• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Anatomi Kayu Rambutan (Nephelium lappaceum L) dan Kayu Duku (Lansium domesticum Corr.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat Anatomi Kayu Rambutan (Nephelium lappaceum L) dan Kayu Duku (Lansium domesticum Corr.)"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Dimensi Serat Dan Turunan Dimensi Serat Kayu

1. Kayu Rambutan (Nephelium lappaceum L.)

No

DIMENSI SERAT TURUNAN DIMENSI SERAT

(2)
(3)
(4)

2. Duku (Lansium domesticum Corr.)

No

DIMENSI SERAT TURUNAN DIMENSI SERAT

(5)
(6)
(7)

Lampiran 2. Diameter Pembuluh/ Pori Kayu Rambutan (N. lappaceum) Dan Kayu Duku (L. domesticum)

No. Keterangan Jenis Kayu

Rambutan (µm) Duku (µm)

1 Diameter Pori 447,1 305,8

2 264,3 507,0

3 278,2 421,5

4 358,5 386,6

5 332,4 462,6

6 608,3 380,7

7 518,9 422,7

8 731,6 266,5

9 668,6 430,4

10 441,8 327,9

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrochim, S. 2007. Keterawetan Kayu Kurang Dikenal. Makalah Penunjang Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor.

Achmadi, S. S. 1995. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB. Bogor.

Aprianis, Y dan Rahmayanti, S. 2006. Dimensi Serat dan Nilai Turunannya dari Tujuh Jenis Kayu Asal Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 22 No. 4: 231-237. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan. Bogor.

Brown, H. P.; A. J. Panshin; C.C. Forsaith. 1994. Textbook of Wood Technology.

Vol. I. McGraw-Hill Book Company Inc. 4-th Edition New York.

Budi, A. S dan N. Husein. 2006. Serat Eksentrik Pada Kulit Kayu Marobamban. Laboratorium Anatomi dan Identifikasi Kayu Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman. Samarinda.

Dumanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Hartono, R. 2006. Kayu Juvenil. Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. USU. Medan.

Haygreen, J. G. Dan J. L. Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Husein, N. 2004. Anatomi Kayu Palele (Castanovis javanica). Jurnal Ilmu & teknologi Kayu Tropis Vol.2 No.2. 20 Oktober 2008.

Kasmudjo, 1994. Cara-Cara Penentuan Proporsi Tipe Sel dan Dimensi Sel Kayu. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Krisdianto. 2001. Anatomi dan Kualitas Serat Enam Jenis Kayu Kurang Dikenal Dari Cianjur Selatan, Jawa Barat. Laporan No. 75. Lembaga Hasil Hutan. Bogor.

Mandang, Y. I dan I. K. Pandit. 1997. Pedoman Identifikasi Kayu di Lapangan. Yayasan Prosea. Bogor.

(9)

Pandit, I dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Pasaribu dan Ritonga. 1997. Percobaan Pengolahan Kayu Daun Lebar dan Kayu Campuran Sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas. Laporan No. 1000. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Sjőstrőm, E. 1995. Kimia Kayu: Dasar-Dasar dan Penggunannya. Terjemahan

Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sucipto, T. 2009. Struktur, Anatomi dan Identifikasi Jenis Kayu. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. USU. Medan.

Sulistyowati, P. 1998. Kajian Struktur Anatomi Pinus Oocarpa Schiede Sebagai Bahan Baku Pulp Dan Kertas. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Sutiya, B., W.T. Istikowati, A. Rahmadi, Sunardi. 2012. Kandungan Kimia Dan Sifat Serat Alang-Alang ( Imperata cylindrica) Sebagai Gambaran Bahan Baku Pulp Dan Kertas. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol.9 No. 1 : 8-19 Syafii, W dan I. Z. Siregar. 2006. Sifat Kimia dan Dimensi Serat Kayu Mangium

(Acacia mangium Wildd.) dari Tiga Provenans. Yayasan Penerbit Fakultas

Kehutanan IPB. Bogor.

(10)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian makroskopis dan pembuatan preparat sayatan dilakukan di

Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian. Pengamatan mikroskopis dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi

Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan April 2012 sampai dengan Juni 2012.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan baku kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu

rambutan (N. lappaceum) umur 10 tahun dan duku (L. domesticum) umur 5 tahun yang diambil dari Binjai, Provinsi Sumatera Utara (tinggi total rambutan dan duku masing-masing adalah + 4 m dan + 3.5 m, tinggi bebas cabang + 3 m dan + 2.5 m,

diameter 17 cm dan 6 cm). Bahan kimia yang digunakan adalah larutan CH3COOH (asam asetat), larutan H2O2 (hidrogen peroksida), aquadestilata,

alkohol (10%, 20%, 30%, 50%, 70%, dan 90%), haematoxylin 2%, NH4

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah chain saw, lup, tabung

reaksi, cawan petri, kertas saring, gelas ukur, penjepit, spatula, pipet tetes,

waterbath, mikroskop camera, cutter, penangas air, preparat, gelas objek, kaca

penutup, kamera digital, plastik transparansi, kertas milimeter, pulpen OHP, penggaris, alat tulis dan kalkulator.

OH,

(11)

Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

Pohon rambutan (N. lappaceum) dan duku (L. domesticum) ditebang dari

perkebunan yang berlokasi di daerah Binjai. Bahan baku yang akan diukur dan dilakukan perbandingan dimensi seratnya adalah yang berasal dari batang pohon yang terlebih dahulu dilakukan pembagian batang dengan membagi tiga bagian,

yaitu contoh uji diambil pada bagian pangkal, tengah dan ujung pohon. Jarak setiap pangkal, tengah dan ujung disesuaikan dengan tinggi bebas cabang. Setelah

itu bahan baku yang telah didapat dilakukan pengupasan untuk memisahkan kulit dari batang pohon bagian pangkal, tengah dan ujung setelah itu diproses lebih lanjut untuk mendapatkan serat. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.

Keterangan: Batang A (ujung) = 50 serat Batang B (tengah) = 50 serat Batang C (pangkal) = 50 serat

Ket: E = empelur D = empelur dalam T = empelur tengah L = empelur luar

(12)

Pengujian Sifat Anatomis (Makroskopis Dan Mikroskopis)

1. Kayu Teras dan Kayu Gubal

Diamati penampang melintang pada tiap sampel (sisi atas dan sisi bawah),

diletakkan plastik transparansi pada penampang melintang dan digambar bentuk penampang melintangnya. Dihitung luas penampang kayu teras dan gubal dengan menggunakan milimeter blok.

Persentase kayu teras dan kayu gubal dihitung dengan rumus:

% kayu teras = Luas kayu teras Luas kayu teras + luas kayu gubal

x 100

% kayu gubal = 100 % - % kayu teras

2. Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Kayu 1. Menyiapkan potongan kayu 5x5x5 cm3

2. Mengamati sifat makroskopis kayu secara langsung untuk, warna kayu, kilap, serat, tekstur

yang akan diamati

3. Dengan bantuan lup, mengamati sebaran pori kayu, parenkima, saluran

damar

4. Untuk kesan raba dan kekerasan menggunakan kuku atau cutter

5. Mencatat hasil pengamatan seperti Tabel 4 dan 5. Tabel 4. Kriteria Penilaian Makroskopis Kayu

Kriteria Pengamatan (Sifat Makroskopis)

JENIS KAYU

(13)

Tabel 5. Kriteria Penilaian Mikroskopis Kayu

Kriteria Pengamatan (Sifat Mikroskopis)

JENIS KAYU

Kayu Rambutan (N. lappaceum) Kayu Duku (L.domesticum) Ciri Mikroskopis

3. Mikrotom (Preparat Sayatan)

Menurut Husein (2004), pembuatan preparat sayatan dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

a. Contoh uji dibuat berukuran 2 x 2 x 2 cm3

b. Contoh uji disayat dengan menggunakan cutter

dari bidang lintang. Kemudian

contoh uji direndam dengan air selama 24 jam sampai agak lunak.

c. Sayatan direndam dalam safranin selama ± 24 jam, kemudian dicuci

dengan alkohol

d. Sayatan ditempatkan di atas object glass, lalu ditutup dengan cover glass

dan diamati dibawah mikroskop

e. Diukur diameter pori pada arah tangensial

f. Diamati kriteria susunan pembuluh, ukuran pembuluh, frekuensi pembuluh,

frekuensi jari-jari, dan lebar jari-jari sesuai dengan Pedoman Identifikasi Jenis Kayu Di Lapangan oleh Mandang dan Pandit (1997) seperti pada

Tabel 6, 7, 8, 9 dan 10.

Tabel 6. Penggolongan Susunan Pembuluh

No. Susunan Pembuluh Jumlah Pembuluh Soliter (%) 1. Hampir seluruhnya soliter >95

2. Sebagian besar soliter 80-95 3. Soliter dan berganda 65-80 4. Sebagian besar berganda 25-65 5. Hampir seluruhnya berganda <25

(14)

Tabel 7. Penggolongan Ukuran Pembuluh

No. Ukuran Pembuluh Diameter Tangensial (µm) 1. Luar biasa kecil <20

Sumber : Mandang dan Pandit (1997)

Tabel 8. Penggolongan Frekuensi Pembuluh

No. Frekuensi Pembuluh Jumlah Per (mm2)

Sumber : Mandang dan Pandit (1997)

Tabel 9. Penggolongan Frekuensi Jari-Jari

No. Frekuensi Jumlah Per (mm)

Sumber : Mandang dan Pandit (1997)

Tabel 10. Penggolongan Lebar Jari-Jari

No. Golongan Lebar (µm)

(15)

4. Proses Pemisahan Serat (Preparat Maserasi)

Proses pemisahan serat yang dilakukan dengan menggunakan metode

Forest Products Laboratory (FPL) yaitu dengan cara sebagai berikut:

A. Pencucian Sederhana

1. Dimasukkan partikel berukuran 0,2 x 0,2 x 2 cm3

2. Ditambahkan larutan H

kedalam tabung reaksi sebanyak 10 potongan.

