V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8 p - I S S N : 2 4 6 0 - 3 8 3 X , e - I S S N : 2 4 7 7 - 8 2 4 9
REKONSTRUKSI KETIDAK ADILAN GENDER MELALUI PENDIDIKAN ISLAM
Mohammad Fahrur Rozi Universitas Madura Pamekasan
e-mail: mofahroz@gmail.com
Abstrak: Diskriminasi dalam kesetaraan gender merupakan sumber masalah dalam struktur kehidupan sosial yang disebabkan oleh budaya patriarkhis yang hampir terjadi pada seluruh lapisan masyarakat di dunia. Mengingat
Islam merupakan agama
rahmatan lil ‘alamin
yang dapat dijadikan sebagaipetunjuk bagi seluruh umat manusia, maka sepatutnya pendidikan Islam ikut andil didalamnya untuk memerangi ketidakadilan gender. Dengan berdasarkan al-Qur’an dan tafsir ayat-ayat gender diharapkan mampu meminimalisir kesalahpahaman tentang makna gender yang sebenarnya. Kata Kunci: Ketidakadilan Gender, Pendidikan Islam
Abstract: Discrimination in gender equality is a source of problems in structure of social life and can be caused by patriarchal culture that almost occurs in all walks of life in the world. Considering that, Islam is religion as
a rahmatan lil ‘alamin
that can be used as a guide for all humanity, it is fitting that Islamic education contributes it to combat gender injustice. Based on the Qur'an and interpretation of gender verses, it is expected to minimize misunderstandings about the true meaning of gender.Keywords: gender injustice, Islamic Education Prolog
Seiring perkembangan science dan teknologi yang semakin maju, memiliki dampak dalam berbagai aspek kehidupan manusia, meliputi ekonomi, budaya, sosial, pendidikan dan aspek lainnya. Akan tetapi manusia hidup tidak akan pernah lepas dan luput dari berbagai macam problema dan polemik dalam kehidupannya.Indonesia, misalnya merupakan Negara yang berkembang—yang notabane masyarakatnya hidup dalam tatanan konsep pluralis dan multikulturalis dalam berinteraksi baik dalam satu suku dengan suku yang lain, bahasa satu dengan bahasa lainnya.
Terlepas dari itu semua, ketimpangan dan ketidakadilan dalam tatanan sosial, profesi, bahkan dalam pendidikan sekalipun terjadi kebiasan dan ketidakadilan dalam gender.Mayoritas orang awam dan (sebagian masyarakat pedesaan yang berpendidikan rendah), menganggap bahwa
Rekonstruksi KetidakAdilan Gender Melalui Pendidikan Islam
V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8
137
kehidupan anak perempuan hanya berposisikan sebagai istri yang tugasnya mengurus anak, memasak, dan mengerjakan pekerjaan rumah lainnya (rumah, sumur dan kasur).Namun pada hakikatnya itu merupakan tugas istri yang sudah dikodratkan oleh Allah swt—walaupun tidak menutup kemungkinan, seorang perempuan atau istri dapat membantu menopang pekerjaan suami dengan berdagang di pasar, membuka usaha seperti toko, warung nasi, petani dan profesi lainnya.
Dalam aspek pendidikan, yang sering menjadi ketua kelas dan ketua OSIS adalah laki-laki ketimbang perempuan. Hal ini diasumsikan bahwa laki-laki lebih tegas dalam bertindak dan bijaksana dalam mengambil keputusan, terlebih lagi didasarkan pada ayat: ‚Bahwa suamimerupakan
pemimpin bagi istrinya‛.1 Persoalan inilah yang kemudian melemahkan
pemahaman sosial tentang kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan masyarakat dan akhirnya menempatkan dan meletakkan derajat perempuan lebih rendah dari pada laki-laki (sub-ordinasi).
Islam adalah agama
ya’lu>wa la> yu’la> ‘alaih
yang menjunjung tingginilai-nilai kemanusian serta persamaan hak dan kewajibannya.2Feminisme
1 "Para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya...." (QS. Al-Baqarah [2]: 228). "Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka...." (QS. Al-Nisa>' [4]: 34). ‚Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ru>f. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkat kelebihan daripada istrinya‛ (QS. Al-Baqarah [2]: 228). Tidaklah laki-laki itu (sama) seperti perempuan (QS. Ali-Imra>n [3]: 36)Walaupun ayat di atas menjelaskan bahwa laki-laki memiliki peran dan tugas yang lebih berat dan lebih tinggi derajatnya, tidak menutup kemungkinan dalam menentukan kebijkan dan menyelesaikan masalah lebih didominasi oleh laki-laki. Oleh karena itu,Muhibbin Syah menjelaskan bahwa otak merupakan pusat segala perkembangan kognitif pada setiap manusia, karena otak merupakan segala sumber dan sekaligus pengendali ranah afektif (rasa), dan ranah psikomotor (karsa). Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya, 2011), 65.
