• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yangdisebabkan olehparasit yang. disebutplasmodium, yangditularkanmelaluigigitan nyamuk yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yangdisebabkan olehparasit yang. disebutplasmodium, yangditularkanmelaluigigitan nyamuk yang"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malaria 2.1.1 Definisi

Malaria adalah penyakit yangdisebabkan olehparasit yang disebutPlasmodium, yangditularkanmelaluigigitan nyamuk yang terinfeksiPlasmodium. Dalamtubuh manusiaPlasmodiumberkembang biak dihati,

kemudianmenginfeksisel-seldarah merah(WHO, 2012d). Mengacu dari pengertian tersebut, malaria dapat didefenisikan sebagai penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal.

Malaria maupun penyakit yang menyerupai malaria telah diketahui ada selama lebih dari 4.000 tahun yang lalu. Malaria dikenal secara luas di daerah Yunani pada abad ke-4 SM dan dipercaya sebagai penyebab utama berkurangnya penduduk kota padasaat itu. Penyakit malaria sudah dikenal sejak tahun 1753, tetapi baru ditemukan parasit dalam darah oleh Alphonse Laveran tahun 1880. Untuk mewarnai parasit, pada tahun 1883 Marchiafava menggunakan metilen biru sehingga morfologi parasit ini lebih mudah dipelajari. Siklus hidup plasmodium di dalam tubuh nyamuk dipelajari oleh Ross dan Binagmi pada tahun 1898 dan kemudian pada tahun 1900

(2)

oleh Patrick Manson dapat dibuktikan bahwa nyamuk adalah vektor penular malaria. Pada tahun 1890, Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti adalah dua peneliti Italia yang pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria pada manusia, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae. Pada tahun 1897 seorang Amerika bernama William H. Welch memberi nama parasit penyebab malaria tropika sebagai Plasmodium falciparum dan pada 1922 John William Watson Stephens menguraikan nama parasit malaria keempat, yaitu Plasmodium ovale (Harijanto, 2000a). Walaupun begitu, studi terbaru telah menemukan suatu spesies Plasmodium baru yang menyerang primata dan bisa menginfeksi manusia. Spesies Plasmodium yang kelima ini dikenali sebagai Plasmodium knowlesi (Marano et al, 2009).

2.1.2 Etiologi

Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari Genus Plasmodium. Parasit tersebut menyebar ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles, yang disebut vektor malaria. Sampai saat ini dikenal 5 jenis spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu (CDC, 2013a):

a. Plasmodium falciparum, adalah parasit malaria yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis di dunia. Diperkirakan setiap tahunnya ada 1 juta orang yang terbunuh akibat parasit ini, terutama di Afrika. Plasmodium falciparum adalah penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat, karena memiliki kemampuan melipat ganda secara cepat dalam darah sehingga dapat menyebabkan anemia. Selain itu Plasmodium falciparum dapatmenyumbat pembuluhdarah kecil. Ketika ini terjadidi otak akan

(3)

menyebabkanmalaria serebral dengankomplikasiyang dapatberakibat fatal (kematian).

b. Plasmodium vivax, adalah parasit malaria penyebab malaria tertiana yang kebanyakan ditemukandi Asia, Amerika Latin, dan beberapabagian di Afrika. Karena padatnya penduduk terutama di Asia menyebabkan Plasmodium vivax merupakan parasit malariayang paling umumditemukan pada manusia.Plasmodium vivaxmemilikitahapandormansi dalam hati(hypnozoites) yang dapataktif danmenyerangdarah(relapse) dalam beberapa bulanatau tahunsetelahgigitan nyamukyang terinfeksi.

c. Plasmodium malariae, adalah penyebab malaria quartana yang ditemukan di seluruh dunia. Plasmodium malariae adalah satu-satunyaspesiesparasitmalariapada manusia yangmemiliki siklusquartan(siklus tiga hari), sedangkantigaspesieslainnyamemiliki siklustertiana(siklus dua hari). Infeksi Plasmodium malariaemampubertahan dalam waktu yang lama jika tidak diobati.Dalam beberapa kasus, infeksikronis dapatberlangsung seumur hidup. Pada beberapa pasienkronisyang terinfeksiPlasmodium malariaedapatmenyebabkan komplikasiyang seriussepertisindromnefrotik. d. Plasmodium ovale, adalah parasit malaria yang menyebabkan malaria ovale

tetapi jenis ini jarang dijumpai. Plasmodium ovalebanyak ditemukandi Afrika(terutama Afrika Barat) danpulau-pulaudi PasifikBarat.Plasmodium ovale secara biologisdanmorfologissangat mirip denganPlasmodium vivax. Plasmodium ovale dapat menginfeksiindividu yangnegatif untukgolongan

(4)

darahduffy (salah satu penggolongan darah selain ABO dan Rh) sedangkan Plasmodium vivax tidak. Golongan darahduffy banyak ditemukan pada penduduk Sub-Sahara Afrika. Hal inimenjelaskanprevalensi infeksi Plasmodium ovale banyak terjadi di sebagian besarAfrika.

e. Plasmodium knowlesi merupakan parasit malaria baru yang bisa menginfeksi manusia. Plasmodium knowlesi ditemukandi seluruh Asia Tenggarasebagaipatogenalamidari keraekor panjangdan babi. Baru-baru iniini Plasmodium knowlesi terbukti menjadipenyebab signifikanmalariazoonosis, terutama diMalaysia. Plasmodium knowlesi memiliki siklusreplikasi24jam dan begitu cepatdapat berkembangmenjadiinfeksiyang parah.Kasus kematian akibat infkesi Plasmodium knowlesi telah dilaporkan terjadi di Malaysia. 2.1.3 Siklus Hidup Parasit Malaria

Parasit malaria membutuhkan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk Anopheles betina. Siklus hidup malaria dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini:

(5)

Gambar 2.1 Siklus Hidup Parasit Malaria Sumber: CDC, 2013b

Pada gambar di atas, dapat dijelaskan siklus hidup parasit malaria sebagai berikut:

a. Siklus pada manusia

Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah manusia selama kurang lebih setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati, kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini disebut dengan siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang dua minggu. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian tropozoit

(6)

hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif kembali sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit menjadi skizon (8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gatosit jantan dan betina).

b. Siklus pada nyamuk Anopheles betina

Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia (Depkes RI, 2009b).

