• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indeks eritrosit pada kelinci new zealand white jantan (Oryctolagus cuniculus) pasca operasi urethrotomi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Indeks eritrosit pada kelinci new zealand white jantan (Oryctolagus cuniculus) pasca operasi urethrotomi"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

INDEKS ERITROSIT PADA KELINCI

NEW ZEALAND WHITE

JANTAN

(Oryctolagus cuniculus)

PASCA OPERASI

URETHROTOMI

FARDI TARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Indeks Eritrosit pada Kelinci New Zealand White Jantan (Oryctolagus cuniculus) Pasca Operasi Urethrotomi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Fardi Tarang

(4)

ABSTRAK

FARDI TARANG. Indeks Eritrosit pada Kelinci New Zealand White Jantan

(Oryctolagus cuniculus) Pasca Operasi Urethrotomi. Dibimbing oleh GUNANTI dan RIKI SISWANDI.

Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran darah pada kelinci NZW jantan pasca operasi urethrotomi melalui perhitungan indeks eritrosit. Lima belas ekor kelinci new zealand white jantan dipakai dalam penelitian ini. Kelompok perlakuan terdiri dari kelompok penyayatan urethra sampai lapisan serosa, kelompok penyayatan urethra sampai lapisan mukosa, dan kelompok sayatan pada kulit abdomen sebagai kontrol. Sampel darah diambil melalui vena aurikularis. Berdasarkan uji statistik, saat hari ke-0 (H+0) dan selang waktu 7 hari pasca operasi (H+7) tidak diperoleh perbedaan hasil yang signifikan antar kelompok terhadap indeks eritrosit. Indeks eritrosit (VER dan KHER) kelompok serosa, mukosa dan kulit abdomen menunjukan hasil yang sama yaitu mengalami anemia mikrositik– normokromik. Akan tetapi kondisi anemia mikrositik–normokromik dikarenakan adanya defisiensi zat besi akibat buruknya kualitas pakan.

Kata kunci: indeks eritrosit, kelinci new zealand white, urethrotomi

ABSTRACT

FARDI TARANG. Erythrocyte Indices of Male New Zealand White Rabbit (Oryctolagus cuniculus) Post Urethrotomy. Supervised by GUNANTI and RIKI SISWANDI.

Research was conducted to evaluate erythrocyte indices of male new zealand white rabbits undergoing the urethrotomy surgery. Fifteen males NZW rabbits used in this study and distributed to three treatment groups. Treatment groups are slicing urethra up serous layer group, slicing urethra through mucosal lining group, and abdominal skin group as control. Blood samples were collected via auricularis vein. Based on statistic test, at the end of operation (H+0) and interval 7 days postoperatively (H+7) no significant difference in the results obtained for erythrocyte indices. Erythrocyte indices (MCV and MCHC) group serous, mucous, and abdominal skin showed the same result were microcytic–normochromic anemia. However, the microcytic–normochromic anemia resulted from iron deficiency due to poor feed quality.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

INDEKS ERITROSIT PADA KELINCI

NEW ZEALAND WHITE

JANTAN

(Oryctolagus cuniculus)

PASCA OPERASI

URETHROTOMI

FARDI TARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Indeks Eritrosit pada Kelinci New Zealand White Jantan

(Oryctolagus cuniculus) Pasca Operasi Urethrotomi Nama : Fardi Tarang

NIM : B04090205

Disetujui oleh

Dr. drh. Gunanti, MS Pembimbing I

drh. Riki Siswandi, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

drh. Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet

Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang diberikan Nya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun hasilnya dalam bentuk skripsi. Skripsi ini berjudul Indeks Eritrosit pada Kelinci New Zealand White Jantan (Oryctolagus cuniculus) Pasca Operasi Urethrotomi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu hingga skripsi berhasil diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ayahanda Amos Tarang dan ibunda Margaretha Garo, beserta kakak Fara Farneta Tarang dan Alinda Tarang atas kasih sayang dan motivasi yang diberikan.

2. Ibu Dr. Drh. Gunanti, MS dan bapak Drh. Riki Siswandi, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah membina dalam melakukan penelitian sampai pada penyelesaian skripsi.

3. Ibu Rini Madyastuti, Apt. MSi. selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan dukungan dan masukan yang membangun selama semester 3 sampai semester 8.

4. Bapak Kosasih dan bapak Katim, dan staf penunjang di Lab. Bedah dan Radiologi FKH IPB atas bantuan yang telah diberikan selama penelitian. 5. Teman-teman sepenelitian: Awan, Talitha, Ricko, dan Aji atas kerjasama

yang baik dalam penelitian. Begitu pula dengan Margi, David, dan Ridho selaku sahabat penulis.

6. Teman spesial yang telah membantu dalam seminar Sarah (calon pacar), Kesya, dan Desi.

7. Irwan, Iwan, Wasid, dan keluarga besar GREEN RANGER Cibodas, serta Komunitas Pendaki Gunung Indonesia (KPGI) atas dorongan dan motivasinya.

Semoga penelitian yang telah dilakukan ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terutama dalam dunia Kedokteran Hewan. Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan penulis agar kedepannya karya penulis bisa lebih baik.

