KERAGAAN KOMUNIKASI GABUNGAN KELOMPOK TANI
PENERIMA DANA PROGRAM PENGEMBANGAN
USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN
(Kasus di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis Riau)
SUSY HARTATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keragaan Komunikasi Gabungan Kelompok Tani Penerima Dana Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Kasus di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis Riau) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2011
Recipients of Rural Agribusiness Development Program (Case at Siak Kecil Subdistrict Bengkalis District Riau). Advisory committee of AMIRUDDIN SALEH (as chairman) and BASITA GINTING SUGIHEN (as member).
Rural Agribusiness Development Program (PUAP) is a program that focuses in reducing poverty and also creating a huge accupation in rural area by providing venture capital to support on farm and off farm activities. Farmers’ association (Gapoktan) as an implementer of PUAP has a pivotal function to distribute incentives, venture capital, and also as the managers of all the programs given. From that perspective Gapoktan holds an important role for the success full of this program. Communication process among group members in Gapoktan and interpersonal communication between change agents and the Gapoktan needs to be inquired because it was estimated as one of the important factor that influencing PUAP program. The objectives of this research were: (1) to describe the performance communication of Gapoktan, (2) to describe the characteristic, role and ability of Gapoktan, (3) to analysis the correlation between all variables. This research resulted several important usults, namely: The communication of Gapoktan was good and the communication change agents were not enough until less than not enough. The characteristics were categorized good, role and the ability were not enough, there were a significant correlation between the characteristics with the communication of Gapoktan, between the communication of change agents with the role of Gapoktan and between role with ability of farmers’ association (Gapoktan).
Dana Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Kasus di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis Riau). Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH (Ketua) dan BASITA GINTING SUGIHEN (Anggota).
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) memberikan bantuan modal usaha yang digunakan untuk membiayai kegiatan on farm dan off farm. Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) sebagai pelaksana program PUAP dalam hal penyaluran insentif bantuan modal usaha dan pengelola program secara keseluruhan sehingga peran dan kemampuannya sangat menentukan dalam pelaksanaan dan keberhasilan program. Perkembangan program PUAP terkesan lambat, walaupun sosialisasi program telah dilaksanakan tetetapi pemahaman masyarakat terhadap program PUAP ini masih beragam. Proses komunikasi kelompok antar anggota Gapoktan dan proses komunikasi antar pribadi oleh petugas dengan Gapoktan perlu diteliti yang diduga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan program PUAP tersebut. Tujuan penelitian untuk mengetahui dan menganalisis keragaan komunikasi yang terjadi yang berhubungan dengan peran dan kemampuan Gapoktan penerima dana PUAP di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis. Secara spesifik untuk: mendeskripsikan karakteristik Gapoktan, keragaan komunikasi di Gapoktan, peran dan kemampuan Gapoktan penerima dana PUAP, menganalisis hubungan karakteristik Gapoktan dengan komunikasi Gapoktan, hubungan komunikasi Gapoktan, komunikasi penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT) dengan peran Gapoktan penerima program PUAP dan hubungan peran dengan kemampuan Gapoktan dalam mengimplementasikan program. Peubah penelitian yang diamati terdiri dari karakteristik Gapoktan (X1), komunikasi Gapoktan (X2),
komunikasi penyuluh pendamping (X3) dan komunikasi penyelia mitra tani (X4)
dengan peran Gapoktan (Y1) dan kemampuan Gapoktan (Y2
Penelitian dilakukan di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja, dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2011. Populasi penelitian adalah Gapoktan penerima dana PUAP di Kecamatan Siak Kecil sejak tahun 2008 sampai tahun 2010 berjumlah sebanyak delapan Gapoktan. Jumlah sampel responden sebanyak 121 orang responden berdasarkan rumus Slovin, Teknik penarikan sampel dilakukan secara proportional stratified random sampling. Data yang terkumpul dianalisis dengan statistik deskriptif dan statistik Inferensial menggunakan uji korelasi rank Spearman (bantuan SPSS ver 17.0).
).
tergolong kurang. Kemampuan Gapoktan secara umum kurang memadai, indikator perencanaan kegiatan dan mengelola dana PUAP kurang, tetapi kemampuannya dalam mentaati perjanjian dan monitoring dan evaluasi termasuk kategori baik.
Hubungan antara karakteristik dengan komunikasi Gapoktan dalam aspek interaksi menunjukkan korelasi sangat nyata (p < 0,01). Indikator keeratan berhubungan sangat nyata dengan format komunikasi dan materi pertemuan. Partisipasi anggota berhubungan sangat nyata dengan format komunikasi, dan kepemimpinan berhubungan nyata dengan materi pertemuan.
Hubungan antara komunikasi Gapoktan dalam aspek materi pertemuan menunjukkan korelasi sangat nyata (p < 0,01) dengan peran Gapoktan. Indikator interaksi dan format komunikasi berkorelasi nyata (p < 0,05) dengan peran Gapoktan sebagai fasilitator bantuan modal.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PENERIMA DANA PROGRAM PENGEMBANGAN
USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN
(Kasus di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis Riau)
SUSY HARTATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Mayor Komunikasi Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Riau)
Nama Mahasiswa : Susy Hartati
NRP : I352090101
Mayor : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Disetujui Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS
Anggota
Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA
Diketahui
Koordinator Mayor
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
berkat rahmat dan karunia-Nya maka tesis dengan judul “Keragaan Komunikasi Gabungan Kelompok Tani Penerima Dana Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Kasus di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis Riau)” berhasil diselesaikan.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat bagi mahasiswa dalam rangka menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya, penulis ucapkan kepada:
1. Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS selaku ketua komisi dan Dr. Ir. Basita Ginting, MA selaku anggota komisi pembimbing yang senantiasa membimbing, mengarahkan, memberikan saran dan masukan kepada penulis demi perbaikan dan kesempurnaan tulisan ini.
2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis sebagai Koordinator Mayor KMP dan Prof (Ris) Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis, beserta seluruh staf pengajar serta sekretariat KMP yang telah memberikan materi dan ilmunya selama penulis melaksanakan tugas belajar di IPB ini.
3. Bupati Bengkalis lewat Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bengkalis yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk dapat melanjutkan pendidikan S2 di IPB.
4. Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian Kabupaten Bengkalis beserta seluruh staf pegawainya dimana penulis selama ini mengabdi juga buat rekan-rekan PPL dan PMT Kabupaten Bengkalis serta seluruh anggota dan pengurus Gapoktan di Kecamatan Siak Kecil.
5. Keempat Orang tua penulis tercinta yaitu ibunda Suhartini dan ayahanda Syamsi Cokro serta bunda mertuaku Nurelan Siregar dan ayah mertua Mahyuddin Hasyim Hrp atas segala do’a dan restunya selama ini.
6. Suami tercinta Kakanda Abdul Vattaah Ali Hasyim Hrp SP, MH atas kasih sayang, pengertian, inspirasi, dukungan dan kepercayaan yang telah diberikan serta buat ananda tersayang Atiqah Nurul Vattaah dan Khoiriyah Rizki Vattaah yang selalu memberikan semangat dan kekuatan kepada bunda.