(7)

Menurut Harijanto (2000a), perbedaan siklus hidup keempat jenis Plasmodium berdasarkan lama stadium pre-eritrosit, diameter skizon pre-eritrosit, jumlah merozoit dan masa inkubasinya dijelaskan dalam Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Bentuk-Bentuk Plasmodium Keempat Spesies Plasmodium Manusia

Spesies Lama Stadium Pre-Eritrosit Diameter Skizon Pre-Eritrosit Jumlah Merozoit Masa Inkubasi Plasmodium

vivax 6-8 hari 45 μm 10.000 9-14 hari

Plasmodium

malariae 14-16 hari 55 μm 15.000 12-17 hari

Plasmodium

ovale 9 hari 60 μm 15.000 16-18 hari

Plasmodium

falciparum 5-7 hari 60 μm 30.000 18-24 hari

Selain perbedaan pada tabel di atas, CDC (2013a) juga memperlihatkan perbedaan bentuk tropozoit dari masing-masing parasit malaria, seperti pada Gambar 2.2 di bawah ini:

(a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 2.2 Perbedaan Bentuk Tropozoit Kelima Parasit Malaria

Gambar di atas menunjukkan bahwa (a) adalah gambar tropozoit dari Plasmodium falciparum yang berbentuk cincin halus dan kromatin kecil 1-2 titik. Gambar (b) menunjukkan tropozoit dari Plasmodium vivax yang berbentuk cincin

(8)

tebal tidak teratur dan kromatin 1-2 titik. Gambar (c) menunjukkan tropozoit dari Plasmodium ovale yang berbentuk cincin tebal dan kromatin 1 titik. Gambar (d) menunjukkan tropozoit dari Plasmodium malariae yang berbentuk cincin tebal dan kromatin 1 titik. Gambar (e) menunjukkan tropozoit dari Plasmodium knowlesi yang berbentuk cincin tebal dan kromatin 1 titik.

2.1.4 Patogenesis

Patogenesis malaria sangat kompleks, dan seperti patogenesis penyakit infeksi pada umumnya melibatkan faktor parasit, faktor penjamu, dan lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling terkait satu sama lain, dan menentukan manifestasi klinis malaria yang bervariasi mulai dari yang paling berat, yaitu malaria dengan komplikasi gagal organ, malaria ringan tanpa komplikasi, atau yang paling ringan, yaitu infeksi asimtomatik (Harijanto, 2000b).

Tanda dan gejala klinis malaria yang timbul bervariasi tergantung pada berbagai hal antara lain usia penderita, cara transmisi, status kekebalan, jenis plasmodium, infeksi tunggal atau campuran. Selain itu yang tidak kalah penting adalah kebiasaan menggunakan obat anti malaria yang kurang rasional yang dapat mendorong timbulnya resistensi. Berbagai faktor tersebut dapat mengacaukan diagnosis malaria sehingga dapat disangka demam tifoid atau hepatitis, terlebih untuk daerah yang dinyatakan bebas malaria atau yang Annual Parasite Incidence–nya rendah (Depkes RI, 2009b).

Gejala klinis penyakit malaria sangat khas dengan adanya serangan demam yang intermiten, anemia sekunder dan splenomegali. Gejala didahului oleh keluhan

(9)

prodromal berupa malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, mual, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan ini sering terjadi pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sedangkan Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae keluhan prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak (Harijanto, 2000a).

Demam periodik berkaitan dengan saat pecahnya schizon matang (sporolasi). Pada malaria tertiana (Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale), pematangan schizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan malaria kuartana (Plasmodium malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Gejala klasik malaria biasanya terdiri atas 3 (tiga) stadium yang berurutan, yaitu (Depkes RI, 2009b):

a. Stadium dingin (Cold stage)

Penderita akan merasakan dingin menggigil yang amat sangat, nadi cepat dan lemah, sianosis, kulit kering, pucat, kadang muntah. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

b. Stadium demam (Hot stage)

Muka penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat sampai 40°C atau lebih, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih.

(10)

c. Stadium berkeringat (Sweating stage)

Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali. Hal ini berlangsung 2-4 jam. Meskipun demikian, pada dasarnya gejala tersebut tidak dapat dijadikan rujukan mutlak, karena dalam kenyataannya gejala sangat bervariasi antar manusia dan antar Plasmodium.

Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria, dan lebih sering dijumpai pada penderita daerah endemik terutama pada anak-anak dan ibu hamil. Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena Plasmodium falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan. eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time) dan gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer, 2001).

Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa merupakan organ penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria. Limpa akan teraba setelah 3 hari dari serangan infeksi akut dimana akan terjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Pembesaran terjadi akibat timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah. Hampir semua kematian akibat penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Pada infeksi Plasmodium falciparum dapat menimbulkan malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi Plasmodium falciprum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi (Harijanto, 2000).

(11)

2.1.5 Diagnosis Malaria

Malariaharus segeradidiagnosis sehinggapenderita dapat segera diobatiuntuk mencegahpenyebaran lebih lanjut dariinfeksimalaria di masyarakatluas. Malariaharus dianggap sebagaimasalah kesehatan potensial. Hal ini karena keterlambatandiagnosisdan pengobatanmerupakan penyebabutama kematianpada penderitamalaria. Malariadapat dideteksiberdasarkan riwayatperjalananpasien, gejala, dantemuan fisikpadapemeriksaan. Namun, untukdiagnosis pasti, tes laboratoriumpaling baik digunakan (CDC, 2013c).

CDC (2013c) menyebutkan bahwa ada 2 hal yang menyebabkan diagnosismalariamenjadi sulit, yaitu:

a. Di daerah yang bukan endemik malaria, petugas kesehatanmungkin tidak begitu akrabdengan malaria. Di daerah seperti ini dokter sering salah mempertimbangkan diagnosis malaria. Laboratorian juga terkadang gagal mendeteksi parasit malaria karena kurangnya pengalaman dengan malaria. b. Didaerah endemis malaria, penularan malariabegitu sering, terkadang

sebagianbesarpenduduk terinfeksitetapi tidakmuncul gejala-gejala klinisnya. Orang yang terinfeksi tersebut telah memiliki kekebalan terhadap malaria, namun tidak dari infeksi malaria. Dalam kasus ini, menemukan parasit malaria pada orang yang sakit tidak begitu berarti.

Diagnostik malaria sebagaimana penyakit pada umumnya didasarkan pada gejala klinis, penemuan fisik, pemeriksaan laboratorium darah dan uji imunoserologis. Ada 2 cara diagnostik yang diperlukan untuk menentukan seseorang

(12)

itu positif malaria atau tidak yaitu pemeriksaan darah tepi (tipis/tebal) dengan mikroskop dan deteksi antigen (Harijanto, 2000a).

