• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap pengentasan Kemiskinan Di Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

T E S I S

Oleh:

JAMES ERIK SIAGIAN

057018033 / EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Study Ilmu Ekonomi Pembangunan pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh:

JAMES ERIK SIAGIAN

057018033 / EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

SERDANG

Nama : JAMES ERIK SIAGIAN

Nomor Pokok : 057018033

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Murni Daulay, MSi K e t u a

Drs. Iskandar Syarief, MA Anggota

Ketua Program Studi Direktur

Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah pascasarjana

Dr. Murni Daulay, M.Si Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : 1. Dr. Murni Daulay, SE, M.Si. Anggota : 2. Drs. Iskandar Syarief, MA.

3. Dr. Syaad Afifuddin, SE, M.Ec. 4. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si.

(5)

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

Filipi 4 : 6

Kupersembahkan untuk orang-orang yang telah mendukung dan selalu mendoakanku

- Kedua Orangtua dan Mertua

(6)

ABSTRACT

Poverty is the most complex and cronic problem, therefore, to overcome the problem of poverty, appropriate analysis involving all components of problem and appropiate, sustainable and permanent solving strategy are needed. This study is carried out in the Sub-district of STM Hulu and Pantai Labu, Deli Serdang District because these two sub-district of the aid from the Sub-district Development Program (PKK).

The data for this study were primary data obtained through interviews with 91 heads of family (KK) in STM Hulu Sub-district and 98 heads of family in Pantai Labu Sub-district. The data obtained were analyzed by means of logit model.

The result of this study reveals that the probability of the success in eliminating poverty through the basic social facility provision program is 7 times bigger than the success my be achieved without this program. The probability of success of the variable of economic facility in eliminating poverty is 14 times bigger and the success of the variable of job oppurtunity in eliminating poverty is 24 times bigger compared to the success may be achieved without job provision program in Pantai Labu Sub-district.

In conclusion, the provision of basic social facility, economic facility and job oppurtunity through the Sub-district Development Program has a positive impact on poverty elimination in the Sub-district of STM Hulu and Pantai Labu.

(7)

ABSTRAK

Kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis, maka cara penanggulangan kemiskinan pun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Kecamatan STM Hulu dan Pantai Labu di Kabupaten Deli Serdang yang mendapat Bantuan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini.

Analisis penelitian ini menggunakan model logit, dengan menggunakan data

primer hasil wawancara dengan 91 KK di Kecamatan STM Hulu dan 98 KK di Kecamatan Pantai Labu.

Hasil penelitian menunjukkan kemungkinan keberhasilan pengentasan kemiskinan dengan adanya program penyediaan sarana sosial dasar sebesar 7 kali lebih besar dibandingkan tanpa adanya program penyediaan sarana sosial dasar. Demikian juga dengan variabel penyediaan sarana ekonomi mempunyai kemungkinan sebesar 14 kali berhasil mengentaskan kemiskinan, serta variabel lapangan kerja mempunyai kemungkinan sebesar 24 kali berhasil mengentaskan kemiskinan dibandingkan tanpa adanya program penyediaan lapangan kerja di Kecamatan Pantai Labu.

Disimpulkan penyediaan sarana sosial dasar melalui program pengembangan kecamatan memberikan dampak positif terhadap pengentasan kemiskinan di Kecamatan STM Hulu dan Kecamatan Pantai Labu. Penyediaan sarana ekonomi melalui program pengembangan kecamatan memberikan dampak positif terhadap pengentasan kemiskinan di Kecamatan STM Hulu dan Kecamatan Pantai Labu. Penyediaan lapangan kerja melalui program pengembangan kecamatan memberikan dampak positif terhadap pengentasan kemiskinan di Kecamatan STM Hulu dan Kecamatan Pantai Labu.

(8)

PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yesus atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya, sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan mulai dari perkuliahan pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sampai dengan penyusunan tesis ini dengan judul: ”Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan

Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Deli

Serdang”.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan berbagai pihak tidak mungkin tesis ini dapat terselesaikan.

Untuk itu perkenankan penulis memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Murni Daulay, MSi, Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sekaligus selaku Ketua Komisi Pembimbing dengan penuh kearifan, kesabaran dan perhatian telah berkenan memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga selesainya tesis ini.

(9)

4. Bapak Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, MEc, selaku sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai Administrasi Program Studi Ekonomi

Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Kepala Bappeda Kabupaten Deli Serdang yang telah memberikan data dalam penyusunan tesis ini.

7. Bapak Camat beserta Staf Kecamatan STM Hulu dan Pantai Labu yang telah banyak memberikan bantuan informasi dan data dalam penyusunan tesis ini. 8. Terima kasih yang tak terhingga secara khusus penulis sampaikan kepada

Ibunda H. Br Sitorus yang senantiasa mendoakan, memberi semangat dan bantuan moril dan materil kepada penulis dan Ayahanda L.Y. Siagian (alm) yang telah memberikan teladan dan nasehat semasa hidupnya. Dan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan kepada Ayah mertua A. Lumbanraja dan Ibu mertua S.M. Br Sitinjak (alm) atas doa dan perhatian serta bantuan moril maupun materil mulai dari masa studi hingga penulisan tesis ini.

9. Teristimewa kepada Istriku tercinta Melfa Anita Rosmalinda Lumbanraja, SE dengan setia dan penuh pengertian memberikan motivasi, dukungan doa mulai dari masa studi sampai penulisan tesis ini

(10)

11.Teman-teman mahasiswa, khususnya angkatan IX Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Tak lupa penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis baik moril maupun materil.

Sebagai manusia yang tidak terlepas dari kekurangan dan keterbatasan, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan. Dalam rangka penyempurnaan tesis ini penulis mengharapkan masukan dan kritik yang membangun dan dapat dikembangkan dalam penelitian lebih lanjut. Kiranya Tuhan memberikan AnugerahNya kedapa semua pihak dan memberkatinya.

Medan, November 2007

JAMES ERIK SIAGIAN

(11)

RIWAYAT HIDUP

a. SD : SD Negeri 010178 Desa Gajah Kabupaten Asahan (1974-1980)

b. SMP : SMP Karya Desa Gajah Kabupaten Asahan (1980-1983)

c. SMA : SMA Daerah Sei Bejangkar Kabupaten Asahan (1983-1986)

d. Strata.1 : Fakultas Teknik Sipil Jurusan Teknik Sipil Universitas Darma Agung Medan (1986-1992)

e. Strata.2 : Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan (2005-2007)

SKRIPSI/TESIS

1. Analisis Perencanaan Pondasi Tiang pada Dinding Penahan Tanah Cantilever (Skripsi) 1992.

2. Analisis Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Kecamatan Terhadap Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang (Tesis) 2007.

Medan, November 2007

(12)

DAFTAR ISI

2.3. Pengentasan Kemiskinan ... 17

2.4. Dimensi Kemiskinan di Indonesia dan Usulan Kerangka Kebijakan ... 19

2.5. Sejarah Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia... 25

2.6. Sasaran dan Fokus Penanggulangan Kemiskinan ... 30

2.7. Program Pengembangan Kecamatan (PPK)... 34

2.7.1. Tahapan PPK... 38

2.7.2. Pendanaan PPK ... 41

2.7.3. Indikator Kinerja PPK... 45

2.8. Kerangka Konsep ... 47

2.9. Hipotesis Penelitian... 48

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 49

3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 49

3.2. Waktu Penelitian ... 49

3.3. Jenis dan Sumber Data ... 49

(13)

