• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Geografis Tungau Parasit Nyamuk Aedes Sp. di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue di Propinsi Jawa Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Distribusi Geografis Tungau Parasit Nyamuk Aedes Sp. di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue di Propinsi Jawa Tengah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Biosfera 29 (2) Mei 2012 Simpulan

Hasil penelitian uji efikasi dua insektisida aerosol dengan menggunakan beberapa strain Aedes aegypti dan dua kandang yang berbeda ukuran disimpulkan bahwa:

1. Penggunaan strain Aedes aegypti yang berbeda mengakibatkan perbedaan kecepatan waktu jatuh KT (50 knock down time 50 %). Pada semua perlakuan, Knock down time paling cepat dan berbeda nyata diperoleh pada strain rentan insektisida yaitu strain VCRU. 2. Ukuran kandang 15 X 15 X 15 cm secara

umum lebih baik jika dibandingkan kandang 30 X30 X 30 cm, karena dapat memberikan hasil yang konsisten, dalam arti kecepatan jatuh strain rentan VCRU selalu lebih cepat jika dibandingkan dengan strain lainnya (JKT, BDG, dan SBY) untuk kedua insektisida aerosol

® ®

yang digunakan (Baygon dan HIT ) Maka perlu adanya protokol uji efikasi insektisida rumah tangga yang standar (baku) yang dikeluarkan oleh Komisi Pestisida, terutama hal yang berkaitan dengan penggunaan strain Ae. aegypti rentan dan penetapan ukuran kandang baku yang digunakan dalam uji efikasi insektisida dengan menggunakan ruang Peet-Grady. Keduanya menjadi penting agar hasil uji efikasi dapat dibandingkan oleh berbagai pihak dan tidak memberikan interpretasi yang berbeda.

Ucapan Terimakasih

Terimakasih kepada Ketua Labora-torium Entomologi SITH ITB, yang sudah memberikan izin dan fasilitas laboratorium untuk pelaksanaan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Ahmad, I; Astari, S; and Tan, M. 2007. Resistance of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) in 2006 to Phyrethroid Insecticides in Indonesia and Its Association with Oxidase and Esterase Levels. Pakistan J. Biol Sciences, 10(20): 3688-3692

Campbell, N.A and Reece, J.B. 2002. t h

Biology, 6 edition. Benjamin Cummings, San Francisco

Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2004. Metode Pengujian Efikasi Hygene

Lingkungan. Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta

Khadri, M.S. Kwok, K.L., Noor, M.I, and Lee, H.L. 2009. Efficacy of commercial household insecticide aerosols sprays against Aedes aegypti (Linn.) under simulated field conditions. Southeast Asian J. Trop Med Public Health. 40(6):1226-34.

Lima, J.B.P; Da-Cunha, M.P; Junior, R.C.D.S; Galardo, A.K.R; Soares, S.D.S; Braga, I.A; Ramos, R.I; and Valle, D. 2003. Resistance of Aedes aegypti to organophospates in several munipalities In The State Of Rio Janeiro And Espirito Santo, Brazil. Am. J. Trop. Med Hyg., 68(3): 320-333 Matoba, Y; Ohnishi, J; and Matsuo, M. 1993.

A Simulation Of Insecticides In Indoor A e r o s o l S p a c e S p r a y i n g . Chemosphere, 26(6): 1167-1186

Matsumura, F. 1985. Toxicology of nd

Insecticides, 2 edition. Plenum Press, New York

Pennetier, C; Corbel, V; and Hougard, J.M. 2005. combination of a non-pyrethroid insecticide and a repellent: a new approach for controlling knockdown-resistant mosquitoes. Am. J. Trop. Med Hyg., 72(6): 739-744

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.07/Permentan/SR.140/ 2 / 2 0 0 7 . S y a r a t d a n Ta t a c a r a Pendaftaran Pestisida. Jakarta: Menteri Pertanian Republik Indonesia Srinivasan, R and Kalyanasundaram, M.

2006. Ultra low volume aerosol application of deltacide (deltamethrin 0.5% w/v, S-bioallethrin 0.71% w/v & piperonyl butoxide 8.9% w/v) Against Mosquitoes. Indian J Med Res, 123: 55-60

WHO. 1996. Report Of The WHO Informal Consultation Of The Evaluating And Testing Of Insecticides. Division of Control of Tropical Diseases, Geneva Widiarti; Damar, T.B dan R.A Yuniarti. 1997.

Uji bioefekasi beberapa insektisida rumah tangga semprot (aerosol)

terhadap nyamuk rumah Culex

quinquefasciatus. Majalah Kesehatan Depkes, 56: 28-30

nd Zar, J.H. 1984. Biostastitical analysis, 2

edition. Prentice Hall, New Jersey

Distribusi Geografis Tungau Parasit Nyamuk

Aedes Sp.

di Daerah Endemis

Demam Berdarah Dengue di Propinsi Jawa Tengah

1) 2)

Bambang Heru Budianto dan Retno Widiastuti

1)

Fak. Biologi, Unsoed, Purwokerto

2)

Fak. Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Unsoed, Purwokerto *E-mail: bhbudianto@gmail.com