Meskipun sangat sederhana pemeriksaan darah tepi dengan mikroskop merupakan gold standard dan menjadi pemeriksaan terpenting yang tidak boleh dilupakan. Interpretasi yang didapat dari hasil pemeriksaan darah tepi adalah jenis dan kepadatan parasit (Guerin, 2002).

Deteksi antigen digunakan apabila tidak tersedia mikroskop untuk memeriksa preparat darah tepi atau pada daerah yang sulit dijangkau dan keadaan darurat yang perlu diagnosis segera. Teknik yang digunakan untuk deteksi antigen adalah immunokromatografi dengan kertas dipstick yang dikenal dengan Rapid Diagnostic Test (RDT). Alat ini dapat mendeteksi antigen dari Plasmodium falciparum dan non falciparum terutama Plasmodium vivax (Harijanto, 2000a).

2.1.6 Malaria Relaps

Istilah relaps telah digunakan secara luas dalam dunia kedokteran yang berarti kambuh atau adanya serangan ulang dari suatu penyakit setelah serangan pertama hilang atau sembuh. Istilah ini juga digunakan untuk penyakit malaria, namun sedikit lebih spesifik (Cogswell, 1992).

Relaps pada penyakit malaria dapat bersifat :

a. Rekrudesensi (relaps jangka pendek), yang timbul karena parasit dalam darah (daur eritrosit) menjadi banyak. Demam timbul lagi dalam waktu 8 minggu setelah serangan pertama hilang.

(13)

b. Rekurens (atau relaps jangka panjang) yang timbul karena parasit daur eksoeitrosit (yang dorman, hipnozoit) dari hati masuk dalam darah dan menjadi banyak, sehingga demam timbul lagi dalam waktu 24 minggu atau lebih setelah serangan pertama hilang (Prabowo, 2004).

Marchoux (1979) dalamCogswell (1992) menjelaskan mekanisme terjadinya relaps pada penyakit malaria sebagai berikut:

a. Pada akhir fase praeritrosit, skizon pecah, merozoit keluar dan masuk ke dalam peredaran darah. Sebagian besar menyerang eritrosit yang berada di sinusoid hati tetapi beberapa di fagositosis. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian sporozoit yang menjadi hipnozoit setelah beberapa waktu (beberapa bulan hingga 5 tahun) menjadi aktif kembali dan mulai dengan skizogoni eksoeritrosit sekunder. Proses ini dianggap sebagai timbulnya relaps jangka panjang (long term relaps) atau rekurens (recurrence).

b. Dalam perkembangannya Plasmodium falciparum dan Plasmodium malariae tidak memiliki fase eksoeritrosit sekunder. Parasit dapat tetap berada di dalam darah selama berbulan-bulan atau bahkan sampai beberapa tahun dan menimbulkan gejala berulang dari waktu ke waktu. Timbulnya relaps disebabkan oleh proliferasi stadium eritrositik dan dikenal dengan istilah rekrudesensi (short term relapse). Pada malaria falciparum, rekrudesensi dapat terjadi dalam kurun waktu 28 hari dari serangan awal dan ini mungkin menunjukkan adanya suatu resistensi terhadap chloroquine. Rekrudesensi

(14)

yang panjang kadang dijumpai pada Plasmodium malariae yang disebabkan oleh stadium eritrositik yang menetap dalam sirkulasi mikrokapiler jaringan. Timbulnya relaps atau serangan ulang pada penderita malaria berkaitan dengan keadaan berikut:

a. Tidak efektifnya respon imun dari penderita.

Suatu kenyataan bahwa terjadinya penyakit akan menimbulkan respons imun dari hospes yaitu dengan adanya reaksi radang, hal tersebut bergantung pada derajat infeksinya. Terjadinya relaps dan timbulnya penyakit erat hubungannya dengan rendahnya titer antibodi atau peningkatan kemampuan parasit melawan antibodi tersebut. Respon imun terhadap malaria bersifat spesies spesifik, seseorang yang imun terhadap Plasmodium vivax akan terserang penyakit malaria lagi bila terinfeksi oleh Plasmodium.

b. Pengobatan yang tidak sempurna

Obat-obat malaria yang bersifat skizontisid darah efektif menekan proses skizogoni fase eritrosit dan mengurangi gejala klinis. Karena merasa sudah sehat penderita berhenti minum obat sebelum seluruh dosis obat habis. Kebiasaan lain adalah penderita berbagi obat dengan penderita lain sehingga dosis yang diharapkan tidak tercapai. Ini mengakibatkan relaps jangka pendek. Pada kasus Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dapat terjadi pengaktifan kembali dari hipnozoit di hati dan menyebabkan relaps jangka panjang.

(15)

c. Reinfeksi atau terpapar dengan gigitan nyamuk yang berulang

Penyebab terjadinya serangan ulang yang paling sering terutama di daerah endemis adalah adanya reinfeksi atau infeksi ulang yang terjadi segera setelah penderita menyelesaikan pengobatannya. Reinfeksi bisa terjadi 14 hari setelah pengobatan. Hal ini dimungkinkan bila lingkungan penderita mendukung berkembangnya vektor malaria sehingga penderita selalu terpapar dengan gigitan nyamuk yang infektif (Omunawa, 2002).

Masalah malaria menjadi semakin sulit untuk diatasi dan diperkirakan akan menjadi hambatan bagi keberhasilan pembangunan kesehatan, oleh karena kejadian kesakitan dapat berlangsung berulang kali dan menyebabkan kelemahan fisik bagi penderitanya. Kerugian semakin terasa bila kelompok usia produktif yang terkena, mengingat mereka adalah tenaga pembangunan utama.