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 52

3.6. Metode Analisis ... 52

3.7. Model Analisis ... 53

3.8. Uji Signifikan ... 55

3.9. Definisi Operasional Variabel Penelitian... 56

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 58

4.1.1. Kecamatan STM Hulu ... 58

4.1.2. Kecamatan Pantai Labu... 60

4.2. Mata Pencaharian ... 61

4.2.1. Penduduk di Kecamatan STM Hulu ... 61

4.2.2. Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Pantai Labu... 62

4.3. Karakteristik Responden ... 63

4.3.1. Karakteristik Responden di Kecamatan STM Hulu... 63

4.3.2. Karakteristik Responden di Kecamatan Pantai Labu... 65

4.4. Kondisi Rumah4.3. Kondisi Sosial Ekonomi ... 67

4.4.1. Kondisi Sosial Ekonomi Responden di Kecamatan STM Hulu... 67

4.4.2. Kondisi Sosial Ekonomi Responden di Kecamatan Pantai Labu ... 70

4.5. Pendapatan Responden di Kecamatan STM Hulu ... 73

4.5.1. Pendapatan Responden di Kecamatan STM Hulu ... 73

4.5.2. Pendapatan Responden di Kecamatan Pantai Labu ... 74

4.6. Analisis Program Pengembangan Kecamatan untuk Pengentasan Kemiskinan ... 75

4.6.1. Kecamatan STM Hulu ... 75

4.6.2. Kecamatan Pantai Labu... 73

4.7. Hasil Analisis Statistik ... 76

4.7.1. Kecamatan STM Hulu ... 78

4.7.2. Hasil Analisis Kecamatan Pantai Labu ... 85

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

5.1. Kesimpulan ... 93

5.2. Saran... 93

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

2.1. Cakupan Wilayah PPK (1998 – 2006) ... 38

2.2. Jumlah dan Sumber Dana PPK ... 42

3.1. Jumlah Rumah Tangga (RT) di Kecamatan STM Hulu... 50

3.2. Jumlah Rumah Tangga (RT) sebagai Sampel di Kecamatan STM Hulu ... 51

3.3 Jumlah Rumah Tangga (RT) di Kecamatan Pantai Labu ... 51

3.4. Jumlah Rumah Tangga (RT) sebagai Sampel di Kecamatan Pantai Labu ... 52

4.1. Luas Wilayah dan Penduduk Menurut Desa di Kecamatan STM Hulu... 59

4.2. Luas Wilayah dan Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Pantai Labu.... 61

4.3. Mata Pencaharian Penduduk Menurut Desa di Kecamatan STM Hulu ... 62

4.4. Mata Pencaharian Penduduk Menurut Desa di Kecamatan Pantai Labu.... 62

4.5. Kelompok Umur Responden di Kecamatan STM Hulu ... 63

4.6. Jenis Kelamin Responden di Kecamatan STM Hulu... 64

4.7. Jumlah Anggota Keluarga Responden di Kecamatan STM Hulu... 64

4.8. Pekerjaan Responden di Kecamatan STM Hulu... 64

4.9. Tingkat Pendidikan Responden di Kecamatan STM Hulu ... 65

4.10. Kelompok Umur Responden di Kecamatan Pantai Labu ... 65

4.11 Jenis Kelamin Responden di Kecamatan Pantai Labu... 66

4.12. Jumlah Anggota Keluarga Responden di Kecamatan Pantai Labu... 66

4.13. Pekerjaan Responden di Kecamatan Pantai Labu... 66

4.14. Tingkat Pendidikan Responden di Kecamatan Pantai Labu ... 67

4.15. Kepemilikan Rumah Responden di Kecamatan STM Hulu ... 67

4.16. Lantai Rumah Responden di Kecamatan STM Hulu... 68

(15)

4.18. Atap Rumah Responden di Kecamatan STM Hulu ... 68

4.19 Sarana Air Bersih Responden di Kecamatan STM Hulu ... 69

4.20. Penerangan Responden di Kecamatan STM Hulu ... 69

4.21 Bahan Bakar Rumah Tangga Responden di Kecamatan STM Hulu ... 70

4.22 Kepemilikan Rumah Responden di Kecamatan Pantai Labu ... 70

4.23. Lantai Rumah Responden di Kecamatan Pantai Labu... 71

4.24 Dinding Rumah Responden di Kecamatan Pantai Labu ... 71

4.25. Atap Rumah Responden di Kecamatan Pantai Labu ... 71

4.26. Sarana Air Bersih Responden di Kecamatan Pantai Labu ... 72

4.27. Penerangan Responden di Kecamatan Pantai Labu ... 72

4.28. Bahan Bakar Rumah Tangga Responden di Kecamatan Pantai Labu ... 73

4.29. Pendapatan Responden di Kecamatan STM Hulu ... 73

4.30. Kategori Kemiskinan Responden di Kecamatan STM Hulu ... 74

4.31 Pendapatan Responden di Kecamatan Pantai Labu ... 74

4.32. Kategori Kemiskinan Responden di Kecamatan Pantai Labu ... 75

4.33. Penyediaan Sarana Sosial Dasar untuk Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan STM Hulu ... 75

4.34. Penyediaan Sarana Ekonomi untuk Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan STM Hulu ... 76

4.35. Penyediaan Lapangan Kerja untuk Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan STM Hulu ... 76

4.36. Penyediaan Sarana Sosial Dasar untuk Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Pantai Labu ... 77

4.37. Penyediaan Sarana Ekonomi untuk Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Pantai Labu ... 77

4.38. Penyediaan Lapangan Kerja untuk Pengentasan Kemiskinan di Kecamatan Pantai Labu ... 78

4.39 Hasil Uji Regresi Logistic Kecamatan STM Hulu... 85

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Perkembangan Persentase Angka Kemiskinan di Indonesia ... 18

2.2. Paradigma Baru Penanggulangan Kemiskinan ... 30

2.3. Fokus Penanggulangan Kemiskinan ... 32

2.4. Struktur Manajemen PPK ... 40

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 97

2. Print Out Hasil Tabel Frekuensi... 99

3. Print Out Hasil Uji Regresi Logistic ... 101

(18)

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan terus menjadi masalah fenomena sepanjang sejarah Indonesia. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus urbanisasi ke kota, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan, menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, safety life, mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi

tengkulak lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh tani desa bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit (Sahdan, 2004).

(19)

untuk memperoleh keadilan; (8) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik dan pemerintahan; (9) Hak rakyat untuk berinovasi; (10) Hak rakyat menjalankan hubungan spiritualnya dengan Tuhan; dan (11) Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam menata dan mengelola pemerintahan dengan baik (Sahdan, 2004).

Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan

pendekatan objective and subjective.

(20)

dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan. Dari dimensi pendidikan misalnya, pendidikan yang rendah dipandang sebagai penyebab kemiskinan. Dari dimensi kesehatan, rendahnya mutu kesehatan masyarakat menyebabkan terjadinya kemiskinan. Dari dimensi ekonomi, kepemilikan alat-alat produktif yang terbatas, penguasaan teknologi dan kurangnya keterampilan, dilihat sebagai alasan mendasar mengapa terjadi kemiskinan. Faktor kultur dan struktural juga kerap kali dilihat sebagai elemen penting yang menentukan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Tidak ada yang salah dan keliru dengan pendekatan tersebut, tetapi dibutuhkan keterpaduan antara berbagai faktor penyebab kemiskinan yang sangat banyak dengan indikator-indikator yang jelas, sehingga kebijakan penanggulangan kemiskinan tidak bersifat temporer, tetapi permanen dan berkelanjutan (Sahdan, 2004).

(21)

dengan adanya desentralisasi pemerintahan, serta keterbukaan yang jauh lebih luas dibandingkan dengan masa lalu (Steer, 2006).

Penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan atas dua hal, yaitu (1) faktor alamiah: kondisi lingkungan yang miskin, ilmu pengetahuan yang tidak memadai, adanya bencana alam dan lain lain yang bermakna bahwa mereka miskin karena memang miskin, dan (2) faktor non alamiah:akibat kesalahan kebijakan ekonomi, korupsi, kondisi politik yang tidak stabil, kesalahan pengelolaan sumber daya alam. Jadi untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, langkah yang dilakukan tidak lain daripada mempertimbangkan kedua faktor tersebut, yaitu mengubah kondisi lingkungannya menjadi lebih baik, meningkatkan kualitas sumber daya manusianya, dan melakukan perbaikan terhadap sistem yang ada melalui pemberantasan korupsi dan menetapkan pengelola yang kompeten baik dari kemampuan, integritas, maupun moral (Lubis, 2006).

Penanganan kemiskinan tentunya harus dilakukan secara menyeluruh dan kontekstual. Menyeluruh berarti menyangkut seluruh penyebab kemiskinan, sedangkan kontekstual mencakup faktor lingkungan si miskin. Beberapa di antaranya yang menjadi bagian dari penanggulangan kemiskinan tersebut yang perlu tetap ditindaklanjuti dan disempurnakan implementasinya adalah perluasan akses kredit pada masyarakat miskin, peningkatan pendidikan masyarakat, perluasan lapangan kerja dan pembudayaan entrepeneurship (Hureirah, 2005).

(22)

perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergulir melalui sistem kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan sanitasi dan sebagainya. Dari serangkaian cara dan strategi penanggulangan kemiskinan tersebut, semuanya berorentasi material, sehingga keberlanjutannya sangat tergantung pada ketersediaan anggaran dan komitmen pemerintah. Di samping itu, tidak adanya tatanan pemerintahan yang demokratis menyebabkan rendahnya akseptabilitas dan inisiatif masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan dengan cara mereka sendiri (Hureirah, 2005).