7. Seluruh rekan mahasiswa KMP yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala dukungannya untuk terus maju dan kepada seluruh pihak yang terkait, penulis ucapkan terimakasih
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Desember 1975 dari ayah Syamsi Cokro BA dan ibu Suhartini. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Tahun 1994 penulis lulus dari SMA Cendana Rumbai dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan S1 di Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Riau. Kesempatan melanjutkan studi S2 pada tahun 2009 di Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (KMP) Sekolah Pascasarjana IPB sebagai mahasiswa tugas belajar dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkalis Riau.
xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang Penelitian ... 1
Perumusan Masalah ... 4
Komunikasi antarpribadi ... 17
Karakteristik Kelompok ... 21
Gabungan Kelompok Tani ... 28
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 33
Kerangka Pemikiran ... 33
Hipotesis Penelitian ... 36
METODE PENELITIAN ... 37
Desain Penelitian ... 37
Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
Populasi dan Sampel ... 37
Data dan Instrumentasi ... 38
Definisi Operasional ... 39
Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi ... 45
Pengumpulan dan Analisis Data ... 46
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47
Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47
Diskripsi Gapoktan Kecamatan Siak Kecil ... 48
Komunikasi Gapoktan Siak Kecil ... 58
Komunikasi Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani ... 60
Karakteristik Gabungan Kelompok Tani Siak Kecil ... 64
Peran Gapoktan ... 69
Kemampuan Gapoktan ... 71
xii
KESIMPULAN DAN SARAN ... 81
Kesimpulan ... 81
Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
1. Populasi Gapoktan penerima dan PUAP di Kecamatan Siak Kecil ... 37
2. Distribusi sampel responden Gapoktan penerima dana PUAP Kecamatan Siak Kecil ... 38
3. Koefisien uji reliabilitas belah dua pada setiap peubah penelitian ... 46
4. Sebaran luas dan hasil tanaman pangan dan perkebunan Kecamatan Siak Kecil ... 47
5. Populasi ternak Kecamatan Siak Kecil ... 48
6. Rataan skor komunikasi Gapoktan Kecamatan Siak Kecil ... 59
7. Rataan skor komunikasi penyuluh pendamping dan PMT pada Gapoktan Kecamatan Siak Kecil ... 61
8. Rataan skor karakteristik Gapoktan Kecamatan Siak Kecil ... 64
9. Rataan skor peran Gapoktan Kecamatan Siak Kecil ... 69
10.Rataan skor kemampuan Gapoktan Kecamatan Siak Kecil ... 71
11.Hubungan karakteristik Gapoktan dengan komunikasi Gapoktan Kecamatan Siak Kecil ... 73
12.Hubungan komunikasi Gapoktan, penyuluh pendamping dan PMT dengan peran Gapoktan Kecamatan Siak Kecil ... 77
1. Beberapa format komunikasi kelompok kecil ... 16
2. Kerangka pemikiran keragaan komunikasi Gapoktan penerima dana
1. Gabungan kelompok tani penerima dana PUAP Kabupaten
Bengkalis ... 89
2. Kuesioner penelitian ... 91
3. Pedoman wawancara mendalam untuk pengurus inti gapoktan
Kecamatan Siak Kecil ... 105
4. Distribusi data primer ... 107
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Indonesia merupakan negara agraris dan maritim yang terlihat dengan
luasnya sumberdaya untuk mengembangkan kegiatan pertanian dan perikanan
sehingga mayoritas penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya pada kegiatan
tersebut. Berdasarkan data BPS (2010) bahwa jumlah penduduk miskin tercatat
pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta jiwa (13,33 persen) dari jumlah tersebut
sekitar 19,93 juta jiwa (64,23 persen) berada di perdesaan dengan mata
pencaharian utama di sektor pertanian. Pada umumnya petani di perdesaan berada
pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar
(Kementan 2010a). Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional
yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama
dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial karena dapat menimbulkan
ketimpangan dalam masyarakat dan merupakan tantangan dalam mewujudkan
masyarakat yang sejahtera.
Masyarakat miskin pada umumnya kurang mempunyai kemampuan dalam
berusaha dan memiliki akses yang terbatas terhadap peluang-peluang yang ada
seperti kurangnya akses kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta
organisasi tani yang masih lemah. Oleh karena itu pembangunan ekonomi
nasional berbasis pertanian dan perdesaan secara langsung maupun tidak langsung
dapat berdampak pada pengurangan penduduk miskin. Selama ini pembangunan
pertanian secara luas lebih terfokus pada produksi namun sekarang mulai beralih
pada sistem dan usaha agribisnis yang berorentasi pada kelompok.
Pemerintah telah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat Mandiri (PNPM-M). Salah satu kegiatan dari PNPM-M di
Kementerian Pertanian adalah kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP) yang telah dilaksanakan sejak tahun 2008 dalam rangka
menanggulangi kemiskinan dan pengangguran di desa-desa yang basis
pertaniannya cukup tinggi, program ini dimaksudkan untuk para petani miskin
yang belum tersentuh oleh modal perbankan sementara mereka memiliki usaha
pertanian yang produktif dan dilakukan secara partisipatif, dengan memberikan
Peraturan Menteri Pertanian No: 273/Kpts/OT.160/4/2007 pada Lampiran
1, menerangkan bahwa pengembangan kelompok tani diarahkan pada peningkatan
kemampuan setiap kelompok tani dalam menjalankan fungsinya, peningkatan
kemampuan para anggota dalam mengembangkan agribisnis, penguatan kelompok
tani menjadi organisasi petani yang kuat dan mandiri. Kelompok tani yang
berkembang bergabung ke dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan) (Deptan
2007).
Gapoktan merupakan kelembagaan tani sebagai pelaksana PUAP dalam
hal penyaluran insentif bantuan modal usaha bagi petani/peternak serta
pengelolaan program secara keseluruhan. Gapoktan PUAP adalah kumpulan
beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan
skala ekonomi dan efisiensi usaha. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam
pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan
Penyelia Mitra Tani (PMT) (Kementan 2010a). Peran dan kemampuan Gapoktan
sangat menentukan dalam keberhasilan implementasi program ini. Namun, hal ini
tak lepas dari komunikasi yang terjadi di dalam Gapoktan tersebut baik
komunikasi yang terjadi antara sesama anggota Gapoktan maupun dengan pihak
lain seperti penyuluh pendamping maupun PMT.
Kelompok yang ideal adalah kelompok yang dapat menjalankan fungsinya
sebagai sebuah kelompok yang utuh, di mana pola hubungan antar pribadi yang
berlaku di dalam kelompok sudah tercipta dengan baik. Iklim komunikasi yang
penuh persaudaraan, mendorong para anggota Gapoktan PUAP bisa
berkomunikasi secara terbuka, rileks, ramah-tamah dengan anggota lainnya
maupun dengan orang luar.
Pada kegiatan penyuluhan, komunikasi memegang peranan sentral.
Kegiatan penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan non formal yang bertujuan
merubah perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik. Di dalam suatu proses
pendidikan dibutuhkan komunikasi yang efektif, agar masyarakat dapat diajak,
dibimbing, diarahkan sehingga menjadi masyarakat yang mau dan mampu secara
aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga dapat menjadi masyarakat yang
mandiri dalam menentukan masa depannya sendiri. Namun demikian, kegiatan
tidak terdapat interaksi dinamis dan harmonis antara masyarakat dengan
penyuluh. Interaksi yang dinamis dan harmonis akan terjadi apabila di antara
masyarakat dan penyuluh atau PMT telah ada rasa saling percaya dan
keterbukaan.
Selain komunikasi yang dilakukan oleh pihak pendamping, hal ini juga
dapat dipengaruhi oleh karakteristik kelompok pembentuk Gapoktan itu sendiri
dalam berinteraksi sehingga Gapoktan PUAP diharapkan dapat menjadi suatu
kelembagaan ekonomi milik petani yang memiliki kemampuan dan mandiri,
dengan demikian mereka diharapkan dapat tumbuh dan berkembang menjadi
petani yang mampu berswadaya dan berswadana dalam upaya meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan keluarganya.
Kabupaten Bengkalis adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi
Riau yang menurut data BPS Kabupaten Bengkalis (2010) memiliki luas wilayah
sekitar 7.773,93 kilometer persegi. Kabupaten Bengkalis terdiri dari pulau-pulau
dan lautan dengan jumlah kecamatan sebanyak delapan kecamatan yang terdiri
dari 102 desa atau kelurahan. Program PUAP masuk ke Kabupaten Bengkalis
sejak tahun 2008 dan berlanjut sampai tahun 2010 di bawah program binaan
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian (BKP-PP) Kabupaten
Bengkalis.
Berdasarkan data yang diperoleh, PUAP telah memberikan bantuan modal
kepada 13 desa/Gapoktan pada tahun 2008 (BKP-PP Kab. Bengkalis 2008).
Tahun 2009 bantuan diberikan kepada sembilan desa/Gapoktan (BKP-PP Kab.