Diterima Agustus 2011 disetujui untuk diterbitkan Mei 2012

Abstract

The geographical distribution patterns of parasitic mites determine the types of parasitic mites that should be developed in these endemic geographical regions. Types of parasitic mites and the patterns of geographic distribution of parasitic mites of Aedes sp. in dengue endemic areas in Central Java Province have not been determined yet. The purpose of this research was to determine the parasitic mite and geographical distribution patterns in dengue endemic areas in Central Java Province. All stages of the experiment were conducted by using a survey method with random sampling technique. Sampling area for Semarang City included the counties of Central Semarang and Tembalang, whereas for Banjarnegara including the villages of Krandegan, Kutabanjar, Parakancanggah, and Sokanandi, and the county of Karanganyar City, Karanganyar. Larvae, pupae and adult stages of Aedes mosquitoes. were sampled during the rainy season. Types of parasitic mites were identified using Walter & Proctor (1999), Pesic (2003) and Gerecke (2004) references. The average value and variance were analyzed for the number of each stage to determine the geographic distribution pattern of parasitic mites. The infection ability was determined by the average intensity of parasitic mites and the prevalence value. The results demonstrated that the families of parasitic mites that infect the larvae of Aedes sp. in dengue endemic areas in Central Java Province were Pionidae 1, Histiostomatidae, Hydryphantidae, Hydrachnidae 1, Arrenuridae, Hydrachnidae 2 and Pionidae 2. Based on the frequency of occurrence, prevalence and the ability to infect, it was concluded that family Histostomatidae is a potential candidate for biocontrol agent of Aedes sp larvae. The distribution pattern of parasitic mite families in endemic areas of dengue fever in Central Java Province, showed a random distribution pattern.

Key words: : Dengue-endemic areas, parasitic mite family, larvae of Aedes sp., distribution pattern

Abstrak

Pola distribusi geografis kutu parasit menentukan tipe kutu parasit yang harus dikembangkan di daerah endemik ini. Tipe kutu parasit dan pola distribusi geografis Aedes sp. di daerah endemik demam berdarah Jawa Tengah belum diketahui. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kutu parasit dan pola distribusi geografisnya demam berdarah di Jawa Tengah. Semua fase eksperimen dilakukan dengan menggunakan metode survai dengan teknik pengambilan sampel secara acak. Daerah sampling di Kota Semarang meliputi Semarang Tengah terutama Tembalang, sedangkan untuk Banjarnegara meliputi Desa Krandegan, Kutabanjar, Parakancanggah, dan Sokanandi, sedangkan Kota Karanganyar, meliputi Karanganyar. Larva, pupa dan fase dewasa dari nyamuk Aedes diambil sampelnya selama musim penghujan. Tipe parasit diidentifikasi dengan acuan Walter & Proctor (1999), Pesic (2003) dan Gerecke (2004). Nilai rerata dan varian dianalisis untuk jumlah masing-masing fase untuk mengetahui pola distribusi geografis parasit tersebut kemampuan infeksi ditentukan dengan intensitas rerata parasit dan nilai prevalen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa famili parasit yang menginfeksi larvae Aedes sp. di daerah endemik demam berdarah Jawa Tengah adalah Pionidae-1, Histiostomatidae, Hydryphantidae, Hydrachnidae-1, Arrenuridae, Hydrachnidae-2 dan Pionidae-2. Berdasarkan frekuensi kemunculannya, nilai prevalen dan kemampuan untuk menginfeksi, dapat disimpulkan bahwa famili Histostomatidae adalah kandidat paling potensial untuk agen biokontrol agent larva Aedes sp. Pola distribusi famili parasit di daerah endemik demam berdarah di Jawa Tengah menunjukkan pola random.

Kata kunci: daerah endemik demam berdarah, famili parasit, larvae Aedes sp., pola distribusi

8

(2)

Materi dan Metode

Percobaan dilakukan secara bertahap meliputi kegiatan penentuan : 1). seleksi tungau parasit berbasis prevalensi dan kemampuan menginfeksi dari stadium larva, pupa dan nyamuk dewasa Aedes sp. pada 3 daerah endemis DBD yang mewakili wilayah dataran rendah hingga tinggi, 2). pola distribusi tungau parasit pada 3 daerah endemis DBD yang mewakili wilayah dataran rendah hingga tinggi.

Berdasarkan tahapan percobaan tersebut maka metode penelitian untuk seluruh tahap percobaan menggunakan metoda survai dengan teknik pengambilan sampel secara acak pada 3 daerah endemis DBD yang mewakili wilayah dataran rendah hingga tinggi. Ke tiga daerah endemis DBD tersebut adalah kota Semarang yang mewakili wilayah dataran rendah (0 – 100 m dpl.), Banjarnegara dan Karanganyar yang mewakili wilayah dataran tinggi (100 m – 500 m dpl. Pengambilan sampel dilakukan pada musim hujan sejak bulan Juli sampai Oktober 2010, baik terhadap larva (jentik), pupa maupun stadium dewasa nyamuk Aedes sp.

Pengkoleksian stadium dewasa nyamuk Aedes sp. dilakukan dengan menggunakan light trap. Koleksi larva, nimfa dan pupa dilakukan dengan mencari tempat-tempat perindukan nyamuk, baik di pohon berlubang maupun kaleng-kaleng bekas di luar rumah. Pohon yang berlubang dan kaleng-kaleng bekas diperiksa satu per satu, jika di dalamnya terdapat air dan tahap larva dan pupa Aedes sp., maka air bersama tahapan nyamuk tersebut dikeluarkan dan ditampung dalam wadah plastik. Larva, pupa ataupun stadium dewasa nyamuk Aedes sp. yang diperoleh dibawa ke laboratorium dalam keadaan hidup dan selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop untuk dicatat ada tidaknya tungau parasit guna menentukan intensitas serangan rata-rata tungau parasit lokal serta nilai prevalensi-nya. Berdasarkan pembandingan ke dua

nilai tersebut, akan terseleksi satu jenis tungau parasit yang selalu menginfeksi Aedes sp. dengan prevalensi yang tinggi. Sedangkan, pola distribusi tungau parasit dilakukan berdasarkan keputusan berikut yaitu :

2 a. Pola distribusi mengelompok jika S >

2 b. Pola distribusi acak jika S = X

2 c. Pola distribusi teratur jika S < X Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di wilayah kota Semarang tepatnya dikecamatan Tembalang diperoleh 3 jenis tungau parasit yang menginfeksi larva nyamuk Aedes sp. Ke tiga jenis tungau parasit tersebut adalah familia Hydra-chnidae 1, Arrenuridae dan Histiostomatidae 1. Tidak ditemukan satupun jenis tungau parasit pada stadium pupa dan dewasa nyamuk Aedes sp.