Pemerintah menargetkan penurunan tingkat kemiskinan dari 16% di tahun 2005 menjadi 8,2% terhadap jumlah penduduk di tahun 2009. Selain itu, menurunkan tingkat pengangguran dari 10,4 % tahun 2006 menjadi 5,1% terhadap 106,3 juta orang jumlah angkatan kerja tiga tahun 2007 (Bappenas, 2004).

(23)

gagasan dan saran implementasi yang konstruktif dan maju, bagi peningkatan keberhasilan penanggulangan kemiskinan

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan investasi Pemerintah RI dalam bentuk aset, sistem pembangunan partisipatif dan kelembagaan. Program ini bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di perdesaan melalui peningkatan pendapatan masyarakat, penguatan kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah, serta perwujudan prinsip-prinsip good governance. Melalui program ini diharapkan terwujud sistem pengaturan dan pengurusan (governance system) segala bentuk sumberdaya secara sehat, dimana semua pelakunya bersikap

saling memberdayakan, memperkuat dan melindungi (Indroyono, 2003).

(24)
(25)

sebesar 2,67%, dimana peluang terjualnya suatu komoditi merupakan gambaran penerimaan masyarakat Nampak bahwa terjadi perbedaan pertumbuhan ekonomi di kedua kawasan perdesaan yang disebabkan oleh perbedaan peluang perdagangan sebagai akibat dari keadaan kondisi prasarana transportasi jalan.

Hasil survei pendahuluan di Kecamatan Pantai Labu dan STM Hulu Kabupaten Deli Serdang sebagai lokasi pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan menunjukkan bahwa kegiatan yang dilaksanakan untuk menggerakkan perekonomian di kedua kecamatan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan penduduk. Kecamatan Pantai Labu mempunyai penduduk dengan mata pencaharian terbesar adalah petani dan nelayan, sehingga dana bantuan melalui progam PKK digunakan untuk menunjang peningkatan kegiatan ekonomi para nelayan seperti: peningkatan sarana dan prasarana irigasi dan peralatan penangkap ikan, sedangkan di Kecamatan STM Hulu sebagian masyarakat mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian dan buruh, sehingga dana yang bersumber dari program PPK dikembangkan untuk menunjang peningkatan kegiatan ekonomi pertanian dan buruh.

1.2. Rumusan Masalah

Bertitik tolak latar belakang diatas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

(26)

2. Berapa besar dampak Program Pengembangan Kecamatan (PPK) melalui

penyediaan sarana ekonomi terhadap pengentasan kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang.

3. Berapa besar dampak Program Pengembangan Kecamatan (PPK) melalui penyediaan lapangan kerja terhadap pengentasan kemiskinan di Kabupaten

Deli Serdang.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini:

1. Untuk mengetahui dampak Program Pengembangan Kecamatan (PPK) melalui penyediaan sarana sosial dasar terhadap pengentasan kemiskinan di

Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk mengetahui dampak Program Pengembangan Kecamatan (PPK)

melalui penyediaan sarana ekonomi terhadap pengentasan kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang.

3. Untuk mengetahui dampak Program Pengembangan Kecamatan (PPK)

(27)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai :

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam evaluasi Program Pengembangan Kecamatan (PPK) di Kabupaten Deli Serdang.

(28)

2.1. Kemiskinan

(29)

pengambil keputusan ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor, bahkan bisa kontraproduktif (Sahdan, 2004).

2.2. Pendekatan Kemiskinan

(30)

Dari pendekatan-pendekatan tersebut, indikator utama kemiskinan dapat dilihat dari; (1) kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak; (2) terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif; (3) kurangnya kemampuan membaca dan menulis; (4) kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup; (5) kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi; (6) ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah; (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas; (8) dan sebagainya.

Indikator-indikator tersebut dipertegas dengan rumusan yang konkrit yang dibuat oleh Bappenas berikut ini;

a. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu. Sekitar 20 persen penduduk dengan tingkat pendapatan terendah hanya mengkonsumsi 1.571 kkal per hari. Kekurangan asupan kalori, yaitu kurang dari 2.100 kkal per hari, masih dialami oleh 60 persen penduduk berpenghasilan terendah (BPS, 2004);

(31)

oleh tenaga kesehatan pada penduduk miskin, hanya sebesar 39,1 persen dibanding 82,3 persen pada penduduk kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial hanya menjangkau 18,74 persen (2001) penduduk, dan hanya sebagian kecil di antaranya penduduk miskin;

c. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang disebabkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung; d. Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan terhadap

aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga;

e. Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai;

f. Terbatasnya akses terhadap air bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air;

(32)

serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan mobilisasi anggota keluargannya untuk bekerja di atas tanah pertanian;

h. Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam. Masyarakat miskin yang tinggal di daerah perdesaan, kawasan pesisir, daerah pertambangan dan daerah pinggiran hutan sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan;

i. Lemahnya jaminan rasa aman. Data yang dihimpun INDEF (Institute for Development of Economics and Finance, 2004) menggambarkan bahwa dalam

waktu 3 tahun (1997-2000) telah terjadi 3.600 konflik dengan korban 10.700 orang, dan lebih dari 1 juta jiwa menjadi pengungsi. Meskipun jumlah

pengungsi cenderung menurun, tetapi pada tahun 2001 diperkirakan masih ada lebih dari 850.000 pengungsi di berbagai daerah konflik;

(33)

k. Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Menurut data BPS, rumahtangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar daripada rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5,1 orang, sedangkan rata-rata anggota rumahtangga miskin di perdesaan adalah 4,8 orang.

(34)

2.3. Pengentasan Kemiskinan

(35)

Sumber: Steer, 2006.

Gambar 2.1. Perkembangan Persentase Angka Kemiskinan di Indonesia

(36)

Indonesia telah memiliki sukses luar biasa dalam pengentasan kemiskinan sejak tahun 1970an. Periode dari akhir tahun 1970an hingga pertengahan tahun 1990an dianggap sebagai episode pertumbuhan yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor growth) terbesar dalam sejarah perekonomian negara manapun, dengan keberhasilan Indonesia dalam mengurangi angka kemiskinan lebih dari separuhnya. Setelah sempat meningkat selama krisis ekonomi (23 % lebih pada tahun 1999), angka kemiskinan pada umumnya tidak jauh dari angka-angka sebelum krisis (16 % pada tahun 2005). Kunci dari pemulihan tersebut terletak pada stabilitas ekonomi makro sejak pertengahan tahun 2001 dan penurunan harga barang, terutama beras yang penting untuk konsumsi masyarakat miskin. Akan tetapi, walaupun ada penurunan angka kemiskinan secara terus menerus, belum lama ini terjadi kenaikan angka kemiskinan yang tak terduga. Penyebab utama terjadinya perubahan tersebut diperkirakan adalah melonjaknya harga beras-diperkirakan kenaikan sekitar 33% harga beras yang dikonsumsi oleh kaum miskin-antara bulan Februari 2005 dan Maret 2006, yang sebagian besar menyebabkan peningkatan jumlah orang miskin menjadi 17,75% (Steer, 2006).

2.4. Dimensi Kemiskinan di Indonesia dan Usulan Kerangka Kebijakan

(37)

Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia, (c) mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia (Hasan, 2006).

Angka kemiskinan nasional menyembunyikan sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42% dari seluruh rakyat Indonesia hidup di antara garis kemiskinan US$1- dan US$2-per hari-suatu aspek kemiskinan yang luar biasa dan menentukan di Indonesia. Analisis menunjukkan bahwa perbedaan antara orang miskin dan yang hampir-miskin sangat kecil, menunjukkan bahwa strategi pengentasan kemiskinan hendaknya dipusatkan pada perbaikan kesejahteraan mereka yang masuk dalam dua kelompok kuintil berpenghasilan paling rendah. Hal ini juga berarti bahwa kerentanan untuk jatuh miskin sangat tinggi di Indonesia: walaupun hasil survei tahun 2004 menunjukkan hnya 16,7% penduduk Indonesia yang tergolong miskin, lebih dari 59 persen dari mereka pernah jatuh miskindalam periode satu tahun sebelum survei dilaksanakan. Data terakhir juga mengindikasikan tingkat pergerakan tinggi (masuk dan keluar) kemiskinan selama periode tersebut, lebih dari 38 persen rumah tangga miskin pada tahun 2004 tidak miskin pada tahun 2003 (Steer, 2006).