2O2 (hidrogen peroksida) dan CH3

3. Dimasukkan ke dalam waterbath dengan suhu 60-80ºC sampai sebagian serat terpisah yang dicirikan dengan warna putih dan terlihat adanya tanda-tanda serat mulai lepas.

COOH (asam asetat) dengan perbandingan 20:1 sampai serat terendam.

4. Dimasukkan airdestilata dan dikocok filtrat untuk mendapatkan serat-serat yang terlepas dengan sempurna.

5. Dicuci berulang-ulang di atas kertas saring sampai bebas asam. B. Pencucian dan Pewarnaan

1. Direndam serat yang sudah terlepas dengan alkohol 50%, 30%, 20%, dan

10% masing-masing selama 1 menit.

2. Direndam dengan airdestilata dan didiamkan selama 1 menit lalu dibuang

airnya.

3. Ditambahkan dengan airdestilata dan diteteskan haematoxylin 2% sebanyak 2-3 tetes sehingga warna menjadi kekuningan, berikut perubahan

yang terjadi:

Jika warna masih hitam maka, dibuang airnya lalu dicuci kembali dengan

(16)

sampai warna menjadi kekuningan. Jika warna kekuningan maka dibuang

cairannya dan dicuci beberapa kali dengan aquadestilata. 4. Diteteskan 1-2 tetes NH4

5. Ditambahkan safranin 2% untuk memberikan warna sehingga

mempermudah pengukuran.

OH agar masing-masing serat terpisah dan dicuci

dengan airdestilata.

C. Dehidrasi dan Pemindahan Serat Pada Gelas Objek

1. Setelah safranin dibuang, diganti dengan alkohol 30%, 50% , 70% dan

90% masing-masing 1 menit.

2. Diganti dengan larutan xylol secukupnya dan dipindahkan pada gelas objek.

3. Ditutup dengan kaca penutup.

4. Diamati serat di bawah mikroskop okuler dan diukur dimensinya.

Pengukuran Dimensi Serat

Pengukuran dan pengamatan serat dilakukan dengan menggunakan mikroskop Kamera. Pengamatan menggunakan perbesaran 40 kali untuk panjang

serat, diameter serat, diameter lumen, sedangkan untuk tebal dinding serat diperoleh dari perhitungan diameter serat dikurangi diameter lumen lalu dibagi dua. Jumlah serat untuk tiap jenis kayu yang diamati dan diukur pada preparat

maserasi adalah sebanyak 150 serat.

Serat dipindahkan dengan kuas kecil agar mudah dilihat seratnya satu per

(17)

diameter lumen dan tebal dinding serat, dipilih serat yang utuh atau tidak patah,

rusak terlipat, pecah, terpotong dan kerusakan lainnya. Bagian-bagian serat yang diukur dapat dilihat pada Gambar 2.

L

Gambar 2. Bagian-Bagian Serat

Keterangan gambar:

Selanjutnya, data hasil pengukuran serat dihitung rataan dari nilai turunannya. Untuk nilai turunan serat dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1. Runkle Ratio (Bilangan Runkel) =

Keterangan: w = tebal dinding serat l = diameter lumen

2. Felting Power/Slenderness (Daya Tenun) =

Keterangan: L = panjang serat d = diameter serat

3. Mulhsteph Ratio (Bilangan Muhlsteph) =

Keterangan: d = diameter serat l = diameter lumen

4. Coefficient og Rigidity (Koefisien Kekakuan) =

Keterangan: w = tebal dinding serat d = diameter serat

5. Flexibility Ratio (Bilangan Fleksibilitas) =

Keterangan: l = diameter lumen

(18)

Perbandingan Dimensi Serat dan Nilai Turunan Serat Terhadap Klasifikasi Kualitas Serat

Nilai kualitas serat sebagai bahan baku pulp dan kertas dapat ditentukan dengan membandingkan nilai-nilai dimensi serat dan turunannya yang didapatkan dari hasil pengukuran dan perhitungan terhadap nilai-nilai dimensi serat dan

turunannya yang terdapat dalam tabel persyaratan dan nilai serat. Persyaratan nilai serat dapat dilihat dari beberapa Tabel 11, 12, 13, 14 dan 15

Tabel 11. Klasifikasi Diameter Serat

Kelas Nilai interval (µ m)

Lebar 26,00-40,00

Sedang 11,00-25,00

Sempit 2,00-10,00

Sumber: Kasmudjo (1994)

Tabel 12. Klasifikasi Panjang Serat

Kelas Sub Kelas Selang Kelas (µ m)

Pendek Teramat pendek <500

Sangat pendek 501-700

Cukup pendek 701-900

Sedang - 901-1600

Panjang Cukup panjang 1601-2200

Sangat panjang 2201-3000 Teramat panjang >3000 Sumber: Kasmudjo (1994)

Tabel 13. Klasifikasi Serat Berdasarkan Bilangan Runkel

Kelas Runkel Ratio Dinding Serat Kualitas Serat

(19)

Tabel 14. Klasifikasi Serat Berdasarkan Bilangan Muhlsteph

Kelas Bilngan Muhlsteph Kerataan/Kehalusan Plastisitas Kualitas Serat

I <30% Rata/baik/halus Plastis Kuat

II 31-60% Cukup baik Plastis Cukup

III 61-80% Rata Plastis Cukup

IV >80% Kurang baik Plastis Sedang

Sumber: Kasmudjo (1994)

Tabel 15. Klasifikasi Serat Berdasarkan Daya Tenun, Koefisien Kekakuan, dan Nilai Fleksibilitas

Turunan Serat Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Daya Tenun >90 71-90 40-70 <40 KoefisienKekakuan <0,10 0,11-0,15 0,16-0,20 >0,20 Nilai Fleksibilitas >0,80 0,61-0,80 0,40-0,60 <0,40 Sumber: Kasmudjo (1994)

Pemanfaatan Kayu Rambutan Dan Kayu Duku Sebagai Bahan Baku Pulp Dan Kertas

Kayu rambutan (N. lappaceum) dan duku (L. domesticum) selanjutnya akan dinilai kelayakannya sebagai bahan baku pulp dan kertas. Kriteria kayu

Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Kriteria Penilaian Serat Kayu Indonesia

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Sifat Anatomis (Makroskopis Dan Mikroskopis) 1. Kayu Teras dan Kayu Gubal

Pengukuran dilakukan pada penampang melintang permukaan kayu.

Hasil pengukuran dan perhitungan kayu teras serta kayu gubal dapat dilihat pada Tabel 17 dan 18.

Tabel 17. Persentase Kayu Teras Dan Kayu Gubal Rambutan

Tabel 18. Persentase Kayu Teras Dan Kayu Gubal Duku

Kayu gubal umumnya berwarna lebih muda dan lebih terang dibandingkan kayu teras, dibandingkan kayu gubal kayu teras lebih disukai dalam penggunaan kayu sebagai bahan bangunan. Kayu teras mengandung zat-zat ekstraktif yang

bersifat toksik (racun) terhadap serangga dan jamur sedangkan kayu gubal tidak memilikinya. Besar kecilnya persentase bagian teras dan gubal kayu sangat

menentukan keawetan alami kayu. Hasil pengukuran kayu teras dan kayu gubal yang dilakukan pada kayu rambutan umur 10 tahun pada tiap sampel (sisi atas dan bawah) bagian atas, ujung, tengah dan pangkal menunjukkan bahwa persentase

Jenis Kayu Keterangan Bagian Kayu

(21)

rata-rata kayu teras yaitu 62.79 % dan kayu gubal 37.21 %, persentase rata-rata

kayu teras lebih besar dibandingkan kayu gubalnya. Pandit dan Ramdan (2002) menyatakan bahwa kayu teras sering lebih awet dari pada kayu gubal, kayu teras

lebih tahan terhadap serangan jamur dan serangan serangga perusak kayu. Kayu teras mempunyai keawetan tinggi, hal ini disebabkan karena adanya zat-zat ekstraktif yang bersifat toksik (racun) terhadap serangga.

Penampang melintang kayu teras dan kayu gubal rambutan dan duku dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 3. (a) Penampang Melintang Kayu Rambutan dan (b) Penampang Melintang Kayu Duku

Persentase kayu teras untuk tiap-tiap kayu atas dan bawah bagian ujung, tengah dan pangkal kayu duku umur 5 tahun ini memiliki nilai yang bervariasi,

namun setelah dirata-ratakan diperoleh bahwa persentase kayu teras yaitu 48.09 % dan kayu gubal 51.91 %. Hasil ini menunjukan bahwa persentase kayu teras lebih rendah sehingga mempengaruhi tinggi rendahnya sifat keawetan alami kayu.

2. Pengamatan Sifat Makroskopis Kayu

Hasil pengamatan makroskopis pada kayu rambutan umur 10 tahun dan

(22)

Tabel 19. Pengamatan Sifat Makroskopis Kayu Rambutan Dan Kayu Duku d. Kilap Tidak mengkilap Tidak mengkilap e. Kekerasan Keras Keras

f. Arah serat Bergelombang/ berombak Berpadu g. Kesan raba Kesat Kesat

Kayu rambutan umur 10 tahun yang diamati berwarna coklat tua

sedangkan pada kayu duku 5 tahun berwarna coklat muda. Pengamatan ini dilakukan pada bagian teras kayu sesuai dengan literatur dari Dumanauw (1990) yang menyatakan bahwa pada pengenalan kayu, warna kayu yang dipakai adalah

warna kayu terasnya.