2Al-Qur’an memberikan bukti yang nyata bahwa wanita benar-benar setara dengan pria di mata Tuhan dalam hal hak dan kewajibannya. Dalam al-Qur’an dinyatakan: ‚Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.‛ (QS. Al-Mumtahanah [60]: 38) ‚Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakanamal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.‛ (QS.Al-Imran [3]: 195) ‚Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka
Rekonstruksi KetidakAdilan Gender Melalui Pendidikan Islam
V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8
138
merupakan paham yang dilahirkan karena ketidakpuasan dan deskriminasi kaum perempuan untuk memperjuangkan hak-haknya dan mencapai kesetaraan gender dengan kaum pria dan seakan-akan menghilangkan karakteristik perempuan dengan naluri keibuannya yang lemah lembut
sekaligus menjadi fitrah perempuan yang dibawa sejak lahir.3
Pendidikan Islam merupakan proses yang dilakukan
untukmenciptakan manusia seutuhnya, beriman dan bertakwa kepada Tuhanserta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi,yang berdasarkan ajaran al-Qur’an dan sunnah, maka tujuan dalam konteks iniberarti terciptanya insan-insan kamil setelah proses
pendidikan berakhir.4
Pendapat al-Qa>bisi>5 yang menakjubkan tentang perhatiannya di
bidang pendidikan—salah satunya adalah anak-anak yang masuk di
Kutta>b
tidak ada perbedaan derajat atau martabat.Menurut beliau, pendidikan adalah hak semua orang tanpa ada pengecualian dan perbedaan apapun.Beliau mengehendaki agar penyelenggaraan pendidikan anak-anak muslim dilaksanakan dalam satu tempat, dan memperoleh pengetahuan dari pendidik (guru) yang satu. Perhatian al-Qa>bisi> terhadap pendidikan anak tersebut bukan saja hanya tertuju padaanak laki-laki, akan tetapi pendidikan bagi anak perempuan menurutnya merupakan suatu keharusan, sama dengan pendidikan anak laki-laki.6Oleh karena itu, penulis ingin merekonstruksi
dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.‛(QS. Al-Nahl [16]: 97).
3 Feminisme adalah suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut.Ilyas, Feminisme dalam Kajian Tafsir al-Qur’an Klasik dan Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 40.
4Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 5. 5Sosok yang amat cinta terhadap ilmu pengetahauan, al-Qa>bisi> pernah merantau ke beberapa negara Timur Tengah, seperti Hija>z dan Mekah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus menuntut ilmu. Selain itu, Ia juga pernah tinggal di Mesir beberapa waktu lamanya, dan berguru pada salah seorang ulama di Iskandariyah. Ia memperdalam ilmu agama, dan hadis dari ulama-ulama terkemuka, di antaranya; Ali> Ibn Zaid al-Iskandari>, seorang ulama yang masyhur dalam meriwayatkan hadis Imam Ma>lik dan mendalami mazhab fiqhinya. Selain itu, ia juga memperdalam ilmu agama dan hadis dari ulama-ulama yang terkenal di Afrika Utara, seperti Abu> al-‘Abba>s al-Ibya>ni>, Abu> Hasan ibn Masru>f al-Dhigbaghi>, Abu> Abdillah ibn Masru>r al-As}ali>, Ziyad ibn Yu>nus al-Yasabi>, Ali> al-Diba>gh, dan Abdulla>h bin Abi> Zai>d, dan sebagainya. Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Kajian Filsafat Pendidikan Islam (Cet. II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 26. 6 Muhammad Munir Mursi, al-Tarbiyah al-Isla>miyah Usu>luha> wa Tat}awwuruha> fi> al-Bila>d al-Arabiyah, Cet. IV (Mesir: Da>r al-Ma’a>rif, 1987), 120.
Rekonstruksi KetidakAdilan Gender Melalui Pendidikan Islam
V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8
139
ketidakadilan gender melalui pendidikan Islam dalam memerangi pemahaman orang awam dan budaya patriarkhis tentang perempuan.
