• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pemanfaatan Limbah Pengolahan Tiwul dan Oyek Instan sebagai Pakan Tambahan Kambing di Kabupaten Lampung Timur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Pemanfaatan Limbah Pengolahan Tiwul dan Oyek Instan sebagai Pakan Tambahan Kambing di Kabupaten Lampung Timur"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Kajian Pemanfaatan Limbah Pengolahan Tiwul dan

Oyek Instan sebagai Pakan Tambahan Kambing

di Kabupaten Lampung Timur

(Utilization of Waste Product of Tiwul and Oyek Instant as Goat Feed

Supplement in East Lampung Regency)

Reny Debora Tambunan, Arief RW

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung renytambunan72@yahoo.co.id

ABSTRACT

Cassava is one of the major crops in Lampung Province. Most cassava is processed into tapioca flour by large-scale factory and only small portion is processed into snacks like tiwul and oyek. The processing of

tiwul and oyek l produced waste in form of skin and small chops of cassava. The waste is abundance and has not been used optimally though it is high in protein and carbohydrate contents. These opportunities provide farmers to optimize the utilization of cassava wastes that are readily available in their location. This paper was aimed to assess the utilization of wastes from the processing of cassava into tiwul and oyek as additional feed for goats in East Lampung Regency. Study was conducted at Wonosari Village, East Lampung Regency. Respondents were entrepreneurs of tiwul/oyek and goat farmers around them. Data were collected through survey using questionnaire and analyzed by qualitative descriptive. Proximate analysis was conducted on samples of cassava leaf silage without addition of additives to know their nutritive values. Results indicated that potential of cassava waste as animal feed is already known by the farmers. It was demonstrated by the provision of cassava wastes to their livestock. The wastes were processed by wilted or dried and the leaves were processed into silage before given to the goats. A lot of cassava wastes is still under utilized because of limited manpower to processed it.

Key Words: Cassava Wastes, Tiwul/Oyek, Goats

ABSTRAK

Singkong merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan di Provinsi Lampung. Sebagian besar umbi singkong diolah menjadi tepung tapioka oleh pabrik berskala besar dan hanya sebagian kecil saja yang diolah menjadi penganan seperti tiwul dan oyek. Dari pengolahan tiwul dan oyek dihasilkan limbah berupa daun, kulit, dan krucilan (potongan ujung dan pangkal umbi) singkong. Limbah tersebut banyak yang terbuang dan belum dimanfaatkan secara optimal padahal memiliki potensi untuk diolah menjadi pakan ternak ruminansia karena nilai gizinya yang cukup baik yaitu sebagai sumber protein maupun karbohidrat. Peluang ini memberi kesempatan kepada peternak untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah singkong yang banyak tersedia di lokasi usaha pembuatan tiwul dan oyek. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan limbah dari pengolahan singkong menjadi tiwul dan oyek instan sebagai pakan tambahan ternak kambing di Kabupaten Lampung Timur. Kajian dilaksanakan di Desa Wonosari Kabupaten Lampung Timur dengan responden para pelaku usaha dan peternak kambing di sekitarnya. Data dikumpulkan melalui metode survei menggunakan kuesioner dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisa proksimat dilakukan terhadap sampel silase daun singkong tanpa penambahan aditif untuk melihat nilai gizinya. Hasil kajian menunjukkan bahwa potensi limbah singkong sebagai pakan ternak sudah diketahui oleh para peternak. Hal ini ditunjukkan dengan pemberian limbah singkong kepada ternak kambing dengan terlebih dahulu dilayukan/dikeringkan dan daunnya diolah menjadi silase. Akan tetapi masih banyak limbah singkong yang terbuang dan tidak dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan tenaga kerja bila harus memprosesnya lebih lanjut.

(2)

PENDAHULUAN

Singkong merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh sepanjang tahun di daerah tropis dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai kondisi tanah. Jumlah produksi singkong pada tahun 2013 di Indonesia sebesar 23.824.008 ton dengan luas panen 1.061.254 ha, sedangkan di Provinsi Lampung total luas panen dan produksi singkong berturut-turut sebesar 314.607 ha dan 8.237.627 ton (BPS 2014). Tiga kabupaten penghasil singkong terbesar di Lampung adalah Lampung Tengah, Lampung Utara dan Lampung Timur (BPS 2013). Sebagian besar umbi singkong diolah menjadi tepung tapioka oleh pabrik berskala besar dan hanya sebagian kecil saja yang diolah menjadi penganan seperti tiwul dan oyek. Bahan baku singkong untuk kedua penganan ini berasal dari varietas pahit (bitter cassava) maupun varietas manis

(sweet cassava).

