Tikus + bedah

Tikus + bedah + NaCl 1%

Tikus + bedah + NaCl 1% + DOCA

Tikus + bedah + NaCl 1% + DOCA + BAPN

Analisis Data

(19)

5 Hewan yang digunakan yaitu 20 ekor tikus galur Wistar yang dipelihara di dalam kotak plastik berukuran 30 cm×20 cm×20 cm dan dilengkapi dengan kawat penutup, minum yang diberikan secara ad libitum, pakan sebanyak 10gr/100gr bobot badan/hari, dan serutan kayu sebagai alas. Penelitian ini telah memenuhi kaidah etika penelitian dari komisi kesejahteraan hewan RSHP FKH IPB. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Aklimatisasi dilakukan selama satu minggu untuk membiasakan hewan pada kondisi percobaan dan diberi pakan standar serta minum yang cukup.

Tahap Perlakuan Hewan

Tikus galur Wistar diinduksi bedah dengan tindakan nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra. Tindakan pembedahan diawali dengan anestesi tikus menggunakan ketamine dengan dosis 40-100 mg/kg dan xylazine

dengan dosis 5-13 mg/kg. Satu minggu setelah pembedahan, tikus tersebut diberi perlakuan dengan memberikan sediaan NaCl 1% melalui air minum. Dua minggu setelah pemberian NaCl 1%, tikus tersebut diberikan tambahan DOCA secara subkutan. Dua minggu selanjutnya, diberikan tambahan BAPN melalui air minum. Tahap Pengukuran Tekanan Darah

Pengukuran tekanan darah menggunakan metode pengukuran non invasive

melalui instrumen CODA (Kent Scientific, USA). Pengukuran tekanan darah pada tikus dilakukan dengan memasukkan tikus ke dalam nose cone animal holder with stand atau tabung restraint yang terhubung dengan warming pad. Tikus tersebut dikondisikan dalam keadaan hangat dan tenang di atas warming pad sampai suhu tikus mencapai suhu yang optimum yaitu 30-32 oC. Ekor tikus dimasukkan ke lubang ekor pada manset atau cuff. Cuff terdiri dari occlusion cuff yang dimasukkan ke ekor tikus pertama kali dan volume pressure recorder cuff sebagai pendetektor denyut. Cuff dikencangkan sesuai dengan ukuran ekor dari tiap tikus dan tikus siap diukur (Gambar 2). Pengukuran yang menggunakan metode non invasive ini memanfaatkan arteri yang kolaps oleh tekanan dari cuff yang mengembang secara otomatis sehingga arteri terjepit. Arteri yang terjepit menyebabkan tidak ada darah yang mengalir di dalamnya sehingga denyut aliran darah akan terdeteksi. Pengukuran dilakukan sebanyak sepuluh kali pengulangan untuk masing-masing tikus dan diambil reratanya. Parameter yang diambil yaitu tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, dan mean arterial pressure.

Gambar 2 Nose cone animal holder with stand (A), volume pressure recorder cuff (B1), occlusion cuff (B2), pengukuran tekanan darah (C),warming pad (C1), selimut (C2), instrumen CODA (C3)

(20)

6

Analisis Data

Data tekanan darah yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan metode analisis sidik ragam (ANOVA-Analysis of Variance) yang dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dan variabel uji dapat terprediksi, analisis statistik ini menggunakan software SAS 9.1.3 (North Carolina, USA).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tekanan darah dapat dikatakan mengalami hipertensi ketika memiliki TDS di atas 140 mmHg dan TDD di atas 90 mmHg (Szukri dan Pranawa 2001). Analisis data tekanan darah normal dan peningkatan tekanan darah setelah pembedahan dan setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Secara keseluruhan nilai TDS, TDD, dan MAP meningkat seiring perlakuan bedah dan pemberian sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN. Peningkatan tekanan darah ini menunjukkan hasil yang signifikan (p<0.05) jika dibandingkan dengan nilai tekanan darah normal sebagai kontrol dan dapat digolongkan ke dalam hipertensi. Nilai tekanan darah setelah tindakan bedah dan pemberian ketiga sediaan memiliki nilai tertinggi. Hal ini dikarenakan perjalanan sediaan BAPN dalam tubuh bersinergis dengan NaCl 1% dan DOCA dalam upaya mempertahankan nilai tekanan darah.

