• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hukum Islam terhadap sewa lapak pedagang kaki lima (studi kasus) di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis hukum Islam terhadap sewa lapak pedagang kaki lima (studi kasus) di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SEWA LAPAK

PEDAGANG KAKI LIMA (STUDI KASUS) DI DESA

SIDOBANDUNG KECAMATAN BALEN KABUPATEN

BOJONEGORO

SKRIPSI OLEH

A. IRSYAD KAMALI NIM. C72214034

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Hukum Ekonomi Syari’ah

Surabaya 2019

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Analisis Hukum Islam terhadap Sewa lapak Pedagang Kaki Lima (Studi kasus) di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro” merupakan hasil penelitian lapangan untuk menjawab pertanyaan : Bagaimana praktik Sewa lapak pedagang kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro? Bagaimana Tinjauan Hukum Islam terhadap Sewa lapak Pedagang Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro?

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode wawancara. Selanjutnya data disusun dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis, yakni menggambarkan atau menguraikan praktik Sewa lapak Pedagang Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro yang dianalisis dengan menggunakan teori ija<rah.

Dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa praktik sewa lapak yang ada di pasar lapak Sidobandung, pertama pihak pengelola menyewakan tanah yang secara keseluruhan 2,5x21m2 milik pribadi dan 2,5x33m2 menggunakan tanah milik desa. Pengelola tidak memberitahu dan tidak izin kepada Pemerintah Desa atas penggunaan tanah desa tersebut. Kemudian Penarikan jasa sewa kebersihan dilakukan tanpa adanya perjanjian di awal dengan jumlah penarikan Rp.3000 s/d Rp.5000 tergantung dari ramainya penjualan, yang dilakukan setiap 1 minggu sekali. Kedua, menurut hukum Islam status sewa lapak yang dilakunan di atas tanah milik pribadi Sah, sedangkan sewa lapak yang dilakukan di atas tanah milik Pemerintah Desa tidah Sah, karena tidak sesuai dengan rukun dan syarat ija<rah yang tidak terpenuhi yaitu objek sewa masih dalam persengketaan antara pemerintah desa dengan pengelola, serta adanya unsur penarikan jasa kebersihan tanpa adanya akad sebelumnya dan pengelola juga tidak melakukan kewajiban untuk melaksanakan jasa kebersihan tersebut.

Dari hasil penelitian ini penulis memberikan saran kepada pihak pedagang hendaknya memahami tentang kontrak sewa menyewa, agar para pedagang tidak dirugikan dalam kontrak tersebut. Sedangkan kepada pihak perangkat desa seharusnya bisa lebih tegas lagi dalam melakukan tindakan baik pengawasan maupun penertiban desa. Dan untuk pihak pengelola hendaknya bisa lebih jujur dalam bermuamalah, harus ada pemberitahuan dan perizinan kepada pihak perangkat desa jika akan menggunakan tanah desa dan diharuskan membayar retribusi kepada perangkat desa terkait penggunaan lahan, agar tidak ada yang dirugikan dalam praktik tersebut.

(7)

vii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ... i PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ……… . iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 9 D. Kajian Pustaka ... 9 E. Tujuan Penelitian ... 11 F. Kegunaan Penelitian ... 12 G. Definisi Operasional ... 13 H. Metode Penelitian ... 14 I. Sistematika Pembahasan ... 18 BAB II IJA<RAH A. IJA<RAH 1. Pengertian Ija>rah ….. ... 20

(8)

viii

3. Rukun dan Syarat Ija>rah. ... 25

4. Hal-Hal Yang Wajib Diilakukan oleh Mu’jir (Orang Yang Menyewakan) dan Musta’jir (Penyewa) ... 31

5. Sifat ija<rah ... 33

6. Mempercepat dan Menangguhkan Upah ... 34

7. Hal yang membatalkan akad ija<rah... .... 35

8. Macam-macam ija<rah……… 36

BAB III PRAKTIK SEWA LAPAK PEDAGANG KAKI LIMA DI DESA SIDOBANDUNG KECAMATAN BALEN KABUPATEN BOJONEGORO A. Gambaran Umum Desa Sidobandung ... 39

1. Letak geografis ... 39

a. Batas wilayah ... 39

b. Pembagian Desa Sidobandung ... 40

c. Keadaan penduduk ... 40

d. Keadaan pendidikan, Ekonomi dan keagamaan Desa Sidobandung ... 41

B. Profil Pasar, Pengelola dan Pedagang Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro ... 44

1. Data Pasar Sidobandung ... 44

a. Pasar tradisional Desa Sidobandung ... 44

b. Pasar lapak Desa Sidobandung ... 45

2. Profil pengelola dan pedagang ... 48

a. Profil pedagang ... 48

b. Profil pengelola ... 49

C. Praktik Sewa lapak Pedagang Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro 49 1. Latar belakang praktik Sewa lapak ... 49

2. Legalitas Sewa lapak di Pasar lapak Sidobandung .... 51

(9)

ix

BAB IV PRAKTIK SEWA LAPAK PEDAGANG KAKI LIMA DI

DESA SIDOBANDUNG KECAMATAN BALEN

KABUPATEN BOJONEGORO

A. Analisis Tehadap praktik Sewa lapak Pedagang Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro ... 55

B. Analisis Hukum Islam Tehadap Sewa lapak Pedagang

Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro ... 58 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 66 B. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

(10)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar

3.1 Pasar lapak Desa Sidobandung ... 46

3.2 Wawancara dengan pedagang Es Oyen ... 46

3.3 Wawancara dengan pedagang Sempol ... 47

3.4 Bangunan yang disediakan pengelola ... 50

3.5 Wawancara dengan perangkat Desa ... 52

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial merupakan fitrah yang telah ditetapkan Allah SWT. Bagi mereka, suatu hal yang paling mendasar dalam memenuhi kebutuhan seseorang manusia adalah dengan melakukan interaksi sosial dengan manusia lainnya. Maka dari itu, manusia tidak dapat terlepas untuk tidak melakukan interaksi dengan orang lain.

Sudah menjadi kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga setiap manusia yang ada di muka bumi ini saling berhubungan dan memiliki perannya. Sehingga diperlukan kegiatan tolong menolong dalam memenuhi kebutuhan agar terbentuk kehidupan yang sejahtera.1 Sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah SWT al-Qur’an surah al-Maidah ayat 2 yang berbunyi:

َّنِإ َٰۖ َّللّٱ

ْاوُقَّتٱَو ِِۚنََٰوۡدُعۡلٱَو ِمۡثِ ۡلۡٱ َ َعَل ْاوُىَواَعَت َلََو َٰٰۖىَوۡقَّلتٱَو ِِّبۡلٱ َ َعَل ْاوُىَواَعَتَو

ِباَقِع

ۡلٱ ُديِدَش َ َّللّٱ

Artinya:“... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya”. (Q.S. al-Maidah:2)2

1 Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah (Fiqh Muamalah) (Jakarta: Kharisma Putra Utama, 2012), 6. 2 Departemen Agama RI, Al quran Bayan, (Jakarta: Alquran Terkemuka, 2009), 106.

(12)

2

Berbagai faktor menjadi penyebab antara manusia satu dengan manusia lain tidak dapat memisahkan hidup mereka. Salah satunya berbagai hal yang berkaitan dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka adalah dimana setiap orang berharap kepada yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan primer, sekunder ataupun tersier mereka yang berupa barang ataupun jasa.

