• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindustri Manggis (Garcinia mangostana Linn) (studi kasus di Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindustri Manggis (Garcinia mangostana Linn) (studi kasus di Kabupaten Bogor)"

Copied!
233
0
0

Teks penuh

(1)

Decision Support System for Mangosteen Agroindustry Development

(case study in Kabupaten Bogor, West Java)

Andri Fauzan Rachman and Eriyatno

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220 Bogor, West Java,

Indonesia.

email

ABSTRACT

Mangosteen has become the Queen of commodities to export fresh fruit to foreign countries. But the numbers are still about 20% of the total production in Indonesia is mostly caused by low quality of the fruit. For that, they need diversified commodities processed mangosteen products. The objectives of this research to develop a model of decision support system for mangosteen agroindustry development in bogor district and recommend a strategy for planning and development of the agroindustry to the government of Bogor district and mangosteen prospective employers. Decision support system for mangosteen agroindustry development implemented into a computer program package called mangosteen 1.0 by using Pascal programming language in Embarcadero Delphi XE which consists of six models, including model of prospective product, site analysis model, model of analysis production centers, model of the mangosteen cultivation financial feasibility, model of agro-industry financial feasibility, and model of mangosteen development strategy. Decision support system using the comparison ekponensial method ( MPE), and analitical Hierarchy Process method (AHP). This mangosteen agro-industrial is plan to be located in Dramaga based on site selection using MPE method with a capacity of 50.000 bottles of mangosteen xanthone per month. This research programme shows that the mangosteen agro-industrial of xanthone is feasible with NPV Rp.

(2)

1

I.

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Komoditas holtikultura selama ini dipandang sebagai salah satu komoditas yang memiliki potensi pasar yang cukup tinggi. Hal ini ditunjukan oleh rata-rata jumlah produksi dan tingkat ekspor yang semakin meningkat setiap tahunnya. Salah satu komoditas yang menunjukan kinerja ekspor yang terus membaik adalah manggis. Manggis merupakan salah satu komoditas buah-buah holtikultura yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dan nilai gizi yang tidak kalah penting dibandingkan dengan buah yang lainnya. Manggis memiliki prospek pengembangan yang cukup menjanjikan. Selain banyaknya sentra penanaman komoditas manggis di Indonesia, komoditas ini juga mempunyai peluang pasar ekspor yang terbuka luas, di samping itu komoditas manggis juga memiliki prospek yang baik dari segi produk olahannya.

Selama bertahun-tahun manggis menjadi salah satu komoditas yang diekspor ke berbagai negara di dunia. Volume ekspor buah manggis sepanjang Januari dan Februari 2010 meningkat signifikan dan nyaris menyamai volume ekspor sepanjang tahun 2009. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS 2010) , ekspor manggis periode Januari dan Februari 2010 mencapai 8.225 ton meningkat 91% dibandingkan volume ekspor Januari- Februari 2009 yang hanya 4.285 ton. Sementara nilainya meningkat 120% dari US$ 2.781.712 di Januari-Februari 2010 menjadi US$ 6.310.272. kinerja ekspor manggis tersebut mendekati realisasi ekspor sepanjang 2009 yang volumenya 9.987 ton dengan nilai US$ 6.451.923. Data ini menunjukan komoditas manggis merupakan salah komoditas yang prospektif serta berdaya saing dilihat dari segi bahan baku serta tingkat produksi dan ekspornya di dunia.

Selain dipasarkan dalam bentuk segar, manggis juga telah banyak dikonsumsi dalam bentuk produk olahan. Produk olahan yang manggis dapat berupa dodol manggis, sirup manggis, puree manggis, xanthone manggis, jus manggis dan sebagainya. Permintaan akan manggis dalam bentuk olahan maupun produk olahan terus meningkat. Jumlah ekspor manggis yang besar hingga saat ini belum juga memenuhi permintaan pasar. Masih banyak manggis yang belum memenuhi standar untuk dapat diekspor, sehingga perlu penanganan lebih lanjut untuk menangani masalah tersebut. Salah satu alternatif yang dapat dipilih untuk memanfaatkan potensi manggis ialah dengan mengembangkan agroindustri pengolahan komoditas manggis. Dengan demikian manggis akan lebih memiliki nilai tambah serta memiliki daya saing untuk masuk ke pasar.

(3)

2

Melihat kondisi tersebut maka diperlukan suatu sistem yang terencana dan terintegrasi untuk merencanakan pengembangan agroindustri pengolahan manggis secara cepat dan tepat yang dapat menciptakan kesinergisan antar pihak-pihak yang terlibat sehingga akan tercipta pembangunan agroindustri yang berkelanjutan yang dapat menguntungkan berbagai pihak.

Kabupaten Bogor sebagai salah satu daerah penghasil manggis yang terletak Jawa Barat memiliki potensi pengembangan komoditas yang cukup baik. Selain didukung oleh agroekosistem Kabupaten Bogor yang cocok untuk budidaya komoditas manggis, Kabupaten Bogor juga menjadi daerah yang cukup stategis untuk mendirikan sebuah industri karena memiliki akses pemasaran yang dekat ke ibukota dan berbagai daerah lainnya. Pada tahun 2003, departemen pertanian juga telah menetapkan manggis sebagai salah satu komoditas unggulan nasional Kabupaten Bogor sehingga meningkatkan potensi Kabupaten Bogor untuk menjadi lokasi pendirian industri pengolahan manggis.

Dalam kegiatan perencanaan, penggunaan perangkat lunak seringkali dapat memberikan kemudahan dalam pengambilan keputusan secara tepat, cepat dan efisien sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. Oleh karena itu, pengembangan suatu rekayasa pengembangan model sistem penunjang keputusan akan dapat membantu para pengambil keputusan (decision maker) dalam proses pengambilan keputusan dalam merencanakan pengembangan agroindustri pengolahan manggis.

Menurut Eriyatno (1999) sistem penunjang keputusan adalah konsep spesifik yang menghubungkan sistem komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Sistem penunjang keputusan dimaksudkan untuk memaparkan secara rinci elemen-elemen sistem sehingga dapat menunjang dalam proses pengambilan keputusan.

Sistem penunjang keputusan perencanaan pengembangan agorindustri komoditas manggis ini akan membantu penggunanya yakni para pengambil keputusan khususnya Pemerintah Kabupaten Bogor untuk mengetahui strategi dan langkah tepat yang dapat dilakukan untuk merencanakan serta mengembangkan agroindustri maupun agribisnis manggis. Selain itu, model ini diharapkan mampu menganalisa dan mengintegrasikan faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam membuat suatu perencanaan untuk pengembangan agroindustri serta mampu mengakomodasi semua informasi yang berkaitan dengan komoditi manggis dan produk olahannya yang dibutuhkan oleh pengguna.

1.2

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

1) Mempelajari faktor-faktor dan parameter yang mempengaruhi desain sistem penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindustri pengolahan manggis.

2) Merancang dan mengembangkan model sistem penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindustri pengolahan manggis dengan mengaplikasikan dalam bentuk program.

3) Merekomendasikan strategi perencanaan dan pengembangan agroindustri pengolahan manggis, khususnya kepada calon pengusaha agroindustri manggis dan Pemerintah Kabupaten Bogor sebagai upaya konstruktif mendukung pembangunan wilayah.

(4)

3

1.3

RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari penelitian ini adalah melakukan pembuatan sistem penunjang keputusan dalam proses pengambilan keputusan mengenai perencanaan pengembangan agroindustri manggis. Analisis yang dilakukan mencakup analisis penentuan produk prospektif, analisis penentuan lokasi unggulan, analisis pendekatan sentra produksi manggis serta analisis kelayakan finansial budidaya dan analisis kelayakan finansial agroindustri manggis serta perumusan strategi pengembangan agroindustri manggis.

Verifikasi model ini akan dilakukan terhadap data wilayah Kabupaten Bogor. Sistem penunjang keputusan ini dapat digunakan oleh para pengambil keputusan seperti pemerintah ataupun pihak swasta. Masukan data berasal dari Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian dan Kehutanan, Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika (PKBT), IPB serta instasi lain yang dapat membantu untuk ketersediaan data

.

1.4

MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian diharapkan berguna bagi pihak-pihak yang terlibat, baik langsung maupun tak langsung dalam pengembangan agroindustri komoditas manggis yang mencakup beberapa aspek. Manfaat penelitian ini diantaranya:

1) Memberikan data dan informasi pengolahan komoditas manggis dalan rangka meningkatkan nilai tambah komoditas manggis yang bermanfaat untuk pengembangan agroindustri manggis

(5)

4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

MANGGIS

2.1.1

Karakteristik dan Morfologi Tanaman Manggis

Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Tumbuh hingga mencapai 7 sampai 25 meter dengan buah berwarna merah keunguan ketika matang meskipun ada pula varian yang kulitnya berwarna merah. Tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Guttiferae Genus : Garcinia

Species : Garcinia mangostana L (Anonim 2000)

Manggis (Garcinia mangostana Linn) termasuk tanaman tahunan yang masa hidupnya mencapai puluhan tahun. Susunan tubuh tanaman manggis terdiri atas organ vegetatif yang meliputi akar, batang dan daun yang berfungsi sebagai alat pengambi, pengangkut, pengolah, pengedar dan penyimpan makanan, serta organ generatif yang meliputi bunga, buah dan dan biji (Rukmana 1995). Pohon manggis dapat mencapai ketinggian 25 m. Tanaman ini mempuyai akar tunggang dengan beberapa rambut akar, dengan lebar tajuk mencapai 12 m. Permukaan batang tidak rata dan berwarna kecoklatan. Semua bagian tanaman akan mengeluarkan getah kuning bila dilukai (Reza dan Wijaya 2000).

