• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN SELO SOEMARDJAN DALAM MENGHADA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMIKIRAN SELO SOEMARDJAN DALAM MENGHADA"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI SOSIAL INDONESIA

PEMIKIRAN SELO SOEMARDJAN DALAM MENGHADAPI KRISIS SOSIAL SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN DI INDONESIA “Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester Teori Sosial Indonesia”

Dosen Pembimbing: Dr. Nasiwan, M.Si.

YUNITA RIA DHINI (16416241026)

KELAS A

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang “Pemikiran Selo Soemardjan Dalam Menghadapi Krisis Sosial Sebagai Solusi Permasalahan Di Indonesia” dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Saya berterima kasih kepada Bapak Dr. Nasiwan, M. Si. Selaku dosen mata kuliah Teori Sosial Indonesia yang telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian tugas ini.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang membacanya. Selanjutnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Yogyakarta, 14 Desember 2017

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...2

C. Tujuan Penulisan...2

BAB II PEMBAHASAN...3

A. Perkembangan Ilmu Sosial di Indonesia...3

B. Permasalahan Sosial di Indonesia...8

C. Refleksi Pemikiran Selo Soemardjan dalam Mengatasi Masalah Sosial Indonesia khususnya Yogyakarta...12

i) Biografi Selo Soemardjan...12

ii) Thesis Perubahan Sosial di Yogyakarta...13

D. Relevansi Pemikiran Selo Soemardjan untuk Saat Ini...25

BAB III PENUTUP...27

A. Kesimpulan...27

B. Saran...28

DAFTAR PUSTAKA...29

LAMPIRAN...30

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dapat dikatakan bahwa teori-teori ilmu sosial yang ada di Indonesia ini kurang relevan dengan kondisi dan budaya masyarakat Indonesia. Ilmu-ilmu sosial tersebut merupakan hasil import dari negara Barat. Sehingga kurang berhasil dalam memecahkan masalah dan memberikan solusi dalam permasalahan sosial di Indonesia. Hal ini juga diperparah dengan adanya ketergantungan dari teori Barat. Banyaknya pemikiran dari tokoh-tokoh Barat yang menghiasi teori sosial Indonesia daripada pemikiran tokoh-tokoh dari Indonesia sendiri merupakan suatu kondisi yang memprihatinkan. Berawal dari keprihatinan dan kegelisahan mengenai perkembangan ilmu-ilmu sosial tersebut, maka banyak tokoh Indonesia yang memberikan perhatian dan kontribusi pemikirannya mengenai ilmu-ilmu sosial agar lebih sesuai dengan kondisi dan kebudayaan masyarakat Indonesia. Padahal jika kita kaji dan pahami lebih jauh, teori ilmu sosial tersebut merupakan hasil dari realita permasalahan-permasalahan di Indonesia. Namun dalam perkembangannya, teori ilmu sosial yang mereka kemukakan cenderung dikesampingkan bahkan diremehkan. Dan lebih mengunggulkan teori sosial dari pemikiran Barat.

(5)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat kita ambil rumusan masalah yaitu:

1. Bagaimana Perkembangan Ilmu Sosial di Indonesia? 2. Apa Saja Permasalahan Sosial di Indonesia?

3. Bagaimana Refleksi Pemikiran Selo Soemardjan dalam Mengatasi Masalah Sosial di Indonesia khususnya Yogyakarta?

4. Apakah Pemikiran Selo Soemardjan Masih Relevan dengan Saat Ini? C. Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah tersebut tujuan dari penulisan makalah ini untuk: 1. Mengetahui Perkembangan Ilmu Sosial di Indonesia

2. Mengetahui Permasalahan Sosial di Indonesia

3. Mengetahui Refleksi Pemikiran Selo Soemardajan Sebagai Upaya Mengatasi Masalah Sosial di Indonesia

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Perkembangan Ilmu Sosial di Indonesia

Ilmu sosial merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia dengan manusia lainnya, mempelajari perilaku manusia, serta interaksinya di dalam masyarakat. Obyek ilmu sosial yaitu manusia beserta lingkungannya. Lingkungan disini dapat berarti manusia lain maupun obyek fisik di sekitarnya. Obyek tersebut akan saling mempengaruhi satu sama lain. Interaksi antar manusia dengan manusia lain yang menetap disuatu wilayah dengan waktu yang cukup lama akan membentuk suatu masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial tentunya akan saling membutuhkan dalam segala hal untuk memenuhi segala kebutuhan. Manusia memiliki karakter yang beragam dan kompleks. Oleh karena itu, untuk mempelajari gejala yang kompleks tersebut tidak dapat dilakukan hanya satu disiplin ilmu saja namun harus menggunakan banyak disiplin ilmu seperti psikologi, pendidikan, filsafat, dan lain sebagainya.

Menurut Bung Hatta dalam (Supardi.2009), ilmu sosial memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan. Tiga kegunaan ilmu sosial yaitu: dalamnya. Ilmu sosial tidaklah terlepas dari nilai yang melekat padanya.

3. Applied science

(7)

masa lalu dijadikan batu pijakan untuk pelajaran yang akan datang, sehingga manusia tidak mengalami kegagalan kesekian kalinya.