(38)

memadai, kerentanan yang berkurang, pendidikan, kesehatan dan akses terhadap infrastruktur dasar maka hampir separuh rakyat Indonesia dapat dianggap telah mengalami paling sedikit satu jenis kemiskinan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia memang telah mencapai beberapa kemajuan di bidang pengembangan manusia. Telah terjadi perbaikan nyata pencapaian pendidikan pada tingkat sekolah dasar; perbaikan dalam cakupan pelayanan kesehatan dasar (khususnya dalam hal bantuan persalinan dan imunisasi); dan pengurangan sangat besar dalam angka kematian anak. Akan tetapi, untuk beberapa indikator yang terkait dengan MDGs, Indonesia gagal mencapai kemajuan yang berarti dan tertinggal dari negara-negara lain di kawasan yang sama. Bidang-bidang khusus yang patut diwaspadai adalah:

a. Angka gizi buruk (malnutrisi) yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahun-tahun terakhir: seperempat anak di bawah usia lima tahun-tahun menderita gizi buruk di Indonesia, dengan angka gizi buruk tetap sama dalam tahun-tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan.

b. Kesehatan ibu yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama: angka kematian ibu di Indonesia adalah 307 (untuk 100.000 kelahiran hidup), tiga kali lebih besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari Cina dan Malaysia; hanya sekitar 72% persalinan dibantu oleh bidan terlatih.

(39)

SMP, sedangkan angka untuk kuintil terkaya adalah 89 persen untuk kohor yang sama.

d. Rendahnya akses terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kuintil paling rendah, hanya 48% yang memiliki akses air bersih di daerah pedesaan, sedangkan untuk perkotaan sebesar 78 %.

e. Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Delapan puluh persen penduduk miskin di pedesaan dan 59 persen penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses terhadap tangki septik, sementara itu hanya kurang dari satu persen dari seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran berpipa.

Perbedaan antar daerah yang besar di bidang kemiskinan. Keragaman antar daerah merupakan ciri khas Indonesia, di antaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar 57% dari orang miskin di Indonesia yang juga seringkali tidak memiliki akses terhadap pelayanan infrastruktur dasar: hanya sekitar 50% masyarakat miskin di pedesaan mempunyai akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan 80% bagi masyarakat miskin di perkotaan (Chambers, 1988).

(40)

Indonesia, dibandingkan dengan Papua, yang hanya memiliki 3% dari jumlah total rakyat miskin (Kasryno, 1994).

Menurut Sahdan (2004), analisis kemiskinan dan faktor-faktor penentunya di Indonesia, dan juga belajar dari sejarah pengentasan kemiskinan di Indonesia, menunjuk kepada tiga cara untuk mengentaskan kemiskinan. Tiga cara untuk membantu mengangkat diri dari kemiskinan adalah melalui pertumbuhan ekonomi, layanan masyarakat dan pengeluaran pemerintah. Masing-masing cara tersebut menangani minimal satu dari tiga ciri utama kemiskinan di Indonesia, yaitu: kerentanan, sifat multi-dimensi dan keragaman antar daerah. Dengan kata lain, strategi pengentasan kemiskinan yang efektif bagi Indonesia terdiri dari tiga komponen:

(41)

b. Membuat Layanan Sosial Bermanfaat bagi Rakyat Miskin. Penyediaan layanan sosial bagi rakyat miskin baik oleh sektor pemerintah ataupun sektor swasta-adalah mutlak dalam penanganan kemiskinan di Indonesia. (a) hal itu merupakan kunci dalam menyikapi dimensi non-pendapatan kemiskinan di Indonesia. Indikator pembangunan manusia yang kurang baik, misalnya Angka Kematian Ibu yang tinggi, harus diatasi dengan memperbaiki kualitas layanan yang tersedia untuk masyarakat miskin. Hal ini lebih dari sekedar persoalan yang bekaitan dengan pengeluaran pemerintah, karena berkaitan dengan perbaikan sistem pertanggungjawaban, mekanisme penyediaan layanan, dan bahkan proses kepemerintahan. (b) ciri keragaman antar daerah kebanyakan dicerminkan oleh perbedaan dalam akses terhadap layanan, yang pada akhirnya mengakibatkan adanya perbedaan dalam pencapaian indikator pembangunan manusia di berbagai daerah. Dengan demikian, membuat layanan masyarakat bermanfaat bagi rakyat miskin merupakan kunci dalam menangani masalah kemiskinan dalam konteks keragaman antar daerah.

(42)

ketidakpastian ekonomi. (b) pengeluaran pemerintah dapat digunakan untuk memperbaiki indikator-indikator pembangunan manusia, sehingga dapat mengatasi kemiskinan dari aspek non-pendapatan. Membuat pengeluaran bermanfaat bagi masyarakat miskin sangat menentukan saat ini, terutama mengingat adanya peluang dari sisi fiskal yang ada di Indonesia saat kini.

2.5. Sejarah Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

Pemerintah telah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan sejak tahun 1960-an melalui strategi pemenuhan kebutuhan pokok rakyat yang tertuang dalam Pembangunan Nasional Berencana Delapan Tahun (Penasbede). Namun program tersebut terhenti di tengah jalan akibat krisis politik tahun 1965. Sejak tahun 1970-an pemerintah menggulirkan kembali program penanggulangan kemiskinan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), khususnya Repelita I-IV yang ditempuh secara reguler melalui program sektoral dan regional (Ditjen PMD, 2006).

(43)

Selanjutnya guna mengatasi dampak krisis lebih buruk, pemerintah mengeluarkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang dikoordinasikan melalui Keppres Nomor 190 Tahun 1998 tentang Pembentukan Gugus Tugas Peningkatan Jaring Pengaman Sosial. Pelaksanaan berbagai kebijakan penanggulangan kemiskinan dan kendala pelaksanaannya selama 40 tahun terakhir meyakinkan pemerintah bahwa upaya penanggulangan kemiskinan dianggap belum mencapai harapan (Ditjen PMD, 2006).

(44)

Program penanggulangan kemiskinan yang pernah dilaksanakan antara lain P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil), KUBE (Kelompok Usaha Bersama), TPSP-KUD (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam Koperasi Unit Desa), UEDSP (Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam), PKT (Pengembangan Kawasan Terpadu), IDT (Inpres Desa Tertinggal), P3DT (Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal), PPK (Program Pengembangan Kecamatan), P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan), PDMDKE (Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi), P2MPD (Proyek Pembangunan Masyarakat dan Pemerintah Daerah), dan program pembangunan sektoral telah berhasil memperkecil dampak krisis ekonomi dan mengurangi kemiskinan (Ditjen PMD, 2006).

(45)

Berdasarkan pemikiran tersebut maka Presiden Republik Indonesia membentuk sebuah Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) melalui Keppres 124 Tahun 2001 jo. No.8 Tahun 2002 yang secara khusus menyelenggarakan upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang dilakukan oleh forum yang bertujuan meningkatkan pendapatan rakyat miskin dan menurunkan populasi penduduk miskin secara signifikan. KPK bukanlah lembaga baru karena hanya menjalankan fungsi sebagai forum koordinasi yang mengkoodinasikan penajaman berbagai upaya penanggulangan kemiskinan di semua jalur pembangunan dan di setiap lapisan penyelenggara pembangunan. Salah satu strategi penanggulangan kemiskinan adalah peningkatan produktivitas melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Komite penanggulangan kemiskinan bersifat ad-hoc dan bukan merupakan lembaga baru karena merupakan forum koordinasi yang mensinergiskan dan menajamkan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan di semua jalur pembangunan dan di setiap lapisan penyelenggara pembangunan. TKPK merupakan forum lintas pelaku yang berfungsi sebagai wadah koordinasi dan sinkronisasi untuk melakukan penajaman kebijakan, strategi dan program penanggulangan kemiskinan. Koordinasi lintas pelaku diharapkan dapat mewujudkan efektivitas pencapaian sasaran penanggulangan kemiskinan. TKPK mempunyai kedudukan langsung di bawah Presiden Republik Indonesia dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

(46)

pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, TKPK menyelenggarakan fungsi ; a) koordinasi dan sinkronisasi penyusunan dan pelaksanaan penajaman kebijakan penanggulangan kemiskinan; b) pemantauan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan sesuai karakteristik dan potensi di daerah dan kebijakan lanjutan yang ditetapkan daerah dalam rangka penanggulangan kemiskinan di daerah masing-masing.