(a) (b)

Gambar 1. (a) pohon manggis; (b) buah manggis

(6)

5

Buah manggis berbentuk bulat, sewaktu muda warnanya hijau muda dan setelah tua berwarna ungu merah kehitaman. Buah berwarna hijau muda dan bercak ungu sudah dapat dipanen. Buah masak beratnya berkisar antara 30-140 gr, tebal kulit sekitar 5 mm, getah berwarna kuning, warna petal merah dan stigma halus dengan diameter 8-12 mm. Daging buah manggis bersegmen-segmen yang jumlahnya berkisar antara 5-8 bersegmen-segmen. Daging buah manggis berwarna putih dan bertekstur halus setiap segmen daging mengandung biji yang berukuran besar.

Buah manggis mengandung kalori dan kadar air yang cukup tinggi. Secara tradisional buah manggis dapat dimanfaatkan sebagai obat sariawan, wasir dan luka. Buah manggis dapat tetap segar bila disimpan dalam ruangan atau tempat yang dingin. Pada kondisi ruangan bersuhu 4-6 oC dapat tetap segar sampai 49 hari, sedangkan pada suhu 9-12 oC hanya tahan sampai 33 hari (Satuhu 1997).

2.1.2

Syarat Tumbuh

Tanaman manggis merupakan tanaman yang cocok hidup di daerah tropik basah, sering ditemukan tumbuh bersama dengan tanaman durian. Tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m di atas permukaan laut (dpl), suhu optimal berkisar antara 22-23 oC dengan curah hujan 1.500-2.500 mm/tahun dan kelembaban 80 persen.

Jenis tanah ideal adalah latosol dan andosol, berdrainase baik, memilki pH 5,0-7,0 dengan kedalaman lapisan oleh tanah 50-200 cm. Daun dan buah manggis tahan terhadap sinar matahari, namun tanaman ini memerlukan naungan pada saat masih kecil. Naungan dikurangi seiring dengan semakin besarnya tanaman. Tanaman manggis cocok untuk ditumpangsarikan dengan tanaman buah-buahan lainnya (Rukmana 1995).

2.1.3

Kandungan Kimia Manggis

Komponen terbesar dari buah manggis adalah air, yaitu 83%. Kalori yang dihasilkan oleh 100 gram buah manggis dapat dimakan adalah 63%, yang sebagian besar berasal dari karbohidrat yang dikandungnya. Komponen protein dan lemak yang dikandung sangat kecil, demikian pula kandungan vitaminnya. Buah manggis tidak mengandung vitamin A, tetapi mengandung vitamin B1 dan vitamin C. Oleh karena itu, buah ini tidak dapat dijadikan sumber vitamin yang potensial (Qanytah 2004). Komposisi kimia manggis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia buah manggis dalam 100 gram buah yang dapat dikonsumsi. Komponen gizi Unit Jumlah

Air g 83.000

Kalori kal 63.00

Protein g 0.60

Lemak g 0.60

Karbohidrat g 15.60

Kalsium mg 8.00

Fosfor mg 12.00

Besi mg 0.80

Vitamin B1 mg 0.03

Vitamin C mg 2.00

(7)

6

2.1.4

Syarat Mutu Manggis

Tingkat mutu dan kualitas buah manggis selama ini belum optimal. Keseragaman ukuran dan tingkat kematangan buah masih sulit dicapai. Masih diperlukan adanya peningkatan produktivitas serta teknologi budidaya untuk menghasilkan buah manggis yang memiliki mutu yang optimal. Salah satu kebijakan yang dilakukan saat itu untuk melindungi kepentingan konsumen dan meningkatkan daya saing dalam hal mutu yaitu menerapkan standar buah manggis. Standar mutu buah manggis tercantum dalam Standar Nasional Indonesia SNI 01 – 3211 – 1992. Berdasarkan SNI 01 – 3211 – 1992 mutu manggis segar dikelompokkan atas 3 jenis mutu, yaitu mutu super, mutu I, mutu II. Adapun klasifikasi dan standar mutu manggis disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan mutu buah manggis

Jenis Uji Satuan Persyaratan

Mutu Super Mutu I Mutu II

Keseragaman - Seragam Seragam Seragam

Diameter mm >65 55-65 <55

Tingkat keseagaran - Segar Segar Segar

Warna Kulit -

Hijau kemerahan s/d merah muda mengkilat

Hijau kemerahan s/d merah muda mengkilat

Hijau kemerahan Buah cacat atau busuk

(jumlah/jumlah) % 0 0 0

Tangkai atau kelopak - Utuh Utuh Utuh

Kadar kotoran (b/b) % 0 0 0

Serangga - Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Warna daging buah - Putih bersih khas manggis

Putih bersih khas manggis

Putih bersih khas manggis

Sumber : Standar Nasional Indonesia (1992)

2.1.5

Penyebaran Tanaman Manggis

(8)

7

Tabel 3. Produksi manggis di beberapa provinsi di Indonesia tahun 2004-2008 (ton)

Provinsi Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Sumatera Utara 6.652 7.971 6.783 8.613 9.387

Sumatera Barat 11.303 11.278 7.662 7.545 13.932

Riau 2.755 2.130 3.223 1.194 2.666

Jambi 2.825 1.919 2.157 1.912 1.443

Sumatera Selatan 1.216 1.927 2.213 896 777

Bengkulu 587 83 512 976 4.635

Lampung 501 302 352 749 1.119

Banten 2.715 2.620 4.101 919 2.335

Bangka Belitung 806 641 1.345 3.237 2.637

Jawa Barat 16.571 20.781 27.298 60.678 23.738

Jawa Tengah 5.965 1.512 2.296 2.948 1.963

D.I Yogya 1.305 1.085 630 1.022 1.033

Jawa Timur 1.266 2.562 5.346 11.053 5.540

Bali 1.800 2.398 454 1.919 827

NTB 288 314 481 1.139 627

Kalimantan Barat 1.275 1.283 1.395 278 389

Kalimantan Tengah 284 221 428 433 729

Kalimantan Selatan 209 166 203 205 432

Sumber: Statistik Pertanian 2009

2.2

AGROINDUTRI MANGGIS

Manggis atau mangosteen (Garcinia mangostana L) merupakan tanaman yang hampir seluruh bagian tanamannya dapat dimanfaatkan, mulai dari daging buah, kulit luar, daun, batang hingga akar. Selama ini manggis kebanyakan hanya dikonsumsi dalam bentuk segar tanpa adanya pengolahan terhadap buah manggis, padahal manggis memiliki banyak memliki manfaat dari segi ekonomi maupun dari segi kesehatan bila diolah dengan baik.

Manggis sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh karena diketahui mengandung xanthone sebagai antioksidan, antiproliferativ, antiinflamasi dan antimikrobial. Sifat antioksidannya melebihi vitamin E dan vitamin C. Sebuah penelitian di Singapura menunjukan bahwa sifat antioksidan pada buah manggis jauh lebih efektif bila dibandingkan dengan antioksidan pada rambutan dan durian. Xanthone tidak ditemui pada buah-buahan lainnya kecuali pada buah manggis, karena itu manggis di dunia diberikan julukan ”Queen of Fruit” atau si ratu buah (Iswari dan Sudaryono 2007)

(9)

8

Gambar 2. Pohon Industri Manggis (Utami 2008)

Hampir seluruh bagian tanaman manggis dapat dimanfaatkan untuk dijadikan menjadi berbagai macam produk seperti produk pangan, bahan kosmetik, bahan bangunan dan bahan kompos. Tanaman manggis yang sudah tidak produktif dapat menghasilkan kayu yang dapat digunakan untuk bahan bangunan. Namun hal ini bukan menjadi alternatif utama mengingat masa produksinya yang sangat lama. Bagian utama dari tanaman manggis yang memiliki potensi yang besar untuk dijadikan produk olahan yaitu berasal dari buah manggis yang terdiri dari daging buah,dan kulit buah. Bahan-bahan tersebut dapat diolah menjadi berbagai produk pangan seperti xanthone, puree, sirup, jeli, selai dan sebagainya. Produk olahan diharapkan mampu memberikan nilai tambah yang besar bagi komoditas manggis (Utami 2008). Berikut ini merupakan proses pengolahan dari beberapa produk olahan manggis.