Warna kayu sendiri akan mampu menimbulkan corak bagi kayu, yang

akan menciptakan keindahan tersendiri bagi kayu, keindahan ini tentunya akan meningkatkan nilai ekonomis suatu jenis kayu. Kayu rambutan umur 10 tahun dan kayu duku umur 5 tahun sama-sama memiliki corak, corak ini ditimbulkan oleh

warna kayu yang tidak merata, Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa corak yang ada pada suatu jenis kayu dapat ditimbulkan oleh perbedaan warna

antara kayu awal dan kayu akhir dari lingkar tumbuh. Corak dapat pula ditimbulkan oleh perbedaan warna jaringan, perbedaan intensitas pewarnaan pada lapisan-lapisan kayu yang dibentuk dalam jangka waktu yang berlainan.

Kayu rambutan umur 10 tahun dan duku 5 tahun ini sama-sama memiliki tekstur kasar. Halus kasarnya tekstur kayu ditentukan atas dasar ukuran diameter

(23)

apabila ukuran diameter tangensial pori >200 (µm), sedang 100~200 (µm), dan

halus < 100 (µm).

Permukaan kayu rambutan dan duku sama-sama tidak mengkilap atau

tidak dapat memantulkan cahaya. Ini disebabkan oleh karena arah serat dari kayu rambutan yang bergelombang/ berombak begitu juga dengan duku dimana arah seratnya berpadu. Serat bergelombang/ berombak atau (curly grain atau wavy

grain), jika sel-sel aksial tersusun berbelok-belok ke arah sumbu batang

(longitudinal). Serat terpadu (interlocked grain), bila arah letak sel-sel aksial pada

suatu lapisan kayu berbeda dengan arah sel-sel yang serupa pada lapisan berikutnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kayu rambutan umur 10

tahun memiliki kelas kekerasan keras, dimana pada saat penyayatan pada arah melintang kayu, kayu rambutan sulit untuk disayat dan tidak meninggalkan bekas

pada kayu rambutan (sampel) pada saat ditekan dengan menggunakan kuku. Begitu juga dengan kayu duku umur 5 tahun, memiliki kelas kekerasan keras, dimana pada saat penyayatan pada arah melintang kayu, kayu rambutan sulit

untuk disayat dan tidak meninggalkan bekas pada kayu rambutan (sampel) pada saat ditekan dengan menggunakan kuku.

Kesan raba dari suatu jenis kayu diperoleh pada saat kayu tersebut diraba. Kayu rambutan umur 10 tahun memberi kesan raba kesat pada saat diraba, begitu juga hal nya dengan kayu duku umur 5 tahun memberi kesan raba kesat pada saat

(24)

individu-individu bersangkutan juga tergantung dari bagian-bagian pohon yang

diambil.

3. Mikrotom (Preparat sayatan)

Hasil pengamatan mikroskopis pada kayu rambutan umur 10 tahun dan kayu duku 5 tahun ini dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Pengamatan Sifat Mikroskopis Kayu Rambutan Dan Kayu Duku

Kriteria Pengamatan a. Susunan pori dan

Penyebaran pori

Soliter, berganda, bergerombol Ganda 2-3 radial, ganda 2-3 tangensial

Soliter, berganda, bergerombol Ganda 2-3 radial, ganda 2-3 tangensial

b. Parenkima Parenkima paratrakea bentuk sayap (aliform)

Parenkima paratrakea konfluen

c. Saluran dammar Tidak ada Tidak ada d. Jari-jari Biseriate Multiseriate e. Ciri yang khas Parenkima Paratrakea bentuk sayap

(aliform)

Parenkima Paratrakea konfluen

Kayu rambutan umur 10 tahun yang diamati sebagai sampel penelitian memiliki susunan pori bervariasi mulai dari soliter, berganda, dan bergerombol/berkelompok dengan penyebaran pori ganda dua sampai tiga radial,

ganda dua sampai tiga tangensial. Mandang dan Pandit (1997) menyatakan bahwa pada penampang melintang sel-sel pembuluh tampak seperti lubang-lubang,

karena itu sel-sel pembuluh ini juga sering disebut pori-pori kayu. Sel-sel yang berbentuk pipa dinamakan pembuluh. Dalam batang kayu, sel-sel ini tersusun longitudinal, sambung-menyambung searah dengan sumbu batang. Pembuluh

dikatakan soliter jika berdiri sendiri-sendiri. Pembuluh dikatakan berganda jika dua atau lebih pembuluh bersinggungan sedemikian rupa, sehingga dinding

(25)

Kayu duku umur 5 tahun yang di amati memiliki susunan pori yang

bervariasi seperti soliter, berganda dan bergerombol/berkelompok. Penyebaran pori yaitu ganda dua sampai tiga radial, dan ganda dua sampai tiga tangensial.

Parenkima kayu rambutan umur 10 tahun memiliki parenkima paratrakea bentuk sayap (aliform) yaitu parenkima bentuk selubung dengan bentangan ke samping mirip sayap. Sedangkan kayu duku memiliki parenkima paratrakea

konfluen yaitu parenkima bentuk selubung atau sayap yang bersambung dengan parenkima serupa pada pembuluh lainnya sehingga membentuk susunan mirip

pita tangensial atau diagonal. Untuk saluran dammar sendiri tidak dimiliki oleh rambutan dan duku.

Jari-jari kayu rambutan yaitu biseriate dan kayu duku multiseriate,

dikatakan biseriate apabila pada saat pengamatan bagian-bagian jari-jari kayu tampak/ terlihat halus seperti terlihat pada Gambar 4. Sedangkan kayu duku

memiliki jari-jari multiseriate dimana jari-jari tampak/ terlihat lebih jelas karena jari-jari kayu duku tebal seperti terlihat pada Gambar 5. Ciri khusus yang dapat dilihat dari kayu rambutan yaitu memiliki parenkima paratrakea bentuk sayap

(26)

Gambar 4. Penampang Melintang Kayu Rambutan (N. lappaceum) Perbesaran 4x10

(27)

Hasil pengukuran pembuluh dan jari-jari pada kayu rambutan umur 10

tahun ini dihubungkan dengan kriteria rambutan menurut penggolongan Mandang

dan Pandit (1997) dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Hasil Pengelompokan Kriteria Pembuluh dan Jari-Jari Rambutan

No. Kriteria Jumlah/ Ukuran Keterangan

1 Susunan pembuluh 38,71 % Sebagian besar berganda 2 Ukuran pembuluh 464,98 µm Sangat besar

3 Frekuensi pembuluh 2 Jarang

4 Frekuensi jari-jari 5 Jarang

5 Lebar jari-jari 264,29 µm Sangat lebar

Susunan pembuluh soliter dibagi dengan jumlah seluruh susunan

pembuluh soliter dan berganda yang ada pada penampang melintang kayu maka diperoleh persentase susunan pembuluh sebesar 38,71 %. Sesuai kriteria penggolongan susunan pembuluh maka susunan pembuluh kayu rambutan

termasuk ke dalam kriteria sebagian besar berganda dengan interval 25-65 %. Pengukuran pembuluh/ pori dilakukan dengan menggunakan mikroskop

kamera. Berdasarkan pengukuran diperoleh rata-rata diameter tangensial pembuluh/pori kayu rambutan adalah 464,98 µm, ini menunjukkan bahwa ukuran pembuluh kayu rambutan umur 10 tahun ini termasuk ke dalam kriteria ukuran

pembuluh sangat besar dengan interval >400 µm.

Jumlah pembuluh yang ditemukan pada penampang melintang per

millimeter persegi yaitu 2 pembuluh, hal ini menyimpulkan bahwa frekuensi pembuluh untuk kayu rambutan termasuk ke dalam kriteria jarang, dengan interval 2-5. Jumlah jari-jari yang terdapat pada penampang melintang per

milimeternya yaitu 5 jari-jari, hal ini menyimpulkan bahwa frekuensi jari-jari untuk kayu rambutan termasuk ke dalam kriteria jarang dengan interval 4-5. Lebar

(28)

Hasil pengukuran pembuluh dan jari-jari pada kayu duku umur 5 tahun ini

dihubungkan dengan kriteria duku menurut penggolongan Mandang dan Pandit (1997) dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Hasil Pengelompokan Kriteria Pembuluh dan Jari-Jari Duku

No. Kriteria Jumlah/ Ukuran Keterangan

1 Susunan pembuluh 35,29 % Sebagian besar berganda

2 Ukuran pembuluh 391,18 µm Besar

3 Frekuensi pembuluh 2 Jarang

4 Frekuensi jari-jari 4 Jarang

5 Lebar jari-jari 305,79 µm Sangat lebar

Susunan pembuluh soliter dibagi dengan jumlah seluruh susunan pembuluh soliter dan berganda yang ada pada penampang melintang kayu maka diperoleh persentase susunan pembuluh kayu duku sebesar 35,29 %. Sesuai

kriteria penggolongan susunan pembuluh maka susunan pembuluh kayu duku termasuk ke dalam kriteria sebagian besar berganda dengan interval 25-65 %.

Pengukuran pembuluh/ pori dilakukan dengan menggunakan mikroskop kamera. Berdasarkan pengukuran diperoleh rata-rata diameter tangensial pembuluh/pori kayu duku adalah 391,18 µm, ini menunjukkan bahwa ukuran

pembuluh kayu duku umur 5 tahun termasuk ke dalam kriteria ukuran pembuluh besar dengan interval 300-400 µm.

