• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline dan Strategi Pengembangannya di Perairan Karimunjawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline dan Strategi Pengembangannya di Perairan Karimunjawa"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

KELAYAKAN USAHA BUDI DAYA RUMPUT LAUT

Kappaphycus alvarezii

DENGAN METODE

LONGLINE

DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA

DI PERAIRAN KARIMUNJAWA

HERYATI SETYANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir yang berjudul: Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline

dan Strategi Pengembangannya di Perairan Karimunjawa merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Juni 2011

Heryati Setyaningsih

(3)

ABSTRACT

One of Jepara regency water locations that have the potential of land resources for the development of aquaculture is Karimunjawa waters. Seaweed is the most widely cultivated in the Karimunjawa waters is Kappaphycus alvarezii, because low venture capital, high market demand, low-cost production technology, production cycle is short, post-harvest handling is easy and simple as well as market share is still open. This study aims to (1) Evaluate the feasibility of seaweed cultivation; (2) Identify factors that influence internal and external business seaweed cultivation; (3) Develop appropriate strategies in business development efforts to the cultivation of seaweed. Financial feasibility analysis results show that seaweed cultivation efforts Kappaphycus alvarezii with longline method in Karimunjawa waters financially profitable and feasible. This is indicated by a positive NPV value of 30.81 million rupiah; B/C ratio (2.69), IRR (47.58%); PBP 1.61 years; BEP 13.23 million rupiah or sales of 1,474 kg of dried seaweed. With a total score value of the internal-external matrix of 2.52 and 2.83 shows an internal and external matrix of responses given by business seaweed cultivation to the environment considered average. The combination of these two values indicates that the position of the business lies in V cells or growth strategies. The most appropriate strategies for business development is the empowerment of members and business groups to increase their business (5.83), and increased cultivation of technical skills for the improvement of product quality (5.52). These three strategies can be implemented simultaneously as mutually supporting one another.

(4)

RINGKASAN

Heryati Setyaningsih. Kelayakan Usaha Budi daya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline dan Strategi Pengembangannya di Perairan Karimunjawa. Di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc. dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si.

Salah satu lokasi perairan Kabupaten Jepara yang mempunyai potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan usaha budi daya perikanan adalah perairan Karimunjawa. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara melakukan berbagai upaya mengubah kebiasaan penduduk dalam mengambil dan menjual karang-karang laut dengan memperkenalkan usaha budi daya rumput laut dan sudah mulai dirintis sejak tahun 2000. Rumput laut yang paling banyak dibudi dayakan di perairan Karimunjawa adalah jenis Kappaphycus alvarezii, karena tergolong usaha rendah modal, permintaan pasar yang tinggi, teknologi produksinya murah, siklus produksi yang singkat, penanganan pasca panen mudah dan sederhana serta pangsa pasar masih terbuka.

Berkaitan hal tersebut, kajian ini bertujuan untuk (1) Mengevaluasi kelayakan usaha budi daya rumput laut. (2) Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha budi daya rumput laut. (3) Menyusun strategi yang tepat dalam upaya pengembangan usaha budi daya rumput laut.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) kajian kepustakaan. (2) kajian lapangan. Pengumpulan data primer diperoleh melalui survei lapangan dengan penyebaran kuesioner dan wawancara. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen atau monografi instansi-instansi berwenang seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bappeda Kabupaten Jepara, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jepara, instansi terkait lainnya baik di tingkat kabupaten maupun provinsi dan laporan hasil studi dari berbagai lembaga/instansi yang relevan.

Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa usaha budi daya rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan metode longline di perairan Karimunjawa secara finansial menguntungkan dan layak dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat bunga 14% diperoleh nilai NPV positif sebesar 30.81 juta rupiah; B/C ratio lebih dari satu (2.69); nilai IRR lebih besar dari tingkat bunga yang disyaratkan sebesar 14 % yaitu 47.58 %; PBP selama 1.61 tahun; nilai BEP 13.23 juta rupiah atau penjualan 1,474 kg rumput laut kering. Sedangkan hasil analisis sensitifitas menunjukkan bahwa usaha budi daya rumput laut akan merugikan dan tidak layak dilaksanakan apabila harga jual menurun hingga 30% (6.29 ribu rupiah/kg) atau biaya yang dikeluarkan meningkat hingga 43% (29.77 juta rupiah/tahun) atau volume produksi menurun hingga 30% (3,748 kg/tahun).

(5)

Faktor strategis eksternal dalam pengembangan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa yang menjadi peluang adalah: persyaratan mutu produk yang mudah dipenuhi; permintaan rumput laut sangat besar; hubungan baik dengan suplier; citra positif rumput laut asal Karimunjawa; Kebijakan pemerintah yang mendukung usaha. Adapun yang menjadi ancaman adalah: banyak pesaing dari daerah lain; fluktuasi harga rumput laut dunia; adanya hama dan penyakit; pengaruh perubahan musim.