2.2.1

Sirup Manggis

(10)

9

Pencucian

Pembelahan

Pemisahan

Blanching pada suhu80 oC (t= 3 menit)

Pulper

Penyaringan

Mixing

Pemasakan

Pasteurisasi

Pembotolan Buah Manggis Segar

Bubur Buah

Sirup Manggis

Kulit Buah

Daging buah dan Biji

Air 50%, Ekstrak Kulit Buah 20%,

Gula dan Maltodekstrin

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan sirup manggis (Iswari et al. 2007)

2.2.2

Xanthone Manggis

Xanthone adalah senyawa organik dengan rumus molekul dasar C13H8O2. Turunan senyawa

(11)

10

Gambar 4. Diagram alir ektraksi xanthone dari kulit buah manggis (Pebriyanthi 2010)

2.2.3

Puree

Manggis

Puree adalah bahan setengah jadi dalam bentuk bubur buah, terbuat dari daging buah yang sudah diolah menjadi bubur buah. Puree dapat diolah kembali menjadiproduk olahan yang diinginkan. Banyak negara diluar negeri mengirimkan puree manggis yang berasal dari Asia Tenggara khususnya Indonesia, karena manggis dari Indonesia mempunyai rasa yang khas dengan kesegaran yang khas juga. Oleh karena itu hal ini merupakan peluang bisnis bagi petani ataupun kelompok usaha pengolahan ataupun investor dalam membangun industri puree manggis (Iswari dan Sudaryono 2007).

2.2.4

Dodol Manggis

Dodol adalah makanan berupa gel yang terbuat dari campuran bahan beras pati, gula dan bahan pengisi lainnya yang biasanya berupa buah. Kebanyakan dodol masih diolah secara tradisional dan masih menggunakan teknologi yang sederhana. Pada proses pembuatan dodol manggis, bahan yang digunakan ialah daging buah beserta bijinya. Biji memiliki tekstur keras sehingga biji harus direbus selama 10 menit agar lunak dan mudah dihancurkan saat akan dicampurkan dengan adonan dodol (Paramawati 2010). Diagram alir proses pembuatan dodol manggis dapat dilihat pada Gambar 5.

Ekstrak xanthone Maserasi pada suhu kamar (20-25 oC)

t = 24 jam Penghancuran

Ekstraksi dengan pelarut ethanol 70% dan air (1:2 b/v)

Penyaringan Ampas Buah manggis segar

Kulit Buah Pencucian

Pemisahan

Pemisahan

Daging Buah

Kulit Luar

(12)

11

Gula Pasir, Vanili Tepung Ketan Kelapa

Daging buah beserta biji Pengupasan

Pemarutan Santan

Penghancuran Buah manggis Pengeluaran daging buah

Bubur buah Pemasakan

Pendinginan

Dodol Manggis Pemotongan

Perebusan (t= 10 menit)

Kulit buah

Gambar 5. Diagram alir proses pembuatan dodol manggis (Paramawati 2010)

2.3

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

Menurut Eriyatno (1999) sistem penunjang keputusan adalah konsep spesifik yang menghubungkan sistem komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai pemakainya. Sistem penunjang keputusan dimaksudkan untuk memaparkan secara rinci elemen-elemen sistem sehingga dapat menunjang dalam proses pengambilan keputusan. Karakteristik pokok yang melandasi teknik sistem penunjang keputusan yaitu:

1) Interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan 2) Adanya dukungan menyeluruh (holistic) dari keputusan bertahap ganda

3) Suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang antara lain ilmu komputer, ilmu sistem, psikologi, ilmu manajemen dan intelegensia buatan

4) Mempunyai kemampuan aditif terhadap perubahan kondisi dan kemampuan berevolusi menuju suatu sistem yang lebih bermanfaat

Eriyatno (1999) melanjutkan bahwa aplikasi sistem penunjang keputusan selanjutnya mampu mengintegrasi berbagai disiplin ilmu melalui pendekatan sistem. Penggunaan sisitem penunjang keputusan seyogyanya ditunjang oleh berbagai studi lapangan dan penelitian kasus, guna menelusuri validitas input dan parameter-parameternya. Menurut Keen dan Morton (1978), sistem penunjang keputusan adalah suatu sistem berbasis komputer-interaktif yang memudahkan pemecahan masalah dari permasalahan-permasalahan keputusan yang semi terstruktur dan tidak terstruktur.

(13)

12

Landasan utama dalam pengembangan sistem penunjang keputusan untuk modal manajemen adalah konsepsi model. Menurut Eriyatno (1999) model adalah abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual dunia. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Oleh karena itu model adalah suatu abtraksi dari realitas, maka dalam perwujudannya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri. Model dapat dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Secara umum model dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu model ikonik, model analog dan model simbolik atau model matematik. Konsepsi model ini diperlukan untuk menggambarkan secara abstrak tiga komponen utama penunjang keputusan, yaitu: (1) pengembilan keputusan atau pengguna, (2) model dan (3) data. Hubungan antara komponen-komponen tersebut dapat dilihat di Gambar 6.

Gambar 6. Struktur dasar sistem penunjang keputusan (Eriyatno 1999)

Menurut Marimin (2004) sistem penunjang keputusan terdiri dari tiga komponen, yaitu : 1) Manajemen Data, termasuk di dalamnya adalah database yang berisi data yang berhubungan

dengan sistem yang diolah menggunakan perangkat lunak yang disebut sistem manajemen basis data.

2) Manajemen Model, yaitu paket perangkat lunak yang terdiri dari model finansial, statistika, ilmu manajemen, atau model kuantitatif lain yang menyediakan kemampuan sistem analisis.

3) Subsistem Dialog, yaitu subsistem yang menghubungkan pengguna dengan perintah-perintah dalam Sistem Penunjang Keputusan.

Menurut Eriyatno (1999) sistem manajemen dialog adalah sub sistem dari sistem penunjang keputusan yang berkomunikasi langsung dengan pengguna, yakni menerima masukan dan member keluaran. Sistem manajemen basis data harus bersifat interaktif dan luwes dalam arti mudah dilakukan perubahan terhadap ukuran, isi, dan struktur elemen-elemen data.

Sistem manajemen basis model memberikan fasilitas pengelolaan model untuk mengkomputasikan pengambilan keputusan dan meliputi semua aktivitas yang tergabung dalam permodelan sistem penunjang keputusan. Sistem pengolahan problematik adalah koordinator dan pengendali dari operasi sistem penunjang keputusan secara menyeluruh. Sistem ini menerima masukan dari ketiga subsistem lainnya dalam bentuk baku serta menyerahkan keluaran ke sub sistem

Data

Pengguna

Model

Sistem Manajemen Basis Data (DBMS)

Sistem Manajemen Basis Model (MBMS)

Sistem Pengolahan Problematik

(14)

13

yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Fungsi utamanya adalah sebagai penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antar sub sistem (Eriyatno 1999).

Keen dan morton (1978) menyatakan bahwa aplikasi sistem penunjang keputusan akan bermanfaat bila terdapat kondisi sebagai berikut:

1) Data sangat banyak sehingga sulit untuk memanfaatkannya.

2) Waktu untuk menentukan hasil akhir atau mencapai keputusan terbatas. 3) Diperlukan manipulasi dan komputasi dalam proses pencapaian tujuan.

4) Perlunya penentuan masalah, pengembangan alternatif dan pemilihan solusi berdasarkan akal sehat.

2.4

PENELITIAN TERDAHULU

Hartono (2002) merancang model sistem manajemen pengembangan agroindustri holtikultura di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. SPK tersebut dirancang dalam suatu paket perangkat lunak komputer bernama SiMPATi 2002, yang tersusun atas pusat pengolahan sistem, Sistem Manajemen Basis Data Statis, Sistem Manajemen Basis Data Dinamis, Sistem Manajemen Basis Model, dan Sistem Manajemen Dialog. Sistem Manajemen Basis Model yang merupakan inti dari SiMPATi 2002 terdiri dari 6 sub model, yaitu sub model pemilihan komoditas unggulan, sub model pemilihan produk unggulan, sub model sistem pakar lokasi unggulan, sub model prakiraan ketersediaan bahan baku, sub model kelayakan finansial agorindustri, dan sub model strategi pengembangan agroindustri holtikultura.

Setiadi (2004) merancang model sistem penunjang keputusan investasi Agroindustri Berbasis Daging Sapi di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. SPK tersebut dirancang dalam suatu paket perangkat lunak komputer bernama BEDSS 1.01. Paket program BEDSS 1.01 dirancang dengan menggunakan bahasa pemograman Visual Basic 6.0. sistem ini memiliki model yang dapat memberikan alternatif keputusan investasi agroindustri berbasis daging sapi yang potensial dan tepat serta memberikan rekomendasi strategi dan alternatif pengembangan agroindustri berbasis daging sapi kepada pemerintah daerah Kabupaten Boyolali.

Susanto (2007) melakukan penelitian mengenai kajian strategi pengembangan agribisnis buah manggis di wilayah agropolitan Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan agribisnis buah manggis serta menyusun alternatif strategi pengembangan agribisnis buah manggis berdasarkan kondisi wilayah. Kajian tersebut diolah dengan menggunakan metode AHP (Analitical Hierachy Process) Penelitian tersebut menghasilkan urutan prioritas stategi pengembangan yaitu 1) Pengembangan Lembaga Penunjang Agribisnis; 2) Pengembangan Usaha Tani Manggis; 3) Pengembangan Agroindustri/Produk Olahan.

