SALIVA SEBAGAI MEDIA DIAGNOSA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
AZMI BIN HASHIM NIM : 060600167
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Saliva memainkan peran yang penting dalam berbagai proses biologis
yang terjadi di dalam rongga mulut, diantaranya sebagai pelumas, pengunyahan
dan penelanan makanan, aksi pembersihan dan pelindung dari karies gigi. Selain
itu, fungsi saliva juga menjadi sangat penting sejak akhir-akhir ini karena saliva
juga dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit oral dan sistemik.
Penggunaan saliva mempunyai banyak kelebihan dibandingkan
pemeriksaan menggunakan darah dan urin, diantaranya pengambilan sampel yang
bersifat non-invasive, komponen saliva yang tidak berubah pada suhu ruangan
dan dapat menghindari dari resiko penyakit yang menular seperti HIV dan
hepatisis antara pasien dan dokter. Beberapa biomaker atau penanda yang
dijumpai di dalam saliva digunakan dapat untuk mendiagnosa antaranya DNA,
RNA, protein, immunoglobulin, ion dan metabolit dengan fungsi diagnostiknya
masing-masing.
Kegunaan saliva untuk bidang kedokteran gigi adalah untuk mendiagnosa
penyakit yang terjadi pada kelenjar saliva, xerostomia, kanker mulut, penyakit
periodontitis dan resiko karies. Penyakit sistemik yang dapat dideteksi melalui
saliva adalah penyakit sindroma Sjögren, diabetes mellitus, penyakit korteks
Pemeriksaan saliva dapat memberi informasi secara keseluruhan tentang
kesehatan pasien baik penyakit di rongga mulut maupun penyakit di bagian tubuh
yang lain karena saliva merupakan cerminan dari keadaan umum pasien.
SALIVA SEBAGAI MEDIA DIAGNOSA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
AZMI BIN HASHIM NIM : 060600167
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 31 Maret 2010
Pembimbing : Tanda tangan
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 31 Maret 2010
TIM PENGUJI
KETUA : Wilda Hafni Lubis, drg., Msi. ANGGOTA : 1. Syuaibah Lubis, drg.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW sehingga skripsi yang berjudul ”Saliva Sebagai Media Diagnosa”, selesai disusun untuk memenuhi kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan hormat kepada:
1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp. Prost. selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas sumatera Utara.
2. Wilda Hafni Lubis, drg., Msi. selaku Ketua Departemen Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing skripsi atas kesabaran dan waktu yang diberikannya untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM., selaku koordinator skripsi dan juga tim penguji skripsi.
5. Oktavia dewi, drg., M.kes., selaku pembimbing akademik yang telah memberi bimbingan kepada penulis selama menjalankan perkuliahan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
6.Saudara-saudaraku tercinta dan teman-temanku Aimaan, Najmuddin, Firdaus, Abu Ubaidah, Zulfadhli dan lain-lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhinya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut membantu dalam penyusunan skripsi ini dan memohon maaf bila terdapat kesalahan selama melakukan penulisan ini. Penulis juga mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas Kedokteran Gigi khususnya Departemen Penyakit Mulut.
Medan, Maret 2010 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI
KATA PENGANTAR... iv
2.1.1.1 Kelenjar Saliva Mayor... 4
2.1.1.2 Kelenjar Saliva Minor... 5
2.2 Komposisi Saliva………... 6
2.2.1 Komponen Anorganik……… 6
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sekresi………. 8
2.4 Fungsi Fisiologi………. 8
2.4.1 Perlindungan Permukaan Mulut……….…. 9
2.4.2 Pengaturan Kandungan Air……….…… 10
2.4.3 Pengeluaran Virus Dan Hasil Pertukaran Zat. …………... 10
2.4.4 Pencernaan Makanan Dan Proses Pengecapan …..………… 10
2.4.5 Diferensiasi dan pertumbuhan Syaraf Dan Epidermal …… 11
2.4.6 Fungsi Non Fisiologis … ……….. 11
BAB 3 Saliva Sebagai Media Diagnosa ... 12
3.1 Biomaker Saliva………... 12
3.2 Aplikasi Diagnostik Saliva ……….……… 13
3.2.1 Diagnosa Penyakit Autoimun……….. 14
3.2.2 Diagnosa Tumor………. 15
3.2.3 Diagnosa Penyakit Kardiovaskular …….………... 16
3.2.4 Diagnosa Obat-Obatan……… ... 16
3.2.5 Diagnosa Penyakit Yang Menular……….………….. 17
3.2.6 Diagnosa Sistem Endokrin………. 18
3.3 Kelebihan Pemeriksaan Saliva ………. 19
BAB 4 KESIMPULAN... 20
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kebanyakan orang beranggapan bahwa air liur atau saliva tidak
mempunyai arti apa-apa dan ia sering dilihat sebagai suatu benda yang
menjijikkan. Sebaliknya tanpa kita sadari, akhir-akhir ini, cairan di dalam rongga
mulut ini bukan saja penting untuk pencernaan makanan tetapi juga dapat
memberi informasi tentang kondisi tubuh dan digunakan secara meluas untuk
mendiagnosa penyakit lokal dan sistemik.¹
Dalam keadaan normal, mukosa mulut selalu dibasahi oleh saliva. Hal ini
merupakan faktor penting karena bila tidak dibasahi saliva akan menyebabkan
masalah bau mulut, kesukaran berbicara, mengunyah, menelan, rasa sakit pada
lidah dan penyakit tubuh secara keseluruhan.2 Saliva berperan penting dalam
melindungi gigi dan selaput lunak di dalam rongga mulut melalui sistem buffer
sehingga makanan yang terlalu asam misalnya dapat dinetralkan kembali
keasamannya dan juga segala macam bakteri baik yang aerob (hidup dengan
adanya udara) maupun bakteri anaerob (hidup tanpa udara) dijaga
keseimbangannya.3 Saliva juga mempunyai antigen dan antibodi yang berfungsi
melawan kuman dan virus yang masuk ke dalam tubuh sehingga tubuh tidak akan
mudah terserang penyakit.2,3
Kadar aliran saliva dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor dan penyakit.