Tabel 1 Hasil analisis data tekanan darah normal dan peningkatan tekanan darah setelah pembedahan maupun setelah perlakuan

Normal+Setelah operasi (SO) 134.2±12 96.7±11.7 109.2±10.8

Normal+SO+NaCl 141.5±8.8 98.5±11.3 112.8±9.7

Normal+SO+NaCl+DOCA 149.9±14.5 105.3±14.9 120.3±14.4 Normal+SO+NaCl+DOCA+BAPN 153.4±13.3 110.4±13.8 124.7±13.2

(21)

7 Tekanan Darah Normal dan Setelah Bedah

Analisis data TDS, TDD, dan MAPpada tikus galur Wistar dalam keadaan normal dan setelah tindakan bedah yang terdiri dari nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra dapat dilihat pada Tabel 2. Peningkatan TDS, TDD, dan MAP setelah tindakan bedah membuktikan bahwa nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra dapat membuat hewan model hipertensi yang akan berlanjut menjadi aneurisma. Hal ini dikarenakan hipertensi dianggap sebagai satu-satunya faktor utama terjadinya aneurisma (Baradero et al. 2008). Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa tindakan bedah tersebut dapat meningkatkan tekanan darah (Mancia et al. 2008).

Tabel 2 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan normal dan setelah pembedahan

Variabel Normal Setelah pembedahan P

TDS (mmHg) 111.4±8.2a 134.2±12b <0.0001

TDD (mmHg) 81.5±7.5a 96.7±11.7b <0.0001

MAP (mmHg) 91.7±7.1a 109.2±10.8b <0.0001

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah. Berbagai kelainan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi (Sherwood 2001). Nefrektomi menyebabkan fungsi ginjal sebagai organ ekskresi terganggu. Gangguan ini membuat ginjal tidak mampu untuk mengeliminasi beban garam secara normal sehingga volume plasma meningkat. Peningkatan volume plasma tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan elastisitas pembuluh darah sehingga mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer. Kedua faktor ini yang dapat menyebabkan hipertensi (Rubenstein et al. 2003).

Ligasi arteri carotis communis sinistra menyebabkan jantung harus memompa lebih kuat karena pembuluh darah kehilangan elastisitasnya. Oleh karena itu, arteri tidak mampu untuk mengalirkan darah dengan volume yang sama sehingga suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat untuk mencapai jaringan tubuh. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi berat seperti hipertensi (Miclaus dan Ples 2014; Lubin et al. 2013).

Tekanan Darah Normal dan Setelah Pemberian NaCl 1%

(22)

8

pun ikut meningkat dan jantung harus bekerja lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui pembuluh darah arteri yang semakin sempit sehingga terjadi tekanan darah tinggi (Karp 2002; Goodman dan Gilmans 2006).

Tabel 3 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan normal dan setelah pemberian sediaan NaCl 1%

Variabel Normal NaCl 1% P

TDS (mmHg) 111.4±8.2a 141.5±8.8b <0.0001

TDD (mmHg) 81.5±7.5a 98.5±11.3b <0.0001

MAP (mmHg) 91.7±7.1a 112.8±9.7b <0.0001

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tekanan Darah Normal dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA

Analisis data TDS, TDD, dan MAP pada tikus galur Wistar dalam keadaan normal dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% dan DOCA dapat dilihat pada Tabel 4. Pemberian sediaan NaCl 1% dan DOCA dapat meningkatkan TDS, TDD, dan MAP. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa pemberian sediaan DOCA pada tikus galur Wistar menghasilkan hipertensi (Badyal et al.

2003). Hewan model yang diberikan DOCA mengakibatkan peningkatan tekanan darah secara signifikan sehingga lebih sesuai untuk model hipertensi (Sjakoer dan Permatasari 2011).

Tabel 4 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan normal dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% dan DOCA

Variabel Normal NaCl 1%+DOCA P

TDS (mmHg) 111.4±8.2b 149.9±14.5a a <0.0001

TDD (mmHg) 81.5±7.5b 105.3±14.9a <0.0001

MAP (mmHg) 91.7±7.1b 120.3±14.4a <0.0001

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Peningkatan tekanan darah pada tikus galur Wistar setelah diberikan DOCA terjadi karena DOCA menyebabkan retensi natrium dan air dalam tubuh sampai terjadi diuresis sehingga menyebabkan reabsorpsi natrium. Reabsorpsi natrium kemudian menyebabkan peningkatan reabsorpsi air dan peningkatan volume serta tekanan darah (Hemalatha 2013). Selain itu, induksi DOCA dapat meningkatkan vasokontriksi (Jimenez et al. 2007). Vasokontriksi yang diakibatkan oleh pemberian sediaan DOCA sama seperti ketika tikus diberi sediaan NaCl 1% yaitu dapat menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui pembuluh darah arteri yang semakin sempit sehingga terjadi tekanan darah tinggi.