Hakikat Manusia dalam Pendidikan Islam
Pada hakikatnya, pendidikan Islam merupakan usaha mengantarkan
manusia menjadi manusia yang sempurna (
insa>n al-ka>mil
) secaramenyeluruh (holistic) dengan cara latihan, bimbingan dalam segala aspek kehidupan (
hablu minalla>h wa hablu min al-na>s
) berdasarkan nash-nash al-Qur’an dan hadis demi tercapainya kehidupan dan kebahagian di dunia dan akhirat.Para cendekiawan muslim, memberikan berbagai macam istilah untuk memahami makna pendidikan Islam. Al-At}t}a>s menggunakan istilah
ta’di>b
dalam memahami konsep pendidikan Islam, al-Nahlawi> dengan konsep tarbiyah dan Abdul Fatah Jala>l dengan konsep ta’limnya.7Terlepas dari ketiga definisi tersebut, pendidikan Islam diharapkan mampu melahirkan manusia yang memberikan manfaat pada dirinya, orang lain, masyarakat, agama berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai itu semua, maka Islam menganjurkan kepada seluruh umat manusia untuk mempelajari ilmu pengetahuan, baik laki-laki maupun perempuan, muda ataupun tua— sebagaimana yang telah dijelaskan dari beberapa hadist nabi Muhammadsaw.8Islam tidak hanya mewajibkan pemeluknya untuk mempelajari ilmu
agama, namun juga ilmu-ilmu yang lain, seperti ilmu jiwa dan ilmu alam (Q.S. Fushshilat/41: 53), sejarah (Q.S. Muḥammad/47: 10), botani (Q.S. ‘Abasa/80: 24-32, Q.S. Hajj/22: 5, Q.S. Yasin/36: 36 dan Q.S. al-Mu’miniun/23: 18-20), zologi (Q.S. al-Ghasyiyah/88: 17, Q.S. al-Mulk/67: 19 dan Q.S. Fatir/35: 12), perkembangan dan proses kejadian manusia dan alam (Q.S. al-Anbiya’/21:30, Q.S. al-Mu’minun/23: 12-14, Q.S. an-Nur/24: 45 dan Q.S. Fushshilat/41: 11, ilmu falak (astronomi) (Q.S.Yasin/36: 37-40 dan Q.S. Āli ‘Imran/3: 190-191), matematika (Q.S. Yasin/36: 12, Q.S. Jinn/72: 23, Q.S. Kahfi/18: 49, Q.S. Hijr/15: 19 dan 21 dan Q.S.
al-Qamar/54: 49, fisika dan kimia (Q.S. al-Ḥadid/57: 25, Q.S. al-Kahfi/18:
96-97, Q.S. ar-Ra’d/13: 12-13), geologi dan geografi (Q.S. az-Dzariyat/51:
7 Al-Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islami: Membangun Kerangka Ontologi, Epistimologi
dan Aksiologi Praktik Pendidikan (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008), 107.
8Rasulullah Saw. Telah bersabda: Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim dan orang yang meletakkan ilmu kepada orang yang bukan ahlinya (orang yang enggan untuk menerimanya dan orang yang menertawakan ilmu agama) seperti orang yang mengalungi beberapa babi dengan beberapa permata, dan emas. (HR. Ibnu Ma>jah). Hadits Riwayat Sunan Ibnu Ma>jah, Kitab al-‘Ilmi, Bab Keutamaan Ulama’ dan Anjuran Mencari Ilmu (t.t.: Da>r al-Fikri 2001) Jilid 1. 183.
Rekonstruksi KetidakAdilan Gender Melalui Pendidikan Islam
V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8
140
21, Q.S. an-Nur/24: 43, Q.S. ar-Rum/30: 22, Q.S. Saba’/34: 12, Q.S.
Fatir/35: 27 dan tentang manusia serta alam (Q.S. an-Nahl/16: 3-17)9.
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa seluruh umat muslim dituntut (wajib) mencari ilmu pengetahuan tanpa memandang suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dan persamaan dalam menuntut ilmu, dan tanpa diskriminasi gender dan strata sosial dalam mempersiapkan
kehidupan yang dinamis dan berkesinambungan10 dalam keluarga,
masyarakat dan bernegara.
Ketidakadilan Gender dalam Kontek ke-Indonesiaan
Webster’s New World Dictionary
, menjelaskan bahwa gender merupakan konsep yang melahirkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku11. Sedangkan dalamWomen’s Studies Encyclopedia
dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan (distinction) dala hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-lakidanperempuan yang berkembang dalam masyarakat12.
Dari kedua difinisi istilah di atas, maka peneliti menyimpulkan
bahwa, gender merupakan konsep manusia berdasarkan jenis kelamin (
sex
)antara laki-laki dan perempuan berdasarkan biologis (anatomi) sesuai dengan kodrat dan fitrahnya masing-masing. Namun faktanya, kaum perempuan mangalami proses marginalisasi dalam segala aspek kehidupan ketimbang kaum laki-laki yang memiliki beberapa tingkat di atas perempuan dalam peran sosial.
Ketidakadilan (diskriminasi) gender lahir karena adanya
truth claim
atau dogma yang kemudian di doktrinkan dalam sepanjang sejarah manusia seperti: marjinalisasi, sub-ordinasi, stereotype, kekerasan, beban kerja. Dari itulah, melahirkan kesenjangan dan ketimpangan yang berasal dari struktur sosial dan anggapan bahwa sikap perempuan selalu bersifat feminin atau laki-laki bersifat maskulin bukanlah sesuatu yang mutlak kepemilikan manusia atas jenis kelamin biologisnya.9Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), 113-114.
10 Hasan Langgulung, Azas-azas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988), 60–62.
11 Victoria Neufeldt (eds.), Webster’s New World Dictionary, (New York: Webster’s New World
Clevenland, 1984), hlm. 561.
12 Helen Tierney (Eds.) Women’s Studies Encyclopedia, Vol. I. (New York, Green Wood Press),153.
Rekonstruksi KetidakAdilan Gender Melalui Pendidikan Islam
V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8
141
Bentuk-bentuk manifestasi ketidakadilan akibat diskriminasi gender itu meliputi:13
1.