Peningkatan dan pengurangan aliran saliva dapat memberi efek pada kesehatan
dapat menyebabkan xerostomia, susah menelan, iritasi dan kekeringan pada
mukosa mulut serta angular cheilitis. 4
Akhir-akhir ini, pemeriksaan terhadap komponen multifaktorial, volume, dan
viskositas dalam saliva sangat berguna karena dapat memberikan petunjuk
terjadinya penyakit atau kondisi sistemik dan lokal.5,6 Beberapa petunjuk atau juga
dikenal sebagai “Biomaker” yang terdapat dalam saliva sering digunakan untuk
mendiagnosa. 9 Beberapa komponen tertentu seperti kalikrein, faktor pertumbuhan
epidermal, dan p53 diperkirakan sebagai penanda tumor dalam keganasan pada
payudara, ovarium, paru-paru, usus besar, dan rongga mulut.5,6,7 Antibodi yang
ada di dalam saliva dapat digunakan untuk mendiagnosa penyakit-penyakit seperti
HIV dan Epstein-barr 10 Kegunaan saliva dalam bidang kedokteran gigi yaitu
untuk mendiagnosa penyakit kelenjar saliva, karies, penyakit periodontal, tes
HIV, dan tumor dalam rongga mulut.2,6,8
Pemeriksaan menggunakan saliva sebagai alat diagnostik membuka jalan
bagi berbagai pengujian dan penelitian klinis karena manafaatnya dalam
mendeteksi dan mendiagnosa sesuatu penyakit sedini mungkin agar dapat segera
diatasi sebelum penyakit menjadi lebih parah.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka timbul permasalahan:
1. Apa saja komponen saliva yang dapat digunakan untuk mendiagnosa?
1.3 Tujuan Penulisan
1. untuk mengetahui kelebihan pemeriksaan saliva dibandingkan teknik
lain.
2. untuk mengetahui komponen di dalam saliva yang digunakan untuk
mendiagnosa.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah:
1. Sebagai usaha dalam mendiagnosa penyakit sedini mungkin dengan
cara non invasive dan menghemat waktu dan biaya.
2. Sebagai informasi, publikasi, dan bahan acuan bagi dokter gigi untuk
mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa dideteksi melalui saliva.
3. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut fungsi saliva untuk mendeteksi
penyakit-penyakit yang lain.
4. Sebagai usaha dalam memotivasi peningkatan pelayanan kesehatan
dalam rangka mewujudkan visi dan misi Indonesia Sehat 2010.
1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan skripsi ini yaitu membahas kelenjar saliva,
komposisi, fungsi, dan peranan saliva sebagi media diagnosa untuk mendiagnosa
penyakit oral dan sistemik. Selain itu, penulisan ini juga menjelaskan
biomaker-biomaker saliva, penyakit-penyakit yang dapat dideteksi melalui saliva dan
kelebihan pemeriksaan menggunakan saliva dibandingkan pemeriksaan
BAB 2
SALIVA
2.1 DEFINISI
Saliva merupakan salah satu dari cairan di rongga mulut yang diproduksi
dan diekskresikan oleh kelenjar saliva dan dialirkan ke dalam rongga mulut
melalui suatu saluran. Saliva terdiri dari 98% air dan selebihnya adalah elektrolit,
mukus dan enzim-enzim. Saliva diekskresi hingga 0.5 – 1.5 liter oleh tiga kelenjar
liur mayor dan minor yang berada di sekitar mulut dan tenggorokan untuk
memastikan kestabilan di sekitar rongga mulut. 1,2
2.1.1 KELENJAR SALIVA
Kelenjar-kelenjar saliva mayor terletak agak jauh dari rongga mulut dan
sekretnya disalurkan melalui duktusnya kedalam rongga mulut. Kelenjar saliva
mayor terdiri dari kelenjar parotis yang terletak dibagian bawah telinga
dibelakang ramus mandibula, kelenjar submandibularis yang terletak dibagian
bawah korpus mandibula dan kelenjar sublingualis yang terletak dibawah lidah.