Dalam ajaran Islam, aktivitas ekonomi tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai dasar yang telah ditetapkan dalam Alquran, hadis nabi dan sumber-sumber ajaran Islam lainnya. Islam erat dengan nilai-nilai yang mendorong manusia untuk membangun ekonomi mereka yang tercermin dalam anjuran disiplin waktu, memelihara waktu, memelihara harta, nilai kerja, meningkatkan produksi, menetapkan konsumsi, dan juga perhatian Islam terhadap Ilmu pengetahuan.3

Islam datang dengan dasar-dasar dan prinsp-prinsip yang mengatur

secara baik persoalan muamalah. Muamalah adalah hubungan

kepentingan antar sesama manusia. Muamalah sendiri berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi mempunyai makna yang sama dengan muf’alah (saling berbuat). Kata ini menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang untuk memenuhi kebutuhan masing-masing.4

3 Idri,Hadist Ekonomi (ekonomi dalam perpesktif hadist nabi) (Surabaya: UIN Sunan Ampel

Surabaya 2015

(13)

3

Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam muamalah adalah Ija>rah. Menurut bahasa Ija>rah berarti ganti atau imbalan, upah. Dalam istilah umum dinamakan sewa menyewa. Ija>rah mempunyai pengertian umum yaitu suatu transaksi sewa menyewa antara pihak penyewa dengan yang mempersewakan sesuatu harta atau barang untuk mengambil manfaatnya dengan harga tertentu dan dalam waktu tertentu.5

Secara syar’i, ija>rah adalah akad atas manfaat yang mubah lagi diketahui yang diambil sedikit demi sedikit selama masa tertentu dari barang yang diketahui atau barang yang diberi kriteria dalam tanggungan, atau (akad) atas pekerjaan tertentu dengan upah tertentu.6

Ija>rah biasa juga disebut sewa, jasa atau imbalan, adalah akad yang dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa. Ija<rah adalah istilah dalam fiqh Islam dan berarti memberikan sesuatu untuk disewakan.7

Sementara dalam kitab undang-undang hukum perdata (KUHPER) pasal 1541 dijelaskan bahwa tukar-menukar ialah suatu perjanjian, dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik, sebagai gantinya suatu barang lain.8

Dapat disimpulkan bahwa sewa menyewa merupakan perjanjian timbal balik, dimana pihak yang satu memberikan sesuatu barang yang

5 Saiful Jazil, Fiqih Muamalah, Cet. 1 (Surabaya: UIN SA Press, 2014), 127.

6 Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Asy-Syaikh, Terj, Fikih Muyassar, Cet. IV (Jakarta: Darul

Haq, 2017), 387.

7 Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2015) 99.

8 R. Subekti dan R, Tjitrosudbio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet. 41 (Jakarta: Balai

(14)

4

tidak habis karena pemakaian dengan ketentuan pihak yang menerima akan mengembalikan barang tersebut sebagaimana diterimanya.9 Adapun Syarat ija>rah terdiri empat macam sebagaimana syarat dalam jual beli yaitu syarat terjadinya akad, syarat pelaksanaan akad, syarat sah ija>rah.10 Sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah SWT Al Quran surah al-Maidah ayat 8 yang berbunyi:

ْاوُىوُك ْاوُيَناَء َويِ

لَّٱ اَهُّي

َّ

أَٰٓ َي

َ

ۡمُكَّيَنِرۡ

َيَ َلََو ِِۖطۡسِقۡلٱِب َءٓاَدَهُش ِ َِّللّ َينِنََّٰوَق

مۡوَق ُنأَََوَش

َ َّللّٱ َّنِإ َْۚ َّللّٱ ْاوُقَّتٱَو َٰٰۖىَوۡقَّتلِل ُبَرۡقَأ َوُه ْاوُلِدۡعٱ ْْۚاوُلِدۡعَت َّلََأ َٰٓ َ َعَل

َنوُلَهۡعَت اَهِب ُُۢيِبَخ

Artinya:“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Maidah: 8).11

Maksud kandungan ayat di atas adalah Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin agar jika melaksanakan ibadah itu yang ikhlas karena Allah semata. Dalam memberikan penyaksian kita diperintahkan agar berlaku yang adil tanpa memikirkan itu menguntungkan lawan dan merugikan sahabat, kita harus berkata yang sebenarnya, perintah menegakkan kebenaran tanpa pandang bulu, tanpa pandang kawan atau lawan, jika memang lawan yang benar kita akui kebenarannya, dan

9 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Cet. 2 (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), 126. 10 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 13, (Bandung : PT. AL-Ma’arif, 1987) 12.

(15)

5

sebaliknya, jangan berlaku berat sebelah hanya karena rasa kebencian kita, karena keadilan dapat mendekatkan ketaqwaan.

Pedagang kaki lima adalah bentuk dari sistem perdagangan yang menggunakan akad sewa-menyewa, demikian pula yang terjadi di desa Sidobandung kecamatan Balen Bojonegoro. Sebagian besar masyarakat memiliki mata pencaharaian sebagai pedagang, maka tak heran jika di kawasan ini terdapat beraneka ragam transaksi jual beli untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebanyakan transaksi jual beli yang ditawarkan tersebut adalah berupa kebutuhan pokok, jajanan makanan ringan, aneka minuman, aneka lauk pauk, makanan berat hingga peralatan rumah tangga.12

Salah satunya permasalahan yang berada di desa Sidobandung kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro. Disini terdapat permasalahan berupa praktik sewa menyewa yang dilakukan oleh warga setempat. Dimana terdapat seorang warga yang menyewakan tanah (mu’jir) untuk dijadikan lapak jual-beli Pedagang Kaki Lima.

Lapak jual-beli atau yang sering disebut pasar tersebut sudah berdiri selama kurang lebih 27 tahun. Pedagang kaki lima disini berasal dari luar desa maupun warga setempat. Pasar lapak tersebut memiliki tempat yang strategis untuk berjualan, sehingga tak jarang banyak orang yang ingin membuka usaha disana.

(16)

6

Pak Pi’i (mu’jir) sebagai orang yang menyewakan tanah, awalnya dulu ada salah seorang pedagang yang menggunakan tanah tersebut untuk berjualan, kemudian Pak Pi’i (mu’jir) mengetahui hal tersebut langsung mendatangi pedagang dan menawarkan kontrak sewa, dengan menawarkan kontrak perjanjian dengan sistem penggunaan tetap atau tidak tetap. Kemudian untuk pembayaran dilakukan pada tanggal yang telah disepakati dengan penempatan dan perjanjian awal. Sistem pembayaran yang dihitung pertahun atau bisa dilakukan dengan cara mengangsur tiap bulannya.13

Pak Ngudi adalah seorang penjual es oyen yang menyewa lapak (musta’jir) tersebut selama kurang lebih 3 tahun, yang membayar dengan sistem mengangsur sebesar Rp175.000 perbulannya. Menurutnya yang menjadi permasalahan dari transaksi sewa menyewa ini adalah objek sewa, dimana objek sewa tersebut ternyata bukan sepenuhnya milik orang yang menyewakan (mu’jir) dan perangkat desa membiarkan.14

Sementara menurut Pak Pi’i (mu’jir) sebagai orang yang menyewakan tanah (mu’jir) mengatakan bahwa tanah tersebut adalah miliknya, karena tanah tersebut berada di area pekarangan rumah dan disekitar tanah kosong yang masih merupakan miliknya.15 Menurut Pak Yono sebagai penjual sempol yang menyewa lapak (musta’jir ) bahwa

13 Pak Pi’i, Wawancara, Bojonegoro, 29 Desember 2018 14 Pak Ngudi, Wawancara, Bojonegoro, 25 Desember 2018 15 Pak Pi’i, Wawancara, Bojonegoro, 29 Desember 2018

(17)

7

tanah tersebut adalah tanah milik Pak Pi’i (mu’jir) pribadi. Dimana tanah yang disewa tersebut berada dipekarangan rumahnya.16

Terdapat lagi praktik dimana pembayaran sudah dilakukan, tetapi Pak Pi’i (mu’jir) terkadang datang ke stand lapak pedagang untuk meminta uang untuk jasa kebersihan, jasa kebersihan dipatok Rp.3000 – Rp.5000, dan penarikan uang kebersihan tersebut dilakukan setiap 1 minggu sekali.17

Melihat hal tersebut, penulis tertarik dan menilai perlu adanya penelitian dalam praktik sewa lapak. Untuk itu penulis mengangkat judul “Analisis Hukum Islam terhadap Sewa lapak Pedagang Kaki Lima (Studi kasus) di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro”

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Identifikasi masalah merupakan penyajian terhadap kemungkinan kemungkinan beberapa cakupan yang dapat muncul dengan mengidentifikasi dan inventarisasi sebanyak mungkin yang diduga sebagai masalah.18

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Praktik Sewa lapak pedagang kaki lima di Desa Sidobandung

Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

16 Pak Yono, Wawancara, Bojonegoro, 25 Desember 2018 17 Pak Ngudi, Wawancara, Bojonegoro, 25 Desember 2018

18 Tim Penyusun Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi

(18)

8

2. Prosedur pembayaran Sewa lapak pedagang kaki lima di Desa

Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

3. Menyewakan tanah tersebut untuk berjualan.

4. Hasil pendapatan uang sewa lapak dikuasai oleh pemilik lahan.

5. Jenis jasa atau barang yang disewakan oleh pengelola lapak pasar di

Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

6. Analisis hukum Islam terhadap praktik Sewa lapak pedagang kaki lima

di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

Dari beberapa identifikasi masalah tersebut, untuk menghasilkan penelitian yang lebih terfokus pada judul maka penulis membatasi penelitian yakni sebagai berikut:

1. Pembayaran Sewa lapak pedagang kaki lima di Desa Sidobandung

Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

2. Analisis Hukum Islam terhadap Sewa lapak pedagang kaki lima di

Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana praktik Sewa lapak Pedagang Kaki Lima di Desa

Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro?