Program itu untuk menyinkronkan program pengentasan kemiskinan yang dimiliki semua departemen. Program pengentasan kemiskinan yang ada di setiap departemen saat ini belum menyatu sehingga pembiayaan daerah tidak merata. Program ini akan menyatukan setiap kegiatan departemen, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pemeliharaan hasil pembangunan.

Saat ini secara substansial telah terjadi perubahan terhadap paradigma penanggulangan kemiskinan, yaitu menjadi suatu gerakan nasional yang dilakukan oleh masyarakat dengan subyek sasaran pada aspek manusianya, kelompok sasaran adalah kelompok masyarakat miskin potensial produktif dan proses pelaksanaan kegiatan dilakukan secara mandiri oleh kelompok masyarakat miskin dalam wadah kelompok masyarakat (pokmas) dengan menggunakan mekanisme musyawarah mufakat. Kegiatan tersebut berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

(47)

upaya penanggulangan kemiskinan adalah pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan dan pemerintah sebagai fasilitator dan motivator dalam pembangunan.

Sumber: Ditjen PMD, 2006.

Gambar 2.2. Paradigma Baru Penanggulangan Kemiskinan

2.6. Sasaran dan Fokus Penanggulangan Kemiskinan

Untuk lebih meningkatkan efektivitas program penanggulangan kemiskinan maka penduduk miskin dikelompokkan kedalam 3 (tiga) kategori, yaitu (a) Usia

SASARAN PEMBANGUNAN MANUSIA

LANGKAH

PERUBAHAN STRUKTUR MANUSIA KESEMPATAN KERJA/BERUSAHA

PENINGKATAN KAPASITAS/PENDAPATAN

PERLINDUNGAN SOSIAL/KESEJAHTERAAN

FOKUS

Penduduk Miskin Produktif

PERAN STAKEHOLDER

PEMERINTAH : FASILITATOR

MASYARAKAT : PELAKU USAHA

PERBANKAN : PEMBIAYAAN

KK MEDS : PENDAMPING

TUJUAN MASYARAKAT YANG MAJU, MANDIRI,

(48)

lebih dari 55 tahun, yaitu kelompok masyarakat yang tidak lagi produktif (usia sudah lanjut, miskin dan tidak produktif), untuk kelompok ini program pemerintah yang dilaksanakan bersifat pelayanan sosial; (b) Usia di bawah 15 tahun, yaitu kelompok masyarakat yang belum produktif (usia sekolah, belum bisa bekerja), program yang dilaksanakan bersifat penyiapan sosial; dan (c) Usia antara 15-55 tahun, yaitu usia sedang tidak produktif (usia kerja tetapi tidak mendapat pekerjaan, menganggur), program yang dilaksanakan bersifat investasi ekonomi, kelompok inilah yang seharusnya menjadi sasaran utama penanggulangan kemiskinan (lihat bagan 3). Selanjutnya, berdasarkan pengelompokan tersebut maka program penanggulangan kemiskinan harus difokuskan kepada penanganan penduduk miskin dalam usia produktif melalui peningkatan kesempatan kerja/berusaha, peningkatan kapasitas/pendapatan dan untuk selanjutnya mampu mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan sosial secara mandiri dan berkelanjutan.

Dalam hal ini intervensi kebijakan pemerintah akan dikonsentrasikan kepada 2 (dua) bentuk upaya, yaitu pengurangan beban pengeluaran dan peningkatan

(49)

usia produktif yang lebih banyak membutuhkan aksesibilitas terhadap pembiayaan usaha. Dalam hal ini pemerintah bertugas untuk memfasilitasi peningkatan aksesibilitas usaha ekonomi produktif skala mikro yang dilakukan masyarakat miskin terhadap sumber-sumber pembiayaan baik dari lembaga keuangan/bank maupun lembaga keuangan bukan bank. Dengan demikian, dalam upaya peningkatan produktivitas peran pemerintah lebih banyak sebagai fasilitator, sedangkan lembaga keuangan berperan sebagai penyedia dana dan lembaga swadaya masyarakat/kalangan profesional bertindak sebagai pendamping bagi upaya pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat miskin.

KELOMPOK UMUR BENTUK INTERVENSI PELAKU UTAMA

PEMBANGUNAN MANUSIA

FOKUS PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Sumber: Ditjen PMD, 2006.

Gambar 2.3. Fokus Penanggulangan Kemiskinan

0-15 TAHUN

PEMERINTAH

PENGEMBANGAN USAHA MIKRO MELALUI KREDIT USAHA MIKRO LAYAK TANPA AGUNAN DAN

(50)

Guna mewujudkan perbaikan kesejahteraan melalui pengentasan kemiskinan dilakukan kebijakan penganggaran melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN). Tahun 2004, alokasi APBN untuk program pengentasan kemiskinan Rp 18 triliun. Tahun 2005 meningkat menjadi Rp 23 triliun. Tahun 2006 melonjak

lagi menjadi Rp 42 triliun. Tahun 2007, anggaran meningkat menjadi 51 triliun. Dari segi anggaran per jiwa rakyat miskin, meningkat dari Rp 499.000 (2004), Rp 655.000 (2005), Rp 1.080.000 (2006), dan Rp 1.300.000 (2007). Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2008, anggaran untuk mengentaskan kemiskinan akan ditingkatkan lagi menjadi Rp 65 triliun.

Sejak tahun 2007, dana Rp 51 triliun untuk mengentaskan kemiskinan akan dijabarkan dalam 12 program, yaitu bantuan langsung tunai (BLT), beras untuk rakyat miskin, bantuan sekolah/ pendidikan, bantuan kesehatan gratis, pembangunan perumahan rakyat, dan pemberian kredit mikro. Enam program lainnya adalah bantuan untuk petani, bantuan nelayan, peningkatan gaji pegawai, termasuk TNI/Polri, peningkatan kesejahteraan buruh, bantuan penyandang cacat, serta pelayanan publik cepat dan murah untuk rakyat.

(51)

Perubahan orientasi itu akan mengacu pada tiga strategi, yaitu mencapai pertumbuhan

ekonomi menjadi 6,8 persen, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan

kemiskinan. Perubahan mendasar orientasi dalam RKP 2008 merupakan kemajuan

dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam rentang 2004 hingga 2008,

jumlah anggaran untuk mengentaskan kemiskinan meningkat lebih dari tiga kali lipat.

Dengan terus meningkatnya anggaran untuk mengentaskan kemiskinan, seharusnya

rakyat bertambah sejahtera. Tetapi, kenyataan sebaliknya yang tertangkap melalui

data. Berdasarkan data Biro Pusat Statistik, jumlah rakyat miskin justru meningkat

sehingga mengindikasikan ada yang salah. Tahun 2004, jumlah rakyat miskin tercatat

36,1 juta jiwa. Tahun 2005 jumlahnya turun menjadi 35,1 juta jiwa. Akan tetapi,

jumlah rakyat miskin melonjak menjadi 39,05 juta jiwa pada 2006.

2.7. Program Pengembangan Kecamatan (PPK)

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan salah satu upaya

Pemerintah Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

perdesaan, memperkuat institusi lokal, dan meningkatkan kinerja pemerintah daerah.

PPK telah dimulai sejak Indonesia mengalami krisis multidimensi dan perubahan

politik pada 1998. Melihat keberhasilannya, saat ini pemerintah mengadopsi

mekanisme dan skema PPK dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan

(52)

Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat terbesar di Indonesia ini

(terbesar karena cakupan wilayah, serapan dana, kegiatan yang dihasilkan dan jumlah

pemanfaatnya), berada dibawah binaan Direktorat Jenderal Pemberdayaan

Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD), Departemen Dalam Negeri (Depdagri).

Pembiayaan program berasal dari alokasi APBN, dana hibah lembaga/ negara

pemberi bantuan, serta pinjaman dari Bank Dunia (Ditjen PMD, 2007).

PPK menyediakan dana bantuan secara langsung bagi masyarakat (BLM)

sekitar Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar per kecamatan, tergantung dari jumlah

penduduk. PPK memusatkan kegiatannya pada masyarakat perdesaan Indonesia yang

paling miskin. Masyarakat desa kemudian bersama-sama terlibat dalam proses

perencanaan partisipatif dan pengambilan keputusan untuk mengalokasikan sumber

dana tersebut. Hal itu dilakukan atas dasar kebutuhan pembangunan dan prioritas

yang ditentukan bersama dalam sejumlah forum musyawarah (Ditjen PMD, 2007).