Marjinalisasi atau Peminggiran PerempuanMarginalisasi berarti menempatkan atau menggeser ke pinggiran.14
Marginalisasi merupakan proses pengabaian hak-hak yang seharusnya didapat oleh pihak yang termarginalkan. Marginalisasi juga beranggapan bahwa kedudukan laki-laki jauh berada di atas perempuan dalam segala hal. Karena perempuan memiliki sifat feminim, lemah dan acap kali perempuan kurang dipromosikan seperti: ketua yayasan dalam lembaga pendidikan lebih didominasi laki-laki ketimbang perempuan, kepala intansi atau direktur mayoritas juga dari kalangan laki-laki.
2.
Sub-ordinasi.Sub-ordinasi merupakan pemahaman, keyakinan atau anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting dibandingkan jenis kelamin lainnya (pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari pada laki-laki) seperti keluarga yang menganut paham patriarki dalam memberikan perhatian lebih kepada anak laki-laki ketimbang anak perempuanya.Anak laki-laki sebagai pengganti kepala keluarga dalam mencari nafkah sedangkan anak perempuan hanya membantu pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci dan mengurus suami dan anak pada saat nanti sudah menikah.Selain keluarga patriarki, profesi juga mengalami sub-ordinasi seperti sekretaris dan perawat yang mayoritasnya adalah perempuan sedangkan direktur, dosen, dokter, tentara, polisi mayoritasnya berasal dari kaum laki-laki.
3.
PandanganStereotype
Strereotype
adalah suatu pelabelan atau penandaan yang bersifat negatif terhadap jenis kelamin tertentu dan menyebabkan lahirnya ketidakadilan dan diskriminasi yang bersumber dari pandangan gender.Tugas seorang istri di rumah seperti memasak, mencuci danmengurus kebutuhan anak dan suami merupakan contoh dari
stereotype
yangsering kita jumpai dalam masyarakat pedesaan pada umumnya.Pelabelan
kaum perempuan sebagai ibu rumah tangga (
housewife:
setelahmenikah)akan menyebabkan kerugian terhadap keluarga seperti akan menyebabkan anak kurang kasih sayang—mengingat bahwa ibu merupakan pendidikan awal bagi anak-anaknya. Sementara itu, pelabelan terhadap
kaum laki-laki (suami) sebagai
a main breadwinner
yang mempunyai tugas13Herien Puspitawati, Makalah Pengenalan Konsep Gender, Kesetaraan dan Keadilan Gender.Oleh: (Pusat Kajian Gender dan Anak-LPPM-IPB dan Tim Pakar Gender Pusat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI) Disampaikan Pada: Rapat Koordinasi Kesetaraan Gender se Wilayah 1 Bogor Kamis, 22 Maret, 2012. 14Murniati, Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi, Hukum dan HAM.(Magelang: Indonesiatera, 2004), xx.
Rekonstruksi KetidakAdilan Gender Melalui Pendidikan Islam
V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8
142
untuk melaksanakan kewajibannya untuk menafkahi anak dan istrinya.Berdasarkan pelabelan di atas, kerja keras seorang istri di rumah kadangkala tidak dianggap bekerja karena pekerjaannya tidak berwujud materi atau uang—padahal kerja keras istri mulai dari pagi sampai malam dan pagi lagi adalah kerja yang bisa dikatakan kerja 24 jam non-stop.
4.
KekerasanKekerasan atau
violence
adalah suatu serangan terhadap fisik dan mental psikologi seseorang, seperti perkosaan, pemukulan, dan penyiksaan (kekerasan fisik), pelecahan seksual, ancaman dan paksaan (kekerasan yang bersifat non fisik). Kedua kekerasan tersebut bisa terjadi seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang diawali dari pertengkaran mulut, pemukulan suami terhadap istri dan anaknya bahkan pembunuhan karena beberapa kasus asusila (amoral) seperti istrinya selingkuh, anak mengandung di luar nikah, anak tidak naik kelas dan kasus yang lainnya.5.
Beban KerjaBeban kerja adalah peran dan tanggung jawab seseorang dalam melakukan berbagai jenis kegiatan sehari-hari dan memberatkan seseorang.Beban kerja ganda merupakan bentuk diskriminasi dan ketidakadilan gender.Seorang ustadzah (yang sudah menikah) memiliki beban kerja ganda atau 2 profesi yaitu sebagai istri dan guru. Sebagai istri, dia harus memasak, mencuci dan mengurus serta mengatur semua pekerjaan rumahnya; dan pada satu sisi yang lain dia sebagai guru yang harus mengajar, mendidik muridnya di sekolah. Sepintas kedua profesi yang melekat pada satu diri individu merupakan pengabdian dan pengorbanan
yang mulia (
altruism
) yang nanti di akhirat mendapatkan balasan yangsetimpal.Namun demikian harus ada suatu batas dari pengorbanan ini, karena pengorbanan yang tanpa batas berarti menjurus kepada ketidakadilan.