Dengan total skor nilai pada matriks internal 2.52, usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa memiliki faktor internal yang tergolong rataan. Total skor nilai pada matriks eksternal 2.83 memperlihatkan respon yang diberikan oleh usaha budi daya rumput laut kepada lingkungan eksternal tergolong rataan. Perpaduan kedua nilai tersebut menunjukkan posisi usaha terletak pada sel V atau strategi pertumbuhan.

Pemetaan posisi usaha sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi pada usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. Alternatif strategi yang dapat dilakukan yaitu: memperluas lahan usaha budi daya, mengembangkan pengolahan hasil budi daya, peningkatan keterampilan teknis budi daya untuk peningkatan mutu produk, pemberdayaan anggota dan kelompok usaha untuk meningkatkan usahanya, peningkatan akses permodalan, memperluas dan mempertahankan jaringan pemasaran, mengoptimalkan kapasitas produksi yang ada.

(6)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis

(7)

KELAYAKAN USAHA BUDI DAYA RUMPUT LAUT

Kappaphycus alvarezii

DENGAN METODE

LONGLINE

DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA

DI PERAIRAN KARIMUNJAWA

HERYATI SETYANINGSIH

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tugas Akhir : Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut

Kappaphycus alvarezii dengan Metode Longline dan

Strategi Pengembangannya di Perairan Karimunjawa Nama : Heryati Setyaningsih

NIM : F352074045

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah

Prof.Dr.Ir.H.Musa Hubeis MS,Dipl.Ing.DEA. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul: Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

dengan Metode Longline dan Strategi Pengembangannya di Perairan Karimunjawa. Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah syarat untuk memperoleh gelar magister profesional dalam program studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, berbagai pihak telah memberikan bantuan dan masukan sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc. selaku pembimbing utama dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si selaku pembimbing kedua yang telah memberikan banyak pengetahuan dan bimbingannya yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tugas akhir ini serta kepada Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen penguji atas masukannya untuk perbaikan tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak, ibu, suami serta seluruh keluarga dan teman atas segala doa dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan penulisan ini. Akhir kata penulis menyampaikan banyak terima kasih dan semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juni 2011

Heryati Setyaningsih

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purworejo Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 05 Juni 1977 sebagai anak ke-6 dari 8 bersaudara pasangan Bapak Paino Hadi Reksoadmodjo, BE dan Ibu Suwarni. Pada tahun 2005 penulis menikah dengan Ir. Didi Sadili.

Penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan program Sarjana (S1) pada tahun 1995 di Jurusan Perikanan Program Studi Budi Daya Perairan dan lulus pada bulan Desember tahun 2000.

Penulis bekerja sebagai staf di Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia mulai tahun 2001 dan sekarang di Sub Direktorat Pengawasan Usaha Budi Daya. Penulis masuk kuliah di program studi Magister Profesional Industri (MPI) IPB, angkatan X pada bulan Maret 2008. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di Sekolah Pascasarjana, penulis melaksanakan kajian yang berjudul “Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I PENDAHULUAN ...……… 1

1.1 Latar Belakang ...………. 1

1.2 Permasalahan ….………... 3

1.3 Tujuan ..………. 4

1.4 Manfaat ..………... 4

II TINJAUAN PUSTAKA ...………... 5

2.1 Potensi Sumber Daya Rumput Laut ..……… 5

2.2 Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut ...………... 6

2.3 Metode Pengambilan Sampel ………... 12

2.4 Analisis Kelayakan Usaha ...……… 12

2.5 Pengembangan Usaha Budi Daya Rumput Laut ...……… 16

2.6 Strategi Pengembangan Usaha Budi Daya Rumput Laut ... 17

III METODOLOGI KAJIAN ... 24

3.1 Lokasi dan Waktu ... 24

3.2 Metode Penarikan Sampel ... 24

3.3 Sumber Data ... 24

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 25

3.5 Analisis Data ... 26

IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 28

4.1 Profil Usaha Budi Daya Rumput Laut ... 28

4.2 Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut ... 32

4.3 Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ... 43

4.4 Posisi Usaha Berdasarkan Matriks IE ... 49

4.5 Rumusan Alternatif Strategi ... 53

V SIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1 Simpulan ... 60

5.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(13)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Penilaian bobot faktor strategi internal usaha ... 18

2 Penilaian bobot faktor strategi eksternal usaha ... 19

3 Matriks IFE ....……….. 19

4 Matriks EFE ...……… 20

5 Matriks SWOT ... 21

6 Matriks QSP ... 23

7 Biaya investasi usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ... 39

8 Biaya operasional usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ... 40

9 Analisis sensitifitas usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ……. 42

10 Faktor strategis internal usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa ... 49

11 Faktor strategis eksternal usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa ... 51

(14)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran kelayakan rumput laut dan strategi pengembangannya di perairan Karimunjawa …... 27 2 Proses produksi rumput laut kering di perairan Karimunjawa ………… 30 3 Usaha budi daya rumput laut dengan metode rawai ……… 33 4 Usaha perawatan selama masa pemeliharaan ...………. 35 5 Total Skor IFE_EFE usaha budi daya rumput laut di perairan