Selain itu terdapat juga kelenjar saliva minor yang terdiri dari kelenjar labial,
kelenjar bukal, kelenjar Bladin-Nuhn, kelenjar Von Ebner dan kelenjar
Weber.3,15,19
2.1.1.1 KELENJAR SALIVA MAYOR
Kelenjar parotis merupakan kelenjar ludah terbesar yang terletak di
anterior dari aurikel telinga dimana posisinya antara kulit dan otot masseter.
dan gusi dihadapan molar 2 atas. Kelenjar ini dibungkus oleh jaringan ikat padat
dan mengandung sejumlah besar enzim antara lain amilase lisozim, fosfatase
asam, aldolase, dan kolinesterase. Saluran keluar utama disebut duktus stenon
(stenson) terdiri dari epitel berlapis semu. 3,19
Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang memproduksi air liur
terbanyak dan mempunyai saluran keluar (duktus ekskretoris) yaitu duktus
Whartoni yang bermuara pada dasar rongga mulut pada frenulum lidah,
dibelakang gigi seri bawah. Seperti juga kelenjar parotis, kelenjar ini terdiri dari
jaringan ikat yang padat.15
Kelenjar sublingualis mempunyai banyak duktus yang menyalurkan ke
dalam rongga mulut. Duktus kelenjar ini disebut duktus Rivinus. Duktus ini
terletak berdekatan dengan papilla dari duktus kelenjar submandibular.19
2.1.1.2 KELENJAR SALIVA MINOR
Kebanyakan kelenjar saliva minor merupakan kelenjar kecil-kecil yang
terletak di dalam mukosa atau submukosa. Kelenjar minor hanya
menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam. Kelenjar-kelenjar ini
diberi nama berdasarkan lokasinya atau nama pakar yang menemukannya.3,15
Kelenjar labial (glandula labialis) terdapat pada bibir atas dan bibir bawah dengan
asinus-asinus seromukus. Kelenjar bukal (glandula bukalis) terdapat pada mukosa
pipi, dengan asinus-asinus seromukus. Kelenjar Bladin-Nuhn (Glandula lingualis
anterior) terletak pada bagian bawah ujung lidah. Kelenjar Von Ebner (Gustatory
Gland = albuminous gland) dan Kelenjar Weber terletak pada pangkal lidah.
2.2. KOMPOSISI SALIVA
Komponen-komponen saliva, yang dalam keadaan larut disekresi oleh
kelenjar saliva, dapat dibedakan atas komponen organik dan anorganik. Namun
demikian, kadar tersebut masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum
karena pada saliva bahan utamanya adalah air yaitu sekitar 99.5%. Komponen
anorganik saliva antara lain : Sodium, Kalsium, Kalium, Magnesium, Bikarbonat,
Khlorida, Rodanida dan Thiocynate (CNS), Fosfat, Potassium dan Nitrat.
Sedangkan komponen organik pada saliva meliputi protein yang berupa enzim
amilase, maltase, serum albumin, asam urat, kretinin, musin, vitamin C, beberapa
asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa hormon seperti testosteron dan kortisol.
2,12
2.2.1. Komponen Anorganik
Dari kation-kation, Sodium (Na+ ) dan Kalium (K+ ) mempunyai
konsentrasi tertinggi dalam saliva. Disebabkan perubahan di dalam muara
pembuangan, Na+ menjadi jauh lebih rendah di dalam cairan mulut daripada di
dalam serum dan K+ jauh lebih tinggi.
Ion Khlorida merupakan unsur penting untuk aktifitas enzimatik α-amilase. Kadar Kalsium dan Fosfat dalam saliva sangat penting untuk remineralisasi email
dan berperan penting pada pembentukan karang gigi dan plak bakteri. Kadar
Fluorida di dalam saliva sedikit dipengaruhi oleh konsentrasi fluorida dalam air
minum dan makanan. Rodanida dan Thiosianat(CNS- ) adalah penting sebagai
agen antibakterial yang bekerja dengan sisitem laktoperosidase. Bikarbonat
adalah ion bufer terpenting dalam saliva yang menghasilkan 85% dari kapasitas
2.2.2. Komponen Organik
Komponen organik dalam saliva yang utama adalah protein. Protein yang
secara kuantitatif penting adalah α-Amilase, protein kaya prolin, musin dan
imunoglobulin. 2,3 Berikut adalah fungsi protein-protein dalam saliva:
1. α-Amilase mengubah tepung kanji dan glikogen menjadi kesatuan
karbohidrat yang kecil. Juga karena pengaruh α-Amilase, polisakarida mudah dicernakan.19
2. Lisozim mampu membunuh bakteri tertentu sehingga berperan dalam
sistem penolakan bakterial. 2
3. Kalikren dapat merusak sebagian protein tertentu, di antaranya faktor
pembekuan darah XII, dan dengan demikian berguna bagi proses
pembekuan darah.6
4. Laktoperosidase mengkatalisis oksidasi CNS(thiosianat) menjadi
OSCN (hypothio) yang mampu menghambat pertukaran zat bakteri dan
pertumbuhannya.2
5. Protein kaya prolin membentuk suatu kelas protein dengan berbagai
fungsi penting: membentuk bagian utama pelikel muda pada email gigi.2
6. Musin membuat saliva menjadi pekat sehingga tidak mengalir seperti
air disebabkan musin mempunyai selubung air dan terdapat pada semua
permukaan mulut maka dapat melindungi jaringan mulut terhadap
2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sekresi Saliva
Kelenjar saliva memproduksi saliva hampir setengah liter setiap hari.