Kelima manfestasi di atas merupakan ketidakadilan gender yang acap kali oleh sebagian umat Islam dianggap sebagai perbedaan mengenai kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. Dalam surat al-Nisa>’ (4): 34 yang kemudian dijadikan landasan berpikir tanpa ditafsiri secara mendalam dapat menyebabkan penafsiran yang mengarah pada sosio-kultural dengan anggapan bahwa perempuan adalah sosok yang tidak
berharga, sub-ordinat dari laki-laki,
stereotype
dengan cara mengambil hak,merampas, menindas dan melahirkan kekerasan (
violance)
—yang diawalidengan memarginalkan perempuan dalam segala aspek kehidupan manusia. Rekontruksi Keadilan Gender dalam Pendidikan Islam
Dalam memposisikan hakikat dan eksistensi perempuan, kita dapat merujuk pada pengalaman di masa Nabi Muhammad saw yag telah
berupaya memaksimalkan dalam mewujudkan
gender equality
, akan tetapiRekonstruksi KetidakAdilan Gender Melalui Pendidikan Islam
V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8
143
itu.15 Namun, ketika dilihat sejarah perkembangan karir kenabian
Muhammad, maka kebijakan rekayasa sosialnya semakin mengarah kepada prinsip-prinsip kesetaraan gender yang telah tersurat maupun tersirat dalam al-Qur’an:16
a. Perempuan bisa mendapatkan harta warisan atau hak-hak kebendaan
(pada zaman jahiliyah, perempuan tidak mendapatkan warisan bahkan setiap bayi perempuan yang baru lahir langsung dibunuh karena dianggap sebagai aib keluarga) (QS. al-Nisā' [4]:12).
b. Laki-laki boleh berpoligami sekalipun dengan syarat yang sangat ketat
(Q S. al-Nisā' [4]:3).
c. Perempuan boleh menjadi saksi meskipun dalam beberapa kasus(Q. S.
al-Baqarah/2:228 dan QS. al-Nisā' [4]:34).17
d. Perempuan boleh (aktif) menekuni berbagai profesi (QS. al-Taubah
[9]:71). Dalam dunia politik misalnya: Fa>t}imah binti Rasulullah, 'A'ishah binti Abu> Bakar, 'A<tika binti Yazi>d ibn Mu’a>wiyah, Ummu Salamah binti Ya'qu>b, al-Khayzaran binti 'At}o’, dan lain
sebagainya18.Dalam bidang ekonomi perempuan bebas memilih
pekerjaan yang halal, baik di dalam atau di luar rumah, mandiri atau kolektif, di lembaga pemerintah atau swasta, selama pekerjaan itu dilakukan dalam suasana terhormat, sopan, dari tetap menghormati ajaran agamanya. Hal ini dibuktikan oleh sejumlah nama penting seperti Kha>dijah binti Khuwaylid (istri Nabi) yang dikenal sebagai komisaris perusahaan, Zaynab binti Jahsh, profesinya sebagai penyamak kulit binatang, Ummu Salim binti Malhan yang berprofesi sebagai tukang rias pengantin, istri Abdullah ibn Mas'u>d dan Qilat Ummi Bani Anmar dikenal sebagai wiraswastawan yang sukses, al-Shifa>' yang berprofesi sebagai sekretaris dan pernah ditugasi oleh Khalifah 'Umar sebagai
15 Musdah Mulia, Islam Menggugat Poligami (Jakarta: Citra Media, 2004), 47. 16 Istilah gender dalam Al-Qur’ân dapat dipahami melalui nama-nama atau simbol-simbol yang sering digunakan al-Qur’an dalam mengungkapkan jenis kelamin seseorang. Istilah-istilah gender yang sering digunakan dalam al-Qur’an antara lain: al-rajul/al-rija>l dan al-mar’ah/alnisa>’,al-dhakar dan al-untha>, termasuk gelar status laki-laki dan perempuan seperti, al-zawj dan alzawjah,
abdan um, akh dan ukht, aljad dan jaddah, muslimu>n dan al-muslima>t, almu’minu>n dan al-mu’mina>t, serta d}amir mudhakkar dan mu’annath, yang digunakan al-Qur’an
terhadap laki-laki dan perempuan. Persoalan kebahasaan yang berhubungan dengan istilah tersebut, lihat Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender; Perspektif al-Qur’an (Jakarta: Paramadina, 1999), 143-193.
17 Amina Wadud Muhsin, Wanita Dalam Al Qur’an, diterjemahkan oleh Yaziar Radianti (Bandung: Pustaka, 1994), 117.
18 Haya Binti Mubârak al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah (Jakarta: Da>r al-Fala>h, 1419 H), 189.
Rekonstruksi KetidakAdilan Gender Melalui Pendidikan Islam
V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8
144
petugas yang menangani pasar kota Madinah19.Dalam bidang
pendidikan tidak perlu diragukan lagi, al-Qur'an dan Hadis banyak memberikan pujian kepada perempuan yang mempunyai prestasi dalam ilmu pengetahuan. Al-Qur'an menyinggung sejumlah tokoh perempuan yang berprestasi tinggi, seperti Ratu Balqis, Maryam, istri Fir’u>n, dari sejumlah istri Nabi. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Nabi pernah didatangi kelompok kaum perempuan yang memohon kesediaan Nabi untuk menyisihkan waktunya guna mendapatkan ilmu pengetahuan.
e. Islam adalah agama ke-Tuhanan sekaligus agama kemanusiaan dan
kemasyarakatan (QS. Ali Imra>n [3]: 112). Dalam pandangan Islam,
manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai hamba (‘ābid) dan
sebagai representatif Tuhan (khali>fah), tanpa membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit (QS. Al-Hujura>t [49]: 13).