Menurut (Nasiwan, 2016: 19), secara garis besar perkembangan Ilmu Sosial Indonesia dapat dilacak ke dalam tiga fase perkembangan, yaitu ilmu sosial kolonial (indologi), ilmu sosial develomentalis, dan ilmu sosial kontemporer.

a. Fase Perkembangan Ilmu Sosial Kolonial (Indologi)

Ilmu sosial berawal dari kajian indologie, yakni suatu lembaga bentukan pemerintah kolonial di Leiden tahun 1848 yang bertujuan menyiapkan bekal pengetahuan mengenai masyarakat negeri jajahan bagi calon administrator yang akan dikirim ke Hindi-Belanda (Indonesia). Pemerintah kolonial ingin lebih mengetahui dan mendalami masyarakat negeri jajahannya, tujuannya agar dapat menguasai segala aspek negeri jajahannya. Jalan ini ditempuh karena para penjajah Belanda yang perang melawan pemberontakan pribumi sebenarnya tidak selamanya dimenangkan dengan senjata, melainkan dengan rejim ilmu pengatahuan di belakangnya. Untuk itu didirikan pusat kajian indologi. Pada tahun 1920an, didirikan dua perguruan tinggi yang berhubungan dengan ilmu sosial yaitu tahun 1924 didirikan Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool, RHS) dan tahun 1940 didirikan Fakultas Sastra dan Filsafat (Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte, FLW).

Pada masa kolonial perkembangan ilmu sosial memiliki beberapa ciri umum, antara lain:

(8)

- Paradigma ilmu sosial versi indologie “knowledge is power” yang identik dengan ilmu negara. Dimana mengabdikan diri hanya untuk kepentingan kekuasaan.

- Ilmu sosial Indonesia generasi pertama, terdiri dari para sarjana Belanda dari berbagai latar belakang disiplin keilmuwan dan mereka telah banyak melahirkan teori-teori sosial yang masih berpengaruh sampai saat ini. Seperti W.F. Wertheim (teori perubahan sosial), J.H. Boeke (teori ekonomi ganda),dll. b. Ilmu Sosial Developmentalis (Pembangunan)

(9)

Ciri Ilmu Sosial Developmentalis:

1. Pada dasarnya ilmu sosial developmentalis tidak mengalami perubahan signifikan dari yang dulu yaitu indologie atau ilmu sosial kolonial. Setelah Perang Dunia II, motif ideologis negara-negara Barat dalam menjalin kerja sama khususnya bidang akademik dengan negara-negara baru sangat jelas, dan ini membentuk suatu ketergantungan baru.

2. Istilah Developmentalis (pembangunan) digunakan untuk mengacu pada suatu pernyataan yang berakar ada teori-teori modernisasi. Modernisasi disini memiliki ideologi yang mana model Barat dapat diaplikasikan ke kawasan non Barat sebagai sebuah kemajuan yang dapat menjadi model bagi negara-negara dunia ketiga.

3. Berorientasi pada studi kawasan yaitu Asia Tenggara khususnya Indonesia. Para ilmuwan bekerja sama menangani masalah-masalah pembangunan ekonomi secara komprehensif dengan mengadopsi teori-teori modernisasi.

4. Konsep-konsep teoritis seperti Gemeinschaft-Geselschaft, solidaritas mekanik dan organik, agraris dan industrial,dll mencerminkan kepedulian mereka terhadap masalah-masalah pembangunan di negara dunia ketiga.

5. Menurut Subianto dalam (Nasiwan, 2016: 25) Dari sudut pandang teoritis dan metodologi, ilmu sosial developmentalis lebih pada kajian pembangunan dengan pendekatan budaya dan metode komparatif. Ilmu sosial developmentalis secara langsung mempengaruhi teori metodologi ilmu sosial Indonesia. Yang pertama munculnya “liberalisme anti kolonialisme” dan “metode historis”. Dan yang kedua yaitu adanya teori-teori “liberalisme imerial dan metode komparatif”.

(10)

Dengan berkembangnya ilmu sosial tersebut, Indonesia mulai melahirkan sejumlah ilmuwan sosial Indonesia generasi pertama. Sebagian diantaranya sempat mengenyam pendidikan lewat guru-guru Belanda, seperti Soepomo (hukum), Koentjaraningrat (antropologi), Soekmono (arkeologi),dll adalah murid-murid para sarjana Belanda yang secara langsung maupun tidak langsung sangat terkait dengan tradisi indologie.

c. Ilmu Sosial Kontemporer

Istilah ilmu sosial kontemporer menggambarkan arah dan kecenderungan umum dalam perkembangan ilmu sosial selama Orde Baru dan sesudahnya. Ini merupakan kelanjutan dari perkembangan sebelumnya. Perkembangan ilmu sosial tahun 1980an mendapat dukungan dan perhatian dari pemerintah terhadap ilmu sosial di Indonesia.

Karakteristik ilmu sosial di masa Orde Baru:

1. Pesatnya minat sarjana luar negeri untuk mempelajari Indonesia. Seperti Amerika Serikat, Australia, Inggris, Perancis, dan negara Eropa lainnya.