Karimunjawa ... 52

(15)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner kajian untuk analisis kelayakan usaha budi daya rumput laut

di Karimunjawa …..……….. 64

2 Kuesioner kajian untuk penilaian bobot dan rating faktor strategis internal dan eksternal …..……….. 69

3 Profil usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ... 75

4 Pendapatan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ... 76

5 Komponen biaya usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ... 77

6 Biaya investasi usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ... 78

7 Biaya operasional usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ... 79

8 Kelayakan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ... 80

9 Hasil analisis sensitifitas usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa.. 81

10 Total skor pembobotan dan rating IFE usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ... 86

11 Total skor pembobotan dan rating EFE usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa ... 87

12 Nilai faktor internal dan eksternal usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa …..……….. 88

(16)

1.1. Latar Belakang

Salah satu lokasi perairan Kabupaten Jepara yang mempunyai potensi sumber daya lahan untuk pengembangan usaha budi daya perikanan adalah perairan Karimunjawa. Perairan Karimunjawa menjadi salah satu pusat perikanan yang diandalkan oleh Kabupaten Jepara dalam pengembangan perekonomian di kawasan tersebut. Secara geografis, Karimunjawa merupakan wilayah kepulauan dengan potensi sumber daya hayati yang melimpah.

Permasalahan muncul disebabkan pemanfaatan sumber daya perikanan yang cenderung berlebihan, seperti usaha penangkapan ikan terutama jenis ikan pelagis kecil, penggunaan racun potas atau sianida dan jaring yang merusak ekosistem terumbu karang. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara melakukan berbagai upaya mengubah kebiasaan penduduk dalam mengambil dan menjual karang-karang laut. Upaya tersebut adalah dengan memperkenalkan usaha budi daya rumput laut sebagai solusi mata pencarian penduduk yang tidak merusak ekosistem lingkungan dan sudah mulai dirintis sejak tahun 2000. Usaha budi daya rumput laut tergolong usaha yang padat karya sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Upaya memperkenalkan rumput laut di perairan Karimunjawa memperoleh dukungan dari lembaga pendidikan dan pelatihan terkait yang ada di Kabupaten Jepara, yaitu antara lain: Balai Besar Pengembangan Budi Daya Air Payau, Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai Universitas Diponegoro (LPWP-UNDIP), Fakultas Perikanan UNDIP di Teluk Aur, Akademi Perikanan Kalinyamat dan Diklat Pertambakan.

(17)

2

adalah 1,944,800 ton atau 55.07%. Produksi tersebut menduduki peringkat pertama total produksi perikanan budi daya selain produk udang, ikan mas, bandeng, nila, lele dan lainnya.

Menurut data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara (2008), komoditas rumput laut Kabupaten Jepara merupakan produk unggulan sektor perikanan dan kelautan. Rumput laut mulai dibudi dayakan secara intensif tahun 2003 dan telah menjadi salah satu kekuatan baru ekonomi masyarakat Karimunjawa. Fakta bahwa jumlah penduduk sebanyak 8,687 jiwa dengan 111 RTP (Rumah Tangga Perikanan) yang melakukan usaha budi daya rumput laut.

Menurut data statistik Balai Taman Nasional Karimunjawa tahun 2008, rumput laut yang ditemukan dapat tumbuh dan berkembang di perairan Karimunjawa antara lain jenis Kappaphycus sp. (Eucheuma sp.), Gracilaria sp.,

Gelidium sp., Hypnea sp. dan yang paling banyak dibudi dayakan di perairan Karimunjawa adalah jenis Kappaphycus sp. (Kappaphycus alvarezii). Jenis ini banyak dibudi dayakan karena tergolong usaha rendah modal, permintaan pasar yang tinggi, teknologi produksinya murah, siklus produksi yang singkat, penanganan pasca panen mudah dan sederhana serta pangsa pasar masih terbuka.

(18)

Sampai saat ini sebagian besar hasil rumput laut di Indonesia masih di ekspor dalam bentuk rumput laut kering. Dilain pihak, Indonesia masih mengimpor hasil olahan rumput laut untuk keperluan industri. Di masa mendatang rumput laut masih mempunyai prospek cerah mengingat potensi pasar dan lahan yang masih cukup luas serta usaha budi daya saat ini yang masih rendah. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa budi daya rumput laut belum berkembang dengan baik mengingat luas kawasan perairan Karimunjawa memiliki sumber daya perikanan yang besar. Kendala dalam pengembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimujawa diantaranya adalah masih terbatasnya data dan informasi mengenai ketepatan kelayakan usahanya yang dapat dijadikan acuan dalam pemanfaatan sumber daya tersebut secara optimal. Oleh karena itu, kajian kelayakan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa ini perlu dilakukan dalam membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, dan juga agar dapat dirumuskan strategi pengembangan usaha yang sesuai untuk diterapkan pembudi daya rumput laut.