Bengkalis 2009; Kementan 2009). Khusus untuk tahun 2010, penetapan alokasi
desa/Gapoktan penerima dana dilakukan secara bertahap di mana pada tahap I
diberikan untuk sembilan desa/Gapoktan (Kementan 2010b), tetapi yang dapat
direalisasi hanya lima desa/Gapoktan, empat lainnya dibatalkan. Hal ini
diakibatkan adanya satu Gapoktan fiktif dan tiga Gapoktan lainnya
kepengurusannya merupakan perangkat desa. Tahap II bantuan diberikan kepada
sembilan desa/Gapoktan (Kementan 2010c), namun yang dapat direalisasikan
hanya tujuh desa/Gapoktan, dua Gapoktan lainnya dibatalkan karena
kepengurusannya adalah perangkat desa dan tahap III bantuan diberikan untuk
tahun 2010 sebanyak 13 desa dan Gapoktan. Total keseluruhan desa dan
Gapoktan penerimaan dana PUAP sejak tahun 2008 sampai tahun 2010 sebanyak
35 desa/Gapoktan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Dana yang diberikan sebesar Rp. 100 juta per desa atau per Gapoktan
dilakukan secara bergulir adalah sebagai dana stimulan untuk Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan. Dana tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan
produktif budidaya (on farm) dan kegiatan non budidaya (off farm) yang terkait
dengan komoditas pertanian, meliputi jenis usaha peternakan, tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan industri rumah tangga, namun sebagian besar bidang
usahatani Gapoktan Kabupaten Bengkalis didominasi oleh peternakan dan
tanaman pangan.
Permasalahan yang dijumpai di lapangan adalah bahwa dana yang
dipinjamkan perkembangan pengembaliannya sangat lambat sehingga
perputarannya menjadi terhambat. Hal ini dapat mengakibatkan perkembangan
program PUAP di Kabupaten Bengkalis menjadi lambat berkembang. Walaupun
sosialisasi program telah dilaksanakan tetapi pemahaman masyarakat terhadap
program PUAP ini masih beragam. Lambatnya perkembangan program ini bisa
dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya adalah berasal dari dalam Gapoktan
itu sendiri dan komunikasi penyuluhan yang dilakukan oleh petugas dalam rangka
pembinaan sehingga perlu diteliti keragaan komunikasi pada Gapoktan yang
diduga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan program
PUAP tersebut.
Perumusan Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial dan cenderung hidup berkelompok,
komunikasi merupakan dasar semua interaksi manusia dan untuk semua fungsi
kelompok. Pada dasarnya manusia tidak dapat dipisahkan dari suatu kelompok,
banyak faktor yang menyebabkan kita termotivasi untuk masuk ke dalam
kelompok tertentu. Biasanya kelompok terbentuk atas dasar kesamaan tertentu,
khususnya kebutuhan akan keamanan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri.
Dengan kelompok kita dapat saling berbagi informasi, pengalaman dan
Gapoktan merupakan sasaran kelembagaan tani pelaksana program PUAP
dalam menyalurkan bantuan modal dan sebagai lembaga ekonomi petani terdiri
dari beberapa kelompok tani yang memiliki berbagai karakteristik tertentu,
sehingga komunikasi yang efektif sangat diperlukan. Komunikasi yang efektif
adalah penting bagi kehidupan berkelompok, baik komunikasi yang terjadi di
dalam kelompok itu sendiri maupun komunikasi yang terjalin dengan pihak luar
seperti komunikasi dengan petugas yaitu penyuluh pendamping dan PMT.
Terciptanya komunikasi kelompok yang baik, diharapkan Gapoktan akan
berkembang menjadi suatu asosiasi kelompok milik petani yang mandiri. Oleh
karena itu keragaan komunikasi kelompok yang terjadi di dalam Gapoktan
penerima program PUAP ingin dilihat karena peran dan kemampuan Gapoktan
sangat menentukan akan keberhasilan dan keberlanjutan program ini.
Siak Kecil adalah salah satu kecamatan penerima dana PUAP di
Kabupaten Bengkalis sejak tahun 2008 sampai tahun 2010 dengan jumlah
Gapoktan penerima bantuan sebanyak delapan Gapoktan yang meliputi bidang
usaha peternakan dan tanaman pangan.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini ingin melihat keragaan komunikasi
yang terjadi di dalam Gapoktan yang dapat mempengaruhi peran dan kemampuan
Gapoktan dalam mengimplementasikan program PUAP di Kecamatan Siak Kecil,
sehingga permasalahan yang menarik untuk diteliti adalah:
1. Seperti apakah keragaan komunikasi di Gapoktan penerima dana PUAP di
Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis?
2. Seperti apakah karakteristik, peran dan kemampuan Gapoktan penerima dana
PUAP di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis?
3. Sejauh mana hubungan faktor-faktor peubah yang diteliti pada Gapoktan
penerima dana PUAP di Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis?
Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan
utama penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis keragaan
komunikasi yang terjadi yang berhubungan dengan peran dan kemampuan
Secara terperinci untuk mendukung tujuan utama tersebut disusun secara
spesifik tujuan-tujuan penelitian yang hendak dicarikan jawabannya, yaitu untuk:
1. Mendeskripsikan keragaan komunikasi di Gapoktan penerima dana PUAP.
2. Mendeskripsikan karakteristik, peran dan kemampuan Gapoktan penerima
dana PUAP.
3. Menganalisis hubungan antar faktor-faktor peubah penelitian yang diteliti pada
Gapoktan penerima dana PUAP.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna dan memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Bahan masukan berupa informasi bagi instansi terkait untuk merumuskan
kebijakan program PUAP ke depan terutama dalam mengatasi permasalahan
komunikasi di Gapoktan.
2. Bahan informasi praktis dalam pelaksanaan program PUAP di lapangan bagi
instansi penyelenggara PUAP.
3. Upaya pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu komunikasi
TINJAUAN PUSTAKA
Program PUAP
Kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program pembangunannya
dengan menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berasas
pro-growth, pro-employment dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur
tersebut dirancang melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5 persen
pertahun melalui percepatan investasi dan eksport, pembenahan sektor riil untuk
mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru
dan revitalisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada
pengentasan kemiskinan. Kemiskinan merupakan cermin entitas sosial dan
ekonomi mayoritas penduduk di perdesaan, yang terkait erat dengan ketimpangan,
yang sebagian besar terjadi akibat bekerjanya sistem kapitalisme yang
mengkooptasi perdesaan Indonesia sejak masa kolonisme (Elizabeth 2007).
Salah satu program kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka
pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan dan mewujudkan kesejahteraan petani
di perdesaan adalah program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).
Kementan (2010a) menerangkan bahwa Program PUAP merupakan program
Bantuan Langsung Mayarakat (BLM) merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal
usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani
maupun rumah tangga tani. Dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan
kementerian pertanian maupun kementerian atau lembaga lain di bawah payung
program PNPM Mandiri. Dana tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan
produktif budidaya (on farm) seperti tanaman pangan, hortikultura, peternakan
dan perkebunan, serta kegiatan non budidaya (off farm) yang terkait dengan
komoditas pertanian yaitu industri rumah tangga pertanian, pemasaran hasil
pertanian (bakulan, dll) dan usaha lain berbasis pertanian.
Kementan (2010a) menjelaskan gabungan kelompok tani (Gapoktan)
merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal
usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan
PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan penyelia
mitra tani. Gapoktan PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi
1. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan
pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi
wilayah;
2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan,
penyuluh dan penyelia mitra tani;
3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaaan untuk
mengembangkan kegiatan usaha agribisnis; dan
4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra
lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.
Sedangkan sasaran yang hendak dicapai ialah:
1. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin/tertinggal sesuai
dengan potensi pertanian desa;
2. Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh
petani;
3. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani/peternak
(pemilik/penggarap) skala kecil, buruh tani; dan
4. Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian,
mingguan, maupun musiman.