2. Bagaimana Analisis Hukum Islam terhadap Sewa lapak Pedagang Kaki

(19)

9

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka bertujuan mengumpulkan data dan informasi ilmiah, berupa teori-teori, metode, atau pendekatan yang pernah berkembang dan telah di dokumentasikan dalam bentuk buku, jurnal, naskah, catatan, rekaman, sejarah, dokumen-dokumen dan lain-lain yang terdapat di perpustakaan.19

Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar dalam rangka penyusunan skripsi ini, kegunaannya adalah untuk menentukan posisi pembeda dari penelitian terdahulu baik dari aspek objek yang diteliti maupun lokasi yang diteliti.

Pertama, Skripsi Hendri Fajar Setiawan dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun 2018. Skripsi berjudul “Analisis Hukum Islam dan Perda No. 7 Tahun 2012 Terhadap Pembayaran Retribusi Pelayanan Pasardi Pasar Loak/Unggas Sidoarjo”. Skripsi tersebut membahas tentang Retribusi parkir yang praktik pembayaran retribusi pelayanan pasar di pasar Loak/Unggas Sidoarjo. Setiap hari UPT memungut retribusi pelayanan pasar jam 08.00 sampai selesai. Setelah itu upt pasar memberikan hak pedagang izin menempati stand, dan memperoleh pelayanan kebersihan dan pelayanan keamanan. Tetapi pada

(20)

10

hari minggu pelayanan kebersihan libur namun pembayaran retribusi pelayanan pasar masih dilakukan.20

Kedua, Skripsi Moh. Ibnu Sabill Huda dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun 2014. Skripsi berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap akad sewa lapak Pedagang Kaki lima di jalan Dukuh Manunggal I Gayungan Surabaya”. Lapak disewa merupakan jalan umum yang berada di Jalan Dukuh Menanggal I dengan izin pejabat yang berwenang. Perangkat Kelurahan Dukuh Menanggal sebagai pejabat yang berwenang atas akad perjanjian sewa lapak Pedagang Kaki Lima. Perjanjian sewa tanah serta pemanfaatanya diawasi oleh pihak yang berwenang. Jangka waktu pemanfaatan lapak dilakukan selama pedagang masih mempunyai keinginan menempatinya tanpa ada batas waktu karena pada awal akad tidak disebutkan. Sewa menyewa tersebut tidak boleh menurut hukum Islam, karena dalam akad perjanjian sewa menyewa lapak tidak ada ketentuan batas waktu sewa menyewa, kapan sewa tersebut berakhir dan bagiamana kelanjutan akad sewa diwaktu mendatang.21

Ketiga, Skripsi Chairur Rozikin dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2013. Skripsi berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek

Sewa-Menyewa Lapak Pedagang Kaki Lima Di Malioboro Yogyakarta” oleh Chairur Rozikin tahun 2013, dimana skripsi tersebut berisi tentang

20 Hendri Fajar Setiawan, “Analisis Hukum Islam dan Perda No. 07 Tahun 2012 Terhadap

Pembayaran Retribusi Pelayanan Pasar Di Pasar Loak/Unggas Sidoarjo”, (Skripsi—Uin Sunan Ampel Surabaya, 2018), 9.

21 Moh. Ibnu Sabill Huda, “Tinjaun Hukum Islam terhadap Akad Sewa Lapak Pedagang Kaki

Lima di Jalan Dukuh Menanggal I Gayungan Surabaya” (Skripsi—UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014), 3

(21)

11

transaksi akad sewa menyewa yang dikaji dengan hukum Islam yang dilakukan oleh pemerintah DIY yang memberi fasilitas kepada pedagang PKL dan pejalan di sepanjang trotoar Malioboro, namun terdapat kesepakatan bahwa dilarang memindah tangankan lapak tanpa seizin pengelola. Sedangkan para pedangkan PKL tersebut ada beberapa diantara mereka menyewakan kembali lapaknya kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan pengelola.22

Sedangkan skripsi dari penulis yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Sewa lapak Pedagang Kaki Lima (Studi kasus) di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro”. Inti pembahasan skripsi ini adalah menganalisis tentang praktik dan Analisis Hukum Islam terhadap Sewa lapak pedagang kaki lima.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan dan manfaat dari hasil penelitian tersebut. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan praktik Sewa lapak Pedagang Kaki Lima di Desa

Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

22 Chairur Rozikin, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Sewa-Menyewa Lapak Pedagang

(22)

12

2. Menjelaskan Analisis Hukum Islam Terhadap Sewa lapak Pedagang

Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

F. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini, peneliti berharap dapat bermanfaat dan berguna bagi peneliti, pembaca lain, maupun bagi pelaku usaha dan bagi konsumen mempunyai nilai tambah sebagai wawasan. Berikut secara lebih terperinci kegunaan penelitian dapat dibedakan menjadi dua, diantaranya sebagai berikut:

Secara teoritis, karya tulis ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan informasi sebagai pengembangan dan pemahaman studi hukum Islam khususnya pada ija>rah. Dan diharapkan dapat menambah wawasan atau sebagai referensi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka menyesuaikan kasus-kasus yang serupa yang berkaitan dengan hukum Islam khususnya pada ija>rah.

Secara praktis, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat meningkatkan kesadaran pelaku akan tingginya resiko. Bagi pemerintah Bojonegoro dapat digunakan sebagai acuan mengevaluasi dalam mengambil kebijakan untuk usaha meningkatkan pendapatan retribusi, khususnya pendapatan yang berasal dari retribusi pelayanan pasar. Bagi penulis sendiri dapat digunakan sebagai rujukan atau perbandingan bagi

(23)

13

peneliti selanjutnya yang tertarik untuk membahas masalah praktik sewa lapak yang dikaji dengan akad ija>rah.

G. Definisi Operasional

Definisi Operasional memuat beberapa penjelasan tentang pengertian yang bersifat operasional, yaitu memuat masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian yang kemudian didefinisikan secara jelas dan mengandung spesifikasi mengenai variabel yang digunakan didalam penelitian ini. Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Hukum Islam

Hukum Islam adalah seperangkat peraturan tentang tingkah laku orang mukalaf dan beragama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an, hadist dan pendapat ulama tentang Ija>rah.

2. Sewa Lapak

Sebuah persetujuan di mana pembayaran dilakukan atas penggunaan suatu tanah secara sementara oleh orang lain.

3. Pedagang Kaki Lima

Pedagang atau orang yang melakukan kegiatan atau usaha kecil yang keberadaannya tidak boleh mengganggu fungsi publik, baik ditinjau dari aspek sosial, fisik, visual, lingkungan dan pariwisata.

(24)

14

4. Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro

Di Desa Sidobandung Dusun Karangturi terdapat Tempat berdirinya pasar lapak sekaligus menjadi tempat terjadinya transaksi sewa lapak yang disewakan oleh pemilik tanah dan penyewa.

H. Metode Penelitian

Metode Penelitian yaitu seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah yang sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu yang diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara pemecahannya.23 Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif.

Aspek-aspek yang digunakan dalam sub bab “Metode Penelitian” ini berkenaan dengan lokasi penelitian, data yang dikumpulkan, sumber data, pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka jenis penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian lapangan (Field Research). Penelitian lapangan adalah salah satu bentuk metodologi penelitian yang mengharuskan peneliti terjun langsung ke lapangan, terlibat dengan masyarakat setempat. Penelitian ini menekankan pentingnya pemahaman tentang situasi alamiah partisipan, lingkungan dan tempatnya. Jadi, lingkungan, pengalaman dan keadaan

(25)

15

faktual adalah titik berangkat penelitian tersebut bukannya asumsi, praduga, atau konsep peneliti.24

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan Di Dusun Karangturi Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

3. Data yang dikumpulkan

Data yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang terdapat di dalam rumusan masalah yaitu:

a. Data Primer

1) Data tentang alasan adanya Sewa lapak Pedagang Kaki

Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

2) Data tentang prosedur pembayaran Sewa lapak Pedagang

Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

b. Data Sekunder

1) Proses awal mula perjanjian Sewa lapak Pedagang Kaki

Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

(26)

16

2) Praktik Sewa lapak yang berlangsung pada Pedagang Kaki

Lima di desa Sidobandung, kecamatan Balen, kabupaten Bojonegoro.