Pembuatan tiwul dan oyek dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan kontinyu rumah tangga di pedesaan yang ketersediaan singkongnya masih melimpah. Usaha pembuatan tiwul dan oyek selain menghasilkan produk berupa tiwul dan oyek, juga menghasilkan limbah berupa daun, kulit, dan krucilan (potongan ujung dan pangkal umbi) singkong. Daun singkong diperoleh pada saat pemanenan umbi singkong sedangkan kulit singkong dan krucilan diperoleh pada saat pengupasan singkong untuk diproses menjadi tiwul dan oyek. Limbah tersebut masih banyak yang terbengkalai dan belum dimanfaatkan secara optimal. Padahal limbah tersebut memiliki potensi untuk diolah menjadi pakan ternak karena nilai gizinya yang cukup baik sebagai sumber protein maupun karbohidrat. Peluang ini memberi kesempatan kepada peternak untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah singkong yang banyak tersedia di lokasi usaha pembuatan tiwul dan oyek.

Dalam hal pemanfaatan limbah singkong, baik daun maupun kulitnya, sudah banyak dilakukan oleh pelaku usaha tiwul dan oyek maupun peternak ruminansia di sekitarnya. Namun adanya zat anti nutrisi berupa kandungan senyawa sianida (HCN) yang terdapat dalam daun dan kulit singkong membatasi penggunaannya. Kadar senyawa HCN bervariasi tergantung pada varietas

singkong dan lingkungan tumbuhnya (Poespodarsono 1992 dalam Rusdiana & Saptati 2009), bagian tanaman dan periode pertumbuhan (Jianping & Yinong 2005 dalam Prasojo et al. 2013), serta aplikasi pupuk dan penanganan pasca panen (Murugeswari et al. 2006). Chhay et al. (2001) menyatakan bahwa varietas dan tingkat kematangan adalah faktor utama penyebab variasi dari komposisi sianida dari daun singkong. Komposisi HCN pada daun singkong lebih tinggi dibandingkan dengan umbi singkong (Jianping & Yinong 2005 dalam Prasojo et al. 2013). Konsumsi HCN tidak bermasalah bagi ternak ruminansia sampai batas 100 ppm (Tewe 1994). HCN dapat didetoksifikasi oleh mikroorganisme di dalam rumen (Preston 1995). Crush (1975) yang disitir oleh Rusdiana & Saptati (2009) mengatakan bahwa kadar HCN yang dapat menyebabkan kematian adalah jika di atas ambang yaitu 2,4 mg/kg bobot badan kambing atau domba. Hanifah et al. (2010) melaporkan kejadian kematian karena keracunan setelah memakan kulit singkong segar pada kambing/domba di Desa Bojongkembar, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Hasil analisa kandungan HCN kulit singkong di daerah tersebut jauh di atas batas yang dapat ditoleransi oleh ternak domba/kambing yaitu sebesar 459,56 ppm.

Untuk meningkatkan nilai gizinya dan mengurangi kadar HCN pada limbah singkong maka ada baiknya limbah singkong diolah terlebih dahulu. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar HCN dapat diturunkan melalui proses pengolahan pakan dengan cara dilayukan di bawah sinar matahari (Gómez et al. 1984), diolah menjadi hay dan silase (Man & Wiktorsson 1999). Kompiang et al. (1993) menambahkan bahwa kandungan HCN dalam suatu bahan pakan dapat dikurangi atau dihilangkan dengan proses fermentasi. Gómez (1985) dan Wanapat (2008) menyatakan bahwa pengeringan daun singkong dengan sinar matahari dapat menurunkan kandungan HCN >90%. Supriyadi (1995) menyatakan bahwa kulit singkong yang difermentasi dengan Aspergillus niger tidak mengandung HCN lagi (0,00%). Kavana et al. (2005) menyebutkan pembuatan silase campuran daun singkong dengan gaplek pada perbandingan 4:1 dapat menurunkan kandungan HCN dari level yang sangat kritis

(3)

yaitu sebesar 289 mg/kg bahan kering ke taraf yang aman dikonsumsi ternak yaitu sebesar 20 mg/kg bahan kering.