2. Adanya dua gejala menarik, yang pertama yaitu kembalinya generasi baru peneliti Belanda yang sudah tercerahkan dalam paradigma baru menggantikan paham lama yaitu indologie. Dan yang kedua, yaitu adanya kesadaran baru di kalangan sarjana Asia Tenggara mengenai hubungan regional antar negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

(11)

4. Adanya ketidakjelasan dan kerancuan dalam menyiasati perkembangan ilmu sosial yang makin tidak terkendali, munculnya kebingungan yang belum ada jawabannya. Dan masih terkotak-kotaknya dalam rumpun ilmu sosial.

5. llmu sosial yang semakin ahistoris dan parokial. Di masa sekarang para ilmuwan semakin meninggalkan pendekatan sejarah. Sedangkan maksud parokial yaitu ilmu-ilmu sosial nonekonomi semakin terspesialisasi ke dalam bagian yang lebih kecil, seperti adanya sosiologi pembangunan, komunikasi pembangunan,dan lain sebagainya.

B. Permasalahan Sosial di Indonesia

(12)

Jarang bahkan hampir tidak ada pemikiran asli ilmu sosial yang bersumber dari negri Timur, khususnya Indonesia. Menurut (Alatas, Syed Farid. 2010), hanya beberapa negara Timur yang memiliki kontribusi terhadap perkembangan keilmuwan di Asia yaitu Cina, India dan Korea.

Adanya krisis kepercayaan terhadap kemampuan ilmu-ilmu sosial di dalam memainkan peranannya di dalam memecahkan masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, dan budaya di masyarakat. Krisis kepercayaan terhadap ilmu-ilmu sosial yang berlaku pada suatu kurun waktu tertentu barangkali bukan merupakan monopoli Indonesia, akan tetapi mempunyai validitas global. Pergeseran paradigma, teori, dan metodologi yang berulang kali terjadi di dalam ilmu-ilmu sosial menunjukkan adanya krisis kepercayaan terhadap ilmu-ilmu sosial pada suatu waktu tertentu dan para cendekiawan berusaha untuk memperbaiki ilmu-ilmu sosial tersebut. Infertilitas ilmu-ilmu sosial mungkin disebabkan oleh rendahnya mutu ilmu-ilmu sosial di Indonesia di dalam bentuk ketidaklaikan konsep atau teori di dalam ilmu-ilmu sosial itu sendiri, ketidakvalidan empiris, dan ketidakmanfaatan kebijaksanaan dari ilmu-ilmu sosial di Indonesia. Hal tersebut akan menimbulkan gejala-gejala negatif karena pengadobsian konsep, konstruk, teori, dan metodologi ilmu sosial dari negara asing. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa semua konsep, konstruk, dan teori yang lahir di negara asing atau merupakan hasil penemuan orang asing tidak dapat dipakai untuk mendeskripsikan, memahami, menerangkan dan memprediksikan problema pembangunan dan perubahan sosial di Indonesia. Konsep hubungan patronklien, involusi dan tata nilai membagi kemiskinan, dualisme teknologis, sektor informal, kiranya masih relevan untuk digunakan menganalisa fenomena pembangunan nasional dan perubahan sosial di Indonesia.

Menurut (Syed Farid Alatas. 2010), tingkat kebergantungan ilmuwan sosial negara berkembang meliputi :

1. Kebergantungan pada gagasan

(13)

3. Kebergantungan pada teknologi pendidikan 4. Kebergantungan pada bantuan riset dan pengajaran 5. Kebergantungan pada investasi pendidikan

6. Kebergantungan ilmuwan sosial dunia ketiga pada permintaan Barat akan keterampilan mereka.

Pada tahun 1970an seorang ilmuwan bernama Syed Hussein Alatas memperkenalkan sebuah teori yaitu “teori captive mind” sebagai cara membaca perkembangan ilmu sosial di Dunia Ketiga. Menurut teori ini, ilmu sosial Indonesia menjadi korban Orientalisme dan Eurosentrisme dimana cara berpikir didominasi oleh pemikiran Barat dengan cara meniru dan bersikap tak kritis. Peniruan yang tidak kritis itu merasuk ke semua tingkatan aktivitas ilmiah, memengaruhi latar masalah, analisis, abstraksi, generalisasi, konseptualisasi, deskripsi, eksplanasi dan interpretasi. Karakteristik Captive Mind :

- Produk dari lembaga tinggi pendidikan, baik di dalam maupun luar negeri, dengan cara pengadopsian cara berpikir yang didominasi oleh pemikiran Barat dengan cara meniru tidak kritis.

- Tidak mampu merancang metode analisis yang independen - Tidak mampu memisahkan antara sesuatu yang partikular dan

universal

- Mengadaptasi universalisme yang disematkan pada pengetahuan ilmiah meski tidak sesuai dengan konteks lokal - Terfragmentasi dalam sebuah pandangan tunggal

- Tarasing dari isu utama masyarakat sendiri - Terasing dari tradisi nasionalnya sendiri

- Tidak disadari oleh para ilmuwan, sehingga tidak berusaha keluar dari kondisi tersebut

- Hasil dari dominasi Barat ke seluruh dunia.