Menurut Gani (2000), kerugian jangka pendek yang ditimbulkan akibat malaria dapat mencapai 11% sampai dengan 49% dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) di beberapa Kabupaten/Kota. Pada dimensi jangka panjangnya, ternyata akibat malaria tidak kalah hebat. Ia akan menyebabkan gangguan kesehatan ibu dan anak, intelegensia, produktivitas angkatan kerja, serta merugikan kegiatan pariwisata. 2.1.7 Penatalaksanaan Malaria

Malaria diobati dengan obat yang mengganggu siklus hidup ataupun metabolisme Plasmodium (Parmet et al, 2007). Roe (2009) membagikan pengobatan malaria kepada dua kategori yaitu, pengobatan malaria non-falciparum dan pengobatan malaria falciparum. Pada malaria non-falciparum, yaitu malaria yang

(16)

disebabkan oleh Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae atau Plasmodium knowlesi, infeksi bisa diobati dengan obat standar yaitu klorokuin (Roe et al, 2009). Harga murah dan ketersediaan klorokuin menyebabkannya sebagai antimalarial yang paling sering digunakan. Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae hampir selalu sensitif terhadap obat ini dan hanya beberapa strain Plasmodium vivax dari daerah Oceania yang resistan (Finch et al, 2005). Roe (2009) mengatakan bahwa vaquone dan proguanil, atau meflokuin, ataupun kuinin tambah tetrasiklin dapat diberi pada kasus Plasmodium vivax yang resisten. Primakuin digunakan untuk mengeradikasi hipnozoit yang menyebabkan relaps. Menurut Marano (2009), Plasmodium knowlesi sensitif terhadap semua obat antimalarial yang biasa digunakan dan tidak memerlukan regimen pengobatan yang khas.

Terdapat peningkatan resistensi terhadap klorokuin dan sulfadoksin pada infeksi malaria falciparum sehingga obat-obatan tersebut tidak bisa digunakan sebagai pengobatan infeksi tersebut. Infeksi malaria falciparum ringan sering diobati dengan kombinasi obat atovaquone dan proguanil, artemether dan lumefantrin yang bisa ditoleransi lebih baik daripada penggunaan kuinin. Meflokuin juga bisa digunakan sebagai pengobatan infeksi malaria ringan (Roe et al, 2009).

Infeksi malaria falciparum berat merupakan suatu kondisi gawat darurat dan memerlukan penanganan yang segera. Rosenthal (2008) mengatakan bahwa sampai tahun 2007, kuinidin secara intravena merupakan terapi pilihan. Namun sekarang sudah terdapat sediaan artesunate secara intravena dan ini merupakan terapi pilihan

(17)

terbaru oleh karena obat ini mempunyai efektivitas yang lebih tinggi serta efek samping yang kurang berbanding dengan kuinidin. WHO merekomendasikan artesunate secara intravena sebagai pilihan pengobatan untuk orang dewasa dan kanak-kanak yang terinfeksi dengan malaria berat di kawasan dengan kadar penularan yang rendah. Pada daerah dengan kadar penularan yang tinggi, juga direkomendasikan pengobatan dengan artesunate, artemether atau kuinin.

Malaria berat ataupun hitung parasit yang melebihi 1% pada pasien non-imun merupakan suatu keadaan gawat darurat. Kuinin harus diberikan secara intravena dengan segera. Fasilitas perawatan intensif seperti ventilasi mekanik dan dialisis mungkin diperlukan. Anemia berat mungkin akan memerlukan transfusi darah. Pemantauan yang teliti terhadap keseimbangan cairan merupakan hal yang penting oleh karena edema paru dan gagal ginjal pre-renal sering berlaku pada keadaan seperti ini (Finch et al, 2005).

2.1.8 Pencegahan Malaria

Seperti kebanyakan penyakit vektor, pengontrolan malaria bergantung pada kombinasi pengobatan penyakit, eradikasi vektor, dan perlindungan terhadap gigitan nyamuk yang berupa vektor malaria. Eradikasi vektor biasanya dicapai dengan penggunaan insektisida, menyemprot rumah-rumah dengan DDT (dichloro diphenyl trichloroethane) yang merupakan pestisida sintetik, ataupun dengan pengontrolan habitat seperti drainase rawa (Finch et al, 2005).

Menurut Chen et al (2006), pentingnya dan efektivitas upaya proteksi pribadi harus ditegaskan terutama pada orang yang sering berpergian. Upaya ini termasuk

(18)

perilaku untuk mengurangi paparan terhadap nyamuk, misalnya tinggal di dalam pada senja sampai fajar, menggunakan barrier clothing, penggunaan kelambu yang telah disemprot dengan insektida, dan penggunaan mosquito repellent yang efektif. Mosquito repellent yang digunakan harus mengandung 30%-50% DEET (N,N-diethyl-3-methylbenzamide) dan dioleskan pada kulit setiap 4-6 jam.

Sampai saat ini, tidak terdapat vaksin yang efektif untuk malaria (Finch et al, 2005). Menurut Chen (2006), kebanyakan chemoprophylaxis regimen memberi proteksi sebanyak 75% - 95%. Tidak terdapat chemoprophylactic regimen yang 100% efektif, walaupun obat tersebut dikonsumsi dengan teratur dan baik. Walaupun begitu, chemoprophylaxis antimalarial dapat mengurangkan keparahan infeksi jika seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi. Berdasarkan itu, profilaksis malaria dianjurkan untuk orang yang berpergian ke tempat endemis malaria. Orang yang baru pulang dari tempat endemis malaria dan menderita demam harus segera bertemu dokter untuk pemeriksaan.

2.2 Faktor-Faktor yang Berperan dalam Terjadinya Malaria

Kejadian penyakit malaria dipengaruhi oleh beberapa faktor penting. Faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2, yaitu Faktor-faktor internal dan Faktor-faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya malaria yang berasal dari diri individu manusia itu sendiri. Sedangkan faktor-faktor eksternal adalah faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya malaria yang berasal dari luar individu manusia (Depkes RI, 2009b; Friarayatini, 2006; Sarumpaet, 2007 dan Suhardiono, 2005).

(19)

2.2.1 Faktor Internal

2.2.1.1 Karakteristik Penderita Malaria a. Umur

Penyakit malaria pada umumnya dapat menyerang semua golongan umur, dan anak-anak lebih rentan terhadap infeksi parasit malaria. Namun bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara transplasental. Telah diamati bahwa ada pengaruh spesies Plasmodium terhadap penyebaran malaria pada berbagai kelompok umur, yaitu: Plasmodium vivax lebih banyak dijumpai pada kelompok umur muda, kemudian diikuti oleh Plasmodium malaria dan Plasmodium falciparum (Harijani, 1992).

b. Jenis Kelamin

Infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin, perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain pekerjaan, pendidikan, migrasi penduduk dan kekebalan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menambah risiko untuk terjadinya infeksi malaria (Depkes RI, 1999 dan Harijanto, 2000a).

c. Pendidikan

Cumming (2001) dalamAzwar (2002) mengemukakan bahwa pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu nilai dan sikap disertai dengan kemampuan dalam bentuk

(20)

kecerdasan, pengetahuan, dan keterampilan. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi suatu informasi atau masalah yang dihadapi.