Bogor, September 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ……… viii

DAFTAR GAMBAR ………... viii

PENDAHULUAN ……… 1

Latar Belakang………. 1

Tujuan Penelitian ……… 1

Manfaat Penelitian ……….. 1

TINJAUAN PUSTAKA ……….. 2

Kelinci New Zealand White……… 2

Darah ……….……….. 3

Sel Darah Merah ………. 4

Hematokrit ……….. 4

Hemoglobin ……… 5

Indeks Eritrosit ……… 5

Anemia ……… 6

Urethrotomi ………. 6

METODE PENELITIAN ………... 7

Tempat dan Tanggal Penelitian ………... 7

Alat dan Bahan ………... 7

Hewan yang Digunakan ………. 7

Perlakuan Hewan Percobaan ……….. 8

Pengambilan dan Pemeriksaan Darah ………. 8

Perhitungan Indeks Eritrosit ……… 9

Analisa Data ……… 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 10

Total Eritrosit ……….. 10

Nilai Hematokrit ………. 11

Nilai Hemoglobin ……… 12

Volume Eritrosit Rata-rata ……….. 13

Hemoglobin Eritrosit Rata-rata ………... 14

Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata ……… 15

SIMPULAN DAN SARAN……….. 17

Simpulan ………. 17

Saran …..………. 17

DAFTAR PUSTAKA ………... 18

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Parameter Normal Eritrosit Kelinci NZW Jantan ……….. 4

Tabel 2 Kriteria Pengelompokan Hewan Perlakuan ………... 7

Tabel 3 Parameter Total Eritrosit ……… 9

Tabel 4 Parameter Hematokrit ……… 11

Tabel 5 Parameter Hemoglobin ……….. 12

Tabel 6 Indeks Eritrosit: Volume Eritrosit Rata-rata (VER) ………….. 14

Tabel 7 Indeks Eritrosit: Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER) ……… 15

Tabel 8 Indeks Eritrosit: Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata ... 16

Tabel 9 Kandungan nutrisi pakan kelinci penelitian ………... 17

DAFTAR GAMBAR

Struktur Hemoglobin dan Heme ...……… Gambaran total eritrosit saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi antar kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan referensi normal.

Gambaran nilai hematokrit saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi antar kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan referensi normal.

Gambaran nilai hemoglobin saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi antar kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan referensi normal.

Gambaran nilai VER saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi antar kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan referensi normal.

Gambaran nilai HER saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi antar kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan referensi normal.

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelinci umumnya dipakai sebagai hewan laboratorium untuk kasus-kasus percobaan medis. Kelinci sebagai hewan laboratorium, misalnya dalam kasus operasi urethrotomi yang dikaitkan pada penelitian ini. Urethrotomi merupakan suatu tindakan pembedahan atau penyayatan urethra. Dalam operasi ini, kelinci new zealand white jantan normal dipakai sebagai hewan model dalam penelitian mengenai striktura urethra sebelum diaplikasikan ke manusia. Kasus striktura urethra biasanya ditanggulangi dengan operasi urethrotomi. Striktura urethra adalah penyempitan lumen urethra akibat adanya jaringan parut (fibrotik) dan kontraksi (Suzanne dan Brenda 2002).

Saat operasi berlangsung memungkinkan terjadinya pendarahan (hemorragy) sehingga mengakibatkan anemia pada pasien. Penurunan total eritosit, hematokrit, dan hemoglobin dibawah kisaran normal menyebabkan terjadinya anemia (Thrall 2004). Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit, tetapi merupakan gejala dari berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu, untuk mengetahui status anemia perlu dilakukan perhitungan terhadap indeks eritrosit.

Indeks eritrosit pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui kondisi anemia kelinci new zealand white secara morfologi. Nilai yang diperoleh dalam perhitungan ini dikaitkan dengan operasi urethrotomi yang dilakukan. Perhitungan indeks eritrosit dapat menyatakan status perdarahan secara langsung, namun tidak menutup kemungkinan adanya faktor lain yang mempengaruhi misalnya dalam kasus defisiensi zat besi.

Tujuan Penelitian

Mengevaluasi gambaran darah pada kelinci NZW jantan saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi melalui perhitungan indeks eritrosit.

Manfaat Penelitian

(12)

TINJAUAN PUSTAKA

Kelinci New Zealand White (NZW)

Kelinci NZW berasal dari Amerika, tepatnya dari daerah San Diego. Sejak tahun 1960-an berkembang dan beradaptasi dengan baik di negara-negara eropa terutama di New Zealand. Kelinci NZW merupakan kelinci albino , tidak mempunyai rambut yang mengandung pigmen. Rambutnya putih-mulus, padat, tebal, dan agak kasar kalau diraba, serta matanya berwarna merah muda. Keunggulan dari kelinci tersebut adalah pertumbuhannya yang cepat. Karena itu cocok untuk diternakan sebagai penghasil daging komersial. Bobot anak kelinci NZW umur 58 hari sekitar 1,8 kg, dewasa rata-rata 3,6 kg, dan bobot maksimalnya dapat mencapai 4,5–5 kg. Jumlah anak yang dihasilkan rata-rata 24 ekor pertahun (Sarwono 2008). Lama bunting sekitar 31 hari dan menyusui sekitar 8 minggu (Subroto 2003). Penyapihan yang baik pada ternak kelinci jenis NZW adalah pada umur 35 hari, ketika berat badannya mencapai 850 gram. Pada umumnya kelinci melahirkan 8–10 ekor anak pada setiap kelahiran (Kartadisastra 1994). Kelinci NZW sangat populer di kalangan industri daging komersial di beberapa negara berkembang. Jenis kelinci NZW sudah banyak diternakkan di negara-negara tropis termasuk Indonesia.