Untuk wilayah paska-bencana seperti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

(NAD); Kepulauan Nias, Sumatera Utara; DIY dan Klaten, Jawa Tengah; PPK

melaksanakan program khusus rehabilitasi dengan alokasi dana yang lebih tinggi.

Tujuan PPK dicapai dengan meningkatan kapasitas dan kelembagaan

masyarakat dalam menyelenggarakan pembangunan desa atau antar desa, serta

menyediakan sarana dan prasarana, serta kegiatan sosial dan ekonomi sesuai

(53)

Fase pertama PPK (PPK I) dimulai pada 1998/1999 sampai 2002, fase kedua

(PPK II) dimulai pada 2002 dan berlangsung hingga 2005, sedang fase ketiga (PPK

III) telah dimulai pada awal 2005-2006. Melihat keberhasilan pelaksanaan program

yang mengusung sistem pembangunan bottom up planning ini, Pemerintah Pusat

bertekad untuk melanjutkan upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dalam

skala yang lebih luas, salah satunya dengan menggunakan skema PPK. Upaya itu

diawali dengan peluncuran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM),

per 1 September 2006.

Berangkat dari keberhasilan pelaksanaan PPK, dari PPK I hingga PPK III,

yang telah berlangsung sejak 1998-2006, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk

melanjutkan upaya untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan

pengangguran di tanah air dengan menggunakan mekanisme dan skema PPK. Agenda

besar ini akan dilaksanakan dalam skala lebih besar (baik cakupan lokasi, waktu

pelaksanaan maupun alokasi dananya), yang kemudian dikenal dengan Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).

PNPM pertama kali diperkenalkan Pemerintah Indonesia di Jakarta, pada 1

September 2006. Menurut Menko Kesra Aburizal Bakrie, PNPM merupakan

perluasan dan penyempurnaan dari program pemberdayaan masyarakat yang telah

teruji, seperti PPK. Untuk itu, pemerintah memutuskan PNPM salah satunya akan

(54)

Seluruh kecamatan di Indonesia akan memperoleh program PNPM secara

bertahap, mulai tahun 2007. Tujuan PNPM seperti tersebut di atas, akan ditempuh

dengan cara:

1. Mengembangkan kapasitas masyarakat, terutama Rumah Tangga Miskin

(RTM) dengan penyediaan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi, serta

lapangan kerja.

2. Meningkatkan partisipasi masyarakat miskin dalam pengambilan keputusan

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian kegiatan pembangunan.

3. Mengembangkan kapasitas pemerintahan lokal dalam memfasilitasi

penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.

Dalam pelaksanaannya, PNPM-PPK mengalokasikan BLM melalui skema

pembiayaan bersama (cost sharing) antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

(Pemda). Besarnya cost sharing disesuaikan dengan kapasitas fiskal masing-masing

daerah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 73/ PMK.02/

2006 per 30 Agustus 2006. Untuk itu, dibutuhkan komitmen dan keseriusan Pemda

dan aparat di daerah dalam menjalankannya (Ditjen PMD, 2007).

Dari tahun 1998 sampai 2006, PPK telah menjangkau 34.103 desa termiskin

di Indonesia, yang mencakup lebih dari separuh total desa di seluruh Indonesia (54%

(55)

Tabel 2.1. Cakupan Wilayah PPK (1998 – 2006)

Sumber: Laporan KM-PPK, 2007.

2.7.1. Tahapan PPK

PPK bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui berbagai tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Diseminasi Informasi dan Sosialisasi tentang PPK dilakukan dalam

beberapa cara. Lokakarya yang dilakukan pada tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan dan desa untuk menyebarkan informasi dan mempopulerkan program. Di setiap desa dilengkapi Papan Informasi sebagai salah satu media informasi bagi masyarakat. Kerjasama dengan berbagai pihak terkait penyebaran informasi (media massa, NGO, akademisi, anggota dewan) menjadi bagian dalam kegiatan ini.

2. Proses perencanaan partisipatif di tingkat dusun, desa dan kecamatan.

(56)

jenis kegiatan pembangunan yang ingin didanai. PPK menyediakan tenaga konsultan sosial dan teknis di tingkat kecamatan dan kabupaten untuk membantu sosialisasi, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan.

3. Seleksi proyek di tingkat desa dan kecamatan. Masyarakat melakukan

musyawarah di tingkat desa dan kecamatan untuk memutuskan usulan yang akan didanai. Musyawarah terbuka bagi segenap anggota masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan. Forum antardesa terdiri dari wakil-wakil dari desa yang akan membuat keputusan akhir mengenai proyek yang akan didanai. Pilihan proyek adalah open menu untuk semua investasi produktif, kecuali yang tercantum dalam daftar larangan.

4. Masyarakat melaksanakan proyek mereka. Dalam pertemuan masyarakat

memilih anggotanya untuk menjadi Tim Pengelola Kegiatan (TPK) di desa-desa yang terdanani. Fasilitator Teknik PPK mendampingi TPK dalam mendisain prasarana, penganggaran kegiatan, verifikasi mutu dan supervisi. Para pekerja umumnya berasal dari desa penerima manfaat.

5. Akuntabilitas dan laporan perkembangan. Selama pelaksanaan kegiatan,

(57)

Sumber: Laporan KM-PPK, 2007.

Gambar 2.4. Struktur Manajemen PPK

Keterangan:

MIS : Management Information Specialist SP2R : Spesialis Penanganan Pengaduan Regional DKW : Deputi Koordinator Wilayah

FT : Fasilitator Training

KM-Kab : Konsultan Manajemen Kabupaten

PjOK : Penanggung Jawab Operasional Kegiatan UPK :Unit Pengelola Kegiatan

(58)

Untuk mengelola PPK, Pemerintah Indonesia menunjuk Direktorat Jenderal

Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD) sebagai instansi pelaksana (executing agency). Sementara itu, untuk membantu pengelolaan PPK secara

nasional, dibentuk Tim Koordinasi PPK (TK-PPK) yang terdiri dari Bappenas, Depdagri, Depkeu, dan Dep. Kimpraswil, mulai dari tingkat Nasional, Provinsi,

Kebupaten dan Kecamatan. Di tingkat Kecamatan, Kepala Seksi PMD bertindak sebagai Pimpinan Proyek (Pimpro) PPK lokal atau disebut Penanggung Jawab

Operasional Kegiatan (PJOK).

2.7.2. Pendanaan PPK

Pendanaan PPK bersumber dari gabungan antara pinjaman dari International

Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan International development

Association (IDA), hibah dan dana pendamping dari Pemerintah. Struktur keuangan

PPK sangat menarik bagi Pemerintah. Karena kegiatan PPK ditargetkan untuk mengurangi kemiskinan, maka proyek ini menerima jumlah dana konsesi yang cukup besar melalui IDA. Hampir 50% dari total alokasi IDA untuk, diperuntukkan bagi

PPK II.

Berikut disajikan profil pendanaan PPK yang disarikan dari pencairan

(59)

Tabel 2.2. Jumlah dan Sumber Dana PPK

Bank Dunia Trust Funds/ Hibah

Tahapan

Proyek IBRD IDA

Kontribusi

Pemerintah Belanda Jepang MDFans*

Total

Total 559,4 285,3 91,6 53,9 2,7 105,7 162,3 1.098,6

Sumber: Laporan KM-PPK, 2007

*MDFans: Multidonor for Aceh and North Sumatera MDTF: Multidonor Trust Funds

R2PN: Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias

PPK bekerja di wilayah beresiko tinggi dan sangat penting untuk mempertahankan kontrol yang ketat dan sistem pemantauan untuk memastikan bahwa dana yang disediakan telah dipergunakan dengan sebagaimana mestinya. PPK menerapkan sistem pengawasan sebagai berikut :

a. Pemantauan partisipatif oleh masyarakat – Pemantauan yang paling efektif

(60)

semua informasi yang terkait dengan proyek diumumkan pada papan informasi yang terdapat di desa.

b. Pemantauan oleh Pemerintah – Dana PPK merupakan dana publik, sehingga

pemerintah memiliki kewenangan untuk memastikan bahwa kegiatan PPK telah dilaksanakan sesuai dengan prinsip dan prosedur yang berlaku dan dana tersebut juga telah dimanfaatkan dengan sebaik – baiknya. Semua jajaran pemerintah yang terlibat dalam PPK (DPRD, tim koordinasi provinsi dan kabupaten, Bupati, Camat, PJOK) memiliki tanggung jawab untuk memantau pelaksanaan PPK.