Penelitian yang dilakukan oleh Saifuddin (2004), di Kabupaten Bireuen, menunjukkan bahwa kejadian malaria sebagian besar terjadi pada kelompok umur 15–49 tahun (36,4%), menyerang lebih banyak laki-laki (56,8%), dan terbanyak berpendidikan rendah (97%) serta terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan pendidikan responden dengan kejadian malaria.

d. Pekerjaan

Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan derajat keterpaparan tersebut serta besarnya resiko menurut sifat pekerjaan juga akan berpengaruh pada lingkungan kerja dan sifat sosial ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu (Notoatmodjo, 2003a).

Hal ini sesuai dengan penelitian Piyarat (1986) yang menyatakan bahwa orang yang tempat bekerjanya di hutan mempunyai risiko untuk tertular penyakit malaria karena di hutan merupakan tempat hidup dan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles dengan kepadatan yang tinggi.

(21)

2.2.1.2Perilaku Kesehatan

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup berperilaku karena mereka semua mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai kegiatan yang sangat luas sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan seterusnya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati dari luar (Notoatmodjo, 1993).

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2003b).

Becker (1997) dalamNotoatmodjo (2005) membedakan perilaku kesehatan sebagai berikut:

(22)

1. Perilaku sehat (Healthy behavior)

Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, antara lain makan dengan menu seimbang, melakukan kegiatan fisik secara teratur dan cukup, tidak merokok dan meminum minuman keras serta menggunakan narkoba, istirahat yang cukup, mengatasi atau mengendalikan stres dan memelihara gaya hidup positif untuk kesehatan.

2. Perilaku sakit (Illness behavior).

Perilaku sakit adalah bentuk tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Faktor pencetus perilaku sakit adalah faktor persepsi dipengaruhi oleh medis dan sosial budaya, intensitas gejala (menghilang atau terus menetap gejala), motivasi individu untuk mengatasi gejala dan sosial psikologis yang mempengaruhi respon sakit.

3. Perilaku peran orang sakit (The sick role behavior)

Orang sakit yang kondisinya lemah perlu bantuan orang lain, keluarga dan lingkungannya. Jika penyakit itu membutuhkan ketrampilan khusus maka bantuan ini dapat dimintakan dari dokter, perawat, petugas kesehatan lainnya, dukun dan sinse. Untuk mencapai kesembuhan maka harus minum obat sesuai dengan anjuran dokter, periksa laboratorium, diet makanan dan lain-lain. Penyebab kegagalan untuk mencapai kesembuhan adalah karena lupa makan obat, jarak pelayanan kesehatan jauh, sulitnya transport, pengetahuan yang rendah, tidak mengindahkan nasehat

(23)

dokter, ekonomi keluarga yang sulit, sosial budaya masyarakat dan minimnya informasi kesehatan.

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2005) membagi perilaku manusia itu ke dalam tiga domain yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (pshycomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :

a. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.

(24)

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2005).

Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:

a.1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

a.2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

a.3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan

(25)

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

a.4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

a.5. Sintesis (synthetis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

a.6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

(26)

b. Sikap (attitude)

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak, berpersepsi dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Objek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok.

Sikap mengandung daya pendorong atau motivasi. Sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi juga menentukan apakah orang harus pro dan kontra terhadap sesuatu, menentukan apakah yang disukai, diharapkan dan diinginkan, mengesampingkan apa yang tidak diinginkan dan apa yang harus dihindari. Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan (Notoatmodjo, 2005) yaitu:

b.1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.

b.2. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan member jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

(27)

b.3. Menghargai (valuing)

Mengahargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain.

b.4. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pertanyaan-pertanyaan terhadap objek tertentu.

c. Praktek atau tindakan (practice).

Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan tersebut bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi inilah yang disebut dengan perilaku, bentuk-bentuk perilaku itu sendiri dapat bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan teoritis,tingkah laku dibedakan atas sikap,dimana sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan atau suatu fasilitas (Notoatmodjo, 2005).

(28)

Menurut Notoatmodjo (1993), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara logis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu :

c.1. Persepsi, mengenal dan memilih suatu objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

c.2. Respon terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.

c.3. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan.

c.4. Adopsi, suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Keberhasilan upaya pencegahan dan pengobatan penyakit tergantung pada kesediaan orang yang bersangkutan untuk melaksanakan dan menjaga perilaku sehat. Mantra (1997) membedakan perilaku individu atas 3 jenis, yaitu, perilaku ideal (ideal

(29)

behaviour), perilaku sekarang (current behaviour) dan perilaku yang diharapkan (expected behaviour).

Bentuk perilaku ideal yang berkaitan dengan kejadian malaria pada individu atau keluarga disuatu daerah endemis antara lain:

1. Perilaku ideal yang berkaitan dengan pencegahan malaria adalah :

a. Malam hari berada di dalam rumah dan bila keluar rumah selalu memakai obat anti nyamuk oles (repellent) atau mengenakan pakaian yang tertutup. b. Menggunakan obat anti nyamuk atau kelambu waktu tidur malam hari. c. Tidak menggantungkan pakaian bekas di dalam kamar/rumah.

d. Mengupayakan keadaan dalam rumah tidak gelap dan lembab dengan memasang genting kaca dan membuka jendela pada siang hari.

e. Memasang kawat kasa di semua lubang/ventilasi dan jendela untuk mencegah nyamuk masuk ke dalam rumah.

f. Membuang air limbah di saluran air limbah agar tidak menyebabkan genangan air yang menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk.

g. Melestarikan hutan bakau di rawa-rawa sepanjang pantai. h. Menjauhkan kandang ternak dari rumah/tempat tinggal.

i. Membunuh jentik nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik (kepala timah, gupi, mujair) pada mata air, saluran irigasi tersier, sawah, anak sungai yang dangkal, rawa-rawa pantai dan tambak ikan yang tidak terpelihara.

j. Merawat tambak-tambak ikan dan membersihkan lumut yang ada di permukaan secara teratur.

(30)

2. Perilaku ideal berkaitan dengan pengobatan malaria antara lain: a. Segera ke tempat pelayanan kesehatan bila demam.

b. Bersedia diperiksa sediaan darah.

c. Minum obat sesuai anjuran petugas kesehatan.