Adapun ruang lingkup kegiatan PUAP meliputi:
1. Identifikasi dan verifikasi desa calon lokasi serta Gapoktan penerima
BLM-PUAP;
2. Identifikasi dan verifikasi dan penetapan desa dan Gapoktan penerima
BLM-PUAP;
3. Pelatihan bagi fasilitator, penyuluh pendamping, pengurus Gapoktan;
4. Rekrutmen dan pelatihan bagi PMT;
5. Sosialisasi dan koordinasi kegiatan PUAP;
6. Pendampingan;
7. Penyaluran bantuan langsung masyarakat;
8. Pembinaan dan pengendalian;
9. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Program PUAP memiliki indikator keberhasilan output dan outcome,
1. Tersalurkannya BLM–PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani
miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian; dan
2. Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumberdaya
manusia pengelola Gapoktan, penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani.
Sedangkan indikator keberhasilan outcome antara lain:
1. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola
bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap,
buruh tani maupun rumah tangga petani;
2. Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga petani yang
mendapatkan bantuan modal usaha;
3. Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir) di perdesaan;
4. Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan
rumah tangga petani dalam berusahatani sesuai dengan potensi daerah.
Indikator benefit dan impact antara lain:
1. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga petani di
lokasi desa PUAP;
2. Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola
oleh petani; dan
3. Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan
(Kementan 2010a)
Keragaan Komunikasi
Kata “komunikasi” berasal dari bahasa latin, communis yang berarti
membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau
lebih. Akar katanya communis adalah communico yang artinya berbagi. Dalam hal
ini, yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui pertukaran pesan.
Komunikasi sebagai kata kerja (verb) dalam bahasa inggrisnya communicate,
berarti: bertukar pikiran, perasaan dan informasi; membuat tahu; membuat sama;
dan untuk mempunyai sebuah hubungan yang simpatik; sedangkan dalam kata
benda (noun), communication, berarti: pertukaran simbol-simbol, pesan yang
sama dan informasi; proses pertukaran di antara individu melalui simbol-simbol
yang sama; seni untuk mengekspresikan gagasan-gagasan; dan ilmu pengetahuan
Komunikasi (communication) menurut West dan Turner (2009) adalah
proses sosial di mana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk
menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Effendy
(2006) lebih lanjut memaparkan bahwa proses komunikasi pada hakekatnya
adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator)
kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan
lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian,
keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya
yang timbul dari lubuk hati.
Muhammad (2009) mengatakan komunikasi adalah pertukaran pesan
verbal maupun nonverbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk
mengubah tingkah laku. Komunikasi yang disampaikan secara komunikatif dapat
merubah sikap, perilaku, pendapat/pandangan dan kehidupan sosial seseorang.
Hal ini dimungkinkan karena kegiatan komunikasi bukan hanya sekedar membuat
orang lain mengerti (informative) akan tetapi juga dimaksud agar orang lain
bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, ajakan, perbuatan atau kegiatan
(persuasive) seperti pendapat Effendy (2006) bahwa kegiatan komunikasi bukan
hanya sebatas informatif yakni orang lain mengerti dan tahu tetapi juga persuatif
yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan
suatu perbuatan atau kegiatan.
Mulyana (2008) mengutip pendapat Wenburg dan Wilmot juga Sereno dan
Bodaken yang menyatakan terdapat tiga kerangka pemahaman mengenai
komunikasi yakni komunikasi sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai
interaksi dan komunikasi sebagai transaksi. DeVito (1997) mengatakan bahwa
komunikasi mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih yang mengirim dan
menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi konteks tertentu,
mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik.
Berdasarkan konseptualisasi ini, komunikasi pada dasarnya adalah suatu
proses yang dinamis yang secara berkesinambungan mengubah pihak-pihak yang
berkomunikasi. Menurut pandangan ini maka orang-orang yang berkomunikasi
dianggap sebagai komunikator yang secara aktif mengirimkan dan menafsirkan
Keragaan komunikasi adalah merupakan bentuk komunikasi yang
dilakukan oleh manusia. Adapun bentuk komunikasi menurut Effendy (2006)
adalah:
a. Komunikasi Persona (Personal Communication)
1. Komunikasi intrapersona (intrapersonal communication)
2. Komunikasi antarpersona (interpersonal communication)
b. Komunikasi Kelompok (Group Communication)
1. Komunikasi kelompok kecil (small group communication)
2. Komunikasi kelompok besar (large group communication/public
speaking)
c. Komunikasi Massa (Mass Communication)
Pers, radio, televisi dll
d. Komunikasi Medio (Medio Communication)
Surat, telepon, pamphlet, poster dll
DeVito (1997) membagi bidang komunikasi antar manusia menjadi:
a. Intrapribadi, yaitu komunikasi dengan diri sendiri yang tujuan lazimnya adalah
berpikir, melakukan penalaran, menganalisis dan merenung.
b. Antarpribadi, yaitu komunikasi antara dua orang yang tujuan lazimnya adalah
mengenal, berhubungan, mempengaruhi, bermain dan membantu.
c. Kelompok kecil, yaitu komunikasi dalam sekelompok kecil orang yang tujuan
lazimnya adalah berbagi informasi, mengembangkan gagasan, memecahkan
masalah dan membantu.
d. Organisasi, yaitu komunikasi dalam suatu organisasi formal yang tujuan
lazimnya adalah meningkatkan produktivitas, membangkitkan semangat kerja,
member informasi dan menyakinkan.
e. Publik (terbuka), yaitu komunikasi dari pembicara kepada khalayak yang
tujuan lazimnya adalah memberi informasi, meyakinkan dan menghibur.
f. Antarbudaya, yaitu komunikasi antara orang dari budaya yang berbeda yang
tujuan lazimnya adalah mengenal, berhubungan, mempengaruhi, bermain dan
membantu.
g. Massa, yaitu komunikasi yang diarahkan kepada khalayak yang sangat luas,
menghibur, meyakinkan (mengukuhkan, mengubah, mengaktifkan),
memberikan informasi, mengukuhkan status, membius dan menciptakan rasa
persatuan.
Diperkuat oleh Vardiansyah (2004) komunikasi selalu muncul dalam
konteks, yakni dalam suatu setting atau situasi tertentu. Secara teoritis, konteks
komunikasi dapat dibagi dengan berbagai cara, tergantung kategori yang kita
gunakan. Konteks komunikasi (lingkungan di mana komunikasi terjadi) menurut
West dan Turner (2009) ada tujuh yaitu:
a. Komunikasi intrapersonal yaitu komunikasi dengan diri sendiri.
b. Komunikasi antarpersonal yaitu komunikasi antara dua orang yang berhadapan
langsung.
c. Komunikasi kelompok kecil yaitu komunikasi dengan sekelompok orang.
d. Komunikasi organisasi yaitu komunikasi dalam lingkungan yang besar dan
luas.
e. Komunikasi publik/retorika yaitu komunikasi kepada pendengar dalam jumlah
besar.
f. Komunikasi massa yaitu komunikasi kepada pendengar/penonton dalam
jumlah besar melalui media.
g. Komunikasi lintas budaya yaitu komunikasi antara orang-orang dengan latar
belakang budaya yang berbeda.
Keragaan komunikasi pada Gapoktan dalam penelitian ini dilihat dari
komunikasi antara sesama anggota Gapoktan yang terwujud dalam bentuk
komunikasi kelompok, sedangkan komunikasi yang dilakukan oleh petugas PUAP
yaitu komunikasi penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani dalam bentuk
komunikasi antarpribadi.
Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi antara seseorang dengan
sekelompok orang bisa kelompok kecil atau bisa juga besar dalam situasi tatap
muka (Effendy 2006). Diperkuat oleh Saleh (2010) yang mengatakan bahwa
komunikasi kelompok adalah komunikasi antara seorang dengan orang-orang lain
kesempatan bagi setiap orang dalam kelompok untuk memberikan tanggapan
secara verbal.
Komunikasi yang berlangsung dengan jumlah orang sedikit disebut
komunikasi kelompok kecil (small group communication), sedangkan apabila
jumlah orang yang berkomunikasi banyak dinamakan komunikasi kelompok besar
(large group communication). Vardiansyah (2004) mengatakan bahwa apabila
jumlah pelaku komunikasi lebih dari tiga orang, cenderung dianggap komunikasi
kelompok kecil atau lazim disebut komunikasi kelompok saja sedangkan
komunikasi kelompok besar biasa disebut sebagai komunikasi publik.