(14)

kekuatan utama ilmu sosial. Misalnya saja teori-teori sosiologi yang banyak mengacu pada pemikiran Karl Marx, Weber, dan Durkheim. Secara tidak langsung pemikiran yang diungkapkan tokoh-tokoh tersebut menjadi landasan bagi pemikir di Asia untuk mengadopsi dan mengembangkan ilmu sosial di Asia. Kebutuhan akan lahirnya ilmuwan-ilmuwan baru yang dapat memberikan teori baru dalam memecahkan berbagai permasalahan sosial mengalami kemandegan. Hal itu disebabkan karena perguruan tinggi sebagai agen pencetak intelektual mengalami krisis. 3 krisis yang dialami oleh perguruan tinggi: 1) mahasiswa pascasarjana yang diharapkan mampu memberikan kritik pada teori dan menghasilkan teori baru, masih berkutat pada identifikasi teori dan mengekor pada teori-teori yang sudah ada. 2) dosen tidak dijadikan sebagai “patner diskusi” tetapi sebagai sumber dari segala sumber. 3) banyaknya professor yang dipaksa/ memaksakan diri membimbing mahasiswa meneliti bidang yang tidak dikuasainya.

Dalam perkembangan ilmu sosial, meskipun masih banyak meniru dari Barat, namun masih dapat ditemukan sejumlah sarjana yang konsisten mengembangkan ilmu sosial yang khas yaitu sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia, untuk itu kita harus memberikan apresiasi setinggi-tingginya. Salah satunya sarjana yang berpengaruh dan memberikan pemikiran alternatifnya yaitu Selo Soemardjan tentang perubahan sosial dan masyarakat jejaring yang dapat diterapkan di Indonesia dan dapat dikembangkan oleh akademisi lokal. Beliau menekankan untuk mengubah cara pandang masyarakat mengenai pentingnya perubahan sosial di lembaga-lembaga masyarakat terkait sistem yang sentralistik ke desentralistik untuk Indonesia yang lebih baik.

C. Refleksi Pemikiran Selo Soemardjan dalam Mengatasi Masalah Sosial di Indonesia

(15)
(16)

Pada masa hidupnya beliau dikenal sebagai orang yang tidak suka memerintah, tetapi memberi teladan. Hidupnya lurus, bersih, dan sederhana. Beliau seorang dari sedikit orang yang sangat pantas menyerukan hentikan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisi (KKN). Beliau pantas menjadi teladan kaum birokrat karena etos kerjanya yang tinggi dalam mengabdi kepada masyarakat.

ii) Thesis Selo Soemardjan : Perubahan Sosial di Yogyakarta

(17)

intelektual yang berpendidikan tinggi juga bertindak sebagai pelopor perubahan karena mereka memiliki pengetahuan lebih tentang apa yang harus diubah dan ke arah mana perubahan itu harus dilakukan, yakni penguasa kolonial asing harus digantikan oleh pemerintah nasional yang demokratis. Di masa ini banyak pekerja atau pegawai negeri yang merupakan golongan pribumi dan jumlahnya semakin meningkat. Kemudian orang yang berpendidikan tinggi mulai menjadi lebih di hormati daripada orang orang dari kalangan strata atas (bangsawan). Bangsawan saat ini hanya berupa gelar, namun untuk mencapai apa yang diinginkan, mereka harus bisa bersaing juga dengan penduduk pribumi biasa. Dunia perpolitikan juga sudah mengadopsi budaya Barat, dengan dalam sebuah pidato biasanya menggunakan istilah-istilah bahasa inggris.

(18)

mempertahankan kekuasaan, tetapi lebih daripada itu adalah niat luhur yang menghargai harkat dan martabat manusia.

Karakteristik perubahan sosial menurut (Selo Soemardjan. 1981: 307-329), sebagai berikut:

1. Hasrat akan perubahan sosial bisa berubah menjadi tindakan untuk mengubah kalau ada rangsangan yang cukup kuat untuk mengatasi hambatan-hambatan yang merintangi tahap permulaan proses perubahan.

Hasrat yang semakin besar dan dorongan ke arah perubahan dapat berubah menjadi tindakan dengan stimulus yang kuat. Stimulus biasanya timbul disaat akumulasi tekanan sosial sudah cukup kuat untuk mengatasi hambatan-hambatan sosial yang merintangi tahap awal proses perubahan. Jika hambatan itu bisa diatasi dengan mudah, ada kemungkinan perubahan akan maju berangsur-angsur tanpa mengakibatkan terjadinya banyak gangguan sosial. Akan tetapi jika hambatan-hambatan itu harus disingkirkan dengan kekuatan, pengaruh perubahan itu cenderung disertai cukup banyak disorganisasi sosial. Jadi, suatu perubahan itu tidak harus dilakukan dengan cara kekerasan tapi dengan cara yang baik dan bertahap. Hasrat yang kuat timbul dari kesadaran individu atau kelompok yang menginginkan perubahan yang lebih baik. Hasrat tersebut menjadi pegangan seluruh masyarakat untuk melakukan tindakan perubahan di segala bidang kehidupan. Dimana perubahan tersebut berlandaskan sesuai kebutuhan dan budaya sendiri tanpa adanya hambatan-hambatan dari pengaruh asing.

(19)

sumber tekanan yang sebenarnya ke sasaran-sasaran materiil yang ada sangkut pautnya dengan sumber itu.

Tekanan penguasa asing yang terus-menerus merintangi perkembangan aspirasi sosial dan kultur masyarakat secara bebas telah membuat mereka bersikap agresif. Tindakan-tindakan agresif mereka tidak diarahkan kepada tubuh pemerintah asing itu sendiri, akan tetapi dialihkan pada sasaran-sasaran yang ada hubungannya dengan kekuatan-kekuatan yang menimbulkan gangguan dan frustasi. Tindakan-tindakan destruktif demikian tak lain adalah gejala yang menunjukkan hasrat rakyat akan perubahan, dari perubahan itu rakyat mengharapkan perbaikan nasibnya.