Berkaitan dengan tugas tersebut maka perlu diadakan pembukaan ruang keadilan gender melalui optimalisasi proses pendidikan Islam. Optimalisasi yang dimaksud adalah upaya untuk mengikis bias gender yang terjadi dalam segala proses pendidikan Islam. Merujuk pada tujuan pendidikan Islam sebagai langkah dan usaha preventif dan mengotptimalkan dengan cara merumuskan kembali tujuan pendidikan yang tidak mengarah kepada bias gender yaitu dengan lebih memprioritaskan kepada:
a. Meneguhkan nilai-nilai kemanusiaan
b. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
c. Membentuk Kesadaran Individu yang Mempunyai Kepakaan Sosial.20
Adapun buku-buku dari tokoh feminis Islam tersebut misalnya,
‚Women and Religion: An Islamic Prespective‛
karya dari Rifa’at Hassan,‚Women and Islam‛
karya Fatima Mernissi,‚Women in the Qur’an‛
karyaAmina Wadud.21Dalam kalangan tafsir seperti Ibnu Katsir, Muhammad
Abduh, al-Qurthubi, az-Zamakhshari>, al-Taba>taba>’i>, dan al-Hija>zi> terkait dengan tafsir QS.Al-Nisa>’[4]: ayat 3 tentang istilah
qawwa>m
. Para ahli tafsir menyatakan bahwa qawwa>m berarti pemimpin, penanggung jawab, pengatur, pendidik.Kategori-kategori ini sebenarnya tidak menjadi persoalan serius, sepanjang ditempatkan secara adil dan tidak disadari oleh19 Qa>sim Ami>n, Tahri>r al-Mar’ah dalam Hamka Hasan, Tafsir Gendera: Studi Perbandingan Antara Tokoh Indonesia dan Mesir (Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009), 55.
20 Menurut Ahmad Tafsir, seorang insan kamil muslim yang sempurna adalah sosok yang memiliki jasmani sehat dan kuat, akal yang cerdas dan pandai serta hati yang senantiasa bertaqwa kepada Allah Lihat dalam Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Rosdakarya, 1994), 50.
21 Siti Ruhaini Dzuhayatin, Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam Islam dalam Membincangkan Feminisme (Surabaya: Risalah Gusti, 2002), 10-11.
Rekonstruksi KetidakAdilan Gender Melalui Pendidikan Islam
V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8
145
pandangan deskriminatif.Akan tetapi, para ahli tafsir berpendapat bahwa superioritas laki-laki ini adalah mutlak. Seperioritas ini diciptakan Allah swt, sehingga tidak akan pernah berubah. Kelebihan laki-laki dan perempuan sebagaimanya dinayatakan dalam QS.Al-Nisa>[4] ayat 3 tersebut, oleh para penafsir al-Qur’an dikatakan karena akal dan fisiknya. Al-Ra>zi> dalam tafsirnya menyatakan bahwa kelebihan laki-laki dan perempuan meliputi dua hal: ilmu pengetahuan/pikiran/akal dan kemampuan. Artinya akal dan pengetahuan laki-laki melebihi akal perempuan, dan bahwa untuk pekerjaan-pekerjaan keras laki-laki lebih sempurna22.