Utami (2008) melakukan penelitian tesis untuk menentukan Strategi Pengembangan Manggis (Garcinia Mangostana L) di Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi biofisik wilayah melalui evaluasi kesesuaian lahan, menganalisis prospek ekonomi pengembangan manggis, menganalisis sistem kelembagaan dan pemasaran manggis dan menyusun strategi pengembangan manggis di Kabupaten Sawahlunto, Sumatera Barat.

(15)

14

berdasarkan penilaian pakar (expert judgement), model untuk menentukan bagi hasil berdasarkan resiko pembiayaan dan porsi modal, model untuk memprakirakan jumlah penjualan dengan metode regresi linier dan deret waktu, dan model untuk menentukan lokasi agroindutri pepaya gunung.

Susila (2009) merancang model sistem penunjang keputusan perencanaan pembangunan agroindustri berbasis lidah buaya di Kabupaten Bogor. SPK tersebut dirancang dalam suatu paket perangkat lunak komputer bernama AloeDist 1.0. Sistem ini terdiri dari 9 model yang dirancang untuk merencanakan pendirian usaha tani dan agroindustri lidah buaya. Model-model tersebut merencanakan pendirian usaha tani dan agroindustri lidah buaya. Model-model tersebut antara lain sub model lokasi usahatani, sub model prakiraan penjualan usahatani, sub model kelayakan finansial usahatani, sub model rencana kebutuhan produksi usahatani, sub model teknologi pengolahan, sub model lokasi agroindustri, sub model prakiraan penjualan agroindustri, sub model kelayakan finansial agroindustri, dan sub model rencana kebutuhan produksi agroindustri.

Tabel 4. Resume penelitian terdahulu

No.

Nama Pengarang dan

Tahun Terbit

Sitasi yang Terkait

SPK Manggis Perencanaan

Agroindustri AHP

Strategi Pengembangan

1. Hartono, 2002 √ √ √ √

2. Setiadi, 2004 √ √ √

3. Susanto, 2007 √ √ √

4. Utami, 2008 √ √ √

5. Erfanto, 2008 √ √

(16)

15

III.

LANDASAN TEORI

3.1

TEKNIK HEURISTIK

Teknik heuristik adalah suatu cara mendekati suatu permasalahan yang kompleks ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana untuk mendapatkan hubungan-hubungan dalam permasalahan yang dikaji atau dengan kata lain yaitu berupa bentuk pemecahan masalah dengan menggunakan kecerdasan manusia dan ditulis dengan program komputer.

Eriyatno (1999) berpendapat bahwa teknik heuristik merupakan pengembangan dari operasi aritmatika dan matematika logika. Ciri-ciri teknik heuristik secara umum yaitu:

1) Adanya operasi aljabar, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian 2) Adanya suatu perhitungan bertahap

3) Mempunyai tahapan yang terbatas sehingga dapat dibuat algoritma komputernya. Lebih lanjut lagi Eriyatno (1999) menyebutkan bahwa karakteristik teknik heuristik adalah:

1) Meringkas ruang lingkup keputusan sehingga proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat.

2) Banyak masalah yang kompleks, walaupun esensi permasalahan dapat diformulasikan secara sistematis.

3) Perencanaan kebijakan strategis manajemen demikian sulit dihitung dan sangat rumit sehingga tidak dapat ditangkap dengan model matematik.

Pada teknik heuristik, tidak ada suatu model yang baku sehingga setiap pemasalahan menggunakan teknik heuristik yang spesifik. Teknik heuristik tidak menjamin penyelesaian permasalahan yang optimal, tapi dapat memberikan pemecahan yang memuaskan bagi pengambil keputusan (Eriyatno 1999).

3.2

METODE PERBANDINGAN EKSPONENSIAL

Metode perbandingan eksponensial merupakan salah satu metode yang digunakan untuk pengambilan keputusan dari beberapa alternatif keputusan dengan kriteria majemuk. Metode ini dikembangkan dengan cara merubah penilaian kualitatif yang berasal dari subyektifitas dari pengambil keputusan menjadi nilai kuantitatif (Manning 1984).

(17)

16

Manning (1984) melanjutkan bahwa tahapan dalam menggunakan metode perbandingan eksponensial adalah:

1) Menyusun alternatif keputusan yang akan dipilih.

2) Menentukan kriteria atau pertimbangan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi 3) Menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria 4) Melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria

5) Menghitung nilai atau skor alternatif

6) Menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan kepada skor atau nilai total masing-masing alternatif.

Formulasi pehitungan skor untuk setiap alternatif dalam metode perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut:

Skori = nilai skor dari alternatif ke-i

Nilai ij = nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j

Kritj = tingkat kepentingan kriteria ke-j

i = 1,2,3,….,n : jumlah alternatif j = 1,2,3,….,n : jumlah kriteria

Penentuan urutan prioritas keputusan dilakukan dengan cara mengurutkan nilai skor dari alternatif yang terbesar sampai dengan alternatif yang terkecil.

3.3

METODE AHP (

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS

)

Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu pendekatan analisis yang bertujuan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur. Analisis ini biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang terukur (kuantitatif), maupun masalah-masalah yang memerlukan pendapat (judgement), AHP banyak digunakan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria. Perencanaan, alokasi, sumberdaya, dan penentuan prioritas dari strategi yang dimiliki pihak yang terlibat (aktor) dalam situasi konflik (Saaty 1993).

AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Semua elemen dikelompokan secara logika dan diperingatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis (Marimin 2004).

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin 2004).

(18)

17

Tahap terpenting dalam analisis pendapat adalah penilaian dengan teknik komparasi berpasangan (pairwase comparation) terhadap elemen-elemen keputusan pada suatu tingkat hierarki keputusan. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan nilai skala pengukuran yang dapat membedakan setiap pendapat serta mempunyai keteraturan, sehingga memudahkan proses transformasi dalam perhitungan matematis dari bentuk pendapat (kualitatif) ke dalam bentuk nilai angka (kuantitatif). Tingkat kesahihan (validitas) pendapat bergantung pada konsistensi dan akurasi pendapat. Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio konsistensi pendapat cukup tinggi. Namun demikian, penggunaan revisi pendapat ini sangat terbatas guna mencegah terjadinya penyimpangan dari jawaban sebenarnya (Saaty 1993).

3.4

METODE PENGURUTAN (

SORTING

)

Pengurutan (sorting) diartikan sebagai proses penyusunan kembali sekumpulan objek ke dalam urutan tertentu. Tujuan pengurutan ialah untuk mendapatkan kemudahan dalam pencarian anggota dari suatu himpunan disamping dapat mempercepat mengetahui data terbesar dan terkecil (Ardhi 2010)

Menurut Fauzi (2011) metode sorting yang berkembang hingga saat ini antara lain:

1) Buble sort merupakan metode pengurutan yang paling lambar daripada metode pengurutan lainnya karena metode ini melakukan pengurutan dengan cara membandingkan 1 elemen dengn yang lain selama 2 kali looping. Namun, metode ini merupakan metode yang paling mudah digunakan daripada metode yang lainnya

2) Selection sort yaitu pengurutan dengan cara menyeleksi elemen – elemen ada dalam suatu array. Terdapat 2 kali looping dalam metode ini, loop yang pertama melakukan seleksi terhadap elemen awal. Loop kedua melakukan seleksi terhadap elemen kedua lalu membandingkan antara kedua loop tersebut

3) Insertion Sort, disebut- sebut sebagai metode pertengahan. Artinya, metode ini memiliki kecepatan rata- rata antara metode primitif (buble dan selection) dan modern (merge dan quick). Metode ini didasarkan pada sebuah key yang diambil pada elemen ke-2 pada sebuah array, lalu menyisipkan elemen tersebut jika branching terpenuhi

4) Merge Sort merupakan algoritma sorting yang sudah menerapkan teknik rekursif. Metode ini bisa dibilang cukup sulit dan membutuhkan pemikiran yang agak berat. Namun, kecepatan yang dihasilkan jauh melebihi metode primitif

5) Quick Sort, Inilah metode sorting yang tercepat diantara metode 5 metode sorting yang paling umum digunakan. Selain menerapkan teknik rekursif devide dan conquer, Teknik ini juga didasarkan pada pivot yang menjadi kunci perbandingan.