Berbeda dengan di kota Semarang, di kabupaten Karanganyar diperoleh 3 familia tungau parasit air, yaitu Hydryphantidae, Histiostomatidae 1 dan 2 yang berparasit pada larva nyamuk. Tidak diperoleh satupun jenis tungau parasit pada pupa maupun nyamuk Aedes sp. dewasa.

Berbeda dengan di kota Semarang dan kabupaten Karanganyar, di kabupaten Banjarnegara diperoleh lebih banyak familia tungau parasit dengan jumlah individu mencapai 30 ekor. Familia tungau parasit yang ditemukan pada segmen abdomen nyamuk Aedes sp. meliputi familia Pionidae 1, familia Histiostomatidae 1, familia Hydryphantidae, familia Hydrachnidae 1, familia Arrenuridae 2, familia Hydrachnidae 2 dan familia Pionidae 2.

Berdasarkan jenis familia tungau parasit dan frekuensi kemunculannya baik pada nyamuk Aedes sp. yang ditangkap di kota Semarang, Karanganyar maupun Banjarnegara, maka familia Histiosto-matidae mempunyai frekuensi kemunculan tertinggi (tabel 4.1).

Budianto, Bambang Heru dkk., Distribusi Geografis Tungau Nyamuk. 65 - 70

Pendahuluan

Topografi Provinsi Jawa Tengah terdiri dari wilayah daratan dengan ketinggian antara 0 – 100 m dari permukaan laut (dpl.) yang memanjang di sepanjang pantai utara dan selatan seluas 53,3%. Ketinggian wilayah ini diwakili oleh kabupaten Brebes hingga kabupaten Rembang sepanjang pantai utara, sedangkan sepanjang pantai selatan diwakili oleh kabupaten Cilacap sampai Wonogiri. Ketinggian 100 – 1.000 m dpl. yang memanjang pada bagian tengah pulau seluas 42,1% dan ketinggian di atas 1.000 m dpl. seluas 4,6 %. Wilayah dengan ketinggian 100 sampai di atas 1.000 m dpl. dapat dijumpai mulai dari kabupaten Purbalingga hingga kabupaten Blora, S r a g e n d a n K a r a n g a n y a r (w w w. jawatengah.go.id).

Berdasarkan kondisi geografis sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka propinsi ini memiliki iklim tropis, d e n g a n s u h u r a t a - r a t a a d a l a h

o o

24,8 C–31,8 C dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.618 mm. Kondisi geografis dan iklim tropis wilayah-wilayah propinsi Jawa Tengah sebagaimana telah dikemukakan menyebabkan perkembangan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan oleh virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes sp. relatif merata diseluruh kabupaten ataupun kota di propinsi Jawa Tengah. Dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, ada 34 kabupaten atau kota yang dinyatakan daerah endemis DBD pada tahun 2007. Sedangkan satu-satunya kabupaten yang dinyatakan bukan wilayah e n d e m i s d e m a m b e r d a r a h a d a l a h Wonosobo (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2009).

Meluasnya distribusi nyamuk demam berdarah di Jawa Tengah menunjukkan kekurangberhasilan pengendalian nasional yang selama ini diterapkan. Meskipun demikian, hasil penelitian Budianto (2007) memberikan harapan baru yang lebih ramah terhadap lingkungan. Budianto (2007) mencatat ada 2 familia tungau parasit larva nyamuk A. aegypti yang diduga mati akibat parasitasi familia tungau parasit tersebut. Ke dua familia tersebut adalah Hydryphantidae dan Pionidae, dengan 2 genera yang masing-masing teridentifikasi awal sebagai genera Hydryphantes dan Piona.

Konfirmasi hasil penelitian Budianto (2007) oleh Budianto dan Setyowati (2009)

mendapatkan 2 jenis tungau parasit pada Aedes sp. yaitu Arrenurus sp. dan Piona sp. y a n g m e m p u n y a i p r e v a l e n s i d a n kemampuan menginfeksi yang tinggi terhadap larva nyamuk Aedes sp. di kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Selain p e n e l i t i t e r s e b u t , S m i t h ( 1 9 8 2 ) mengemukakan bahwa familia tungau parasit Arrenuridae mempunyai potensi sebagai tungau parasit seluruh stadium perkembangan nyamuk, baik telur, larva, pupa maupun nyamuk dewasa.

Hasil penelitian Esteva et al. (2007) membuktikan bahwa hampir 60% individu nyamuk Aedes sp. mengalami kematian akibat parasitisme tungau Arrenurus. Dikemukakan lebih lanjut oleh Esteva et al. (2007) bahwa semakin tinggi laju parasitisme, semakin besar pula mortalitas pada nyamuk. Bohonak et al. (2004) mengemukakan bahwa karena sifat tungau parasit yang obligat maka kemampuan menemukan dan menginfeksi inangnya yaitu Aedes sp. harus tinggi. Tingginya kemampuan menemukan dan menginfeksi tungau parasit ditunjukkan oleh jenis inang yang tidak hanya A. aegypti namun juga A. albopictus.

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa meratanya jumlah kasus DBD di kabupaten atau kota di Jawa Tengah, selain m e n u n j u k k a n m e l u a s n y a d i s t r i b u s i geografis nyamuk Aedes sp., juga menunjukkan adanya satu atau lebih faktor l i n g k u n g a n y a n g b e r p e r a n d a l a m menentukan kemampuan menemukan dan menginfeksi tungau parasit. Berbagai faktor lingkungan tersebut diantaranya adalah temperatur dan kelembaban udara, pH air, curah hujan, musim dan ketersediaan tempat perindukan, diduga menjadi salah satu faktor lingkungan yang pada kondisi tertentu menjadi faktor kunci yang menentukan distribusi geografis tungau parasit tersebut dan tingkat keberhasilannya menginfeksi nyamuk Aedes sp.

