• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Selfcare Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak Kabupaten Sukoharjo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambaran Selfcare Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Gatak Kabupaten Sukoharjo"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN SELFCARE PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GATAK KABUPATEN SUKOHARJO

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

Pada Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

WIDHO FAHKURNIA J 210.120.027

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

(2)
(3)
(4)
(5)

GAMBARAN SELFCARE PADA PENDERITA HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GATAK

KABUPATEN SUKOHARJO

Abstrak

Hipertensi menjadi masalah kesehatan perlu mendapatkan perhatian karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi. hipertensi harus diterapi dengan baik karena menimbulkan berbagai macam komplikasi. Maka dibuatlah suatu inovasi untuk mengembangkan kepatuhan menjadi suatu bentuk kemandirian terhadap pengelolaan pada pasien terutama yang mengalami hipertensi. Inovasi tersebut berdasarkan suatu model behavior dalam bentuk framework yang berfokus pada

selfcare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran selfcare pada penderita hipertensi diwilayah kerja Puskesma Gatak Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Sampel pada penelitian ini adalah 61 pasien. Teknik sampling adalah simple random sampling. Instrumen penelitian

dengan kuesioner. Analisis data menggunakan uji deskriptif. Kesimpulan

penelitian adalah gambaran selfcare pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Gatak Kabupaten Sukoharjo

Kata Kunci: Hipertensi, Selfcare, Pasien Hipertensi

Abstract

Hypertension becomes a health problem needs to get attention because of high morbidity and mortality. Hypertension should be treated well because it causes various complications. Then made an innovation to develop compliance into a form of independence to the management of patients, especially those with hypertension. The innovation is based on a behavioral model in the form of a framework that focuses on selfcare. This study aims to determine the description of selfcare in patients with hypertension in the work area Puskesmas Gatak Sukoharjo District. This research is descriptive quantitative. The sample in this study were 61 patients. The sampling technique is simple random sampling. Research instrument with questionnaire.Data analysis using descriptive test. The conclusion of this research is selfcare description in hypertension patient in work area of Gatak Health Center Sukoharjo District.

Keywords: Hypertension, Selfcare, hypertension patients

1. PENDAHULUAN

Hipertensi menjadi masalah kesehatan perlu mendapatkan perhatian karena morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang membesar. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar

(6)

29 persen warga dunia terkena hipertensi. Prosentase penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di negara berkembang. Data Global Status Report on Noncommunicable Disesases 2010 dari WHO menyebutkan, 40 persen negara ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35 persen. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minum obat hipertensi. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi hipertensi terjadi penurunan dari 31,7% tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013.

Kasus Hipertensi di Provinsi Jawa tengah berdasarkan data dari dinas kesehatan Jawa Tengah tahun 2015 menunjukkan data kasus penyakit tidak menular yang dilaporkan secara keseluruhan pada tahun 2015 tercatat sebanyak 2.807.407 atau 11,03 persen, hal ini menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya Tahun 2014 5,63%, tahun 2012 sebesar 1,67%, tahun 2011 sebesar 1,96%. Sedangkan Kasus Hipertensi di Kabupaten Sukoharjo tahun 2015 prevalensi hipertensi sebesar 10,24% % (Profil Kesehatan Jawa Tengah, 2015).

Kesembuhan pasien juga tergantung pada kepatuhan pasien minum obat Kepatuhan minum obat pada pengobatan hipertensi sangat penting karena dengan minum obat antihipertensi secara teratur dapat mengontrol tekanan darah penderita hipertensi. Sehingga dalam jangka panjang resiko kerusakan organ-organ penting tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak dapat dikurangi. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan obat yang tepat agar dapat meningkatkan kepatuhan dan mengurangi risiko kematian. Namun, kenyataannya kepatuhan terhadap terapi antihipertensi sangat rendah. Analisis retrospektif menunjukkan 40% pasien yang didiagnosis mengalami hipertensi, mereka akan menghentikan obat antihipertensi selama tahun pertama. Menurut WHO (World Health Organization) kepatuhan adalah perilaku seseorang meminum obat atau melaksanakan perubahan gaya

(7)

hidup (modifikasi gaya hidup) sesuai saran dari tenaga kesehatan (Yasim, et al, 2012).

Berdasarkan pada fenomena di atas, maka dibuatlah suatu inovasi untuk mengembangkan kepatuhan menjadi suatu bentuk kemandirian terhadap pengelolaan pada pasien terutama yang mengalami hipertensi. Inovasi tersebut berdasarkan suatu model behavior dalam bentuk framework yang berfokus pada

self care. Gejala yang timbul akibat perubahan struktur dan fungsi ginjal akan berdampak secara langsung pada status fungsional pasie itu sendiri. Status fungsional yang rendah akan mempengaruhi kemampuan pasien untuk melakukan

self care (Anita A.Y, 2012).