3.5

KRITERIA INVESTASI

(19)

18

3.5.1

Net Present Value

(NPV)

Net Present Value adalah selisih antara nilai sekarang dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV tersebut sebagai berikut:

( )

= + − = n t t t t i C B NPV 0 1

Keterangan: NPV = Net Present Value

Bt = Total pendapatan yang diperoleh pada tahun ke-t (Rp) Ct = Total biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rp) i = tingkat suku bunga yang digunakan (%)

t = umur proyek n = jumlah tahun

terdapat tiga kemungkinan nilai NPV yang akan dihasilkan, yaitu:

1) NPV > 0, hal ini mengartikan bahwa proyek tersebut dianggap layak untuk dijalankan 2) NPV = 0, hal ini mengartikan bahwa proyek tersebut tidak untuk tetapi juga tidak rugi

3) NPV < 0, hal ini mengartikan bahwa proyek tersebut dianggap tidak layak untuk dijalankan karena tidak menguntungkan

3.5.2

Benefit Cost Ratio

(B/C

ratio

)

Benefit Cost Ratio (B/C ratio) merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif (sebagai pembilang) dengan jumlah present value yang negatif (sebagai penyebut). Secara umum rumusnya adalah :

( )

( )

− − + − + − = n t t t t n t t t t i B C i C B CRatio NetB 0 0 1 1 /

Keterangan: Bt = Total pendapatan yang diperoleh pada tahun ke-t (Rp) Ct = Total biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rp) i = tingkat suku bunga yang digunakan (%)

t = umur proyek n = jumlah tahun

3.5.3

Break Even Point (BEP)

(20)

19

BEP (Rupiah) = TFC + VC

Q

BEP (Jumlah Produksi) = TFC P - VC

Keterangan : TFC = Total biaya tetap VC = Biaya variable per unit P = Harga produk per unit

Q = Jumlah produk yang dihasilkan

3.5.4

Pay Back Period

(PBP)

Pay Back Period (PBP) adalah suatu metode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Umar 2007). Dengan kata lain adalah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan investasi awal dimana kriteria keputusan yang diambil berdasarkan kriteria waktu. Semakin cepat tingkat pengembalian investasi, maka bisnis ini dinilai semakin baik untuk dilaksanakan. Rumus untuk menghitung PBP adalah:

Keterangan:

NPV1 = nilai NPV kumulatif negatif NPV2 = Nilai NPV kumulatif positif

t1 = tahun umur proyek yang memiliki nilai NPV kumulatif negatif

t2 = tahun umur proyek yang memiliki nilai NPV kumulatif positif

3.5.5

Analisis Sensitivitas

Nilai NPV, B/C Ratio, BEP dan PBP dalam analisis finansial dan ekonomi dipengaruhi oleh besarnya penerimaan dan biaya. Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji sejauh mana perubahan-perubahan unsur dalam aspek finansial dan ekonomi berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Analisis sensitivitas diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya perubahan suatu unsur harga pada saat pelaksanaan proyek. Melalui analisis ini dapat diketahui seberapa jauh proyek tetap layak jika terjadi perubahan-perubahan terhadap parameter-parameter tertentu, misalnya kenaikan biaya bahan baku dan bahan penunjang, serta penurunan harga jual (Gray et.al 1992)

PBP = t2 +

NPV2 (t2 –t1)

(21)

20

IV.

METODOLOGI

4.1

KERANGKA PEMIKIRAN

Manggis merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia yang memiliki potensi yang begitu besar. Hal ini dapat dilihat dari sentra produksi manggis yang tersebar hampir di seluruh indonesia mulai dari pulau sumatra hingga nusa tenggara dengan jumlah produksi total mencapai 112.722 ton pada tahun 2007.

Namun demikian masih banyak permasalahan-permasalahan manggis yang perlu ditangani. Manggis di Indonesia masih memiliki produktivitas yang rendah. Rata-rata produktivitas manggis di Indonesia berkisar antara 30 – 50 kg/ pohon, padahal produktivitas manggis di Malaysia dan India mencapai 200 – 300 kg/pohon. Selain itu kualitas manggis Indonesia secara keseluruhan juga masih rendah. Sesuai data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan, rata-rata kualitas buah manggis yang memenuhi standar ekspor hanya kurang dari 20 persen dari total produksi setiap tahunnya sedangkan sisanya merupakan buah dengan kualitas rendah.

Melihat permasalahan yang ada maka perlu adanya sebuah pengembangan komoditas manggis untuk meningkatkan daya saing komoditas manggis di dunia internasional. Salah satunya yaitu dengan mengembangkan agroindustri manggis dengan mengolah manggis menjadi berbagai macam produk olahan.

Pengembangan produk olahan manggis diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang tinggi. Proses pengolahan manggis menjadi produk olahan ini memiliki prospek yang cukup menjanjikan untuk didirikannya industri skala menengah sampai skala besar karena produk olahan manggis memiliki nilai tambah yang besar bila diolah dengan baik dan dalam jangka panjang dapat meningkatkan pendapatan petani, maupun elemen-elemen yang terkait di dalamnya. Peluang ini masih terbuka lebar bagi investor yang berminat menanamkan modalnya pada sektor industri pengolahan manggis ini.

Namun dalam perencanaannya, perlu dilakukan kajian terhadap beberapa aspek yang mempengaruhinya. Salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu dengan mengembangkan suatu model sistem penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindustri manggis. Hal ini dilakukan untuk memberikan rekomendasi kepada para pengambil keputusan yang akan terjun dalam agribisnis dan agroindustri manggis.

Rancang bangun model sistem penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindustri manggis ini akan dilakukan pada skala regional di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kabupaten Bogor sebagai salah satu sentra produksi manggis di Indonesia dapat dijadikan salah satu pilot plant pendirian agroindustri manggis dilihat dari segi lokasi serta potensi yang besar dan jumlah produksi yang tidaklah sedikit.

(22)

21

Permasalahan yang menjadi kajian penelitian ini merupakan permasalahan yang dan melibatkan berbagai kendala dalam perencanaan pengembangan agroindustri manggis. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan sistem yang sistematis untuk membantu memecahkan masalah tersebut. Diagram alir kerangka penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

Mulai

Studi Pustaka

Identifikasi potensi manggis di Kabupaten Bogor

Data Profil Manggis Kabupaten Bogor

Pengisian Kuisioner

Pemilihan Produk Unggulan

Produk Unggulan

Penentuan Stategi Pengembangan Agroindustri Manggis

Penentuan Pakar

Penyebaran Kuisioner

Data Hasil Kuisioner

Cukup

Tidak

Pengolahan Data Kuisioner

Ya

Strategi Pengembangan Agroindustri Manggis Identifikasi Kelayakan Usaha

Hitung: Net B/C, IRR, NPV, PBP

Kelayakan Pengembangan Agroindustri

Cukup Tidak

Analisa Pengembangan Agroindustri Manggis Ya

Pemodelan Sistem

Implementasi

Program Komputer

Sesuai

Verifikasi Model

Evaluasi Model ya

Sesuai

Model Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan

Agroindustri Manggis Tidak

Analisis Sentra Produksi

(23)

22

4.2

TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, antara lain sebagai berikut:

1) Tahap pendahuluan, meliputi studi pustaka mengenai tanaman manggis, teknologi budidaya dan pengolahan hasil panen, profil Kabupaten Bogor, data profil manggis Kabupaten Bogor, agroindustri pengolahan manggis, sentra produksi manggis serta pola pembiayaan.

2) Analisis situasional dilakukan melalui observasi lapang pada sentra budidaya manggis, industri pengolahan serta melakukan penulusuran data untuk melengkapi data penunjang.

3) Tahap pengembangan model yang dilakukan melalui pendekatan sistem, mencakup analisis kebutuhan, perumusan masalah dan identifikasi sistem.

4) Tahap desain model, terdiri dari (1) sub model penentuan produk prospektif, (2) sub model penentuan lokasi unggulan, (3) sub model analisis kelayakan finansial budidaya, (4) sub model analisis kelayakan finansial agroindustri, (5) sub model analisis sentra produksi, (6) sub model strategi pengembangan agroindustri.

5) Tahap rancang bangun model evaluasi perencanaan pengembangan agroindustri manggis. Tahap ini terdiri dari pembangunan sistem manajemen basis model, manajemen basis data, manajemen pengolahan terpusat dan manajemen dialog. Keluaran dari tahapan ini adalah berupa aplikasi program software komputer untuk model perencanaan pengembangan agroindustri manggis. 6) Verifikasi model dilakukan dengan pengujian menggunakan data aktual yang bertujuan untuk

mengetahui apakah keluaran (output) program telah layak untuk digunakan dan telah memenuhi kriteria yang ditetapkan.

7) Validasi model untuk mengetahui apakah hasil verifikasi benar atau tidak yakni dengan menggunakan perhitungan manual untuk meyakinkan kebenarannya dan sebagai pembanding.

4.3

METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan kebutuhan sistem dan dikelompokan sebagai berikut:

1) Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data dan informasi tentang budidaya tanaman manggis, agroindustri pengolahan manggis, data profil manggis, strategi pengembangan manggis, serta parameter-parameter lain yang berpengaruh dalam perencanaan pengembangan agroindustri manggis. Studi Pustaka dilakukan di Perpusatakaan LSI-IPB, PITP-FATETA, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian Kabupaten Bogor, Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika (PKBT)-IPB, Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2TP) serta melalui internet dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan pengkajian masalah khusus ini.

2) Observasi lapangan

(24)

23

3) Wawancara

Pengumpulan data juga dilakukan dengan melakukan wawancara dan diskusi dengan pakar. Pakar ialah orang-orang yang telah ahli dalam bidang tertentu, dalam hal ini yaitu manggis dan olahannya. Pakar yang diwawancarai antara lain pakar usaha budidaya manggis, pelaku industri pengolahan manggis, akademisi serta serta sumber lain yang masih berkaitan dengan komoditas manggis dan turunannya. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data primer tentang permasalahan yang ada di lapangan dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perumusan strategi pengembangan agroindustri manggis.

4.4

METODE PENGOLAHAN DATA

Metode pengolahan data yang dilakukan dalam Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis meliputi:

1) Penentuan produk olahan prospektif dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE).