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji pemanfaatan limbah dari pengolahan singkong menjadi produk tiwul dan oyek instan sebagai pakan tambahan ternak kambing di Kabupaten Lampung Timur.

MATERI DAN METODE

Kajian dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur yaitu di Desa Wonosari, Kecamatan Pekalongan mulai Februari-Mei 2014 dengan metode survey dan desk study. Pengamatan lapangan dilakukan melalui wawancara menggunakan alat bantu kuesioner. Jumlah responden sebanyak 40 orang yang merupakan pelaku usaha tiwul atau oyek dan peternak di sekitarnya. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik responden, manajemen pemeliharaan ternak kambing, manajemen pakan dan suplementasi pakan yang dilakukan. Selain itu, data primer juga diperoleh dari hasil pengujian sampel daun singkong berupa analisa proksimat dan kadar asam sianida (HCN) di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian (THP) Politeknik Negeri Lampung (Polinela). Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dan didukung dengan analisis laboratorium.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi umum lokasi dan karakteristik responden

Desa Wonosari, Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur terletak sekitar 9 km dari ibukota Kecamatan Pekalongan dan 26 km dari ibukota Kabupaten Lampung Timur. Jumlah penduduk Desa Wonosari sebanyak 1.865 jiwa dengan mata pencaharian penduduk terbanyak adalah petani/peternak (78,85%). Selain petani, mata pencaharian lainnya adalah pedagang (10,40%), Pegawai Negeri Sipil (6,03%), tukang/ buruh bangunan (2,98%), dan lain-lain (1,73%) sedangkan mayoritas tingkat pendidikannya adalah SMP (28,15%) (Tabel 1).

Dalam hal usaha ternak, yang dominan diusahakan di Desa Wonosari adalah sapi

potong dan kambing. Manajemen

pemeliharaannya masih secara tradisional dengan mengandalkan sumber pakan dari rumput lapang dan jerami padi serta jenis hijauan pakan lainnya yang tersedia di sekitar rumah dan sawah. Selain itu peternak juga memberikan pakan tambahan berupa dedak padi pada ternaknya pada saat musim panen. Di desa ini juga terdapat usaha penggemukan sapi potong yang dikelola oleh kelompok tani. Pakannya berupa konsentrat yang diproduksi sendiri oleh pabrik pakan mini milik kelompok.

Jumlah responden kajian ini sebanyak 40 orang dengan rataan umur 43 tahun dengan kisaran 32-60 tahun dan rataan lama pendidikan 9 tahun (tamat SMP) sedangkan jumlah anggota keluarga reponden rata-rata 5 orang dengan kisaran 3-7 orang/kepala keluarga dan yang terlibat dalam pemeliharaan kambing rata-rata sebanyak 2 orang (Tabel 2). Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden masih berada pada usia produktif, dimana ada kecenderungan produktivitasnya juga tinggi. Akan tetapi, keterlibatan anggota keluarga dalam pemeliharaan kambing masih kurang karena sebagian besar masih dalam usia sekolah (anak). Pemeliharaan kambing lebih dominan dilakukan oleh kepala keluarga (suami) dan istri.

Rataan ternak kambing yang dimiliki oleh peternak adalah 6 ekor, dimana status kepemilikannya ada yang milik sendiri maupun gaduhan. Tujuan dari pemeliharaan kambing ini sebagian besar adalah untuk tabungan. Penjualan ternak biasanya dilakukan jika peternak memerlukan uang kontan dalam jumlah cukup besar dan saat Hari Raya Qurban. Sistem pemeliharaan kambing bersifat semi intensif dimana kambing sudah ditempatkan pada kandang panggung bersekat.