Berdasarkan berbagai asumsi yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah menentukan jenis tungau parasit yang mempunyai prevalensi dan kemampuan menginfeksi tertinggi dan pola distribusi geografis tungau parasit pada nyamuk Aedes sp. di daerah endemis DBD di propinsi Jawa Tengah.

(3)

Materi dan Metode

Percobaan dilakukan secara bertahap meliputi kegiatan penentuan : 1). seleksi tungau parasit berbasis prevalensi dan kemampuan menginfeksi dari stadium larva, pupa dan nyamuk dewasa Aedes sp. pada 3 daerah endemis DBD yang mewakili wilayah dataran rendah hingga tinggi, 2). pola distribusi tungau parasit pada 3 daerah endemis DBD yang mewakili wilayah dataran rendah hingga tinggi.

Berdasarkan tahapan percobaan tersebut maka metode penelitian untuk seluruh tahap percobaan menggunakan metoda survai dengan teknik pengambilan sampel secara acak pada 3 daerah endemis DBD yang mewakili wilayah dataran rendah hingga tinggi. Ke tiga daerah endemis DBD tersebut adalah kota Semarang yang mewakili wilayah dataran rendah (0 – 100 m dpl.), Banjarnegara dan Karanganyar yang mewakili wilayah dataran tinggi (100 m – 500 m dpl. Pengambilan sampel dilakukan pada musim hujan sejak bulan Juli sampai Oktober 2010, baik terhadap larva (jentik), pupa maupun stadium dewasa nyamuk Aedes sp.

Pengkoleksian stadium dewasa nyamuk Aedes sp. dilakukan dengan menggunakan light trap. Koleksi larva, nimfa dan pupa dilakukan dengan mencari tempat-tempat perindukan nyamuk, baik di pohon berlubang maupun kaleng-kaleng bekas di luar rumah. Pohon yang berlubang dan kaleng-kaleng bekas diperiksa satu per satu, jika di dalamnya terdapat air dan tahap larva dan pupa Aedes sp., maka air bersama tahapan nyamuk tersebut dikeluarkan dan ditampung dalam wadah plastik. Larva, pupa ataupun stadium dewasa nyamuk Aedes sp. yang diperoleh dibawa ke laboratorium dalam keadaan hidup dan selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop untuk dicatat ada tidaknya tungau parasit guna menentukan intensitas serangan rata-rata tungau parasit lokal serta nilai prevalensi-nya. Berdasarkan pembandingan ke dua

nilai tersebut, akan terseleksi satu jenis tungau parasit yang selalu menginfeksi Aedes sp. dengan prevalensi yang tinggi. Sedangkan, pola distribusi tungau parasit dilakukan berdasarkan keputusan berikut yaitu :

2 a. Pola distribusi mengelompok jika S >

2 b. Pola distribusi acak jika S = X

2 c. Pola distribusi teratur jika S < X Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di wilayah kota Semarang tepatnya dikecamatan Tembalang diperoleh 3 jenis tungau parasit yang menginfeksi larva nyamuk Aedes sp. Ke tiga jenis tungau parasit tersebut adalah familia Hydra-chnidae 1, Arrenuridae dan Histiostomatidae 1. Tidak ditemukan satupun jenis tungau parasit pada stadium pupa dan dewasa nyamuk Aedes sp.

Berbeda dengan di kota Semarang, di kabupaten Karanganyar diperoleh 3 familia tungau parasit air, yaitu Hydryphantidae, Histiostomatidae 1 dan 2 yang berparasit pada larva nyamuk. Tidak diperoleh satupun jenis tungau parasit pada pupa maupun nyamuk Aedes sp. dewasa.

Berbeda dengan di kota Semarang dan kabupaten Karanganyar, di kabupaten Banjarnegara diperoleh lebih banyak familia tungau parasit dengan jumlah individu mencapai 30 ekor. Familia tungau parasit yang ditemukan pada segmen abdomen nyamuk Aedes sp. meliputi familia Pionidae 1, familia Histiostomatidae 1, familia Hydryphantidae, familia Hydrachnidae 1, familia Arrenuridae 2, familia Hydrachnidae 2 dan familia Pionidae 2.

Berdasarkan jenis familia tungau parasit dan frekuensi kemunculannya baik pada nyamuk Aedes sp. yang ditangkap di kota Semarang, Karanganyar maupun Banjarnegara, maka familia Histiosto-matidae mempunyai frekuensi kemunculan tertinggi (tabel 4.1).

Budianto, Bambang Heru dkk., Distribusi Geografis Tungau Nyamuk. 65 - 70

Pendahuluan

Topografi Provinsi Jawa Tengah terdiri dari wilayah daratan dengan ketinggian antara 0 – 100 m dari permukaan laut (dpl.) yang memanjang di sepanjang pantai utara dan selatan seluas 53,3%. Ketinggian wilayah ini diwakili oleh kabupaten Brebes hingga kabupaten Rembang sepanjang pantai utara, sedangkan sepanjang pantai selatan diwakili oleh kabupaten Cilacap sampai Wonogiri. Ketinggian 100 – 1.000 m dpl. yang memanjang pada bagian tengah pulau seluas 42,1% dan ketinggian di atas 1.000 m dpl. seluas 4,6 %. Wilayah dengan ketinggian 100 sampai di atas 1.000 m dpl. dapat dijumpai mulai dari kabupaten Purbalingga hingga kabupaten Blora, S r a g e n d a n K a r a n g a n y a r (w w w. jawatengah.go.id).