Jumlah pembuluh yang ditemukan pada penampang melintang per milimeter persegi yaitu 2 pembuluh, hal ini menyimpulkan bahwa frekuensi

pembuluh untuk kayu duku termasuk ke dalam kriteria jarang, dengan interval

2-5. Jumlah jari-jari yang terdapat pada penampang melintang per milimeternya yaitu 4 jari-jari, hal ini menyimpulkan bahwa frekuensi jari-jari untuk kayu duku termasuk ke dalam kriteria jarang, dengan interval 4-5. Lebar jari-jari kayu duku

(29)

4. Pengukuran Dimensi Serat

Dimensi serat meliputi beberapa bagian, termasuk panjang serat, diameter lumen, dan tebal dinding serat. Antara bagian-bagian serat ini memiliki hubungan

yang kompleks, dimana satu dan yang lainnya saling mempengaruhi, pengaruhnya itu sendiri mengarah terhadap tujuan penggunaannya. Pengukuran dimensi serat diperoleh diperoleh dari hasil rata-rata masing-masing dimensi serat.

Hasil pengamatan serat kayu rambutan umur 10 tahun dan duku umur 5 tahun dengan mikroskop dilihat pada Gambar 6 dan 7.

(30)

Gambar 7. Serat Duku Umur 5 Tahun (Dokumentasi Gambar Dengan Menggunakan Perbesaran 40x)

Hasil pengukuran dimensi serat kayu rambutan (N. lappaceum) umur 10

tahun dan kayu duku (L. domesticum) umur 5 tahun dalam Tabel 23. Tabel 23. Rata-Rata Dimensi Serat

No. Jenis Dimensi Serat (µm)

Panjang Serat

Diameter Serat

Diameter lumen

Tebal dinding serat 1 Rambutan (N. lappaceum) 439,94 8,79 4,03 2,38 2 Duku (L. domesticum) 506,55 8,57 3,96 2,31

Panjang serat merupakan salah satu unsur penting kekuatan kertas, Pasaribu dan Ritonga (1997) menyatakan bahwa serat yang panjang dianggap

akan memberikan kertas dengan sifat kekuatan sobek tinggi. Serat panjang memungkinkan terjadinya ikatan antar serat yang lebih luas. Penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa panjang serat bukan satu-satunya dasar yang

menentukan kekuatan kertas yang tinggi tetapi terdapat faktor lain yang besar peranannya seperti tebal dinding serat, diameter serat, dan diameter lumen.

(31)

tersebut. Menurut Kasmudjo (1994), serat kayu rambutan umur 10 tahun dengan

panjang serat rata-rata 439,94 µm termasuk ke dalam kelas pendek dan subkelas teramat pendek dengan selang <500 µm. Sedangkan kayu duku umur 5 tahun

dengan panjang serat rata-rata 506,55 µm termasuk ke dalam kelas pendek sama dengan kayu rambutan umur 10 tahun, namun berada pada sub kelas sangat pendek dengan selang 501-700 µm.

Sjőstrőm (1995) menyatakan secara umum dapat dikatakan bahwa

kekuatan sobek dan lipat tergantung pada panjang serat, sedangkan kekuatan jebol

dan tahan regang dipengaruhi oleh perbandingan panjang serat dengan diameternya, tipis tebalnya dinding serat serta diameter lumen. Disamping panjang serat, bagaimana penyebaran atau distribusi panjang serat menentukan

pula mudah tidaknya pulp dicuci dan disaring. Selain itu, distribusi panjang serat berpengaruh terhadap kehalusan lembaran pulp dimana semakin panjang serat

maka lembaran kertas semakin kasar.

Pengklasifikasian kelas diameter serat menurut Kasmudjo (1994) dibagi ke dalam tiga kelas yaitu kelas diameter lebar (26,00-40,00) µm, diameter sedang

(11,00-25,00) µm, dan diameter sempit (2,00-10,00) µm. Dari data pengukuran dalam Tabel 23. menunjukkan bahwa rata-rata diameter serat kayu rambutan

umur 10 tahun dan kayu duku 5 tahun ini masing-masing yaitu 8,79 µm dan 8,57 µm, berdasarkan hasil pengukuran ini bila dihubungkan dengan klasifikasi kelas diameter serat menurut Kasmudjo (1994) dapat disimpulkan bahwa diameter serat

kayu rambutan dan duku termasuk ke dalam kelas diameter sempit dengan interval 2,00-10,00 µm. Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan bahwa

(32)

penyaringan, refining, pembentukan lembaran, ikatan antara serat, kekuatan serat,

dan mobilitas serat dalam lembaran. serat dengan diameter besar dan berdinding tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan yang

tinggi.

Diameter lumen rata-rata rambutan umur 10 tahun dan duku umur 5 tahun masing-masing yaitu 4,03 µm dan 3,96 µm. Haygreen dan Bowyer (1996)

menyatakan bahwa Diameter lumen akan berpengaruh sebagai perbandingan dengan diameter serat yang disebut sebagai flexibility ratio (tingkat fleksibilitas)

serat yang menunjukkan hubungan parabolis dengan kekuatan tarik dan panjang putus.

Tebal dinding serat dapat dihitung dari nilai diameter serat dan diameter

lumen dengan cara pengurangan diameter serat dengan diameter lumen lalu dibagi dua. Tebal dinding serat rata-rata rambutan umur 10 tahun dan duku umur 5 tahun

masing-masing yaitu 2,38 µm dan 2,31 µm. Tebal dinding serat merupakan salah satu ukuran dimensi serat yang ikut menentukan sifat-sifat kertas. Dinding serat yang tebal menyebabkan terbentuknya lembaran yang kasar dan tebal (bulky).

Serat berdinding tipis mudah mengalami lembek (collapse) dan menjadi pipih sehingga memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat

sedangkan serat dengan dinding tebal sukar menjadi lembek/lembut dan bentuknya tetap membulat pada waktu pembentukan lembaran. Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan dimana akan memberikan kekuatan sobek yang

(33)

4. Pengukuran Turunan Dimensi Serat

Dimensi serat dan turunannya menjadi bahan acuan yang digunakan dalam penentuan sifat-sifat pulp yang dihasilkan. Turunan dimensi serat (runkle ratio,

felting power, muhlsteph ratio, coefficient of rigidity, flexibiliity ratio) dari kayu

rambutan umur 10 tahun dan duku umur 5 tahun dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Rata-Rata Turunan Dimensi Serat Kayu Rambutan Dan Duku

No. Jenis Turunan dimensi serat

runkle

Pada tabel diperoleh nilai rata-rata runkle ratio (bilangan runkel) rambutan umur 10 tahun adalah 1,30 dan duku umur 5 tahun adalah 1,28. Berdasarkan

klasifikasi Sulistyowati (1998) untuk kayu tropis maka rambutan dan duku ini termasuk ke dalam kelas kelas IV dengan interval (1,01-2,00) dimana dinding sel

tebal dan lumen sempit, terdapat pada kayu berat, serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat kecil. Menurut literatur dari Kasmudjo (1994) dimana kelas runkle ratio rambutan dan duku yang berada pada kelas IV dengan

kriteria dinding serat tebal maka kualitas seratnya dinyatakan kurang baik. Berdasarkan klasifikasi runkel dan hubungannya dengan mutu pulp dan kertas

maka nilai runkel yang sangat baik untuk pulp dan kertas adalah di bawah 0,25. Rambutan umur 10 tahun dan kayu rambutan memiliki nilai rata-rata

felting power (daya tenun) masing-masing sebesar 52,19 dan 61,42. Nilai ini

mengkategorikan rambutan dan duku tersebut ke dalam kelas III dengan interval (40-70) menurut Kasmudjo (1994). Menurut Nawawi (1997), daya tenun serat sangat berpengaruh terhadap kekuatan sobek kertas, semakin besar nilai felting

(34)

(daya tenun) berkaitan dengan tingkat kelicinan kertas, dimana semakin besar

nilai felting power (daya tenun) maka kertas akan semakin licin.

Rambutan umur 10 tahun dan kayu rambutan memiliki nilai rata-rata

muhlsteph ratio (bilangan mulsteph) masing-masing sebesar 77,23% dan 76,16%.

Menurut literatur dari Sulistyowati yang mengklasifikasikan dimensi serat dalam hubungannya dengan kualitas pulp menjadi empat kelas, nilai rata-rata muhlsteph

ratio (bilangan mulsteph) kayu rambutan dan duku yang diperoleh ini termasuk ke

dalam kelas kelas III dimana serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph 61-80%

untuk kayu, dan 21-80% untuk pulp. Seratnya bersifat plastis dan memberikan lembaran yang lebih halus. Nawawi (1997) menyatakan bahwa mulhsteph ratio akan memberikan sifat kekuatan tarik pulp yang tinggi, seiring dengan semakin

besarnya nilai muhlsteph ratio (bilangan mulsteph) maka hasil kertas akan mudah robek jika diremas atau dilipat. Menurut literatur dari Kasmudjo (1994) dimana

kelas rambutan dan duku termasuk ke dalam kelas III, maka dinyatakan bahwa kerataan/kehalusan serat rata, plastisitas serat plastis, dan kualitas serat cukup kuat.