Potensi limbah sisa pembuatan produk tiwul dan oyek instan

Di Provinsi Lampung banyak terdapat unit pengolahan singkong menjadi tiwul dan oyek, diantaranya terdapat di Kabupaten Lampung Timur. Di Desa Wonosari Kecamatan Pekalongan, Kabupaten Lampung Timur terdapat 25 unit usaha pembuatan tiwul dan oyek. Teknologi pengolahan singkong yang

(4)

Tabel 1. Mata pencaharian dan tingkat pendidikan penduduk Desa Wonosari, Kabupaten Lampung Timur Mata pencaharian Jumlah % Tingkat pendidikan Jumlah % Petani/peternak 1.137 78,85 Non-sekolah 330 17,69 Pedagang 150 10,40 TK 30 1,61 PNS 87 6,03 SD 382 20,48 Tukang/buruh bangunan 43 2,98 SMP 525 28,15 Lain-lain 25 1,73 SMA 492 26,38 Perguruan tinggi 106 5,68 Total 1.442 100,00 Total 1.865 100,00

Sumber: Monograf Desa Wonosari (2013)

Tabel 2. Karakteristik responden di Desa Wonosari, Lampung Timur

Uraian Rata-rata

Umur responden (tahun) 43

Lama pendidikan (tahun) 9

Jumlah anggota keluarga (orang) 5

Jumlah pemilikan kambing (ekor) 6

Jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam pemeliharaan kambing (orang) 2 Pengalaman beternak kambing (tahun) 5

Sumber: Analisis data primer

dilakukan di desa ini masih relatif tradisional dan tempat pengolahannya belum tertata dengan baik sehingga mempengaruhi penampilan dan higienitas, yang berdampak pada rendahnya kualitas produk yang dihasilkan. Selain itu, produk yang dihasilkan kandungan airnya cukup tinggi (semi basah) dengan kisaran 41,9-50,9% sehingga mudah rusak bila tidak segera dikonsumsi. Tiwul dan oyek instan merupakan salah satu alternatif bentuk pemanfaatan teknologi tepat guna untuk menjadikan produk olahan singkong ini menjadi lebih tahan lama dan menarik selera konsumen. Untuk itu BPTP Lampung telah melakukan perbaikan terhadap teknik pengolahan dan tempat pengolahan produk sehingga dapat dihasilkan produk yang lebih higienis dan tahan lama dibandingkan produk sebelumnya. Hasil kajian menunjukkan bila didiamkan pada suhu ruangan tiwul dan oyek matang semi basah hanya bisa bertahan selama 1 hari, sedangkan bila dijadikan produk tiwul atau oyek instan (kadar air 9,8-10,8%) dapat bertahan selama lebih dari 6 bulan.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, dari pengupasan singkong untuk diproses menjadi

tiwul dan oyek diperoleh kulit singkong sebanyak 16-20% dari berat singkong. Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian Supriyadi (1995) yang menyatakan bahwa dari setiap berat singkong akan dihasilkan limbah kulit singkong sebesar 16%. Jumlah kulit singkong yang dihasilkan tergantung dari varietas singkong. Dari pengamatan terhadap beberapa varietas singkong diperoleh hasil bahwa singkong varietas pahit/singkong racun (contohnya varietas UJ 5/Casetsa dan UJ 3/Thailand) memiliki kulit yang tipis sehingga kulit yang dihasilkan lebih sedikit/ringan dari varietas singkong manis/singkong makan (contohnya varietas Mangu) yang memiliki kulit lebih tebal.

Pengolahan singkong yang belum dikupas sebanyak 100 kg menjadi produk tiwul dan oyek instan memerlukan waktu sekitar 10 hari. Lamanya waktu pemrosesan banyak tergantung pada intensitas cahaya matahari. Pengusaha tiwul atau oyek biasanya tidak akan mengupas singkong yang baru lagi sebelum singkong yang sebelumnya kering. Dari 100 kg singkong akan diperoleh sekitar 16-20 kg kulit singkong segar. Bila kulit singkong diberikan sebanyak

(5)

10% dari berat badan kambing yang memiliki berat rata-rata 20 kg, maka jumlah tersebut bisa digunakan untuk 10 ekor kambing. Selain dari unit pengolahan tiwul dan oyek, peternak juga memperoleh kulit singkong dari industri pengolahan tapioka yang berada di sekitar desa ini.