2) Penentuan lokasi unggulan dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). 3) Analisis Sentra Produksi menggunakan metode sorting

4) Penentuan kelayakan finansial usaha budidaya dan agroindustri dengan menggunakan kriteria investasi meliputi Net Present Value (NPV), Intenal Rate of Return (IRR), B/C Ratio, Break Even Point (BEP), Pay Back Periode (PBP).

5) Strategi Pengembangan Agroindustri Manggis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP).

4.5

WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

(25)

71

IX.

PENUTUP

9.1

KESIMPULAN

Sistem penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindustri manggis menghasilkan output berupa pemodelan sistem yang bertujuan untuk membantu para investor atau pelaku industri manggis mendapatkan gambaran dan informasi yang akurat tentang prospek pengolahan manggis serta menentukan strategi yang tepat untuk pengembangan agroindustri manggis. Pemodelan sistem penunjang keputusan ini dirancang dalam suatu paket program mangosteen 1.0.

Paket program mangosteen 1.0 terdiri dari enam model analisis, yaitu model penentuan produk prospektif, model penentuan lokasi unggulan, model analisis sentra produksi, model analisis kelayakan finansial budidaya manggis, model analisis kelayakan finansial agroindustri manggis dan model strategi pengembangan agroindustri manggis.

Untuk memberikan informasi mengenai nilai tambah komoditas manggis dilakukan melalui analisis pada model penentuan produk prospektif dengan teknik MPE. Hasil perhitungannya menunjukkan bahwa produk olahan yang paling prospektif untuk dikembangkan ialah xanthone dengan nilai 782.

Hasil nilai perhitungan lokasi dengan metode MPE menunjukkan urutan prioritas produk prospektif Kecamatan Dramaga berada urutan pertama lokasi unggulan kemudian disusul oleh Kecamatan Ciampea diurutan kedua dan Kecamatan Ciomas pada urutan ketiga. Dari data tersebut diketahui bahwa kebanyakan kecamatan unggulan terpilih merupakan kecamatan yang berada di sektor barat Kabupaten Bogor. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya kecamatan penghasil manggis di daerah barat Kabupaten Bogor.

Analisis kelayakan usaha budidaya manggis untuk masa proyek 20 tahun menunjukkan hasil bahwa rata-rata keuntungan bersih per tahun sebesar Rp. 66.096.770, NPV sebesar Rp. 1.143.544.536, B/C Ratio sebesar 3,57, IRR sebesar 9,54% dengan PBP selama 12 tahun 5 bulan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada kondisi normal usaha budidaya manggis layak untuk dijalankan.

Analisis Sentra Produksi digunakan untuk menganalisis sentra produksi manggis yang paling tepat untuk memberikan pasokan bahan baku manggis untuk diolah menjadi produk olahan. Dalam model ini kriteria pemilihan ditentukan oleh pengguna itu sendiri sehingga memberikan keleluasaan pada pengguna untuk menentukan daerah pemasok bahan baku sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Model ini melakukan pendekatan harga untuk pemilihan sentra pemasok terbaik. Daerah sentra terbaik ialah daerah dengan total biaya termurah sehingga dapat memperkecil biaya produksi. Model ini bersifat dinamis karena input dan ouputnya dapat selalu berubah dari waktu ke waktu.

Analisis Kelayakan Finansial Agroindustri Manggis menunjukkan kriteria kelayakan investasi. NPV-nya bernilai positif dengan nilai sebesar Rp 8.804.311.994. Nilai Internal Rate Ratio (IRR) sebesar 52 %, Kemudian Pay Back Period (PBP) adalah 3 tahun 3 bulan atau lebih cepat dari umur proyek dan nilai Net B/C Ratio sebesar 2,76 atau lebih besar dari 1. Dari kriteria-kriteria kelayakan investasi dapat dikatakan layak untuk dijalankan.

(26)

72

9.2 SARAN

(27)

24

V.

ANALISIS SISTEM

5.1.

ANALISIS SITUASIONAL

5.1.1.

Profil Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan secara geografis terletak pada posisi 6019’ - 6047’ Lintang Selatan dan 10601’-1070103’ Bujur Timur. Luas wilayah berdasarkan data terakhir adalah 2.301,95 Km2. Batas-batas wilayah kabupaten Bogor adalah:

Sebelah Utara : Kota Depok Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tangerang Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur

Berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Kabupaten Bogor memiliki 40 Kecamatan, 427 desa/kelurahan, 13.541 RT dan 913.206 rumah tangga. Dari jumlah tersebut 234 desa mempunyai ketinggian sekitar kurang dari 500 m diatas permukaan laut (dpl), 144 desa diantara 500-700 m dan sisanya 49 desa sekitar lebih dari 500 m dpl.

5.1.2.

Potensi Manggis Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi pengembangan komoditas manggis yang cukup besar, mengingat potensi pengembangan komoditas manggis cukup luas, didukung oleh agroekosistem Kabupaten Bogor yang cocok untuk budidaya komoditas manggis. Pada tahun 2003, Departemen Pertanian telah menetapkan manggis sebagai ssalah satu komoditas unggulan nasional Kabupaten Bogor.

Berdasarkan data tahun 2006, Kabupaten Bogor memiliki luas sekitar 299.990 Ha, dengan potensi lahan pertanian seluas 151.296 Ha. Pada luas pertanian tersebut, terdapat pertanaman manggis dengan populasi sebanyak 39.674 pohon, tambah tanam 10.137 pohon dan produksi sebesar 3.467 ton buah manggis. Kabupaten Bogor memiliki bebrapa daerah sentra penghasil manggis, antara lain Kecamatan Jasinga, Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Sukamakmur, Kecamatan Cigudeg, Kecamatan Sukajaya dan Kecamatan Nanggung. (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2007). Tabel 5 menunjukkan jumlah tanaman dan produksi manggis di daerah sentra pada tahun 2005, 2006, 2007(sampai Triwulan II).

(28)

25

Tabel 5. Jumlah tanaman dan produksi manggis daerah sentra di Kabupaten Bogor

Kecamatan Jumlah Tanaman Akhir Jumlah Tanaman Produktif Produksi (Ton) 2005 2006 2007*) 2005 2006 2007*) 2005 2006 2007*) Jasinga 32.029 32.281 46.281 12.420 20.925 14.294 1.721 1.234 408 Cigudeg 5.380 6.135 7.135 1.990 4.316 5.385 177 161 874

Sukajaya 770 1.070 1.150 470 570 570 38 135 710

Leuwiliang 10.200 12.500 24.500 8.100 8.400 6.400 119 723 2.500 Leuwisadeng 6.000 11.500 26.500 3.500 5.500 11.500 82 500 2.400

Nanggung 634 689 5.625 475 485 485 18 44 165

Sukamakmur 5.209 5.209 769 4.048 4.048 4.030 - 200 3.000 Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor *) data sampai (Bulan Juni) 2007

Tabel 6. Bulan panen di daerah sentra manggis Kabupaten Bogor

Kecamatan Bulan Panen Puncak

Panen Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Jasinga √ √ √ Juni

Cigudeg √ √ √ Januari

Sukajaya √ √ √ Des

Leuwiliang √ √ √ Feb- Mar

Leuwisadeng √ √ √ √ Nov-Des

Nanggung √ √ √ √ Nov-Des

Sukamakmur √ √ √ Februari

Sumber : Profil Manggis Kabupaten Bogor (2007)

5.1.3.

Budidaya Manggis

Analisis situasional budidaya manggis dilakukan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Budidaya tanaman manggis di Kabupaten Bogor sebagian besar dilakukan dengan menggunakan sistem multikultur dan hanya sedikit yang menggunakan sistem monokultur. Pada umumnya, kebun manggis yang ada di Kabupaten Bogor merupakan warisan yang dibudidayakan secara turun menurun sehingga budidayanya belum dilakukan secara intensif. Kebanyakan petani tidak melakukan pemupukan, pengendalian pemberian obat, sanitasi, pemangkasan ranting maupun pembungkusan buah serta mengabaikan cara pemanenan sesuai dengan yang dianjurkan sehingga

Tanaman manggis merupakan tanaman yang cocok hidup di daerah tropik basah, sering ditemukan tumbuh bersama dengan tanaman durian. Tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m di atas permukaan laut (dpl), suhu optimal berkisar antara 22-23 oC dengan curah hujan 1.500-2.500 mm/tahun dan kelembaban 80 persen.

a. Penanaman

(29)

26

Pertumbuhan bibit lambat, sehingga perlu perawatan khusus, misalnya media harus remah dan subur, mengandung air cukup banyak tetapi tidak menggenang.

