• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merill) melalui Aplikasi Asam Askorbat dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular di Tanah Salin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merill) melalui Aplikasi Asam Askorbat dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular di Tanah Salin"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L. Merill) MELALUI APLIKASI ASAM ASKORBAT DAN INOKULASI

FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DI TANAH SALIN

SKRIPSI

Oleh :

ROMI MARTINO SITANGGANG/ 090301104 AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L. Merill) MELALUI APLIKASI ASAM ASKORBAT DAN INOKULASI

FUNGI MIKORIZA ARBUSKULAR DI TANAH SALIN

SKRIPSI

Oleh :

ROMI MARTINO SITANGGANG/ 090301104 AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Hasil Penelitian : Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merill) melalui Aplikasi Asam Askorbat dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular di Tanah Salin

Nama : Romi Martino Sitanggang

NIM : 090301104

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

(Nini Rahmawati, SP, MSi) (Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MP) Ketua Anggota

Mengetahui

(4)

ABSTRAK

ROMI MARTINO SITANGGANG: Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Melalui Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular dan Aplikasi Asam Askorbat di Tanah Salin, dibimbing oleh NINI RAHMAWATI dan CHAIRANI HANUM.

Pemanfaatan lahan salin untuk budidaya kedelai menghadapi kendala berupa penurunan produksi kedelai. Maka dari itu, melalui inokulasi fungi mikoriza arbuskular dan aplikasi asam askorbat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai pada lahan salin dengan tingkat salinitas yang berbeda. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada Februari - Mei 2013 pada dua lokasi yaitu lokasi I: daya hantar listrik 4-5mmhos/cm dan lokasi II: daya hantar listrik 6-7 mmhos/cm, menggunakan rancangan petak terbagi dengan dua faktor yaitu aplikasi asam askorbat dan isolat fungi mikoriza arbuskular (FMA tipe 1, tipe 2, tipe 3, tipe 4 dan tipe 5) dan aplikasi asam askorbat (0 dan 500 ppm). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, jumlah klorofil daun, cabang produktif, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, serta derajat infeksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi penggunaan lokasi yang berbeda dengan aplikasi asam askorbat dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, jumlah klorofil daun, cabang produktif, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, serta derajat infeksi.

(5)

ABTRACT

ROMI MARTINO SITANGGANG: Soybean growth and yield by giving ascorbate acid and inoculation of michorriza arbuscular in saline soil, supervised by NINI RAHMAWATI and CHAIRANI HANUM.

Using of saline land to grow up soybean face trouble such yield decreasing. For that purpose by using ascorbate acid, and inoculation of MVA aimed to increase growth and yield of soybean in saline land with different level of salinity. This research was done in two location at experimental field Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, i.e. location I: electrical conductivity 4-5 mmhos/cm and location II: electrical conductivity 6-7 mmhos/cm during Februari – Mei 2013, using split plot design with two factors, i.e. giving of ascorbate acid (0 dan 500 ppm) and MVA isolate (MVA type 1, type 2, type 3, type 4 and type 5). Parameter observed were plant height, number of leaves, shoot dry weight, root dry weight, sumarize of leaf area, number of leaves clorophyl, number of productive branches, number of filed pod per plant, number of empty pod per plant, production per plant, 100 seeds dry weight, root volume, and infection level.

The result of the research showed that interaction of different location, giving of ascorbate acid, and MVA isolate were significantly effected to plant height, number of leaves, shoot dry weight, root dry weight, sumarize of leaf area, number of leaves clorophyl, number of productive branches, number of filed pod per plant, number of empty pod per plant, production per plant, 100 seeds dry weight, root volume, and infection level.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sidikalang pada tanggal 20 Januari 1991 dari ayah

Ramli Sitanggang dan ibu Sedima Gultom. Penulis merupakan putra kedua dari

lima bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Santo Thomas 2 Medan dan pada

tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur ujian masuk

bersama (UMB). Penulis memilih minat Budidaya Pertanian dan Perkebunan,

Program Studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan

Mahasiswa Agroekoteknologi, sebagai asisten praktikum di Laboratorium

Teknologi Budidaya Tanaman Pangan dan Laboratorium Dasar Agronomi. Selain

itu, penulis juga aktif dalam organisasi intrauniversitas UKM KMK USU Unit

Pelayanan Fakultas Pertanian.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian

ini. Adapun judul dari usulan penelitian ini adalah “Pertumbuhan Dan Produksi

Kedelai (Glycine max L. Merill) melalui Aplikasi Asam Askorbat dan Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular di Tanah Salin”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua

orang tua yang telah memberikan dukungan finansial dan spiritual, kepada

Nini Rahmawati, SP, M.Si dan Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MP selaku ketua dan

anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama

penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna memperlancar

penyelesaian skripsi ini.

Medan, Maret 2014

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 4

Syarat Tumbuh... 5

Iklim ... 5

Tanah ... 6

Salinitas ... 7

Pengaruh Salinitas Terhadap Tanah dan Tanaman ... 8

Asam Askorbat (Vitamin C) ... 10

Peranan Asam Askorbat Pada Tanaman ... 12

Fungi Mikoriza Arbuskular ... 14

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Penelitian ... 17

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 20

Penanaman ... 20

Pemupukan ... 20

Aplikasi Asam Askorbat ... 20

Pemeliharaan ... 21

Penyulaman dan Penjarangan ... 21

Penyiraman ... 21

Penyiangan ... 21

(9)

Panen ... 22

Pengamatan Parameter ... 22

Tinggi tanaman (cm) ... 22

Jumlah cabang produktif (cabang) ... 22

Bobot kering tajuk (g) ... 22

Bobot kering akar (g) ... 23

Total luas daun (cm2) ... 23

Kandungan klorofil daun(ml/g) ... 23

Jumlah polong berisi per tanaman (polong) ... 24

Jumlah polong hampa per tanaman (polong) ... 24

Bobot Produksi pertanaman (g) ... 24

Bobot 100 biji kering (g) ... 22

Volume Akar (ml) ... 24

Derajat infeksi (%) ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 26

Pembahasan ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 59

Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Tinggi tanaman kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat, dan

isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 28

2. Jumlah cabang produktif kedelai dengan perlakuan aplikasi asam

askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 30

3. Bobot kering tajuk kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat,

dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 31

4. Bobot kering akar kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat,

dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 33

5. Total luas daun kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat, dan

isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 34

6. Jumlah klorofil daun kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 35

7. Jumlah polong berisi kedelai per tanaman dengan perlakuan aplikasi

asam askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 37

8. Jumlah polong hampa kedelai per tanaman dengan perlakuan aplikasi

asam askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 38

9. Bobot produksi kedelai per tanaman dengan perlakuan aplikasi asam

askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 39

10. Bobot 100 biji kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat, dan

isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 41

11. Volume akar kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat, dan

isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi ... 42

12. Derajat infeksi kedelai dengan perlakuan aplikasi asam askorbat, dan

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi kedelai varietas Grobogan ... 64

2. Bagan penelitian ... 65

3. Bagan tanaman dalam plot ... 66

4. Jadwal kegiatan ... 67

5. Hasil analisis tanah salin... .. 68

6. Data pengamatan tinggi tanaman 2 MST (cm) lokasi I ... 71

7. Data pengamatan tinggi tanaman 2 MST (cm) lokasi II ... 71

8. Sidik ragam gabungan tinggi tanaman 2 MST ... 72

9. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm) lokasi I ... 72

10. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm) lokasi II ... 73

11. Sidik ragam gabungan tinggi tanaman 3 MST ... 73

12. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) lokasi I ... 74

13. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm) lokasi II ... 74

14. Sidik ragam gabungan tinggi tanaman 4 MST ... 75

15. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm) lokasi I ... 75

16. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm) lokasi II ... 76

17. Sidik ragam gabungan tinggi tanaman 5 MST ... 76

18. Data pengamatan jumlah cabang produktif (cabang) lokasi I ... 77

19. Data pengamatan jumlah cabang produktif (cabang) lokasi II ... 77

20. Sidik ragam gabungan jumlah cabang produktif ... 78

21. Data pengamatan bobot kering tajuk (g) lokasi I ... 78

(12)