Penelitian yang dilakukan Britz dan Dunn (2010) menyebutkan sebagian pasien melaporkan bahwa mereka belum melaksanakan self care secara tepat seperti yang telah diajarkan misalnya mematuhi pengobatan yang diberikan serta mengenal secara dini gejala dan tanda. Oleh sebab itu upaya yang dilakukan untuk menekan timbulnya gejala penyakit yang buruk serta menghindari reshospitalisasi bagi pasien yaitu dengan meningkatkan kemampuan self care tersebut (Driscoll et al, 2009).

Akhter (2010) menjelaskan dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa

self care klien hipertensi dapat dilakukan dengan menerapkan 5 komponen self care pada klien diabetes yang disesuaikan dengan perawatan diri pada klien hipertensi. Kelima komponen tersebut yaitu integrasi diri, regulasi diri, interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya, pemantauan tekanan darah, dan kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan. Hal tersebut dikarenakan hipertensi dan diabetes merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengontrolan pada darah.

Fenomena yang terjadi mengenai kejadian hipertensi yang didapat ketika di lapangan tersebut yang menderita hipertensi. Masyarakat yang terdeteksi terkena hipertensi sebanyak 13 orang dengan usia lebih 30 tahun. Prevalensi terbanyak masyarakat yang terkena hipertensi berusia antara 50-60 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Penyebab hipertensinya karena keturunan dan sebagian lagi karena pola hidup yang kurang sehat, seperti merokok. Beberapa masyarakat yang terkena hipertensi mengungkapkan bahwa mereka sangat jarang

(8)

mengontrol tekanan darahnya dan juga malas mengkonsumsi obat hipertensi dengan teratur. Dewasa yang terkena hipertensi pun terlihat banyak yang mengunjungi puskesmas Gatak.

Studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Gatak kabupaten Sukoharjo pada tanggal 8 Maret 2016, didapatkan hasil 147 masyarakat Kelurahan Gatak tercatat didiagnosa hipertensi di Puskesmas Gatak. Kurang lebih 10% dari 147 masyarakat yang didiagnosa hipertensi tercatat melakukan kunjungan ulang secara rutin pada bulan November dan Desember tahun 2015. Petugas Puskesmas Gatak yang bertanggung jawab mengenai data penyakit tidak menular sekaligus koordinator puskesmas keliling menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat Gatak yang didiagnosa hipertensi jarang mengontrol tekanan darahnya dan tidak patuh minum obat hipertensi. Masyarakat datang ke pelayanan kesehatan apabila mereka merasakan pusing, pusing seperti berputar atau pusing seperti akan jatuh (“nggliyeng”) untuk mendapatkan obat. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti perlu untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Self Care pada penderita Hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Gatak kabupaten Sukoharjo”.

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif, yang bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan atau fenomena yang terdapat pada daerah tertentu pada situasi sekarang berdasarkan data yang ada, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan Penelitian ini digunakan untuk mengetahui gambaran self care pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Gatak. Populasi penelitian adalah pasien yang menderita hipertensi sejumlah 166 orang di wilayah Puskesmas Gatak Surakarta. Sampel penelitian sebanyak 61 pasien dengan teknik simple random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, sedangkan analisis data menggunakan uji deskriptif.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1Hasil Penelitian

(9)

No Karakteristik Frekuensi Persentase 1. Umur responden a. 30 – 40 tahun b. 41 – 50 tahun 15 46 25 75 2. Jenis kelamin a. Perempuan b. Laki-laki 50 11 82 18 3. Pendidikan a. SD b. SMP c. SMA d. PT 2 19 34 6 3 31 56 10 4. Status perkawinan a. Kawin b. Duda c. Janda 52 4 5 85 7 8 5 Pekerjaan a. Buruh b. IRT c. Wiraswasta d. Pegawai swasta e. PNS 7 40 5 4 5 12 66 8 7 8 6. Pendapatan a. 500.000 – 1.900.000 b. 1.900.000 – 3.000.000 c. > 3.000.000 22 33 6 36 54 10 Lanjutan tabel 4.1

No Karakteristik Frekuensi Persentase

7. Jumlah anggota keluarga a. 3 orang b. 4 orang c. 5 orang d. 6 orang e. 7 orang 26 25 7 2 1 43 41 12 3 2 8. Lama terdiagnosa hipertensi (tahun)

a. 6 tahun b. 7 tahun c. 8 tahun d. 9 tahun 2 19 34 6 3 31 56 10 9 Perilaku merokok a. Tidak merokok b. Masih Merokok 51 10 84 16 10 Perilaku mengkonsumsi minuman alkohol

a. Tidak mengkonsumsi b. Mengkonsumsi 61 0 100 0 11 Komplikasi hipertensi a. Tidak ada b. Ada komplikasi 28 33 46 54 12 Penyakit komplikasi hipertensi

a. Tidak ada komplikasi b. DM c. Penyakit ginjal d. Penyakit jantung 25 15 12 6 45 25 20 10 13 Status gizi a. Normal b. Obesitas 39 22 64 36 14 Tekanan darah

a. Tekanan darah sistol

- Rata-rata sebesar 132 mmHg - Standar deviasi sebesar 9,15 mmHg b. Tekanan darah diastol

- Rata-rata sebesar 88 mmHg - Standar deviasi sebesar 5,83 mmHg

(10)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa karakteristik responden menurut umur sebagian besar berumur 41 – 50 tahun yaitu sebanyak 46 responden (75%). Jenis kelamin responden sebagian besar perempuan sebanyak 50 responden (82%), pendidikan terbanyak SMA sebanyak 34 responden (56%), status perkawinan kawin sebanyak 52 responden (85%), pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 40 responden (66%), berpendapatan antara 1.900.000 – 3.000.000 ribu perbulan sebanyak 33 responden (54%), dan jumlah anggota keluarga sebagian besar 3 dan 4 orang sebanyak 26 responden (43%) dan 25 responden (41%).