Gambar 1 Kelinci New Zealand White

(Sumber: Perdana 2009)

Klasifikasi kelinci NZW menurut Hustamin (2006): Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Lagomorpha Famili : Leporidae Subfamili : Leporinae Genus : Oryctolagus

(13)

3

Darah

Darah merupakan suspensi partikel dalam suatu larutan koloid cair yang mengandung elektrolit (Baldy 2006). Volume darah di dalam tubuh hewan tergantung pada umur, keadaan kesehatan, makanan, ukuran tubuh, faktor lingkungan, dan derajat aktivitas. Volume total darah kelinci NZW 4,5–8,1 % atau sekitar 53,8 ± 5,2 mL/kg (Zimmerman et al.2010).

Pembentukan dan pematangan darah disebut hematopoesis. Hematopoesis terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, vertebrae, pelvis , sternum, thorax, dan epifise proximalis tulang panjang. Jika kebutuhan darah meningkat seperti keadaan pendarahan dan penghancuran sel darah meningkat, maka dapat terjadi pembentukan sel darah disepanjang tulang panjang (Price dan Wilson 2006). Secara umum, jumlah maksimum darah yang bisa diambil dalam satu kali pengambilan adalah 1% dari berat badan (Thrall 2004).

Gambar 2 Hematopoesis (MF 2010)

(14)

disebut retikulosit. Waktu yang dibutuhkan oleh retikulosit untuk berubah menjadi eritrosit sekitar 2–3 hari (Reksodiputro 1994).

Sel Darah Merah (Eritrosit)

Morfologi normal eritrosit bervariasi tergantung pada spesies. Eritrosit mamalia tidak berinti, sedangkan eritrosit pada bangsa camellidae, reptile, dan aves memiliki inti. Bentuk oval dan bikonkaf dari eritrosit berfungsi sebagai pertukaran oksigen. Bentuk eritosit dari kelinci NZW adalah bikonkaf dengan diameter 6,7–6,9 µm dengan ketebalan rata-rata 2,15–2,4 µm. Eritrosit kelinci NZW memiliki masa hidup antara 45–70 hari, rata-rata 57 hari (Zimmerman et al.2010). Fungsi utama dari sel darah merah (eritrosit) adalah untuk mengangkut hemoglobin yang membawa oksigen ke jaringan. Morfologi eritrosit sering digunakan untuk menegakan diagnosa mengenai penyebab anemia. Morfologi eritrosit dapat dilihat pada preparat darah sesuai dengan warna, ukuran dan bentuk, struktur di dalam dan di luar eritrosit dan susunan pada preparat darah (Thrall 2004).

Gambar 3 Eritrosit mamalia (VMC 2008) Tabel 1 Parameter Normal Eritrosit Kelinci NZW

Parameter Jantan Betina

Total Eritrosit (106/µL) Hematokrit (%)

Hemoglobin (g/dL) VER (fl)

HER (pg) KHER (%)

5,46–7,94 33–50 10,4–17,4 58,5–66,5 18,7–22,7 33–50

5,11–6,51 31,0–48,6 9,8–15,8 57,8–65,4 17,1–33,5 28,7–35,7 Sumber: Zimmerman et al. 2010

Hematokrit

(15)

5

hemokonsentrasi pada syok yang berhubungan dengan kesehatan, trauma, luka bakar, dan pendarahan dapat dinilai dengan hematokrit (Zimmerman et al. 2010). Pada hewan normal hematokrit (PCV) sebanding dengan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin. Hematokrit merupakan salah satu parameter untuk mengetahui tingkat dehidrasi (Thrall 2004).

Hemoglobin

Hemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel darah merah. Hemoglobin terbentuk dari gabungan 2 komponen yaitu heme dan globin. Heme merupakan protoporphyrin yang mengandung zat besi yang disintesis oleh mitokondria. Globin adalah polipeptida yang didapatkan dari pembentukan hemoglobin yang disintesis oleh sitoplasma sel darah merah. Kandungan zat besi yang terlepas ketika hemoglobin mengalami kerusakan akan menuju ke hati kemudian digunakan kembali untuk kebutuhan hemoglobin baru (Ganong 2002).

Gambar 4 Struktur Hemoglobin & Heme (Prahal 1998)

Indeks Eritrosit

Nilai eritrosit rata-rata (Mean corpuscular values) atau disebut juga indeks eritrosit merupakan bagian dari pemeriksaan laboratorium hitung darah lengkap (Complete Blood Count). Pemeriksaan ini memberikan keterangan mengenai ukuran rata-rata eritrosit dan banyaknya hemoglobin (Hb) per total eritrosit. Umumnya digunakan untuk membantu diagnosa penyebab anemia berdasarkan morfologinya. Menurut Thrall (2004), penentuan indeks eritrosit ada tiga jenis yaitu volume eritrosit rata-rata (VER), hemoglobin eritrosit rata-rata (HER), dan konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER).

(16)

Anemia

Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh (Handayani dan Haribowo 2008). Anemia mengakibatkan penurunan kapasitas angkut oksigen ke dalam darah. Anemia bukanlah suatu penyakit , tetapi anemia merupakan gejala dari suatu penyakit.

Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi (Price dan Wilson 2006). Klasifikasi morfologi didasarkan pada ukuran eritrosit dan kandungan hemoglobin.

Anemia makrositik–normokromik ditandai dengan ukuran eritrosit lebih besar, tetapi berwarna normal karena konsentrasi hemoglobin yang normal (HER meningkat; KHER normal). Penyebabnya ialah gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA karena defisiensi unsur-unsur tertentu seperti vitamin B12.

Anemia makrositik–hipokromik ditandai dengan ukuran eritrosit lebih besar dari normal, tetapi memiliki konsentrasi hemoglobin lebih rendah dari normal (VER meningkat; KHER menurun). Penyebabnya terjadi pendarahan berlebihan sehingga retikulosit dilepaskan ke dalam peredaran darah sebagai respon regeneratif.