Dari hasil panen singkong akan dihasilkan sebanyak 7-15 t/ha limbah daun singkong. Peternak biasanya mengolah daun singkong (termasuk daun, tangkai daun dan batang yang masih lunak) menjadi silase tanpa penambahan bahan aditif. Silase daun singkong ini dijadikan cadangan pakan pada saat peternak sibuk dan tidak sempat mencari hijauan. Proses pembuatannya, daun singkong dicacah secara manual berukuran sekitar 2-3 cm dengan menggunakan golok. Setelah itu cacahan daun singkong ini dimasukkan ke dalam plastik berwarna putih kapasitas 5 kg dan dipadatkan dan diikat sehingga tidak ada udara yang masuk (anaerob) dan dibiarkan selama beberapa minggu. Pada saat panen raya singkong, peternak mengalami kesulitan dalam membuat silase saat proses pencacahannya yang masih manual dan membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak karena harus segera diolah bila tidak ingin mengalami kerusakan/ busuk. Peternak sangat mengharapkan bantuan mesin pencacah hijauan/chopper dari dinas terkait untuk mengoptimalkan pemanfaatan daun singkong yang berlimpah saat panen ini.

Kulit singkong diberikan kepada ternak setelah dicacah dan dilayukan/dikeringkan sehingga kadar HCNnya menurun. Hasil analisa kadar HCN di Laboratorium THP Polinela pada tahun (2014) terhadap kulit singkong yang diambil dari lokasi kajian menunjukkan kadar HCN kulit singkong segar sebesar 252,12 ppm sedangkan kulit singkong kering sebesar 98,24 ppm. Peternak memberikan kulit singkong dengan cara dicampur dengan rumput lapang. Selain memberikan rumput lapang dan kulit singkong, peternak juga memberikan daun singkong, jerami kacang tanah, limbah jagung, daun ubijalar, leguminosa pohon (turi, gamal), dan onggok. Daun singkong diberikan kepada kambing setelah dilayukan maupun setelah terlebih dahulu diolah menjadi silase tanpa penambahan bahan aditif. Untuk silase daun singkong, sebelum diberikan kepada kambing terlebih dahulu diangin-anginkan sebentar.

Selain itu peternak juga memberikan garam dapur yang dimasukkan ke dalam batang bambu dan diletakkan di dalam kandang. Menurut informasi dari responden, tidak ada kejadian kematian kambing selama pemberian kulit dan daun singkong di desa ini.

Komposisi kimia daun dan kulit singkong Dari hasil analisa proksimat silase daun singkong yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung, terlihat bahwa keadaan bahan kering daun singkong yang dibuat oleh peternak di Desa Wonosari masih berada dalam kisaran yang sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marjuki et al. (2008) dan Anaeto et al. (2013). Pada kandungan protein kasarnya, terdapat perbedaan dengan yang dilaporkan oleh Prabowo et al. (2012). Pada kajian ini kandungan protein kasar daun singkong sebesar 9,0% sedangkan pada penelitian Prabowo et al. (2012) sebesar 19,97% (Tabel 3). Perbedaan ini mungkin disebabkan karena perbedaan komposisi bahan silase (daun, tangkai daun dan batang) pada kedua kajian. Selain itu, perbedaan lain mungkin disebabkan karena teknik pengambilan sampel yang kurang homogen saat analisa proksimat. Pada saat pengambilan sampel yang terambil kemungkinan bagian batang dan tangkai daun yang memiliki kandungan protein lebih rendah dan serat kasar yang lebih tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian Khieu Borin et al. (2005) yang melaporkan bahwa daun singkong memiliki kandungan protein yang lebih tinggi daripada tangkai daun dan batangnya. Menurut Askar (1996) kandungan protein daun singkong umumnya berkisar antara 20,0-36,0% dari bahan kering sedangkan Ravindran (1992) melaporkan rataan protein daun singkong sebesar 21,0% dengan kisaran 16,7-39,9%.

Kisaran yang cukup besar ini menurut Askar (1996) disebabkan oleh perbedaan varietas, kesuburan tanah dan komposisi campuran daun dan tangkai daun. Ditambahkan oleh Ravindran (1992) bahwa selain faktor di atas perbedaan tersebut disebabkan karena tingkat kematangan, prosedur pengambilan sampel, dan iklim.