3.1.2 Gambaran Selfcare

Distribusi Frekuensi Self care Penderita hipertensi (N=61)

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 2 3 Tinggi Sedang Rendah 15 35 11 24,6 57,4 18,0 Total 61 100

Distribusi frekuensi self care pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Gatak paling tinnnggi responden dengan kategori sedang yaotu sebanyak 35 responden (57,4%) dan paling sedikit dengan dengan kategori rendah yaitu sebanyak 11 responden (18,0%).

Berikut ini self care pada penderita hipertensi berdasarkan indikator minum obat sesuai anjuran, pemantauan tekanan darah, melakukan aktivitas olahraga dan diet rendah gambar ditampilkan pada tabel diatas sebagai berikut. Tabel diatas Distribusi Frekuensi Self care Penderita hipertensi Menurut Indikator (N=61)

No Self care Frekuensi Persentase (%)

1 Gambaran minum obat sesuai anjuran a. Tinggi b. Sedang c. Rendah 9 41 11 14,8 67,2 18,0 2 Gambaran pemantauan tekanan darah

a. Tinggi b. Sedang c. Rendah 13 45 3 21,3 73,8 4,9 3 Gambaran aktivitas olahraga

a. Tinggi b. Sedang c. Rendah 9 43 9 14,8 70,9 14,8 4 Gambaran diet rendah garam

a. Tinggi b. Sedang c. Rendah 15 29 17 24,6 47,5 27,9

(11)

Berdasarkan tabel diatas diketahui distribusi frekuensi self care

berdasarkan indikator kepatatuhan minum obat sesuai anjuran, sebagaian besar responden dengan tingkat kepatuhan sedang yaitu sebanyak 41 responden (67,2%) dan sebagian kecil responden tingkat kepatuhan tinggi dalam minum obat sesuai anjuran yaitu sebanyak 9 responden (14,8%). Berdasarkan tabel diatas diketahui distribusi frekuensi self care berdasarkan indikator perilaku pemantuan tekanan darah sebagaian besar responden dengan perilaku sedang yaitu sebanyak 45 responden (73,8%) dan sebagian kecil responden perilaku rendah yaitu sebanyak 3 responden (4,9%).

Berdasarkan tabel diatas diketahui distribusi frekuensi self care

berdasarkan indikator aktivitas olahraga sebagaian besar responden dengan aktivitas sedang yaitu sebanyak 43 responden (70,9%) dan sebagian kecil responden aktivitas rendah yaitu sebanyak 9 responden (14,8%). Berdasarkan tabel 4.3 diketahui distribusi frekuensi self care berdasarkan indikator kepatuhan diet rendah garam sebagian besar responden responden dengan tingkat kepatuhan sedang yaitu sebanyak 29 responden (47,5%) dan sebagian kecil responden dengan kepatuhan tinggi yaitu sebanyak 15 responden (24,6%).

3.2 Pembahasan

3.2.1 Karakteristik Responden 3.2.1.1Umur

Karakteristik responden menurut umur sebagian besar adalah berumur 41 – 50 tahun (75%). Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata penderita hipertensi di Puskesmas Gatak Sukoharjo dengan umur di atas 45 tahun. Menurut Yekti (2011) hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua umur seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko terkena hipertensi, sedangkan prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50% diatas umur 60 tahun. Semakin tinggi usia seseorang maka makin tinggi pula tekanan darahnya.

3.2.1.2Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan jenis kelamin responden sebagian besar adalah perempuan (82%). Hal ini menunjuukkn risiko hipertensi terjadi lebih

(12)

banyak pada perempuan. Perempuan akan mengalami resiko hipertensi setelah mengalami menopause (sekitar diatas 45 tahun), sedangkan laki-laki yang lebih tidak terkontrol daripada perempuan misalnya merokok, stress kerja dan pola makan yang tidak teratur Arif (2010).