3. Perilaku sekarang adalah perilaku yang dilakukan saat ini yang dapat diidentifikasi melalui observasi langsung atau wawancara baik langsung atau tidak langsung. Perilaku ini bisa sesuai atau bertentangan dengan perilaku ideal atau perilaku yang diharapkan (Daulay, 2006).

2.2.2 Faktor Eksternal 2.2.2.1Faktor Lingkungan

Lingkungan berperan dalam pertumbuhan vektor penular malaria, menurut Harijanto (2000a) ada beberapa faktor lingkungan yang sangat berperan yaitu :

a. Lingkungan fisik

Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda pada setiap spesies. Pada suhu 26,7°C masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk Plasmodium falciparum dan 8-11 hari untuk Plasmodium vivax, 14-15 hari untuk Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.

Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 – 30°C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik.

(31)

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidup nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk jadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria. Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles.

Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau ke luar rumah.

Ketinggian yang semakin naik maka secara umum malaria berkurang, hal ini berhubungan dengan menurunnya suhu rata-rata. Mulai ketinggian di atas 2.000 m di atas permukaan laut jarang ada transmisi malaria, hal ini dapat mengalami perubahan bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh El-Nino. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan malaria. Ketinggian maksimal yang masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2.500 m di atas permukaan laut (di Bolivia).

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang teduh. Anopheles hyrcanus dan

(32)

Anopheles pinctulatus lebih menyukai tempat yang terbuka. Anopheles barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang.

Anopheles barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir lambat, sedangkan Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras dan Anopheles letifer menyukai air tergenang.

b. Lingkungan biologik

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh jaraknya dari rumah.

c. Lingkungan kimiawi

Kadar garam dari tempat perindukan mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk, seperti Anopheles sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12-18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% ke atas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan Anopheles sundaicus dalam air tawar.

d. Lingkungan sosial budaya

Kebiasaan masyarakat berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektor yang bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan

(33)

mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan anti nyamuk (Anies, 2006).

Menurut penelitian Dasril (2005), masyarakat yang berpengetahuan rendah kemungkinan risiko tertular malaria 3 kali dibandingkan masyarakat yang berpengetahuan baik, sedangkan risiko penularan malaria pada masyarakat yang memiliki sikap kurang 2,7 kali dibandingkan masyarakat yang memiliki sikap baik Masyarakat dengan kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari mempunyai risiko tertular malaria 4 kali dibandingkan masyarakat yang tidak memiliki kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari.

2.2.2.2FaktorAgent (Penyebab Infeksi)

Untuk kelangsungan hidupnya, Plasmodium sebagai penyebab infeksi memerlukan 2 macam siklus, yaitu:

a. Siklus di luar sel darah merah (siklus preeritrositer)

Siklus ini berlangsung di dalam sel hati. Jumlah merosoit yang dikeluarkan skizon hati berbeda untuk setiap spesies. Plasmodium alciparum menghasilkan 40.000 merosoit, Plasmodium vivax lebih dari 10.000, Plasmodium ovale 15.000 merosoit. Di dalam sel darah merah membelah, sampai sel darah merah tersebut pecah. Setiap merosoit dapat menghasilkan 20.000 sporosoit. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati dan disebut hipnosoit sebagai suatu fase dari siklus hidup parasit yang dapat menyebabkan penyakit kumat/kambuh (long term relapse). Bentuk hipnosoit dari

(34)

Plasmodium vivax bisa hidup sebagai dormant stage sampai beberapa tahun. Sejauh ini diketahui bahwa Plasmodium vivax dapat kambuh berkali-kali sampai jangka waktu 3–4 tahun, sedangkan Plasmodium ovale sampai bertahun-tahun, bila pengobatan tidak adekuat. Plasmodium falciparum dapat persisten selama 1–2 tahun dan Plasmodium malariae sampai 21 tahun (Depkes RI, 2003).

b. Siklus di dalam sel darah merah (eritrositer)

Siklus skizogoni eritrositer yang menimbulkan demam. Merosoit masuk ke dalam darah kemudian tumbuh dan berkembang menjadi 9–24 merosoit (tergantung spesies). Pertumbuhan ini membutuhkan waktu 48 jam untuk malaria tertiana (Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale), serta 72 jam untuk malaria quartana (Plasmodium malariae). Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penular penyakit bagi vektor malaria. Beberapa parasit tidak mengulangi siklus seksual, tetapi berkembang menjadi gametosit jantan dan gametosit betina. Gametosit pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale timbul 2– 3 hari sesudah terjadi parasitemia, Plasmodium falciparum 6–14 hari dan Plasmodium malariae beberapa bulan kemudian (Depkes RI, 2003).

2.2.2.3 Faktor Vektor Malaria

Penyakit malaria ditularkan oleh nyamuk hanya dari genus Anopheles. Di Indonesia sendiri telah diidentifikasi ada 90 spesies dan 24 spesies diantaranya telah dikonfirmasi sebagai nyamuk penular malaria. Di setiap daerah dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau paling banyak 3 spesies Anopheles yang

(35)

menjadi vektor penting. Vektor-vektor tersebut memiliki habitat, mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain (Depkes RI, 2011b).

Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah yang diperlukan untuk pertumbuhan telur nyamuk. Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria (Depkes RI, 1999).

Menurut Depkes RI (1999), secara umum nyamuk yang diidentifikasi sebagai penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan istirahat yang bervariasi yaitu:

a. Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang. b. Anthropofilik : nyamuk yang menyukai darah manusia.

c. Zooanthropofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan juga manusia. d. Endofilik : nyamuk yang suka tinggal di dalam rumah/bangunan.

e. Eksofilik : nyamuk yang suka tinggal di luar rumah.

f. Endofagik : nyamuk yang suka menggigit di dalam rumah/bangunan. g. Eksofagik : nyamuk yang suka menggigit di luar rumah.

Vektor utama malaria di Pulau Jawa dan Sumatera adalah Anopheles sundaicus, Anopheles maculatus, Anopheles aconitus dan Anopheles balabacensis. Sedangkan di luar pulau tersebut, khususnya Indonesia wilayah tengah dan timur adalah Anopheles barbirostis, Anopheles farauti, Anopheles koliensis, Anopheles punctulatus, Anopheles subpictus dan Anopheles balabacensis. Tempat tinggal manusia dan ternak merupakan tempat yang paling disenangi oleh Anopheles. Ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi gigitan nyamuk pada manusia (cattle

(36)

barrier), apabila kandang hewan tersebut diletakkan di luar rumah tetapi tidak jauh jaraknya dari rumah (Depkes RI, 1999).