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data tersebut dapat diperoleh.25 Adapun sumber data dalam penelitian ini diantaranya:

a. Sumber Primer

Sumber primer yaitu adalah sumber data yang bersumber dari lapangan yang berkaitan dengan transaksi sewa lapak di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro. yang diperoleh dari :

1) Bapak Ngudi (Pedagang) 2) Bapak Didik (Pedagang) 3) Bapak Yono (Pedagang) 4) Bapak Nur Hadi (Pedagang) 5) Bapak Asep (Pedagang) 6) Bapak Pi’i (Pemilik lapak) 7) Ibu Azhani (Perangkat desa)

(27)

17

b. Sumber sekunder

Sumber skunder adalah sumber-sumber data yang diambil dari buku-buku dan catatan-catatan tentang apa saja yang berkaitan dengan hukum Islam dan pungutan, antara lain:

1) Al-Qur’an, Departemen Agama

2) Fiqh Ekonomi Syariah (Fiqh Muamalah), karangan

Mardani

3) Fiqh Muamalah, karangan Nasrun Haroen 4) Fiqih Mu’amalah, karangan Saiful Jazil

5) Fiqih Muyassar, terjemahan Syaikh Shalih bin Abdul

Aziz Alu Asy-Syaikh

6) Fiqh Sunnah, karangan Sayyid Sabiq

7) Hadist Ekonomi (ekonomi dalam perpesktif hadist

nabi), karangan Prof. Idri

8) Hukum Ekonomi Islam, karangan Suhrawardi K. Lubis 9) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, karangan R.

Subekti

10)Dan data pendukung lainnya baik, jurnal, skripsi, buku

maupun artikel yang berkaitan dengan hukum Islam dan sewa menyewa.

(28)

18

5. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini didapat dengan dua teknik yaitu teknik pengumpulan data lapangan dan pengumpulan data kepustakaan. Teknik pengumpulan data lapangan, antara lain:

a. Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan.26 Sebagaian besar data yang tersedia yaitu berbentuk wawancara dari pedagag kaki lima, wawancara dari pemilik tanah, wawancara dari perangkat desa dan foto-foto praktik.27 Dengan demikian dapat diperoleh informasi yang lebih mendalam mengenai transaksi sewa lapak Pedagang Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

b. Dokumenter

Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi yaitu dokumen desa.

6. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan metode induktif dan metode verifikatif.

26 Masruhan, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:Alfabeta, 2010). 224 27 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 138

(29)

19

Metode induktif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggali kenyataan-kenyataan dari hasil riset tentang adanya suatu praktik Sewa lapak Pedagang Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro yang bersifat khusus untuk kemudian ditarik pada kesimpulan yang bersifat umum.

Sedangkan verifikatif adalah menilai data-data yang berkaitan dengan Sewa lapak Pedagang Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro dan ditinjau berdasarkan Hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Pembahasan skripsi ini bersifat sistematis, agar lebih mudah memahami skripsi ini maka digunakan sistematika berikut:

Bab pertama, pendahuluan. Berisi latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua menjelaskan tentang konsep ija>rah dalam Hukum Islam, berisi tentang akad ija>rah yang meliputi definisi ija>rah, landasan hukum tentang ija>rah, rukun ija>rah, syarat sahnya ija>rah, mempercepat dan menangguhkan upah, bentuk ija>rah yang dilarang oleh Islam, pembatalan dan berakhirnya ija>rah, dan pengembalian obyek ija>rah.

(30)

20

Bab ketiga menjelaskan tentang praktik sewa lapak Pedagang Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro, membahas tentang profil pasar, pengelola dan pedagang kaki lima, dan realisai pembayaran sewa lapak.

Bab keempat menjelaskan tentang analisis terhadap praktik sewa lapak dan analisis hukum Islam terhadap sewa lapak Pedagang Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

Bab kelima menjelaskan tentang penutup dari pembahasan skripsi ini yang didalamnya memuat kesimpulan akhir, kemudian dilanjutkan dengan saran-saran.

(31)

BAB II IJA<RAH

A. Ijara>h

1. Pengertian Ijara>h

Menurut Sayyid Sabiq, ija<rah berasal dari kata al-ajru yang berarti al ‘iwadhu (ganti). Dari sebab itu, al sawwab (pahala) dinamai ajru (upah)1. Secara bahasa menurut Rahmad Syafi’i, seperti yang dikutip oleh Sohari Sahrani dan Ruf’ah Abdullah dalam bukunya fikih muamalah, menyatakan bahwa ija<rah secara bahasa adalah bay’ul manfa’ah (menjual manfaat).2

Menurut Muhammad Shalih al Munajjid dalam bukunya intisari fikih Islam yang diterjemahkan oleh Nurul Muklisin menyatakan ija<rah adalah akad atas manfaat (jasa) yang dibenarkan dengan takaran yang diketahui dan dalam waktu yang telah ditentukan.3

Sedangkan menurut Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, ija>rah ialah akad terhadap suatu manfaat dalam jangka waktu tertentu dengan bayaran tertentu.4 Menurut Zainudin Ali dalam bukunya Hukum perdata Islam di Indonesia menjelaskan ija<rah adalah suatu transaksi sewa-menyewa

1 Sayyid Sabiq ,Fikih Sunnah 13, terj. Kamaludin A (Bandung: PT Alma’arif, 1987), 7. 2 Sohari Sahrani dan Ruf’ah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), 167. 3 Muhamad Shalih al-Munajjid, Intisari Fikih Islami, terj. Nurul Mukhlisin (Surabaya: Fitrah

Mandiri Sejahtera, 2007), 159.

4 Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri, Minhajul muslim, Mustofa ‘Aini (Jakarta: Darul Haq,

(32)

21

antara pihak penyewa dengan yang mempersewakan sesuatu harta atau barang untuk mengambil manfaat dengan harga tertentu dan dalam waktu tertentu.5

Menurut Saleh al Fauzan, ija<rah ada dua jenis. Jenis yang pertama adalah ija<rah yang berlangsung atas manfaat yang berasal dari benda tertentu atau dari benda yang disebutkan ciri-cirinya. Jenis yang kedua adalah menyewa (mengupah) orang untuk pekerjaan tertentu.6

Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ija<rah adalah akad atau transaksi sewa-menyewa atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Dana atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu dengan imbalan jasa (upah).

Secara terminologi perlu dikemukakan pendapat para ulama’, antara lain:

a. Menurut Ali al-Khafif, ija<rah adalah transaksi terhadap sesuatu yang

bermanfaat dengan imbalan.

b. Menurut ulama’ Syafi’iyah, ija<rah adalah transaksi terhadap sesuatu

manfaat yang dimaksud, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.

5 Zinuddin Ali,Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta:Sinar Grafika,2006),150.

6 Shaleh al-Fauzan, Fikih sehari-hari, terj. Abdul Hayyie al-Kattani (Jakarta: Gema Insani Press,

(33)

22

c. Menurut ulama’ Malikiyah dan Hanabilah, ija<rah adalah pemilikan

suatu manfaat yang diperbolehkan dalam waktu tertetentu dengan imbalan.7

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka ija<rah tidak boleh dibatasi dengan syarat. Akad ija<rah tidak boleh dipalingkan, kecuali ada unsur manfaat, dan akad ija<rah tidak boleh berlaku pada pepohonan untuk diambil buahnya.8

Menurut pengertian syara’, ija<rah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.9 Ketika akad sewa menyewa telah berlangsung, penyewa sudah berhak mengambil manfaat. Orang yang menyewakan berhak pula mengambil upah, karena akad ini adalah mu’awad{ah (penggantian)10

Pengertian upah menurut Dyah Widyastuti dan Waridin menyimpulkan, upah adalah suatu penghargaan atau balas jasa yang diberikan pengusaha kepada karyawannya atas pekerja atau jasa – jasanya kepada pengusaha dalam kurun waktu tertentu.11

2. Dasar Hukum Ija<rah

Bila dilihat dari uraian di atas, rasanya mustahil manusia hidup berkecukupan tanpa hidup berija<rah dengan manusia lain. Karena itu, boleh dikatakan bahwa pada dasarnya ija<rah itu adalah salah satu bentuk

7 Abu Azam Al Hadi, Fiqh Muamalah Kontemporer (Sidoarjo: CV Cahaya Intan XII. 2014), 72. 8 Ibid., 73.

9 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13..., 7. 10 Ibid, 8.