(6)

Tabel 3. Komposisi kimia silase daun singkong dan kulit singkong

Jenis bahan pakan Bahan kering Bahan organik Protein kasar Serat kasar Sumber Silase tops daun singkong

tanpa bahan aditif

31,10 98,20 9,00 25,00 Laboratorium THP Polinela (2014) Silase tops daun singkong

tanpa bahan aditif

23,69 90,40 19,97 - Prabowo et al. (2012)

Silase tops daun singkong + molases

30,39 - 15,46 13,86 Anaeto et al. (2013)

Kulit singkong segar 30,16 96,41 1,75 3,79 Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB (2013)

Kulit singkong kering 88,24 92,49 2,69 8,96 Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB (2013)

- tidak ada data

tops daun singkong termasuk daun, tangkai daun, cabang, batang lunak

Komponen protein akan menurun berdasarkan umur panen singkong, semakin tua umur panen singkong maka persentase protein pada daun singkong akan semakin kecil.

KESIMPULAN

Pemanfaatan daun singkong dan kulit singkong hasil dari pengolahan produk tiwul dan oyek instan sebagai pakan ternak ruminansia terutama kambing telah dilakukan oleh peternak di lokasi kajian, meskipun masih sebatas pengetahuan tradisional yaitu dengan cara dilayukan, dikeringkan maupun daunnya diproses menjadi silase tanpa penambahan bahan aditif. Akan tetapi, masih banyak daun dan kulit singkong yang terbuang dan tidak dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan tenaga kerja bila harus memproses lebih lanjut limbah-limbah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anaeto M, Sawyerr A, Alli TR, Tayo GO, Adeyeye JA, Olarinmoye AO. 2013. Cassava leaf silage and cassava peel as dry season feed for West African Dwarf Sheep. Global J Sci Frontier Res Agric Vet Sci. 13:1-4

Askar S. 1996. Daun singkong dan pemanfaatannya terutama sebagai pakan tambahan. Wartazoa. 5:21-25.

BPS. 2014. Statistik Indonesia. http://www.bps.go. id/tnmn_pgn.php

BPS. 2013. Lampung Dalam Angka. Lampung (Indonesia): Badan Pusat Statistik Lampung. Chhay T, Ly J, Rodriguez L. 2001. An approach to

ensiling conditions for preservation of cassava foliage in Cambodia. Livestock Research for Rural Development. http://cipav.org.co/lrrd/ lrrd13/3/chhayty.htm. [28 Mei 2014].

Fasae OA, Adu IF, Aina ABJ, Elemo KA. 2009. Production, defoliation, and storage of cassava leaves as dry season forage for small ruminant in smallholder crop-livestock production system. Agric Trop Subtrop. 42:15-19. Gómez G, Valdivieso M, De la Cuesta D, Salcedo

TS. 1984. Effect of variety and plant age on the cyanide content of whole root cassava chips and its reduction by sun drying. Anim Feed Sci Technol. 11:57-65.

Gómez G. 1985. Cassava foliage: chemical composition, cyanide content and effect of drying on cyanide elimination. J Sci Food Agric. 36:433-441.

Hanifah VW, Yulistiani D, Asmarasari SAA. 2010. Optimalisasi pemanfaatan limbah kulit singkong menjadi pakan ternak dalam rangka memberdayakan pelaku usaha enye-enye. Dalam: Prasetyo LH, Natalia L, Iskandar S, Puastuti P, Herawati T, Nurhayati, Anggraeni A, Damayanti R, Dharmayanti NLPI, Estuningsih SE, penyunting. Teknologi peternakan dan veteriner ramah lingkungan dalam mendukung program swasembada

(7)

daging dan peningkatan ketahanan pangan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 3-4 Agustus 2010. Bogor (Indonesia): Puslitbang Peternakan. hlm. 550-556.

Kavana PY, Mtunda K, Abass A, Rweyendera V. 2005. Promotion of cassava leaf silage utilization for smallholder dairy production in Eastern Coast of Tanzania. LRRD. 17(4). www.lrrd.org/lrrd17/4/kava17043.htm. [28 Mei 2014].

Khieu Borin, Chhay Ty, Ogle RB, Preston TR. 2005. Research on the use of cassava leaves for livestock feeding in Cambodia. In: Proceeding of the Regional Workshop on “The Use of Cassava Roots and Leaves for On Farm Anim Feeding”, Hue, Vietnam. January 17-19, 2005.

Kompiang IP, Darma J, Purwadaria T, Supriyati. 1993. Laporan Tahunan Proyek P4N-Balitnak. No: PL.420.205.6413/P4N. Bogor (Indonesia): Balai Penelitian Ternak.