Pada komunikasi kelompok kecil, komunikator menunjukkan pesannya
kepada kognisi (pikiran) komunikan dan prosesnya berlangsung secara dialogis,
dimana komunikan dapat menanggapi uraian komunikator, bisa bertanya dan
dapat menyanggah. Robert F. Bales mengatakan kelompok kecil yang dikutip
Saleh (2010) adalah sebagai sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu
sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka, dimana setiap anggota
kelompok mendapat kesan atau peningkatan antara satu sama lainnya yang cukup
jelas sehingga anggota-anggota kelompok, baik pada saat timbulnya pertanyaan
maupun sesudahnya, dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sebagai
perorangan. Muhammad (2009) juga mengatakan bahwa komunikasi kelompok
kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain,
memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa
tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka.
Komunikasi besar adalah kelompok komunikasi yang karena jumlahnya
yang banyak, dalam suatu situasi komunikasi hampir tidak terdapat kesempatan
untuk memberikan tanggapan secara verbal sehingga memiliki kemungkinan yang
kecil sekali bagi komunikator untuk berdialog dengan komunikan.
Robbins (2002) menjelaskan bahwa komunikasi berfungsi mengendalikan
perilaku anggotanya, memelihara motivasi dengan memberikan penjelasan
tentang apa yang harus dilakukan, sebagai jalan untuk menyatakan emosi perasaan
dan pemenuhan kebutuhan sosial dan komunikasi memberikan informasi bagi
perseorangan atau kelompok untuk membuat keputusan menyertakan data untuk
mempunyai empat fungsi utama dalam sebuah kelompok yaitu fungsi kendali,
motivasi, pernyataan emosi dan informasi.
Littlejohn dan Foss (2009) mengatakan bahwa kelompok dan organisasi
diciptakan melalui interaksi selain itu Sendjaja (2007) menambahkan bahwa
komunikasi kelompok selain menfokuskan pada interaksi antara orang-orang
dalam kelompok-kelompok kecil, komunikasi kelompok juga melibatkan
komunikasi antarpribadi.
Pada dasarnya kelompok itu lahir dari suatu kondisi sosial tertentu yang
menimbulkan motivasi bagi beberapa orang yang mempunyai kesamaan identitas
untuk berinteraksi dan melakukan sesuatu untuk kepentingan mereka bersama
dalam rangka usaha untuk mewujudkan harapan, tujuan atau kehendak bersama.
Interaksi
Teori komunikasi yang masuk dalam kelompok teori interaksi memandang
kehidupan sosial sebagai suatu proses interaksi, komunikasi merupakan bentuk
interaksi. Komunikasi adalah kendaraan atau alat yang digunakan untuk
bertingkah laku dan untuk memahami serta memberi makna terhadap segala
sesuatu di sekitar kita (Morissan dan Wardhany 2009).
Goldberg dan Larson (2006) bahwa interaksi adalah komunikasi
antarpribadi, interaksi mencakup penyampaian maksud dari pemikiran seorang
pemikir ke orang yang lain baik secara sengaja maupun tidak. Proses komunikasi
terjadi manakala manusia berinteraksi dalam aktivitas komunikasi, menyampaikan
pesan guna mewujudkan motif komunikasi (Vardiansyah 2004). Mulyana (2008)
menjelaskan bahwa komunikasi sebagai interaksi mensetarakan komunikasi
dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian yang
memiliki respons atau umpan-balik.
Berinteraksi membutuhkan kontak satu sama lain dan juga komunikasi
antarorang yang melakukan kontak (Suharman 2010). Menurut van den Ban dan
Hawkins (1999), interaksi merupakan proses saling mempengaruhi dan bersifat
timbal-balik dari suatu tindakan berbagai individu atau kelompok tani, biasanya
digabungkan dengan komunikasi. Interaksi sosial dapat berupa interaksi
timbal-balik atau satu arah (kerjasama) dan perselisihan. Bungin (2009) mengatakan
lainnya, intensitas hubungan di antara mereka merupakan persyaratan utama yang
dilakukan oleh orang-orang dalam kelompok tersebut.
Interaksi sosial adalah titik awal berlangsungnya suatu peristiwa sosial
merupakan merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan antara perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara
orang-perorangan dengan kelompok manusia. Kata sosial menyatakan bahwa
lebih dari seorang yang terlibat dan interaksi berarti bahwa terjadi saling
mempengaruhi satu sama lain. (Gillin dan Gillin 1954 dalam Sumarti 2003).
Adapun bentuk interaksi sosial tersebut menurut Soekanto (2007) dapat berupa
kerjasama (cooperation), persaingan (competition) dan bahkan juga berbentuk
pertentangan atau pertikaian (conflict). Fisher berpendapat bahwa sebuah interaksi
adalah tindakan dari seseorang yang diikuti dengan tindakan yang lainnya
(Littlejohn dan Foss 2009).
Wiyati (2004) dalam penelitiannya menemukan bahwa semakin tinggi
intensitas interaksi kelompok semakin tinggi petani penghijauan di sub DAS
Citarik melakukan kegiatan teknik sipil dan organisasi.
Format Komunikasi Kelompok
DeVito (1997) menerangkan bahwa kelompok kecil melaksanakan
kegiatannya dengan berbagai format. Format yang paling popular adalah panel
atau meja bundar, seminar, simposium dan simposium forum.
a. Panel atau meja bundar, anggota kelompok mengatur diri mereka sendiri
dalam pola melingkar atau semi melingkar. Mereka berbagi informasi atau
memecahkan permasalahan tanpa pengaturan siapa dan kapan mereka
berbicara.
b. Seminar, anggota kelompok adalah para pakar dan berpartisipasi dalam format
panel atau meja bundar. Perbedaannya adalah dalam seminar terdapat peserta
yang anggotanya diminta untuk berkontribusi. Mereka ini bisa diminta untuk
mengajukan pertanyaan atau memberikan beberapa umpan balik. Modifikasi
lain dari seminar adalah format seminar dua panel, yang terdiri dari panel
pakar dan panel awam. Panel awam mendiskusikan topik, tetapi jika mereka
meminta bantuan kepada anggota panel pakar untuk memberikan informasi
yang dibutuhkan.
c. Simposium, setiap anggota menyajikan presentasi yang telah disiapkan, seperti
halnya pidato di depan umum. Semua pembicara menilik dari aspek yang
berbeda mengenai satu topik. Dalam simposium, pemimpin akan
memperkenalkan para pembicara, mengatur alur dari satu pembicara ke
pembicara lain, dan bisa juga menyampaikan ringkasannya secara berkala.
d. Simposium Forum, terdiri dari dua bagian: simposium, dengan pembicara
yang sudah disiapkan dan forum, yang mempersilakan para hadirin untuk
mengajukan pertanyaan dan dijawab oleh pembicara. Pimpinan akan
memperkenalkan para pembicara dan menjadi moderator dalam acara
tanya-jawab.
Panel atau Meja Bundar
Seminar
Simposium
Simposium-forum
Effendy (2006) juga mengatakan bahwa bentuk-bentuk komunikasi
kelompok kecil antara lain: seminar, kuliah, ceramah, briffing, lokakarya, diskusi
forum atau simposium. Adapun bentuk dari komunikasi kelompok besar seperti
rapat raksasa.
Materi Pertemuan
Menurut Lestari dkk (2001) materi adalah isi atau topik pengajaran yang
bermanfaat bagi pembelajar. Materi tersebut harus: a) sesuai dengan kebutuhan
pembelajar; b) dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; c) tersusun dengan
baik, logis dan jelas; d) konsisten dengan tujuan keseluruhan; e) menantang,
menyenangkan dan penting bagi pembelajar.
Komunikasi Antarpribadi
DeVito (1997) menjelaskan bahwa definisi komunikasi antarpribadi dibagi
atas tiga ancangan utama yaitu:
a. Definisi berdasarkan komponen, menjelaskan komunikasi antarpribadi dengan
mengamati komponen-komponen utamanya dalam hal ini penyampaian pesan
oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil
orang dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan
umpanbalik segera.
b. Definisi berdasarkan hubungan diadik, komunikasi antarpribadi sebagai
komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan
yang mantap dan jelas.
c. Definisi berdasarkan pengembangan, komunikasi antarpribadi dilihat sebagai
akhir dari perkembangan suatu komunikasi yang bersifat tak pribadi
(impersonal) pada satu ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada
ekstrim yang lain.