23. Sidik ragam gabungan bobot kering tajuk ... 79

24. Data pengamatan bobot kering akar (g) lokasi I ... 80

25. Data pengamatan bobot kering akar (g) lokasi II ... 80

26. Sidik ragam gabungan bobot kering akar ... 81

27. Data pengamatan total luas daun (cm2) lokasi I ... 81

28. Data pengamatan total luas daun (cm2) lokasi II ... 82

29. Sidik ragam gabungan total luas daun ... 82

30. Data pengamatan total klorofil daun (g/ml) lokasi I ... 83

31. Data pengamatan total klorofil daun (g/ml) lokasi II ... 83

32. Sidik ragam gabungan total klorofil daun ... 84

33. Data pengamatan jumlah polong berisi per tanaman (polong) lokasi I ... 84

34. Data pengamatan jumlah polong berisi per tanaman (polong) lokasi II ... 85

35. Sidik ragam gabungan jumlah polong berisi per tanaman ... 85

36. Data pengamatan jumlah polong hampa per tanaman (polong) lokasi I ... 86

37. Data pengamatan jumlah polong hampa per tanaman (polong) lokasi II ... 86

38. Sidik ragam gabungan jumlah polong hampa per tanaman ... 87

39. Data pengamatan produksi per tanaman (g) lokasi I ... 87

40. Data pengamatan produksi per tanaman (g) lokasi II... 88

41. Sidik ragam gabungan produksi per tanaman ... 88

42. Data pengamatan bobot 100 biji (g) lokasi I... 89

43. Data pengamatan bobot 100 biji (g) lokasi II ... 89

44. Sidik ragam gabungan bobot 100 biji... 90

45. Data pengamatan volume akar (ml) lokasi I ... 90

(13)

47. Sidik ragam gabungan volume akar ... 91

48. Data pengamatan derajat infeksi (%) lokasi I ... 92

49. Data pengamatan derajat infeksi (%) lokasi II ... 92

50. Sidik ragam gabungan derajat infeksi ... 93

51. Foto penelitian... 94

(14)

ABSTRAK

ROMI MARTINO SITANGGANG: Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Melalui Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular dan Aplikasi Asam Askorbat di Tanah Salin, dibimbing oleh NINI RAHMAWATI dan CHAIRANI HANUM.

Pemanfaatan lahan salin untuk budidaya kedelai menghadapi kendala berupa penurunan produksi kedelai. Maka dari itu, melalui inokulasi fungi mikoriza arbuskular dan aplikasi asam askorbat diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai pada lahan salin dengan tingkat salinitas yang berbeda. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada Februari - Mei 2013 pada dua lokasi yaitu lokasi I: daya hantar listrik 4-5mmhos/cm dan lokasi II: daya hantar listrik 6-7 mmhos/cm, menggunakan rancangan petak terbagi dengan dua faktor yaitu aplikasi asam askorbat dan isolat fungi mikoriza arbuskular (FMA tipe 1, tipe 2, tipe 3, tipe 4 dan tipe 5) dan aplikasi asam askorbat (0 dan 500 ppm). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, jumlah klorofil daun, cabang produktif, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, serta derajat infeksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi penggunaan lokasi yang berbeda dengan aplikasi asam askorbat dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, jumlah klorofil daun, cabang produktif, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, serta derajat infeksi.

(15)

ABTRACT

ROMI MARTINO SITANGGANG: Soybean growth and yield by giving ascorbate acid and inoculation of michorriza arbuscular in saline soil, supervised by NINI RAHMAWATI and CHAIRANI HANUM.

Using of saline land to grow up soybean face trouble such yield decreasing. For that purpose by using ascorbate acid, and inoculation of MVA aimed to increase growth and yield of soybean in saline land with different level of salinity. This research was done in two location at experimental field Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang, i.e. location I: electrical conductivity 4-5 mmhos/cm and location II: electrical conductivity 6-7 mmhos/cm during Februari – Mei 2013, using split plot design with two factors, i.e. giving of ascorbate acid (0 dan 500 ppm) and MVA isolate (MVA type 1, type 2, type 3, type 4 and type 5). Parameter observed were plant height, number of leaves, shoot dry weight, root dry weight, sumarize of leaf area, number of leaves clorophyl, number of productive branches, number of filed pod per plant, number of empty pod per plant, production per plant, 100 seeds dry weight, root volume, and infection level.

The result of the research showed that interaction of different location, giving of ascorbate acid, and MVA isolate were significantly effected to plant height, number of leaves, shoot dry weight, root dry weight, sumarize of leaf area, number of leaves clorophyl, number of productive branches, number of filed pod per plant, number of empty pod per plant, production per plant, 100 seeds dry weight, root volume, and infection level.

(16)

PENDAHULUAN

Kedelai (Glycine max L. Merr) merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Kedelai mempunyai

arti penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam rangka memperbaiki gizi

masyarakat karena merupakan sumber protein nabati yang relatif murah bila

dibandingkan sumber protein lainnya seperti daging, susu dan ikan

(Mapegau, 2006).

Produksi kedelai nasional berdasarkan angka tetap tahun 2011 adalah

sebesar 851,29 ribu ton biji kering atau turun sebesar 55,74 ton (61,5%)

dibandingkan 2010. Menurut BPS (2011) impor kedelai mencapai 2,08 juta ton

(US$ 1,24 miliar). Penurunan produksi utamanya terjadi karena luas panen yang

berkurang yakni 660.823 ha (2010) turun menjadi 631.425 ha (2011). Kendala

lain adalah rendahnya produktivitas tanaman yakni hanya 1,3 ton/ha.

Padahal pemerintah telah mencanangkan swasembada kedelai pada rahun 2014

(BPS, 2011).

Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi kedelai Indonesia adalah

perluasan areal penanaman kedelai. Perluasan penanaman kedelai mengalami

kendala, di mana tanah-tanah produktif banyak digunakan untuk areal industri dan

perumahan. Di sisi lain masih banyak tanah di Indonesia belum dimanfaatkan

akibat keterbatasan teknik budidaya. Tanah salin adalah salah satu lahan yang

belum dimanfaatkan secara luas untuk kegiatan budidaya tanaman, hal ini

disebabkan adanya efek toksik dan peningkatan tekanan osmotik akar yang

(17)

Kadar garam pada jumlah tertentu mempunyai dampak bagi pertumbuhan

tanaman. Kadar garam tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dalam 3

cara, yaitu : garam dapat mendesak pengaruh osmotik untuk mencegah tanaman

dalam pengambilan air dari tanah, ion tertentu dapat menyebabkan

keracunan pada tanaman sebagai contoh konsentrasi Cl yang tinggi dalam

air irigasi dapat menyebabkan terbakarnya daun, khususnya pada pengaplikasian

air ke daun, dan efek tanah tertentu yang berpengaruh pada pertumbuhan

tanaman karena degradasi struktur tanah (Slinger dan Tenison, 2005).

Salah satu pendekatan untuk mendorong toleransi stres oksidatif yang

akan meningkatkan substrat enzim pada tingkat sel adalah asam askorbat. Asam

askorbat merupakan metabolit utama yang penting pada tanaman yang berfungsi

sebagai antioksidan, kofaktor enzim dan sebagai modulator sel sinyal dalam

beragam proses fisiologis penting, termasuk biosintesis dinding sel, metabolit

sekunder dan phytohormones, toleransi stress, photoprotection, pembelahan dan

pertumbuhan sel (Wolucka, dkk, 2005).

Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi cekaman salinitas pada

kedelai adalah dengan inokulasi fungi mikoriza arbuskular (FMA). Aplikasi FMA

dapat mengatasi cekaman salinitas melalui berbagai mekanisme seperti

meningkatkan serapan hara, menghasilkan hormon pertumbuhan tanaman, serta

merubah sifat fisiologi dan biokimia tanaman inang. Inokulasi FMA juga dapat

meningkatkan proses fisiologi tanaman inang seperti peningkatan kapasitas

absorbsi unsur hara oleh tanaman dengan peningkatan tekanan hidrolik

akar dan mempertahankan tekanan osmotik dan komposisi karbohidrat

(18)

Produksi kedelai yang dibudidayakan pada tanah salin dilakukan untuk

dapat mengetahui respon inokulasi FMA dan aplikasi asam askorbat dalam

mengatasi berbagai cekaman salinitas secara lebih baik.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan dan produksi kedelai varietas

Grobogan hasil seleksi generasi ke-4 melalui aplikasi asam askorbat dan

inokulasi fungi mikoriza arbuskular pada tanah salin dengan tingkat salinitas yang

berbeda.

Hipotesis Penelitian

Ada perbedaan respons pertumbuhan dan produksi varietas Grobogan hasil

seleksi generasi ke-4 melalui inokulasi fungi mikoriza arbuskular dan aplikasi

asam askorbat pada tanah salin dengan tingkat salinitas yang berbeda.

Kegunaan Penulisan

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program

Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

dan diharapkan dapat pula berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan dalam

(19)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar

tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada

akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum, yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari udara yang kemudian

dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).

Kedelai adalah tanaman setahun yang tumbuh tegak (70-150 cm),

menyemak, berbulu halus (pubescens), dengan sistem perakaran luas. Tipe pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan

meninggi. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi dan ujung batang lebih kecil

dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua

tipe lainnya (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Terdapat empat tipe daun yang berbeda yaitu kotiledon atau daun biji,

daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer sederhana

berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliat) dan bertangkai sepanjang

1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun

berikutnya daun bertiga (trifollit), namun adakalanya terbentuk daun berempat

atau daun berlima (Hidayat dalam Somaatmadja, dkk, 1985).

Kultivar kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang

tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili Papilionaceae

(20)

pistil dan 10 stamen (benang sari). 9 stamen berkembang membentuk seludang

yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas

(Poehlman dan Sleper, 1995).

Banyaknya polong tergantung pada jenisnya. Ada jenis kedelai yang

menghasilkan banyak polong, ada pula yang sedikit. Berat masing-masing biji pun

berbeda-beda, ada yang bisa mencapai berat 50-500 gram per 100 butir biji. Selain

itu, warna biji juga berbeda-beda. Perbedaan warna biji dapat dilihat pada belahan

biji ataupun pada selaput biji, biasanya kuning atau hijau transparan (tembus

cahaya). Ada pula biji yang berwarna gelap kecoklat-coklatan sampai hitam atau

berbintik-bintik (Andrianto dan Indarto, 2004).

Syarat Tumbuh Iklim

Kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan

subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok

bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung.

Iklim kering lebih disukai tanaman kedelai dibandingkan iklim lembab. Tanaman

kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100 - 400

mm/bulan. Sedangkan untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai

membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Suhu yang dikehendaki

tanaman kedelai antara 21-340C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-270C. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu yang cocok sekitar 300C (Prihatman, 2000).

Kedelai dapat tumbuh baik sampai ketinggian 1.500 dpl. Perkecambahan

(21)

atau minimal 10 jam/hari dan curah hujan yang paling optimal antara

100-200 mm/bulan (Andrianto dan Indarto, 2004).

Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20 -25 0C. Suhu 12 – 20 0C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi

dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta

pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 0C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis. Tanaman ini pada

umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah dan menyukai tanah

yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik. Tanaman ini peka

terhadap kondisi salin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Tanah

Pada dasarnya kedelai menghendaki kondisi tanah yang tidak terlalu

basah, tetapi air tetap tersedia. Jagung merupakan tanaman indikator yang baik

bagi kedelai. Tanah yang baik ditanami jagung, baik pula ditanami kedelai.

Kedelai tidak menuntut struktur tanah yang khusus sebagai suatu persyaratan

tumbuh. Bahkan pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak asam pun kedelai

dapat tumbuh dengan baik, asal tidak tergenang air yang akan menyebabkan

busuknya akar. Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8–7,

namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Dengan

menambah kapur 2 – 4 ton per ha, pada umumnya hasil panen dapat ditingkatkan

(Prihatman, 2000).

Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asal darinase dan

aerase tanah cukup baik. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol,

(22)

yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang bagus.

Kecuali kalau diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang

cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).

Tanaman kedelai dapat tumbuh baik jika drainase dan aerasi tanah baik.

Untuk dapat tumbuh subur kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur, serta

kaya bahan organik. Bahan organik yang cukup akan memperbaiki dan menjadi

bahan makanan bagi organisme dalam tanah (Suprapto,1999).

Salinitas

Salinitas adalah salah satu faktor abiotik penting yang membatasi produksi

kedelai di seluruh dunia. Reklamasi tanah bukanlah pilihan ekonomis untuk

meningkatkan produksi kedelai yang mengalami cekaman salinitas. Oleh karena

itu, perbaikan genetik untuk toleransi garam merupakan pilihan yang lebih hemat

biaya. Pemuliaan konvensional telah memberikan kontribusi signifikan terhadap

peningkatan kedelai dalam 50 tahun terakhir. Melalui pemuliaan konvensional,

mudah untuk memanipulasi pewarisan sifat-sifat kualitatif yang kurang peka

terhadap perubahan lingkungan, tetapi sifat kuantitatif seperti hasil atau toleransi

terhadap stress abiotik secara signifikan dipengaruhi oleh lingkungan

(Pathan, dkk, 2007).

Pada kondisi salin, pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat

karena akumulasi berlebihan Na dan Cl dalam sitoplasma, menyebabkan

perubahan metabolisme di dalam sel. Aktivitas enzim terhambat oleh garam.

Kondisi tersebut juga mengakibatkan dehidrasi parsial sel dan hilangnya turgor sel

karena berkurangnya potensial air di dalam sel (Yuniati, 2004). Stomata berperan

(23)

kondisi cekaman kekeringan maka stomata akan menutup sebagai upaya untuk

menahan laju transpirasi.

Kedelai diklasifikasikan sebagai tanaman yang agak toleran salinitas

tergantung dari perbedaan varietas (Katerji, dkk, 2000) Penelitian Rahmawati dan

Rosmayati (2010) menunjukkan bahwa dari 20 varietas yang ditanam pada tanah

salin dengan DHL 5-6 mmhos/cm, hanya 5 varietas yang mampu menyelesaikan

siklus hidupnya sampai fase generatip menghasilkan biji, sedangkan 15 varietas

lainnya hanya mampu sampai pada fase vegetatip saja. Kelima varietas tersebut

adalah Grobogan, Anjasmoro, Bromo, Cikuray dan Detam 2.

Mekanisme toleransi garam pada kedelai dapat diklasifikasikan menjadi 4

kategori utama, yaitu :

1. Pemeliharaan ion homeostatis

2. Penyesuaian sebagai respon terhadap cekaman osmotik

3. Pemulihan keseimbangan oksidatif

4. Adaptasi struktural dan metabolik lain (Phang, dkk, 2009).

Pengaruh Salinitas Terhadap Tanah dan Tanaman

Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang

menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein dan penambahan

biomassa tanaman. Tanaman yang mengalami stress garam umumnya tidak

menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tapi pertumbuhan yang

tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah

dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal

(24)

karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial

larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air (Sipayung, 2003).