(23)

9 dapat meningkatkan tekanan darah (Bagrov dan Lakatta 2004). Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron yang mengakibatkan retensi natrium dan air dalam tubuh sampai terjadi diuresis sehingga menyebabkan reabsorpsi natrium. Reabsorpsi natrium kemudian menyebabkan peningkatan reabsorpsi air dan peningkatan volume serta tekanan darah (Hemalatha 2003). Selain itu, angiotensin II akibat induksi DOCA memiliki sifat vasokontriktor kuat (Jimenez et al. 2007). Vasokontriksi atau penyempitan lumen pembuluh darah menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui pembuluh darah arteri yang semakin sempit sehingga terjadi tekanan darah tinggi.

Tekanan Darah Normal dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA + BAPN

Analisis data TDS, TDD, dan MAPpada tikus galur Wistar dalam keadaan normal dan setelah pemberian sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN dapat dilihat pada Tabel 5. Pemberian sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN dapat meningkatkan TDS, TDD, dan MAP. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa BAPN mampu meningkatkan tekanan darah (Schwartzkopff et al. 2000). BAPN meningkatkan tekanan darah dengan menghambat aktivitas enzim lysyl oxydase yang bertugas dalam deaminasi oksidatif dari lisin dan hidroksilisin pada proses cross linking kolagen dan elastin sehingga akan menurunkan deposisi serat kolagen dan elastin (Wu 2010). Penurunan deposisi kolagen dan elastin menyebabkan menipisnya pembuluh darah sehingga darah harus memiliki tekanan yang tinggi untuk dapat melewati pembuluh darah dan jantung harus bekerja lebih keras dan terjadilah aneurisma (Miana et al. 2015). Tabel 5 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan

normal dan setelah pemberian sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN

Variabel Normal NaCl+DOCA+BA

PN

P

TDS (mmHg) 111.4±8.2b 153.4±13.3a <0.0001

TDD (mmHg) 81.5±7.5b 110.4±13.8a <0.0001

MAP (mmHg) 91.7±7.1b 124.7±13.2a <0.0001

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tekanan Darah Setelah Bedah dan Setelah Pemberian NaCl 1%

(24)

10

Tabel 6 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar setelah pembedahan dan setelah pemberian sediaan NaCl 1%

Variabel Setelah pembedahan NaCl 1% P

TDS (mmHg) 134.2±12b 141.5±8.8a 0.0335

TDD (mmHg) 96.7±11.7a 98.5±11.3a 0.6242

MAP (mmHg) 109.2±10.8a 112.8±9.7a 0.2770

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tekanan Darah Setelah Bedah dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA

Analisis data TDS, TDD, dan MAP pada tikus galur Wistar setelah nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra serta setelah pemberian sediaan NaCl 1% yang ditambahkan dengan sediaan DOCA dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis menyatakan bahwa peningkatan TDS, TDD, dan MAP oleh tindakan pembedahan memiliki pengaruh yang signifikan atau terdapat perbedaan yang nyata jika dibandingkan dengan tikus galur Wistar setelah pemberian sediaan NaCl 1% dan DOCA.

Tabel 7 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar setelah pembedahan dan setelah pemberian sediaan NaCl 1% dan DOCA

Variabel Setelah

pembedahan

NaCl+DOCA P

TDS (mmHg) 134.2±12b 149.9±14.5a 0.0006

TDD (mmHg) 96.7±11.7a 105.3±14.9a 0.0509

MAP (mmHg) 109.2±10.8b 120.3±14.4a 0.0092

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Tekanan Darah Setelah Bedah dan Setelah Pemberian NaCl 1% + DOCA + BAPN

Analisis data TDS, TDD, dan MAP pada tikus galur Wistar setelah nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra dan setelah pemberian sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai tekanan darah setelah pemberian sediaan BAPN menunjukkan hasil yang signifikan atau terlihat jelas peningkatannya. Peningkatan TDS, TDD, dan MAP menunjukkan hasil yang paling signifikan dibandingkan dengan perlakuan lainnya karena perjalanan sediaan BAPN dalam tubuh bersinergis dengan NaCl 1% dan DOCA dalam upaya meningkatkan tekanan darah.