Berdasarkan kondisi geografis sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka propinsi ini memiliki iklim tropis, d e n g a n s u h u r a t a - r a t a a d a l a h

o o

24,8 C–31,8 C dengan curah hujan tahunan rata-rata 2.618 mm. Kondisi geografis dan iklim tropis wilayah-wilayah propinsi Jawa Tengah sebagaimana telah dikemukakan menyebabkan perkembangan jumlah kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan oleh virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes sp. relatif merata diseluruh kabupaten ataupun kota di propinsi Jawa Tengah. Dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah, ada 34 kabupaten atau kota yang dinyatakan daerah endemis DBD pada tahun 2007. Sedangkan satu-satunya kabupaten yang dinyatakan bukan wilayah e n d e m i s d e m a m b e r d a r a h a d a l a h Wonosobo (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2009).

Meluasnya distribusi nyamuk demam berdarah di Jawa Tengah menunjukkan kekurangberhasilan pengendalian nasional yang selama ini diterapkan. Meskipun demikian, hasil penelitian Budianto (2007) memberikan harapan baru yang lebih ramah terhadap lingkungan. Budianto (2007) mencatat ada 2 familia tungau parasit larva nyamuk A. aegypti yang diduga mati akibat parasitasi familia tungau parasit tersebut. Ke dua familia tersebut adalah Hydryphantidae dan Pionidae, dengan 2 genera yang masing-masing teridentifikasi awal sebagai genera Hydryphantes dan Piona.

Konfirmasi hasil penelitian Budianto (2007) oleh Budianto dan Setyowati (2009)

mendapatkan 2 jenis tungau parasit pada Aedes sp. yaitu Arrenurus sp. dan Piona sp. y a n g m e m p u n y a i p r e v a l e n s i d a n kemampuan menginfeksi yang tinggi terhadap larva nyamuk Aedes sp. di kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Selain p e n e l i t i t e r s e b u t , S m i t h ( 1 9 8 2 ) mengemukakan bahwa familia tungau parasit Arrenuridae mempunyai potensi sebagai tungau parasit seluruh stadium perkembangan nyamuk, baik telur, larva, pupa maupun nyamuk dewasa.

Hasil penelitian Esteva et al. (2007) membuktikan bahwa hampir 60% individu nyamuk Aedes sp. mengalami kematian akibat parasitisme tungau Arrenurus. Dikemukakan lebih lanjut oleh Esteva et al. (2007) bahwa semakin tinggi laju parasitisme, semakin besar pula mortalitas pada nyamuk. Bohonak et al. (2004) mengemukakan bahwa karena sifat tungau parasit yang obligat maka kemampuan menemukan dan menginfeksi inangnya yaitu Aedes sp. harus tinggi. Tingginya kemampuan menemukan dan menginfeksi tungau parasit ditunjukkan oleh jenis inang yang tidak hanya A. aegypti namun juga A. albopictus.

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa meratanya jumlah kasus DBD di kabupaten atau kota di Jawa Tengah, selain m e n u n j u k k a n m e l u a s n y a d i s t r i b u s i geografis nyamuk Aedes sp., juga menunjukkan adanya satu atau lebih faktor l i n g k u n g a n y a n g b e r p e r a n d a l a m menentukan kemampuan menemukan dan menginfeksi tungau parasit. Berbagai faktor lingkungan tersebut diantaranya adalah temperatur dan kelembaban udara, pH air, curah hujan, musim dan ketersediaan tempat perindukan, diduga menjadi salah satu faktor lingkungan yang pada kondisi tertentu menjadi faktor kunci yang menentukan distribusi geografis tungau parasit tersebut dan tingkat keberhasilannya menginfeksi nyamuk Aedes sp.

Berdasarkan berbagai asumsi yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah menentukan jenis tungau parasit yang mempunyai prevalensi dan kemampuan menginfeksi tertinggi dan pola distribusi geografis tungau parasit pada nyamuk Aedes sp. di daerah endemis DBD di propinsi Jawa Tengah.

(4)

Biosfera 29 (2) Mei 2012

No. Familia tungau parasit Semarang Karanganyar Banjarnegara Total

1 Pionidae - - 3 3 2 Histiostomatidae 1 3 12 16 3 Hydryphantidae - 1 10 11 4 Hydrachnidae 1 - 4 5 5 Arrenuridae 2 - 1 3 H a s i l a n a l i s i s p r e v a l e n s i d a n kemampuan menginfeksi untuk setiap kota atau kabupaten menunjukkan bahwa prevalensi nyamuk Aedes sp. terinfeksi dan kemampuan familia tungau parasit

menginfeksi nyamuk Aedes sp. di kabupaten Banjarnegara paling tinggi dibandingkan yang diperoleh di kota Semarang maupun kabupaten Karanganyar (tabel 2).

Tabel 2. Prevalensi (P) larva nyamuk Aedes sp. terinfeksi tungau parasit dan kemampuan menginfeksi (MI) tungau parasit terhadap larva nyamuk Aedes sp.

Table 2. Prevalence (P) of Aedes larvae infected by parasitic mites and infection ability (MI) of the parasitic mites on Aedes larvae

No. Lokasi sampling larva larva yang mengandung

tungau parasit

P (%) MI (%)

1 Semarang 1.077 5 0,46 0,28

2 Karanganyar 786 4 0,51 0,38

3 Banjarnegara 1.360 30 2,20 0,5

Berdasarkan hasil analisis pola distribusi, maka diketahui bahwa familia-familia tungau parasit yang menginfeksi

larva nyamuk Aedes sp. mempunyai pola distribusi yang acak baik di kota Semarang, Karanganyar maupun Banjarnegara (tabel 4.3).