Anemia normositik–normokromik, ukuran dan bentuk eritrosit normal serta mengandung jumlah eritrosit dan konsentrasi hemoglobin normal (VER normal; KHER normal/menurun). Penyebabnya ialah kehilangan darah akut, hemolysis atau penyakit infeksi kronis. Anemia normositik–hipokromik, ukuran eritrosit normal tapi konsentrasi hemoglobin turun (VER normal; KHER menurun). Kasus anemia ini jarang terjadi.

Anemia mikrositik–normokromik, ukuran eritrosit dibawah normal dan konsentrasi hemoglobin normal (VER menurun; KHER normal). Penyebabnya defisiensi zat besi, penyakit kronik, atau toksik (Delf dan Manning 1996). Anemia mikrositik–hipokromik, ukuran eritrosit lebih kecil dari normal dan konsentrasi hemoglobin di bawah nilai normal (VER dan KHER menurun). Kejadian ini diakibatkan oleh insufisiensi sintesis heme karena defisiensi zat besi dan defisiensi pyridoxin.

Urethrotomi

Urethrotomi dilakukan apabila batu atau kristal tidak berhasil dimasukkan ke dalam vesika urinaria menggunakan kateter. Keberadaan batu atau kristal dapat dideteksi dengan menggunakan kateter atau sonde yang panjang. Setelah batu atau kristal diketahui posisinya, maka dilakukan sayatan pada urethra kemudian batu atau kristal tersebut dikeluarkan. Selanjutnya, kateter dimasukkan sampai ke dalam vesika urinaria, lalu sayatan di jahit.

(17)

7

sakit, dan infeksi. Manfaat dari operasi urethra adalah aliran yang lebih baik dari urine dan vesica urinaria (Balindi 2007).

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Tanggal Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Bagian Bedah dan Radiologi Veteriner Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, serta Kandang Hewan Percobaan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Darmaga, Bogor. Terlaksana dari tanggal 22 Februari 2012 sampai 25 April 2012.

Alat dan Bahan

Sediaan obat: Bahan yang digunakan dalam anastesi yaitu kombinasi ketamin dan xylazin, sedangkan untuk antibiotik bahan yang digunakan adalah Roxine. Analgesik menggunakan ketoprofen. Alat yang dipakai dalam injeksi sediaan obat yaitu kapas, alkohol 70%, dan spoit 1 ml. Pengambilan Darah: Bahan yang digunakan ialah darah kelinci. Alat yang digunakan untuk mengambil darah yaitu spoit 3 ml, kapas alkohol 70%, dan tabung darah. Perhitungan Total Eritrosit: Pipet pengencer (pipet eritrosit), kamar hitung, mikroskop (perbesaran 10x10 dan 40x10 kali), kertas saring/tissue, cairan pengencer (hayem) dan alat hitung. Perhitungan Nilai Hematokrit: Tabung kapiler, alat penyumbat tabung kapiler, alat sentrifuge kecepatan tinggi 10.000–20.000 rpm, dan micro hematocrit reader. Perhitungan Kadar Hemoglobin: Bahan yang digunakan asam hidroklorida 0,1 N dan aquades. Alat yang dipakai hemoglobinometer (hemometer) sahli yang terdiri dari pipet hemoglobin bertanda 20 mm3, tabung sahli, dan warna standar sebagai pembanding, serta pipet tetes.

Hewan yang Digunakan

Hewan yang digunakan pada penelitian yaitu kelinci new zealand white jantan yang berjumlah 15 ekor dan kisaran berat badannya 2,5–3 kg. Umur kelinci perlakuan 4,5–6 bulan. Kriteria pengelompokan kelinci perlakuan seperti dalam tabel 1.

Tabel 1 Kriteria pengelompokan hewan perlakuan

Kelompok (K) Kriteria Jumlah (Ekor)

K1 K2 K3

Penyayatan urethra sampai serosa Penyayatan urethra sampai mukosa Penyayatan pada kulit abdomen (kontrol)

(18)

Perlakuan Hewan Percobaan

Kelinci diadaptasikan di kandang percobaan selama penelitian dan diberikan pakan pelet serta air minum. Pengambilan sampel darah dilakukan saat kelinci dalam keadaan teranastesi. Anastesia yang digunakan yaitu Ilium Ketamil® inj., 100 (Troy) yang dikombinasikan dengan sedasi Ilium Xylazil® inj., 20 (Troy). Dosis pemberiannya 35–45 mg/kg BB untuk ketamin dan 5 mg/ kg BB untuk xylazin. Pemberiannya melalui injeksi intramuskular. Operasi urethrotomi dilakukan oleh operator yang sama setelah kelinci teranastesi. Operasi urethrotomi dilakukan dengan dua penyayatan yang berbeda, yaitu penyayatan urethra sampai serosa (K1), penyayatan urethra sampai dengan mukosa (K2) dan sebagai kontrol dilakukan penyayatan pada kulit abdomen (K3). Perawatan pasca operasi dilakukan dengan pemberian antibiotik (Roxine® inj., Sanbe) dengan dosis 5 mg/kg BB. Pemberiannya sehari sekali selama 5 hari melalui injeksi subkutan. Pemberian analgesik (Ketoprofen® inj., Hexapharm) pasca operasi juga dilakukan dengan dosis yang sama yaitu 50 mg/kg BB. Pemberiannya sehari sekali selama 3 hari melalui injeksi intramuskular. Selain itu, antihelmintik (albendazole) diberikan juga dengan dosis 30 mg/kg BB secara per oral. Pemberiannya sekali dalam seminggu.