Sendjaja (2007) mengatakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah
komunikasi antar perorangan dan bersifat pribadi, baik yang terjadi secara
langsung (tanpa medium) ataupun tidak langsung (melalui medium).
Kegiatan-kegiatan seperti percakapan tatap muka (face to face communication), percakapan
Komunikasi Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani
Komunikasi penyuluh pendamping dan komunikasi penyelia mitra tani
adalah komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh petugas PUAP dalam
melakukan penyuluhan dan pendampingan kepada Gapoktan binaannya.
Slamet (2003a) berpendapat bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu
sistem pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal) untuk petani dan
keluarganya dengan tujuan agar mereka sanggup memerankan dirinya sebagai
warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta mampu, sanggup
dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan
masyarakatnya. Setiana (2005) mengutip pendapat Kartasapoetra yang
mengatakan bahwa penyuluhan pertanian adalah usaha mengubah perilaku petani
dan keluarganya agar mereka mengetahui, menyadari, mempunyai kemampuan
dan kemauan serta tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam
rangka kegiatan usahatani dan kehidupannya.
Kementan (2008) menjelaskan bahwa penyuluhan pertanian adalah proses
pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong serta mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar,
teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya,
serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) penyuluhan melibatkan pemakaian
secara sadar dari komunikasi informasi untuk membantu masyarakat, membantu
opini dan membuat keputusan tepat.
Pendapat Setiana (2005) menyatakan bahwa pendidikan penyuluhan
dilakukan dalam rangka pemberdayaan masyarakat desa. Ada lima proses yaitu:
1. Penyuluhan sebagai proses penyebaran informasi;
2. Penyuluhan sebagai proses penerangan;
3. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku;
4. Penyuluhan sebagai proses pendidikan; dan
5. Penyuluhan sebagai proses rekayasa sosial.
Dalam ilmu komunikasi penyuluh pertanian diistilahkan dengan agen
sistem komunikasi khususnya dalam kegiatan penyuluhan pertanian diserahkan
kepada penyuluh pertanian sebagai komunikator. Komunikator adalah orang atau
petugas yang tugasnya menyampaikan pesan, apakah itu pesan pembangunan
dalam artian yang lebih umum atau pesan pembangunan pertanian kepada
komunikan agar pesan tersebut dapat diterima dan dilaksanakan oleh komunikan
dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari (Soekartawi 2005).
Frekuensi dan Intensitas Interaksi
Penyuluhan akan efektif dan efisien apabila dimungkinkan adanya
interaksi antara penyuluh atau PMT dengan khalayak sasaran, yang dalam
penelitian ini adalah Gapoktan. Frekuensi interaksi dapat dilihat bagaimana
seseorang berinteraksi dengan orang lain, apakah seseorang sering mengadakan
interaksi atau tidak (Walgito 2007). Soekanto (2007) mengatakan bahwa interaksi
sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak adanya kontak sosial dan
komunikasi, kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu: antara
individu, antara individu dengan satu kelompok atau sebaliknya dan antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya.
Terjadinya interaksi antara penyuluh dan petani menunjukkan terjadinya
komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan penyuluhan
terutama untuk membuat perubahan perilaku (pengetahuan, sikap dan
keterampilan) sehingga sasaran mampu memperbaiki taraf hidupnya. Pertukaran
informasi mengenai perubahan yang lebih baik terjadi dalam penyuluhan sehingga
sasaran dapat menerima hal baru tersebut (Adriyani 2010).
Bimbingan Teknis
Penyuluh pertanian pada hakekatnya adalah proses komunikasi,
komunikasi ide dan praktek di antara sesama orang. Termasuk di dalamnya tidak
saja pengalihan informasi teknis dari sumbernya kepada petani atau penduduk
perdesaan, tetapi lebih dari itu. Informasi teknis akan berguna apabila informasi
itu dapat dipercaya, disesuaikan dengan keperluan penduduk dan dipraktekkan
(YPST 2001). Materi penyuluhan adalah segala sesuatu yang disampaikan dalam
kegiatan penyuluhan, baik yang menyangkut ilmu atau teknologi, materi yang
baik adalah yang sesuai dengan kebutuhan sasaran, menarik karena dapat
dapat memecahkan masalah yang sedang dihadapi oleh sasaran penyuluhan
(Setiana 2005).
Menurut Kementan (2010a), penyuluh pendamping adalah penyuluh
pertanian yang ditugaskan oleh bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk untuk
mendampingi petani, kelompok tani dan Gapoktan dalam pelaksanaan PUAP
memiliki tugas utama adalah:
1. Melakukan identifikasi potensi ekonomi desa yang berbasis usaha pertanian;
2. Memberikan bimbingan teknis usaha agribisnis perdesaan termasuk pemasaran
hasil usaha;
3. Membantu memecahkan permasalahan usaha petani/kelompok tani serta
mendampingi Gapoktan selama proses penumbuhan kelembagaan;
4. Melaksanakan pelatihan usaha agribisnis dan usaha ekonomi produktif sesuai
potensi desa;
5. Membantu memfasilitasi kemudahan akses terhadap sarana produksi teknologi
dan pasar;
6. Memberikan bimbingan teknis dalam pemanfaatan dana BLM-PUAP; dan
7. Membantu Gapoktan dalam membuat laporan perkembangan PUAP.
Penyelia Mitra Tani (PMT) adalah individu yang memiliki keahlian di
bidang keuangan mikro yang direkrut oleh Kementerian Pertanian untuk
melakukan supervisi dan advokasi kepada penyuluh dan pengelola Gapoktan
dalam pengembangan PUAP, memiliki tugas utama sebagai berikut:
1. Melakukan supervisi dan advokasi kepada penyuluh pendamping dan
Gapoktan;
2. Melaksanakan pertemuan regular dengan penyuluh pendamping dan
Gapoktan;
3. Melakukan verifikasi awal terhadap Rencana Usaha Bersama (RUB) dan
dokumen administrasi lainnya; dan
4. Membuat laporan tentang perkembangan pelaksanaan PUAP.
Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh pendamping
dan PMT dalam rangka pemberdayaan petani, kelompok tani dan Gapoktan dalam
melaksanakan PUAP. Pembinaan dan bimbingan yang dilakukan oleh para
Hasil penelitian Setyanto (1993) mengungkapkan bahwa hubungan dan
komunikasi antar kelompok tani tidak berjalan dengan baik, hal ini selain
bersumber dari petaninya juga karena kurangnya pembinaan dari penyuluh.
Penelitian yang dilakukan oleh Suryadi (2000) menyimpulkan bahwa aktivitas
komunikasi penyuluhan, umumnya dalam bentuk kegiatan melatih dan
membimbing petani tapi kunjungan penyuluh ke Kelompok Petani Kecil (KPK)
pada program P4K umumnya masih rendah sehingga kesempatan berkomunikasi
Petani Nelayan Kecil (PNK) dengan penyuluh menjadi berkurang. Hal ini juga
dijumpai pada penelitian Exva (2003) yang mengatakan bahwa lambatnya
penyerapan kredit ketahanan pangan (KKP) disebabkan berbagai faktor di
antaranya minimnya informasi mengenai KKP dan sumber informasi yang banyak
berperan menyampaikan informasi tentang KKP adalah Penyuluhan Pertanian
Lapangan (PPL).
Karakteristik Kelompok
Manusia sebagai individu, mempunyai kebutuhan untuk hidup dan
berkembang, diakui dan dihargai, sehingga ia memerlukan individu lain untuk
memenuhi kebutuhannya. Menurut Abraham Maslow yang dikutip oleh Santosa
(2006) kebutuhan manusia itu meliputi: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan kasih sayang, kebutuhan prestasi dan prestise serta kebutuhan untuk
melaksanakan sendiri. Setiap individu memiliki potensi untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, namun potensi tersebut terbatas sehingga memerlukan
bantuan kepada individu lain yang sama-sama hidup dalam satu kelompok.