Pengolahan tanah dilakukan sebelum musim hujan, dengan lubang tanam berukuran 100 x 100 x 50 cm untuk tanah gembur. Lubang tanam dibiarkan terbuka selama dua minggu sebelum diisi dengan tanah galian bagian atas. Pemberian pupuk diberikan dengan dosis 30 kg untuk pupuk kandang, Urea sebanyak 50 gram, TSP 25 gram, dan KCL 20 gram. Jarak tanam ideal manggis adalah 10 x 10 m untuk tanaman asal biji dan 5 x 5 m untuk tanaman hasil sambungan. Sebagai tanaman pelindung dapat digunakan pisang dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 m ditanam dua bulan sebelum tanaman manggis ditanam dan naungan perlu dipertahankan sampai tanaman berumur 2-4 tahun. Untuk menjaga kelembaban tanaman, sebaiknya diberi mulsa secukupnya di sekeliling tanaman.

b. Pemeliharaan

Pemupukan diberikan sesuai dengan umur tanaman, dan dilakukan 2 kali dalam setahun yaitu setengah dosis sesudah panen dan setengah dosis lagi menjelang berbunga. Pupuk diberikan dalam larutan melingkar sedalam 10-20 cm tepatnya di bawah tepi ujung tajuk.

Pengairan dilakukan 1-2 kali sehari pada fase awal pertumbuhan, terutama pada musim kemarau. Interval pengairan dikurangi secara bertahap setelah tanaman berumur diatas 5 tahun. Hama yang biasanya muncul pada tanaman manggis yaitu hama ulat daun (Stictoptera signifera) yang menyerang pada daun muda dan kutu api yang menyerang pada saat tanaman sedang berbunga dan berbuah. Pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida.

c. Panen

Buah manggis juga dipanen berdasarkan keperluan. Buah manggis yang dipanen pada indeks warna 1 biasanya untuk pasaran yang jauh. Indeks warna 2 dan 3 untuk ekspor, sedangkan indeks warna 4 dan 5 bisa langsung dikonsumsi. Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis.

Secara umum buah manggis dapat dipanen setelah berumur 8-10 tahun jika dikembangkan dari biji dengan umur produktif hingga 80 tahun. Namun dengan berkembangnya teknik budidaya sekarang, pohon manggis dengan tinggi hanya 5 meter sudah dapat dipanen pada umur 5-7 tahun. Ciri-ciri buah manggis yang siap panen adalah kulit buahnya berwarna ungu kemerah-merahan atau merah muda. Pemanenan manggis pada tempat budidaya di desa Karacak biasanya dipanen berdasarkan indeks kematangan manggis. Indeks kematangan manggis dapat dilihat pada Tabel 7.

d. Pasca panen

(30)
[image:30.595.93.478.105.800.2]

27

Tabel 7. Indeks kematangan manggis

Tahapan Indeks Kematangan

Ciri

Tahap 0 Warna buah kuning kehijauan, kulit buah masih banyak mengandung getah dan buah belum siap dipetik

Tahap 1 Warna kulit buah hijau kekuningan, buah belum tua dan getah masih banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging. Buah belum siap dipanen

Tahap 2 Warna kulit buah kuning kemerahan,

dengan bercak merah hampir merah. Buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging Tahap 3 Warna kulit buah merah kecoklatan. Kulit

buah masih bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit. Buah disarankan dapat dipetik untuk tujuan ekspor.

Tahap 4 Warna kulit buah merah keunguan. Kulit

buah masih sedikit bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit dan buah dapat dikonsumsi. Buah dapat dipetik untuk tujuan ekspor.

Tahap 5 Warna kulit buah ungu kemerahan. Buah

mulai masak dan siap dikonsumsi. Getah telah hilang dan isi buah mudah dilepaskan. Buah lebih sesuai untuk pasar domestik.

Tahap 6 Warna kulit buah ungu kehitaman. Buah

(31)

28

5.1.4.

Agroindustri Xanthone Manggis

Manggis dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan. Salah satu diantaranya manggis dapat diolah menjadi xanthone. Xanthone merupakan senyawa yang ada pada manggis yang bermanfaat bagi kesehatan karena banyak mengandung antioksidan dan berfungsi sebagai antiproliferativ, antiinflamasi dan antimikrobial. Namun begitu xanthone sekarang banyak digunakan sebagai nama dagang dari ektrak kulit manggis karena xanthone banyak terkandung dalam kulit manggis. Produk ini banyak diminati oleh masyarakat karena khasiatnya yang baik untuk kesehatan.

Xanthone banyak terkandung dalam kulit manggis. Berdasarakan penelitian yang dilakukan Pebriyanthi (2010) kandungan xanthone dalam dalam kulit manggis yaitu sebesar 165,90 mg/ 100 ml kulit manggis. Kadar xanthone pada buah manggis merupakan yang paling besar dibandingkan buah lain yang juga memiliki xanthone. Selain itu, kadar xanthone dalam kulit buah manggis merupakan paling besar kadarnya dibandingkan pada bagian manggis yang lain.

Proses produksi dari agroindustri xanthone ini diawali dengan mengekstrak xanthone yang terdapat pada kulit manggis. Hal pertama yang dilakukan pada proses ekstraksi ini yaitu pencucian buah manggis. Pencucian dimaksudkan agar kulit manggis terbebas dari segala kotoran yang melekat pada buah. Buah manggis yang telah bersih kemudian dipisahkan antara kulit dengan daging buah. Penggunaan kulit manggis ini dikarenakan bagian ini memiliki kandungan xanthone 27 kali lebih banyak dari daging buahnya.

Daging buah

Kulit buah

Gambar 8. Kulit buah dan daging buah manggis

(32)
[image:32.595.234.406.84.217.2]

29

Gambar 9. Mesin ektraktor buah

Setelah proses penghancuran maka proses ekstraksi dilakukan dengan mencampurkan bahan dengan pelarut dengan perbandingan 1:2 (b/v). Pelarut yang digunakan saat proses ekstraksi adalah campuran antara pelarut ethanol 70% dan air. Proses ekstraksi yang dilakukan menggunakan metode maserasi. Maserasi adalah teknik yang digunakan untuk mengekstrak senyawa yang diinginkan dengan suatu bahan dengan cara merendam bahan dalam pelarut dengan atau tanpa pengadukan. Proses maserasi pada ekstraksi xanthone kulit manggis ini dilakukan selama 24 jam pada suhu kamar. Waktu perendaman yang cukup lama dimaksudkan agar komponen senyawa xanthone yang terekstrak maksimal. Kulit manggis yang telah mengalami perendaman kemudian mengalami proses pemisahan. Pemisahan adalah tahapan akhir yang dilakukan pada proses ekstraksi yang bertujuan memisahkan ampas dan mendapat senyawa xanthone pada ekstrak kulit manggis.

Setelah ekstrak xanthone didapat, selanjutnya akan dibuat produk xanthone. Proses pembuatan produk xanthone diawali dengan pencampuran bahan-bahan seperti ekstrak kulit manggis, madu dan ekstrak rosela hingga homogen. Proses pencampuran berlangsung bersamaan dengan proses pemasakan. Proses pemasakan dilakukan pada sebuah mixing tank berpengaduk. Hal ini dilakukan agar semua bahan tercampur hingga homogen dan tidak ada bahan yang mengendap di dasar tangki pengadukan. Setelah semua bahan tercampur selanjutnya bahan tersebut mengalami proses pemasakan pada suhu 90-95 oC selama 10 menit. Sirup yang telah dipanaskan kemudian didinginkan hingga suhu 80-85 oC untuk selanjutnya ditambahkan perasa sebagai penguat aroma sebesar 1% dari total campuran sirup. Proses pembuatan sirup xanthone manggis dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Diagram Alir proses pembuatan sirup xanthone manggis Pendinginan t=80-85 oC

Pencampuran

Pemanasan pada suhu 90-95 oC

Sirup xanthone

Perasa 1%

(33)

30

Seluruh bahan yang telah tercampur tersebut kemudian akan diisikan kedalam kemasan botol kaca. Pemilihan botol kaca dimaksudkan agar produk tetap awet dan memperkecil kemungkinan berpindahnya unsur bahan pada produk ke kemasan. Proses pengisian ini dilakukan pada kondisi hangat atau biasa dikenal dengan sebutan hot filling. Metode hot filling ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi produk oleh bakteri. Setelah dilakukan pengisian produk ke dalam botol, selanjutnya botol akan diberi penutup dan disegel serta dikemas dengan menggunakan kemasan karton. Gambar 11 menunjukkan produk xanthone manggis.

Gambar 11. Produk xanthone manggis

Produk ini memiliki khasiat dan banyak terkandung berbagai unsur didalamnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pebriyanthi (2010), produk xanthone ini memiliki kadar xanthone sebanyak 46,49 mg/100ml, kadar air sebesar 41,73 %, kadar protein 0.86%, kadar vitamin C 14,08%, total gula 60,41%, dan kadar alkohol 0.85%.

Secara umum produk olahan xanthone ini memiliki prospek yang cukup menjanjikan. Produk olahan ini juga memberikan nilai tambah yang besar bagi komoditas manggis. Namun masih ada beberapa kendala yang dihadapi industri untuk menjaga kontinuitas produksi seperti karakteristik bahan baku yang bersifat musiman, sentra produksi manggis yang cukup jauh dari lokasi industri, serta harga bahan baku yang fluktuatif.

5.2.

PENDEKATAN SISTEM

Pendekatan sistem merupakan suatu metodologi pemecahan masalah yang diawali dengan identifikasi serangkaian kebutuhan dan menghasilkan sistem operasi yang efektif. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu analisa kebutuhan, formulasi masalah, serta identifikasi sistem.