(25)

11 Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Sidabutar dan Prodjosujadi 1990). Faktor lain yang ikut berperan, yaitu sistem renin-angiotensin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. Renin berperan pada proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron yang berperan dalam penyimpanan garam dalam air. Keadaan ini yang mengakibatkan timbulnya hipertensi (Susalit et al. 2001).

Tabel 8 Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar setelah nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra dan setelah pemberian sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN

Variabel Setelah pembedahan NaCl+DOCA+BAPN P

TDS (mmHg) 134.2±12.0b 153.4±13.3a <0.0001

TDD (mmHg) 96.7±11.7b 110.4±13.8a 0.0017

MAP (mmHg) 109.2±10.8b 124.7±13.2a 0.0002

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tikus galur Wistar yang diinduksi bedah dengan tindakan nefrektomi dextra dan ligasi arteri carotis communis sinistra dapat meningkatkan TDS, TDD, dan MAP.Sediaan NaCl 1%, DOCA, dan BAPN terbukti dapat meningkatkan tekanan darah, baik TDS, TDD, dan MAP. Sediaan DOCA menunjukkan peningkatan tekanan darah yang paling tinggi. Hewan yang diinduksi bedah dan diberikan sediaan NaCl 1%, DOCA serta dilanjutkan dengan penambahan sediaan BAPN dapat dijadikan hewan model aneurisma.

Saran

Penelitian lanjutan histopatologi organ interna diperlukan untuk mengonfirmasi hasil klinis hipertensi dan aneurisma.

DAFTAR PUSTAKA

Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. Ed ke-23. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.

Badyal DK, Lata H dan Dadhich AP. 2003. Animal model of hypertension and effect of drugs. J Pharmacology Indian. 35(1): 349-362.

(26)

12

Brisman JL, Song KK, Newell DW. 2006. Cerebral aneurysms. N Eng J Med.

355(9): 928-939.

Brown NJ. 2005. Aldosterone and end organ damage curr opin nephrol hypertension. J Hypertension. 14(1):235-241.

Budiyanto KAM. 2002. Gizi dan Kesehatan, Ed 1. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Pr.

Chen XK, Wen SW, Smith G, Yang Q, Walker M. 2006. Pregnancyinduced hypertension is associated with lower infant mortality in preterm singletons.

Br J Obstet Gynecol. 113(5): 544-51.

Davey P. 2006. Medicine At a Glance. Jakarta (ID): Erlangga.

Dorland WAN. 2012. Kamus Saku Kedokteran DORLAND. Ed ke-28. Jakarta (ID): EGC.

Fried GH, Hademenos GJ. 2005. Biologi. Ed ke-5. Jakarta (ID): Erlangga.

Gharbawy. 2011. Arterial pressure, left ventricular mass and aldosterone in essential hypertension. J Hypertension. 37(1): 845-850.

Goodman, Gilman’s. 2006. The Pharmacological Basis of Therapeutics. 11th Ed.

New York (US): McGraw-Hill.

Gunawan L. 2007. Hipertensi. Ed ke-8. Yogyakarta (ID): Kanisius.

He FJ, MacGregor GA. 2009. A comprehensive review on salt and health and current experience of worldwide salt reduction programmes. J Human Hypertension. 23(1): 363-84.

Hemalatha G, Pugalendi GV, Saravanan R. 2013. Modulatory effect of sesamol and DOCA-salt induced oxidative stress in uninephrectomized hypertension rats. Mol Cell Biochem. 10(1): 1647-1651.

Ibnu M. 1996. Dasar-Dasar Fisiologi Kardiovaskuler. Jakarta (ID): EGC.

Inci S, Spetzler RF. 2000. Intracranial aneurysms and arterial hypertension: a review and hypothesis. Surg Neurol. 53: 530-542.

Iskandar M. 2010. Health Triad (Body, Mind, and System). Ed ke-1. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.

Jimenez R, Sepulveda RL, Kadmiri M, Romero M, Vera R, Sanchez M, Vargas F, O’Valle F, Zarzuelo A, Duenas M et al. 2007. Polyphenols restore endothelial function in DOCA-salt hypertension: role of endothelin-1 and NADPH oxidase. Free Radical Biology and Med. 43: 462–473.

Karp G. 2002. Cell and Molecular Biology. 3rd Ed. New York (US): John Willey and Son.

Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS. 2005. Hypertension, Harrison’s Manual of Medicine. 16th Ed. New York (US): McGraw-Hill.