3.2.1.3Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan pendidikan responden terbanyak adalah SMA (56%). Pendidikan menurut Notoatmodjo (2012) berpengaruh pada perilaku sehat yaitu perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku sehat mencakup 3 aspek, yaitu pencegahan, peningkatan kesehatan, dan perilaku gizi. Jika seorang semakin tinggi tingkat pendidikannya tentunya tingkat kesadarannya akan semakin tinggi dan akan berpengaruh dalam pencegahan ataupun pengobatan hipertens. Penelitian Sigarlaki (2006) bahwa prosentase pasien hipertensi mayoritas berpendidikan rendah (65,68%). Sedangkan menurut Asmika, dkk (2012), semakin tinggi pendidikan seseorang maka makin tinggi dan makin mudah menerima informasi sehingga banyak pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang baru dikenalnya. Dengan tingginya pendidikan seseorang diharapkan lebih mampu memahami dan menjalankan diit tepat yang telah diberikan oleh ahli gizi sehingga dapat menurunkan penyakit hipertensi dari kategori berat menjadi sedang atau ringan

3.2.1.4Status Perkawinan

Hasil penelitian menunjukkan status perkawinan responden terbanyak adalah kawin (85%). Status perkawinan seseorang berhubungan dengan adanya keluarga bagi orang tersebut. Peran keluarga menurut Friedman (2010) adalah memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang diperlihatkan melalui sikap, tindakan dan penerimaan keluarga selama hidup anggota keluarga. Responden yang memiliki keluarga, tentunya memiliki kesempatan untuk mendapatkan dukungan keluarga yang lebih baik, salah satunya dalam perawatan hipertensi yang dialaminya.

(13)

Hasil penelitian menunjukkan pekerjaan responden sebagian besar adalah ibu rumah tangga (66%) dan dengan dengan pendapatan responden rata-rata Rp. 1.900.000 sampai dengan Rp. 3.000.000 ribu perbulan (54%). Pekerjaan berkaitan dengan waktu istirahat. Sedangkan pendapatan berkaitan dengan kampuan mebeli obat dan berobat. Seseorang yang mempunyai pekerjaan berat, sering lembur dan kurang istirahat sangat berisiko terkena hipertensi sedangkan pada responden yang tidak bekerja (ibu rumah tangga), mereka lebih cenderung dipengaruhi pola makan yang kurang tepat dan kurangnya aktivitas terutama olahraga. Menurut Yekti (2011) perempuan yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga berisiko lebih tinggi menderita hipertensi dibandingkan dengan perempuan yang bekerja. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya aktivitas yang dilakukan ibu rumah tangga, dimana kebanyakan hanya berdiam diri di rumah. Berbeda dengan ibu yang bekerja, justru lebih banyak aktivitasnya dan menyempatkan waktu untuk melakukan olahraga. Selain itu, biasanya ibu yang bekerja lebih aktif daripada ibu yang tidak bekerja atau hanya sebagai ibu rumah tangga. Individu yang aktivitasnya rendah beresiko terkena hipertensi 30-50% dari individu yang aktif.

3.2.1.6Lama Terdiagnosa Hipertensi

Distribusi lama terdiagnosa hipertensi menunjukkan distribusi tertinggi adalah 8 tahun (56%). Lama seseorang mengalami suatu penyakit berhubungan dengan pengalaman orang tersebut terhadap perawatan penyakit. Ketika pengalaman yang dialaminya adalah baik, artinya menjadikan kesehatannya lebih baik, maka pengalaman tersebut akan meningkatkan motivasinya untuk melaksanakan program tersebut, misalnya program diet garam dan sebagainya. Namun jika pengalaman sebelumnya ternyata menyebabkan terjadinya penurunan kesehatannya, maka pengalaman tersebut akan menurunkan motivasinya untuk melaksanakan suatu program perawatan tertentu. Novian (2013) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan diit penderita hipertensi, menyimpulkan bahwa salah satu faktor yang memiliki hubungan dengan kepatuhan diit penderita hipertensi adalah pengalaman diit sebelumnya.

(14)

3.2.1.7 Perilaku Merokok

Gambaran perilaku merokok responden menunjukkan sebagian besar tidak merokok sebanyak 51 responden (84%) dan semua responden (100%) tidak mengkonsumsi minuman beralkohol. Gambaran perilaku merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki perilaku yang baik untuk mencegah kekambuhan dan timbulnya komplikasi hipertensi. Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan resiko terjadinya stenosisarteri renal yang mengalami arteriosklerosis (Reeves, 2008). Sedangkan mengkonsumsi alkohol menyebabkan terjadinya gangguan pada alam perasaan, penilaian, tingkah laku, konsentrasi dan kesadaran alkohol adalah toksik yang multisistem langsung depresan sitem saraf pusat yang menyebabkan mengantuk, tidak terkoordinasi, bicara tidak jelas, perubahan alam perasaan yang tiba-tiba, agresi, waham, koma dan kematian jika mengkonsumsi berlebihan. Peningkatan kadar kolesterol peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam meningkatkan tekanan darah.