Al-Qur’an merupakan kitab suci dan huda li al-na>s untuk mencapai kebahagian di dunia dan akhirat. Ajaran dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadikan manusia dalam berinteraksi sosial kemasyarakatan antara laki-laki dan perempuan dalam pandangan egaliter. Konsep gender dalam al-Qur’an, sebagaimana yang dijelaskan oleh Nasaruddin Umar, prinsip-prinsip kesataraan gender berdasarkan ayat berikut:
Pertama,
prinsip kesetaraangender mengacu persamaan laki-laki danperempuan sebagai
‘abdullah
.Dalam hal peribadatan, Allah mewajibkanlaki-laki dan perempuan untuk menyembah-Nya. Allah tidak menilai dan mengklaim bahwa ibadah laki-laki lebih diterima ketimbang perempuan atau sebaliknya, akan tetapi Allah memberikan penjelasan, siapapun itu— baik laki-laki ataupun perempuan kalau ibadahnya sholeh dan sholehah pasti akan mendapatkan pahala dan balasannya nanti adalah surga dan dijelaskan dalam, sebagaimana yang dijelaskan dalam firman-Nya:
اِو ُ ُ قْ َيَ ِ ا نَّ ِ اَ قْ ِقْا َ انَّ ِقْا اُ قْ َ َ ا َ َ
‚Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk
menyembah-Ku.‛
(QS. al-Dha>riya>t [51]: 56).اَينِ ِش َقْلْ َ اِت َرِب نَّص َ اَ يِرِب نَّص َ اِت َقِد نَّص َ اَينِقِد نَّص َ اِت َتِ َ قْ َ اَينِتِ َ قْ َ اِت َنِ قْؤُمقْ َ اَينِنِ قْؤُمقْ َ اِت َمِ قْسُمقْ َ اَينِمِ قْسُمقْ انَّوِ ا ِت َرِك نَّذ َ ا ًيرِثَكاَهنَّ اَ يِرِك نَّذ َ اِت َظِف َقْلْ َ اقْمُهَج ُرُيَفاَينِظِف َقْلْ َ اِت َمِئ نَّص َ اَينِمِئ نَّص َ اِت َقِّ َصَتُمقْ َ اَينِقِّ َصَتُمقْ َ اِت َ ِش َقْلْ َ
ًم ِظَعا ًرقْجَأَ اًةَرِفقْغَ اقْمَُلَاُهنَّ انَّ َعَأ
‚Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan
yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan
yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
22Edi Susanto, Dimensi Studi Islam Kontemporer (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), 158-159. Lebih jelasnya dalam kelebihan laki-laki dan perempuan silahkan periksa Fakhr al-Din al-Razi, Tafsir al-Kabir, Juz X (Beirut: Da>r al-Hayat al-Tura>th al-Arabi>, 1990), 88.
Rekonstruksi KetidakAdilan Gender Melalui Pendidikan Islam
V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8
146
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar, yang dimaksud dengan muslim di sini ialah
orang-orang yang mengikuti perintah dan larangan pada lahirnya, sedang
yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini ialah orang yang
membenarkan apa yang harus dibenarkan dengan hatinya.‛
(QS. Al-Ahza>b [72]: 35).ًيرِ َ اَووُمَ قْظُيا َ َ اَةنَّنَقْا اَووُ ُ قْ َياَكِئَٰ ُأَفاٌ ِ قْؤُ اَوُهَ اٰىَثقْيَ ُأاقْ َأاٍرَكَذاقْ ِ اِت َِلْ نَّص اَ ِ اقْلَمقْ َيَياقْ َ َ
‚Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun
wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam
surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun‛
(QS.Al-Nisa>[4]: 124).اًةَ ِّ َطاًة َ َحاُهنَّنَيَ ِ قْحُنَ َيَفاٌ ِ قْؤُ اَوُهَ اٰىَثقْيَ ُأاقْ َأاٍرَكَذاقْ ِ ا ًِلْ َصاَلِمَعاقْ َ ۖ
اَووُ َمقْ َيَي وُ َك َمِنَسقْحَأِ قُْ َرقْجَأقْمُهنَّيَنَيَيِ قْ َنَ َ
‚Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.‛
(QS. Al-Nahl [16]: 97).Kedua,
kesetaraan gender sebagai khalifah (QS.Al-Baqarah [2]: 30). Pada ayat ini Allah tidak menunjukkan kepada salah satu jenis kelamin yang berasal dari bangsa, suku atau kelompok tertentu, melainkan Allahmenciptakan manusia secara universal sebagai khalifah (pemimpin).
Ketiga
,surat al-Nahl ayat 97 tentang kesetaraan gender dalam meraih prestasi
dalam kehidupannya.23
Beberapa ayat di atas, menjelaskan bahwa Islam menjunjung tinggi kesataraan gender dan menolak tindakan diskriminatif yang tidak dibenarkan oleh dasar ajaran Islam. Oleh karena itu, yang menjadi ukuran mulia tidaknya manusia dan tinggi atau rendahnya derajat manusia hanyalah ketakwaannya sebagai kunci mengharap ridha-Nya.Karena pada hakikatnya, agama diperuntukkan bagi umat manusia sebagai kitab suci umatnya yang tidak memandang perbedaan dalam bentuk apapun melainkan semata-mata beribadah kepada-Nya dan mengharap ridha-Nya.
Untuk mencapai kesetaraan gender dalam pendidikan Islam, menurut penulis berdasarkan al-Qur’an dan kajian literature di atas, maka langkah yang perlu dilakukan adalah:
1. Adanya pengajian tafsir al-Qur’an, kitab kuning maupun ceramah
agama yang membahas tentang kesataraan gender yang sebenarnya, sehingga masyarakat awam dan masyarakat yang minim tentang agama mengetahui hakikat gender dalam perspektif Islam, sehingga tidak ada diskriminasi dalam keluarga, pendidikan dan masyarakat.
Rekonstruksi KetidakAdilan Gender Melalui Pendidikan Islam
V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8
147
2. Dalam keluarga, orang tua harus memberikan kepada anaknya sesuai
dengan kemampuannya masing-masing tanpa ada unsur paksaan dalam memilih pendidikannya, dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi keluarga dan kecerdasan anaknya.