Rambutan umur 10 tahun dan kayu rambutan umur 5 tahun ini memiliki nilai coefficient of rigidity (koefisien kekakuan ) rata-rata masing-masing sebesar

0,27 dan 0,26. Menurut Kasmudjo (1994) dengan perolehan data sebesar itu maka rambutan dan duku dikategorikan ke dalam kelas IV dengan interval >0,20. Nilai

coefficient of rigidity (koefisien kekakuan) berkaitan dengan kekuatan kertas yang

(35)

Nilai flexibility ratio (nilai fleksibilitas) kayu rambutan umur 10 tahun

dan kayu duku umur 5 tahun masing-masing sebesar 0,46 dan 0,47 Menurut literatur dari Kasmudjo (1994) dengan nilai fleksibilitas sebesar itu maka kayu

rambutan dan kayu duku termasuk kedalam kelas III dengan interval 0,4-0,60. Semakin tinggi nilai flexibility ratio (nilai fleksibilitas) maka semakin baik, dimana serat dalam komposisi kertas akan semakin fleksibel terhadap adanya

tarikan sehingga apabila dijadikan produk kertas maka kualitasnya akan sangat baik. Umumnya nilai flexibility ratio (nilai fleksibilitas) yang tinggi

memungkinkan serat-serat tersebut untuk dibuat menjadi kertas khusus dengan mementingkan kualitas yang baik. Adapun nilai flexibility ratio (nilai fleksibilitas) tertinggi menurut Kasmudjo (1994) berada pada interval >80.

Pemanfaatan Kayu Rambutan dan Duku sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas

Hasil pengukuran nilai turunan dimensi serat (panjang serat, runkle ratio,

felting power, muhlsteph ratio, coefficient of rigidity, dan flexibility ratio) kayu

rambutan (N. lappaceum) dan Duku (L. domesticum) yang sangat berpengaruh

terhadap pemanfaatan kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas disajikan pada Tabel 25.

Tabel 25. Penilaian Kayu Rambutan Dan Kayu Duku Sebagai Bahan Baku Pulp Dan Kertas

N o

Parameter yang diamati

Rata-rata nilai pengukuran Nilai berdasarkan kriteria serat kayu Indonesia

(36)

Berdasarkan perhitungan dari beberapa parameter kayu yang diamati

disimpulkan bahwa kayu rambutan dan kayu duku termasuk ke dalam kelas mutu III pada interval <225 dengan penjelasan bahwa jenis kayu agak berat sampai

berat, mempunyai dinding serat tebal dan lumen sempit. Dalam pembentukan lembaran pulp, serat sulit digepengkan dengan ikatan antar serat dan tenunan tidak baik, menghasilkan lembaran dengan keteguhan sobek, dan tarik yang rendah. Hal

ini mengartikan bahwa kayu rambutan dan kayu duku kurang layak untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pulp dan kertas, sehingga

(37)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. a. Sifat umum kayu rambutan (N. lappaceum) menunjukkan bahwa warna kayu rambutan coklat tua, dengan tekstur kasar, bercorak, tidak mengkilap, keras,

dengan arah serat bergelombang/berombak, kesan raba kesat, susunan pori soliter, berganda, dan bergerombol, dengan penyebaran ganda 2-3 radial,

ganda 2-3 tangensial, parenkima paratrakea bentuk sayap (aliform), tidak memiliki saluran damar, jari-jari biseriate, dengan ciri khusus memiliki parenkima paratrakea bentuk sayap (aliform).

b. Sifat umum kayu duku (L. domesticum) menunjukkan bahwa warna kayu duku coklat muda, dengan tekstur kasar, bercorak, tidak mengkilap, keras, dengan arah serat berpadu, kesan raba kesat, susunan pori soliter, berganda,

dan bergerombol, dengan penyebaran ganda 2-3 radial, ganda 2-3 tangensial, parenkima paratrakea konfluen, tidak memiliki saluran damar,

jari-jari multieriate, dengan ciri khusus memiliki parenkima paratrakea konfluen.

2. Kayu rambutan dan kayu duku termasuk ke dalam kelas mutu III pada interval

<225 dengan penjelasan bahwa jenis kayu agak berat sampai berat, mempunyai dinding serat tebal dan lumen sempit

3. Kayu rambutan dan kayu duku kurang layak untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pulp dan kertas, sehingga rambutan dan duku tidak cocok dijadikan alternatif substitusi kayu keras sebagai bahan baku pembuatan

(38)

Saran

Perlu dilakukan penelitian sifat anatomi untuk umur kayu rambutan (N. lappaceum) di atas 10 tahun dan kayu duku (L. domesticum) di atas 5 tahun

(39)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Deskripsi Tanaman

1. Rambutan (N. lappaceum)

Rambutan (N. lappaceum) merupakan tanaman buah hortikultural berupa pohon dengan famili Sapindacaeae. Rambutan adalah tanaman tropis yang

tergolong ke dalam suku lerak-lerakan atau Sapindaceae, berasal dari daerah kepulauan di Asia Tenggara. Rambutan banyak terdapat di daerah tropis seperti Afrika, Kamboja, Karibia, Amerika Tengah, India, Indonesia, Malaysia, Filipina,

Thailand dan Sri Lanka. Kayu Rambutan (N. lappaceum ), mempunyai berat jenis rata-rata 0,91 berarti pori-pori dan seratnya rapat sehingga daya serap airnya kecil.

Tanaman ini dapat tumbuh baik pada suhu 250C pada pengukuran suhu siang hari, dengan kelembaban rendah, tumbuh di dataran rendah sampai sedang dengan ketinggian 30-500 m dpl, dengan curah hujan antara 1500-2500 mm pertahun dan

merata sepanjang tahun, pH tanaman yang baik adalah 6-7 (Wijayatrie, 2008). Kelas awetnya III, yang berarti mampu bertahan sampai 10 tahun ke atas

bila diolah dengan baik. Kelas kuatnya I-II, yang berarti mampu menahan lentur di atas 1100 kg/cm2 dan mengantisipasi kuat desak diatas 650 kg/cm2. Berdasarkan sifat kembang susut kayu yang sedang, daya retaknya sedang,

kekerasannya sedang dan bertekstur agak kasar, serta berserat lurus, maka kayu ini mempunyai sifat pengerjaan mudah sampai sedang, sehingga banyak diminati

(40)

2. Duku (L. domesticum)

Duku (L. domesticum) merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Indonesia. Populasi duku sudah tersebar secara luas di seluruh

pelosok nusantara. Selain itu ada yang menyebutkan duku berasal dari Asia Tenggara bagian Barat, Semenanjung Thailand di sebelah Barat sampai Kalimantan di sebelah Timur. Jenis ini masih dijumpai tumbuh liar/meliar

kembali di wilayah tersebut dan merupakan salah satu buah-buahan budidaya utama (Wijayatrie, 2008).

Duku (L. domesticum) merupakan tanaman berupa pohon yang berasal dari Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh baik di dataran rendah sampai pada ketinggian 500 m dpl. Dengan tipe iklim basah sampai agak basah dengan curah

hujan antara 1500-2500 mm pertahun dan merata sepanjang tahun, pH tanaman yang baik adalah 6-7 dan tanaman ini relatif lebih toleran terhadap keadaan tanah.

Mempunyai berat jenis rata-rata 0,33. Termasuk pada kelas awetnya IV-V sedangkan kelas kuatnya III (Krisdianto, 2001).

Susunan Batang Pohon Secara Garis Besar

1. Lingkar Tumbuh

Pada penampang lintang dari batang terlihat adanya garis-garis konsentris bisa nyata atau kurang nyata dan memusat pada empulur. Garis-garis konsentris

ini disebut sebagai lingkaran tumbuh (growth ring) yang terjadi sehubungan dengan mekanisme pertumbuhan pohon. Lingkaran tumbuh dalam penampang

(41)

semakin lambat mendekati akhir musim pertumbuhan. lingkaran tumbuh

dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain :

a. Jenis pohon, lebar dan kerapatan lingkaran tumbuh berbeda-beda menurut jenis

yang sama tapi pohon yang berbeda

b. Kecepatan pertumbuhan, pohon-pohon yang mempunyai pertumbuhan cepat akan mempunyai lingkaran tumbuh yang lebar

c. Tempat tumbuh, tempat tumbuh yang mempunyai kesuburan berbeda akan menyebabkan lingkaran tumbuh yang berbeda pula. Pada tempat tumbuh yang

sama dan umur yang sama, lebar lingkaran tumbuh tergantung pada kelas tajuk. Pohon yang terlindung mempunyai lingkaran tumbuh yang sempit. Pohon yang biasa tumbuh di daerah yang lembab, mempunyai lingkaran

tumbuh yang lebih sempit bila ditanam di tempat yang kering

d. Letak lingkaran tumbuh di dalam batang, makin tinggi dalam batang lingkaran

tumbuh semakin lebar. Juga semakin jauh dari empulur lingkaran tumbuh juga semakin sempit

e. Toleransi pohon terhadap cahaya, pohon-pohon yang toleran (tahan tempat

yang teduh) mempunyai variasi lebar lingkaran tumbuh yang lebih banyak daripada pohon-pohon yang suka akan cahaya.

Apabila suatu lingkaran tumbuh dibentuk dalam jangka waktu 1 tahun, maka lingkaran tumbuh tersebut disebut juga lingkaran tahun. Pada umumnya jenis-jenis kayu di Indonesia tidak mempunyai batas lingkaran tumbuh yang jelas

(42)

2. Kayu Gubal dan Kayu Teras

Kayu gubal adalah sel-sel kayu yang baru dibentuk oleh kambium. Kayu gubal ini berfungsi menyalurkan zat-zat makanan dari akar dan sebagai tempat

penimbunan makanan. Oleh sebab itu, bagian ini mempunyai sel pori yang lebar. Sedangkan kayu teras terbentuk oleh perubahan sel-sel kayu gubal yang sudah tua dan mengeras serta tidak lagi dapat berfungsi seperti kayu gubal. Fungsinya dalam

batang tinggal sebagai penguat. Warna bagian kayu ini lebih gelap daripada kayu gubal. Warnanya berubah menjadi lebih tua karena pengendapan zat-zat ekstraktif

(Budianto, 1996). Pandit dan Ramdan (2002) menyatakan bahwa kayu teras seringkali lebih awet dari pada kayu gubal, kayu teras lebih tahan terhadap serangan jamur dan serangan serangga perusak kayu. Kayu teras mempunyai

keawetan tinggi, hal ini disebabkan karena adanya zat-zat ekstraktif yang bersifat toksik (racun) terhadap serangga.