Bungin (2009) mengatakan kelompok adalah sekumpulan orang-orang
yang terdiri dari dua atau tiga orang bahkan lebih. Kelompok memiliki tujuan dan
aturan-aturan yang dibuat sendiri dan merupakan kontribusi arus informasi di
antara mereka sehingga mampu menciptakan atribut kelompok sebagai bentuk
karakteristik yang khas dan melekat pada kelompok itu. Menurut Muhammad
(2009) ada beberapa karakteristik dari komunikasi kelompok kecil antara lain
mempermudah pertemuan ramah-tamah, personaliti kelompok, kekompakkan
yaitu dayatarik antara anggota kelompok satu sama lain dan keinginan mereka
untuk bersatu, komitmen terhadap tugas, besaran kelompok, norma kelompok dan
DeVito (1997) mendifinisikan kelompok kecil adalah sebagai kumpulan
perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa
tujuan yang sama dan mempunyai derajat organisasi tertentu di antara mereka.
Beebe dan Masterson (1994) juga mendefinisikan kelompok kecil sebagai suatu
kelompok yang memungkinkan berlangsungnya proses komunikasi tatap muka di
antara orang-orang yang memiliki tujuan bersama, orang-orang yang merasa
menjadi bagian kelompok, dan orang-orang yang ada di dalamnya saling
mempengaruhi satu dengan lainnya. Secara rinci definisi di atas dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Komunikasi tatap muka sebagai konsekuensi kelompok kecil, maka
komunikasi verbal dan nonverbal sebagai bagian emosional untuk saling
memahami;
2. Pertemuan dengan sebuah tujuan yang dikehendaki/ditetapkan karena adanya
tujuan kolektif yang terus dijaga sampai terwujud;
3. Perasaan memiliki (bagian) dari kelompok tersebut berimplikasi pada
munculnya kepemilikan identitas pada kelompok;
4. Saling mempengaruhi/saling terkait pada tanggungjawab masing-masing
anggota sehingga anggota merasa bertanggung jawab atas perencanaan yang
disepakati untuk mencapai tujuan;
Kelompok kecil menurut Hare (1962) mempunyai anggota antara dua
sampai 20 orang. Kelompok dengan jumlah anggota yang lebih banyak juga
masih dapat dikategorikan sebagai kelompok kecil, asalkan interaksi tatap muka
sering terjadi di antara anggota kelompok. Kelompok menurutnya merupakan
suatu kesatuan sosial yang terdiri dari sejumlah individu yang mempunyai
hubungan saling tergantung sesuai dengan status dan perannya. Secara tertulis
atau tidak tertulis ada norma yang mengatur tingkah laku anggota.
Syamsu dkk (1991) menyatakan kelompok itu adalah kumpulan dua orang
atau lebih, yang secara intensif dan teratur selalu mengadakan interaksi sesama
mereka untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan, dan secara sadar
mereka merasa bagian dari kelompok, yang memiliki sistem norma tertentu,
peranan, struktur, fungsi dan tugas dari masing-masing anggota kelompok untuk
bahwa kelompok adalah dua atau lebih orang yang berhimpun atas dasar adanya
kesamaan, berinteraksi melalui pola atau struktur tertentu guna mencapai tujuan
bersama, dalam kurun waktu yang relatif panjang.
Berdasarkan pengertian yang telah ada kelompok dapat dikatakan sebagai
suatu unit sosial yang terdiri dari himpunan individu yang memiliki kesamaan
kebutuhan, minat, aspirasi dan memiliki hubungan, interaksi serta ketergantungan
antara satu dengan yang lainnya yang diatur oleh norma-norma tertentu.
Suatu kelompok memiliki ciri-ciri tertentu, Rakhmat (2005) berpendapat
bahwa karakteristik kelompok meliputi ukuran kelompok, jaringan kelompok,
kohesi kelompok dan kepemimpinan. Walgito (2007) mengutip pendapat Forsyth
bahwa kelompok pada umumnya mempunyai ciri-ciri interaksi, struktur, tujuan,
groupness atau unity.
Slamet (2003b) juga menerangkan bahwa suatu ciri esensial kelompok
adalah bahwa anggota-anggotanya mempunyai sesuatu yang dianggap sebagai
milik bersama. Anggota kelompok menyadari bahwa apa yang dimiliki bersama
mengakibatkan adanya perbedaan dengan kelompok lain, sehingga memiliki
ciri-ciri seperti berikut :
1. Terdiri atas individu-individu (dua atau lebih) saling berinteraksi secara
kontinu;
2. Saling ketergantungan antar individu;
3. Partisipasi yang terus menerus dari individu;
4. Mandiri : yaitu mengarahkan diri sendiri;
5. Selektif; dalam menentukan anggota, tujuan, kegiatannya;
6. Memiliki keragaman yang terbatas;
7. Adanya norma yang mengatur perilaku anggotanya;
8. Adanya pembagian tugas (status dan peran); dan
9. Berlangsung dalam waktu yang relatif lama.
Ciri suatu kelompok menurut Hare (1962) adalah:
1. Para anggota kelompok selalu mengadakan hubungan tatap muka secara
berkala;
2. Mempunyai tujuan, perasaan dan sikap bersama;
4. Mempunyai status;
5. Memiliki rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya.
Pendapat Cartwright dan Zander yang dikutip oleh Syamsu dkk. (1991)
mengatakan bahwa terdapat sepuluh ciri-ciri kelompok, yaitu :
1. Kelompok harus ditandai oleh adanya interaksi;
2. Adanya pembatasan tertentu sebagai anggota;
3. Menyadari bahwa mereka adalah kepunyaan kelompok;
4. Berpartisipasi sesuai dengan kedudukannya terhadap obyek model ideal yang
sesuai dengan super egonya;
5. Adanya ganjaran dari kelompok terhadap anggota yang melanggar norma dan
ketentuan kelompok lainnya;
6. Adanya norma yang sesuai dengan kepentingan umum;
7. Harus adanya identifikasi terhadap obyek modelnya;
8. Mempunyai sifat saling ketergantungan antara sesama anggota kelompok
dalam mencapai tujuan bersama;
9. Mempunyai persepsi kolektif yang sama tentang segala sesuatu hal sepanjang
menyangkut kelangsungan hidup kelompok;
10.Adanya kecenderungan berperilaku yang sama terhadap lingkungan kelompok.
Norma
Muhammad (2009) mengatakan yang dimaksud dengan norma adalah satu
set asumsi atau harapan yang dipegang oleh anggota kelompok atau organisasi
mengenai tingkah laku yang benar atau yang salah, baik atau buruk, cocok atau
tidak cocok, diizinkan atau tidak diizinkan. Kelompok dapat menetapkan secara
eksplisit dan implisit norma-norma mereka, norma kelompok sesungguhnya
adalah membimbing dan mengkoordinasikan anggota kelompok agar kelompok
dapat mencapai tujuannya. Seperti yang DeVito (1997) katakan bahwa pada
umumnya kelompok mengembangkan norma atau peraturan mengenai perilaku
yang diinginkan, norma dapat bersifat eksplisit maupun implisit yang berlaku bagi
anggota perorangan maupun kelompok secara keseluruhan.
Walgito (2007) mengatakan bahwa norma kelompok adalah
pedoman-pedoman yang mengatur sikap dan perilaku atau perbuatan anggota kelompok.
norma-norma mengatur tingkah laku anggota kelompok. Norma terdiri dari gambaran
(nations) tentang bagaimana seharusnya mereka bertingkah laku. Norma terbagi
dalam pola-pola dan menjadi aspek-aspek yang dapat diperkirakan dari kegiatan
maupun segi pandangan kelompok. Kecenderungan suatu kelompok untuk selalu
menekan anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma dan pedoman
kelompok, anggota yang menyimpang dari norma-norma kelompok akan didorong
untuk merubah tingkah lakunya yang tidak mentaati akan dihukum.
Norma bertindak sebagai alat dalam mempengaruhi perilaku anggota
kelompok sehingga norma sangat berpengaruh pada kinerja pekerja secara
individu (Robbins 2002).