Beberapa faktor mempengaruhi sekresi saliva dengan merangsang kelenjar saliva
melalui cara-cara berikut:21
1. Faktor mekanis yaitu dengan mengunyah makan yang keras atau
permen karet.
2. Faktor kimiawi yaitu melalui rangsangan seperti asam, manis, asin,
pahit dan pedas.
3. Faktor neuronal yaitu melalui sistem syaraf autonom baik simpatis
maupun parasimpatis.
4. Faktor Psikis yaitu stress yang menghambat sekresi saliva.
5. Rangsangan rasa sakit, misalnya oleh radang, gingivitis, dan pemakaian
protesa yang dapat menstimulasi sekresi saliva.
2.4. FUNGSI FISIOLOGI
Saliva mempunyai fungsi yang sangat penting untuk kesehatan rongga
mulut karena mempunyai hubungan dengan proses biologis yang terjadi dalam
rongga mulut. Secara umumnya saliva berperan dalam proses perlindungan pada
permukaan mulut, pengaturan kandungan air, pengeluaran virus-virus dan produk
metabolisme organisme sendiri dan mikro-organisme, pencernaan makanan dan
pengecapan serta diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel kulit, epitel dan saraf. 5,8
2.4.1.Perlindungan Permukaan mulut
Saliva memberi perlindungan baik pada mukosa maupun elemen gigi geligi
melalui pengaruh bufer, pembersihan mekanis, demineralisasi dan remineralisasi,
aktivitas anti-bakterial dan agregasi mikro-organisme mulut. Pengaruh bufer
menyebabkan saliva menahan perubahan asam (pH) di dalam rongga mulut
terutama dari makanan yang asam.20
Proses pembersihan mekanis terjadi melalui aktivitas berkumur-kumur
menyebabkan mikro-organisme kurang mempunyai kesempatan untuk
berkolonisasi di dalam rongga mulut. Selain itu lapisan protein pada elemen gigi
geligi (acquired pellicle) memberi perlindungan terhadap keausan permukaan
oklusal elemen gigi-geligi oleh kekuatan pengunyahan normal. Kalsium dan
Fosfat memegang peranan penting dalam mekanisme penolakan terhadap
dekalsifikasi email gigi dalam lingkungan asam (demineralisasi), sedangkan
ion-ion ini memungkinkan terjadinya remineralisasi pada permukaan gigi yang sedikit
terkikis.2,8
Di dalam saliva dijumpai berbagai komponen anorganik dan organik yang
mempunyai pengaruh antibakterial dan antiviral. Misalnya, thiosianat,
laktoperoksidase, enzim-enzim lisozim, protein laktoferin dan imunoglobulin.
Agregasi mikro-organisme terjadi karena bakteri tertentu digumpalkan oleh
komponen-komponen saliva seperti imunoglobulin, substansi reaktif kelompok
darah dan musin. Kolonisasi bakteri di dalam rongga mulut akan terhalang dan
2.4.2.Pengaturan kandungan Air
Sekresi saliva sangat berhubungan dengan pengaturan kandungan air.
Apabila terjadi gejala kekeringan, sekresi saliva yang dihasilkan menjadi rendah
dan timbul rasa dahaga.2 Pembasahan permukaan mulut diperlukan untuk
menghindari dari gejala mulut kering atau disebut xerostomia. Gejala ini timbul
akibat produksi saliva yang kurang di dalam rongga mulut.21
2.4.3.Pengeluaran Virus dan Hasil Pertukaran Zat
Berbagai jenis zat dikeluarkan ke dalam rongga mulut melalui serum
seperti alkoloid tertentu, antibiotika, alkohol, hormon steriod dan virus. Beberapa
dari zat-zat ini dapat diresorpsi di dalam saluran pencernaan makanan. Diketahui
bahwa virus hepatisis B dapat ditemukan di dalam saliva pasien, sehingga para
dokter gigi dan perawat gigi mempunyai risiko lebih besar terhadap infeksi
hepatisis B. Hal yang sama pada prinsipnya juga berlaku juga untuk virus HIV
pada penderita AIDS, meskipun kelihatannya infeksi melalui saliva jarang
ditemuka n. 2
2.4.4.Pencernaan Makanan dan Proses Pengecapan
Enzim saliva yang terpenting adalah α-Amilase yang terlibat pada
pencernaan makanan. Zat ini mampu untuk menguraikan makanan yang
mengandung tepung kanji dan glikogen dan dengan demikian melarutkannya di
dalam saliva dan mengangkutnya.5 Di samping itu terdapat juga enzim-enzim lain
yaitu Lipase, Protease, DNAse dan RNAse. Enzim-enzim ini berperan dalam
proses pengecapan makanan. Musin dan air berperan untuk membentuk makanan
menjadi bolus sebelum makanan ditelan. 20
2.4.5.Diferensiasi dan Pertumbuhan Syaraf (NGF) dan Epidermal (EGF)
Faktor pertumbuhan syaraf (Nerve Growth Factor) yang dihasilkan oleh
glandula submandibularis dibutuhkan bagi diferensiasi dan pertumbuhan sel-sel
syaraf adrenergik. Selain itu, glandula submandibularis juga menghasilkan faktor
pertumbuhan epidermal (Epidermal Growth Factor) yang berperan pada
perkembangan jaringan kulit, epitel dan erupsi elemen gigi-geligi. Kedua protein
saliva tersebut diresorpsi melalui saluran usus lambung, atau langsung diteruskan
pada peredaran darah. Selajutnya sebagai hormon dapat bekerja pada sel-sel
sasaran.2,5
2.4.6. Fungsi Non-Fisiologi
Saliva dapat berperan sebagai anti-kabut (anti-fog). Penyelam skuba selalu
melapisi kaca mata menyelam mereka dengan selapis tipis saliva untuk
menghidari kabut. Selain itu saliva juga berperan efektif sebagai agen pembersih
untuk memelihara lukisan. Cotton swab yang dilapisi saliva disapukan pada
BAB 3
SALIVA SEBAGAI MEDIA DIAGNOSA
Saliva adalah cairan biologik yang kompleks serta mempunyai banyak
fungsi dalam rongga mulut. Penggunaan saliva sebagai media diagnosa
akhir-akhir ini semakin penting dibandingkan dengan penggunaan darah dan urin karena
prosedur pengambilannya yang mudah serta berfungsi dalam memeriksa dan
mendiagnosa kadar hormon, obat-obatan dan antibodi. 4,7,14
Saliva digunakan sebagai alat bantu dalam mendiagnosa penyakit sistemik
yang mempunyai efek terhadap fungsi kelenjar saliva dan komposisi saliva
misalnya sindroma Sjogren, sirosis alkohol, sistik fibrosis, diabetes mellitus dan
penyakit korteks adrenal. Saliva juga digunakan untuk mendiagnosa kanker
payudara, virus (HIV, hepatisis B dan C) dan penyakit kardiovaskular. Bagi
kedokteran gigi terutamanya bidang penyakit mulut, saliva dapat digunakan untuk
mendiagnosa kanker mulut. Selain itu, saliva juga digunakan untuk mendiagnosa
resiko karies, periodontitis dan karsinoma kepala dan leher.6,8,9
3.1. Biomaker Saliva
Komponen multifaktorial dalam saliva tidak hanya melindungi integritas
jaringan rongga mulut, tetapi juga memberikan petunjuk terjadinya penyakit atau
kondisi sistemik dan lokal. Biomaker ini sering digunakan untuk memonitor
kesehatan dan diagnosa dini suatu penyakit.5,10 Berikut adalah beberapa
komponen dalam saliva yang dapat berperan sebagai biomaker dan fungsinya
1. DNA berperan dalam mendiagnosa tumor kepala dan leher, infeksi
bakteri serta digunakan dalam bidang forensik untuk menjajaki gen. 4
2. RNA berperan dalam identifikasi virus atau bakteri dan diagnosa kanker
mulut.6
3. Immunoglobulin berperan dalam mendiagnosa virus HIV, hepatisis B
dan hepatisis C. 4,5
4. Ion dan metabolit berperan untuk mendiagnosa kanker pada saluran
pencernaan. 12
5. Protein berfungsi dalam mendiagnosa kanker payudara dan mendeteksi
karsinoma sel skuamosa.14
6. Obat dan metabolitnya berperan untuk memonitor penyalahgunaan
obat-obatan dan mendeteksi obat-obatan dalam tubuh. 15
7. Virus dan bakteri digunakan untuk mendiagnosa reaktivasi virus
Epstein-Barr, kanker mulut dan karies gigi. 6
3.2. Aplikasi Diagnostik Saliva
Aplikasi saliva sebagai media diagnostik bertujuan untuk mendiagnosa
penyakit autoimun, tumor (orofasial dan sistemik), penyakit kardiovaskular,
mendeteksi obat-obatan dan penyakit berjangkit.4,5,9 Selain itu, saliva juga
digunakan untuk mendiagnosa sistem endokrin dan kegunaannya dalam bidang
psikiatrik.9
Bagi kedokteran gigi terutama sekali dalam bidang penyakit mulut,
kegunaan saliva sebagai aplikasi diagnostik sangat berguna untuk mendiagnosa
Bidang periodontologi juga menggunakan saliva untuk mendiagnosa penyakit
periodontal dan resiko terjadinya karies. 8
3.2.1. Diagnosa Penyakit Autoimun
Penyakit autoimun disebabkan kegagalan sistem imun berfungsi dengan
baik dan menyebabkan kerusakan organ pada penderita. Salah satu contoh
penyakit autoimun adalah sindroma Sjögren dengan karateristik disfungsi kelenjar
lakrimal dan saliva, abnormalitas serologi, dan perubahan sistem organ.9
Sindroma ini menyebabkan penurunan sekresi kelenjar saliva atau hiposalivasi
yang menyebabkan susah menelan dan bicara. Mukosa oral menjadi kering dan
berwarna kemerah-merahan. Kadar serum sitokin dalam saliva digunakan untuk
mendiagnosa dan didapati kenaikan interleukin 2 (IL-2) dan interleukin 6 (IL-6)
pada penderita sindroma Sjögren. Akhir-akhir ini analisa protein saliva juga
digunakan untuk mendiagnosa sindroma Sjögren dan didapati adanya kenaikan
kadar laktoferin, beta 2 mikroglobulin, lisozim C, sistatin C dan penurunan
amilase saliva.4
Glandula parotis adalah kelenjar saliva pertama yang diserang pada
penderita sindroma Sjögren, maka kebanyakan analisa penyakit menggunakan
sekresi saliva pada kelenjar ini. Didapati bahwa konsentrasi protein dan ion Na+
bertambah tetapi konsentrasi ion K+ dan fosfat tidak berubah. Semua penderita
sindroma ini mempunyai pertumbuhan kandida sekunder. Penanggulangannya
adalah dengan pemberian Daktarine, Nystatine atau Fungizone yang akan
terhadap karies yang akan menyebabkan terbentuknya lesi pada serviks gigi.
Aplikasi fluoride diberikan sebagai penanggulangannya.2
3.2.2. Diagnosa Tumor
Kanker payudara merupakan tumor ganas yang pertama sekali dideteksi
menggunakan biomaker protein. Level CA 15-3 dan produk protein onkogen
c-erbB-2 yang juga dikenal sebagai HER-2/neu dijumpai meningkat pada penderita
kanker payudara.4,10 Faktor Pertumbuhan Epidermal (EGF) yang terdapat dalam
saliva didapati lebih tinggi pada saliva wanita penderita kanker payudara
dibandingkan wanita yang tidak menderita penyakit ini. Penelitian oleh Di-Xia,
Schwartz dan Fan-Qin pada tahun 1990 mendapati saliva mengandungi CA 125
yaitu glikoprotein kompleks yang selalu digunakan untuk mendeteksi kanker
ovari. Peningkatan level CA 125 yang signifikan dijumpai pada wanita yang
menderita kanker ovari dibandingkan dengan wanita yang sehat. 4,9
Penelitian oleh Boyle pada tahun 1994 mendapati bahwa protein saliva
p53 dapat digunakan sebagai biomaker untuk mendeteksi karsinoma sel skuamosa
dengan metode Polimerase Chain reaction (PCR). Jenzano, Brown dan Mauriello
pada tahun 1987 melaporkan penggunaan kallikrein dalam saliva untuk
mendeteksi tumor ganas. 9,13
Bagi bidang penyakit mulut, kegunaan saliva dalam mendiagnosa tumor
tidak hanya untuk mendeteksi kanker mulut saja tetapi juga telah membuka jalan
untuk mendiagnosa tumor yang terjadi pada saluran pernafasan. Pada perokok, sel
epitelial pada saluran ini bermula dari rongga mulut sampai ke alveolus telah
epitelial pada saliva di dalam rongga mulut untuk mendeteksi kemungkinan
terjadinya kanker paru.6 Kanker pada saluran pencernaan dapat dideteksi dengan
mengukur kadar nitrat di dalam saliva. Kadar nitrat meningkat jika terjadi tumor
karsinoma pada saluran pencernaan yaitu lambung dan hati. 12
3.2.3. Diagnosa Penyakit Kardiovaskular
Diagnosa penyakit hipertensi dapat ditegakkan dengan mengukur kadar
sekresi saliva. Pasien hipertensi menunjukkan gejala hiposalivasi yaitu penurunan
sekresi saliva.8 Penyakit kardiovaskular dapat dideteksi dengan mendiagnosa
enzim α-Amilase yang ada dalam saliva.Enzim ini dapat digunakan untuk pasien yang menjalani pengobatan lanjutan selepas operasi kardiovaskular. Pemeriksaan
enzim amilase dalam saliva dilakukan sebelum dan sesudah operasi dijalankan.
Hasilnya didapati jika adanya penurunan enzim ini sebelum operasi untuk pasien
dengan aneurisma aorta yang pecah (ruptured aortic aneurysm), maka resiko
kematian akan meningkat. 9
3.2.4. Diagnosa Obat-obatan.
Pemeriksaan obat-obatan dengan menggunakan saliva sudah digunakan,
saliva dapat digunakan untuk memonitor atau mendeteksi amfetamin, barbiturat,
benzodiazepin, cannabis, marijuana, kokain, nikotin, heroin, morfin dan kodein.
11,15
Amfetamin di dalam saliva adalah hasil metabolisme methamfetamin dan
dapat dijumpai di dalam saliva sesudah mencapai konsentrasi tertentu dalam
menghilangkan keadaan konvulsif dalam pemberian anestesi. Konsentasi
barbiturat yang tinggi dapat dijumpai dalam saliva setelah 1 jam pemberiannya.
Benzodiazepin dapat dijumpai dalam saliva setelah 45 menit pemberiannya.
Cannabis dan marijuana adalah bahan psikoaktif yang masuk ke dalam tubuh
melalui aktivitas merokok. Marijuana dapat dideteksi dalam saliva sekitar 30
menit setelah menghirup asap rokok.Kokain berperan sebagai anestesi lokal dan
dapat dijumpai dalam saliva setelah 1jam pemberiannya secara intranasal.4
Indikator kebiasaan merokok pada perokok aktif atau pasif dapat diketahui dengan
dijumpainya tiosianat di dalam saliva.8
3.2.5. Diagnosa Penyakit yang Menular
Kegunaan saliva sebagai aplikasi diagnostik sangat berguna dalam
mendiagnosa penyakit yang menular. Human immunodeficiency virus (HIV),
virus hepatisis B (HBV) dan virus hepatisis C (HCV) adalah beberapa penyakit
yang dapat dideteksi melalui saliva.6
Saliva dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya infeksi dari bakteri
Helicobacter pylori yang berperan sebagai patogen terjadinya peptic ulcer dan
faktor resiko penyebab karsinoma dan limfoma. Metode PCR digunakan untuk
mendeteksi DNA spesifik bakteri Helicobacter pylori di dalam saliva dan
memastikan adanya infeksi akibat bakteri ini pada pasien. Selain itu, resiko
terjadinya gastric adenocarcinoma juga dapat diketahui dengan mendeteksi
adanya infeksi bakteri Helicobacter pylori melalui pemeriksaan antibodi di dalam
saliva. Metode PCR juga dapat digunakan untuk mendeteksi bakteri penyebab
yang dijumpai dalam saliva dapat berperan sebagi penanda untuk mendeteksi
bakteri Streptococcal pneumonia. 4
Pemeriksaan infeksi akibat virus human immunodeficiency virus (HIV)
adalah bukti terbaik pentingnya penggunaan saliva untuk mendiagnosa penyakit
yang berjangkit.16 Pemeriksaan ini dapat dijalankan menggunakan teknik
fluoresensi enzim atau metode ELISA yang dikombinasikan dengan Western Blot
Assays. Hasilnya lebih baik dibandingkan pemeriksaan menggunakan darah dan
urin karena menunjukkan spesifisitas dan sensitivitas yang lebih baik. Selain itu,
saliva juga dapat digunakan untuk memeriksa beta2 mikroglobulin dan/atau level
faktor α-reseptor tumor nekrosis yang menunjukkan aktivitas virus HIV pada pasien. Identifikasi dan deteksi virus di dalam saliva dengan menggunakan
metode PCR telah menjadi metode standard sekarang. Metode ini dapat
digunakan untuk mendeteksi bermacam-macam jenis virus misalnya HPV 8. Ini
menjadi bukti penyebaran virus HPV secara non seksual melalui saliva atau
hidung dengan terdeteksi virus ini di dalam saliva dan cairan hidung.Saliva juga
dapat digunakan untuk mendiagnosa virus sitomegali (CMV), HPV 6, 7 dan 8
dengan menggunakan metode PCR ini. 4
3.2.6. Diagnosa Sistem Endokrin
Saliva dapat digunakan untuk memeriksa kadar hormon steroid seperti
kortisol, dehidroepiandrosteron, estradiol, estriol, progesteron dan testoteron.12,16
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengevaluasi tingkah laku dan keadaan
juga digunakan untuk meneliti keadaan kesehatan dan perkembangan anak-anak,
depresi premenstrual dan sindrom Cushing.9
Kadar progesteron dapat digunakan untuk mendiagnosa fungsi ovari dan
memonitor respon terhadap terapi hormon. Perubahan kadar progesteron juga
digunakan untuk memonitor fungsi plasenta untuk ibu hamil.Hormon lain yang
dapat digunakan untuk mendiagnosa adalah estriol. Kelahiran dini bagi ibu hamil
dapat dipredeksi dengan meningkatnya kadar hormon estriol. 21,22
3.3 Kelebihan Pemeriksaan Menggunakan Saliva
Pemeriksaan penyakit menggunakan saliva mempunyai beberapa
kelebihan jika dibandingkan pemeriksaan menggunakan darah atau urin. Berikut
merupakan kelebihan-kelebihan pemeriksaan menggunakan saliva:
1. Diagnosa dengan menggunakan saliva lebih mudah karena sampel
saliva dapat dikumpulkan dengan mudah dan tidak memerlukan biaya
yang banyak.7
2. Selain itu, sampel saliva juga dapat diambil dari pasien
berulang-ulang kali tanpa menganggu kenyamanan pasien karena pengambilan
sampel bersifat non-invasive yaitu tanpa penggunaan jarum.8
3. Prosedur mendiagnosa penyakit lebih mudah karena sampel saliva
tidak membeku seperti darah. 11
4. Sampel saliva yang diambil dapat digunakan berulang kali ia stabil
pada suhu ruangan (room temperature). 21
BAB 4
KESIMPULAN
Saliva bukan saja berfungsi sebagai cairan di dalam rongga mulut tetapi
juga dapat digunakan untuk mendiagnosa berbagai-bagai penyakit oral dan
sistemik sama seperti fungsi darah dan urin.
Beberapa komponen yang ada dalam saliva dapat berfungsi sebagai
marker atau penanda suatu penyakit seperti DNA, RNA, protein, glikoprotein dan
beberapa komponen lagi dengan fungsi diagnostiknya masing-masing.
Saliva sebagai media diagnosa dapat digunakan untuk mendeteksi
penyakit sindroma Sjögren, sirosis alkohol, sistik fibrosis, diabetes mellitus dan
penyakit korteks adrenal. Selain itu, saliva juga digunakan untuk mendiagnosa
kanker payudara, virus (HIV, hepatisis B dan C) dan penyakit kardiovaskular.
Selain itu, saliva juga dapat digunakan untuk mendiagnosa kadar hormon dan
obat-obatan untuk mengetahui status kesehatan seseoang.
Kegunaan saliva sebagai media diagnosa juga sangat berguna untuk
bidang kedokteran gigi. Dalam bidang penyakit mulut, saliva dapat digunakan
untuk mendiagnosa penyakit pada kelenjar saliva, kanker mulut dan xerostomia.
Selain itu, resiko karies, periodontitis dan karsinoma kepala dan leher juga dapat
didiagnosa melalui pemeriksaan menggunakan saliva.
Pemeriksaan dengan menggunakan saliva tidak hanya dapat memberikan
infomasi tentang kesehatan keadaan rongga mulut itu sendiri, tetapi juga dapat
digunakan untuk mengetahui keadaan kesehatan tubuh secara keseluruhan dengan
DAFTAR PUSTAKA
1. Wong.D.T. Salivary Diagnostic. NIH Public Acess 2009;37-43.
2. Amerogan.A.V.N Ludah dan Kelenjar ludah. arti bagi kesehatan gigi.
Gajah Mada University Press: 1991;XXI:xxii.1-8, 18-20, 82-4, 158-9,
196-7, 234-5.
3. Mozartha.M. Pengertian dan FungsiSaliva.
4. Pink.R, Simek.J, Vondrakova.J. Saliva As A Diagnostic Medium. Biomed
Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc Czech Repub 2009;153(2):103-110.
5. Segal.A, Wong.D.T. Salivary Diagnostic:Enhancing Disease Detection
and Making Medicine Better.NIH Public Acess 2008;22-29
6. Wong.D.T. Salivary Diagnostic.NIH Public 2008;100
7. Wikipedia. Saliva
<www.wikipedia, the free encyclopedia/saliva.com
8. Puy.C.L. The Role of Saliva in Maintaining Oral health and As Aid to
Diagnosis. Med Oral patol Oral Cir Bucal 2006;11:E449-55. >
9. Streckfus.Cf, Bigler.Lr. Saliva as A Diagnostic Fluid. Oral Disease
2002;69-67.
10. Lawrence.H.P. Salivary Markers of Sistemic Disease:Noninvasive
Diagnosis of Disease and Monitoring of General Health. Journal of the
Canadian Dental Association 2002; 68(3):107-4.
11. Wong.D.T.bSalivary Diagnostic Powered by Nanotechnologies,
12. Ferguson.D.B. Current diagnostic Uses of saliva. J dent Res
1987;420-424.
13. Prk.N.J, Zhou.H, Elashoff.D. Salivary MicroRNA:Discovery,
Characterization, and Clinical Utility for Oral cancer Detection. Clin
Cancer Res 2009;5473-5474.
14. Bigler.L.R, Streckfus.C.F, Dubinsky.W.P. Salivary Biomakers for the
Detection of Malignant tumors that are Remote from the Oral cavity. Clin
Labmed 2009;71-85.
15. Hold.K.M, Boer.D, Zuidema.J. Saliva as an Analytical Tool In
Toxicology. International Journal of Drug Testing; 1-35
16. Miller.S.M. Saliva:New Interest In a Nontraditional Specimen-Saliva as a
multipurpose Diagnostic Fluid 1993;1-2.
17. Mandel. 1993. Salivary Diagnosis:More Than A Lick and A Promise.
J.Dent Am Assoc 124:85-7
18. Oral fluid Sampling System.Calypte Biomedical Corporation
19. Salivary Glands. <
20 Elizabeth.M. The Role of Saliva In Oral health. Supportive Oncology www.medical look.com>
2007;215-225
21.Hofman.L.F. Innovative Non-or minimally-Invasive Technologies for
Monitoring Health and Nutritional Status in Mothers and Young
Children.ASNS 2001;1623-1624