Garam-garam yang menimbulkan stress tanaman antara lain NaCl, NaSO4,

CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang larut dalam air. Dalam larutan tanah garam-garam ini

mempengaruhi pH dan daya hantar listrik. Menurut Sipayung (2003) tanah salin

memiliki pH < 8,5 dengan daya hantar listrik >4mmhos/cm. Nilai daya hantar

listrik (DHL) mencerminkan kadar garam yang terlarut. Peningkatan konsentrasi

garam yang terlarut akan menaikkan nilai DHL larutan yang diukur dengan

menggunakan elektroda platina.

Penurunan produksi pertanian pada tanah salin yang sangat besar

dipengaruhi oleh gangguan keberadaan, pertumbuhan dan perkembangan

tanaman. Pengaruh salinitas secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman

meliputi :

a. Pengurangan potensial osmotik pada larutan tanah yang akan mengurangi

jumlah air yang tersedia bagi tanaman yang menyebabkan kering fisiologis,

untuk mengatasi masalah ini tanaman harus menjaga potensial osmotik

internal untuk mencegah air keluar dari akar ke tanah di sekitar tanaman.

b. Toksisitas akibat berlimpahknya ion Na+ dan Cl- didalam sel, pengaruh

keracunan meliputi terganggunya struktur enzim dan makromolekul lain,

kerusakan organel sel dan membran plasma, gangguan fotosintesis, respirasi

dan sintesis protein.

c. Ketidakseimbangan hara pada tanaman menyebabkan terganggunya

penyerapan dan/atau transport hara ke tajuk menyebabkan defisiensi hara

(25)

Menurut Phang, dkk (2008), tingginya konsentrasi garam menyebabkan

gangguan pada seluruh siklus hidup kedelai. Tingkat toleransi kedelai pada

berbagai varietas kedelai bervariasi menurut tingkat pertumbuhan.

Perkecambahan biji kedelai akan terhambat pada konsentrasi garam rendah.

Konsentrasi garam yang lebih tinggi secara nyata akan menurunkan persentase

perkecambahan. Pengaruh garam pada tahap awal dan penurunan persentase

perkecambahan lebih menonjol pada varietas yang sensitif dibandingkan varietas

toleran. Sifat-sifat agronomi kedelai sangat dipengaruhi oleh salinitas yang tinggi,

diantaranya :

1. Pengurangan tinggi tanaman, ukuran daun, biomassa, jumlah ruas, jumlah

cabang, jumlah polong, bobot tanaman dan bobot 100 biji

2. Penurunan kualitas biji

3. Penurunan kandungan protein biji

4. Menurunkan kandungan minyak pada biji kedelai

5. Nodulasi kedelai

6. Mengurangi efisiensi fiksasi nitrogen

7. Menurunkan jumlah dan bobot bintil akar

Asam Askorbat (Vitamin C)

Asam askorbat atau vitamin C merupakan salah satu bentuk

antioksidan yang secara alami terdapat pada tumbuhan. Askorbat

merupakan senyawa metabolit utama pada tumbuhan yang memiliki fungsi

sebagai antioksidan, yang melindungi tanaman dari kerusakan oksidatif yang

dihasilkan dari metabolisme aerobik, fotosintesis dan berbagai polutan.

(26)

(misalnya prolyl hidroksilase) dan violaxanthin de-epoxidase. Askorbat

berada di dinding sel di mana ia adalah baris pertama pertahanan terhadap ozon

(Smirnoff, 1996).

Struktur kimia vitamin C terdiri atas rantai 6 atom karbon yang

keberadaannya tidak stabil karena mudah bereaksi dengan oksigen di udara

menjadi asam dehidroaskorbat. Vitamin C stabil keadaannya jika berupa Kristal

(murni) (Kusnawidjaja, 1987).

Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan dalam

jumlah kecil dalam tubuh tetapi esensial untuk reaksi metabolisme dalam sel,

penting untuk melangsungkan pertumbuhan normal, serta memelihara kesehatan.

Vitamin C (asam askorbat) merupakan vitamin yang dapat disintesis oleh

tumbuhan tetapi tidak dapat disintesis oleh manusia, kera, dan sebagian mamalia

lainnya (Poedjiadi, 1994).

Winarno (1992), vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak,

sangat larut dalam air, serta mudah teroksidasi. Proses oksidasi tersebut dipercepat

oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalisis tembaga dan besi.

Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau pada

suhu rendah. Asam askorbat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam

proses selular termasuk pembelahan dan pembesaran sel serta dalam

mengaktifkan aktivitas metabolisme ketika proses perkecambahan dimulai.

Menetralisir racun, melindungi sel dari senyawa oksigen reaktif dan radikal bebas

(27)
[image:27.595.240.389.87.180.2]

Gambar 1 : Struktur kimia asam askorbat

Peranan Asam Askorbat Pada Tanaman

Aktivitas antioksidan asam askorbat dikaitkan dengan ketahanan tanaman

terhadap stres oksidatif. Kemudian tingkat endogen asam askorbat menjadi sangat

penting dalam regulasi perkembangan penuaan. Dapat disimpulkan bahwa

tanaman yang disemprotkan asam askorbat dapat menunda penuaan daun dengan

sistem peroksida / fenolik / askorbat yang terlibat dalam pengurangan ROS yang

dihasilkan selama penuaan daun (Farouk, 2011). Fungsi lain askorbat adalah

dalam metabolisme besi dengan mempertahankan besi pada tingkat reduksi

askorbat sehingga memicu penyerapan besi. Selain itu askorbat juga

memobilisasi besi dari deposit feritin (Drevan, 2011).

Menurut Abd El-Aziz, dkk (2006) menyatakan bahwa salinitas memiliki

efek merugikan pada berbagai parameter pertumbuhan (panjang batang, diameter

batang, panjang akar, jumlah daun, luas daun dan bobot basah dan kering

tanaman. Sebaliknya, semua parameter pertumbuhan sebelumnya dan kandungan

kimia kecuali persentase dan penyerapan Na, cenderung meningkat dengan

meningkatkan konsentrasi asam askorbat sampai 400 ppm dibandingkan dengan

yang tidak diberi perlakuan. Hal ini bisa direkomendasikan untuk menyemprot

tanaman yang ditanam pada daerah irigasi dengan air garam, dengan asam

(28)

salinitas juga mengalami stres oksidatif yang mengakibatkan terhambatnya proses

fotosintesis seperti transport elektron (Greenway dan Munns, 1980).

Penelitian pendahuluan untuk menseleksi varietas kedelai toleran salin

telah dilakukan di lahan salin Desa Percut. Diperoleh 5 varietas yang mampu

beradaptasi yaitu Grobogan, Anjasmoro, Bromo, Cikuray, dan Detam 2 namun

produksinya sangat rendah. Diantara 5 varietas tersebut 3 varietas yaitu Grobogan,

cikurai, dan Detam 2 dapat menghasilkan polong berbiji, varietas Anjasmoro dan

Bromo hanya menghasilkan polong. Untuk memperbaiki potensi produksi secara

genetis dilakukan melalui seleksi adaptasi bertahap. Pada penelitian sebelumnya

(tetua) diperoleh bahwa varietas Grobogan dapat tumbuh dan berproduksi lebih

baik pada kondisi salin dibandingkan dengan Detam 2 dengan batas seleksi

minimum varietas Grobogan (2.82) lebih besar daripada varietas Detam 2 (0.92).

Dan bobot 100 biji varietas Grobogan 17.48 lebih tinggi dari varietas Detam 2

yaitu 9.09 (Silvia, 2011).

Pada penelitian sebelumnya (generasi F1) diperoleh bahwa varietas

Grobogan dapat tumbuh dan berproduksi baik pada tanah salin dengan batas

seleksi minimum varietas Grobogan 10% (0.457) (Siahaan, 2011). Pada Generasi

F2 terjadi peningkatan produksi dimana hasil seleksi yang dilakukan terhadap

kriteria produksi biji/tanaman dengan batas seleksi minimum varietas Grobogan

10% yaitu 9.51 g dan batas seleksi maksimum 19.256 g (Wahyudi, 2012).