Tabel 3. Pola distribusi tungau parasit di Semarang, Kabupaten Karanganyar dan Banjarnegara

Table 3. Distribution pattern of parasitic mites in Semarang, Karanganyar Regency, and Banjarnegara

No. Lokasi sampling 2

s x Pola distribusi

1 Semarang 0,005 0,005 Acak

2 Karanganyar 0,005 0,005 Acak

3 Banjarnegara 0,022 0,022 Acak

2

Keterangan : s = variansi; x = nilai rata-rata

Hasil analisis distribusi geografis menunjukkan bahwa nilai rata-rata individu tungau parasit pada larva nyamuk Aedes sp. sama dengan nilai variansinya yang artinya kedua jenis tungau pada masing-masing lokasi penelitian memiliki pola distribusi acak. Sama acaknya distribusi berbagai jenis tungau parasit diduga terkait dengan distribusi dari Aedes sp. Menurut Ambarwati et al. (2006), nyamuk Aedes sp. mempunyai kemampuan terbang sejauh 400 meter. Selain kemampuan terbang, mobilitas m a n u s i a t e r u t a m a m e l a l u i s a r a n a transportasi diduga merupakan sarana bagi nyamuk Aedes sp. untuk terdistribusi lebih jauh.

Selain faktor-faktor tersebut, selalu tersedianya tempat perindukan berkaitan dengan musim hujan saat penelitian, diduga menjadi faktor lain yang menyebabkan sama acaknya distribusi jenis-jenis tungau di lokasi sampling.

Simpulan

a. Familia tungau parasit yang menginfeksi larva Aedes sp. di daerah endemis Demam Berdarah Dengue di Propinsi Jawa Tengah adalah familia Pionidae 1, Histiostomatidae, Hydryphantidae, Hydrachnidae 1, Arrenuridae, Hydra-chnidae 2 dan Pionidae 2

b. Berbasis frekuensi kemunculan, pre-valensi dan kemampuan menginfeksi, maka familia Histostomatidae berpotensi sebagai kandidat agen biokontrol larva Aedes sp.

c. Distribusi familia-familia tungau parasit di daerah endemis Demam Berdarah Dengue di Propinsi Jawa Tengah mempunyai pola distribusi acak.

Saran

Perlu dilakukan penelitian uji kemampuan menginfeksinya dalam skala laboratorium untuk memastikan bahwa familia Histostomatidae merupakan kandidat yang berpotensi sebagai agen biokontrol

Ucapan Terima Kasih

Tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada Direktur DP2M, Dikti, Jakarta yang telah memberikan dana melalui program Hibah Kompetensi tahun anggaran pertama, tahun 2010.

Daftar Pustaka

Ambarwati, Sri Darnoto, dan Dwi Astuti. 2006. Fogging sebagai upaya untuk Memberantas Nyamuk Penyebar Demam Berdarah di Dukuh Tuwak Desa Gonilan, Kartasura, Sukoharjo. U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h Surakarta. Warta, 9(2) : 130 – 138. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah,

2007. Stratifikasi Endemisitas DBD Propinsi Jawa Tengah Tahun 2007. www.dinkesjatengprov.go.id

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2009. Stratifikasi Endemisitas DBD Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009. www.dinkesjatengprov.go.id

Budianto, B.H., 2007. Keragaman Tungau Air pada stadium pradewasa nyamuk Aedes aegypti. Penelitian Mandiri, F a k u l t a s B i o l o g i , U n s o e d , Purwokerto.

Budianto, B.H. dan H. Pratiknyo, 2005. Pengendalian Brevipalpus phoenicis menggunakan tungau predator A m b l y s e i u s d e l e o n i r e s i s t e n pestisida di Perkebunan Teh Tambi, Wonosobo. Hibah Bersaing XIII Tahun Pertama, DP2M DIKTI, Jakarta.

____________________________, 2006. Pengendalian Brevipalpus phoenicis menggunakan tungau predator A m b l y s e i u s d e l e o n i r e s i s t e n pestisida di Perkebunan Teh Tambi, Wonosobo. Hibah Bersaing XIII Tahun Kedua, DP2M DIKTI, Jakarta. ____________________________, 2007.

Pengendalian Tetranychus urticae menggunakan tungau predator Phytoseius crinitus. Penelitian Terapan, DIKTI Jawa Tengah, Semarang.

____________________________, 2009. Faktor Kunci Dan Strategi Pelepasan Phytoseius Crinitus Swirski Et Schebter Dalam Pengendalian Tetranychus Urticae Pada Tanaman Singkong (Manihot Esculenta). Stranas Angkatan I tahun 2009, DIPA Unsoed, Purwokerto

Budianto, B.H. dan E.A. Setyowati, 2009. Seleksi Tungau Parasit Lokal Yang B e r p o t e n s i S e b a g a i A g e n Pengendali Hayati Larva Aedes aegypti. Penelitian I'MHERE, Unsoed, Purwokerto.

Tabel 1. Familia tungau parasit dan frekuensi kemunculannya pada nyamuk Aedes yang ditangkap di kota Semarang, Karanganyar maupun Banjarnegara

Table 1. Families of parasitic mites and presence frequency of Aedes mosquitoes from Semarang City, Karanganyar and Banjarnegara

(5)

Biosfera 29 (2) Mei 2012

No. Familia tungau parasit Semarang Karanganyar Banjarnegara Total

1 Pionidae - - 3 3 2 Histiostomatidae 1 3 12 16 3 Hydryphantidae - 1 10 11 4 Hydrachnidae 1 - 4 5 5 Arrenuridae 2 - 1 3 H a s i l a n a l i s i s p r e v a l e n s i d a n kemampuan menginfeksi untuk setiap kota atau kabupaten menunjukkan bahwa prevalensi nyamuk Aedes sp. terinfeksi dan kemampuan familia tungau parasit

menginfeksi nyamuk Aedes sp. di kabupaten Banjarnegara paling tinggi dibandingkan yang diperoleh di kota Semarang maupun kabupaten Karanganyar (tabel 2).

Tabel 2. Prevalensi (P) larva nyamuk Aedes sp. terinfeksi tungau parasit dan kemampuan menginfeksi (MI) tungau parasit terhadap larva nyamuk Aedes sp.