1.2. Permasalahan

Permintaan rumput laut dunia dinilai cukup baik dan nampaknya memiliki prospek yang cerah di masa mendatang. Potensi lahan, teknologi budi daya yang mudah, masa tanam pendek dan ketersediaan tenaga kerja setempat merupakan modal potensial bagi perkembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. Tetapi pada kenyataannya jumlah pembudi daya yang tertarik pada usaha budi daya rumput laut masih rendah. Berdasarkan latar belakang kondisi usaha tersebut, permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah:

1. Kurangnya informasi tentang usaha budi daya rumput laut.

2. Kelayakan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa yang dilakukan pembudi daya selama ini umumnya tidak direkapitulasi dengan baik sehingga hasil analisis kelayakan usahanya tidak diketahui oleh masyarakat yang belum mengenal usaha budi daya rumput laut.

(19)

4

4. Strategi pengembangan usaha budi daya rumput laut masih kurang terencana, pengembangan usaha masih dominan dipengaruhi harga rumput laut. Strategi belum dirancang menjadi suatu struktur usaha yang dikelola berorientasi pengembangan dari hulu sampai hilir sehingga rentan terhadap perubahan ekonomi dan politik.

1.3. Tujuan

1. Mengevaluasi kelayakan usaha budi daya rumput laut.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha budi daya rumput laut.

3. Menyusun strategi yang tepat dalam upaya pengembangan usaha budi daya rumput laut.

1.4. Manfaaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil kajian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi mengenai pengelolaan dan pengembangan usaha bagi pelaku usaha budi daya, baik perorangan maupun kelompok.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi setiap orang atau kelompok usaha dalam meningkatkan usahanya.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi pelaku kebijakan, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam pengembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa.

(20)

2.1. Potensi Sumber Daya Rumput Laut

Perairan Karimunjawa merupakan kawasan kepulauan dan memiliki daya dukung bagi usaha budi daya rumput laut. Berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK.79/IV/Set-3/2005 tanggal 30 Juni 2005 tentang Revisi Mintakat/Zonasi Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa, zona budi daya yang diperuntukkan untuk kepentingan budi daya perikanan termasuk rumput laut seluas 788.21 hektar, meliputi perairan Pulau Karimunjawa, Pulau Kemojan, Pulau Menjangan Besar, Pulau Parang dan Pulau Nyamuk.

Saat ini pemanfaatan rumput laut sangat terbatas pada jenis yang telah umum dikenal saja, yaitu jenis rumput laut Carrageenophytes, yaitu jenis rumput laut penghasil karagenan seperti Kappaphycus alvarezii, Gracilaria sp., dan

Euchema spinosum. Rumput laut jenis Kappaphicus alvarezii atau dulu lebih dikenal dengan sebutan Eucheuma cottonii dan biasa dipakai dalam dunia perdagangan nasional maupun internasional. Ciri fisik Kappaphycus alvarezii

adalah keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan (Aslan 1998). Kappaphycus alvarezii tumbuh melekat ke substrat dengan alat perekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh dengan membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari (Sudradjat 2008). Umumnya Kappaphycus alvarezii tumbuh dengan baik di daerah pantai berkarang. Habitat khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut.

Doty (1985) dalam Parenrengi et al. (2006) mengemukakan bahwa

(21)

6

Kappaphycus sp. paling banyak dibudi dayakan oleh masyarakat pantai. Jenis ini paling banyak diusahakan karena mengandung karagenan yang tinggi. Ismail et al. (2009) mengemukakan bahwa karagenan merupakan polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut merah dan dibedakan dengan agar berdasarkan kandungan sulfatnya. Karagenan mengandung minimal 18% sulfat sedang agar-agar hanya mengandung sulfat 3 – 4%. Karagenan memiliki kekuatan gel serta rendeman yang tinggi. Karagenan banyak dimanfaatkan sebagai bahan tambahan dalam industri makanan, minuman, farmasi, keramik, tekstil dan kosmetik serta digunakan sebagai bahan stabilisator, pengental, pembentuk gel, pengikat dan pencegah kristalisasi dalam industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik dan lain-lain.

2.2. Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut

Menurut Umar (1997), kelayakan usaha dimaksudkan sebagai perkiraan tentang laba rugi yang terkait dengan pengoperasian usaha. Secara umum aspek yang dikaji dalam studi kelayakan usaha meliputi aspek seperti teknis produksi, pemasaran dan keuangan.