Hasil penelitian Sitinjak (2012) menyatakan bahwa pemberian asam

askorbat akan meningkatkan produksi. Produksi yang cenderung lebih tinggi

(29)

Fungi Mikoriza Arbuskular

Secara umum dinyatakan pertumbuhan tanaman yang bermikoriza lebih

baik dari tanaman tanpa mikoriza (Mosse, 1981). Walaupun demikian setiap

spesies FMA mempunyai kemampuan berbeda dalam meningkatkan penyerapan

dan pertumbuhan tanaman. Kemampuan FMA dalam meningkatkan pertumbuhan

tanaman pada kondisi kurang menguntungkan disebut keefektifan. Ada beberapa

faktor yang berhubungan dengan keefektifan suatu spesies FMA yaitu :

kemampuan FMA untuk membentuk hifa yang ekstensif dan penyebaran

hifa yang baik di dalam tanah, kemampuan FMA untuk membentuk

infeksi yang ekstensif pada seluruh sistem perakaran yang berkembang dari

suatu tanaman, kemampuan hifa FMA untuk menyerap fosfor dari larutan

tanah dan umur dari mekanisme transpor sepanjang hifa ke dalam akar tanaman

(Abbot dan Robson, 1984).

Perkembangan suatu infeksi mikoriza dimulai dengan pembentukan

apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal yang berasal dari spora

mikoriza dalam tanah. Hifa dari apresorium menembus sel-sel epidermis dan

menjalar di antara sel atau dalam sel sepanjang akar korteks. Akar bermikoriza

membentuk jaringan hifa luar (eksternal) yang lepas, yang merupakan kelanjutan

dari hifa dalam (internal) menjalar ke dalam tanah..Hifa yang berada di dalam

jaringan akar tanaman yang terinfeksi mikoriza terdiri atas hifa yang tidak

bercabang yang terletak di ruangan antara sel. Selain itu terdapat pula hifa

intraseluler yang membengkok menjadi bulat atau bulat memanjang yang disebut

(30)

Mikoriza telah diketahui meningkatkan kemampuan tanaman inang

dengan meningkatnya pertumbuhan dan biomassa. Beberapa peneliti melaporkan

bahwa tanaman yang diinokulasi FMA tumbuh lebih baik daripada tanaman yang

(31)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Desa Paluh Merbau

Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang pada dua lokasi dengan

tingkat salinitas yang berbeda dengan lokasi I: DHL 4-5 mmhos/cm dan lokasi II:

DHL 6-7 mmhos/cm dengan ketinggian tempat ±1.5 m dpl, yang merupakan

bagian dari desertasi Nini Rahmawati, yang dilakukan pada bulan Februari 2013

sampai dengan Mei 2013.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas

Grobogan generasi F4 (hasil seleksi turunan/silsilah berdasarkan uji toleransi

terhadap salinitas sampai generasi ke-4) berasal dari penelitian Zulfi (2012), asam

askorbat, pupuk (Urea, TSP, KCl), kompos sebagai penutup lubang tanam, isolat

Fungi Mikoriza Arbuskular indigenous diperoleh dari penelitian sebelumnya,

insektisida dengan bahan aktif Deltamethrin 0.5cc/l air, fungisida dengan bahan

aktif Mancozeb 80 % 1cc/l air, air untuk menyiram tanaman.

Alat yang digunakan adalah cangkul untuk membersihkan lahan dari

gulma dan sampah, meteran untuk mengukur luas lahan dan tinggi tanaman,

handsprayer sebagai alat aplikasi insektisida dan fungisida, gembor, pacak

sampel, EC meter, pH meter, timbangan analitik, leaf area meter,

(32)

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi

(Split Plot Design) dengan 3 faktor :

Faktor I : Lokasi dengan tingkat Salinitas Berbeda (L), terdiri atas :

L1 = lokasi dengan DHL 4-5 mmhos/cm

L2 = lokasi dengan DHL 6-7 mmhos/cm

Faktor II (Petak Utama) : Aplikasi asam askorbat (A), terdiri atas :

A0 = kontrol (tanpa pemberian asam askorbat)

A1 = aplikasi asam askorbat (500 ppm)

Faktor III (Anak Petak) : Isolat FMA dari tanah salin (M) 2 spora/g inokulan,

terdiri atas :

M0 = kontrol (tanpa pemberian isolat FMA)

M1 = FMA tipe 1 = 24,2 g / lubang tanam

M2 = FMA tipe 2 = 23,5 g/ lubang tanam

M3 = FMA tipe 3 = 22,8 g/ lubang tanam

M4 = FMA tipe 4 = 13,1 g/ lubang tanam

M5 = FMA tipe 5 = 11,8 g/ lubang tanam

Sehingga diperoleh 24 kombinasi perlakuan, yaitu :

L1A0M0 L1A1M0 L2A0M0 L2A1M0

L1A0M1 L1A1M1 L2A0M1 L2A1M1

L1A0M2 L1A1M2 L2A0M2 L2A1M2

L1A0M3 L1A1M3 L2A0M3 L2A1M3

L1A0M4 L1A1M4 L2A0M4 L2A1M4

(33)

Jumlah ulangan = 3

Jumlah plot = 72

Jarak antar blok = 50 cm

Jarak antar plot = 30 cm

Jarak tanam = 20 x 30 cm

Jumlah tanaman/ plot = 28 tanaman

Jumlah sampel/ plot = 5 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya = 360 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya = 2016 tanaman

Ukuran plot = 1,5 m x 1,2 m

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model

linier sebagai berikut :

Yijkl = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk + γl + (αγ)jl + (βγ)kl + (αβγ)jkl + εijkl

Yijkl : hasil pengamatan untuk unit percobaan ke-i dengan perlakuan

beda lokasi ke-j, perlakuan asam askorbat ke-k dan perlakuan

inokulasi mikoriza ke-l.

µ : nilai tengah

ρi : respon blok ke-i

αj : respon perlakuan beda lokasi ke-j

βk : respon perlakuan asam askorbat ke-k

(αβ)jk : respon interaksi perlakuan beda lokasi ke-j dan perlakuan asam

askorbat ke-k

εijk : respon galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan beda lokasi

(34)

γl : respon perlakuan inokulasi mikoriza ke-l

(αγ)jl : respon interaksi perlakuan beda lokasi ke-j dan perlakuan

inokulasi mikoriza ke-l.

(βγ)kl : respon interaksi perlakuan asam askorbat ke-k dan perlakuan

inokulasi mikoriza ke-l.

(αβγ)jkl: respon interaksi perlakuan beda lokasi ke-j, perlakuan asam

askorbat ke-k dan perlakuan inokulasi mikoriza ke-l.

Εijkl : respon galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan beda lokasi

ke-j, perlakuan asam askorbat ke-k dan perlakuan inokulasi

mikoriza ke-l

Terhadap sidik ragam yang nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan

dengan menggunakan Uji Rata-Rata Uji Duncan Berjarak Ganda dengan taraf 5%

(35)

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan

Areal pertanaman yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma yang

tumbuh pada areal tersebut. Tanah diolah kemudian dibuat plot dengan ukuran

1.2 m x 1.5 m. Dibuat parit drainase dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar

blok 50 cm untuk mengurangi masuknya air kelahan penelitian. Kemudian tanah

plot digemburkan menggunakan cangkul.

Penanaman dan Inokulasi FMA

Penanaman dilakukan dengan melubangi tanah sedalam ± 3 cm.