Table 2. Prevalence (P) of Aedes larvae infected by parasitic mites and infection ability (MI) of the parasitic mites on Aedes larvae

No. Lokasi sampling larva larva yang mengandung

tungau parasit

P (%) MI (%)

1 Semarang 1.077 5 0,46 0,28

2 Karanganyar 786 4 0,51 0,38

3 Banjarnegara 1.360 30 2,20 0,5

Berdasarkan hasil analisis pola distribusi, maka diketahui bahwa familia-familia tungau parasit yang menginfeksi

larva nyamuk Aedes sp. mempunyai pola distribusi yang acak baik di kota Semarang, Karanganyar maupun Banjarnegara (tabel 4.3).

Tabel 3. Pola distribusi tungau parasit di Semarang, Kabupaten Karanganyar dan Banjarnegara

Table 3. Distribution pattern of parasitic mites in Semarang, Karanganyar Regency, and Banjarnegara

No. Lokasi sampling 2

s x Pola distribusi

1 Semarang 0,005 0,005 Acak

2 Karanganyar 0,005 0,005 Acak

3 Banjarnegara 0,022 0,022 Acak

2

Keterangan : s = variansi; x = nilai rata-rata

Hasil analisis distribusi geografis menunjukkan bahwa nilai rata-rata individu tungau parasit pada larva nyamuk Aedes sp. sama dengan nilai variansinya yang artinya kedua jenis tungau pada masing-masing lokasi penelitian memiliki pola distribusi acak. Sama acaknya distribusi berbagai jenis tungau parasit diduga terkait dengan distribusi dari Aedes sp. Menurut Ambarwati et al. (2006), nyamuk Aedes sp. mempunyai kemampuan terbang sejauh 400 meter. Selain kemampuan terbang, mobilitas m a n u s i a t e r u t a m a m e l a l u i s a r a n a transportasi diduga merupakan sarana bagi nyamuk Aedes sp. untuk terdistribusi lebih jauh.

Selain faktor-faktor tersebut, selalu tersedianya tempat perindukan berkaitan dengan musim hujan saat penelitian, diduga menjadi faktor lain yang menyebabkan sama acaknya distribusi jenis-jenis tungau di lokasi sampling.

Simpulan

a. Familia tungau parasit yang menginfeksi larva Aedes sp. di daerah endemis Demam Berdarah Dengue di Propinsi Jawa Tengah adalah familia Pionidae 1, Histiostomatidae, Hydryphantidae, Hydrachnidae 1, Arrenuridae, Hydra-chnidae 2 dan Pionidae 2

b. Berbasis frekuensi kemunculan, pre-valensi dan kemampuan menginfeksi, maka familia Histostomatidae berpotensi sebagai kandidat agen biokontrol larva Aedes sp.

c. Distribusi familia-familia tungau parasit di daerah endemis Demam Berdarah Dengue di Propinsi Jawa Tengah mempunyai pola distribusi acak.

Saran

Perlu dilakukan penelitian uji kemampuan menginfeksinya dalam skala laboratorium untuk memastikan bahwa familia Histostomatidae merupakan kandidat yang berpotensi sebagai agen biokontrol

Ucapan Terima Kasih

Tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada Direktur DP2M, Dikti, Jakarta yang telah memberikan dana melalui program Hibah Kompetensi tahun anggaran pertama, tahun 2010.

Daftar Pustaka

Ambarwati, Sri Darnoto, dan Dwi Astuti. 2006. Fogging sebagai upaya untuk Memberantas Nyamuk Penyebar Demam Berdarah di Dukuh Tuwak Desa Gonilan, Kartasura, Sukoharjo. U n i v e r s i t a s M u h a m m a d i y a h Surakarta. Warta, 9(2) : 130 – 138. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah,

2007. Stratifikasi Endemisitas DBD Propinsi Jawa Tengah Tahun 2007. www.dinkesjatengprov.go.id

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2009. Stratifikasi Endemisitas DBD Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009. www.dinkesjatengprov.go.id

Budianto, B.H., 2007. Keragaman Tungau Air pada stadium pradewasa nyamuk Aedes aegypti. Penelitian Mandiri, F a k u l t a s B i o l o g i , U n s o e d , Purwokerto.

Budianto, B.H. dan H. Pratiknyo, 2005. Pengendalian Brevipalpus phoenicis menggunakan tungau predator A m b l y s e i u s d e l e o n i r e s i s t e n pestisida di Perkebunan Teh Tambi, Wonosobo. Hibah Bersaing XIII Tahun Pertama, DP2M DIKTI, Jakarta.

____________________________, 2006. Pengendalian Brevipalpus phoenicis menggunakan tungau predator A m b l y s e i u s d e l e o n i r e s i s t e n pestisida di Perkebunan Teh Tambi, Wonosobo. Hibah Bersaing XIII Tahun Kedua, DP2M DIKTI, Jakarta. ____________________________, 2007.

Pengendalian Tetranychus urticae menggunakan tungau predator Phytoseius crinitus. Penelitian Terapan, DIKTI Jawa Tengah, Semarang.

____________________________, 2009. Faktor Kunci Dan Strategi Pelepasan Phytoseius Crinitus Swirski Et Schebter Dalam Pengendalian Tetranychus Urticae Pada Tanaman Singkong (Manihot Esculenta). Stranas Angkatan I tahun 2009, DIPA Unsoed, Purwokerto

Budianto, B.H. dan E.A. Setyowati, 2009. Seleksi Tungau Parasit Lokal Yang B e r p o t e n s i S e b a g a i A g e n Pengendali Hayati Larva Aedes aegypti. Penelitian I'MHERE, Unsoed, Purwokerto.

Tabel 1. Familia tungau parasit dan frekuensi kemunculannya pada nyamuk Aedes yang ditangkap di kota Semarang, Karanganyar maupun Banjarnegara

Table 1. Families of parasitic mites and presence frequency of Aedes mosquitoes from Semarang City, Karanganyar and Banjarnegara

(6)

Biosfera 29 (2) Mei 2012

Esteva, L., G. Rivas dan H.M. Yang, 2007. Assessing The Effects Of Parasitism And Predation By Water Mites On The Mosquitoes. Tema Tend. Mat. Apl. Comput., 8, No. 1, 63-72.