11 Endang Dyah Widyastuti dan Waridin, Pengaruh Imbalan, ‚Kondisi Fisik Lingkungan dan

Hubungan Antar Karyawan Terhadap Prestasi Kerja Tenaga Medis‛, Ekobisnis, No 2 Vol 4 (2002), 121.

(34)

23

aktivitas antara dua belah pihak atau saling meringankan, serta termasuk salah satu tolong menolong yang diajarkan agama.

Ija<rah merupakan salah satu jalan memenuhi kebutuhan manusia. Oleh sebab itu, para ulama menilai bahwa ija<rah ini merupakan suatu hal yang boleh bahkan kadang-kadang perlu dilakukan. Walaupun ada pendapat yang melarang ija<rah, tetapi oleh jumhur ulama pandangan yang ganjil itu dipandang tidak ada. Banyak ayat dan riwayat yang dijadikan argument oleh para ulama akan kebolehan ija<rah tersebut.12

Ija<rah yang sah dibolehkan dalam Al Qur’an, as Sunnah dan ijma’. Dalil-dalil dibolehkannya adalah sebagi berikut:

a. Dasar hukum Al Qur’an 1) Al-Qasas 26

َتۡسٱ ِتَب

َ

أَٰٓ َي اَهٍُٰىَدۡحِإ ۡت

َلاَق

َتۡسٱ ِوَن َ ۡيَۡخ َّنِإ ُُۖهۡرِجۡٔٔٔ

ُينِن

َ ۡ

لۡٱ ُّيََِق

ۡلٱ َتۡرَجۡٔٔٔ

Artinya:‚Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya"13 (Q.S. al Qasas : 26) 2) Al-Zukhruf ayat 32

َۚاَيۡنُّلدٱ ِةََٰيَ

لۡٱ ِفِ ۡمٍَُج َشيِعَّن مٍَُيۡيَب اَيۡه َسَق ُوۡ

ۡ

نَ َۚ َكِّبَر َتَ ۡحَۡر َنَُهِسۡقَي ۡمٌُ

َ

َ

أ

ۗاّٗيِرۡخُس ا ٗضۡعَب مٍُ ُضۡعَب

َذِخَّجَ ِّلّ ٖتٰ َجَرَد ٖضۡعَب َقََۡف ۡمٍَُضۡعَب اَيۡعَفَرَو

َنَُعَهۡ َيَ اَّهِّم ٞ ۡيَۡخ َكِّبَر ُتَ ۡحَۡرَو

12 Helmi Karim, Fiqh Muamalah…, 30.

(35)

24

Artinya:‚Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat

Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.‛14 (Q.S. Al Zukhruf : 32)

3) Al-Kahfi ayat 77

اَهٌَُُفِّي َضُي ن

َ

أ ْاََۡب

أَف اٍََلٌۡ

َ

َ

أ ٓاَهَع ۡطَجۡسٱ ٍةَيۡرَق َلٌۡ

َ

أ ٓاَيَت

أ ٓاَذِإ َٰٓ َّتََّح اَق

َ

َلَطىٱَف

ًِۡيَلَع َتۡذَخَّ

َلَ َتۡئِش ََۡل َلاَق ُۖۥًَُناَقَأَف َّضَقيَي نَأ ُديِرُي اٗراَدِج اٍَيِف اَدَجَََف

اٗرۡج

َ

أ

Artinya:‚Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkandalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu"15 (Q.S. Al Kahfi : 77) b. Dasar Hukum As-sunnah

Para ulama menyempurnakan alasan diperbolehkannya ija<rah dan sabda Rasulullah saw diantaranya adalah:

1) Hadis Bukhari

يِذَّلا ىَطْعَأَو َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص ُِّبَِّنلا َمَجَتْحا َلاَق اَمُهْ نَع َُّللَّا َيِضَر ٍساَّبَع ِنْبا ْنَع

ُوَمَجَح

ِوِطْعُ ي َْلَ اًماَرَح َناَك ْوَلَو

Artinya:‛Dari Ibn ‘Abba>s RA., katanya: Nabi Saw. Berbekam

dan memberikan upah kepada orang yang

membekamnya dan seandainya mengetahui

14 Ibid., 104. 15 Ibid., 642.

(36)

25

kemakruhannya, niscaya ia tidak akan memberi upah kepadanya‛ (H.R. al-Bukha>ri>).16

2) As-sunnah

ُهَرْجَأ َيرِجَْلْا اوُطْعَأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا ُلوُسَر َلاَق َلاَق َرَمُع ِنْب َِّللَّا ِدْبَع ْنَع

ُوُقَرَع َّفَِيَ ْنَأ َلْبَ ق

Artinya:‛Dari Abdullah bin Umar, ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Berilah upah kepada para pekerja sebelum keringatnya mengering." (H.R. Ibn Majah)17

c. Dasar hukum landasan ijma’

Mengenai disyari’atkan ija<rah, semua umat bersepakat tak seorang pun yang membantah kesepakatan (ijma’) ini, sekalipun ada beberapa orang diantara mereka yang berbeda pendapat, akan tetapi hal itu tidak dianggap.18

3. Rukun dan Syarat Ija<rah

Sebagai salah satu transaksi yang umum ija<rah baru dianggap sah jika terpenuhi rukun dan syarat sebagaimana yang berlaku secara umum dalam transaksi lainnya.

a. Rukun al-ija<rah terdiri dari

1) Mu’jir adalah orang yang menerima upah dan yang menyewakan. 2) Musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan

sesuatu dan yang menyewa sesuatu.19

16 Al-Hafidz Ibnu Hajar al-A’qalani, Bulughul Maram, terj. Hamim Thohari Ibnu M Dalimi

(Jakarta: PT Gramedia), 240.

17 Ibid., 318.

18 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13..., 11.

(37)

26

3) S{igat ijab Kabul adalah lafaz sewa atau yang berhubungan dengannya, serta lafaz (ungkapan) apa saja yang dapat menunjukkan hal tersebut.20

4) Ujrah (upah) adalah Imbalan atau balas jasa atas sesuatu yang telah di ambil manfaatnya. Pembayaran upah merupakan suatu kewajiban yang harus diutamakan oleh orang yang menyewa atau mengupah seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.

5) Manfaat, manfaat dari hasil penggunaan aset dalam ija<rah obyek kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam obyek akad ini adalah:

a) Obyek ija<rah adalah manfaat dari penggunaan barang dan jasa. b) Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan. c) Pemenuhan manfaat harus yang bisa diperbolehkan.

d) Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.

e) Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jaha<lah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.

f) Spesifikasi manfaat yang dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya, bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi.

(38)

27

g) Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada pemilik aset sebagai pembayaran manfaat.

h) Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.

i) Syarat barang sewaan haruslah benda yang dapat dipegang atau yang dapat dikuasai.

b. Syarat-syarat ija<rah

Syarat ija<rah terdiri dari empat macam, yaitu syarat al-‘aqd (terjadinya akad), syarat an-nafa>dh (syarat pelaksanaan akad), syarat sah ija<rah dan syarat lazim.

1) Syarat Mu’jir dan Musta’jir

Untuk mu’jir dan musta’jir atau kedua orang yang berakad, menurut ulama Syafi’iyah Hanabilah, disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila, menyewakan harta mereka atau diri mereka (sebagai buruh), menurut mereka ija<rah tidak sah.

Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad itu tidak harus mencapai usia baligh, tetapi anak yang mumayyiz pun boleh melakukan akad ija<rah. Namun, mereka mengatakan, apabila seorang anak yang

(39)

28

mumayyiz melakukan akad ija<rah terhadap harta atau dirinya, maka akad itu baru dianggap sah apabila disetujui oleh walinya.21

2) Syarat terjadinya akad

Syarat al-’aqd (terjadinya akad, berkaitan dengan ‘aqid, zat akad, dan tempat akad.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam jual-beli, menurut ulama Hanafiyah, ‘aqd (orang yang melakukan akad) disyaratkan harus berakal dan mumayyiz (minimal 7 tahun), serta tidak disyaratkan harus balig. Akan tetapi, jika bukan barang miliknya sendiri, akad ija<rah anak mumayyiz, dipandang sah bila telah diizinkan walinya.

Ulama’ Malikiyah berpendapat bahwa tamyiz adalah syarat ija<rah dan jual-beli, sedangkan baligh adalah syarat penyerahan. Dengan demikian, akad anak mumayyiz adalah sah, tetapi tergantung atas keridaan walinya.