Dimasukkan inokulan FMA sesuai perlakuan kemudian 2 benih/lubang tanam dan

ditutup dengan tanah. Jarak antara antara tanaman 20 cm x 30 cm. Sampel

ditentukan secara acak. Jumlah inokulan (terdiri atas media tanam, spora,

potongan hifa dan potongan akar) yang diberikan dari setiap isolat tidak sama,

tergantung kepadatan spora per gram inokulan. Setiap isolat mempunyai

kepadatan spora yang berbeda sehingga dilakukan standarisasi agar inokulum dari

setiap isolat yang diberikan mempunyai kepadatan spora yang relatif sama.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan sesuai dengan dosis anjuran kebutuhan pupuk

kedelai yaitu 75 kg Urea/ha, 100 kg TSP/ha, dan 75 kg KCl/ha. Pemupukan TSP,

KCl dan Urea dilakukan pada saat penanaman dengan cara larikan.

Aplikasi Asam Askorbat

Asam askorbat dalam bentuk serbuk/kristal diaplikasikan mulai 2 minggu

setelah tanam sampai periode pengisian polong (8 minggu setelah tanam) dengan

(36)

daun tanaman sampai pada kondisi daun lembab yang dilakukan pada pagi hari

(Pukul 07.00 WIB).

Pemeliharaan Tanaman Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari,

apabila terjadi hujan tidak dilakukan penyiraman dan diperkirakan telah

mencukupi kebutuhan tanaman atau disesuaikan dengan kondisi di lapangan.

Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor.

Penyulaman

Penyulaman dilakukan apabila dalam satu lubang tanam tidak ada benih

yang tumbuh atau pertumbuhannya abnormal. Penyulaman dilakukan paling lama

2 MST.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan 3 minggu setelah tanam dan seterusnya dilakukan

setiap 1 minggu sekali atau disesuaikan dengan perkembangan gulma yang ada di

areal penelitian secara manual dengan mencabut gulma atau dengan menggunakan

garu. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pembumbunan

Agar tanaman tidak mudah rebah dan berdiri tegak serta kokoh,

pembumbunan dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah di sekeliling

tanaman.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida dengan

(37)

dengan menyemprot fungisida dengan bahan aktif Mancozeb 80 % 1 cc/L air.

Penyemprotan dilakukan pada saat 3 minggu setelah tanam dan selanjutnya

tergantung dari intensitas serangan hama dan penyakit.

Panen

Panen dilakukan dengan cara dipetik satu persatu dengan menggunakan

tangan. Adapun kriteria panen yaitu adalah ditandai dengan kulit polong sudah

berwarna kuning kecoklatan sebanyak 95% dan daun sudah berguguran tetapi

bukan karena adanya serangan hama dan penyakit.

Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal sampai titik tumbuh

dengan menggunakan meteran, dilakukan mulai 2 MST dan diulangi setiap 1

minggu sekali dan berakhir sampai masuk masa generatif yang ditandai dengan

keluarnya bunga (4 MST).

Jumlah Cabang Produktif (cabang)

Jumlah cabang pada batang dihitung pada batang yang produktif. Cabang

produktif yang dihitung adalah cabang yang berasal dari batang utama pada setiap

tanaman yang dilakukan sebelum panen.

Bobot kering tajuk (g)

Bobot kering tajuk yang diukur adalah tajuk yang sudah dipisahkan dari

(38)

Bobot kering akar (g)

Bobot kering akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari

tajuk dan dibersihkan dari kotoran lalu diovenkan dengan suhu 800C hingga bobotnya konstan, selanjutnya tanaman ditimbang dengan timbangan analitik.

Total Luas daun (cm2)

Luas seluruh daun pada setiap tanaman sampel diukur dengan

menggunakan leaf area meter. Pengukuran dilakukan pada 6 MST pada akhir

masa vegetatif.

Kandungan klorofil daun (g/ml)

Klorofil diekstraksi dengan cara digerus menggunakan dengan aseton

80%. Ekstrak dipindahkan ke dalam tabung microsentrifuse dengan volume 2 ml

dan diletakkan pada es dalam kondisi gelap. Ekstraksi tersebut diputar dengan

menggunakan sentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada 4°C.

Supernatan dipindahkan ke dalam tabung microsentifuse pada kondisi dingin.

Asorbansi tersebut diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 645

nm untuk klorofil a dan panjang gelombang 663 nm untuk klorofil b. Total

klorofil, klorofil a, klorofil b dihitung dengan menggunakan rumus :

A663 = absorbansi ekstrak klorofil pada 663 nm

(39)

V = volume akhir larutan (ml)

W = bobot segar jaringan daun (g)

Jumlah Polong Berisi Pertanaman (polong)

Jumlah polong berisi dihitung pada setiap tanaman yaitu polong yang

menghasilkan biji. Perhitungan dilakukan pada saat tanaman telah dipanen.

Jumlah Polong Hampa Pertanaman (polong)

Dihitung jumlah polong hampa pada setiap tanaman, yaitu polong yang

tidak berisi biji. Perhitungan dilakukan pada saat tanaman telah dipanen.

Bobot Produksi per tanaman (g)

Produksi biji per tanaman dihitung dengan menimbang produksi biji

seluruh sampel tanaman kemudian dirata-ratakan. Biji yang ditimbang adalah biji

yang telah dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari.

Bobot 100 biji kering (g)

Biji yang telah memiliki kadar air 14%, kemudian dihitung bobot 100 biji

dengan rumus sebagai berikut:

bobot 100 biji kering (g) = bobot biji per tanaman (g) Jumlah biji per tanaman (biji)

x 100%

Volume akar (ml)

Pengukuran volume akar dilakukan setelah panen dengan cara

memasukkan akar yang sudah dibersihkan ke dalam gelas ukur (100 ml) yang

terlebih dahulu diisi air sebanyak 50 ml. Volume akar merupakan selisih volume

(40)

Derajat infeksi (%)

Perhitungan persentase derajat infeksi akar dilakukan setelah panen.

Persentase derajat infeksi akar dihitung dengan menggunakan metoda panjang

akar terkolonisasi. Derajat infeksi akar dihitung dengan menggunakan rumus :

% derajat infeksi akar = ∑ bidang pandang bertanda (+) ∑ bidang pandang keseluruhan

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Berdasarkan hasil sidik ragam gabungan (Lampiran 6-50) diketahui bahwa

pengaruh dari lokasi berpengaruh nyata terhadap peubah amatan tinggi tanaman

5 MST, jumlah cabang produktif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas

daun, total klorofil daun, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa

per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, dan derajat

infeksi. Perlakuan aplikasi Asam askorbat berpengaruh nyata terhadap peubah

amatan tinggi tanaman 5 MST, jumlah cabang produktif, bobot kering tajuk,

bobot kering akar, total luas daun, total klorofil daun, jumlah polong berisi per

tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi pertanaman, volume akar,

dan derajat infeksi. Pemberian isolat Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST, jumlah cabang produktif,

bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, total klorofil daun, jumlah

polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per

tanaman, bobot 100 biji, volume akar, dan derajat infeksi. Interaksi antara

pengaruh lokasi dengan aplikasi Asam Askorbat berpengaruh nyata terhadap

bobot kering tajuk, total klorofil daun, jumlah polong berisi per tanaman, jumlah

polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, volume akar, dan derajat

infeksi. Interaksi antara pengaruh lokasi dengan isolat FMA berpengaruh nyata

terhadap tinggi tanaman 5 MST, jumlah cabang produktif, bobot kering tajuk,

bobot kering akar, total luas daun, total klorofil daun, jumlah polong berisi per

tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per tanaman, bobot 100

(42)

isolat FMA berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST, jumlah cabang

produktif, bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, total klorofil

daun, jumlah polong hampa per tanaman, bobot 100 biji, volume akar, dan derajat

infeksi. Interaksi antara pengaruh lokasi, aplikasi asam askorbat, dan isolat FMA

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST, jumlah cabang produktif,

bobot kering tajuk, bobot kering akar, total luas daun, total klorofil daun, jumlah

polong berisi per tanaman, jumlah polong hampa per tanaman, produksi per

tanaman, bobot 100 biji, volume akar, dan derajat infeksi.