Lubin MF, Dodson TF, Winawer NH. 2013. Medical Management of the Surgical Patient. New York (US): Cambridge University Pr.

Malkoff J. 2005. Non-invasive blood pressure for mice and rats. Kent Scientific Corporation. 1-7.

Mancia G, Grassi G, Kjeldsen SE. 2008. Manual of hypertension of the European Society of Hypertension. London (GB): Informa Healthcare.

(27)

13 Miclaus GD, Ples H. 2014. Atlas of Angiography. New York (US): Springer. Murwani S, Ali M, Muliartha K. 2006. Diet aterogenik pada tikus (Rattus

novergicus strain Sprague dawley) sebagai model hewan aterosklerosis. J Ked Brawijaya. 22(1): 120-126.

Muttaqin A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta (ID): Salemba Medika.

Pimenta E, Gaddam KK, Oparil S, Aban I, Husain S, Dell’Italia LJ. 2009. Effects of dietary sodium reduction on blood pressure in subjects with resistant hypertension: results from a randomized trial. J Hypertension. 54(3): 475– 481.

Ronny, Setiawan, Faimah S. 2010. Fisiologi Kardiovaskular: Berbasis Masalah Keperawatan. Jakarta (ID): EGC.

Sargowo D. 2009. Hypertension and Vascular Molecular Biology Research Review on Biomolecular Mechanism. Jakarta (ID): InaSH.

Schwartzkopff B, Brehm M, Mundhenke M, Strauer BE.2000. Repair of coronary arterioles after treatment with perindopril in hypertensive heart disease. J Hypertension. 36(1): 220-225.

Sidabutar RP, Prodjosujadi W. 1990. Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta (ID): FKUI Pr.

Sjakoer NAA, Permatasari N. 2011. Mekanismee deoxycorticosterone acetate (DOCA)-garam terhadap peningkatan tekanan draa pada hewan coba. El-Hayah. 4(1): 199-213.

Smith JB, Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Pengunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta (ID): UI Pr.

Suckow MA, Weisbroth SH, Franklin CL. 2006. The Laboratory Rat. California (US): Elsevier Science.

Sudibyo A. 2014. Barongsai. Yogyakarta (ID): Merdeka Media.

Susalit E, Kapojos JE, Lubin HR. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta (ID): FKUI Pr.

Szukri M, Pranawa. 2001. Terapi kombinasi dan anti hipertensi. JKSK. 1(1). [WHO-ISH] World Health Organization-International Society of Hypertension.

1999. Guidelines for the Management of Hypertension. J Hypertension. 17: 151-183.

(28)

14

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Diagram alir prosedur penelitian
Gambar 2  Nose cone animal holder with stand (A), volume pressure recorder cuff (B1), occlusion cuff (B2), pengukuran tekanan darah (C),warming pad (C1), selimut (C2), instrumen CODA (C3)
Tabel 1  Hasil analisis data tekanan darah normal dan peningkatan tekanan darah setelah pembedahan maupun setelah perlakuan
Tabel 2  Hasil analisis data tekanan darah tikus galur Wistar dalam keadaan normal dan setelah pembedahan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun dalam kedua teks tersebut tidak ditemukan waktu penyalinannya, tetapi dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Roosiati (1983) disebutkan

Dari hasil tes kesegaran jasmani yang telah dilakukan menunjukkan hasil rata-rata tingkat kesegaran jasmani siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Grabag Kabupaten Magelang, 2,69%

Kandungan asam fitat pada berbagai pakan broiler (jagung, dedak padi, kedelai) dan ransum pada penelitian ini menunjukkan penurunan kadar fitat pada masing-masing

P enerbitan Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Volume 11 Nomor 2 Tahun 2015 - Center for Business Studies berisi enam artikel, yaitu empat artikel menya- jikan hasil penelitian, dan

Saran yang dianjurkan adalah untuk menekan penyakit rebah kecambah pada kacang tanah, konsentrasi filtrat rizobakteri hasil uji secara in vitro dan formula gel rizobakteri

(2000) yang melakukan penelitian pada pedet dan sapi dewasa, perbedaan rasio neutrofil dan limfosit ini diduga disebabkan pedet memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan

Seluruh dokumen di ilmuti.org dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial (nonprofit), dengan syarat tidak menghapus

Bahan yang digunakan adalah 65 ekor ikan Guppy (Poecilia reticulata), yang merupakan sebagai objek yang akan diamati, berukuran kecil dengan panjang ± 5 cm; air