Pengambilan Darah

Pengambilan darah terdiri dari dua tahapan. Tahap pertama saat selesai operasi urethrotomi (H+0) dan tahap kedua setelah 7 hari pasca operasi (H+7). Pengambilan darah melalui vena aurikularis menggunakan spoit 3 ml. Pertama-tama kapas yang dibasahi alkohol 70 % diusapkan pada daerah telinga sampai terlihat v. aurikularis. Setelah itu spoit ditusukan perlahan ke vena searah dengan arah darah menuju jantung, kemudian darah dihisap dengan hati-hati. Hasil pengambilan darah dimasukan ke dalam tabung khusus darah yang berantikoagulan EDTA. Selanjutnya sampel darah diperiksa lebih lanjut di laboratorium.

Pemeriksaan darah dilakukan menggunakan 3 parameter: hitung jumlah eritrosit, hitung nilai hematokrit, dan hitung konsentrasi hemoglobin. Parameter total eritrosit dihitung dengan menggunakan hemocytometer dengan cairan pengencer (hayem). Pemeriksaan dengan menggunakan microhematocrit dipakai dalam menghitung nilai hematokrit. Selanjutnya perhitungan nilai hemoglobin menggunakan metode Sahli.

Perhitungan Indeks Eritrosit

Perhitungan nilai VER, HER, dan KHER menggunakan rumus sebagai berikut (Harr 1995; Thrall 2004):

(19)

9

Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER) atau Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER) atau Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)

Analisa Data

Hasil perhitungan dinyatakan dalam rataan dan simpangan baku. Data diolah menggunakan SPSS versi 16.0 for windows dan Microsoft Excel 2010. Perbedaan antar kelompok perlakuan, diuji secara statistik melalui analisa ragam (Analyse of Variant/ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan serta uji T-test pada selang kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan dan perhitungan kuantitas eritrosit: total eritrosit, hematokrit, hemoglobin dan indeks eritrosit (VER, HER, dan KHER) dari ketiga kelompok perlakuan (kelompok sayatan urethra sampai serosa; kelompok sayatan urethra sampai mukosa; dan kelompok sayatan di kulit abdomen sebagai kontrol) diperoleh gambaran hasil sebagai berikut.

Total Eritrosit

Tabel 3 Parameter Total Eritrosit (106/µL) Kelompok Hari ke-0 Pasca

Operasi (H+0)

Hari ke-7 Pasca Operasi (H+7)

Nilai Normal (Zimmerman et al.

2010) K1

K2 K3

5,66±0,38a; y 6,22±1,28a; x 6,41±1,54a; x

7,32±0,46 a; x 7,21±1,21 a; x 6,96±0,18 a; x

5,46–7,49 Keterangan: K1 = kelompok sayatan urethra sampai serosa; K2 = kelompok sayatan urethra sampai mukosa; K3 =

(20)

Huruf superscript (a;b) yang berbeda pada kolom yang sama dan (x;y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Data total eritrosit yang diperoleh dijabarkan dalam bentuk grafik untuk menampilkan pergerakan status eritrosit antar kelompok perlakuan, saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi. Pergerakan nilai eritrosit yang terlihat (Gambar 5) disesuaikan dengan referensi normal.

Keterangan: batas normal (minimal–maksimal) eritrosit 5,46–7,94 (106

/µL) (Zimmerman et al. 2010) Gambar 5 Gambaran total eritrosit saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca

operasi urethrotomi antar kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan nilai kisaran.

Kondisi eritrosit dalam kasus pendarahan, digunakan untuk mengetahui apakah jumlah eritrosit saat hari ke-0 (H+0) mengalami pengurangan dan diharapkan akan terjadi perbaikan pada hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi. Grafik eritrosit (Gambar 5), saat pasca operasi (H+0) menunjukan bahwa jumlah eritrosit yang diperoleh saat H+0 tidak terlihat perbedaan yang signifikan. Setiap kelompok perlakuan nilai eritrositnya tetap berada dalam rentang normal 5,46–7,94 (106/µL), (Zimmerman et al.2010). Selama 7 hari pasca operasi (H+7), kondisi eritrosit ketiga kelompok perlakuan mengalami peningkatan dari sebelumnya. Peningkatan yang bertambah cenderung memperbaiki jumlah eritrosit pasca operasi. Gambar 5 menunjukan bahwa kelompok K1 eritrositnya meningkat lebih cepat dari kelompok lainnya. Berdasarkan uji statistik hasil yang didapatkan untuk setiap kelompok tidak berbeda nyata. Perbaikan eritrosit dilakukan dengan cara memperbanyak pembentukan retikulosit dalam sum-sum tulang dan dilepaskan ke dalam darah untuk segera memperbaiki fisiologis tubuh (Rodak 2002). Peningkatan hari ke-7 pasca operasi masih berada dalam kisaran normal (Zimmerman et al. 2010).

0 5 10

K1 K2 K3

Total Eritrosit (10

6

/µL)

Hari ke-0 (H+0) Pasca Operasi Hari ke-7 (H+7) Pasca Operasi

(21)

11

Nilai Hematokrit

Tabel 4 Parameter Hematokrit (%) Kelompok Hari ke-0 Pasca

Operasi (H+0)

Keterangan: K1 = kelompok sayatan urethra sampai serosa; K2 = kelompok sayatan urethra sampai mukosa; K3 = kelompok sayatan kulit abdomen (kontrol)

Huruf superscript (a;b) yang berbeda pada kolom yang sama dan (x;y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Data nilai hematokrit yang diperoleh dijabarkan dalam bentuk grafik untuk menampilkan pergerakan status hematokrit antar kelompok perlakuan, saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi. Pergerakan nilai hematokrit yang terlihat (Gambar 6) disesuaikan dengan referensi normal.