(34)
[image:34.595.131.396.157.510.2]

31

Pendekatan sistem dicirikan oleh dua hal, yaitu (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik dalam menyelesaikan masalah, (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan yang rasional (Eriyatno 1999). Tahapan kerja dalam mengkaji suatu permasalahan menggunakan pendekatan sistem dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Metodologi pemecahan masalah dengan pendekatan sistem

5.2.1

Analisis kebutuhan

Komponen-komponen yang terdapat dalam sistem mempunyai kebutuhan yang berbeda sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Dalam melakukan analisis kebutuhan ini, terlebih dahulu dinyatakan kebutuhan-kebutuhan yang ada, kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan tersebut. Identifikasi ini menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Identifikasi ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapang, dan lain-lain. Analisi kebutuhan masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut:

1) Petani

a. Kelangsungan usahatani terjamin

b. Pendapatan dan kesejahtraan petani meningkat c. Kemudahan pemasaran hasil produksi

d. Harga jual yang stabil dan sesuai

Ya Memuaskan

Evaluasi Periodik Implementasi

Memuaskan

Selesai Tidak

Tidak

Mulai

Analisa Kebutuhan

Formulasi Permasalahan

Pembuatan program komputer Identifikasi sistem

(35)

32

2) Pedagang/Pemasok Bahan Baku

a. Kemudahan memperoleh produk atau bahan baku b. Keuntungan dari penjualan yang optimal

3) Agroindustri

a. Kelangsungan perusahaan terjamin b. Ketersediaan bahan baku terjamin c. Kontinuitas produksi

d. Permintaan pasar terpenuhi e. Marjin keuntungan yang tinggi f. Kemudahan distribusi dan pemasaran 4) Pemerintah

a. Meningkatkan pendapatan daerah dan devisa negara b. Produk memiliki kualitas sesuai standar

c. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi d. Memperluas kesempatan kerja 5) Konsumen

a. Harga produk yang stabil dan terjangkau b. Mutu produk yang sesuai

c. Kemudahan mendapatkan produk 6) Investor

a. Tingkat keuntungan tinggi b. Pengembalian modal yang cepat c. Resiko investasi rendah

5.2.2

Formulasi Permasalahan

Permasalahan yang menjadi sorotan utama dalam penelitian ini ialah masih rendahnya daya saing dan nilai tambah dari komoditas manggis. Hal ini banyak disebabkan oleh karakteristik manggis yang kompleks mulai dari pra panen hingga pasca panen. Beberapa faktor yang menjadi permasalahan dalam pra panen pada tanaman manggis antara lain:

1) Masa juvenil manggis yang cukup lama sehingga banyak investor maupu petani yang enggan berinvestasi dalam usaha budidaya manggis

2) Karakteristik manggis yang bersifat musiman.

3) Mutu buah rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil buah dengan ukuran yang kecil dengan warna yang kurang menarik apabila dibandingkan dengan manggis di negara lain.

4) Produktivitas rendah. Hal ini disebabkan kebanyakan umur tanaman manggis di Indonesia sudah termasuk tua.

Secara umum mutu buah manggis di Indonesia termasuk di Kabupaten Bogor masih rendah, jumlah buah layak ekspor berkisar 20% dari total produksi. Beberapa faktor yang menjadi permasalahan dalam pasca panen manggis yang berkaitan dengan mutu antara lain.

(36)

33

Beberapa permasalahan di atas menyebabkan banyak buah manggis yang tidak layak ekspor atau bahkan tidak layak konsumsi. Perbedaan mutu antara buah manggis kualitas ekpor dengan buah manggis curah menyebabkan perbedaan harga antara keduanya sangatlah signifikan. Harga jual buah manggis curah sangat rendah dibandingkan buah layak ekspor terlebih lagi pada saat musim panen. Hal ini menyebabkan banyak buah manggis yang tidak termanfaatkan dan menyebabkan petani enggan untuk berinvestasi dalam usaha budidaya manggis.

Melihat kondisi tersebut dan permasalahan yang ada, agroindustri diharapkan dapat menjadi solusi untuk memberikan nilai tambah buah manggis dengan mengolahnya menjadi produk. Selain itu juga diharapkan hal ini dapat meningkatkan daya saing komoditas manggis agar dapat menjadi komoditas unggulan baik di pasar lokal maupun di pasar internasional.

Namun dalam hal membangun dan merencanakan agroindustri juga banyak hal yang perlu diperhatikan terutama kontinuitas bahan baku, mengingat manggis ini memiliki karakteristik musiman sehingga banyak kajian yang perlu diamati untuk merealisasikan hal tersebut. Sistem penunjang keputusan perencanaan pengembangan agroindusti manggis diharapkan dapat membantu memberikan alternatif-alternatif dalam rangka menentukan pengambilan keputusan yang tepat dengan mempertimbangkan faktor dan parameter yang berpengaruh dalam sistem.

5.2.3

Identifikasi Sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu mata rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari permasalahan yang harus dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan tersebut (Marimin 2004). Identifikasi sistem bertujuan untuk memberikan gambaran terhadap sistem yang dikaji dalam bentuk diagram. Dalam tahap ini diidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung dalan perencanaan pengembangan agroindustri manggis.

a. Diagram Lingkar Sebab Akibat

Diagram sebab akibat menggambarkan interkoneksi antar peubah–peubah penting yang diturunkan dari identifikasi kebutuhan dan masalah yang telah diformulasikan pada suatu sistem tertutup. Hubungan antara komponen tersebut dapat positif atau negatif serta dapat berlangsung searah maupun timbal balik. Selain itu, diagram sebab akibat harus mempertimbangkan komponen-komponen yang digambarkan pada diagram input output. Diagram sebab akibat perencanaan pengembangan agroindustri manggis dapat dilihat pada Gambar 13.

b. Diagram Input Output

(37)
[image:37.595.66.516.157.637.2]

34

Gambar 13. Diagram sebab akibat perencanaan pengembangan agroindustri manggis

Daya Dukung Lingkungan

+ +

Agroindustri Manggis

Stabilitas Harga Bahan Baku

Motivasi Petani

Bahan Baku Produk

Pendapatan Petani +

+

Investasi

Permintaan

Pendapatan Wilayah

+ +

Lembaga Keuangan

Industri Penunjang

Lapangan Pekerjaan +

+ +

+ +

+

+ +

_

_

(38)
[image:38.595.44.547.87.729.2]

35

Gambar 14. Diagram input output sistem perencanaan pengembangan agroindustri manggis

INPUT LINGKUNGAN 1. Kebijakan Pemerintah 2. Kondisi Sosial-Ekonomi 3. Globalisasi Perdagangan INPUT TAK TERKENDALI

1. Produktivitas Lahan 2. Tingkat Bunga Bank 3. Harga Bahan Baku 4. Industri Penunjang 5. Kualitas SDM

INPUT TERKENDALI 1. Kebutuhan Bahan Baku 2. Volume Produksi 3. Mutu Produk 4. Jumlah Investasi 5. Sarana dan Prasarana

OUTPUT DIKEHENDAKI 1. Stabilitas Harga Produk 2. Jaminan Kualitas

3. Perluasan Lapangan Kerja 4. Keuntungan Optimal 5. Ketepatan Pengembalian dana Investasi

OUTPUT TAK DIKEHENDAKI 1. Kelangkaan Bahan Baku 2. Harga yang Fluktuatif 3. Kegagalan Produksi 4. Kredit Macet

5. Investasi Tidak Efisien

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN AGROINDUSRI MANGGIS

(39)

36

VI.

PEMODELAN SISTEM

6.1.

KONFIGURASI MODEL

Sistem Penunjang Keputusan Perencanaan Pengembangan Agroindustri Manggis dirancang dan dikembangkan dalam suatu paket perangkat lunak yang diberi nama mangosteen 1.0. Konfigurasi model pada sisem yang dibuat dirancang sesuai dengan struktur dasar sistem penunjang keputusan, sedangkan rancang bangun model dirumuskan formulasi matematis. Paket program mangosteen 1.0 terdiri dari 5 bagian utama yaitu:

1) Sistem Pengolahan Terpusat 2) Sistem Manajemen Basis Data Statis 3) Sistem Manajemen Basis Data Dinamis 4) Sistem Manajemen Basis Model 5) Sistem Manajemen Dialog

Sistem Pengolahan Terpusat merupakan bagian sistem yang bertujuan mengorganisasikan dan mengendalikan seluruh komponen sistem, serta memungkinkan sistem berinteraksi secara dua arah dengan sistem lainnya.

Gambar

Tabel 7. Indeks kematangan manggis
Gambar 9. Mesin ektraktor buah
Gambar 12. Metodologi pemecahan masalah dengan pendekatan sistem
Gambar 13. Diagram sebab akibat perencanaan pengembangan agroindustri manggis
+7

Referensi

Dokumen terkait

yaitu jumlah hasil produksi. Walaupun demikian keluaran model yang diperoleh dapat memberikan informasi mengenai alternatif lokasi yang memiliki potensi

model sistem penunjang keputusan ini adalah kemitraan terpadu yang nelibatkan industri pengolah kelapa awit dan petani yang berkumpul dalam wadah koprasi.. Bentuk