3.2.1.8Komplikasi Hipertensi

Gambaran kejadian komplikasi hipertensi menunjukkan sebagian besar mengalami komplikasi hipertensi (54%), sedangkan komplikasi hipertensi yang dialami responden adalah penyakit DM, selanjutnya penyakit ginjal dan penyakit jantung. Hipertensi dapat menimbulkan dampak pada diri penderita antara lain sakit kepala, pegal-pegal perasaan tidak nyaman di tengkuk, perasaan berputar/ingin jatuh, bedebar-debar, detak jantung yang cepat, telinga berdengung. Gagal jantung, karena jantung bekerja lebih keras sehingga otot jantung membesar. Berkembangnya plak lemak dalam dinding pembuluh darah (artherosclerosis) dan plak garam (arteriosclerosis) yang menyebabkan sumbatan aliran darah, sehingga meningkatkan potensi kebocoran pembuluh darah. Sumbatan di pembuluh nadi leher dapat menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke sel-sel otak. Dan dapat menimbulkan matinya sel saraf otak (stroke ishkemik). Pecahnya pembuluh darah kapiler di otak dapat menyebabkan pendarahan, sehingga sel-sel saraf dapat mati. Penyakit ini disebut stroke

(15)

hemoragik (stroke pendarahan),dansering menimbulkankematian mendadak (Muhammadun, 2010).

3.2.1.9Status Gizi

Gambaran status gizi responden menunjukkan sebagian besar adalah normal dan obesitas. Obesitas merupakan salah satu faktor resiko terhadap timbulnya hipertensi. Curah jantung dan volume darah sirkulasi pasien obesitas lebih tinggi di bandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah setara pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olahraga ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, melalui olahraga yang isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (Reeves, 2008).

3.2.2 Gambaran Selfcare

Hasil penelitian menunjukkan self care pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Gatak paling dengan hasil self care kategori tinggi sebesar 15 responden (24,6%), self care kategori sedang 35 responden (57,4%), dan self care

kategori rendah sebesar 11 responden (18%). Berdasarkan hasil tersebut diketahui

self care pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Gatak sebagain besar cukup baik. Pada penelitian ini self care diukur berdasarkan kepatuhan dalam mengkonsumsi obat anti hipertensi, kepatuhan diit rendah garam, aktivitas olah raga dan rutinitas melakukan pemeriksaan tekanan darah. Hal dikukung oleh penelitian Akhter (2010) yang menjelaskan self care penderita hipertensi dapat dilakukan dengan menerapkan 5 komponen self care pada klien diabetes yang disesuaikan dengan perawatan diri pada penderita hipertensi. Kelima komponen tersebut yaitu integrasi diri, regulasi diri, interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya, pemantauan tekanan darah, dan kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan. Hal tersebut dikarenakan hipertensi dan diabetes merupakan penyakit

kronis yang membutuhkan pengontrolan pada darah.

Self care menurut Cornwel & White (2009) self care adalah kemampuan individu dalam melakukan aktivitas perawatan diri untuk mempertahankan hidup, meningkatkan, dan memelihara kesehatan serta kesejahteraan individu. Keharusan

(16)

melakukan perawatan diri disebut sebagai kebutuhan perawatan diri dimana individu diharuskan mengetahui cara atau tindakan yang dilakukan. Self care bagi hipertensi ada beberapa cara, yaitu mengontrol tekanan darah, patuh terhadap pengobatan, perubahan gaya hidup, dan menerapkan perilaku hidup sehat. Hal ini menunjukkan pentingnya sefl care bagi penderita hipertensi. Pada responden dengan self care kategori tinggi dan sedang menandakan responden sudah memiliki kesadaran jika self care adalah kebutuhan penting agar hipertensi sembuh atau tidak kambuh lagi.

Pada responden dengan self care kategori rendah menunjukkan responden tidak mempunyai kesadaran melakukan selft care atau responden tidak patuh melakukan anjuran dokter. Hasil penelitian pada responden dengan dengan self care kategori rendah rata-rat tidak patuh dalam mengkonsumsi obat antihipertensi dan tidak patuh dalam melakukan diet rendah garam. Pentingnya seft care bagi penderita hipertensi didukung oleh penelitian yang dilakukan Martiningsih (20120 yang menjelaskan self care merupakan ukuran individu dalam perilaku menjaga kesehatan setiap hari. self care meruopakan indikator keberhasilan setiap individu. Jika self care baik maka dengan sendirinya kekambuhan hipertensi akan dapat dikontrol.

Uraian self care berdasarkan indikator diketahui frekuensi self care

berdasarkan indikator kepatatuhan minum obat sesuai anjuran, sebagian besar besar responden dengan tingkat kepatuhan sedang yaitu sebanyak 41 responden (67,2%) dan sebagian kecil responden tingkat kepatuhan tinggi dalam minum obat sesuai anjuran yaitu sebanyak 9 responden (14,8%). Hal ini memberikan gambaran penderita hipertensi telah patuh dalam mengkonsumsi obat antihipertensi. Hal ini sesuai dengan pendapat Koizer,et al, (2010) tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindak mengindahkan dari setiap aspek anjuran hingga mematuhi semua rencana terapi. Kepatuhan menunjukkan responden memahami apa yang menjadi intruksi oleh dokter. Pemahaman instruksi sangat penting diketahui oleh pasien. Hal ini sesuai dengan pendapat Niven (2007) yang menjelaskan tidak seorangpun dapat mematuhi intruksi jikaia salah paham tentang intruksi yang diberikan padanya. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh

(17)

kegagalan profesional kesehatan dalam memberikan informasi yang lengkap, penggunaan istilah-istilah medis yang memberikan banyak intruksi yang harus diingat banyak pasien

Uraian self care berdasarkan indikator perilaku pemantuan tekanan darah sebagaian besar responden dengan perilaku sedang yaitu sebanyak 45 responden (73,8%) dan sebagian kecil responden perilaku rendah yaitu sebanyak 3 responden (4,9%). Hal ini menunjukkan responden cukup rajin dalam melakukan kontrol terhadap perubahan tekanan darahnya. Pengkuran ini sangat penting untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau kekambuhan dari penyakit hipertensi yang dideritanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Koizer,et al, (2010) tingkat kepatuhan dapat dimulai dari tindak mengindahkan dari setiap aspek anjuran hingga mematuhi semua rencana terapi, termasuk dal;am kepatuhan melakuklan pemeriksaan tekanan darah.

Uraian self care berdasarkan indikator aktivitas olahraga sebagaian besar responden dengan aktivitas sedang yaitu sebanyak 43 responden (70,9%) dan sebagian kecil responden aktivitas rendah yaitu sebanyak 9 responden (14,8%). Hal ini memberikan gambaran penderita hipertensi mempunyai kesadaran untuk melakukan aktivitas olahraga. Olah raga merupakan hal yang penting untuk mencegah kekambuhan hipertensi. Hasil penelitian Prasetyo (2007) menjelaskan olahraga endurance, dapat menurunkan tekanan sistolik maupun diastolik pada orang yang mempunyai tekanan darah tinggi tingkat ringan. Olahraga aerobik menimbulkan efek seperti: beta blocker yang dapat menenangkan sistem saraf simpatikus dan melambatkan denyut jantung. Olahraga juga dapat menurunkan jumlah keluaran noradrenalin dan hormon-hormon lain yang menyebabkan stres, yaitu yang menyebabkan pembuluhpembuluh darah menciut dan menaikkan tekanan darah. Sedangkan penekitian Surbakti (2014) menjelaskan oaktivitas olahraga seperti latihan jalan kaki 30 menit berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada pasien penderita hipertensi di Rumah Sakit Umum Kabanjahe. Hal ini disebabkan bentuk latihan yang bersifat aerobik seperti latihan jalan kaki dapat mempengaruhi dalam meningkatkan kapiler-kapiler darah,

(18)

konsentrasi haemoglobin, perbedaan oksigen pada arteri dan vena serta aliran darah pada otot.

Uraian self care berdasarkan indikator kepatuhan diet rendah garam sebagian besar responden responden dengan tingkat kepatuhan sedang yaitu sebanyak 29 responden (47,5%) dan sebagian kecil responden dengan kepatuhan tinggi yaitu sebanyak 15 responden (24,6%). Hal ini memberikan gambara penderita sudah cukup baik dalam mel;akukan diet rendah garam. Diet juga ditujukan untuk menurunkan faktor risiko lain seperti berat badan yang berlebih, tingginya kadar lemak kolesterol dan asam urat dalam darah. Harus diperhatikan pula penyakit degeneratif lain yang menyertai darah tinggi seperti jantung, ginjal dan diabetes mellitus. Pentingnya diit rendah garam seperti dijelaskan oleh penelitian Puspita, et al (2012) menjelaskan diet merupakan salah satu cara untuk mengatasi hipertensi tanpa efek samping yang serius karena metode pengendaliannya yang alami. Mengurangi asupan garam, memperbanyak serat, menghentikan kebiasaan buruk seperti merokok, minum kopi, mengkonsumsi alcohol, memanfaatkan sayuran dan bumbu dapur serta mengkonsumsi obat secara teratur akan membantu dalam menurunkan tekanan darah. Pada penelitian ini pasien yang patuh dalam melakukan diet rendah garam tingkat kekambuhannya rendah.

4. PENUTUP 4.1Simpulan

Penelitian untuk mengetahui gambaran self care pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Gatak, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

4.1.1 Gambaran self care pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Gatak dengan hasil sebagian besar dengan kategori sedang yaitu 35 responden (57,4%).

4.1.2 Gambaran self care pada penderita hipertensi berdasarkan indikator kepatuhan minum obat sesuai anjuran sebagaian besar responden dengan tingkat kepatuhan sedang yaitu sebanyak 41 responden (67,2%).

(19)

4.1.3 Gambaran self care pada penderita hipertensi berdasarkan indikator perilaku pemantuan tekanan darah sebagaian besar responden dengan perilaku sedang yaitu sebanyak 45 responden (73,8%).

4.1.4 Gambaran self care pada penderita hipertensi berdasarkan indikator aktivitas olahraga sebagaian besar responden dengan aktivitas sedang yaitu sebanyak 43 responden (70,9%).