Keterangan: batas normal (minimal–maksimal) hematokrit 33–50 (%) (Zimmerman et al. 2010) Gambar 6 Gambaran nilai hematokrit saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca

operasi urethrotomi antar kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan nilai kisaran.

Nilai hematokrit memperlihatkan proporsi relatif eritrosit terhadap plasma. Hematokrit adalah perhitungan konstanta darah dan jumlah sel darah merah. Hematokrit bukanlah pengukur volume darah yang tepat, namun derajat hemokonsentrasi pada syok diduga berhubungan dengan kesehatan, trauma, luka bakar, dan pendarahan dapat dinilai dengan hematokrit. Pendarahan pasca operasi berpengaruh terhadap turunnya nilai hematokrit. Gambar 6 menunjukan saat hari ke-0 (H+0) nilai hematokrit pada ketiga kelompok sayatan masih berada dalam kisaran nilai normal. Terkecuali kelompok K1 yang mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan kedua kelompok yang lain. Pada saat pendarahan, jumlah eritrosit yang hilang berbanding lurus dengan plasmanya sehingga nilai hematokrit

0

Hari ke-0 (H+0) Pasca Operasi Hari ke-7 (H+7) Pasca Operasi

(22)

pada saat pendarahan tidak berubah tetapi setelah pendarahan nilai hematokrit akan menurun. Menurut Frandson (1992), penurunan volume plasma dapat disebabkan oleh kurangnya asupan air atau hilangnya cairan tubuh dalam jumlah banyak.

Hari ke-7 pasca operasi urethrotomi (H+7), terlihat penurunan yang nyata pada kelompok K3 dari sebelumnya (H+0) dan berada dibawah nilai kisaran normal hematokrit. Fisiologis tubuh menurun akibat trauma pasca operasi dan defisiensi nutrisi, serta kehilangan jumlah darah, dan gagalnya respon sumsum tulang diduga sebagai faktor turunnya hematokrit. Penghentian total produksi sumsum tulang tanpa adanya hemolisis akan menyebabkan penurunan hematokrit tidak lebih dari 3–4 angka per minggu. Penurunan hematokrit yang lebih cepat tanpa adanya perubahan volume yang nyata mengindikasikan adanya hemolisis (Waterbury 2000). Penurunan kadar hematokrit dapat terjadi pada beberapa kondisi tubuh, seperti anemia, leukemia, kebuntingan, malnutrisi, dan gagal ginjal (Kee 1997).

Nilai Hemoglobin

Tabel 5 Parameter Hemoglobin (g/dL) Kelompok Hari ke-0 Pasca

Operasi (H+0) mukosa; K3 = kelompok sayatan kulit abdomen (kontrol)

Huruf superscript (a;b) yang berbeda pada kolom yang sama dan (x;y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Data nilai hemoglobin yang diperoleh dijabarkan dalam bentuk grafik untuk menampilkan pergerakan status hemoglobin antar kelompok perlakuan, saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi. Pergerakan hemoglobin yang terlihat (Gambar 8) disesuaikan dengan referensi normal. Gambar 7 menampilkan bahwa saat hari ke-0 (H+0), kelompok K1 terlihat lebih tinggi nilai hemoglobinnya dibandingkan K2 dan K3. Nilai tersebut tidak menunjukan hasil yang berbeda nyata antar kelompok perlakuan. Meskipun nilai hemoglobin kelompok K2 dan K3 berada dibawah K1 pada hari ke-0 (H+0), nilai yang dihasilkan masih dalam rentang nilai normal hemoglobin yaitu 10,4–17,4 g/dL (Zimmerman et al. 2010).

(23)

13

Hari ke-0 (H+0) Pasca Operasi Hari ke-7 (H+7) Pasca Operasi

Min normal Maks normal

Keterangan: batas normal (minimal–maksimal) Hb 10,4–17,4 (g/dL) (Zimmerman et al. 2010) Gambar 7 Gambaran nilai hemoglobin saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7)

pasca operasi urethrotomi antar kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan nilai kisaran.

Volume Eritrosit Rata-rata (VER)

Tabel 6 Indeks Eritrosit: Volume Eritrosit Rata-rata (VER) (fl) Kelompok Hari ke-0 Pasca

Operasi (H+0)

Keterangan: K1 = kelompok sayatan urethra sampai serosa; K2 = kelompok sayatan urethra sampai mukosa; K3 = kelompok sayatan kulit abdomen (kontrol)

Huruf superscript (a;b) yang berbeda pada kolom yang sama dan (x;y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Data volume eritrosit rata-rata (VER) yang diperoleh dijabarkan dalam bentuk grafik untuk menampilkan pergerakan status VER antar kelompok perlakuan, saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi. Pergerakan nilai VER yang terlihat (Gambar 8) disesuaikan dengan referensi normal.

(24)

0

Hari ke-0 (H+0) pasca Operasi Hari ke-7 (H+7) Pasca Operasi

Min normal Maks normal

et al. 2010). Hal ini diduga karena kelinci perlakuan masih belum mengalami penyembuhan luka, fisiologis tubuh menurun dan atau terjadi defisiensi nutrisi.

Keterangan: batas normal (minimal–maksimal) VER 58,5–66,5 (fl) (Zimmerman et al. 2010) Gambar 8 Gambaran nilai VER saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca

operasi urethrotomi antar kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan nilai kisaran.

Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER)

Tabel 7 Indeks Eritrosit: Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (HER) (pg) Kelompok Hari ke-0 Pasca

Operasi (H+0)

Keterangan: K1 = kelompok sayatan urethra sampai serosa; K2 = kelompok sayatan urethra sampai mukosa; K3 = kelompok sayatan kulit abdomen (kontrol)

Huruf superscript (a;b) yang berbeda pada kolom yang sama dan (x;y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Data nilai hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) yang diperoleh dijabarkan dalam bentuk grafik untuk menampilkan pergerakan status HER antar kelompok perlakuan, saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi. Pergerakan nilai HER yang terlihat (Gambar 9) disesuaikan dengan referensi normal. Tujuan perhitungan HER untuk mengetahui jumlah rata-rata hemoglobin dalam eritrosit. Umumnya HER berkolerasi langsung dengan VER hewan (Meyer dan Hervey 2004). Ukuran eritrosit yang lebih besar (VER tinggi/makrositik) cenderung memiliki HER yang lebih tinggi, sedangkan ukuran eritrosit yang lebih kecil (VER rendah/mikrositik) akan menghasilkan nilai HER yang lebih rendah.

(25)

15

HER dalam perhitungan ini berada dalam kisaran normal. Nilai HER normal kelinci NZW jantan berkisar antara 18,7–22,7 pg (Zimmerman et al. 2010).

Keterangan: batas normal (minimal–maksimal) HER 18,7–22,7 (pg) (Zimmerman et al. 2010) Gambar 9 Gambaran nilai HER saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca

operasi urethrotomi antar kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan nilai kisaran.

Uji statistik yang dilakukan memperoleh hasil yang tidak berbeda nyata antar kelompok perlakuan H+7. Ketiga kelompok perlakuan mengalami penurunan nilai HER. Berdasarkan nilai normal, ketiga kelompok tersebut berada di bawah kisaran normal HER (Zimmerman et al. 2010).

Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER)

Tabel 8 Indeks Eritrosit: Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER) (%) Kelompok Hari ke-0 Pasca

Operasi (H+0)

Keterangan: K1 = kelompok sayatan urethra sampai serosa; K2 = kelompok sayatan urethra sampai mukosa; K3 = kelompok sayatan kulit abdomen (kontrol)

Huruf superscript (a;b) yang berbeda pada kolom yang sama dan (x;y) yang berbeda pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (p<0,05) antar kelompok perlakuan.

Penentuan jenis anemia menggunakan KHER lebih akurat dibandingkan dengan HER, kerena KHER juga mengukur volume eritrositnya sedangkan untuk HER tidak demikian. KHER merupakan hasil rataan konsentrasi hemoglobin dalam eritrosit. Nilai KHER yang lebih rendah dari rentang normalnya (hipokromik) dapat menyebabkan warna eritrosit pucat. Apabila KHER meningkat diatas kisaran

0

Hari ke-0 (H+0) Pasca Operasi Hari ke-7 (H+7) Pasca Operasi

(26)

0 20 40 60

K1 K2 K3

Nilai KHER (% )

Hari ke-0 (H+0) Pasca Operasi Hari ke-7 (H+7) Pasca Operasi

Min normal Maks normal

normalnya (hiperkromik) dapat menyebabkan warna eritrosit lebih gelap (Meyer dan Harvey 2004).

Data nilai konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) yang diperoleh dijabarkan dalam bentuk grafik untuk menampilkan pergerakan status KHER antar kelompok perlakuan, saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi. Pergerakan nilai KHER yang terlihat (Gambar 10) disesuaikan dengan referensi normal.

Keterangan: batas normal (minimal–maksimal) KHER 33–50 (%) (Zimmerman et al. 2010) Gambar 10 Gambaran nilai KHER saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca

operasi urethrotomi antar kelompok perlakuan yang dibandingkan dengan nilai kisaran.

Untuk perhitungan KHER H+0, nilai KHER tertinggi terdapat pada kelompok K1 kemudian K3 dan K2 yang sedikit lebih rendah. Hasil uji statistik memperlihatkan bahwa ketiga kelompok perlakuan tidak menunjukan nilai yang berbeda nyata. Bila nilai perhitungan dibandingkan dengan nilai normal, hasil tersebut berada dalam kisaran normal. Nilai KHER normal kelinci NZW jantan yaitu 33–50 % (Zimmerman

et al. 2010). Penurunan nilai VER di bawah nilai normal (mikrositik) dan nilai KHER dalam kisaran normal (normokromik), menyebabkan terjadinya anemia mikrositik– normokromik.

Hasil hitung KHER H+7, terlihat adanya peningkatan dari sebelumnya (H+0) baik pada kelompok K1, K2, dan K3. Melalui uji statistik, nilai tersebut tidak menunjukan hasil yang berbeda nyata. Peningkatan nilai KHER H+7 masih berada dalam kisaran normal (Zimmerman et al. 2010). Penurunan nilai rataan volume eritosit (VER turun) dan KHER dalam keadaan normal saat H+7 disebut anemia mikrositik–normokromik.

(27)

17

sehari. Secara alami zat besi ini bisa diperoleh kelinci dari tumbuh-tumbuhan misalnya wortel, kangkung, daun papaya dan rerumputan (Blas dan Wiseman 2010). Untuk perbaikan defisiensi ini disarankan menambahkan zat besi kedalam pakan, jika pemberiannya pellet atau pemberian zat besi dalam sedian injeksi.