Tinggi Tanaman

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 6-17),

diketahui bahwa interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat

Fungi Mikoriza Arbuskular berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST.

Interaksi antara pengaruh lokasi dan aplikasi Asam Askorbat berpengaruh tidak

nyata terhadap tinggi tanaman. Interaksi pengaruh lokasi dan isolat Fungi

Mikoriza Arbuskular berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 5 MST. Interaksi

aplikasi Asam Askorbat dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular berpengaruh nyata

terhadap tinggi tanaman 5 MST.

Rataan tinggi tanaman 5 MST pada interaksi lokasi 1 dan 2 dengan

aplikasi Asam Askorbat dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular dapat dilihat pada

(43)
[image:43.595.114.513.116.295.2]

Tabel 1. Tinggi tanaman kedelai 5 MST dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Tinggi Tanaman

Minggu FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0 (Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - - - - cm - - - -

M0 37,20 h 38,64 g 26,67 o 26,62 o M1 39,80 f 40,66 ef 27,43 n 26,24 o 5 MST M2 40,19 f 41,59 c 27,84 mn 28,88 ijk

M3 40,94 de 42,37 b 28,40 km 29,01 ijk M4 41,38 cd 42,87 b 28,53 k 29,21 ij M5 41,55 c 43,99 a 28,73 jk 29,45 i Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak

nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 1 menunjukkan bahwa dengan aplikasi Asam Askorbat memiliki

pertumbuhan tinggi tanaman lebih baik dibandingkan tanpa aplikasi. Pada

perlakuan isolat FMA, tinggi tanaman tertinggi untuk lokasi satu dan dua adalah

pada FMA tipe 5 dan terendah untuk lokasi satu pada perlakuan kontrol

sedangkan pada lokasi dua pada FMA tipe 1. Untuk perbedaan lokasi

menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi

dibandingkan dengan lokasi dua.

Kombinasi perlakuan terbaik diperoleh pada L1A1M5 (5 MST) (lokasi 1

dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yang menghasilkan tinggi

tanaman tertinggi yakni 43,99 cm dan terendah pada L2A1M1 (lokasi 2 dengan

aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 1) yakni 26,24 cm yang berbeda

nyata dengan perlakuan lainnya

Jumlah Cabang Produktif

Dari data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 18-20), diketahui

(44)

Arbuskular berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif. Interaksi dari

tiap perlakuan maupun interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan

isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif.

Rataan jumlah cabang produktif pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi

Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang

produktif dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah cabang produktif kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Jumlah Cabang Produktif

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0 (Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - cabang - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari hasil Tabel 2 diketahui bahwa jumlah cabang produktif tertinggi yaitu

dengan aplikasi Asam Askorbat dan terendah tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat

FMA, jumlah cabang produktif tertinggi adalah pada FMA tipe 5 dan terendah

pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi

satu memiliki jumlah cabang produktif yang lebih tinggi dibandingkan dengan

lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan

L1A1M5 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yakni

M0 (kontrol) 3,73 i 3,93 g 2,53 p 2,73 n

M1 (Tipe 1) 3,73 i 4,07 e 2,67 o 2,87 m

M2 (Tipe 2) 3,87 h 4,27 c 2,67 o 2,93 l

M3 (Tipe 3) 3,93 g 4,33 b 2,80 n 3,00 l

M4 (Tipe 4) 4,00 f 4,33 b 2,87 m 3,20 k

[image:44.595.109.512.282.507.2]
(45)

4,53 cabang dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat

dan kontrol) yakni 2,53 helai yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot Kering Tajuk

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 21-23),

diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat Fungi

Mikoriza Arbuskular berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk. Interaksi

dari tiap perlakuan maupun interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat,

dan isolate FMA berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk.

Rataan bobot kering tajuk pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam

Askorbat, dan isolate FMA berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk dapat

[image:45.595.111.511.422.624.2]

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Bobot kering tajuk kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Bobot Kering Tajuk

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - g - - - - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Aplikasi Asam Askorbat meningkatkan bobot kering tajuk dibandingkan

dengan tanpa pemberian (Tabel 3). Pada perlakuan isolat FMA, bobot kering tajuk

tertinggi pada lokasi satu adalah pada FMA tipe 5 dan 4 dan yang terendah pada M0 (kontrol) 5,69 hi 7,47 ef 4,26 o 4,54 n

M1 (Tipe 1) 6,82 g 7,85 cd 4,62 mn 5,42 ij

M2 (Tipe 2) 7,23 f 8,08 bc 4,82 lm 5,51 i

M3 (Tipe 3) 7,36 f 8,30 ab 5,07 kl 5,66 i

M4 (Tipe 4) 7,69 de 8,45 a 5,15 jk 5,68 hi

(46)

perlakuan kontrol sedangkan untuk lokasi dua yang tertinggi yaitu pada FMA tipe

5 dan terendah pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan

bahwa pada lokasi satu memiliki bobot kering tajuk yang lebih tinggi

dibandingkan dengan lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh

pada perlakuan L1A1M5 dan L1A1M4 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat

dan Isolat FMA tipe 5 dan tipe 4) yakni 8,45 gram dan terendah pada L2A0M0

(lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni 4,26 gram yang

berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot Kering Akar

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 24-26),

diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat FMA

berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar. Interaksi dari pengaruh lokasi,

aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap bobot

kering akar.

Rataan bobot kering akar pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam

Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar dapat

(47)
[image:47.595.111.514.117.298.2]

Tabel 4. Bobot kering akar kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Bobot Kering Akar

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm)

L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - g - - - - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Hasil pada Tabel 4 menunjukkan bobot kering akar tertinggi terdapat pada

aplikasi Asam Askorbat dan terendah yaitu tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat

FMA, bobot kering akar tertinggi adalah pada FMA tipe 5 dan terendah pada

perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu

memiliki bobot kering akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dua.

Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 dan

L1A1M4 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5 dan tipe

4) yakni 1,67 gram dan 1,61 gram dan 1,61 gram dan terendah pada L2A0M0

(lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni 0,37 gram yang

berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Total Luas Daun

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 27-29),

diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat FMA

berpengaruh nyata terhadap total luas daun. Interaksi dari pengaruh lokasi, M0 (kontrol) 0,90 f 1,07 e 0,37 m 0,49 kl

M1 (Tipe 1) 1,07 e 1,25 d 0,46 l 0,68 i

M2 (Tipe 2) 1,18 d 1,48 b 0,51 jkl 0,76 h M3 (Tipe 3) 1,21 d 1,51 b 0,55 jk 0,79 gh M4 (Tipe 4) 1,24 d 1,61 a 0,56 jk 0,81 gh

(48)

aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap total luas

daun.

Rataan total luas daun pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam

Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap total luas daun dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Total luas daun kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Total Luas Daun

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm)

A0 (Tanpa Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - cm2 - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Pada Tabel 5 diketahui bahwa pemberian Asam Askorbat dapat

meningkatkan total luas daun daripada tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat FMA,

total luas daun tertinggi adalah pada FMA tipe 5 dan yang terendah pada

perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu

memiliki total luas daun tertinggi dan terendah pada lokasi dua. Kombinasi

perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 (lokasi 1 dengan

aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yakni 916,92 cm2 dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol) yakni

328,84 cm2.

[image:48.595.111.512.255.459.2]
(49)

Total Klorofil Daun

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 30-32),

diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat FMA

berpengaruh nyata terhadap total klorofil daun. Interaksi dari setiap perlakuan

maupun dari pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA

berpengaruh nyata terhadap total klorofil daun.