3. lembaga pendidikan memberikan kurikulum berbasis gender dalam
rangka mencegah pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan sebagai langkah preventif yang dapat melahirkan kejahatan dan kriminal di masyarakat.
Epilog
Rekonstruksi keadilan gender dalam pendidikan Islam merupakan upaya dalam mengingatkan kembali umat Islam bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama dalam pandangan Allah swt, hanyalah keimanan yang membedakan diantara keduanya. Pendidikan Islam mempunyai tugas meluruskan pemahaman yang salah umatnya tentang ilmu pengetahuan dan paham yang terjadi dalam lingkungannya baik dalam keluarga, masyarakat,
berbangsa dan bernegara (
hablu min al-na>s
) dan dalam aspek ibadah dalamkehidupannya sehari-hari (
hablu min Alla>h
). Upaya yang dapat dilakukan dalam meng-rekonstruksi keadilan gender dalam pendidikan Islam dapatdimulai dari:
pertama
, mengadakan pengajian tafsir al-Qur’an, kitab kuningmaupun ceramah agama tentang kesetaraan dan keadilan gender.
Kedua,
Dalam keluarga, orang tua harus adil, memberikan hak dan kewajibannya
tanpa kekerasan, marjinal, sub-ordinasi, beban kerja dan
stereotype
.Ketiga
,lembaga pendidikan memberikan kurikulum berbasis gender dalam rangka mencegah pelecehan seksual dan kekerasan terhadap perempuan sebagai langkah preventif yang dapat melahirkan kejahatan dan kriminal di masyarakat.
Daftar Pustaka
Al-Barik, Haya Binti Mubârak.
Ensiklopedi Wanita Muslimah
. Jakarta: Da>ral-Fala>h, 1419 H
.
Al-Rasyidin.
Falsafah Pendidikan Islami: Membangun Kerangka Ontologi,
Epistimologi dan Aksiologi Praktik Pendidikan
. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008.al-Ra>zi>, Fakhr al-Di>n.
Tafsi>r al-Kabi>r
, Juz X. Beirut: Da>r al-Hayat al-Tura>th al-Arabi>, 1990.Aly, Hery Noer.
Ilmu Pendidikan Islam
. Jakarta:Logos Wacana Ilmu, 1999.Ami>n, Qa>sim.
Tahri>r al-Mar’ah dalam Hamka Hasan, Tafsir Gendera: Studi
Perbandingan Antara Tokoh Indonesia dan Mesir
. Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI, 2009.Assegaf, Abd. Rachman.
Filsafat Pendidikan Islam
. Jakarta: Raja GrafindoRekonstruksi KetidakAdilan Gender Melalui Pendidikan Islam
V o l u m e 0 4 / N o 0 2 / A g u s t u s 2 0 1 8
148
Dzuhayatin, Siti Ruhaini.
Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan
Gender dalam Islam dalam Membincangkan Feminisme
. Surabaya: Risalah Gusti, 2002.Herien Puspitawati, Makalah Pengenalan Konsep Gender, Kesetaraan dan Keadilan Gender Oleh: (Pusat Kajian Gender dan Anak-LPPM-IPB dan Tim Pakar Gender Pusat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI) Disampaikan Pada: Rapat Koordinasi Kesetaraan Gender se Wilayah 1 Bogor Kamis, 22 Maret 2012.
Ilyas.
Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontemporer
.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
Langgulung, Hasan.
Azas-azas Pendidikan Islam
. Jakarta: PustakaAl-Husna, 1988.
Ma>jah, Sunan Ibnu.
Kitab al-‘Ilmi
, Bab Keutamaan Ulama’ dan Anjuran Mencari Ilmu. Bentuk-bentuk Dar Al Fikri, 2001.Muhsin, Amina Wadud.
Wanita Dalam Al Qur’an
. Bandung: Pustaka, 1994.Mulia, Musdah.
Islam Menggugat Poligami
. Jakarta: Citra Media, 2004.Murniati.
Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sosial, Politik, Ekonomi,
Hukum dan HAM
. Magelang: Indonesiatera, 2004.Mursi, Muhammad Munir.
al-Tarbiyah al-Islamiyah Usuluha wa
Tatawwuruha fi al-Bilad al-Arabiyah,
Cet. IV. Mesir: Dar al-Ma’arif, 1987.Nata, Abuddin.
Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Kajian Filsafat
Pendidikan Islam
. Cet. II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.Neufeldt (eds.), Victoria.
Webster’s New World Dictionary
. New York:Webster’s New World Clevenland, 1984.
Susanto, Edi.
Dimensi Studi Islam Kontemporer
. Jakarta: PrenadamediaGroup, 2016.
Syah.Muhibbin.
Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru
. Bandung:PT.Remaja Rosda Karya, 2011.
Tafsir, Ahmad.
Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam
. Bandung:Rosdakarya, 1994.
Tierney (Eds.), Helen.
Women’s Studies Encyclopedia
, Vol. I. New York,Green Wood Press.
Umar, Nasaruddin.