Tujuan
Walgito (2007) mengatakan tujuan mempunyai pengertian motivating
power, artinya tujuan akan mendorong orang untuk mencapai tujuannya. Terbagi
atas tujuan formal, informal, operasional dan nonoperasional. Tujuan formal
adalah tujuan yang secara formal dipasang atau yang menjadi sasaran dalam
suatu kegiatan kelompok sedangkan tujuan informal adalah tujuan yang dicapai di
samping tujuan formal yang ditentukan. Tujuan operasional adalah tujuan yang
jelas dan spesifik dan tujuan nonoperasional adalah tujuan yang abstrak dan cara
pencapaian tujuan tidak jelas atau masih kabur.
Santosa (2006) mengungkapkan bahwa setiap kelompok memiliki tujuan
yang ingin dicapai, tujuan tersebut merupakan tujuan bersama yang menjadi arah
kegiatan bersama karena tujuan merupakan integrasi dari tujuan individu
masing-masing. Slamet (2003b) mengatakan tujuan kelompok adalah sesuatu yang ingin
dicapai oleh kelompok, jika tujuan individu lebih dominan dari tujuan kelompok
maka dinamika suatu kelompok akan terganggu. Dengan adanya tujuan juga
mempengaruhi perilaku kelompok dan individu dimotivasi oleh kebutuhan dan
akan diarahkan oleh tujuan.
Keeratan
West dan Turner (2009) mengatakan keeratan atau kohesif adalah rasa
kebersamaan dalam suatu kelompok, memiliki tingkat kebersamaan yang tinggi
dan ikatan yang kuat merupakan batas hingga dimana anggota-anggota suatu
kelompok tetap utuh. Sifat kohesif dapat mempengaruhi fungsi, efektif dan
efisiennya suatu kelompok.
Walgito (2007) mengatakan kohesi merupakan rasa tertarik di antara para
anggota seperti kesamaan sikap, nilai-nilai, sifat-sifat pribadi dan sifat-sifat
demografis yang dapat mempengaruhi tingginya kohesi yang ada dalam kelompok
berangkutan. Rakhmat (2005) menerangkan bahwa kohesi kelompok dapat diukur
dari ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain, ketertarikan
anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok dan sejauh mana anggota tertarik
pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personalnya.
Kepemimpinan
Riberu (1982) mendefinisikan kepemimpinan dapat diartikan orang atau
kelompok orang yang memimpin, yaitu kesanggupan menggerakkan sekelompok
manusia ke arah tujuan bersama sambil menggunakan daya bendawi dan rohani
yang ada dalam kelompok tersebut. Istilah kepemimpinan digunakan juga dalam
arti kemampuan atau kemahiran memimpin dalam tiga arti yaitu: usaha/kegiatan
memimpin, kemampuan menjalankan usaha tersebut dan wibawa yang diperoleh
karena kemampuan tersebut. Diperkuat oleh Rakhmat (2005) kepemimpinan
adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak
kearah tujuan.
Yulk (1998) mengutip beberapa pendapat mengenai pengertian
kepemimpinan seperti pendapat Hemhill dan Coons yang mengatakan bahwa
kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin
aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama. Stogdill
berpendapat kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur
dalam harapan dan interaksi. Dan pendapat Jacobs dan Jacues mengatakan
kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti)
terhadap usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan
usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.
Littlejohn dan Foss (2009) mengutip pendapat Bales yang mengatakan
tugas pemimpin adalah memfasilitasi dan mengkoordinasikan ulasan yang
berhubungan dengan tugas serta mengarahkan energi supaya tugas selesai.
semangat dan ambisi; 2) keinginan untuk memimpin dan mempengaruhi orang
lain; 3) kejujuran dan integritas; 4) percaya diri; 5) pintar; dan 6) menguasai
pengetahuan teknis yang berhubungan dengan area tanggung jawab mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2006) menyimpulkan bahwa
Keefektivan kelompok tani di DAS Ciliwung Hulu berhubungan dengan gaya
komunikasi pemimpin kelompok tani. Gaya komunikasi pemimpin kelompok tani
yang convergence (dua arah), cenderung mendorong tercapainya kelompok tani
yang efektif dalam menjalankan kegiatan konservasi tanah dan air.
Partisipasi Anggota
Partisipatif merupakan salah satu prinsip dalam penumbuhan suatu
kelompok dimana semua anggota terlibat dan memiliki hak serta kewajiban yang
sama dalam mengembangkan serta mengelola kelompoknya (Deptan 2007).
Partisipasi merupakan ciri utama adanya pembinaan dan pengembangan,
sebab tanpa adanya partisipasi sulit untuk mengatakan bahwa suatu organisasi
atau kelompok itu hidup sehingga tumbuh perasaan pada semua anggota bahwa
mereka adalah sebagai bagian dari organisasi tersebut dan bukan hanya menjadi
milik pengurus (Adriyani 2010).
Ukuran
Ukuran kelompok adalah besar kecilnya kelompok terdiri dari kelompok
kecil dan kelompok besar. Goldberg dan Larson (2006) mengemukakan bahwa
kelompok kecil terdiri dari paling sedikit dua orang tetapi Utterback menganggap
bahwa lima orang adalah jumlah terkecil dalam suatu kelompok, kelompok
dengan 20 orang anggota umumnya dianggap batas jumlah tertinggi. Walgito
(2007) mengutip pendapat Shaw yang mengatakan bahwa kelompok kecil adalah
kelompok yang terdiri atas 20 orang atau kurang, sedangkan kelompok yang
terdiri atas lebih dari 20 orang termasuk kelompok besar.
Muhammad (2009) berpendapat jika suatu kelompok begitu kecil,
kekecilan itu mungkin membatasi ide-ide dan informasi yang timbul. Jika
kelompok terlalu besar, kebesaran itu mungkin membatasi informasi tiap orang
untuk didiskusikan. Bila suatu kelompok bertambah besar maka jumlah
Gabungan Kelompok Tani
Pengembangan kelompok tani diarahkan pada peningkatan kemampuan
setiap kelompok tani dalam menjalankan fungsinya, peningkatan kemampuan para
anggota dalam mengembangkan agribisnis, penguatan kelompok tani menjadi
organisasi petani yang kuat dan mandiri. Kelompok tani yang berkembang
bergabung ke dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan). Penggabungan
kelompok tani ke dalam Gapoktan dilakukan agar kelompok tani dapat lebih
berdayaguna dan berhasilguna, dalam penyediaan sarana produksi pertanian,
permodalan, peningkatan atau perluasan usahatani ke sektor hulu dan hilir,
pemasaran serta kerjasama dalam peningkatan posisi tawar, dan penggabungan
dalam Gapoktan terutama dapat dilakukan oleh kelompok tani yang berada dalam
satu wilayah administrasi pemerintahan untuk menggalang kepentingan yang
sama secara kooperatif (Deptan 2007).
Gapoktan merupakan suatu kelembagaan milik petani yang menurut
Warsana (2009) adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan
usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai
peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggotanya dan petani
lainnya. Gapoktan merupakan Wadah Kerjasama Antar Kelompok tani-nelayan
(WKAK) yaitu kumpulan dari beberapa kelompok tani nelayan yang mempunyai
kepentingan yang sama dalam pengembangan komoditas usahatani tertentu untuk
menggalang kepentingan bersama. Gapoktan PUAP adalah kumpulan beberapa
kelompok tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala
ekonomi dan efisiensi usaha (Kementan 2010a).
Warsana (2009) menambahkan bahwa p
Kelembagaan petani merupakan wadah bagi para petani untuk dapat
menyalurkan aspirasi petani dalam hal kepemilikan modal, kemampuan dan emberdayaan Gapoktan tersebut
berada dalam konteks pemantapan kelembagaan. Untuk dapat berkembang sistem
dan usaha agribisnis memerlukan penguatan kelembagaan baik kelembagaan
petani, maupun kelembagaan usaha dengan pemerintah berfungsi sesuai dengan
perannya masing-masing. Kelembagaan petani dibina dan dikembangkan
berdasarkan kepentingan masyarakat dan harus tumbuh dan berkembang dari