Tabel 9 Kandungan nutrisi pakan kelinci penelitian

Nutrisi Persentase (%)

Perhitungan indeks eritrosit pada kelompok perlakuan, hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca operasi urethrotomi tidak diperoleh perbedaan yang signifikan. Indeks eritrosit VER–KHER kelompok sayatan urethra sampai serosa, sayatan urethra sampai mukosa, serta sayatan kulit abdomen (kontrol) saat H+0 dan H+7 menunjukan keadaan anemia mikrositik–normokromik (VER menurun; KHER normal). Kondisi ini menunjukan bahwa kelinci NZW jantan mengalami defisiensi zat besi, sedangkan perdarahan yang terjadi pada ketiga kelompok perlakuan masih dalam tahapan normal karena jumlah eritrosit yang diperoleh berada dalam kisaran normal.

Saran

(28)

DAFTAR PUSTAKA

Baldy CM. 2006. Gangguan Sistem Hematologi di dalam: Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Proses Penyakit : Ahli Bahasa. Brahm U; Editor Edisi Bahasa Indonesia. Hurniawati, Hartanto et al. Ed-6. Jakarta (ID): EGC.

Balindi SS. 2007. Optical Internal Urethrotomy In The Treatment Of Urethral Stricture Disease. Dohuk Medical Journal. 1(1):49-54.

Blas CD, Wiseman J. 2010. Nutrion of The Rabbit. Ed ke-2. London (GB): CABI. Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy & Phsiology for Veterinary

Technicians. Ed ke-7. Philadephia (GB): Mosby, inc.

Delf MH, Manning RT. 1996. Mayor diagnostik fisik. Jakarta (ID): EGC. Siregar MR, penerjemah; Dharma A, editor. Terjemahan dari: Major’s Physical

Diagnostic. Ed ke-9.

Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Yokyakarta (ID): Gajah Mada Univ pr.

Ganong WF. 2002. Fisologi Kedokteran, ed ke-20 . Diterjemahkan Oleh Djauhari Widjajakusumah. Jakarta (ID): EGC.

Handayani W, Haribowo S. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan

Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta (ID): Salemba Medika.

Harr RR. 1995. Resensi Ilmu Laboratorium Klinis. Hartanto H, penerjemah; Mandera LI, Erlan, editor. Terjemahan dari: Clinical Laboratory Science Review. Jakarta (ID): EGC.

Hustamin R. 2006. Panduan Pemeliharaan Kelinci Hias. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Kartadisastra HR. 1994. Penyediaan Pakan Ternak Ruminansia. Yokyakarta (ID): Kanisius.

Kee JL. 1997. Pemeriksaan Laboratorik Dan Diagnostik. Ed ke-2. Jakarta (ID): EGC.

Lebas F. 2004. Reflections on Rabbits Nutritions with A Specials Emphasis on Feed Ingredients Utilizations. Proceedings of The 8th World Rabbit Congress. Mexico (US).

Meyer DJ, Harvey JW. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and Diagnosis. Missouri (US): Sounders Company.

[MF] Motifolio. 2013. Hematopoesis in Human. [Internet]. [diunduh 2013 Sept 23]. Tersedia pada: http://www.motifolio.com/9111140.html.

Perdana H. 2009. Jenis-Jenis Ras Kelinci. [Internet]. [diunduh 2012 Jul 12]. Tersedia pada: http// hendrik-perdana.com/2009/06/30/jenis-jenis-ras-kelinci/.

Prahal S. 1998. Structure of Heme. Oregon Medical Laser Center. [Internet]. [diunduh 2012 Jul 16]. Tersedia pada: http//omlc.ogi.edu/spectra/ hemoglobin/ hemestruct/ index. Html.

(29)

19

Reksodiputro AH. 1994. Cermin Dunia Kedokteran: Mekanisme Anemia Defisiensi Zat Besi. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.

Rodak BF. 2002. Hematology: Clinical Principle and Applications. Dalam: Rosita L, Mulyaningrum U. 2006. Pemeriksaan Retikulosit Metode Manual pada Pengamatan per 1000 Eritrosit dan per 500 Eritrosit Dibanding Metode Automatik. 1(3):57. Yokyakarta (ID): FKUII.

Sarwono B. 2008. Kelinci Pedaging dan Hias. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Subroto S. 2003. Beternak Kelinci. Semarang (ID): CV Aneka Ilmu.

Supandiman I. 1997. Hematologi Klinik. Ed ke-2. Bandung (ID): Alumni.

Suzanne CS, Brenda GB. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Volume ke-2. HY Kuncara, penerjemah. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical-Surgary Nursing. Ed ke-8.

Thrall MA. 2004. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Maryland (US): Lippincott Williams and Wilkins.

[VMC] Virtual Medical Center. 2008. Blood Function and Composition. [Internet]. [diunduh 2013 Sept 23]. Tersedia pada: http://www.virtualmedicalcentre. com/anatomy/blood-function-and-composition/30.

Waterbury I. 2000. Keadaan-keadaan yang Berhubungan Dengan Abnormalitas Pembekuan dan Trombosis. Dalam Hematology Series 3rd edition. Jakarta (ID): ECG.

Zimmerman KL, Moore DM, Smith SA. 2010. Hematology of Laboratory Rabbits (Oryctolagus cuniculus). Dalam Weiss DJ, Wardrop KJ, editor. Schalm’s

(30)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Agustus 1988 di Ternate–Maluku Utara. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan bapak Amos Tarang dan ibu Margaretha Garo. Alamat asal penulis Halmahera Barat–Maluku Utara.

Gambar

Gambar 2  Hematopoesis (MF 2010)
Gambar 5 Gambaran total eritrosit saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7) pasca
Tabel 4 Parameter Hematokrit (%)
Gambar 7  Gambaran nilai hemoglobin saat hari ke-0 (H+0) dan hari ke-7 (H+7)
+4

Referensi

Dokumen terkait