4.1.5 Gambaran self care pada penderita hipertensi berdasarkan indikator kepatuhan diet rendah garam sebagian besar responden responden dengan tingkat kepatuhan sedang yaitu sebanyak 29 responden (47,5%).

4.2Saran

4.2.1 Penderita hipertensi dan Keluarga

Bagi penderita hipertensi, diharapkan dapat mempertahankan self care

yang sudah dilakukan dan mentaati anjuran yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Bahkan akan lebih baik jika klien mampu meningkatkan self care hipertensi dengan mulai melakukan hal-hal yang tidak pernah dilaksanakan seperti pada aktifitas fisik/olahraga secara rutin dan penerapan pola diet sehat. Bagi keluarga, diharapkan mampu terus memberikan motivasi dan perhatian kepada klien agar klien terus bersemangat untuk melakukan self care hipertensi sehingga tekanan darah klien terus terkontrol. Keluarga juga diharapkan untuk membantu dan mengawasi klien dalam melakukan self care hipertensi.

4.2.2 Tenaga Kesehatan dan Dinas Kesehatan

Pengobatan secara kontinu dan teratur memberikan dampak baik terhadap tekanan darah penderita hipertensi. Ketelatenan dan perhatian dari tenaga kesehatan pun sangat diperlukan oleh penderita hipertensi untuk selalu mengingatkan klien dalam melaksanakan pengontrolan tekanan darah dan pengobatan. Berdasar hasil penelitian, tenaga kesehatan bersama dinas kesehatan sebagai penyedia jasa layanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terutama bagi penderita hipertensi, yaitu dengan selalu memberikan perhatian dan motivasi kepada penderita

(20)

hipertensi dengan mengingatkan klien untuk rutin melakukan pengobatan dan kontrol tekanan darah serta melakukan self care.

4.2.3 Peneliti Lain

Bagi peneliti lain diharapkan dapat melakukan modifikasi terhadap penelitian ini atau mungkin mengembangkan hasil penelitian ini lebih luas lagi, seperti melakukan penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi

self care management penderita hipertensi yang dapat berakibat pada kualitas kesehatan dan hidup klien.

DAFTAR PUSTAKA

Akhter, N. (2010). Self Management Among Patients With Hypertension in Bangladesh. Ejournal Tersedia secara online di http://kb.psu.ac.th diakses pada 2 Juni 2016

Almatsier, S, (2006), Penuntun Diet, edisi baru, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Andriany, M. (2007). Aplikasi Teori Self-Care Deficit Orem Dalam Konteks Tuna Wisma (studi literatur). Nurse media, journal of nursing, vol 1 no 1. 2007. Anita, A.Y. (2012). Hubungan Self Care Dan Depresi Dengan Kualitas Hidup

pasien Heart Failure Di RSUP Prof. Dr. Kondou Manado. Tesis Universitas Indonesia

Aaronson, Philip I. & Ward, Jeremy P.T. (2010). At a Glance: Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Erlangga

Arif. (2010). Tetap Tersenyum Melawan Hipertensi. Yogyakarta: Ircisod Asmadi. (2008). Konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC

Asmika, Ruhana, dan Fortuna. (2012). Pengaruh Konseling Terhadap Pengetahuan, Sikap Dan Kepatuhan Dalam Menjalankan Diet Pada Pasien

Hipertensi Rawat Jalan Di Puskesmas Kedungkandang Kota Malang. Jurnal

Ilmu Gizi FKUB tahun 2011

Aziza, L. (2007). Hipertensi: the silent killer. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia. Baradero, M.dkk. (2008). Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan

Keperawatan. Jakarta: EGC

Black, H.R, Elliot, W.J. (2013). Hypertension: A Companion To Braunwald’s

(21)

Black, J.M. & Hawks, J.H. (2009). Medical Surgical Nursing Clinical Management For Positive Outcomes. Singapore: Elsevier.

Britz, J. A & Dunn, K.S. (2010). Self Care and Quality Of Life Among Patients With Heart Failure. Journal Of The American Academy Of Nursing Practi Croneres, 22,480 – 487

Canadian Hypertension Education Program. (2012). The 2012 Canadian

Hypertension Education Program Recommendations. Canada: Hypertension Canada

Cheng and Bina J. (2015). Genetics of hypertension. USA: Morgan & Claypool Life Sciences

Cornwell, E.Y. & Waite, L.J. (2009). Networks And Support In Disease Management:Social An Examination Of Hypertension Among Older Adults. New York: Cornell University.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.

Dalimartha, S. et al. (2008). Care yourself: hypertension. Jakarta : Penebar Plus. Dewit, S.C. (2009). Medical surgical nursing consepts& practice. Missouri:

Sounders Elsevier

Driscoll A., Davidson, P., Clark R., Huang N., & Aho, Z., (2009). Tailoring Consumer Resources Variabble to Enchance Self Care in Cronic Heart Failure. Australian Critical Care 22, 133=140

Efendi, F.& Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik Dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Gray, H., H. et al. (2002). Lecture Notes: Cardiology 4th edition. Jakarta: Airlangga. 2002

Grinspun, D & Coote, T. (2005). Nursing best practice guideline nursing management of hypertension. Registered Nurses Association of Ontario. Hangrove, R. A., and Huttel. (2005). Lippincot’s Review Series: Medical Surgical

Nursing. Washington: Lippincot-Raven Publisher

Hastono, S.P. (2007). Basic data analysis for health research training analisis data Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Hayes, M K. (2010). Influence of age and health behaviors on stroke risk: lesson from longitudinal studies. National Institutes of Health.