3. Rakyat yang tertekan oleh kekuatan luar cenderung untuk bekerjasama dengan kekuatan luar, tetapi hanya untuk mempertahankan ketentraman jiwa mereka.

(20)

perorangan sangat minim sebab tiap orang bisa menemukan rasa tentram dalam masyarakat pedesaan yang sudah mapan.

4. Orang-orang yang tertekan cenderung untuk menjadi lebih agresif begitu mereka semakin menyadari adanya kesenjangan antara keadaan hidup mereka sekarang dengan yang mereka inginkan.

Kesenjangan dalam pendidikan formal yang besar antara golongan elite politik dengan penduduk pedesaan yang buta huruf amat menyulitkan terciptanya komunikasi yang baik antara kedua golongan ini. Ini menggagalkan integrasi kedua golongan tersebut dalam suatu aksi bersama untuk memulai suatu proses perubahan sosial.

5. Proses perubahan sosial di kalangan para pelopor – pelopornya bermula dari pemikiran ke sesuatu di luar (eksternal). Di kalangan para warga masyarakat lainnya, proses itu berlangsung dari sesuatu di luar (eksternal) ke sesuatu yang bersifat kelembagaan.

(21)

pelembagaan nilai-nilai serta norma-norma demokrasi yang baru.

6. Harta kekayaan yang diinginkan, tetapi tidak bisa lagi diperoleh karena jalan itu tertutup oleh kekuatan – kekuatan luar sehingga telah kehilangan nilai sosialnya oleh rasionalisasi. Dalam hal yang ekstrim, harta kekayaan itu tidak dihargai.

Seiring dengan perubahan-perubahan demokratis dalam masyarakat, pendidikan bagi para warganya mempunyai prestise yang tinggi. Nilai baru dari pendidikan ini dimungkinkan karena adanya perubahan sistem pendidikan di negeri ini dan karena banyak sekolah yang tersedia bagi penduduk pedesaan di seluruh DIY. Memiliki banyak ternak tidak lagi memberikan prestise sosial, ternak mereka dijual untuk membiayai pendidikan anak. Agar harta kekayaan bisa tetap mempertahankan nilai sosialnya, harus ada iklim sosial yang mempertahankan fungsinya untuk kepuasan masyarakat. Kalau kondisi ini tidak ada, tidak ada alasan bagi masyarakat untuk mempertahankan nilai harta kekayaan itu.

(22)

Sebagai salah satu contohnya yaitu tidak diterimanya Panitia Pembantu Pamong Praja (PPPP) yang dibentuk Sri Sultan oleh Pamong Praja dan rakyat. Anggota-anggota panitia yaitu masyarakat desa yang terkemuka, dan panitia itu dimaksudkan sebagai langkah pendahuluan menuju bentuk pemerintahan yang demokratis. Namun, rakyat tidak memahami pembaharuan itu, karena mereka terbiasa dengan pemerintahan pusat yang otoriter tanpa wakil rakyat. Oleh karena itu, masyarakat masih ragu untuk melaksanakan perubahan karena terbiasanya dengan aturan-aturan lama mereka.

8. Perubahan – perubahan yang tidak merata pada berbagai sektor kebudayaan masyarakat cenderung menimbulkan ketegangan – ketegangan yang mengganggu keseimbangan sosial.

Di bidang perekonomian perubahan berlangsung jauh lebih lamban, walaupun masyarakat telah menciptakan kondisi-kondisi dasar yang menguntungkan untuk memulai pembangunan ekonomi, tatanan perekonomian tapi masih jauh tertinggal di belakang kemajuan di bidang politik dan pendidikan. Tidak bisa disangkal bahwa suatu perubahan yang lambat lebih sedikit menimbulkan gangguan dibandingkan dengan perubahan yang cepat. Itu artinya perubahan tidak bisa diterima secara penuh oleh masyarakat, kecuali kalau mendapat dukungan dari perubahan lain yang sejalan dalam bidang kebudayaan dan masyarakat itu sendiri.

(23)

tiba saatnya kebiasaan – kebiasaan baru yang lebih menguntungkan menggantikan yang lama.

Oleh karena kebiasaan yang lama dan yang baru ada bersama-sama, tidak mengherankan kalau pola-pola tingkah laku lama masih diterapkan pada lembaga-lembaga yang baru. Jika keduanya tidak cocok, pola-pola tingkah laku lama pada akhirnya akan pudar, asalkan lembaga-lembaga baru tersebut berfungsi lebih baik daripada yang lama dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Tetapi jika ada kecocokan antara keduanya, yang lama dan yang baru bisa dipertahankan karena keduanya merupakan bagian dari lembaga-lembaga lainnya yang masih memainkan peranan dominan dalam masyarakat. Baik pola-pola tingkah laku lama maupun yang baru dan lembaga-lembaga yang baru akan ditata kembali sehingga sesuai dengan struktur sosial yang ada.