2.2.1. Aspek Teknis Produksi

(22)

Terlindung dari ancaman pencemaran seperti dekat muara sungai, buangan limbah industri, aktivitas pertanian dan limbah rumah tangga; dan (4) Terlindung dari hilir mudik lalu lintas kapal karena selain akan menimbulkan riak-riak gelombang juga buangan kapal (minyak, solar, dan lain-lain) akan mencemari area pemeliharaan. Selain faktor tersebut, ketersediaan bibit alami rumput laut, dasar perairan yang berupa pecahan-pecahan karang dan pasir kasar, kedalaman sekitar 2 – 15 m, kadar garam 28 – 34 ppt dengan nilai optimum 33 ppt, kecerahan lebih dari 1.5 m (Akma et al. 2008).

Metode budi daya rumput laut yang dikenal secara umum adalah: 1) metode lepas dasar yang dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir berlumpur dan terlindung dari hempasan gelombang besar; 2) metode rakit apung yang dilakukan dengan cara mengikat rumput laut pada tali dan diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu; 3) metode rawai dan dikenal dengan istilah longline yang menggunakan tali panjang yang dibentangkan; dan 4) metode jalur yang merupakan kombinasi antara metode rakit apung dengan rawai (Sudradjat 2008). Metode rawai pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak menggunakan bambu sebagai rakit, tetapi menggunakan tali plastik dan botol minuman bekas sebagai pelampungnya.

(23)

8

ongkos materialnya. Metode ini dimasyarakatkan karena selain lebih ekonomis juga dapat diterapkan di perairan yang agak dalam.

Keuntungan metode rawai antara lain: tanaman cukup menerima sinar matahari, tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas air, terbebas dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan, pertumbuhannya lebih cepat, cara kerjanya lebih mudah, biayanya lebih murah, dan kualitas rumput laut yang dihasilkan baik. Metode budi daya yang diterapkan oleh pembudi daya rumput laut di Karimunjawa dilakukan dengan penggunaan metode rawai yang telah disesuaikan dengan kondisi geografi lokasi budi daya, yaitu dengan mengikat rumput laut pada tali yang direntangkan di atas atau diantara tanaman karang.

Pengelolaan budi daya rumput laut meliputi penyediaan bibit, penanganan bibit selama pengangkutan, penanaman bibit dan perawatan tanaman. Akma et al. (2008) menyebutkan bahwa bibit rumput laut dari Karimunjawa termasuk bibit unggul dan kriteria bibit yang baik adalah rumpun bercabang banyak dan rimbun, tidak terdapat bercak putih dan tidak terkelupas, warna spesifik, segar, sehat, masih muda, umur 25 – 35 hari, memberikan indikasi pertumbuhan yang baik dengan laju pertumbuhannya 3 – 5% per hari dan berat bibit 50 – 100 g per ikatan dengan jarak tanam tidak kurang dari 25 cm. Kepadatan penanaman bibit rumput laut tergantung dari jenis dan metode budi daya yang digunakan.

Penanaman dilakukan segera setelah selesai pengikatan, dengan tujuan agar bibit masih segar dan tidak lama berada di darat. Menurut Sudradjat (2008), penanganan bibit selama pengangkutan juga harus dijaga. Hal ini dilakukan agar bibit tetap lembab/basah tetapi tidak sampai meneteskan air, diusahakan tidak terkena air tawar, hujan, embun, minyak dan kotoran lain karena dapat merusak bibit, tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung dan diletakkan pada daerah yang jauh dari sumber panas seperti mesin perahu/mobil.

(24)

yang akan dibudi dayakan akan semakin baik pertumbuhannya dan juga hasil yang diperoleh. Menurut DJPB KKP (2004a), kegiatan pemeliharaan meliputi: pembersihan tali dan tanaman dari kotoran, tumbuhan dan hewan pengganggu; menyulam/menyisip tanaman yang mati atau terlepas dari ikatan pada minggu pertama setelah rumput laut ditanam; mengganti tali, patok, pelampung yang lapuk/rusak; menguatkan tali ikatan dan tali jangkar yang sudah goyah; menggoyang atau membersihkan lumpur yang melekat pada tanaman dan tali; serta pemantauan pertumbuhan rumput laut secara berkala. Memelihara rumput laut berarti mengawasi terus menerus konstruksi budi daya dan tanaman. Pemeliharaan dilakukan saat ombak besar maupun saat air laut tenang. Kerusakan patok, jangkar, tali ris, tali ris utama dan pelampung disebabkan oleh ombak besar atau daya tahan rumput laut menurun sehingga harus segera diperbaiki. Bila ditunda berakibat makin banyak yang hilang sehingga kerugian semakin besar.

Hama dan penyakit merupakan hal yang berbeda. Ditinjau dari definisinya, hama mencakup semua organisme yang bersifat mematikan organisme yang ditumpanginya secara langsung. Dengan demikian, selain sebagai predator, hama juga sebagai competitor di lingkungan tempatnya berada. Sedangkan penyakit dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi dan non infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme hidup sedangkan penyakit non infeksi disebabkan oleh faktor non hidup, seperti lingkungan, pakan, keturunan dan penanganan (Supriyadi dan Tim Lentera 2008).