Dalam bidang pemanfaatan kayu, bagian kayu teras mempunyai nilai lebih dibandingkan kayu gubal karena sifat warna dan keawetan alaminya yang tinggi. Kayu gubal tersusun atas sel-sel yang masih hidup dan terletak di sebelah dalam

kambium dan berfungsi sebagai penyalur cairan dan juga sebagai tempat penimbun zat-zat makanan. Sedangkan kayu teras secara fisiologis tidak berfungsi

lagi tetapi berfungsi untuk menunjang pohon secara mekanis. Kadar ekstraktif suatu pohon mengalami penurunan dari pangkal (butt) menuju ujung pohon (top), kayu bagian pangkal pohon mempunyai persentase zat ekstraktif yang lebih tinggi

karena bagian pangkal mempunyai persentase kayu teras yang lebih banyak, kayu teras mempunyai lebih banyak zat ekstraktif dibandingkan kayu gubal karena

(43)

ekstraktif dan susunannya dalam pohon bergantung pada daerah tempat tumbuh,

umur, faktor genetik dan lokasi pada batang (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Ciri Umum Kayu

1. Warna dan Corak

Warna kayu ada beraneka macam, antara lain warna kuning, keputih-putihan, coklat muda, coklat tua, kehitam-hitaman, kemerah-merahan dan lain

sebagainya. Hal ini disebabkan oleh zat-zat pengisi warna dalam kayu yang berbeda-beda. Warna sesuatu jenis kayu dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: tempat di dalam batang, umur pohon, kadar air dan lama penyimpanan

kayu setelah ditebang maupun setelah digergaji. Kayu teras umumnya memiliki warna yang lebih jelas atau lebih gelap daripada kayu gubal. Pada pengenalan

kayu, warna kayu yang dipakai adalah warna kayu terasnya. Pada umumnya warna suatu jenis kayu bukanlah warna yang murni, tetapi warna campuran beberapa jenis warna. Kadangkala terdapat satu warna mencolok dengan

kombinasi warna-warna lain yang sukar dipisahkan (Dumanauw, 1990).

Corak yang ada pada suatu jenis kayu dapat ditimbulkan oleh perbedaan

warna antara kayu awal dan kayu akhir dari lingkar tumbuh. Corak dapat pula ditimbulkan oleh perbedaan warna jaringan, perbedaan intensitas pewarnaan pada lapisan-lapisan kayu yang dibentuk dalam jangka waktu yang berlainan

(Mandang dan Pandit, 1997).

2. Tekstur

Tekstur dari kayu adalah suatu sifat yang menunjukkan ukuran-ukuran

(44)

halus apabila ukuran dari sel-selnya sangat kecil. Halus kasarnya tekstur kayu

ditentukan atas dasar ukuran diameter tangensial pori, dikatakan bertekstur kasar apabila ukuran diameter tangensial pori >200 (µm), bertekstur sedang apabila

ukuran diameter tangensial pori 100~200 (µm), dan bertekstur halus apabila ukuran diameter tangensial pori < 100 (µm) (Brown et al. 1994).

Tekstur dinilai pula dari tingkat kerataannya, tekstur dikatakan tidak rata

jika halus di tempat-tempat tertentu dan kasar di tempat-tempat lain pada permukaan yang sama. Hal ini disebabkan oleh pembuluh yang berkelompok atau

berganda radial 4 sel atau lebih (Mandang dan Pandit, 1997).

3. Arah Serat

Pengertian arah serat pada kayu sebenarnya adalah arah seluruh sel-sel

aksial pada suatu lapisan kayu terhadap sumbu batang pohon atau terhadap arah sel-sel aksial dari lapisan kayu di sebelah luar dan sebelah dalam lapisan kayu yang bersangkutan. Arah serat pada sepotong kayu mudah ditetapkan berdasarkan

arah sel-sel pembuluh yang pada permukaan kayu tampak seperti goresan-goresan. Menurut Mandang dan Pandit (1997), secara garis besar arah serat

dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Serat lurus yaitu apabila sel-selnya membentang searah dengan sumbu batang b. Serat melintang (cross grain), yaitu jika arah sel-sel aksial membentuk sudut

dengan sumbu batang, serat melintang dapat digolongkan lagi atas:

- Serat terpadu (interlocked grain), bila arah letak sel-sel aksial pada suatu

(45)

- Serat terpilin (spiral grain), jika sel-sel aksial mengelilingi sumbu batang

seperti spiral

- Serat berombak atau bergelombang (curly grain atau wavy grain), jika sel-sel

aksial tersusun berbelok-belok ke arah longitudinal

- Serat miring, jika sel-sel aksial pada sebuah papan atau balok membentuk sudut terhadap salah satu sisinya.

4. Kilap

Kilap kayu adalah suatu sifat dari kayu yang memungkinkan kayu dapat memantulkan cahaya. Beberapa jenis kayu tampak mengkilap atau buram ini

tergantung dari tingkat karakteristik yang dimiliki kayu. Kilap disini berbeda dengan kilap yang diakibatkan oleh pemberian bahan seperti pernis. Kandungan

minyak atau wax (berlilin) dalam kayu teras saja umumnya mengurangi kilapnya. Identifikasi kilap hanya bersifat sekunder saja (Pandit dan Ramdan, 2002).

5. Kesan Raba

Kesan raba dinilai licin atau kesat dengan menggosok-gosokkan jari ke

permukaan kayu. Beberapa jenis kayu terasa licin jika diraba. Biasanya kayu yang mempunyai tekstur halus serta berat jenis tinggi menimbulkan kesan raba yang

licin. Kesan licin juga dapat bertambah jika kayunya mengandung minyak (Mandang dan Pandit,1997).

Kesan raba ini nilainya sangat terbatas sekali. Dalam identifikasi

disamping sangat bervariasi menurut individu-individu bersangkutan penilaian kesan raba juga tergantung dari bagian-bagian pohon yang diambil (Pandit dan

(46)

6. Kekerasan

Kekerasan kayu merupakan salah satu sifat yang berguna dalam identifikasi jenis kayu. Kekerasan dinilai sangat lunak, lunak, agak lunak, agak

keras, keras dan sangat keras. Penetapannya dilakukan dengan cara menyayat contoh pada arah tegak lurus serat. Makin keras makin sukar disayat. Bekas sayatannya juga mengkilap. Kekerasan kayu erat hubungannya dengan tebal

relatif dinding serat. Makin tebal dinding serat makin keras kayu yang bersangkutan. Kekerasan kayu dapat pula bertambah oleh kandungan mineral,

terutama silika dalam sel-sel kayu (Mandang dan Pandit, 1997).

Ciri Anatomi Kayu

1. Pori-Pori Kayu (Vessel Cell)

Pada penampang melintang sel-sel pembuluh tampak seperti lubang-lubang, karena itu sel-sel pembuluh ini juga sering disebut pori-pori kayu. Sel-sel yang berbentuk pipa dinamakan pembuluh. Dalam batang kayu, sel-sel ini

tersusun longitudinal, sambung menyambung searah dengan sumbu batang. Pembuluh dikatakan soliter jika berdiri sendiri-sendiri. Pembuluh dikatakan

berganda jika dua atau lebih pembuluh bersinggungan sedemikian rupa, sehingga dinding singgung tampak datar. Gandaan dua pembuluh disebut pasangan (Mandang dan Pandit, 1997).

Pengelompokan pori diamati pada penampang lintang. Pori-pori yang mengelompok tersusun menurut arah jari-jari sehingga pori-pori kelihatan

(47)

atau membentuk sudut dengan jari-jari. Pengelompokan bentuk gerombol

(pore cluster) dimana pori-pori mengelompok bergerombol pada daerah-daerah yang berbentuk bulat atau lingkaran (Pandit dan Ramdan, 2002).

2. Parenkima

Parenkima merupakan jaringan yang berfungsi untuk menyimpan serta mengatur bahan makanan cadangan di dalam kayu. Menurut Mandang dan

Ramdan (2002), berdasarkan penyusunannya, parenkima dibagi atas parenkima aksial (parenkima) yang tersusun secara vertikal dan parenkima jari-jari (jari-jari kayu), yang tersusun secara horizontal. Ciri parenkima yang penting untuk

identifikasi adalah susunannya sebagaimana terlihat pada penampang lintang kayu. Pada bidang ini, dengan bantuan lup, parenkima biasanya dapat dilihat

berupa jaringan yang berwarna lebih cerah daripada jaringan serat: umumnya hampir putih dan lainnya agak coklat atau coklat merah. Secara garis besar, susunan parenkima dapat dibagi atas dua tipe berdasarkan hubungannya dengan

pembuluh. Tipe pertama dinamakan parenkim apotrakea yaitu semua bentuk parenkima yang tidak berhubungan langsung dengan pembuluh. Tipe kedua

parenkima paratrakea, meliputi semua parenkima yang berhubungan dengan pembuluh (Mandang dan Pandit, 1997).