Rataan total klorofil daun pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam

Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap total klorofil daun dapat

[image:49.595.112.512.364.546.2]

dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Total klorofil daun kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Total Klorofil Daun

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm) A0(Tanpa

Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - g/ml - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Tabel 6 diketahui bahwa total klorofil daun tertinggi yaitu dengan aplikasi

Asam Askorbat dan terendah yaitu tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat FMA,

total klorofil daun tertinggi adalah pada FMA tipe 5 dan yang terendah pada

perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu

memiliki total klorofil daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan lokasi dua.

Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 (lokasi 1 M0 (kontrol) 2,97 j 3,25 hi 2,05 p 2,22 o

M1 (Tipe 1) 3,18 i 3,56 e 2,20 o 2,35 n

M2 (Tipe 2) 3,27 gh 3,76 d 2,32 n 2,41 mn

M3 (Tipe 3) 3,35 g 4,02 c 2,38 mn 2,46 lm

M4 (Tipe 4) 3,45 f 4,19 b 2,44 lmn 2,50 l

(50)

dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yakni 4,41 g/ml dan

terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol)

yakni 2,05 g/ml yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Jumlah Polong Berisi Per Tanaman

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 33-35),

diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat FMA

berpengaruh nyata terhadap jumlah polong berisi. Interaksi dari pengaruh lokasi,

aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah

polong berisi.

Rataan jumlah polong berisi pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi Asam

Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah polong berisi dapat

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah polong berisi kedelai per tanaman dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Jumlah Polong Berisi per Tanaman

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - polong - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Dari hasil tabel 7 menunjukkan bahwa dengan aplikasi Asam Askorbat

menghasilkan jumlah polong berisi tertinggi dan terendah yaitu tanpa aplikasi.

Pada perlakuan isolat FMA, jumlah polong berisi tertinggi adalah pada FMA tipe M0 (kontrol) 27,00 h 29,40 g 6,47 j 7,00 ij

[image:50.595.115.512.449.641.2]
(51)

5 dan terendah pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan

bahwa pada lokasi satu memiliki jumlah polong berisi tertinggi dibandingkan

dengan lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan

L1A1M5 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yakni

41,60 polong dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat

dan kontrol) yakni 6,47 polong yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Jumlah Polong Hampa Per Tanaman

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 36-38),

diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat FMA

berpengaruh nyata terhadap jumlah polong hampa. Interaksi dari setiap perlakuan

maupun dari pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA

berpengaruh nyata terhadap jumlah polong hampa.

Rataan jumlah polong hampa pada interaksi pengaruh lokasi, aplikasi

Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap jumlah polong

hampa dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah polong hampa kedelai per tanaman dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Jumlah Polong Hampa per Tanaman

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - polong - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

M0 (kontrol) 2,53 c 2,00 g 2,67 a 2,47 cd

M1 (Tipe 1) 2,33 e 1,67 h 2,60 b 2,47 cd

M2 (Tipe 2) 2,20 f 1,53 i 2,60 b 2,40 de

M3 (Tipe 3) 2,07 g 1,40 j 2,53 c 2,33 e

M4 (Tipe 4) 2,00 g 1,33 j 2,53 c 2,33 e

[image:51.595.113.513.532.720.2]
(52)

Dari Tabel 8 jumlah polong hampa yang terendah terdapat pada perlakuan

aplikasi Asam Askorbat dan tertinggi yaitu tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat

FMA, jumlah polong hampa terendah pada lokasi satu adalah pada FMA tipe 5

dan 4 dan yang tertinggi pada perlakuan kontrol sedangkan untuk lokasi dua yang

terendah yaitu pada FMA tipe 5 dan tertinggi pada perlakuan kontrol. Untuk

perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi satu memiliki jumlah polong

hampa yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi dua. Kombinasi perlakuan

yang terbaik diperoleh pada perlakuan L1A1M5 dan L1A1M5 (lokasi 1 dengan

aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5 dan 4) yakni 1,33 polong dan

terbanyak pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan kontrol)

yakni 2,67 polong yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Produksi Per Tanaman

Berdasarkan data pengamatan dan hasil sidik ragam (Lampiran 39-41),

diketahui bahwa pengaruh lokasi, aplikasi Asam Askorbat dan isolat FMA

berpengaruh nyata terhadap bobot produksi per tanaman. Interaksi dari pengaruh

lokasi, aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap

produksi pertanaman.

Rataan bobot produksi per tanaman pada interaksi pengaruh lokasi,

aplikasi Asam Askorbat, dan isolat FMA berpengaruh nyata terhadap bobot

(53)

Tabel 9. Bobot produksi kedelai per tanaman dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi

Bobot Produksi per Tanaman

FMA

Tingkat Salinitas Tanah (mmhos/cm) L1 (4-5 mmhos/cm) L2 (6-7 mmhos/cm)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1(Aplikasi Askorbat)

A0(Tanpa Aplikasi)

A1 (Aplikasi Askorbat)

- - - g - - -

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bobot produksi per tanaman meningkat

dengan aplikasi Asam Askorbat daripada tanpa aplikasi. Pada perlakuan isolat

FMA, bobot produksi per tanaman tertinggi adalah pada FMA tipe dan terendah

pada perlakuan kontrol. Untuk perbedaan lokasi menunjukkan bahwa pada lokasi

satu memiliki bobot produksi per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan

lokasi dua. Kombinasi perlakuan yang terbaik diperoleh pada perlakuan

L1A1M5 (lokasi 1 dengan aplikasi Asam Askorbat dan Isolat FMA tipe 5) yakni

15,08 gr dan terendah pada L2A0M0 (lokasi 2 tanpa aplikasi Asam Askorbat dan

kontrol) yakni 1,27 gr yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Bobot 100 Biji

Berdasarkan data pengamatan

Gambar

Gambar 1 : Struktur kimia asam askorbat
Tabel 1. Tinggi tanaman kedelai 5 MST dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi
Tabel 2. Jumlah cabang produktif kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi
Tabel 3. Bobot kering tajuk kedelai dengan perlakuan aplikasi Asam Askorbat, dan isolat Fungi Mikoriza Arbuskular pada dua lokasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari Tabel 1, bahwa besarnya probabilitas signifikansi dimensi opini (X3) adalah 0.001 &lt; taraf signifikansi yang diisyaratkan α 0,05 dengan demikian bahwa secara statistik

Pada penulisan ilmiah yang berjudul âKomputerisasi Sistem Penggajian Pada PT.Anugrah Sentosa Jayatama Dengan Menggunakan Microsoft Acces 97â menjelaskan bagaimana cara

Kami mohon dengan hormat agar peserta yang sedang sakit berat/keras dan ibu-ibu hamil yang kehamilannya belum mencapai 5 (lima) bulan atau yang telah mendekati masa persalinan

Sistim yang digunakan pada Klinik Mawar masi bersifat manual hal inilah yang menjadi kendala bagian keuangan untuk memberikan gaji pada karyawannya. Dalam hal ini bagian keuangan

Kami mohon dengan hormat agar peserta yang sedang sakit berat/keras dan ibu-ibu hamil yang kehamilannya belum mencapai 5 (lima) bulan atau yang telah mendekati masa persalinan

pembajak pesawat masih hidup, para saksi mata melihat dan mendengar rentetan ledakan saat gedung roboh, ribuan arsitek dan insinyur menolak gedung tinggi menjulang ini dapat

pemrogram  12 TIK.PR02.00 5.01 Menulis program  dasar.      Skema  Klaster  Perekaya saan  Perangka t Lunak I 3.4 Menerapkan  penggunaan tipe data, variabel, 

(Gumanti, 2011:149) mendefinisikan risiko sistematis sebagai risiko yang secara langsung terkait dengan pergerakan keseluruhan di dalam pasar atau ekonomi, sedangkan risiko