(22)

Hidayat, A. A. (2008). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Kozier, B.dkk. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, & Praktik. Jakarta: EGC

Martiningsih. (2012). Hubungan Self-Care dengan Derajat Hipertensi Pada Pasien Hipertensi Primer di Poliklinik Penyakit dalam RSUD Bima Ditinjau Perspektif Keperawatan Self-Care Orem. Jurnal Kesehatan Prima Vol. 6 no. 1, Pebruari 2012

Muhammadun, A.S. (2010). Hidup bersama hipertensi. Jogjakarta: In-Books. Messerli, F. H. (2011). Clinician’s manual: treatment of hypertension third

edition. London: Springer Healthcare Ltd

National Heart, Lung and Blood Institute. (2016). The seventh report of the Joint National Committes on prevention, detection, evaluation & treatment of high blood pressure (JNC-7). NIH Publication. 2003; 03-5233.

Notoatmodjo, S. (2010). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Prasetyo. Y. (2007). Olahraga Bagi Penderita Hipertensi. ejournal Univertas

Negeri Yogyakarta tersedia di

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/132308484/Olahraga_Bagi_Penderita _Hipertensi.pdf diakses pada 2 Juni 2016

Potter, P. A & Perry, A. G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan Praktik . Jakarta: EGC

Puspita A., Aisah, S., dan Sutoyo (2012). Sikap Terhadap Kepatuhan Diit Hipertensi Dengan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah

Kerja Puskesmas Doro II Kabupaten Pekalongan. Jurnal Fikkes

keperawatan Vol. 5 No. 1 Maret 2012 : 1 – 13

Santoso, D., (2010), Membonsai Hipertensi, Surabaya: PT. Temprina Media Grafika

Sutanto, (2010), Cekal Penyakit Modern Hipertensi, Stroke, Jantung, Kolesterol dan Diabetes, Andi, Yogyakarta.

Sigarlaki. (2006). Karakteristik dan Faktor Berhubungan dengan Hipertensi di Desa Bocor Kecamatan Bulus Pesantren Kabupaten Kebumen Jawa tengah

tahun 2006. Jurnal Makara Kesehatan Vol. 10. No. 2 Desember 2006:

(23)

Sugiarto. (2010). Karakteristik Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas

Karanggede Kabupaten Boyolali. Jurnal Program Studi Ilmu Keperawatan

STIKES ‘Aisyiyah Surakarta

Surbakti.S. (2014). Pengaruh Latihan Jalan Kaki 30 Menit Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Pasien Penderita Hipertendi Di Rumah Sakit Umum Kabanjahe . Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 20 Nomor 77 Tahun XX September 2014

Tazim, V., McConnell, H., Gracon, S.L., (2005), Nursing Management For Hypertension, RNAO, Ontario

Yekti. S. (2011). Cara Jitu Mengatasi Darah Tinggi (Hipertensi). Yogyakarta: Andi

Windarti, (2008), Tekanan Darah Tinggi, dalam CahyonoJ.B. ( ed), Gaya Hidup

& Penyakit Moderen, Yogyakarta: Kanisus,

Widho Fahkurnia; Mahasiswa S1 Keperawatan FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jl. A Yani Tromol Pos 1 Kartasura.

Fahrun Nur Rosyid, S.Kep., Ns., M.Kes; Dosen Keperawatan FIK Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos 1 Kartasura.

Referensi

Dokumen terkait

Rasio C/N yang rendah menunjukkan bahwa ketersediaan unsur hara dalam pupuk lebih tinggi dan lebih cepat tersedia serta dapat diserap oleh akar tanaman cabai.Nilai rasio C/N

* Blender mini yang praktis dan mudah digunakan * Body terbuat dari bahan plastic BPA free yang aman * Garansi motor 1thn. * 1 paket

Melalui pemanfaatan limbah pertanian dan agroindustri, serta limbah home industry , diharapkan dapat menjadi alternatif bahan pakan penyusun complete feed dengan

ANALISIS HUKUM TERHADAP HAK MIRANDA BAGI TERSANGKA PEMBUNUHAN DITINJAU DARI UNDANGUNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Strategi mental dapat mendukung fleksibilitas dalam berhitung dengan berbagai strategi yang dapat diciptakan sendiri oleh anak dan tidak berkutat pada prosedur kaku

Title Sub Title Author Publisher Publication year Jtitle Abstract Notes Genre URL.. Powered by

demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan untuk tetap menjadi anggota peru- sahaan) yang dinyatakan oleh seorang karya- wan terhadap perusahaannya. BPU

Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Lie, 2010: 89). Dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil