PENGARUH MENGUNYAH PERMEN KARET RENDAH GULA
TERHADAP PENINGKATAN SEKRESI SALIVA PADA
PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA
DI RSU LANGSA
SKRIPSI
Oleh
YAHRINI
081121007
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Judul : Pengaruh Mengunyah Permen Karet Rendah Gula terhadap Peningkatan Sekresi Saliva pada Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUD Langsa
Peneliti : Yahrini Fakultas : Keperawatan Tahun Akademik : 2009/2010
__________________________________________________________________ Pembimbing Penguji I
... ... (Cholina T Siregar, SKp, SpKMB) ( Mula Tarigan SKp )
NIP. 19770726 200212 2 001 NIP. 19741002 200112 1 001
Penguji II
... ( Ikhsanuddin A.Harahap,SKp,MNS) NIP. 19740826 200212 1 002
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Medan, Desember 2009 Pembantu Dekan I
... (Ernyati, S.Kp, MNS)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim,
Alhamdulillah segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis telah dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Mengunyah Permen Karet Rendah Gula Terhadap Peningkatan Sekresi Saliva pada Pasien Yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUD Langsa” sebagai salah satu syarat penyelesaian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan kesulitan, namun berkat hidayah Allah dan bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak sehingga kesulitan tersebut dapat teratasi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes., slaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
1. Ibu Cholina Trisa Siregar , SKp,SpKMB sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan proposal ini.
2. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp.MNS selaku Pembumbing Akademik yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti pendidikan.
kepulanganku dari kuliah, serta orang tua H. Ishak dan Hj. Asnah yang selalu berdoa dan memberi motivasi selama mengikuti pendidikan ini.
4. Teman-teman Fakultas Keperawatan yang telah banyak memberikan masukan, berbagi ilmu, mendukungku selama ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, dari itu dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi eningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.
Medan, Desember 2009
DAFTAR ISI
BAB IV METODELOGI PENELITIAN ………. 22
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 28
A Hasil Penelitian ……….. 28
B Pembahasan ……… 33
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 40
A Kesimpulan ……….. 40
B Saran ……….. 40 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Kuesioner Penelitian
3. Format Pengukuran saliva pasien yang menjalani terapi hemodialisa 4. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU
5. Surat Izin Penelitian dari RSUD Kota Langsa. 6. Hasil Uji Wilcoxon
7. Hasil Tabulasi Data Hasil Penelitian. 8. Jadwal Penelitian.
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Distribusi Frekue nsi Data Demografi Pasien Hemodialisa di RSUD Langsa, Tanggal 10 Oktober – 10 November
2009 ………. 29
Tabel 5.2. Gambaran sekresi saliva pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan tindakan di RSUD Langsa, Tanggal
10 Oktober – 10 November 2009 ……….. 30
Tabel 5.3. Gambaran Sekresi Saliva Kelompok intervensi sebelum dan Sesudah dilakukanTindakan di RSUD Langsa, Tanggal
10 Oktober – 10 November 2009 ……….. 31
Tabel 5.4. Gambaran Sekresi Saliva pada Kelompok Intervensi dan intervensi setelah dilakukan tindakan di RSUD Langsa,
Judul : Pengaruh Mengunyah Permen Karet Rendah Gula terhadap Peningkatan Sekresi Saliva pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di RSUD Kota Langsa tahun 2009.
Nama : Yahrini NIM : 081121007
Jurusan : Fakultas Keperawatan
Abstrak
Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) dengan komplikasi Gagal Ginjal Terminal (GGT) memiliki ginjal yang telah mengalami penurunan fungsi sampai tidak mampu membuang limbah sisa metabolisme dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi hemodialisa merupakan tindakan yang tepat untuk menggantikan kerja ginjal meskipun harus dilakukan pembatasan asupan cairan yang mengakibatkan sebagian besar pasien mengeluh mengalami mulut kering. Salah satu cara untuk merawat mulut kering (dry mouth) adalah mengunyah permen karet rendah gula untuk merangsang sekresi saliva.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh mengunyah permen karet rendah gula terhadap peningkatan sekresi saliva pada pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Kota Langsa tahun 2009 dengan quasy experimen dengan menggunakan rancangan kasus kontrol. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 40 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan tanggal 10 Oktober sampai 10 November 2009.
Berdasarkan analisa data didapatkan jumlah sekresi saliva sebelum dilakukan tindakan pada kelompok intervensi rata-rata 0,7 mL/menit (40%) pada kelompok kontrol rata-rata 0,6 mL/menit (55%). Sekresi saliva setelah dilakukan tindakan pada kelompok intervensi seluruhnya meningkat dengan jumlah rata-rata 2,7 mL/menit dan 2,8 mL/menit, masing-masing 20% sedangkan pada kelompok kontrol tidak mengalami kenaikan dengan rata-rata 0,6 mL/menit (75%). Hasil uji korelasi terdapat adanya perbedaan bermakna antara jumlah sekresi saliva pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, sebelum dan setelah pemberian tindakan mengunyah permen karet rendah gula dengan nilai p = 0,000 (nilai p < 0,05) Dengan demikian perawat yang bertugas di ruang hemodialisa hendaknya dapat lebih proaktif dalam menggali masalah yang dirasakan pasien hemodialisa seperti adanya penurunan sekresi saliva yang menimbulkan sensasi mulut kering sehingga dapat dilakukan upaya-upaya untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Pengetahuan perawat tentang dampak dari tindakan pembatasan cairan pada pasien hemodialisa akan membantu meningkatkan kualitas hidup pasien sehingga tetap dapat berfungsi seoptimal mungkin dengan keterbatasan yang dimilikinya.
Judul : Pengaruh Mengunyah Permen Karet Rendah Gula terhadap Peningkatan Sekresi Saliva pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di RSUD Kota Langsa tahun 2009.
Nama : Yahrini NIM : 081121007
Jurusan : Fakultas Keperawatan
Abstrak
Pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) dengan komplikasi Gagal Ginjal Terminal (GGT) memiliki ginjal yang telah mengalami penurunan fungsi sampai tidak mampu membuang limbah sisa metabolisme dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi hemodialisa merupakan tindakan yang tepat untuk menggantikan kerja ginjal meskipun harus dilakukan pembatasan asupan cairan yang mengakibatkan sebagian besar pasien mengeluh mengalami mulut kering. Salah satu cara untuk merawat mulut kering (dry mouth) adalah mengunyah permen karet rendah gula untuk merangsang sekresi saliva.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh mengunyah permen karet rendah gula terhadap peningkatan sekresi saliva pada pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Kota Langsa tahun 2009 dengan quasy experimen dengan menggunakan rancangan kasus kontrol. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 40 orang dengan menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan tanggal 10 Oktober sampai 10 November 2009.
Berdasarkan analisa data didapatkan jumlah sekresi saliva sebelum dilakukan tindakan pada kelompok intervensi rata-rata 0,7 mL/menit (40%) pada kelompok kontrol rata-rata 0,6 mL/menit (55%). Sekresi saliva setelah dilakukan tindakan pada kelompok intervensi seluruhnya meningkat dengan jumlah rata-rata 2,7 mL/menit dan 2,8 mL/menit, masing-masing 20% sedangkan pada kelompok kontrol tidak mengalami kenaikan dengan rata-rata 0,6 mL/menit (75%). Hasil uji korelasi terdapat adanya perbedaan bermakna antara jumlah sekresi saliva pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, sebelum dan setelah pemberian tindakan mengunyah permen karet rendah gula dengan nilai p = 0,000 (nilai p < 0,05) Dengan demikian perawat yang bertugas di ruang hemodialisa hendaknya dapat lebih proaktif dalam menggali masalah yang dirasakan pasien hemodialisa seperti adanya penurunan sekresi saliva yang menimbulkan sensasi mulut kering sehingga dapat dilakukan upaya-upaya untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Pengetahuan perawat tentang dampak dari tindakan pembatasan cairan pada pasien hemodialisa akan membantu meningkatkan kualitas hidup pasien sehingga tetap dapat berfungsi seoptimal mungkin dengan keterbatasan yang dimilikinya.
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti Gagal Ginjal Kronik (GGK), prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara berkembang termasuk Indonesia. GGK di Indonesia sampai dengan tahun 2009 telah menempati urutan pertama dari semua penyakit ginjal. GGK merupakan masalah di bidang nefrologi dengan angka kejadian cukup tinggi, etiologi luas dan komplek, sering tanpa keluhan maupun gejala klinik kecuali penyakit telah memasuki stadium terminal (Broggi, 2009).
Pasien yang menjalani terapi hemodialisa yaitu tindakan yang diberikan untuk menggantikan tugas ginjal, umumnya mengeluh mengalami mulut kering. Hal ini terjadi karena pembatasan asupan cairan yang dianjurkan pada pasien hemodialisa, agar terhindar dari berbagai gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan dapat timbul karena pada dasarnya tindakan pengganti tugas ginjal tersebut tidak sepenuhnya dapat mengambil alih kerja ginjal sehingga dibutuhkan tindakan pendukung untuk mencegah kelebihan cairan yang beresiko menyebabkan pasien mengalami penambahan berat badan, edema, peningkatan tekanan darah, sesak nafas serta gangguan jantung (Pray, 2005).
Keadaan xerostomia merupakan hal yang umum terjadi pada pasien yang sedang menjalani terapi hemodialisa karena gagal ginjal kronik. Keadaan mulut kering karena sekresi saliva yang berkurang diperkirakan terjadi pada 17-19% pasien hemodialisa. Hal ini diestimasi berdasarkan studi terhadap laporan klinis mengenai xerostomia selama 20 tahun dari Index Medicus (Guggenheimer dan Moore, 2003).
Salah satu cara untuk merawat mulut kering (dry mouth) adalah mengunyah dengan baik sehingga merangsang kelenjar saliva untuk bekerja lebih baik, konsumsi makanan yang membutuhkan pengunyahan yang banyak, permen karet yang tidak manis bisa merangsang kelenjar saliva (Jensen dan Lanberg 1997 dalam wikipedia, 2008). Penatalaksanaan yang sama diutarakan oleh Guggenheimer dan Moore (2003) bahwa memberikan permen karet pada pasien hemodialisa yang mengalami xerostomia merupakan salah satu cara yang dapat diupayakan untuk merangsang produksi saliva.
hemodialisa dan diberikan permen karet selama 2 minggu telah menunjukkan penurunan gejala xerostomia dan rasa haus dari skor 29,9 menjadi 28,1 diakhir studi (Boots, dkk, 2005).
Estimasi yang sama dikemukakan oleh Veerman dan kolega (2005) bahwa mengunyah permen karet merupakan terapi alternatif yang dapat diberikan sebagai untuk merangsang kelenjar ludah atau terapi paliatif pada pasien yang menjalami hemodialisa. Pasien hemodialisa yang mengeluh mengalami mulut kering atau xerostomia dan dianjurkan untuk mengunyah permen karet ditemukan lebih banyak mengalami pengurangan rasa haus (60%) dibandingkan yang mendapat terapi saliva pengganti (15%).
Melihat kedua hasil penelitian di atas, diketahui bahwa masih jarang data yang mencatat tentang kuantitas saliva yang dihasilkan pasien hemodialisa, sebelum dan sesudah mendapat tindakan mengunyah permen karet. Berdasarkan data tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai pengaruh mengunyah permen karet rendah gula terhadap peningkatan sekresi saliva pada pasien yang menjalani hemodialisa.
B.Pertanyaan Penelitian
Apakah ada pengaruh mengunyah permen karet rendah gula terhadap peningkatan sekresi saliva pada pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Kota Langsa tahun 2009.
Untuk mengetahui pengaruh mengunyah permen karet rendah gula terhadap peningkatan sekresi saliva pada pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Kota Langsa tahun 2009.
2. Tujuan Khusus
2.1 Untuk mengetahui jumlah saliva pada kelompok intervensi sebelum dilakukan tindakan.
2.2 Untuk mengetahui jumlah saliva pada kelompok kontrol sebelum dilakukan tindakan.
2.3 Untuk mengetahui jumlah sekresi saliva pada kelompok intervensi setelah dilakukan tindakan.
2.4 Untuk mengetahui jumlah sekresi saliva pada kelompok kontrol setelah 15 menit.
2.5 Untuk melihat perbandingan sekresi saliva pada pasien hemodialisa yang mengunyah permen karet rendah gula dan tidak mengunyah permen karet.
D.Manfaat Penelitian
1. Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi perawat agar dapat lebih memperhatikan dampak yang dirasakan pasien hemodialisa karena penyakit dan prosedur terapi yang diberikan sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, khususnya keperawatan Medikal Bedah.
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi data tambahan mengenai hal-hal yang telah diteliti pada pasien hemodialisa yang mengalami gangguan sekresi saliva dan menjadi dasar penelitian selanjutnya, mengenai hal yang belum terakomodasi dalam penelitian ini.
3. Bagi Pendidikan Keperawatan
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
E.Sekresi Saliva Pasien Hemodialisa a. Pengertian
Saliva adalah cairan yang diproduksi oleh kelenjar parotid, submandibular dan sublingungal yang didistribusikan oleh kelenjar saliva minor ke seluruh ronggga mulut (Guggenheimer dan Moore, 2003). Lebih lanjut Starkenmann dan kolega (2008) mengemukakan saliva adalah cairan encer dan terkadang berbusa yang dihasilkan dan disekresi oleh kelenjar saliva. Saliva manusia terdiri atas air, elektrolit, mukus, antibakteri dan berbagai macam enzym. Enzym yang terdapat dalam saliva membantu menghancurkan makanan menjadi molekul sebagai bagian dari proses digesti. Saliva turut membantu menjaga gigi dari kerusakan, memberi pelumas melindungi dan menjaga lidah serta jaringan di dalam mulut tetap lembut.
b. Fungsi Saliva
terkandung dalam saliva seperti lisozim, laktoferin dan peroksidase (Amerongan, 1991).
c. Produksi Saliva
Produksi saliva diestimasi mendekati 1 liter setiap hari dalam keadaan tidak distimulasi dan kecepatan aliran saliva berfluktuasi sebanyak 50% sesuai dengan ritme harian. Jumlah sekresi dipengaruhi oleh saraf simpatis dan parasimpatis dan hal-hal yang merangsang kerja kedua saraf tersebut (Guggenheimer dan Moore, 2003).
Hal yang sama dikemukakan oleh Snow dan Wackym (2008) bahwa kelenjar submandibular dan sublingual serta sebagian kelenjar parotis memproduksi saliva sebanyak 1,5 L dalam sehari. Bila dalam keadaan tidak distimulasi secara keseluruhan saliva yang dikeluarkan sebanyak 0,33 sampai 0,65 mL/menit. Produksi saliva ini dapat ditingkatkan mencapai 1,7 mL/menit dengan cara stimulasi. Sensasi mulut kering akan dirasakan bila pengurangan produksi saliva mencapai 40%-50% dari total jumlah saliva yang dikeluarkan. Stimulasi saliva tergantung dari banyak faktor salah satunya adalah mengunyah. Mengunyah dapat membantu meningkatkan produksi saliva.
Produksi saliva yang tidak sama jumlahnya dengan individu yang sehat atau menurun salah satunya dijumpai pada pasien hemodialisa. Penurunan jumlah saliva pada penderita yang mendapat terapi hemodialisa dapat berkurang karena berbagai faktor. Faktor utama yaitu karena penyakit yang diderita pasien yang menjadi alasan utama dilakukannya hemodialisa. Tindakan hemodialisa diberikan pada penderita gagal ginjal kronis yang salah satu ditandai dengan penurunan
menyebabkan penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa, dianjurkan membatasi asupan air untuk menjaga keseimbangan cairan. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan penurunan aliran saliva dan saliva menjadi kental (Sasanti dan Hasibuan, 2000).
Hal yang sama dikemukakan Guggenheimer dan Moore (2003) bahwa pasien yang menjalani terapi hemodialisa karena gagal ginjal terminal dapat mengalami penurunan fungsi kelenjar ludah yang berakibat pada timbulnya sensasi mulut kering. Manifestasi ini meskipun demikian, biasanya berhubungan dengan pemberian pengobatan yang diberikan untuk mengobati penyakit yang menyertai.
d. Cara Pengukuran Saliva
Penilaian terhadap jumlah saliva dapat dilakukan secara keseluruhan atau dengan waktu-waktu tertentu. Pengukuran saliva secara keseluruhan lebih penting dibandingkan mengkaji jumlah sekresi kelenjar ludah.
4.1 Teknik pengumpulan yang biasa digunakan untuk menilai saliva secara keseluruhan dalam keadaan tidak distimulasi adalah sebagai berikut : 4.1.1 Draining Method
Penilaian saliva dengan metode ini dilakukan dengan cara pasien dianjurkan untuk menelan dan kemudian mengeluarkan saliva melalui bibir yang terbuka ke dalam tabung ukur melalui corong. Selanjutnya diakhir pengukuran misalnya selama 5 menit, pasien dianjurkan untuk mengumpulkan seluruh saliva yang tersisa dan mengeluarkannya.
Metode pengukuran ini sama dengan metode sebelumnya namun saliva dikumpulkan dengan bibir tertutup kemudian dikeluarkan misalnya satu sampai dua kali permenit selama periode pengukuran.
4.1.3 Suction Method.
Corong penghisap diletakkan di bawah lidah dan dihisap untuk dikumpulkan ke dalam tabung ukur. Kemudian diakhir waktu pengumpulan saliva, corong penghisap mengelilingi seluruh rongga mulut untuk mengumpulkan sisa-sisa saliva.
4.1.4 Swab Method
Metode pengukuran dengan cara ini yaitu meletakka n tiga gulungan kapas kedalam mulut. Satu diletakkan di bwah lidah dekat dengan kelenjar submaksila dan sublingual serta dua kapas lagi diletakkan di atas vestibulum dekat dengan saluran kelenjar parotis. Kapas dikumpulkan setelah waktu yang ditentukan untuk mengukur saliva selesai dan segera dihitung beratnya.
Posisi pasien selama pengukuran adalah dengan posisi muka menghadap kedepan dimana siku tangan pasien diletakkan di atas lutut dan lidah, pipi serta dagu tidak boleh bergerak. Bila spitting method yang digunakan maka air liur harus dikeluarkan secara pasif tidak meludah secara aktif.
4.2 Teknik pengumpulan saliva dengan cara stimulasi
Bila diputuskan pengumpulan saliva akan dilakukan dengan cara stimulasi maka dapat dilakukan dengan cara :
Pasien diberikan sesuatu untuk dikunya dengan berat yang sesuai standar (berat 1 sampai 2 gram) paraffin atau permen karet. Setelah mengunyah selama 2 menit sampai parafin menjadi lunak, dan buang ludah dari mulut. Produksi saliva selanjutnya ditelan dan setelah 5 menit, saliva dikumpulkan sambil pasien tetap terus mengunyah. Pengeluaran saliva dapat dilakukan secara intermiten.
4.2.2 Gustatory method
Saliva di stimulasi dengan 1 sampai 6% citric acid. Sejumlah cairan dioleskan di bagian anterior dorsal dari lidah setiap 30 detik atau setiap menit. Setiap cairan acid yang baru akan diberikan, maka pasien diminta untuk mengeluarkan ludah. Hal ini diulangi 3 sampai 5 menit. Penilaian saliva sebaiknya dilakukan dalam periode panjang karena volume saliva berubah sepanjang waktu.
e. Faktor mempengaruhi Produksi Saliva 5.1 Stimulasi
gerakan mengunyah yang dilakukan, sehingga dalam penghitungan volume saliva hal ini harus menjadi perhatian.
5.2 Diet dan Malnutrisi
Ada beberapa studi yang menunjukkan hubungan antara makanan yang dikonsumsi dan status gisi dengan produksi saliva. Hal yang penting dibedakan adalah efek lokal dari diet dalam rongga mulut dengan efek sistemik. Namun beberapa studi lain menemukan tidak terdapat perbedaan jumlah saliva secara keseluruhan yang dirangsang dengan jenis makanan yang berbeda. Hal yang penting diingat yaitu selama puasa (tidak mengunyah makanan) air liur akan berkurang. Keadaan ini terkait dengan reaksi fisik dan psikis yang berbeda antara indivdu yang satu dengan lainnya terhadap keadaan lapar, termasuk stres serta perubahan prilaku. Status nutrisi dapat mempengaruhi aliran saliva, umumnya terjadi bila malnutrisi terjadi dalam jangka waktu lama dan diet lebih memberikan efek lokal dibandingkan efek sistemik terhadap pengeluaran saliva.
5.3 Jenis Kelamin dan Usia
Jenis kelamin dapat mempengaruhi saliva telah dibuktikan oleh banyak penelitian. Anak laki-laki diketahui mempunyai produksi saliva lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh ukuran kelenjar saliva wanita yang lebih kecil dibandingkan laki-laki.
Aliran saliva akan berkurang pada seseorang yang mengalami stres, sehingga bila akan dilakukan test sebaiknya pasien harus dalam keadaan relaks paling sedikit 5 menit sebelum tes dilaksanakan.
5.5 Penyakit akut
Seseorang yang menderita sakit seperti demam, sakit kerongkongan dan lain-lain maka jumlah saliva yang dihasilkan umumnya lebih rendah dari normal.
5.6 Disfungsi dari mastikasi
Gangguan dari fungsi mastikasi merupakan hal lain yang dapat mengganggu sekresi saliva. Keadaan tersebut meliputi sakit gigi, ketidakharmonisan oklusal atau penyakit pada jaringan ikat temporal.
f. Faktor-Faktor yang menyebabkan Penurunan Sekresi Saliva.
Secara umum terdapat berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan penurunan sekresi saliva yang disebut dengan xerostomia, yaitu :
6.1 Fisiologis
Xerostomia secara fisiologis terjadi setelah pembicaraan yang berlebihan dan selama berolah raga. Pada keadaan ini ada dua faktor yang ikut berperan. Bernafas melalui mulut yang terjadi pada saat olah raga, berbicara atau menyanyi, juga dapat merangsang terjadinya efek simpatik dari system saraf otonom dan menghalangi system parasimpatik, sehingga menyebabkan berkurangnya aliran saliva dan mulut menjadi kering.
terasa kering. Selain itu wanita pada kelompok menopause juga sering mengeluh tentang berbagai sensasi pada mulutnya, salah satu nya tentang rasa kering pada rongga mulut.
6.2 Agnesis kelenjar ludah
Agnesis kelenjar ludah merupakan suatu keadaan tidak terbentuknya kelenjar ludah sejak lahir. Keadaan ini jarang terjadi, tetapi ada pasien yang memiliki keadaan mulut yang kering sejak lahir. Hasil sialograf menunjukkan bahwa terdapat cacat yang besar dari kelenjar ludah.
6.3 Penyumbatan hidung
Pada anak-anak, penyebab penyumbatan hidung yang paling sering terlihat adalah pembesaran tonsil nasoparingeal (adenoid). Pada orang dewasa, terdapat berbagai macam penyebab, dari penyimpangan keadaan hidung, polip hidung atau hipertropi rhinitis. Semua keadaan itu menyebabkan pasien bernafas melalui mulut dan mulut menjadi kering.
6.4 Keadaan demam serta infeksi saluran pernafasan
Kadang-kadang demam dapat menimbulkan keadaan xerostomia, karena adanya gangguan keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh yang dapat menyebabkan sekresi saliva menurun.
udara melalui mulut. Terutama pada penderita asma, mulut menjadi sangat kering dengan deposit mukous di sekitar giginya.
6.5 Penyakit kelenjar ludah
Mumps adalah suatu keadaan yang berupa peradangan pada kelenjar parotid, baik unilateral maupun bilateral denggan rasa sakit dan dapat mengakibatkan xerostomia pada rongga mulut.
Sindrom sjogren adalah penyakit autoimun yang dapat menyebabkan
gangguan pada kelenjar ludah berupa infiltrasi limfosit pada kelenjar ludah sehingga dapat mengakibatkan xerostomia. Biasanya penderita sindrom ini adalah wanita dalam periode menopause.
6.6 Radioterapi
Penyinaran dengan ionisasi dapat menyebabkan kerusakan jaringan kelenjar ludah berupa atropi pada kelenjar ludah, terutama pada kelenjar parotid, sehingga dapat menyebabkan xerostomia. Tetapi dengan teknik radioterapi yang baru dan lebih baik, kelenjar ludah dapat dilindungi untuk mencegah terjadinya kerusakan.
6.7 Penyakit-penyakit sistemik
Uremia tidak hanya menimbulkan xerostomia karena terjadinya depresi pada susunan saraf pusat yang mengakibatkan terganggunya fungsi saraf parisimpatik.
6.8 Keadaan-keadaan lain
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan xerostomia, dimana mula-mula perokok akan mengalami ptialism yang setelah beberapa jam kemudian berubah menjadi xerostomia.
Ganguan psikis maupun neuritik seperti depresi, stress maupun kecemasan dapat menyebabkan mulut terasa kering oleh karena terjadi perangsangan pada sistem simpatik dan penghambatan pada sistem parisimpatik yang mengakibatkan sekresi saliva berkuarang.
6.9 Obat-obatan
Terdapat sejumlah obat yang salah satu efek sampingnya berupa xerostomia. Ada beberapa obat dari tiap kelompok yang berhubungan dari xerostomia :
6.9.1 Obat yang bekerja pada daerah otak yang tinggi.
Semua obat yang menghalangi aktivitas pusat otak dapat menghalangi sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Yang termasuk kelompok tersebut adalah semua obat yang tergolong kategori penenang, narkotik, dan penghilang rasa sakit. Menurut Crispian Scully, salah satu obat penghilang rasa sakit yang dapat menyebabkan xerostomia adalah dari golongan opioid.
- Atropin dan hiosin
- Antidepresan : trisiklik (mis:amitriptilin, nortriptilin, klomipramin dan dosulepin), spesifik menghambat ambilan serotonin (mis:fluosetin), lithium dan antidepresan lainnya. - Antihipertensif : dapat menyebabkan perubahan komposisi
saliva. Alfa 1 antagonis (mis:terazosin dan prazosin) dan alfa 2 agonis (mis:klonidin) dapat mereduksi aliran saliva. Beta
blocker (propanolol) dapat mereduksi protein saliva.
- Penotiazin - Antihistamin
- Antirefluks : menghambat tekanan proton (omeprazol) - Opioid
- Obat sitotoksik - Retinoid - Bupropion
6.9.2 Obat yang bekerja pada ganglia autonomik
Aksi obat ini berjalan melalui ganglia parasimpatik, yang mempunyai pola perpindahan neurohumoral yang sama dengan ganglia simpatik.
Agent pemblokir ganglion seperti mekamilamin, pempidin dan pentolinium yang digunakan untuk mengontrol hipertensi dapat mengakibatkan pasien hampir selalu mengeluh tentang xerostomia dan kaburnya penglihatan.
untuk mengurangi sekresi gastrik, seperti probanten dan nakton yang mempunyai efek xerostomia. Semua antihistamin mempunyai efek samping kolinergik sehingga dapat mengurangi sekresi saliva. Keadaan ini juga berlaku untuk beberapa obat yang digunakan untuk perawatan parkinsonism, seperti benzhexol, benztropin dan orphenadrin.
6.9.4 Obat yang bekerja pada daerah pertemuan andrenergik neuro efektor
Ampetamin dan derivatnya yang digunakan sebagai obat perangsang atau obat penurun nafsu makan, dapat mengurangi sekresi saliva. Epedrin yang sering digunakan untuk perawatan asma dam mengurangi kekejangan bronkus juga mempunyai efek xerostomia.
F. Mengunyah Permen Karet Rendah Gula
Snow dan Wackym (2008) menyatakan bahwa menguyah permen karet telah dibuktikan oleh banyak penelitian dapat menstimulasi pengeluaran saliva. Mengunyah permen karet rendah gula sebanyak 4 potong sehari selama 8 minggu tidak hanya bermanfaat meningkatkan produksi saliva bagi individu yang mengalami sensasi mulut kering namun dapat membantu mengurangi pengikisan mineral gigi.
sampai 7 menit mengunyah permen karet karena sebagian besar pemanis dan rasa dari permen telah terurai dalam mulut (Dodds, 2007).
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
G.Kerangka Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan pada bab dua, maka disusunlah kerangka penelitian sehingga area penelitian lebih jelas. Kerangka penelitian ini dalam bentuk kasus kontrol, dimana terdapat variabel yang dimanipulasi dan variabel yang tidak dimanipulasi dan kemudian membandingka n hasil kedua variabel tersebut (Dahlan, 2006).
Pasien yang mendapat tindakan hemodialisa pada umumnya akan mengalami penurunan sekresi saliva yang menyebabkan timbulnya rasa haus. Hal ini disebabkan oleh dua faktor yaitu karena penyakit yang diderita pasien yang menjadi alasan utama dilakukannya hemodialisa seperti gagal ginjal kronis. Penderita gagal ginjal kronik dianjurkan membatasi asupan air untuk menjaga keseimbangan cairan karena penurunan kemampuan ginjal mengekresi urine. Pembatasan intake cairan akan menyebabkan penurunan aliran saliva dan saliva menjadi kental (Sasanti dan Hasibuan, 2000). Hal lain yang yaitu biasanya berhubungan dengan pemberian pengobatan yang diberikan untuk mengobati penyakit yang menyertai (Guggenheimer dan Moore, 2003).
Adapun kerangka yang digunakan dalam penelitin kasus kontrol ini dapat digambarkan sebagai berikut :
H.Definisi Operasional Pasien
hemodialisa
Jumlah saliva sebelum tindakan
Mendapat permen karet
Jumlah saliva setelah tindakan
Jumlah saliva sebelum tindakan
Tidak mendapat permen karet
Jumlah saliva setelah tindakan Intervensi
No Variabel Penelitian Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Mengunyah permen
karet rendah gula
2. Sekresi saliva Melakukan pemeriksaan
Ho : Tidak ada perbedaan bermakna jumlah sekresi saliva setelah pemberian permen karet rendah gula pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa.
BAB IV
DESAIN DAN METODE PENELITIAN
A.Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat quasy experimen dengan rancangan “kasus kontrol” yang bertujuan untuk mengungkapkan kemungkinan adanya hubungan sebab akibat antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan adanya manipulasi suatu variabel dan membandingkannya dengan kelompok yang tidak dimanipulasi (Dahlan, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana mengunyah permen karet rendah gula dapat meningkatkan sekresi saliva pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa dan membandingkannya dengan pasien yang tidak diberikan terapi tersebut.
B.Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang menjalani terapi hemodialisa yang ada di Ruang Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa. Jumlah pasien yang menjalani terapi hemodialisa selama satu bulan rerata 40 orang.
2. Sampel
orang. Lebih lanjut Dahlan (2008) menambahkan bahwa pada penelitian kasus kontrol, jumlah responden yang diambil sebagai sampel untuk kasus (yang mendapat perlakuan) minimal sama banyak dengan jumlah responden yang menjadi kontrol (tidak mendapat perlakuan). Pada penelitian ini jumlah responden yang mendapat perlakuan sebanyak 20 orang, dan kelompok kontrol sebanyak 20 orang dengan kriteria inklusi berusia > 35 tahun, dapat bekerja sama, dan bersedia menjadi responden penelitian.
C.Lokasi penelitian
Peneliti akan mengambil lokasi penelitian di Ruang Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Langsa dengan alasan rumah sakit ini belum pernah melakukan penelitian serupa, dan di rumah sakit ini rerata 40 orang pasien melakukan hemodialisa setiap bulan serta tempat dimana peneliti bekerja.
D.Pertimbangan etik
Peneliti telah menjelasakan tujuan penelitian, risiko yang mungkin muncul serta manfaat daari penelitian ini. Responden bebas menentukan keterlibatannya dalam penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk menghindari rasa ketidaknyamanan responden baik secara fisik maupun psikologis, bebas dari eksploitasi dan memberi pemahaman pada responden tentang manfaat dan risiko yang mungkin muncul dari penelitian ini, sesuai prinsip beneficence.
Selanjutnya peneliti telah meminta kesediaan responden menjadi subjek penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent) sebagai subjek penelitian. Peneliti menghargai hak responden untuk memutuskan secara sukarela untuk terlibat dalam penelitian atau tidak, sesuai dengan prinsip self
determination.
E.Instrumen penelitian
Instrumen penelitian terdiri atas format data demografi yang berisi (umur, jenis kelamin, pekerjaan, lama menjalani hemodialisa, jumlah hemodialisa per minggu, dan obat-obatan yang dikonsumsi), dan tempat pencatatan hasil pengukuran sekresi saliva pasien hemodialisa yang tergolong kelompok intervensi sebelum dan sesudah mengunyah permen karet dan kelompok kontrol yang tidak mendapat permen karet.
F. Alat dan bahan.
Alat dan bahan yang digunakan untuk mengukur sekresi saliva yaitu spuit 5cc. Pasien dikategorikan mengalami peningkatan sekresi saliva bila produksi saliva setelah diberikan intervensi > 0,65 mL/menit (Guggenheimer dan Moore, 2003). Pengukuran produksi saliva dilakukan setelah pasien mengunyah permen karet rendah gula xylitol sebanyak 2 butir selama 15 menit.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan yang terdiri atas tahap persiapan dan tahap pengumpulan data penelitian.
1. Tahap persiapan pengumpulan data
Tahap persiapan pengumpulan data dilakukan melalui prosedur administrasi dengan cara mendapatkan izin dari Dekan Fakultas Keperawatan USU dan Izin dari Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa, melalui bidang diklat yang kemudian diberikan kepada Kepala Ruang Hemodialisa untuk melakukan penelitian.
2. Tahap pengumpulan data
Setelah mendapatkan izin dari kepala Ruang Hemodialisa, peneliti langsung menemui calon responden dan melakukan pengumpulan data dengan tahapan sebagai berikut :
2.1 Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian serta meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menanda tangani lembar persetujuan menjadi responden yang telah disediakan. Setelah peneliti mendapatkan responden sebanyak 40 orang, peneliti membagi responden menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
2.2 Selanjutnya peneliti melakukan wawancara berdasarkan check list yang telah disusun untuk mendapatkan data demografi responden pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
2.4 Responden yang tergolong ke dalam kelompok intervensi kemudian diminta mengunyah permen karet secara perlahan sebanyak 2 butir selama ± 15 menit. Tindakan tersebut minimal diberikan 1 jam sebelum hemodialisa. Selanjutnya saliva yang dikeluarkan ditampung dalam wadah yang telah disediakan kemudian diukur dengan spuit. Cara pengumpulannya dengan metode speeting yaitu saliva dikumpulkan dengan bibir tertutup kemudian dikeluarkan misalnya satu sampai dua kali permenit selama periode pengukuran.
2.5 Hasil akumulasi saliva setelah mengunyah permen karet dari kelompok intervensi selanjutnya dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mengunyah permen karet.
2.6 Peneliti kemudian melakukan terminasi dengan responden setelah mengukur produksi saliva pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi, serta melapor kembali ke bidang diklat Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa untuk mendapatkan surat keterangan telah selesai melakukan penelitian.
H.Analisa data
peningkatan sekresi saliva. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji T-Test (paired sample t test) dengan uji lanjut.
Uji signikan terhadap hasil perhitungan adalah dengan membandingkan hasil perhitungan signifikan (p) untuk “level of significance” (α) = 5% (0,05) dengan jumlah responden 40 (df=1). Hipotesa penelitian akan diterima jika nilai p (p
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Penelitian
Hasil penelitian mengenai pengaruh mengunyah permen karet rendah gula terhadap peningkatan sekresi saliva pada pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Kota Langsa, melalui pengumpulan data terhadap 40 responden dari tanggal 10 Oktober sampai 10 November 2009, akan diuraikan dalam bab ini. Penyajian hasil penelitian meliputi karakteristik demografi, jumlah saliva pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dilakukan tindakan, jumlah sekresi saliva pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah dilakukan tindakan serta perbandingan sekresi saliva pada pasien hemodialisa yang mengunyah permen karet rendah gula dan tidak mengunyah permen karet.
1. Data Demografi Responden
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien hemodialisa yang berusia < 70 tahun, yang berjumlah 40 orang yang terdiri atas 20 orang pasien kelompok kontrol dan 20 orang kelompok intervensi.
Adapun karakteristik demografi yang dipaparkan mencakup umur responden, jenis kelamin, pekerjaan, lama menjalani hemodialisa, jumlah hemodialisa per minggu, obat-obatan yang digunakan dan penyakit penyebab.
dari setengah responden mengkonsumsi obat-obatan penurun tekanan darah jenis vasaltan (65%), dan sebagian besar mengalami gagal ginjal kronik karena hipertensi nefropati (65%).
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Pasien Hemodialisa di RSUD Langsa, tanggal 10 Oktober – 10 November 2009.
No Data Demografi Frekuensi (f) Persentase (%) 1 Umur : 4 Lama menjalani hemodialisa :
a. ≤ 1 tahun 5 Jumlah hemodialisa per minggu :
2 kali perminggu 40 100
6 Obat-obatan yang digunakan : a. Vasaltan
Tabel 5.2 Gambaran sekresi saliva pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan tindakan di RSUD Langsa, tanggal 10 Oktober – 10 November 2009.
Saliva Kelompok Kontrol
Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
Mean SD Mean SD
0.615 0.0671 0.605 0.0501
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Mean SD Mean SD
Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
saliva kelompok kontrol
Series1
Table 5.4 Gambaran sekresi saliva pada kelompok intervensi sebelum dan sesudah dilakukan tindakan di RSUD Langsa, tanggal 10 Oktober – 10 November 2009.
Saliva Kelompok Intervensi
Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
Mean SD Mean SD
0.601 0.1021 2.53 0.3496
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Mean SD Mean SD
Sebelum Intervensi Sesudah Intervensi
saliva kelompok intervensi
Series1
Tabel 5.5 Gambaran sekresi saliva kelompok kontrol dan intervensi setelah dilakukan tindakan di RSUD Langsa, tanggal 10 Oktober – 10 November 2009.
No Kelompok Mean SD
1 Sekresi Saliva Kelompok Kontrol 0.605 0.051
2 Kelompok Intervensi 2.53 0.3496
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
mean SD
1 sekresi saliva kelompok kontrol
2 kelompok intervensi
Berdasarkan tabel terlihat bahwa hasil uji yang dilakukan dengan metode Man-whitney, didapat bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara sekresi saliva yang dihasilkan kelompok intervensi yang mendapat terapi mengunyah permen karet diperoleh nilai rata-rata ( mean ) sebesar 0.53 dengan standar deviasi sebesar 0.3496 sedangakan pada kelompok kontrol yang tidak mendapat terapi diperoleh nilai mean sebesar 0.605 dengan standar deviasi sebesar 0.051.
Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks sekresi_saliva Kelompok kontrol 20 10.50 210.00 Kelompok intervensi 20 30.50 610.00
Total 40
Test Statistics(b)
Sekresi_Saliva
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 210.000
Z -5.567
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000(a)
B.Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sekresi saliva pada kelompok intervensi sebelum dilakukan tindakan mayoritas 0,7 mL/menit sebanyak 8 orang (40%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Snow dan Wackym (2008) bahwa produksi saliva oleh kelenjar submandibular dan sublingual serta sebagian kelenjar parotis dalam keadaan tidak distimulasi mencapai 0,33 sampai 0,65 mL/menit.
Hasil penelitian senada dikemukakan oleh Lee dan kolega (2007) bahwa produksi saliva pada pasien hemodialisa dapat normal atau menurun. Keadaan ini terkait dengan banyak hal seperti penyakit penyerta, stimulasi yang diberikan untuk mengatasi hal tersebut dan lain-lain. Pasien hemodialisa yang memiliki produksi saliva normal ditemukan sebanyak 22% sedangkan 78% lainnya mengalami penurunan sekresi saliva yang menyebabkan pasien merasakan sensasi terbakar di mulut. Sekresi saliva pasien yang tidak mengalami penurunan atau normal, erat kaitannya dengan kesadaran pasien akan efek samping dari penyakit yang diderita sehingga lebih sering menstimulasi pengeluaran saliva agar akumulasi saliva yang beredar di dalam mulut konstan.
2. Jumlah sekresi saliva pada kelompok kontrol sebelum dilakukan tindakan.
Berdasark an hasil penelit ian didapat k an sek resi saliv a pada
k elom pok k ont rol sebelum dilakuk an t indak an m ay orit as 0,6
m L/ m enit sebany ak 11 orang ( 55% ) . Hal ini sesuai dengan
Guggenheim er dan Moore ( 2003) bahw a produk si saliv a
diest im asi m endek at i 1 lit er set iap hari dalam k eadaan t idak
50% sesuai dengan rit m e harian. Jum lah sek resi dipengaruhi
oleh saraf sim pat is dan parasim pat is dan hal- hal y ang
m erangsang kerj a k edua saraf t ersebut .
Gangguan cairan saliva merupakan hal yang biasa pada pasien gagal ginjal terminal yang memerlukan hemodialisa. Hasil yang didapat dari dua kelompok responden gagal ginjal menunjukkan bahwa pasien gagal ginjal dapat mengalami penurunan sekresi saliva yang berat dan moderat. Penurunan yang berat terlihat dari manifestasi oral yang dialami pasien sedangkan pasien dengan penurunan sekresi yang ringan sampai sedang, tidak disertai dengan manifestasi oral. Hal ini menunjukkan bahwa pasien hemodialisa karena penurunan fungsi ginjal, seharusnya mendapat stimulasi saliva agar jumlah saliva yang dikeluarkan tetap normal (Chang, dkk, 2004).
3. Jumlah sekresi saliva pada kelompok intervensi setelah dilakukan tindakan. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sekresi saliva pada kelompok intervensi setelah dilakukan seluruhnya mengalami peningkatan dengan jumlah sekresi mayoritas 2,7 mL/menit dan 2,8 mL/menit, masing-masing sebanyak 4 orang (20%). Peningkatan produksi sekresi saliva dapat terjadi karena berbagai faktor diantaranya pemberian stimulasi. Tindakan ini dapat meningkatkan volume saliva yang dikeluarkan mencapai 1,7 mL/menit. Stimulasi saliva yang umum diberikan adalah terapi mengunyah (Snow dan Wackym, 2008).
memasuki rongga mulut. Saliva memegang peranan penting dalam memelihara kesehatan mulut sehingga menstimulasi pengeluarannya secara teratur sangat penting dilakukan terutama pada pasien yang memiliki faktor pendukung penurunan sekresi saliva.
Pasien hemodialisa yang turut berpartisipasi dalam penelitian untuk melihat peningkatan sekresi saliva setelah mendapat stimulasi mengunyah membuktikan besarnya dampak mengunyah dan efek xylitol terhadap kuantitas saliva yang mengalir di mulut. Pasien yang mengalami penurunan sekresi saliva digolongkan ke dalam tiga grup yaitu grup pertama memiliki jumlah sekresi saliva sangat rendah (49,3%), grup kedua mempunyai jumlah sekresi saliva moderat (30,3%) dan grup ketiga mempunyai jumlah sekresi saliva yang hanya sedikit di bawah normal (20,4%). Setelah mendapat terapi mengunyah permen karet, sebanyak 72% pasien grup pertama mengalami peningkatan kuantitas saliva yang signifikan, grup kedua sebanyak 88% dan grup ketiga sebanyak 99%. Pasien yang mengalami peningkatan jumlah sekresi saliva lebih sedikit di grup pertama dan kedua karena mempunyai lebih dari satu kondisi medis kronik yang menyebabkan penurunan sekresi saliva dan tidak hanya karena pembatasan cairan atau efek dari obat (Matear, 2006).
4. Jumlah sekresi saliva pada kelompok kontrol 15 menit setelah pengukuran pertama.
mayoritas 0,6 mL/menit sebanyak 15 orang (75%). Produksi saliva yang tidak mengalami peningkatan bahkan penurunan dapat terjadi bila pasien konsumsi obat-obatan tertentu. Pasien hemodialisa umumnya mengalami penyakit akibat komplikasi dari fungsi ginjal yang tidak baik seperti hipertensi. Konsumsi obat untuk menjaga kestabilan darah tersebut telah diketahui turut memicu penurunan sekresi saliva seperti propanolol yang merupakan Beta blocker dan sebagainya (Starkenmann dkk, 2008). Pasien hemodialisa yang menjadi respoden diketahui seluruhnya mengkonsumsi obat-obatan untuk antihipertensi sehingga penurunan sekresi saliva sangat mungkin terjadi.
Tidak adanya peningkatan sekresi saliva pada pasien hemodialisa yang tidak mendapat terapi mengunyah telah dinyatakan oleh Boots dan kolega, (2005). Pasien hemodialisa karena keterbatasan cairan yang dikonsumsi telah mengalami penurunan produksi sekresi saliva namun bila dirangsang seperti melakukan gerakan mengunyah, aktifitas kelenjar saliva dapat ditingkatkan.
Lebih lanjut menurut Pray (2005) kurangnya produksi saliva pada pasien hemodialisa merupakan hal yang umum terjadi karena adanya pembatasan asupan cairan terkait dengan penyakit yang mendasari dilakukannya tindakan tersebut yaitu penyakit ginjal. Pembatasan cairan membantu mengurangi beban ginjal yang kinerjanya sudah menurun. Tindakan ini menimbulkan dampak berkurangnya sekresi saliva sehingga pasien merasa mulutnya kering dan tidak nyaman.
dikonsumsi. Individu yang telah berusia lanjut beresiko mengalami pengurangan sekresi saliva karena adanya perubahan dari fungsi kelenjar saliva. Sebanyak 25% individu yang memasuki usia lanjut diperkirakan mengalami penurunan sekresi saliva yang menimbulkan rasa kering dalam rongga mulut. Keadaan ini dapat bertambah berat bila didukung oleh konsumsi obat-obatan. Obat-obatan dari golongan antikolinergik seperti antihistamin merupakan yang terbanyak menyebabkan berkuranngnya sekresi saliva. Obat-obat lain yang dapat mendukung adalah penggunaan anti sedatif, antipsikotik, antidepresan dan diuretik. Faktor lain yang perlu diwaspadai adalah kenyataan bahwa ada beberapa jenis obat-obatan herbal yang tidak termasuk obat yang diressepkan medis atau dijual bebas dapat mempengarungi produksi saliva seperti suplemen yang mengandung bawang putih (garlic), gingko biloba, hypercicum perforatum, urtica dioica dan dandelion.
Pernyataan ini sesuai dengan karakteristik demografi responden dimana ditemukan individu yang telah berusia lanjut terlibat menjadi responden penelitian yaitu berusia 65 tahun. Selain itu responden penelitian seluruhnya mengkonsumsi jenis obat-obatan yang mempunyai efek menurunkan sekresi saliva. Penurunan sekresi saliva karena faktor usia dan didukung oleh dampak dari pengobatan yang sedang dijalani menyebabkan sekresi saliva cenderung menurun.
5. Perbandingan sekresi saliva pada pasien hemodialisa yang mengunyah permen karet rendah gula dan tidak mengunyah permen karet
menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna jumlah sekresi saliva. Hasil uji kedua kelompok dengan analisa Man-whiteney menemukan nilai p < 0,05 (0,000) yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara jumlah sekresi saliva per menit kelompok yang mendapat terapi mengunyah dan yang tidak mendapatkan terapi tersebut dengan perbedaan rerata mencapai 8 poin. Nilai signifikansi tersebut memperlihatkan bahwa hipotesa Ha (ada perbedaan bermakna jumlah sekresi saliva setelah pemberian permen karet rendah gula pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa) diterima.
Adanya perbedaan terhadap jumlah sekresi saliva pasien hemodialisa yang mendapat stimulasi dan yang tidak mendapatkan stimulasi dinyatakan oleh Jenkins dan Edgar (2005). Responden yang bersedia terlibat dalam penelitian dibagi ke dalam dua kelompok dimana kelompok intervensi diberikan permen karet tanpa gula sebanyak 4 buah perhari sedangkan kelompok kontrol diminta untuk rajin mengunyah tanpa diberikan permen karet. Hasil yang didapat memperlihatkan jumlah sekresi saliva kelompok yang mendapat permen karet lebih tinggi dari yang tidak mendapat permen karet namun dianjurkan untuk mengunyah dan tetap tinggi sampai 8 minggu setelah selesai eksperimen dilakukan. Hasil uji komparasi menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna terhadap stimulasi mengunyah dengan pemberian permen karet (p<0,05).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan terhadap 40 responden pasien yang menjalani hemodialisa di RSUD Kota Langsa jumlah sekresi saliva pada kelompok intervensi sebelum dilakukan tindakan mayoritas 0,7 mL/menit (40%). Jumlah sekresi saliva pada kelompok kontrol sebelum dilakukan tindakan mayoritas 0,6 mL/menit (55%).
Jumlah sekresi saliva pada kelompok intervensi setelah dilakukan tindakan, seluruhnya mengalami peningkatan dengan jumlah sekresi mayoritas 2,7 mL/menit dan 2,8 mL/menit, masing-masing 20%. Sebaliknya jumlah sekresi saliva pada kelompok kontrol setelah dilakukan tindakan tidak mengalami kenaikan dengan mayoritas 0,6 mL/menit (75%).
Hasil analisa data yang dilakukan didapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara jumlah sekresi saliva pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol, sebelum dan setelah pemberian tindakan mengunyah permen karet rendah gula dengan nilai p = 0,000 (nilai p < 0,05).
B.Saran
1. Pendidikan Keperawatan
sebagai akibat pembatasan cairan yang dilakukan dan dampak dari obat yang dikonsumsi.
2. Praktek Keperawatan
Perawat yang bertugas di ruang hemodialisa hendaknya dapat lebih proaktif dalam menggali masalah yang dirasakan pasien hemodialisa seperti adanya penurunan sekresi saliva yang menimbulkan sensasi mulut kering sehingga dapat dilakukan upaya-upaya untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Pengetahuan perawat tentang dampak dari tindakan pembatasan cairan pada pasien hemodialisa akan membantu meningkatkan kualitas hidup pasien sehingga tetap dapat berfungsi seoptimal mungkin dengan keterbatasan yang dimilikinya.
3. Penelitian Selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
Amerongan. (1991). Ludah dan Kelenjar Ludah. Arti bagi kesehatan gigi. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta
Arikunto, S. (2005). Manajemen Penelitian (ed. Revisi). Jakarta : Rineka Cipta. Boots dkk. (2005). The management of xerostomia in patients on haemodialysis:
comparison of artificial saliva and chewing gum. Dibuka pada website
Broggi, A. (2009). Penyakit Tidak Menular – Non Communicable Diseases. Health Messenger. Hal 1.
Chang, dkk. (2004). Decreased salivary function in patients with end-stage renal
disease requiring hemodialysis. Dibuka pada website
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pada tanggal 12 November 2009.
Corsello dkk. (1994). Compositions for the relief of xerostomia and the treatment of
associated disorders
.
Dibuka pada website http://www.freepatentsonline.com/pada tanggal 10 Juni 2009.
Dahlan, S. (2009). Besar Sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.
Dahlan, S. (2008). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang
kedokteran dan kesehatan. Jakarta : Salemba Medika.
Dodds, M.W.J. (2007). Sugarfree Chewing Gum and Oral Health The stimulation. Dibuka pada website tanggal 15 Juli 2009.
Gledhill, E. (2008). The role of sugarfree gum from dry mouth relief and tooth decay
prevention. Dibuka pada website http://www.wrigleydengtalcare.com/ pada
tanggal 12 November 2009.
Guggenheimer, J dan Moore, P.(2003). Xerostomia Etiology, Recognition And
Treatment. Dibuka pada website http://jada.ada.org pada tanggal 10 Juni 2009.
Jenkins, G.N dan Edgar, W.M. (2005). The Effect of Daily Gum-chewing on Salivary
Flow Rates in patients on haemodialysis. Dibuka pada website
Kresnawan, Y. (2007). Deteksi Dini Dan Pencegahan Penyakit Gagal Ginjal
Kronik. Dibuka pada website http://www.pernefri.org/ pada tanggal 12
November 2009.
Laporan Rekam Medik. (2008). Laporan Rekam Medik. Kota Langa : RSUD Langsa Lee, J.H dan kolega. (2007). Desipramine Inhibits Na+/H+ Exchanger in Human
Submandibular Cells. Dibuka pada website http://pmj.sagepub.com/ pada
tanggal 12 November 2009.
Matear, D.W. (2006). Associations between xerostomia and health status indicators
in patients on haemodialysis. Dibuka pada website http://pmj.sagepub.com/
pada tanggal 13 November 2009.
Moritsuka, M dan kolega. (2006). http://www.labmeeting.com/ pada tanggal 13 November 2009.
Pray, H. (2005). Salivary flow rate and pH during prolonged gum chewing in
patients on haemodialysis. Dibuka pada website
http://www.ingentaconnect.com/ pada tanggal 13 November 2009.
Sasanti, H dan Hasibuan, S. (2000). Xerostomia, factor etiologi, etiologi dan dan
penanggulangan. jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (Edisi
Khusus), Jakarta, halaman 241-248.
Snow, J.B dan Wackym, S. (2008). Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery. USA : PMPH
Starkenmann dkk. (2008). Olfactory Perception of Cysteine−S-Conjugates from
Fruits and Vegetables. Dibuka pada website
pada tanggal 10 Juli 2009
Veerman dkk. (2005). Chewing gum and a saliva substitute alleviate thirst and
xerostomia in patients on haemodialysis. Dibuka pada website
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Judul Penelitian : Pengaruh Mengunyah Permen Karet Rendah Gula Terhadap Peningkatan Sekresi Saliva pada Pasien yang Menjalani Terapi Hemodialisa di RSU Langsa.
Peneliti : Yahrini
Nama tersebut di atas adalah mahasiswa Fakultas Keperawatan Universtas Sumetera Utara Medan yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh mengunyah permen karet rendah gula terhadap peningkatan sekresi saliva pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa di RSUD Langsa. Penelitian ini merupakan salah satu tugas akhir di Fakultas Keperawatan USU Medan.
Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian sesuai dengan judul diatas, maka saya bersedia menjadi responden untuk memberikan jawaban sesuai dengan tugas dan tanggungjawab saya. Partisipasi saya dalam penelitian ini bersifat sukarela tanpa pengaruh dari pihak manapun juga.
Peneliti menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang saya berikan, dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang keperawatan.
Demikianlah keterangan persetujuan ini dibuat, semoga dapat digunakan seperlunya.
KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH MENGUNYAH PERMEN KARET RENDAH GULA TERHADAP PENINGKATAN SEKRESI SALIVA PADA PASIEN
YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KOTA LANGSA TAHUN 2009
Petunjuk Pengisian :
Isilah pertanyaan di bawah inidengan cara menuliskan jawaban pada pertanyaan yang bertanda titik-titik atau memberikan tanda (√) pada kolom jawaban yang disediakan.
KUESIONER A Data Demografi
Kode Responden : *)
Diisi petugas
1. Umur : ...tahun. 2. Jenis kelamin : ...
FORMAT PENGUKURAN SALIVA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA
No Kelompok Intervensi
No Kelompok Kontrol
JUMLAH SALIVA JUMLAH SALIVA PENINGKATAN JUMLAH SALIVA JUMLAH SALIVA PENINGKATAN SEBELUM TINDAKAN SETELAH TINDAKAN SEKRESI SALIVA SEBELUM TINDAKAN SETELAH TINDAKAN SEKRESI SALIVA
1 0,9 mL 3 mL 2,1 mL 1 0,7 mL 0,6 mL TIDAK ADA
2 0,5 mL 2,6 mL 2,1 mL 2 0,6 mL 0,6 mL TIDAK ADA
3 0,6 mL 2,2 mL 1,6 mL 3 0,7 mL 0,7 mL TIDAK ADA
4 0,6 mL 1,9 mL 1,3 mL 4 0,6 mL 0,6 mL TIDAK ADA
5 0,5 mL 2,5 mL 2 mL 5 0,6 mL 0,6 mL TIDAK ADA
6 0,6 mL 2,7 mL 2,1 mL 6 0,7 mL 0,7 mL TIDAK ADA
7 0,6 mL 2,5 mL 1,9 mL 7 0,7 mL 0,6 mL TIDAK ADA
8 0,7 mL 2,8 mL 2,1 mL 8 0,7 mL 0,7 mL TIDAK ADA
9 0,7 mL 2,8 mL 2,1 mL 9 0,6 mL 0,6 mL TIDAK ADA
10 0,5 mL 2,7 mL 2,2 mL 10 0,6 mL 0,6 mL TIDAK ADA
11 0,6 mL 2,7 mL 2,1 mL 11 0,6 mL 0,6 mL TIDAK ADA
12 0,6 mL 2,8 mL 2,2 mL 12 0,5 mL 0,5 mL TIDAK ADA
13 0,5 mL 1,9 mL 1,4 mL 13 0,6 mL 0,6 mL TIDAK ADA
14 0,7 mL 2,7 mL 2 mL 14 0,6 mL 0,6 mL TIDAK ADA
15 0,7 mL 2,8 mL 2,2 mL 15 0,5 mL 0,5 mL TIDAK ADA
16 0,7 mL 3 mL 2,3 mL 16 0,5 mL 0,6 mL TIDAK ADA
17 0,5 mL 1,9 mL 1,4 mL 17 0,6 mL 0,6 mL TIDAK ADA
18 0,5 mL 2,2 mL 1,5 mL 18 0,6 mL 0,6 mL TIDAK ADA
19 0,6 mL 2,3 mL 1,7 mL 19 0,6 mL 0,6 mL TIDAK ADA
20 0,6 mL 2,6 mL 2 mL 20 0,7 mL 0,6 mL TIDAK ADA
FORMAT PENGUKURAN SALIVA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA
KODE KELOMPOK INTERVENSI KODE KELOMPOK KONTROL
JUMLAH SALIVA JUMLAH SALIVA PENINGKATAN JUMLAH SALIVA JUMLAH SALIVA PENINGKATAN SEBELUM TINDAKAN SETELAH TINDAKAN SEKRESI SALIVA SEBELUM TINDAKAN SETELAH TINDAKAN SEKRESI SALIVA
1 0,9 mL 3 mL 2,1 mL 1 0,7 mL 0,6 mL TIDAK ADA
FORMAT PENGUKURAN SALIVA PASIEN YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA
KODE RESP
KELOMPOK INTERVENSI KODE KELOMPOK KONTROL
kel intervensi
no sekresi saliva sebelum tindakan intervensifrekuensi persentase no umur frekuensi persentase
1 0,5 mL 6 30,00 1 30−40 2 10,00
2 0,6 mL 8 40,00 2 41-50 7 35,00
3 0,7 mL 5 25,00 3 > 50 11 55,00
4 0,9 mL 1 5,00 total 20 100
total 20 100
no JENIS KELAMIN frekuensi persentase no sekresi saliva sesudah tindakan intervensi frekuensi persentase 1 PR 13 65,00
1 1,9 mL 3 15,00 2 LK 7 35,00
2 2,2 mL 2 10,00 total 20 100
3 2,3 mL 1 5,00
4 2,5 mL 2 10,00 no PEKERJAAN frekuensi persentase
5 2,6 mL 2 10,00 1 IRT 2 10,00
6 2,7 mL 4 20,00 2 PNS 12 60,00
7 2,8 mL 4 20,00 3 WRS 6 30,00
8 3 mL 2 10,00 total 20 100
total 20 100,00
no LAMA HD frekuensi persentase
1 ≤ 1 4 20,00
kel kontrol 2 > 1 Th -2 TH 15 75,00
no sekresi saliva sebelum tindakan intervensifrekuensi persentase 3 > 2 TH 1 5,00
1 0,5 mL 3 15,00 TOTAL 20 100
2 0,6 mL 11 55,00
3 0,7 mL 6 30,00 no JLH HD frekuensi persentase
total 20 100 1 2 X/MG 20 100,00
2 > 2 X/MG 0 0,00 no sekresi saliva setealh tindakan intervensi frekuensi persentase total 20 100
1 0,5 mL 2 10,00
2 0,6 mL 15 75,00 No obat frekuensi persentase
3 0,7 mL 3 15,00 1 vasaltan 16 80,00
total 20 100 2 adalat oros 4 20,00
total 20 100,00
no peny. Penyebab frekuensi persentase
1 HN 14 70,00
2 DM 5 25,00
3 GINJAL OBS INFEKSI 1 5,00
JADWAL TENTATIF PENELITIAN
No Kegiatan
Tahun 2009
April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Mengajukan Judul Proposal
2 Menyusun Proposal
3 Sidang proposal
4 Revisi proposal
5 Penelitian
6 Pembuatan laporan penelitian
7 Sidang Skripsi