10. Kalau rakyat terus menerus tidak diberi kesempatan untuk memuaskan kebutuhan – kebutuhan sosialnya, mereka cenderung beralih merenungkan hal bukan keduniawian untuk mendapatkan ketentraman jiwa. Dalam hal sebaliknya, mereka cenderung untuk menjadi lebih sekuler dalam sistem kepercayaan.

(24)

masalah-masalah sosial itu sendiri. kembalinya ke masalah-masalah-masalah-masalah duniawi amat jelas ditunjukkan oleh permintaan akan pendidikan sekuler di kalangan para siswa sekolah-sekolah agama islam di Yogyakarta.

11. Suatu perubahan sosial yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh pelopor yang berlawanan dengan kepentingan – kepentingan pribadi (vested interests) cenderung untuk berhasil.

Apabila orang-orang yang vested interests bisa dibujuk untuk tetap bersikap pasif terhadap perubahan-perubahan sosial, perubahan sosial mempunyai kemungkinan lebih banyak untuk berhasil berkat tidak aktifnyasalah satu penghalang utama perubahan ini. Apabila mereka berpartisipasi dalam proses perubahan, kemungkinan terwujudnya perubahan tersebut akan lebih besar lagi. Dengan demikian mereka yang juga mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama tak lagi mempunyai alasan untuk menentang perubahan.

12. Perubahan yang dimulai dengan pertukaran pikiran secara bebas diantara para warga masyarakat yang terlibat, cenderung mencapai sukses yang lebih lama daripada perubahan yang dipaksakan dengan dekrit pada mereka.

(25)

harga diri penduduk ternyata merupakan suatu pendorong yang penting untuk bekerja lebih hati-hati untuk memperkecil resiko kegagalan. Bahkan kalau terjadi kegagalan, rakyat tidak kecil hati akan tetapi selalu kembali berusaha sehingga perubahan yang dikehendaki itu berhasil.

13. Perubahan dari sistem kelas tertutup ke kelas terbuka akan disertai dengan perubahan dari sistem komunikasi vertikal satu arah ke sistem komunikasi vertikal dua arah.

Sistem kelas terbuka memberikan kesempatan kepada para warga kelas-kelas rendah untuk naik kelas-kelas yang lebih tinggi. Kemungkinan adanya mobilitas ke atas merupakan suatu perangsang bagi mereka yang berada di kelas bawah untuk memperoleh semua harta kekayaan atau ciri-ciri yang akan menggolongkan mereka dalam kelas di atasnya. Dalam suatu kelas terbuka, berlaku cara berkomunikasi vertikal dua arah yang memperlancar arus gagasan, baik ke atas maupun ke bawah. Semenjak revolusi, sistem kelas tertutup dalam masyarakat Jawa di Yogyakarta telah berubah menjadi sistem kelas terbuka. Para warga masyarakat pedesaan, bisa menaiki jenjang hirarki sosial dan menduduki jabatan dalam pemerintahan DIY. Perubahan dalam cara berkomunikasi yang berlaku pada pertemuan bulanan antara pamong praja dengan pemerintah desa sangat menyolok. Para pamong desa tak lagi hanya menerima perintah tanpa syarat dari atasannya, akan tetapi mereka menghendaki agar pendapatnya didengar sebelum suatu keputusan diambil.

(26)

Maka, mereka menjadi lebih mudah menerima perubahan – perubahan lainnya.

Perubahan dalam sistem kelas menimbulkan kecenderungan yang kuat dikalangan masyarakat desa untuk memperluas ruang lingkupya. Frekuensi hubungan antara warga masyarakat pedesaan dengan dunia luar meningkat, sedangkan minat atas hal-hal di luar lingkungan desa juga tumbuh. Proses meluasnya hubungan masyarakat ini dapat mengendorkan ikatan-ikatan tradisi yang mengikat para warga masyarakat. Hasrat akan kemajuan telah menggantikan ketentraman yang sifatnya tradisional, dan preferensi pada sesuatu yang baru mengalahkan keterikatan pada yang lama.

15. Semakin lama dan semakin berat penderitaan yang telah dialami oleh rakyat karena berbagai ketegangan psikologis dan frustasi, maka semakin tersebar luas dan cepat kecenderungan perubahan yang menuju pada kelegaan.

(27)

Dari 15 karakteristik perubahan sosial yang dikemukakan oleh Selo Soemardjan di atas, dapat memberikan gambaran atau solusi khususnya di Yogyakarta dan secara luas untuk Indonesia. Kita telah mengetahui bahwa sejak pemerintahan Orde Baru yaitu masa Pemerintahan Soeharto, sistem pemerintahan di Indonesia ini terbilang otoriter. Dimana kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat. Segala aspek kehidupan diatur oleh pusat mulai dari bidang pendidikan, ekonomi, politik, dan lain sebagainya. Dan saat itu, orang dengan golongan atas, memiliki kekuasaan dan kekayaan dipandang lebih dan memiliki tempat yang khusus yaitu dengan mudahnya menduduki kursi-kursi pemerintahan. Karena kondisi ini yang terus berkepanjangan, masyarakat Indonesia menginginkan perubahan segala bidang kehidupan dan menuntut pemerintah yang berkuasa untuk memberikan kebebasan tanpa ada ancaman. Mereka menginginkan pemerintahan yang demokratis dan adanya sistem desentralistik, yang berpihak kepada rakyat dan mau menerima aspirasi rakyat. Dengan semangat yang berkobar untuk melakukan perubahan tersebut, segenap mahasiswa dan masyarakat Indonesia menginginkan lengsernya kekuasaan Presiden Soeharto. Dan momentum itu terjadi pada tahun 1998 yang menandai era reformasi. Pada era reformasi, di Indonesia diterapkan sistem otonomi daerah. Harapannya dengan otonomi daerah, proses pemerintahan akan lebih dekat dengan rakyat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.