Ulama’ Hanabilah dan Syafi’iyah mensyaratkan orang yang akad harus mukallaf, yaitu baligh dan berakal, sedangkan anak mumayyiz belum dapat dikategorikan ahli akad.22

3) Syarat pelaksanaan (an-nafadh)

Agar ija<rah terlaksana, barang harus dimiliki oleh ‘aqid atau ia memiliki kekuasaan penuh untuk akad (ahli>yah). Dengan demikian ija<rah al-fud{u>l (ija<rah yang dilakukan oleh orang yang tidak

21 Ad-Dardir, asy-Syarh al-Kabir, (Beirut: Dar al-Fikr,tt).) jilid IV, 2

(40)

29

memiliki kekuasaan tidak diizinkan oleh pemiliknya) tidak dapat menjadikan adanya ija<rah.23

4) Syarat sah ijara>h

a) Kerelaan dua pihak yang melakukan akad.

Kalau salah seorang dari mereka dipaksa untuk melakukan ijara<h, maka tidak sah, berdalil surah An Nisa ayat 29.

اٍَُّي

أَٰٓ َي

َ

ٱ

َويِ

لَّ

َّ

ِب مُكَيۡيَب مُك

َلَٰوۡنَأ ْآَُلُكۡأَث َلَ ْاَُيَناَء

ٱ

ِلِطٰ َب

ۡل

ن

َ

أ ٓ

لَِإ

َّ

َّنِإ َۚۡمُك َسُفى

َ

أ ْآَُلُجۡقَت

لََو َۚۡمُكيِّن ٖضاَرَث وَع ًةَرٰ َجِث َنَُكَث

َ

ٱ

َ َّللّ

َن َكَ

اٗهيِحَر ۡمُكِب

Artinya:‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.‛24(Q.S. An Nisa : 29)

b) Ija<rah (sewa-menyewa) tidak sah kecuali dari orang yang boleh bertindak (mengurusi harta), dengan berstatus sebagai seorang yang berakal, dewasa, merdeka dan bertindak lurus.

c) Hendaklah keadaan manfaat jasa yang disewakan itu diketahui, karena manfaat jasa tersebut adalah objek yang diakad, maka disyaratkan harus mengetahuinya sebagaimana jual beli.

23 Ibid.,126.

(41)

30

d) Hendaklah status upah diketahui, karena ia adalah pengganti (alat tukar) dalam transaksi tukar menukar, sehingga ia harus diketahui sebagaimana harga (barang dalam jual beli).25

e) Hendaklah status manfaat jasa merupakan suatu manfaat yang mubah, maka tidak sah ija<rah atas transaksi perzinaan, nyanyian, dan jual beli alat-alat permainan (yang melalaikan).

f) Kondisi manfaat jasa bisa diambil secara penuh, sehingga tidak sah ija<rah atas sesuatu yang manfaatnya tidak bisa diambil, seperti penyewa orang buta untuk menjaga sesuatu yang memerlukan penglihatan.

g) Hendaklah manfaat yang disewakan adalah milik sah penjual jasa atau diizinkan olehnya, karena ija<rah adalah jual beli manfaat, maka hal itu disyaratkan dalam transaksi tersebut, seperti jual beli.

h) Hendaklah masa ija<rah itu diketahui, sehingga tidak sah ija<rah untuk waktu yang tidak diketahui, karena ia menyebabkan perselisihan.26

5) Syarat kelaziman

Syarat kelaziman ija<rah terdiri atas dua hal berikut:

25 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah…, 12.

26 Asy-Syaikh Ali, TerjemahanFikih Muyassar, Panduan Praktis Fikih dan Hukum Islam (Jakarta:

(42)

31

a) Ma’qu>d ‘alayh (barang sewaan) terhindar dari cacat

Jika terdapat cacat pada ma’qu>d ‘alayh (barang sewaan), penyewa boleh memilih antara meneruskan dengan membayar penuh atau membatalkanya.

b) Tidak ada uzur yang dapat membatalkan akad

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa ija<rah batal karena adanya uzur sebab kebutuhan atau manfaat akan hilang apabila ada uzur.27

4. Hal-hal yang wajib dilakukan oleh Mu’jir (Orang Yang Menyewakan) dan Musta’jir (Penyewa)

a. Orang yang menyewakan sesuatu wajib berusaha semaksimal mungkin agar penyewa dapat mengambil manfaat dari apa yang ia sewakan. Misalnya, orang yang menyewakan (mu’jir) membersihkan area tanah yang di sewakan agar tanah yang ditempati oleh penyewa (musta’jir) bersih dan tidak kumuh.

b. Penyewa, ketika menyewa, wajib menghilangkan semua yang terjadi karena perbuatannya. Kemudian menyerahkan apa yang ia sewa sebagaimana ketika menyewanya.

c. Ija<rah adalah akad yang wajib dipatuhi atas dua pihak, mu’jir dan musta’jir. Karena Ija<rah merupakan salah satu bentuk dari jual beli, maka hukumnya serupa dengan hukum jual beli. Dan, masing-masing pihak tidak boleh membatalkan akad kecuali dengan persetujuan pihak

(43)

32

lain, kecuali jika ada kerusakan yang ketika akad dilangsungkan penyewa tidak mengetahuinya. Maka hal ini boleh membatalkannya. d. Orang yang menyewakan wajib menyerahkan benda yang disewakan

kepada penyewa dan memberinya keleluasaan untuk menfaatkannya. Apabila ia menghubungi penyewa untuk memanfaatkan benda yang disewakan selama masa sewa atau dalam sebagaian masa sewa, maka penyewa tidak berhak mendapatkan bayaran secara utuh.28

e. Jika seorang yang disewa (diupah) jatuh sakit, maka digantikan orang lain, sedangkan bayarannya adalah dari orang yang jatuh sakit tersebut. Kecuali jika telah disepakati bahwa ia harus melakukan sendiri pekerjaan tersebut, makai a tidak bisa digantikan. Karena terkadang tujuan dari akad ija<rah tersebut tidak bisa terwujud jika dilakukan oleh orang lain.

f. Bayaran atau upah wajib diberikan penyewa berdasarkan akad, orang yang disewa tidak berhak untuk meminta upah kecuali setelah menyelesaikan pekerjaannya, karena orang yang diupah (disewa) dipenuhi bayarannya setelah menyelesaikan pekerjaannya. Jika yang disewa adalah benda, maka pemiliknya boleh meminta bayaran setelah penyewa mengambil manfaat yang dibutuhkan atau setelah menyerahkan benda yang disewakan kepada penyewa dan selesai masa sewa dengan tanpa adanya penghalang. Karena bayaran adalah ganti,

(44)

33

sehingga ia tidak berhak diterima oleh pemilik kecuali dengan diserahkannya apa yang digantikan dengan bayaran tersebut.

g. Orang yang disewa wajib bekerja bersungguh-sungguh dan

menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Haram baginya menipu dan berkhianat dalam melakukan pekerjaannya. Selama disewa, ia wajib terus bekerja dan tidak melewatkan sedikitpun waktu dari masa penyewaan tersebut tanpa bekerja. Dan, hendaknya ia bertaqwa kepada Allah dalam melaksanakan kewajibannya tersebut.29

5. Sifat ija<rah

Ija<rah menurut Hanafiyah adalah akad yang lazim, tetapi boleh di-fasakh apabila terdapat udzur, sebagaimana yang telah diuaraikan sebelum ini, sedangkan menurut jumhur ulama’, ija<rah adalah akad yang lazim (mengikat), yang tidak bisa di-fasakh kecuali dengan sebab-sebab yang jelas, seperti adanya ‘aib (cacat) atau hilangnya objek manfaat. Hal tersebut oleh karena itu ija<rah adalah akad atas manfaat, mirip dengan akad nikah. Disamping itu, ija<rah adalah akad mu’awad}ah, sehingga tidak bisa dibatalkan begitu saja, sama seperti jual beli.

Sebagai kelanjutan dari perbedaan pendapat tersebut, Hanafiyah berpendapat bahwa ija<rah batal karena meninggalnya seorang pelaku akad, yakni musta’jir atau mu’jir. Hal itu karena apabila akad ija<rah masih tetap maka manfaat yang dimiliki oleh musta’jir atau uang sewa

(45)

34

yang dimiliki oleh mu’jir berpindah kepada orang lain (ahli waris) yang tidak melakukan akad, maka ija<rah tidak sah.