c. Pemantauan oleh konsultan – Pemantauan proyek juga merupakan tanggung

jawab bersama konsultan dan fasilitator PPK. Konsultan di tingkat nasional, regional, kabupaten, kecamatan dan fasilitator desa semuanya berbagi tanggung jawab untuk memantau kegiatan PPK. Para konsultan melakukan kunjungan rutin ke lokasi proyek untuk memberikan pendampingan teknis dan supervisi. d. Mekanisme penanganan pengaduan dan masalah – Masyarakat dapat secara

langsung menyampaikan pertanyaan atau keluhan kepada fasilitator PPK, staff pemerintah, LSM atau mengirimkan keluhannya langsung ke kotak pos khusus. PPK membentuk unit penanganan pengaduan di tingkat pusat dan regional untuk mencatat dan menindaklanjuti pertanyaan dan pengaduan masyarakat. e. Pemantauan Independen oleh Masyarakat Madani – Kelompok masyarakat

(61)

untuk melakukan pemantauan rutin terhadap kegiatan PPK dan melaporkan perkembangan kemajuan proyek setiap bulan. Jurnalis juga diundang untuk memantau dan memberitakan serta menyiarkan berita mengenai temuan – temuan mereka di lapangan.

f. Kajian Keuangan dan Audit – Tiga pihak yang secara rutin melakukan

pemeriksaan dan audit PPK :

1) BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), lembaga audit milik pemerintah. Setiap tahun BPKP mengaudit lima persen sampel kegiatan PPK. Di tahun 2004, BPKP melakukan audit di 22 provinsi, 62 kabupaten, 190 kecamatan dan 593 desa.

2) Unit Pelatihan dan Supervisi Keuangan NMC. PPK mempunyai tujuh orang staf khusus untuk melakukan supervisi dan pelatihan keuangan. Unit ini melakukan pemeriksaan keuangan dan yang terpening adalah memberikan on-the job training bagi Unit Pengelola Keuangan (UPK), Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) dan kelompok pemanfaat pinjaman ekonomi. Audit keuangan yang dilakukan oleh BPKP dan NMC mencakup 30% dari seluruh kecamatan PPK.

(62)

lapangan. Bank Dunia juga mengontrak perusahaan audit independen untuk mengaudit semua proyek Bank Dunia, termasuk PPK.

g. Audit Silang oleh Pelaku PPK di Desa/ Kecamatan - Pelaku PPK yang terdiri dari staf UPK, TPK dan utusan masyarakat melakukan audit silang antardesa dan antarkecamatan. baik antardesa dalam satu kecamatan maupun di kecamatan lain, atau antarkecamatan di satu kabupaten atau kabupaten berbeda dalam satu provinsi. Audit meliputi kegiatan yang dilakukan, pengelolaan keuangan dan pembukuan. Audit silang ini efektif dalam menjaga konsistensi pelaksanaan dan pengawasan kegiatan secara partisipatif oleh masyarakat, serta menjadi media saling bertukar pengalaman antarpelaku PPK.

2.7.3. Indikator Kinerja PPK

Menurut KM-PPK (2007) Program Pengembangan Kecamatan (PPK) merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan di daerah perdesaan. Upaya ini membutuhkan dana yang cukup besar sehingga IBRD/IDA perlu membantu (dalam hal ini memberi pinjaman) untuk mendanai program ini.

Agar program terlaksana sesuai dengan tujuan yang diharapkan, pihak peminjam menetapkan indikator kinerja bagi keberhasilan program seperti yang telah tercantum dalam dokumen “Loan Agreement” IBRD 4627/IDA 3535-IND. Ditetapkan pula tujuan dan hasil pengembangan proyek atau Project Development Objectives (PDO) berdasarkan Dokumen Penilaian Proyek atau Project Appraisal

(63)

Indikator kinerja yang ditentukan untuk PPK adalah:

1. Indikator PDO:

a. Jumlah desa minimum yang berpartisipasi

b. Peningkatan belanja rumahtangga untuk setiap siklus PPK

c. Penyediaan sarana prasarana berkualitas dengan biaya rendah (lebih rendah dari pihak lain dengan kualitas yang sama atau lebih)

d. Jumlah sarana prasarana yang dinilai memuaskan

e. Kemampuan desa untuk melanjutkan perencanaan jangka panjang

f. Kemampuan desa memenuhi standar audit FMS/ Desain (Jumlah desa yang telah mendapat semua jenis pelatihan)

g. Tingkat penyelesaian kasus korupsi

h. Tingkat kenaikan partisipasi aktif masyarakat (Tahunan)

i. Tingkat kenaikan jumlah anggota DPRD yang turut dalam monitoring program

j. Jumlah kecamatan yang telah memiliki pendamping sebelum MAD I k. Tingkat penyelesaian masalah teknis

l. Jumlah desa yang berpartisipasi dalam pelatihan teknis

2. Indikator Intermediet:

a. Jumlah desa dengan usulan proyek

b. Jumlah sarana prasarana umum yang disetujui untuk didanai c. Jumlah sarana prasarana yang selesai dibangun

(64)

e. Keuntungan/ tingkat pengembalian dari sarana prasarana yang dibangun f. Persentase pengembalian SPP/ UEP yang sesuai jadwal

g. Persentase UPK yang mengelola pinjaman bergulir h. Persentase perguliran dana dengan peningkatan modal

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dilaksanakan di Kecamatan STM Hulu dan Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang bertujuan untuk mendorong, meningkatkan, serta menumbuhkan kreatifitas dan aktivitas masyarakat dalam pembangunan desa dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara optimal, sehingga kondisi kemiskinan dapat ditanggulangi secara terpadu, alur pikir penelitian dapat digambarkan pada kerangka konsep penelitian seperti berikut :

Program Pengembangan di Kabupaten Deli Serdang

Penyediaan Sarana Sosial Dasar

Penyediaan Sarana Ekonomi

Penyediaan Lapangan Kerja

Pengentasan Kemiskinan

Penurunan Persentase Jumlah Keluarga Miskin di Kabupaten Deli Serdang

(65)

2.9. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada model penelitian yang dapat disebut sebagai model hipotesis maka, peneliti mengusulkan hipotesis kerja sebagai berikut :

1. Program Pengembangan Kecamatan melalui penyediaan sarana sosial dasar memberikan dampak positif terhadap pengentasan kemiskinan di Kabupaten Deli Serdang, ceteris paribus.

2. Program Pengembangan Kecamatan melalui penyediaan sarana ekonomi memberikan dampak positif terhadap pengentasan kemiskinan Kabupaten Deli Serdang, ceteris paribus.

(66)

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Deli Serdang.

3.2. Jenis dan Sumber Data

1. Data primer berupa data langsung yang dikumpulkan melalui wawancara yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan (kuesioner).

2. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Kepala Desa, LMD, PKK, Kantor Kecamatan, serta Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, serta data yang bersumber dari instansi lain yang mendukung penelitian ini.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh rumah tangga (RT) di Kabupaten Deli Serdang. Sampel diambil 2 kecamatan yaitu: Kecamatan STM Hulu dan Kecamatan Pantai Labu karena kedua kecamatan tersebut merupakan lokasi pelaksanaan PPK di Kabupaten Deli Serdang proyek fase III ( tahun 2005-2006)

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode simple random sampling (Nazir, 1998) sehingga diperoleh sampel yang dapat mewakili

(representatif) seluruh desa di kedua kecamatan tersebut. Dengan perhitungan sampel sebagai berikut :

n ≥ _____ N______ Nd2 +1

(67)

Dengan demikian besarnya sampel setiap kecamatan adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Jumlah Rumah Tangga (RT) di Kecamatan STM Hulu

No Desa Jumlah RT

11 Durian Tinggung 154

12 Rumah Rih 125

13 Sibungan Bunga Hilir 117

14 Gunung Manuppak A 83

Sumber: Kecamatan STM Hulu Dalam Angka, 2006.