2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS) meningkat tajam sejak tahun 1980-an. Peningkatan pemakaian sistem ini terjadi di kalangan pemerintah, militer, akademisi atau bisnis terutama peranannya dalam perkembangan penggunaan SIG dalam berbagai bidang, hal ini dikarenakan teknologi SIG banyak mendasarkan pada teknologi digital sebagai alat analisis (Budiyanto, 2002).

SIG merupakan sebuah sistem yang saling berangkaian satu dengan yang lainnya, SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personel yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi lingkungan dan geografi. Dengan demikian, basis analisis dari SIG adalah data spasial dalam bentuk digital yang diperoleh melalui data satelit atau data lain terdigitasi. Analisis SIG memerlukan tenaga ahli sebagai interpreter, perangkat keras komputer dan software pendukung (Nuarsa, 2004).

Dalam SIG terdapat berbagai peran dari berbagai unsur, baik manusia sebagai ahli dan sekaligus operator, perangkat alat maupun obyek permasalahan. SIG adalah sebuah rangkaian sistem yang memanfaatkan teknologi digital untuk melakukan analisis spasial. Sistem ini memanfaatkan perangkat keras dan lunak komputer untuk

(37)

melakukan pengolahan data seperti; perolehan dan verifikasi, kompilasi, penyimpanan, pembaruan dan perubahan, manajemen dan pertukaran, manipulasi, penyajian dan analisis (Budiyanto, 2002).

Pemanfaatan SIG secara terpadu dalam sistem pengolahan citra digital adalah untuk memperbaiki hasil klasifikasi. Dengan demikian peranan teknologi SIG dapat diterapkan pada operasionalisasi penginderaan jauh satelit. Mengingat sumber data sebagian besar berasal dari data penginderaan jauh baik satelit maupun terrestrial (uji lapangan) terdigitasi, maka teknologi SIG erat kaitannya dengan teknologi penginderaan jauh, namun demikian penginderaan jauh bukanlah satu-satunya ilmu pendukung bagi sistem ini. Data spasial dari penginderaan jauh dan survei teretrial tersimpan dalam basis data yang memanfaatkan teknologi komputer digital untuk pengelolaan dan pengambilan keputusan. Secara teknis SIG mengorganisasikan dan memanfaatkan data dari peta digital yang tersimpan yang menggambarkan posisi dari ruang (space) dan klasifikasi, atribut data dan hubungan antar item data. Kerincian data dalam SIG ditentukan oleh besarnya satuan pemetaan terkecil yang dihimpun dalam basis data. Dalam bahasa pemetaan kerincian itu tergantung dari skala peta dan dasar acuan geografis yang disebut sebagai peta dasar. Dari dunia nyata diambil 3 hal penting seperti diuraikan diatas yaitu; posisi dan klasifikasi, atribut serta hubungan antar variabel tersebut. Ketiga hal tersebut diolah sebagai dasar analisis sistem spasial dalam SIG (Budiyanto, 2002).

(38)

2.3.1 Analisis Spasial

Spasial berasal dari kata space artinya adalah ruang, perbedaannya selain memperhatikan temporal atau waktu juga ketinggian atau variabel utama lainnya seperti kelembaban masuk didalam variabel yang harus diperhatikan. Dengan demikian selain memperhatikan tempat, ketinggian, waktu juga karakteristik ekosistem lainnya. Kalau batasan ruang lebih bersifat man made seperti halnya tata ruang, maka istilah spasial lebih concern kepada ekosistem. Spasial mempunyai arti sesuatu yang dibatasi oleh ruang, komunikasi dan atau transpormasi, data spasial menunjukkan posisi, ukuran dan kemungkinan hubungan topologis (bentuk dan tata letak) dari obyek di muka bumi (Nuarsa, 2004).

Analisis spasial adalah sebagian dari bagian manajemen penyakit berbasis wilayah, merupakan suatu analisis dan uraian tentang data penyakit secara geografi berkenaan dengan kependudukkan, persebaran, lingkungan, perilaku, sosial ekonomi, kasus kejadian penyakit dan hubungan antar variabel tersebut. Analisis spasial penyakit tuberkulosis paru misalnya, memperhatikan jumlah penderita dalam suatu wilayah pada waktu tertentu dengan memperhatikan variabel suhu, kelembaban, kepadatan pemukiman, kepadatan hunian, kondisi lingkungan rumah dan ketinggian wilayah (Achmadi, 2005).

Ada 4 tingkatan dalam menggambarkan data spasial yaitu; a. Kenyataan (reality) adalah gejala sebagaimana yang kita lihat.

b. Model data adalah bentuk penggambaran kejadian sehari-hari yang dialami oleh manusia.

(39)

c. Struktur data (logical model) menunjukkan model data, merupakan penggambaran kejadian tertentu, biasanya berbentuk diagram.

d. File struktur (physical model) adalah bentuk data dalam penyimpanan hardware.

Dengan cara berpikir logis secara bertahap dalam menyusun data spasial, maka pengolahan data spasial akan menjadi sebuah informasi yang teratur dan terarah (Nuarsa, 2004).

2.3.2 Sistem Pengolahan Data Spasial

Pengolahan data spasial merupakan hal yang penting dalam pengolahan lingkungan. Pengolahan yang tidak benar dapat menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Bencana dalam skala besar dan kecil merupakan contoh dari sistem pengolahan data spasial yang tidak terencana dan terorganisir dengan baik. Banyak pihak terkait dengan masalah ini, pengolahan lahan selalu memanfaatkan berbagai data, baik data spasial terestris maupun data penginderaan jauh. Pengolahan data banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga seperti Bappeda dan lembaga swadaya masyarakat lainnya. Beberapa lembaga secara khusus mengelola data-data spasial untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti Bakosurtanal yang mengelola berbagai data spasial untuk tujuan evaluasi, survei dan pemetaan. Pengelolaan lingkungan banyak memanfaatkan berbagai teknologi baik dalam penyediaan, penyimpanan, pengolahan atau penyajian data. Pemanfaatan teknologi ini dimaksudkan untuk peningkatan akurasi dan efektifitas sistem pengelolaan itu sendiri. Teknologi yang digunakan

(40)

dalam hal ini adalah yang terkait dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) (Nuarsa, 2004).