3. Jari-Jari Kayu

Jari-jari pada penampang lintang kayu seperti garis-garis yang hampir

sejajar satu sama lain. Pada bidang radial, jari-jari tampak seperti pita putus-putus ke arah horizontal. Jika tingginya cukup maka jari-jari akan tampak seperti

(48)

tangensial. Jika ukurannya cukup lebar, jari-jari dapat dilihat dengan mata

telanjang seperti bintik-bintik lensa cembung atau garis-garis tipis pendek ke arah longitudinal (Mandang dan Pandit, 1997)

4. Serat (Fiber)

Apabila sepotong kayu lebar dipisah-pisahkan dan diamati di bawah mikroskop, maka akan tampak sel-sel dengan berbagai macam bentuk dan ukuran,

ada yang mirip tong atau pipa, ada yang mirip kotak dan ada yang berbentuk panjang dan sangat langsing. Sel-sel yang berbentuk panjang dan langsing ini dikenal dengan nama serat. Dinding serat umumnya lebih tebal daripada dinding

parenkima dan pembuluh. Panjangnya antara 300-3600 µm, bergantung jenis pohon dan posisinya dalam batang. Diameternya antara 15-50 µm. Ketebalan

dindingnya relatif dibanding diameter, dapat tipis, tebal atau sangat tebal. Serat dikatakan berdinding sangat tebal jika lumen atau rongga selnya hampir seluruhnya terisi dengan lapisan-lapisan dinding, dari ciri ini dipahami bahwa

serat berfungsi sebagai penguat batang pohon (Mandang dan Pandit, 1997).

1. Dinding Sel

Sifat Mikroskopis Kayu

Dinding sel tersusun atas sejumlah lapisan yaitu lamella tengah, dinding

primer, lapisan luar dinding sekunder, lapisan tengah dinding sekunder, lapisan dalam dinding sekunder, dan lapisan kutikula. Lapisan-lapisan ini berbeda antara

(49)

lapisan-lapisan dapat diamati dalam mikroskop di bawah sinar terpolarisasi

(Sjőstrőm, 1995).

2. Dimensi Serat

Sel serat berfungsi sebagai pemberi tenaga mekanik pada batang, sehingga

mempunyai dinding sel yang relatif tebal. Pada kayu daun lebar serat dibagi atas dua macam serat yaitu serat libriform dan serat trakeida. Serat libriform memiliki

noktah sederhana yang lebih kecil, memberi kekuatan karena diameternya lebih kecil dan lumen selnya lebih sempit. Serat trakeida adalah serat yang mempunyai noktah halaman (Achmadi, 1995).

Menurut Pandit dan Ramdan (2002), sel serat (fibers) hanya terdapat pada golongan kayu daun lebar dimana 50 % atau lebih volume dari kayu daun lebar ini

disusun dari serat. Bahan baku serat yang memenuhi kriteria dalam produksi pulp biasanya lebih ditentukan oleh kualitas seratnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi dimensi serat meliputi umur kayu, tempat tumbuh, lingkar tahun

dan faktor genetis (Nawawi, 1997).

Beberapa dimensi serat yang penting dipelajari untuk menganalisis bahan

baku pulp antara lain panjang serat, diameter serta, diameter lumen, dan tebal dinding serat. Berikut penjelasannya :

a. Panjang Serat

Serat kayu adalah kumpulan dari sel-sel individu penyusun kayu terutama sel serat/sel trakeida, sel pembuluh, dan sel parenkim. Serat yang panjang

(50)

luas. Penelitian lebih lanjut membuktikan bahwa panjang serat bukan satu-satunya

dasar yang menentukan kekuatan kertas yang tinggi tetapi terdapat faktor lain yang besar peranannya seperti tebal dinding serat, diameter serat, dan diameter

lumen. Besaran ini biasanya dinyatakan dalam bentuk kombinasi atau perbandingannya (Pasaribu dan Ritonga, 1997).

Secara umum dapat dikatakan bahwa kekuatan sobek dan lipat tergantung

pada panjang serat, sedangkan kekuatan jebol dan tahan regang dipengaruhi oleh perbandingan panjang serat dengan diameternya, tipis tebalnya dinding serat serta

diameter lumen. Perbandingan panjang serat dan diameter serat disebut felting

power (daya tenun) menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan tersebut

maka semakin tinggi kekuatan sobek dan semakin baik daya tenun serat.

Disamping panjang serat, bagaimana penyebaran atau distribusi panjang serat menentukan pula mudah tidaknya pulp dicuci dan disaring. Selain itu, distribusi

panjang serat berpengaruh terhadap kehalusan lembaran pulp dimana semakin panjang serat maka lembaran kertas semakin kasar (Sjőstrőm, 1995).

b. Diameter Serat

Diameter serat berpengaruh besar terhadap sifat kekuatan pulp dalam pencucian, penyaringan, refining, pembentukan lembaran, ikatan antara serat,

kekuatan serat, dan mobilitas serat dalam lembaran. Serat dengan diameter besar dan berdinding tipis mampu memberikan ikatan antar serat yang kuat dengan kekuatan yang tinggi (Haygreen dan Bowyer, 1996).

c. Diameter Lumen

(51)

flexibility ratio (tingkat fleksibilitas) serat yang menunjukkan hubungan parabolis

dengan kekuatan tarik dan panjang putus (Haygreen dan Bowyer, 1996).

d. Tebal Dinding Serat

Tebal dinding serat merupakan salah satu ukuran dimensi serat yang ikut

menentukan sifat-sifat kertas. Dinding serat yang tebal menyebabkan terbentuknya lembaran yang kasar dan tebal (bulky). Serat berbanding tipis mudah

mengalami lembek (collapse) dan menjadi pipih sehingga memberikan permukaan yang luas bagi terjadinya ikatan antar serat sedangkan serat dengan dinding tebal sukar menjadi lembek/lembut dan bentuknya tetap membulat pada

waktu pembentukan lembaran. Struktur tersebut menyulitkan dalam penggilingan dimana akan memberikan kekuatan sobek yang rendah tetapi kekuatan tarik yang

tinggi (Nawawi, 1997).

Parameter Penilaian Kualitas serat

1. Klasifikasi Dimensi Serat

Teknologi pulp dan kertas mempunyai beberapa macam klasifikasi

dimensi serat yang dipakai sebagai penduga mengenai sifat pulp yang dihasilkan. Klasifikasi dimensi dan turunan dimensi serat tertera pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Klasifikasi Diameter Serat

Kelas Nilai interval (µ m)

Lebar 26,00-40,00

Sedang 11,00-25,00

Sempit 2,00-10,00

(52)

Tabel 2. Klasifikasi Panjang Serat

Kelas Sub Kelas Selang Kelas (µ m)

Pendek Teramat pendek <500

Sangat pendek 501-700

Cukup pendek 701-900

Sedang - 901-1600

Panjang Cukup panjang 1601-2200

Sangat panjang 2201-3000 Teramat panjang >3000 Sumber: Kasmudjo (1994)

2. Klasifikasi Turunan Dimensi Serat A. Klasifikasi Runkel

Kasmudjo (1994) menyatakan bahwa Runkel mengklasifikasikan kayu tropis dalam lima kelas:

a. Kelas 1 (≤ 0,25), dinding sel tipis sekali dan lumen lebar. Terdapat pada jenis kayu ringan sekali. Serat dalam lembaran pulp memipih seluruhnya

dan ikatan antar serat sangat baik.

b. Kelas II (0,26-0,50), dinding sel tipis dan lumen agak lebar, terdapat pada jenis kayu ringan. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar

serat baik.

c. Kelas III (0,51-1,00), dinding sel dan lumen sedang, terdapat pada kayu

agak berat/sedang. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat masih cukup baik.

d. Kelas IV (1,01-2,00), dinding sel tebal dan lumen sempit, terdapat pada

kayu berat. Serat dalam lembaran pulp memipih dan ikatan antar serat kecil.

(53)

B. Klasifikasi Muhlsteph

Kasmudjo (1994) menyatakan bahwa Muhlsteph mengklasifikasikan dimensi serat dalam hubungannya dengan kualitas pulp menjadi empat kelas:

a. Kelas I: serat yang mempunyai Muhlsteph sampai 30% untuk serat kayu dan 20% untuk pulp. Serat membentuk lembaran pulp dan kertas yang baik dengan sifat kekuatan baik.

b. Kelas II: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph 31-60% untuk tipe serat pulp dari conifer. Sifat seratnya merupakan kombinasi dari sifat serat kayu

dalam ketiga kelas lainnya.

c. Kelas III: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph 61-80% untuk kayu, dan 21-80% untuk pulp. Seratnya bersifat plastis dan memberikan

lembaran yang lebih halus.

d. Kelas IV: serat yang mempunyai nisbah Muhlsteph >80%, seratnya

bersifat kaku, menghasilkan kertas dengan kerapatan rendah dan kekuatan rendah kecuali keteguhan sobek yang lebih tinggi dari kelas I.

Kriteria Penilaian Serat Kayu Indonesia

Kriteria penilaian kayu Indonesia pada dimensi serat yang dihubungkan

dengan mutu pulp yang dihasilkan. Kriteria penilaian serat ini dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Hasil Hutan Bogor. Menurut Kasmudjo (1998), kriteria serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dibagi menjadi 3 kelas mutu yaitu:

(54)

ikatan antar serat dan daya tenun sangat kuat. Lembaran pulp yang

dihasilkan mempunyai keteguhan sobek, dan tarik yang tinggi.

b. Kelas mutu II: jenis kayu agak ringan sampai berat, dinding sel serat tipis

sampai sedang dan lumen agak lebar. Dalam pembentukan lembaran pulp, serat mudah menggepeng dengan ikatan antar serat dan tenunan baik, menghasilkan lembaran dengan keteguhan sobek, dan tarik yang sedang.

c. Kelas mutu III: jenis kayu agak berat sampai berat, mempunyai dinding serat tebal dan lumen sempit. Dalam pembentukan lembaran pulp, serat sulit

digepengkan dengan ikatan antar serat dan tenunan tidak baik, menghasilkan lembaran dengan keteguhan sobek, dan tarik yang rendah.