Gerecke R. 2004. The water mites of Madagascar (Acari, Hydrachnidia): a revised list completed by original material conserved at the Muséum national d'Histoire naturelle, Paris. Zoosystema 26 (3) : 393-418.

Mullen & R. Gary, 1975. Acarine Parasites Of Mosquitoes I. A Critical Review Of All Known Records Of Mosquitoes Parasitized By Mites. Journal of Medical Entomology, Volume 12, Number 1, 30 April 1975 , pp. 27-36(10)

Nildimar A.H., P.H Cabello, C.T Codeco dan R.L. de Oliveira. 2006. Preliminary Data on the Performance of Aedes aegypti and Aedes albopictus Immatures Developing in Water-filled Tires in Rio de Janeiro. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, vol. 101(2): 225 – 228.

Pešić, V.M., 2003. Contribution To The Study Of Some Water Mites (Acari, Hydrachnidia) From Hungary. Folia Historico Naturalia Musei Matraensis 27: 49–51

Smith, B.P., 1982. The Potential of Mites As Biological Control Agents of Mosquitoes. In Biological Control of Pests by Mites. Edited by Hoy, M.A., G.L. Cunningham & L. Knutson. Proceedings of a Conference held April 5-7, 1982, at the University of California, Berkeley.

Walter D. E. & H. C. Proctor (1999). Mites: Ecology, Evolution and Behaviour. University of NSW Press, Sydney and CABI, Wallingford. ISBN 0-

Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Daun Salam (

Syzygium polyanthum

(Wight)

Walp.) terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans

secara in vitro

Any Fitriani, Yanti Hamdiyati, dan Ria Engriyani

Program Studi Biologi, Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

Jl. Dr. Setiabudi No. 229, Bandung 40154 Email: anyfitriani@yahoo.com

Diterima April 2012 disetujui untuk diterbitkan Mei 2012

Abstract

Antifungal activity of the ethanol extract of bay-leaf (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) against growth of the fungus Candida albicans in vitro has been conducted. Leaves of S. polyanthum has been known to have potential as antifungal for skin fungal pathogen. This study aims to determine antifungal activity of the ethanol extract of S. polyanthum leaves against growth of C. albicans. Activity test was done by disc-diffusion method and macro-dilution. This study used concentrations of ethanol leaf extract of S. polyanthum of 0.5%, 1%, 1.5%, 2%, and 2.5% (w/v). Negative control using 1% DMSO and positive controls using ketoconazole 30 mg/mL. The results shows that ethanol extract of leaves of S. polyanthum have activity as an antifungal. Ethanol extract of leaves of S. polyanthum based on the results of GCMS analysis of compounds containing chemical compounds such as terpenoids and fatty acids. Ethanol extract of leaves of S. polyanthum showed the highest inhibition zone diameter at a concentration of 1% (w/v) of 9.32 ± 0.21 mm. Value of Minimum inhibitory Concentration (MIC) for ethanol leaf extract of S. polyanthum present in a concentration of 0.5% (w/v) and the value of Minimum Fungicidal Concentration (MFC) present in a concentration of 1% (w/v).

Key Words: extract, Syzygium polyanthum, Candida albicans, antifungal

Abstrak

Aktivitas antijamur ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans secara in vitro telah dilakukan. Daun S. polyanthum telah diketahui memiliki potensi sebagai antijamur untuk patogen jamur kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antijamur ekstrak etanol S. polyanthum daun terhadap pertumbuhan C. albicans. Uji aktivitas dilakukan dengan metode difusi cakram dan makro-dilusi. Penelitian ini menggunakan konsentrasi ekstrak etanol daun S. polyanthum sebesar 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, dan 2,5% (b / v). Kontrol negatif menggunakan DMSO 1% dan kontrol positif menggunakan ketoconazole 30 mg / mL. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun S. polyanthum memiliki aktivitas sebagai antijamur. Ekstrak etanol dari daun S. polyanthum berdasarkan hasil analisis GCMS senyawa yang mengandung senyawa kimia seperti terpenoid dan asam lemak. Ekstrak etanol dari daun salam menunjukkan diameter daerah penghambatan tertinggi pada konsentrasi 1% (b / v) 9,32 ± 0,21 mm. Nilai Konsentrasi penghambatan minimum (MIC) untuk ekstrak etanol daun salam dalam konsentrasi 0,5% (b / v) dan nilai Konsentrasi Minimum fungisida (MFC) hadir dalam konsentrasi 1% (b / v) .

Kata Kunci: ekstrak, Syzygium polyanthum, Candida albicans, anti jamur.

Pendahuluan

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar kedua setelah Brazil. Kondisi tersebut tentu sangat potensial bagi

Indonesia dalam mengembangkan obat herbal yang berasal dari tanaman obat . Salah satu manfaat tanaman obat tradisional adalah sebagai antifungi. Salah satu tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai

Gambar

Tabel 3. Pola  distribusi  tungau  parasit  di  Semarang,  Kabupaten  Karanganyar  dan  Banjarnegara

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penilaian formatif bukanlah kuis dan tes (yang keduanya digunakan dapat penilaian sumatif); tetapi, penilaian ini melibatkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menyelidiki

[r]

Lampiran VI INSTRUMEN VALIDASI BAHAN AJAR MULTIMEDIA ADOBE FLASH AHLI PEMBELAJARAN BIDANG STUDI ILMU PENGETAHUAN ALAM IPA KELAS V PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BERBASIS ADOBE FLASH PADA

minzokushi o kaku toiukoto: Kankokujin ni yoru Nihon shakai no jinruigakuteki kenkyu to sono ninshikironteki kosatu.

Katakanlah: &#34;Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi

Makin banyak massa koagulan maka makin tinggi turbiditynya karena pengaruh dari banyaknya koagulan yang dimasukkan kedalam limbah deterjen buatan sehingga