Misalnya menyewa rumah untuk tempat tinggal yang dibayar dengan tempat tinggal rumah si penyewa, menyewa kendaraan dengan kendaraan, tanah pertanian dengan tanah pertanian, ini pendapat Hanafiyah. Akan tetapi Syafi’iyah tidak memasukkan syarat ini sebagai syarat untuk ujrah.30

6. Mempercepat dan Menangguhkan Upah

Jika ija<rah itu suatu pekerjaan. Maka kewajiban pembayaran upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan. Bila tidak ada pekerjaan lain, jika akad sudah berlangsung dan tidak disyaratkan, mengenai pembayaran dan tidak ada ketentuan penangguhnya. Menurut Abu Hanifah wajib diserahkan upahnya secara berangsur sesuai dengan manfaat yang diterimanya. Menurut Imam Syaifi’i dan Ahmad, sesungguhnya ia berhak dengan akad itu sendiri. Jika mu’jir menyerahkan zat benda yang disewa kepada musta’jir. Ia berhak menerima bayarannya karena penyewa (musta’jir) sudah menerima kegunaannya.31

Hak menerima upah bagi musta’jir adalah sebagai berikut: 1) Selesai bekerja

Berdalilkan pada Hadis yang diriwayatkan oleh ibnu majjah bahwa Nabi Saw bersabda:

30 Ahmad Wardi Muslich, Fikih Muamalah (Jakarta: Amzah, 2013), 326-327. 31 Hendi Suhendi, Fikih Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo persada), 121.

(46)

35

ْنَع

ِدْبَع

َِّللَّا

ِنْب

َرَمُع

َلاَق

َلاَق

ُلوُسَر

َِّللَّا

ىَّلَص

َُّللَّا

ِوْيَلَع

َمَّلَسَو

اوُطْعَأ

َيرِجَْلْا

ُهَرْجَأ

َلْبَ ق

ْنَأ

َّفَِيَ

ُوُقَرَع

Artinya:‛Dari Abdullah bin Umar, ia berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Berilah upah

kepada para pekerja sebelum keringatnya

mengering." (HR. Ibnu Majah)32 2) Mengalirnya manfaat, jika ija<rah untuk barang

Apabila ada kerusakan pada ‘ain (barang) sebelum dimanfaatkan dan sedikitpun belum ada waktu yang berlalu, ija<rah batal.

3) Memungkinkan mengalirnya manfaat jika masanya berlangsung, ia mungkin mendatangkan manfaat pada masa itu sekalipun tidak terpenuhi seluruhnya.

4) Mempercepat dalam bentuk pelayanan atau kesepakatan kedua belah pihak sesuai dengan syarat, yaitu mempercepat bayaran33

7. Hal yang membatalkan akad ija<rah.

a. Rusaknya benda yang disewakan. Seperti menyewakan binatang tunggangan lalu binatang tersebut mati, menyewakan rumah lalu rumah tersebut hancur, atau menyewakan tanah untuk ditanami lalu airnya berhenti.

b. Hilangnya tujuan yang diinginkan dari ija<rah tersebut. Misalnya seseorang menyewa dokter untuk mengobatinya, namun ia sembuh

32 Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Aqarani. Bulughul Maram, terj. Hamim Thohari Ibnu M Dalimi

(Jakarta: PT Gramedia), 318.

(47)

36

sebelum dokter memulai tugasnya. Dengan demikian penyewa tidak dapat mengambil apa yang di inginkan dari akad ija<rah.34

c. Terjadi aib pada barang sewaan yang kejadiaannya ditangan penyewa atau terlihat aib lama padanya.

d. Rusaknya barang yang diupahkan (ma’ju>r ’alayh), seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan, karena akad tidak mungkin terpenuhi sesudah rusaknya (barang).

e. Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, atau selesainya pekerjaan, atau berakhirnya masa, kecuali jika terdapat uzur mencegah fasakh. Seperti jika masa ija<rah tanah pertanian telah berakhir sebelum tanaman dipanen, maka ia tetap berada di tangan penyewa sampai masa selesai diketam, sekalipun terjadi pemaksaaan, hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak penyewa: yaitu dengan mencabut tanaman sebelum waktunya.

f. Penganut-penganut madzhab berkata: boleh memfasakh ija<rah, karena adanya uzur sekalipun dari salah satu pihak. Seperti seseorang yang menyewa toko untuk berdagang, kemudia hartanya terbakar, atau dicuri, atau dirampas, atau bangkrut, maka ia berhak memfasakh ija<rah.35

8. Macam-macam ija<rah

Ulama Syafi’iyah membagi akad ija<rah menjadi dua macam, yaitu ija<rah ‘ayn (penyewa barang) dan ija<rah di<mah (penyewa tanggung

34 Ahmad Wardi Muslich, Fikih Muamalah..., 482. 35 Ibid.,483.

(48)

37

jawab). Ija<rah ‘ayn (penyewa barang) adalah ija<rah atas manfaat barang tertentu, seperti rumah dan mobil. Ija<rah ini mempunyai tiga syarat, yaitu sebagai berikut:

a. Upah harus sudah spesifikasi atau sudah diketahui sehingga tidak sah ija<rah salah satu dari rumah ini (tanpa menentukan mana diantara keduanya yang disewakan.36 Dalam hal ini upah-mengupah atau ija<rah al-‘amal, yakni jual-beli jasa biasanya berlaku dalam beberapa hal seperti menjahit pakaian, membangun rumah, dan lain-lain. ijara>h al-‘amal terbagi menjadi dua yaitu

1) Ijara>h khusus yaitu ijara>h yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang yang bekerja tidak boleh bekerja selain dengan orang yang memberinya upah.

2) Ijara>h musytarik yaitu ijara>h dilakukan secara bersama-sama atau melalui kerja sama. Hukumnya dibolehkan kerja sama dengan orang lain.37

b. Barang yang disewakan terlihatoleh kedua pelaku akad sehingga tidak sah ijara>h rumah atau mobil yang belum dilihat oleh kedua pelaku akad, kecuali jika keduanya telah melihatnya sebelum akad dalam waktu yang biasanya barang tersebut tidak berubah.

c. Ijara>h tidak boleh disandarkan pada masa mendatang, seperti ijara>h rumah pada bulan atau tahun depan.

36 Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu..., 418.

(49)

38

ijara>h dimmah (penyewa tanggung jawab) adalah ijara>h untuk manfaat yang berkaitan dengan d}immah (tanggung jawab) orang yang menyewakan, dalam ijara>h dimmah disyaratkan dua syarat, yaitu :

a. Upah harus diberikan dengan kontan di majelis akad karena ijara>h ini adalah akad salam dalam manfaat maka disyariatkan menyerahkan modal salam.

b. Barang yang sudah disewakan sudah ditentukan jenis, tipe dan sifatnya seperti mobil atau kapal laut laut yang besar atau yang kecil.38

(50)

BAB III

PRAKTIK SEWA LAPAK PEDAGANG KAKI LIMA DI DESA SIDOBANDUNG KECAMATAN BALEN KABUPATEN BOJONEGORO

A. Gambaran Umum Desa Sidobandung

Pada bab ini penulis akan menggambarkan objek penelitian di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro yang berada di sebelah timur pusat Kecamatan dengan jarak tempuh 5 km. Sedangkan jarak tempuh ke ibu kota Kabupaten adalah 12 km.1

1. Letak Geografis

Letak geografis tersebut meliputi beberapa hal yakni sebagai berikut:

a. Batas wilayah

1) Di sebelah utara berbatasan dengan Desa Kemamang

Kecamatan Balen.

2) Di sebelah timur berbatasan dengan Desa Mayangkawis Kecamatan Balen.

3) Di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Duyungan Kecamatan Sukosewu.

4) Di sebelah barat berbatasan dengan Desa Ngadiluhur Kecamatan Balen.

(51)

40

b. Pembagian Desa Sidobandung

1) Dusun Mekarah

2) Dusun Dureg

3) Dusun Grabagan

4) Dusun Karangturi

Dusun Karangturi merupakan dusun paling timur dari beberapa dusun dan berdekatan dengan akses jalan raya. Karenanya dusun ini yang akan menjadi kajian dari penulis sebab dusun Karangturi merupakan dusun yang memiliki lapak pedagang atau pasar lapak untuk berjualan atau melakukan kegiatan muamalah.

c. Keadaan Penduduk

Masyarakat Desa Sidobandung merupakan penduduk asli dari Desa Sidobandung. Adapun jumlah penduduk Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten sebagai berikut:

1) Dusun Mekarah : 847 warga

2) Dusun Dureg : 765 Jiwa

3) Dusun Grabagan : 1.182 Jiwa

4) Dusun Karangturi : 1.305 Jiwa

Dari sekian banyak jumlah penduduk yang ada di Desa Sidobandung, tidak menutup kemungkinan bahwa akan terjadi penambahan atau pengurangan jumlah penduduk, karena

(52)

41

mengingat angka kematian dan kelahiran yang akan terus terjadi, disamping itu kemungkinan adanya perpindahan penduduk dari desa ke kota maupun sebaliknya.

d. Keadaan Penduduk, Ekonomi Sosial dan Keagamaan Desa

Sidobandung.