(28)

diatas kepentingan pribadi. Beliau juga memandang sama antara golongan atas dengan golongan bawah. Karena beliau melihat orang bukan dari gelar kebangsawanannya. Pemikiran tersebut dipandang sudah modern untuk jaman saat itu. Walaupun sedikit orang yang menolak dengan kebijakan yang dibuat Sri Sultan. Beliau sadar jika suatu perubahan itu akan menimbulkan pro dan kontra. Dan sebagai seorang pemimpin harus bisa memahami rakyatnya.

Jadi, hal itulah yang dapat diambil dari pemikiran Selo Soemardjan tentang Perubahan Sosial di Yogyakarta sebagai dasar untuk menyelesaikan masalah sosial di Indonesia dan membentuk suatu pemerintahan Indonesia yang lebih baik.

D. Relevansi Pemikiran Selo Soemardjan untuk Saat Ini

Selo Soemardjan yang dikenal sebagai Bapak Sosiologi Indonesia, mengekspresikan kegelisahannya mengenai perkembangan ilmu-ilmu sosial di Indonesia yang sangat memprihatinkan karena minimnya kontribusi ilmuwan sosial Indonesia dalam melahirkan teori-teori sosial yang sesuai dengan budaya Indonesia. Banyaknya ilmuwan Indonesia yang justru bangga mempelajari dan mengadopsi teori-teori Barat dalam memecahkan suatu masalah tanpa melihat dan menyesuaikan dengan kondisi kebudayaan Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai seorang ilmuwan, Selo Soemardjan melakukan sebuah penelitian dengan thesisnya yang berjudul Perubahan Sosial di Yogyakarta. Ia mempelajari segala kehidupan masyarakat Yogyakarta saat itu, dan mempelajari apa saja permasalahan yang terjadi. Dari hasil thesisnya tersebut muncullah 15 karakteristik perubahan sosial yang telah dijelaskan di atas.

Dari 15 karakteristik perubahan sosial tersebut, kiranya masih sangat relevan untuk kondisi Indonesia saat ini. Secara umum, dari 15 butir karakteristik perubahan sosial itu menjelaskan bahwa :

(29)

pendidikan yang terus berupaya melakukan perubahan-perubahan seperti perbaikan kurikulum dari tahun ke tahun untuk mewujudkan pendidikan Indonesia yang berkualitas. - Pelaksanaan sistem pemerintah yang Desentralistik. Hal ini

masih relevan dan masih diterapkan di Indonesia. Buktinya yaitu adanya kebijakan otonomi daerah. Dimana memberikan kekuasaan dan kewenangan kepada setiap daerah untuk mengatur pemerintahan daerahnya sendiri. seperti mengatur kebijakan di bidang pendidikan, ekonomi, politik sesuai kebutuhan dan kultur masing-masing daerah.

- Dahulu orang kelas atas yang mempunyai gelar kebangsawanan sangat dipandang terhormat dan disegani bahkan dengan mudahnya menduduki kursi pemerintahan. Namun sekarang anggapan tersebut sudah hilang, karena untuk mendapatkan penghargaan itu didapat bukan karena kebangsawanan tetapi karena usaha, kemampuan, dan presetasi seseorang. Seperti apa yang telah disampaikan Selo pada butir ke 13 karakteristik perubahan sosial.

- Pemimpin yang lebih mementingkan kesejahteraan rakyat diatas kepentingan pribadi. Hal ini tentunya masih dapat kita lihat dengan program-program pemerintahan Jokowi. Misalnya kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, pembangunan pendidikan di daerah pelosok, pembangunan jalan tol untuk mempermudah aktivitas masyarakat, dll.

(30)

ahli atau ilmuwan dari Indonesia untuk mengajar dan mengembangkan keahliannya di Indonesia. Hal inilah yang menjadi harapan Selo Soemardjan beberapa tahun yang lalu, yaitu agar ilmuwan atau para sarjana negeri ini dapat memberikan keahliannya untuk menyelesaikan permasalahan sosial di Indonesia melalui bidang keahlian yang dimiliki.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara garis besar perkembangan Ilmu Sosial Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga fase perkembangan, yaitu ilmu sosial kolonial (indologi), ilmu sosial develomentalis, dan ilmu sosial kontemporer.

Permasalahan sosial yang ada di Indonesia ini antara lain, belum adanya teori-teori ilmu sosial yang dihasilkan oleh kaum intelektual Indonesia dalam menjelaskan kehidupan sosial masyarakat secara memadai dalam menjawab segala permasalahan-permasalahan di negeri ini. Ilmu sosial di Indonesia ini tidak mengalami perkembangan yang signifikan karena adanya beberapa alasan seperti rendahnya penghargaan terhadap ide dan gagasan antar sesama kaum intelektual Indonesia, adanya tradisi kutip-mengutip. Adanya krisis kepercayaan terhadap kemampuan ilmu-ilmu sosial di dalam memainkan peranannya di dalam memecahkan masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, dan budaya di masyarakat.