2.4 Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini dirangkum berdasarkan tinjauan teori yang ada, khususnya mengenai hubungan antar satu faktor risiko dengan faktor risiko yang lain yang mempengaruhi terjadinya malaria.

Faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya malaria adalah faktor karakteristik (meliputi : umur, jenis kelamin, suku), faktor lingkungan fisik luar rumah dan dalam rumah (meliputi : jarak rumah dengan breeding place, suhu, sinar matahari, kelembaban, pencahayaan, tempat istirahat, genangan air, dinding rumah, ventilasi, penggunaan kawat kasa, dan lantai rumah), faktor lingkungan kimia (meliputi : air tawar, air payau, dan air garam), faktor lingkungan biologi (meliputi : keberadaan kandang hewan besar), faktor sosial ekonomi (meliputi: pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan), faktor perilaku (meliputi : kebiasaan menggunakan obat nyamuk, kebiasaan keluar rumah pada malam hari, penggunaan kelambu). faktor pelayanan kesehatan (meliputi : penyuluhan, penyemprotan, pengobatan), faktor lain (meliputi vektor, imunitas, status gizi, kepadatan nyamuk, dan angin). Kerangka teori terjadinya malaria dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut ini:

(41)

Gambar 2.3 Kerangka Teori

Sumber: Abdullah (2008); Babba (2007); Erdinal (2006); Friaraiyatini (2006); Sarumpaet (2007); Suhardiono (2005); Timmreck (2002)

Luar Rumah:

− Genangan air (Laguna, Rawa-rawa, Pembuangan air limbah atau sawah)

− Suhu − Sinar matahari Lingkungan Fisik: Imunitas dan Status Gizi Kepadatan nyamuk Vektor Dalam Rumah: − Dinding rumah − Ventilasi − Penggunaan kawat kasa − Lantai rumah − Kelembaban − Pencahayaan − Tempat Istirahat − Air tawar − Air payau − Air garam Lingkungan Kimia:

− Kandang hewan besar

Lingkungan Biologi: − Pekerjaan − Pendidikan − Penghasilan Sosial Ekonomi: − Kebiasaan tidak menggunakan anti nyamuk (repellent) − Kebiasaan Menggantung baju − Tidak menggunakan kelambu Perilaku: − Pemyuluhan − Penyemprotan − Pengobatan − Pemberdayaan masyarakat Pelayanan Kesehatan: − Umur − Jenis Kelamin − Suku Demografi: Gigitan nyamuk yang mengandung sporozoit Kejadian Malaria Agent

(42)

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka yang akan diteliti dari kerangka teori. Semua variabel yang tercantum dalam kerangka teori dilakukan pengukuran penelitian, peneliti hanya memilih beberapa faktor yang fisibel (dapat dilakukan oleh peneliti) untuk diteliti sebagai variabel penelitian.

Variabel bebas yang akan diteliti adalah faktor internal (karakteristik individu yang terdiri atas pekerjaan, pendidikan dan penghasilan serta perilaku pencegahan penularan malaria yaitu kebiasaan penggunaan anti nyamuk, kebiasaan kebiasaan tidak menggantung baju, penggunaan kelambu dan kebersihan lingkungan rumah) dan eksternal (lingkungan fisik rumah yaitu adanya genangan air (laguna, rawa-rawa, pembuangan air limbah atau sawah), kandang hewan besar, dinding rumah, ventilasi, penggunaan kawat kasa dan lantai rumah), perilaku petugas kesehatan yaitu penyuluhan, penggerakan PSN dan pengobatan, sarana dan prasarana pelayanan kesehatan yaitu ketersediaan obat, diagnosis malaria, jarak dan transfortasi dan sumber informasi yaitu frekuensi dan kualitas sumber informasi malaria).

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka teori, maka yang menjadi kerangka konsep penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(43)

Variabel IndependenVariabel Dependen

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Kejadian Malaria 1. Karakteristik Individu: a. Pekerjaan b. Pendidikan c. Pendapatan

2. Perilaku Pencegahan Malaria:

a. Kebiasaan penggunaan anti nyamuk b. Kebiasaan tidak menggantung baju c. Penggunaan kelambu

d. Kebersihan lingkungan rumah Faktor Internal:

1. Lingkungan Fisik Rumah:

a. Genangan air (laguna, rawa-rawa, pembuangan air limbah atau sawah)

b. Kandang hewan besar c. Dinding rumah d. Ventilasi

e. Penggunaan kawat kasa f. Lantai rumah

2. Perilaku Petugas Kesehatan: a. Penyuluhan

b. Penggerakan PSN c. Pengobatan

3. Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan: a. Ketersediaan obat

b. Diagnosis malaria

c. Jarak dengan pelayanan kesehatan d. Transportasi ke pelayanan kesehatan 4. Sumber Informasi:

a. Frekuensi sumber informasi malaria b. Kualitas sumber informasi malaria

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Hidup Parasit Malaria  Sumber: CDC, 2013b
Tabel 2.1  Bentuk-Bentuk Plasmodium Keempat Spesies Plasmodium Manusia
Gambar 2.3  Kerangka Teori
Gambar 2.4  Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Pada sistem operasi Android pesan SMS tersimpan dalam sebuah file database berjenis SQLite, penghapusan data pesan SMS tidak dibarengi dengan penghapusan bit pada memori,

b. Pengesahan Hibah Langsung yang bersumber dari Dalam Negeri dalam bentuk uang sebesar yang telah diterima dan belanja yang bersumber dari hibah langsung yang bersumber dari

2206112011 Konteks : Di sebuah los kecil yang menjual beberapa jenis burung telah terjadi percakapan antara seorang laki-laki penjual burung dengan pembeli yang

Karena pemuaian panas minyak isolasi lebih tinggi dibandingkan dengan pemuaian volume dari kabel, tidak akan cukup tempat didalam selubung logam untuk mengakomodasi jumlah

Pada bagian ruang lingkup unit kerja, penulis akan menjelaskan tentang ruang lingkup pekerjaan yang menjadi tanggung jawab bagian processing di PT. Memproses dan

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata variabel X siswa 69,96 berkategori “cukup” kemudian setelah diterapkan model discovery

Penelitian ini mempunyai implikasi bahwa untuk meningkatkan motivasi ber technopreneurship pada siswa Jurusan Teknik Komputer dan Jaringan SMK Tamansiswa Jetis

Suatu survei yang menyangkut veteran Vietnam disebutkan bahwa 15% dari veteran tersebut mengalami gangguan stres paca-traumatik sejak kepulangan mereka