Man NV and Wiktorsson H. 1999. The effect of molasses on quality, feed intake and digestibility by heifers of silage made from cassava tops. http://www. betuco.be/manioc/ Cassava%20-%20as%20Animal%20Feed+%2 0molasse.pdf. [28 Mei 2014].

Marjuki, Sulistyo HE, Rini DW, Artharini I, Soebarinoto, Howeler R. 2008. The use of cassava leaf silage as a feed supplement in diets for ruminants and its introduction to smallholder farmers. Livestock Res Rural Develop. 20(6).

Murugesrawi R, Balakrishnan V, Vijayakumar R. 2006. Studies to assess the suitable conservation method for tapioca leaves for effective utilization by ruminants. Livest. Res. Rural Dev. 18(3).

Prabowo A, Tambunan RD, Basri E. 2012. Kajian teknologi daun ubikayu sebagai pakan untuk meningkatkan efisiensi usaha sapi potong. Prosiding Inovasi Hasil Penelitian dan

Pengkajian Lampung. Bandar Lampung (Indonesia): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung. hlm. 259-268.

Prasojo WAP, Suhartati FM, Rahayu S. 2013. Pemanfaatan kulit singkong fermentasi menggunakan Leuconostoc mesenteroides dalam pakan pengaruhnya terhadap N-NH3 dan VFA (in vitro). J Ilmiah Peternakan. 1:397-404.

Preston TR. 1995. Tropical animal feeding. A manual for research workers. FAO Animal Production and Health Paper. 126:68-71. Ravindran V. 1992. Preparation of cassava leaf

products and their usesas animal feeds. In: Roots, tubers, plantoins and bananas in animal feeding. FAO Animal Production and Health. p. 95.

Rusdiana S, Saptati SA. 2009. Kontribusi tanaman ubikayu dan ternak kambing terhadap pendapatan petani: analisis ekonomi (kasus di Kota Bogor). Dalam: Sani Y, Natalia L, Brahmantyo B, Puastuti W, Sartika T, Nurhayati, Anggraeni A, Matondang RH, Martindah E, Estuningsih SE, penyunting. Teknologi peternakan dan veteriner untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan peternak. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 13-14 Agustus 2009. Bogor (Indonesia): Puslitbang Peternakan. Hlm. 507-514.

Supriyadi. 1995. Pengaruh tingkat penggunaan hasil fermentasi kulit ubikayu oleh jamur

Aspergillus niger dalam ransum terhadap performan ayam pedaging periode starter. Skripsi. Bandung (Indonesia): Universitas Padjadjaran.

Tewe O. 1994. Indices of cassava safety for livestock feeding. ISHS Acta Horticulturae, Swedia.

Wanapat M. 2008. Potential uses of local feed resources for ruminants. Trop Anim Health Prod. 41:1035-1049.

Gambar

Tabel 1. Mata pencaharian dan tingkat pendidikan penduduk Desa Wonosari, Kabupaten Lampung Timur
Tabel 3. Komposisi kimia silase daun singkong dan kulit singkong  Jenis bahan pakan  Bahan

Referensi

Dokumen terkait

penggunaan mulsa sampai 35 hst meng- hasilkan hasil yang lebih tinggi diban- dingkan dengan perlakuan tanpa mulsa pada pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, luas

LAPORAN WISUDA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS PERIODE 1 TAHUN 2018 A.. Data Peserta Wisuda Sarjana (S1) Tabel 1.1 Peserta wisuda

Fenomena ini menunjukan besarnya pengaruh media audio visual terhadap motivasi belajar siswa, hal ini dipengaruhi oleh beberapa aspek yaitu rendahnya motivasi belajar

Tokoh pembaharu Islam, Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa yang dikatakan miskin adalah orang yang bekerja namun penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi

N Thalassemia Sideroblastik  Defisiensi Besi Penyakit Kronik Normositik normokromik Retikulosit  Anemia hemolitik Perdarahan Akut N/  Anemia Aplastik Leukemia, etc

Elly Rosila Wijaya, SpKJ.MM Ahmad

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan dapat dirumuskan masalah utama dalam penelitian ini adalah “Apakah kemampuan manajemen waktu dapat dikembangkan

Dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh selebriti endorser (X 1 ) dan desain produk ( X 2 ) berpengaruh secara simultan dan secar parsial