1. Keadaan Pendidikan

Keadaan pendidikan masyarakat di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro cenderung meningkat karena sudah memenuhi standart wajib pendidikan yaitu belajar sembilan tahun. Meskipun demikian apabila dibandingkan dengan pesatnya jaman, pendidikan di Desa Sidobandung dikatakan masih rendah, sebab mayoritas kaum tuanya hanya mengenyam pendidikan tingkat dasar. Adapun generasi mudanya sebagian kecil melanjutkan pendidikan lanjutan atas bahkan diantara mereka ada yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi.

Kondisi tersebut bisa jadi disebabkan bertambahnya pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap pentingnya pendidikan sehingga mereka menyekolahkan anaknya hingga tingkat tinggi. Meskipun demikian, generasi mudanya masih belum berwawasan global atau minimal regional, sebab perhatian mereka masih terarah kepada membantu orang tua dalam mencari penghasilan untuk keluarga.

(53)

42

Adapun sarana penduduk desa Sidobandung sebagai berikut:

Taman Kanak-kanak (TK) : 2

Sekolah Dasar (SD) : 2

Madrasah Ibtidaiyah (MI) : -

Sekolah Menengah Pertama (SMP) : -

Sekolah Menengah Atas (SMA) : -

Taman Pendidikan Al Qur’an : 4

2. Ekonomi

Untuk menggerakan roda perekonomian di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro, terdapat lembaga perekonomian, yaitu seperti:

a. Bumdes (Badan usaha milik desa) b. Keltan (Kelompok tani)

c. Hippa (Himpunan petani pengguna air)

Besarnya sumberdaya manusia ternyata juga diimbangi dengan potensi sumber daya alam yang berada di Desa Sidobandung yaitu persawahan dan akses jalan raya yang ada di sebelah timur desa yang sangat memungkinkan untuk melakukan akomodasi kegiatan. Dengan demikian, sangat dimungkinkan kondisi masyarakat akan berjalan dengan baik. Hal itu bisa dibuktikan dengan beberapa asset yang dimiliki

(54)

43

oleh masyarakat baik berupa rumah, kendaraan dan lain sebagainya.

3. Sosial Keagamaan

Mengenai kehidupan sosial keagamaan masyarakat di suatu desa dapat dilihat secara umum dari berbagai sudut pandang, di antaranya ialah kegiatan masyarakat tersebut dalam praktik kehidupan sehari-harinya. Namun demikian juga dapat dilihat dari kualitas masyarakat itu sendiri dalam mewujudkan program kegiatan keagamaan melibatkan masyarakat banyak.

Masyarakat di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro mayoritas memeluk agama Islam dan sebagian masyarakat di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro pernah mengenyam pendidikan yang berlatar belakang keagamaan maupun pendidikan umum. namun ada beberapa minoritas masyarakat yang tidak begitu memahami hukum-hukum Islam.

Sosial keagamaan masyarakat desa Sidobandung sudah dapat dianggap masih berkembang. Hal tersebut dapat dilihat dari acara keagamaan yang sering diadakan oleh masyarakat berupa yasinan dan tahlilan serta majlis ta’lim yang ditekuni oleh seluruh kalangan masyarakat.

(55)

44

Sarana dan prasarana peribadatan yang ada di Desa Sidobandung juga cukup memadai dengan adanya beberapa bangunan masjid dan mushola yang terdapat di pemukiman warga Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro.

B. Profil Pasar, Pengelola dan Pedagang Kaki Lima di Desa Sidobandung Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro

1. Data yang diperoleh di Desa Sidobandung ini terdapat adanya dua pasar atau lapak berjualan, yaitu:

a. Pasar Tradisional Desa Sidobandung

Pasar tradisional tersebut berada di Desa Sidobandung ini adalah pasar pertama yang ada di Desa Sidobandung dengan status sebagai Pasar Desa dan sudah mendapatkan izin dari pihak yang terkait.2 Dulu pasar tradisional itu awalnya sangat kecil, yang dijual oleh para pedagang ialah kebutuhan pokok seperti sembako, kebutuhan rumah tangga, sandang pangan dll.

Untuk sistem pembayaran pedagang yang menyewa membayar uang Rp.2.000.000,- per tahun dibayar dimuka dan adanya retribusi setiap pedagang waktu pasaran Legi dan Wage Rp.1000,- yang ditarik oleh Pak Sarmidi.3 Pasar tersebut dikelola oleh Pak H. Suparlan (ketua), ibu Azhani (sekertaris dan bendahara), dan Pak Nyarman (pengawas pasar). adanya pengelolaan pasar tersebut menjadikan pasar

2 Bu Azhani (Perangkat Desa), Wawancara, Sidobandung-Bojonegoro, 28 Desember 2018 3 Ibid.,

(56)

45

tradisional tersebut tambah besar dan ramai. Karena semua pemasukan dari pasar tersebut dikelola dan diwujudkan untuk pembangunan-pembangunan pasar tradisional lagi.

b. Pasar Lapak Desa Sidobandung

Pasar lapak Desa Sidobandung merupakan pasar lapak yang dibangun atas inisiatif seseorang yang bernama Pak Pi’i, beliaulah yang membangun dan menata lapak-lapak yang ada di Desa Sidobandung.4 Pasar lapak Sidobandung sudah ada sejak kurang lebih 27 tahun yang lalu, pasar ini merupakan pasar lapak yang menjual berbagai macam-macam jajanan pasar. Pasar lapak Sidobandung terletak di pinggir jalan raya yang berada di Dusun Karangturi Rt 06/01 Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro. Di pasar Sidobandung ada sekitar 8 lapak tetap dan 13 pedagang keliling.

Gambar 3.1

Pasar Lapak Desa Sidobandung

(57)

46

Pasar lapak tersebut bisa lebih ramai apabila menjelang bulan puasa Ramadhan.5 Dimana masyarakat sering membeli makanan serta minuman untuk persiapkan menu berbuka puasa, dan lokasi pasar lapak tersebut sangatlah strategis untuk menjajankan dagangannya. Jadi tidaklah heran ketika waktu menjelang bulan puasa ramadhan lapak Pak Pi’i banyak yang disewa oleh para pedagang.6

Gambar 3.2

Wawancara dengan Pedagang

Saat ditemui penyewa lain, pedagang yang mengaku sudah lama berkediaman di lapak tersebut menyewa dengan cara harian karena penyewa tersebut tidak setiap hari menggunakan lapak tersebut untuk memperdagangkan dagangannya. Terkadang, penyewa tersebut berkeliling menggunakan sepeda motor untuk berdagang namun setelah diketahui bahwa lapak tersebut telah ramai oleh pembeli maka pedagang menepati lapak tersebut setiap

5 Pak Didik, Wawancara, Sidobandung- Bojonegoro, 25 Desember 2018

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan dalam penelitian tindakan kelas ini dilakukan oleh penulis dan satu orang guru sebagai teman sejawat atau kolaborator, yaitu Ibu Ade Irma Suryani Pada

Dari hasil penelitian diperoleh persentase kelayakan rata-rata 71% sehingga dapat disimpulkan bahwa media tersebut telah layak digunakan.. Kata Kunci: media, kimia,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut: Peran Unit Pelaksana Teknis

UD Rimba juga telah memiliki Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) yang di terbitkan oleh Dinas Kehutanan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Surat

Kita akan melihat berbagai budaya dari luar Indonesia yang dibawa oleh para dai seperti nasyid, hadrah, atau folklor yang tersaji dalam bentuk cerita Islami, tembang islami dan

Pada kegiatan inti pelajaran, guru memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran Fisika dengan Kompetensi Dasar Menerapkan gerak parabola dengan menggunakan

Bentuk dari penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rahma Nurvidiana dkk (2015) “Pengaruh Word Of Mouth Terhadap Minat Beli Serta Dampaknya Pada

Kun tarkastellaan niiden kuntien arvioita, jotka ovat saaneet tukea, on vastaanoton käynnistämiseen tai paikkojen lisäämiseen ollut bonusrahalla suurempi merkitys kunnille