(31)

setinggi-tingginya. Salah satu sarjana yang berpengaruh dan memberikan pemikiran alternatifnya yaitu Selo Soemardjan tentang perubahan sosial dan masyarakat jejaring yang dapat diterapkan di Indonesia dan dapat dikembangkan oleh akademisi lokal. Selo Sumardjan lahir di Yogyakarta, 23 Mei 1915. Selo Sumardjan dikenal dikalangan akademik dan masyarakat di Indonesia sebagai Bapak Sosiologi. Thesis beliau yang sangat terkenal yaitu berjudul social change in Jogjakarta, menjadi salah satu puncak pencapaian beliau yang melahirkan gelar sebagai profesor dengan arus utama sosiologi. Perubahan sosial yang digagas Selo berfokus pada perubahan di dalam lembaga-lembaga masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial yang di dalamnya termasuk nilai, norma, sikap, dan tingkah laku. Dari Thesisnya ia mengungkapkan 15 karakteristik perubahan sosial. Perubahan-perubahan dalam tata pemerintahan DIY dari tingkat atas hingga tingkat pedesaan dilaksanakan oleh penguasa daerah, yaitu Sultan. Dari 15 karakteristik perubahan sosial tersebut, kiranya masih sangat relevan untuk kondisi Indonesia saat ini. Misalnya Pelaksanaan sistem pemerintah yang Desentralistik. Hal ini masih relevan dan masih diterapkan di Indonesia. Buktinya yaitu adanya kebijakan otonomi daerah. Dimana memberikan kekuasaan dan kewenangan kepada setiap daerah untuk mengatur pemerintahan daerahnya sendiri. seperti mengatur kebijakan di bidang pendidikan, ekonomi, politik sesuai kebutuhan dan kultur masing-masing daerah.

Jadi, hal itulah yang dapat diambil dari pemikiran Selo Soemardjan tentang Perubahan Sosial di Yogyakarta sebagai dasar untuk menyelesaikan masalah sosial di Indonesia dan membentuk suatu pemerintahan Indonesia yang lebih baik.

B. Saran

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Syed Farid. 2010. Diskursus Alternatif dalam Ilmu Sosial Asia. Jakarta: Mizan Publika.

Apriliani, Tri. Diakses pada tanggal 04 Desember 2018 pukul 16.00, melalui https://www.academia.edu/8909700/Perubahan_Sosial_di_Yogyakarta

Gunawan, A. 2010. Kematian ilmu-ilmu sosial di Indonesia. Diakses melalui http://sosbud.kompasiana.com/2010/03/01/kematian-ilmu-ilmu-sosial-di-indonesia/

Nasiwan. 2014. Filsafat Ilmu Sosial Menuju Ilmu Sosial Profetik. Yogyakarta: PrimaPrint

Nasiwan. Wahyuni, Yuyun Sri. 2016. Seri Teori-Teori Sosial Indonesia. Yogyakarta: Uny Press.

Soedjatmoko,dkk. 1984. Krisis Ilmu-ilmu Sosial dalam Pembangunan di Dunia Ketiga. Yogyakarta: PLP2M.

(33)

Soemardjan, Selo. 2009. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Jakarta: Komunitas Bambu.

Singarimbun, M. & Effendy, S. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES.

Supardi. 2009. Filsafat, Ilmu, dan Ilmu Sosial. Diakses pada tanggal 09 Januari

2018 melalui

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132304486/pendidikan/diktat+Dasar-dasar+Ilmu+Sosial.pdf

(34)

Referensi

Dokumen terkait

Negara Maju = Seluruh Eropa Barat, Spanyol, Seluruh Eropa Utara, Seluruh Eropa Tengah Kecuali Republik Cheko Dan Slowakia, Rusia (Wilayah Moskva-Pegunungan Ural Yang Merupakan

Terorisme merupakan permasalahan yang dianggap serius oleh hampir seluruh negara-negara di dunia, pergerakan para pelaku teroris yang menyebar secara cepat membuat masyarakat di

Perancis adalah sebuah Negara yang terletak di Eropa Barat, berbatasan dengan teluk biscaye di sebelah barat, selat Inggris ( La Manche ) di Utara, Belgia, Jerman, dan Swiss di

Pada tanggal 3 September 1939 negara-negara pendukung LBB terutama Inggris dan Perancis mengumumkan perang kepada Jerman, kemudian diikuti sekutu- sekutunya.. Perang Dunia di

Perkembangan ilmu teknologi saat ini sudah mulai merebak di seluruh negara, tidak hanya di negara maju, perkembangan ilmu teknologi di negara-negara berkembangpun

Untuk kontek perekonomian dunia, masalah yang dihadapi oleh negara berkembang adalah adanya dominasi negara maju, baik dominasi dalam hal SDM, jaringan, modal dan

Selain itu juga gamelan jegog telah mengadakan pentas di berbagai Negara di Eropa seperti Perancis, Swiss, Jerman, termasuk juga ikut dalam pembukaan piala dunia

Mulainya ekspansi wilayah kekuasaan semasa Umayyah telah membuat Islam bersinggungan dengan dunia barat (Eropa)Penaklukan Spanyol dan upaya untuk menguasai Bizantium