Kriteria penilaian serat kayu Indonesia untuk bahan baku pulp dan kertas

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Penilaian Serat Kayu Indonesia

No Uraian

Sumber: Sulistyowati (1998) Turunan Dimensi Serat

Kualitas pulp tidak hanya ditentukan oleh dimensi serat kayu, tetapi perkembangan teknologi menunjukkan bahwa perbandingan antar faktor

(55)

1. Runkel Ratio (Bilangan Runkle)

Runkel Ratio adalah perbandingan antara dua kali tebal dinding serat

dengan diameter lumen, yang dinyatakan dengan persamaan:

Runkel Ratio =

Keterangan: w = tebal dinding serat

l = diameter lumen (Sutiya et all, 2012).

Perbandingan runkel ratio (bilangan runkle) rendah, berarti memiliki dinding sel tipis dan lumen yang tebal pada waktu pembentukan lembaran serat akan membentuk pita dengan memperluas permukaan kontak serat memungkinkan

terjadinya ikatan antar serat yang tinggi melalui gugus hidroksilnya. Lembaran kertas selain memiliki sifat kekuatan yang baik juga dihasilkan lembaran yang

tembus cahaya (Nawawi, 1997).

2. Felting Power/Slendernes (Daya Tenun)

Felting Power/Slendernes adalah perbandingan antar panjang serat dengan diamter serat, dengan persamaan:

Felting Power/Slendernes =

Keterangan: L = panjang serat

d = diameter serat (Sutiya et all, 2012).

Menurut Nawawi (1997), daya tenun serat sangat berpengaruh terhadap kekuatan sobek kertas sedangkan bilangan fleksibilitas mempunyai hubungan parabolis

terhadap kekuatan panjang putus, tetapi negatif dengan koefisien kekuatan serat.

l w

2

(56)

3. Mulhsteph Ratio (Bilangan Multsteph)

Mulhsteph Ratio adalah perbandingan antara luas penampang tebal dinding

serat dengan luas penampang lintang serat, dengan persamaan:

Mulhsteph Ratio =

Keterangan: d = diameter serat

l = diameter lumen (Sutiya et all, 2012).

Mulhsteph Ratio akan memberikan sifat kekuatan tarik pulp yang tinggi dan

sebaliknya serat yang mempunyai dinding sel tebal dan diameter kecil cenderung

akan mempertahankan bentuknya selama pembentukan lembaran, sehingga luas kontak antar serat kecil yang mengakibatkan kekuatan tarik dan sobek rendah (Nawawi, 1997).

4. Coefficient of Rigidity (Koefisien Kekakuan)

Coefficient of Rigidity adalah perbandingan antara tebal dinding serat

dengan diameter serat, dengan persamaan:

Coefficient of Rigidity =

Keterangan: w = tebal dinding serat

d = diameter serat (Sutiya et all, 2012).

5. Flexibility Ratio (Bilangan Fleksibilitas)

Flexibility Ratio adalah perbandingan antara diameter lumen dengan

diameter serat dengan persamaan:

Flexibility Ratio =

Keterangan: l = diameter lumen

(57)

Pengukuran Dimensi Serat

Pengukuran dimensi serat menggunakan mikroskop camera dengan perbesaran 40 kali untuk pengukuran panjang serat, diameter serat, dan diameter

lumen. Pengukuran tebal dinding serat diperoleh dari perhitungan diameter serat dikurangi diameter lumen lalu dibagi dua. Dalam pengukuran dimensi serat, yaitu panjang serat, diameter serat, diameter lumen dan tebal dinding serat, dipilih serat

(58)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pohon adalah tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan kayu, untuk mengetahui asal botanis dari kayu, perlu diketahui ciri-ciri dari tumbuhan kayu

dan klasifikasinya (Sucipto, 2009). Kayu merupakan hasil hutan dari sumber daya alam yang diproses menjadi barang atau bentuk lain sesuai dengan kemajuan

teknologi. Kayu berasal dari berbagai pohon yang memiliki sifat berbeda-beda, bahkan dari satu pohon terdapat sifat agak berbeda baik sifat anatomi kayu, sifat fisika dan kimianya. Tiap jenis kayu memiliki struktur dan anatomi kayu yang

berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dijadikan sebagai ciri untuk identifikasi jenis kayu dengan membedakan jenis kayu yang satu dengan yang lainnya. Sifat-sifat

kayu perlu diketahui lebih dulu sebelum dipergunakan sebagai bahan baku bangunan, bahan baku industri kayu, maupun untuk pembuatan perabotan (Aprianis dan Rahmayanti, 2006).

Pemanfaatan jenis kayu rambutan (Nephelium lappaceum) dan duku (Lansium domesticum) telah mengalami perkembangan yang lebih luas dari segi

buahnya, kayu pohon rambutan cukup keras dan kering, tetapi mudah pecah sehingga kurang baik untuk bahan bangunan namun bagus sekali untuk kayu bakar. Begitu juga dengan pohon duku, yang terkenal karena buahnya yang segar,

kayunya keras dan tahan lama. Namun dalam perkembangannya kedua jenis kayu ini belum mengalami perkembangan yang signifikan karena kurangnya penelitian

(59)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat makroskopis berupa

sifat kasar seperti warna, tekstur, arah serat dan lainnya dan untuk mengetahui sifat-sifat mikroskopis kayu berupa sifat struktur seperti pori, parenkim, jari-jari,

dan lainnya dari kayu rambutan (N. lappaceum) dan kayu duku (L. domesticum) yang merupakan tanaman endemik Sumatera Utara (Binjai)

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sifat anatomi kayu rambutan (N .lappaceum) umur 10 tahun

dan kayu duku (L. domesticum) umur 5 tahun

2. Membandingkan kualitas serat kayu rambutan (N .lappaceum) umur 10 tahun dan kayu duku (L. domesticum) umur 5 tahun

3. Untuk mengetahui kemungkinan penggunaan dari kayu rambutan (N. lappaceum) dan kayu duku (L. domesticum) sebagai bahan baku pulp

dan kertas.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

1. Memberikan informasi mengenai sifat anatomi kayu rambutan

umur 10 tahun (N . lappaceum) dan kayu duku (L. domesticum) umur 5 tahun

2. Memberikan informasi kelas mutu serat kayu rambutan (N . lappaceum)

umur 10 tahun dan kayu duku (L. domesticum) umur 5 tahun

3. Memberikan acuan/ referensi mengenai sifat anatomi kayu pada penelitian

(60)

ABSTRAK

Risdalia Sitorus : Sifat Anatomi Kayu Rambutan (Nephelium lappaceum L.) dan Kayu Duku (Lansium domesticum Corr.). Di bawah bimbingan Luthfi Hakim dan Ridwanti Batubara.

Pemanfaatan jenis kayu rambutan (N. lappaceum) dan duku (L.

domesticum) belum mengalami perkembangan yang signifikan karena kurangnya

penelitian mengenai kedua jenis kayu ini sehingga perlu dilakukan pengujian sifat makroskopis dan mikroskopis kayu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat anatomi kayu rambutan dan kayu duku, membandingkan kualitas serat kayu rambutan dan kayu duku, dan untuk mengetahui kemungkinan penggunaan kayu rambutan dan kayu duku sebagai bahan baku pulp dan kertas.

Sifat umum kayu rambutan menunjukkan bahwa warna kayu rambutan coklat tua, dengan tekstur kasar, bercorak, tidak mengkilap, keras, dengan arah serat bergelombang/berombak, kesan raba kesat, susunan pori soliter, berganda, dan bergerombol, penyebaran pori ganda 2-3 radial, ganda 2-3 tangensial, parenkima paratrakea bentuk sayap (aliform), tidak memiliki saluran damar, jari-jari biseriate, dengan ciri khusus memiliki parenkima paratrakea bentuk sayap (aliform). Sifat umum kayu duku menunjukkan bahwa warna kayu duku coklat muda, dengan tekstur kasar, bercorak, tidak mengkilap, keras, dengan arah serat berpadu, kesan raba kesat, susunan pori soliter bergerombol, penyebaran pori ganda 2-3 radial, ganda 2-3 tangensial, parenkima paratrakea konfluen, tidak memiliki saluran damar, jari-jari multieriate, dengan ciri khusus memiliki parenkima paratrakea konfluen. Kayu rambutan dan kayu duku termasuk ke dalam kelas mutu III pada interval <225 yang berarti kayu rambutan dan kayu duku kurang layak untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pulp dan kertas.

Kata kunci : Sifat anatomi kayu, pengujian makroskopis dan mikroskopis kayu, kualitas serat

Gambar

Gambar 1. Pembagian Batang Pohon
Tabel 4. Kriteria Penilaian Makroskopis Kayu  Kriteria Pengamatan   JENIS KAYU
Tabel 6. Penggolongan Susunan Pembuluh No. Susunan Pembuluh
Tabel 10. Penggolongan Lebar Jari-Jari No. 1.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nandika dan Adijuwana (1995) menyatakan bahwa C, curvignathus Holmgren merupakan rayap perusak kayu yang paling ganas di Indonesia. Daya rusaknya yang sangat hebat nampaknya

Hasil kajian ragam aksesi tanaman duku di Kabupaten Musi Banyuasin menunjukan nilai bervariasi hanya pada karakter kuantitatif yang diamati, sedangkan karakter

Abdurrochim (2007) menyatakan bahwa kayu cempedak memiliki kelas awet II dan kayu rambutan memiliki kelas awet III. Nilai retensi dan WPG mempengaruhi tingkat

Rambutan binjai memiliki ukuran stomata yang lebih panjang dibandingkan dengan ukuran stomata pada tiga kultivar rambutan lainnya, se- dangkan lebar stomata pada empat