Keterangan : Besar sampel RT yang diambil dihitung dengan cara : Jumlah RT / Desa

Jumlah Populasi X Total Sampel RT

(68)

Tabel 3.2. Jumlah Rumah Tangga (RT) sebagai Sampel di Kecamatan STM Hulu

No Desa Jumlah RT Sampel RT

1 Durian Tinggung 154 15

2 Rumah Rih 125 12

3 Tiga Juhar 492 48

4 Tanah Gara Hulu 160 16

Jumlah 931 91

b. Kecamatan Pantai Labu :

3.633

n ≥ = 97,32 digenapkan 98

(3.633) (0,1)2 + 1

n ≥ 98 sampel

Tabel 3.3. Jumlah Rumah Tangga (RT) di Kecamatan Pantai Labu

No Desa Jumlah RT

1 Bagan Serdang 304

2 Binjai Bakung 329

3 Denai Kuala 396

4 Denai Lama 502

5 Denai Sarang Burung 578

6 Durian 930

12 Pematang Biara 672

13 Perkebunan Ramunia 455

14 Ramunia I 166

15 Ramunia II 521

16 Rantau Panjang 520

17 Rugemuk 532

18 Sei Tuan 227

19 Tengah 183

Jumlah 8519

(69)

Desa yang diambil sebagai lokasi sampel adalah desa yang mendapat dana dari Program Pengembangan Kecamatan, yaitu

Tabel 3.4. Jumlah Rumah Tangga (RT) sebagai Sampel di Kecamatan Pantai Labu

No Desa Jumlah RT Sampel RT

1 Binjai Bakung 329 9

2 Denai Kuala 396 11

3 Kelambir 385 10

4 Kubah Sentang 246 7

5 Paluh Sibaji 651 18

6 Pantai Labu Pekan 760 21

7 Pantai Labu Baru 162 4

8 Ramunia II 521 14

9 Tengah 183 5

Jumlah 3633 98

3.5. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer melalui wawancara kepada responden terpilih dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan (questionare). Pertanyaan yang diajukan meliputi karakteristik responden, pelaksanaan program pengembangan kecamatan melalui kegiatan (penyediaan sarana sosial dasar, penyediaan sarana ekonomi, penyediaan lapangan kerja) serta tingkat kemiskinan rumah tangga.

3.6. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah model maximum likelihood. Prinsip maximum likelihood pada intinya adalah mencari sekumpulan parameter yang dapat

(70)

3.7. Model Analisis

Model analisis yang digunakan adalah model logit, dimana fungsi model tersebut adalah sebagai berikut :

1 1

dari fungsi tersebut dispesifikkan kedalam model sebagai berikut: Pi

Log = Z1 = ßo + ß1x1 + ß2 x2 + ß3 x3 + µ

1 – Pi Dimana :

y=1 artinya probabilitas ada pengaruh X terhadap Y Pi = E [Y=y I X1] =

y=0 artinya probabilitas tidak ada pengaruh X terhadap Y

Pi

Log = Z1 = Probabilitas pengaruh semua program tersebut

1 – Pi dalam mengentaskan kemiskinan

(71)

= 1 (apabila penyediaan sarana sosial dasar sesuai dengan rencana program yang ditetapkan)

= 0 (apabila penyediaan sarana sosial dasar tidak sesuai dengan rencana program yang ditetapkan)

X2 = Penyediaan sarana ekonomi.

= 1 (apabila penyediaan sarana ekonomi sesuai dengan rencana program yang ditetapkan)

= 0 (apabila penyediaan sarana ekonomi tidak sesuai dengan rencana program yang ditetapkan)

X3 = Penyediaan lapangan kerja.

= 1 (apabila penyediaan lapangan kerja sesuai dengan rencana program yang ditetapkan)

= 0 (apabila penyediaan lapangan kerja tidak sesuai dengan rencana program yang ditetapkan)

ßo = intercept

ß1, ß2, ß3 = Koefisien Regresi

µ = error term

Selanjutnya, setelah dihitung error term koefisien regresi, harga t hitung dapat diketahui signifikan atau tidaknya koefisien regresi ß1, ß2, dan ß3 dengan kriteria :

(72)

Menurut Pambudhi (2003) dalam regresi logistik ada ketentuan bahwa kalau peluangnya lebih besar dari 50% maka eventnya terjadi (dalam penelitian event adalah pengentasan kemiskinan melalui program pengembangan kecamatan) dan kalau lebih kecil dari 50% eventnya tidak terjadi.

3.8. Uji Signifikan

1. Uji seluruh model

Uji yang digunakan adalah G Test yang diperlukan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, dimana apabila nilai G test < X2 maka H0 ditolak, artinya ada pengaruh program PPK terhadap pengentasan kemiskinan.

2. Uji Wald

Uji signifikansi yang dilakukan terhadap intercept apakah signifikan atau tidak.

3. Uji Model Reduksi

(73)

3.9. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini diberi batasan dan indikator pengukuran sebagai berikut:

1. Program Pengembangan Kecamatan (PPK) adalah upaya pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan, memperkuat institusi lokal.

Pengukuran keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan (PPK diukur dari (penyediaan sarana sosial dasar, penyediaan sarana ekonomi, penyediaan lapangan kerja) dengan menggunakan skala ordinal, dengan kategori sebagai berikut:

a. Berhasil apabila penyediaan sarana sosial dasar, penyediaan sarana ekonomi, penyediaan lapangan kerja sesuai dengan rencana program yang telah ditetapkan (diberi skor 1)

b. Tidak berhasil apabila penyediaan sarana sosial dasar, penyediaan sarana ekonomi, penyediaan lapangan kerja tidak sesuai dengan rencana program yang telah ditetapkan (diberi skor 0)

2. Tingkat kemiskinan adalah jumlah rumah tangga miskin setelah pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan.

(74)

kemiskinan yang diamati dilakukan dengan menggunakan skala pengukuran ordinal, dengan kategori sebagai berikut:

a. Tidak Miskin apabila responden yang miskin sebelum pelaksanaan program PPK menjadi tidak miskin setelah pelaksanaan program PPK (diberi skor 1) b. Tidak Miskin apabila responden miskin sebelum maupun setelah pelaksanaan

program PPK (diberi skor 0)

3. Penyediaan sarana sosial dasar adalah kegiatan penyediaan sarana sosial dasar untuk mengembangkan kapasitas masyarakat terutama rumah tangga miskin yang bersumber dari Program Pengembangan Kecamatan ( berhasil =1, tidak berhasil =0).

4. Penyediaan sarana ekonomi adalah kegiatan penyediaan sarana ekonomi untuk mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat terutama rumah tangga miskin yang bersumber dari Program Pengembangan Kecamatan (berhasil =1, tidak berhasil =0).

(75)

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini difokuskan di 2 (dua) Kecamatan, yaitu Kecamatan STM Hulu dan Kecamatan Pantai Labu karena kedua kecamatan tersebut merupakan lokasi pelaksanaan PPK di Kabupaten Deli Serdang, dengan deskripsi wilayah sebagai berikut

4.1.1. Kecamatan STM Hulu

Luas wilayah Kecamatan STM Hulu adalah 23,338 Ha (223,38 Km2), berada sekitar 350 s/d 600 meter di atas permukaan laut, dengan kondisi 30% datar, 45% berbukit, dan 25% merupakan daerah pegunungan. Secara administratif Kecamatan STM Hulu berbatasan dengan:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan STM Hilir.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Gunung Meriah. - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bangun Purba. - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanah Karo.

Gambar

Gambar 2.1. Perkembangan Persentase Angka Kemiskinan di Indonesia
Gambar 2.2. Paradigma Baru Penanggulangan Kemiskinan
Gambar 2.3. Fokus Penanggulangan Kemiskinan
Tabel 2.1.  Cakupan Wilayah PPK (1998 – 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

RANI YUSTIKA SILALAHI (060309022) dengan judul skripsi “PENGKAJIAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PENERIMA PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) DI DESA

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat petani di Desa Tiga Juhar dengan menggunakan data primer untuk 80 responden yang mewakili seluruh

Evaluasi Dampak Program Pemberdayaan Masyarakat Melalui Penyaluran Kredit Usaha.. Rakyat di Desa Sumber Lesung Kecamatan Ledokombo

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat petani di Desa Tiga Juhar dengan menggunakan data primer untuk 80 responden yang mewakili seluruh

Pencatatan dan Pelaporan yang dilaksanakan di Desa Tanjung Raja Kecamatan STM Hulu Kaupaten Deli Serdang sudah cukup baik, karena semuanya telah menggunakan Aplikasi

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui respon masyarakat terhadap pelaksanaan Program Saving Group oleh Yayasan Fondasi Hidup Indonesia di Desa Sumbul Kecamatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) kondisi kemiskinan di Desa Laut Dendang pada umumnya kondisi bangunan yang tidak layak huni dan rumah yang terdiri dari papan dangan luas

Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan maka didapatkan temuan bahwa rangkaian kegiatan pengembangan kapasitas yang dilaksanakan dalam program