Menurut Sudradjat (2008), hama dalam usaha budi daya rumput laut antara lain ikan baronang, bintang laut, bulu babi dan penyu. Pengendalian hama terutama ikan dan penyu dengan cara penempatan lokasi di kawasan luas dan menghindari masa migrasi ikan tersebut. Penyakit ice-ice

(25)

10

yang lebih baik kondisi airnya. Menurut DJPB KKP (2004a), pengelolaan kualitas air bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang optimal. Oleh karena itu penempatan rawai harus memperhatikan arah arus agar sirkulasi oksigen dan makanan dapat menyebar secara merata. Di samping itu perlu diperhatikan pembuangan limbah atau pencemaran rumah tangga atau industri.

Mutu rumput laut tidak hanya dipengaruhi oleh teknik atau metode budi dayanya saja, pemanenan juga merupakan hal terpenting dalam menentukan mutu rumput laut seperti penentuan umur panen, cara panen dan keadaan cuaca pada saat pemanenan. Panen dapat dibedakan berdasarkan tujuannya yaitu untuk bibit dan untuk produksi. Panen untuk bibit dilakukan pada saat rumput laut berumur 25 – 35 hari dengan memperhatikan persyaratan bibit yang berkualitas baik, sedangkan panen untuk produksi dilakukan pada umur 45 hari agar kandungan karagenannya bernilai optimum (DJPB KKP 2004a).

Menurut Sudradjat (2008), panen sebaiknya dilakukan pada cuaca cerah agar kualitas rumput laut yang dihasilkan lebih terjamin, sebaliknya apabila saat mendung dapat mengakibatkan fermentasi sehingga mutunya menurun. Panen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara selektif atau parsial dan secara keseluruhan. Panen secara selektif dilakukan dengan cara memotong tanaman secara langsung tanpa melepas ikatan tali ris. Keuntungan cara ini adalah penghematan tali rafia pengikat rumput laut tetapi memerlukan waktu kerja yang relatif lama. Sementara itu, cara panen keseluruhan dilakukan dengan mengangkat seluruh tanaman hasil pemeliharaan dan dibawa ke darat sehingga waktu kerja yang diperlukan relatif lebih singkat dibanding cara panen selektif. Namun untuk penanaman bibit selanjutnya harus dilakukan dari awal dengan mengikat bibit ke tali ris dan memasang kembali ke lokasi budi daya.

(26)

secara seksama baik dari pemanenan, pencucian, pengeringan bahkan sampai pengepakan dan penyimpanannya. Perlakuan sebelum pengeringan dilakukan sesuai permintaan pasar, yaitu: langsung dijemur sesudah panen, terlebih dulu dicuci dengan air tawar atau dilakukan fermentasi terlebih dahulu.

Penanganan hasil panen ini juga harus disesuaikan dengan kegiatan pengolahan selanjutnya. Kegiatan pengolahan ditujukan untuk menciptakan suatu produk yang lebih bernilai ekonomis daripada bahan mentahnya. Dalam arti, produk olahan apa yang akan dihasilkan dari jenis rumput laut yang dipanen. Hal ini tentu saja agar mutu rumput laut yang dihasilkan sebagai bahan baku sesuai dengan standar produksi industri pengolahannya dan menghasilkan produk olahan yang berkualitas baik.

2.2.2. Aspek Pasar

Pemasaran menurut Kotler dan Susanto (1999), merupakan proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginannya dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang bernilai satu sama lain. Pemasaran merupakan sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang dituju untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Pemahaman konsep pemasaran mendukung manajemen perusahaan untuk mengadaptasi setiap perubahan pasar dan pesaing melalui perencanaan strategi. Menurut Kotler dan Amstrong (2001) tercapainya tujuan organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan memuaskan pelanggan secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan oleh pesaing. Aspek pemasaran meliputi kondisi permintaan, penawaran, harga, persaingan dan peluang pasar serta proyeksi pemasaran produk.

2.2.3. Aspek Keuangan

(27)

12

modal sendiri. Investasi yang memberikan pengembalian modal tinggi dan jangka waktu pengembalian yang relatif pendek menjadi harapan setiap investor. Sebaliknya, jika pengembalian modal rendah apalagi jika lebih rendah dibandingkan tingkat bunga yang berlaku, investor akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan.

Jika investor menggunakan modal pinjaman dengan pengembalian modal yang lebih rendah daripada suku bunga bank, berarti investor akan mengalami kerugian akibat membayar selisih kekurangannya. Jika ternyata proyek yang dijalankan mengalami kegagalan atau berhenti di tengah jalan, berarti kerugian yang terjadi akan lebih besar lagi. Investasi selalu membutuhkan modal yang tidak sedikit. Oleh karena itu, sebelum melakukan investasi, sudah selayaknya dilakukan analisis kelayakan usaha secara mendalam.

2.3. Metode Pengambilan Sampel

Banyak rumus pengambilan sampel penelitian yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah sampel penelitian. Pada prinsipnya penggunaan rumus-rumus penarikan sampel penelitian digunakan untuk mempermudah teknis penelitian. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu karena yang dipentingkan adalah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat. Untuk penelitian deskriptif, sampelnya 10% dari populasi (Mustafa 2000). Jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10% sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100 maka jumlah sampel yang harus diambil agar hasilnya mewakili populasi yaitu paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100% (Gay dan Diehl 1992 dalam

Mustafa 2000).

2.4. Analisis Kelayakan Usaha

(28)

penelitan ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan dapat memberikan manfaat dalam arti finansial maupun sosial benefit. Penentuan layak atau tidaknya suatu usaha adalah dengan cara membandingkan masing-masing nilai kriteria kelayakan dengan batas-batas kelayakannya (Kadariah et al. 1999).

Analisis keuangan dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat lima kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR),

Pay Back Period (PBP) dan Break Even Point (BEP). Pendekatan analisis keuangan yang digunakan, yaitu:

2.4.1. Analisis Keuntungan

Komponen biaya total terdiri dari biaya variabel (biaya tidak tetap) dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang secara total berubah secara proporsional dengan perubahan aktivitas, dengan kata lain biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan, akan tetapi biaya variabel per unit sifatnya konstan. Sedangkan biaya yang selalu tetap secara keseluruhan tanpa terpengaruh oleh tingkat aktivitas (Garrison dan Noreen 2001).

π = TR – TC

Keterangan:

π = Keuntungan

TR = penerimaan total usaha TC = biaya total usaha 2.4.2. Analisis Finansial

a. Net Present Value (NPV)

(29)

14

 

t n

i t t t t i C B NPV ) 1 ( ) ( Keterangan:

B = Manfaat penerimaan tiap tahun C = Biaya yang dikeluarkan tiap tahun t = Tahun kegiatan usaha (t = 1,2,...n) i = Tingkat diskon yang berlaku Kriteria NPV yaitu:

NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan

NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tetapi juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian subyektif pengambilan keputusan)

NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan b. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Menurut Gittinger (1996), Net B/C menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Dapat juga dikatakan untuk mengetahui sejauh mana hasil/penerimaan yang diperoleh dari penggunaan biaya usaha selama periode tertentu. Notasinya sebagai berikut:

Keterangan:

B t = Manfaat penerimaan tahun ke-t (Rp)

C t = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t (Rp) N = umur ekonomis usaha (tahun)

i = tingkat suku bunga (%) t = periode investasi (i = 1,2,...n)

Kriteria kelayakan pada metode ini adalah: Net B/C > 1, usaha dianggap layak

Net B/C = 1, merupakan titik impas Net B/C < 1, usaha tidak layak. c. Internal Rate of Return (IRR)

Tingkat pengembalian internal (IRR) merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha untuk sumber daya yang digunakan dan ditunjukkan dengan persentase serta menunjukkan tolok ukur keberhasilan proyek (Gittinger 1996). IRR adalah tingkat bunga

(untuk Bt-Ct > 0) (untuk Bt-Ct < 0)

(30)

yang membuat arus penerimaan bersih sekarang (NPV) sama dengan nol (Kadariah et al. 1999). Notasinya sebagai berikut :

Keterangan :

NPV1 = Nilai NPV yang positif (Rp) NPV2 = Nilai NPV yang negatif (Rp)

i1 = tingkat suku bunga nilai NPV yang positif (%) i2 = tingkat suku bunganilai NPV yang negatif (%) i* = IRR (%)

Kriteria IRR yaitu :

IRR > tingkat suku bunga, berarti usaha layak dilaksanakan IRR < tingkat suku bunga, berarti usaha tidak layak dilaksanakan. d. Pay Back Period (PBP)

Penghitungan PBP untuk mengetahui jumlah periode (tahun) yang diperlukan untuk mengembalikan (menutup) ongkos investasi awal dengan tingkat pengembalian tertentu (Giyatmi et al. 2003). Perhitungan PBP ini menggunakan rasio keuntungan dan biaya dengan nilai sekarang. Jika nilai perbandingan keuntungan dengan biaya lebih besar atau sama dengan 1, proyek tersebut dapat dijalankan (Umar 1997). Notasinya sebagai berikut:

Bn 1 Cn 1

m n PBP      Keterangan:

n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt - Ct negatif terakhir m = nilai kumulatif Bt - Ct negatif terakhir

Bn+1 = nilai sekarang penerimaan bruto pada tahun n + 1 Cn+1 = nilai sekarang biaya bruto tahun n + 1

e. Break Even Point (BEP)

BEP adalah suatu cara untuk dapat menetapkan tingkat produksi dimana penjualan sama dengan biaya-biaya. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung, sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba. Jika hasil penjualan produk tidak dapat melampaui titik ini, maka proyek yang bersangkutan tidak dapat memberikan laba (Kadariah et al. 1999). Notasinya sebagai berikut:

) (

* 2 1

(31)

16

Penerimaan Total

Variabel Biaya

1

Tetap Biaya BEP

 

2.4.3. Analisis Sensitifitas

Analisis sensitifitas dilakukan untuk melihat seberapa jauh proyek dapat dilaksanakan mengikuti perubahan harga, baik biaya produksi maupun harga jual produk atau kelemahan estimasi hasil produksi. Parameter yang biasanya berubah dan perubahannya dapat mempengaruhi keputusan adalah biaya investasi, aliran kas, nilai sisa, tingkat bunga, tingkat pajak dan sebagainya. Analisis sensitifitas juga dilakukan apabila terjadi suatu kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat (Pramudya 2002).

2.5. Pengembangan Usaha Budi Daya Rumput Laut

Menurut Hubeis (2008), pengembangan usaha kecil, menengah dan koperasi tergantung pada beberapa faktor, antara lain: (1) Kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi dijadikan kekuatan utama pengembangan ekonomi berbasis lokal; (2) Kemampuan usaha kecil, menengah dan koperasi dalam peningkatan produktivitas, efisiensi dan daya saing; (3) Menghasilkan produk yang bermutu dan berorientasi pasar domestik maupun ekspor; (4) Berbasis bahan baku domestik; dan (5) Substitusi impor.

Dalam pembangunan di wilayah pesisir, salah satu pengembangan kegiatan ekonomi yang sedang digalakkan pemerintah adalah pengembangan budi daya rumput laut. Melalui program ini diharapkan dapat merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi wilayah akibat meningkatnya pendapatan masyarakat setempat dan juga dapat digunakan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai (DJPB KKP 2004b).

Pengembangan budi daya rumput laut merupakan salah satu alternatif pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan dalam hal: (1) produk yang dihasilkan mempunyai kegunaan yang beragam, (2) tersedianya lahan untuk budi daya yang cukup luas, serta (3) mudahnya teknologi budi daya yang diperlukan (Pusdatin KKP 2009).

(32)

memperhatikan aspek pemasaran dan keuangan. Budi daya laut yang berkelanjutan harus memperhatikan tahapan perencanaan meliputi tatanan praproduksi, teknik produksi, penanganan hasil, pemasaran dan keuangan.

2.6. Strategi Pengembangan Usaha Budi Daya Rumput Laut

Menurut Rangkuti (2006), organisasi bisnis apapun bahkan termasuk organisasi masyarakat berbasis komoditi dapat dianalisis untuk mencari posisi dan titik kelebihan dan kekurangan mereka untuk mencapai tujuan yang dikehendaki bersama. David (2004) mengatakan bahwa ada tiga tahapan yang harus dilalui dalam proses perumusan strategi pengembangan perusahaan, yaitu: tahap input, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Tahap input merangkum informasi-informasi yang diperlukan dalam formulasi strategi dengan melakukan identifikasi faktor internal dan eksternal perusahaan dengan matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) dan External Faktor Evaluation (EFE). Tahap selanjutnya adalah analisis matriks matriks Internal-External (IE) untuk melihat kondisi dan posisi usaha saat ini. Langkah selanjutnya adalah analisis matriks

Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) untuk memilih alternatif strategi yang tepat bagi usaha. Untuk mengetahui strategi yang terbaik dari alternatif strategi yang dihasilkan dengan menggunakan analisis matriks

Quantitative Strategic Planning (QSP).

2.6.1. Matriks IFE dan EFE serta Matriks IE

Analisis secara deskriptif dilakukan dengan menggunakan matriks IFE, EFE dan IE. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghadapi lingkungan internal dan eksternalnya dengan cara mendapatkan angka yang menggambarkan kondisi perusahaan terhadap kondisi lingkungannya. Langkah yang ringkas dalam melakukan penilaian internal adalah dengan menggunakan matriks IFE. Sedangkan untuk mengarahkan perumusan strategi yang merangkum dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi dan tingkat persaingan digunakan matriks EFE (David, 2004).

(33)

18

1. Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan

Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal, yaitu dengan mendaftarkan semua kelemahan dan kekuatan organisasi. Kekuatan diidentifikasi terlebih dahulu, baru kemudian perlu dikenali kelemahan organisasi. Daftar dibuat spesifik dengan menggunakan persentase, rasio atau angka perbandingan. Faktor eksternal perusahaan diidentifikasi dengan mendata semua peluang dan ancaman organisasi. Data eksternal perusahaan diperoleh dari hasil wawancara atau kuesioner dan diskusi dengan pihak manajemen perusahaan serta data penunjang lainnya. Hasil kedua identifikasi faktor-faktor diatas menjadi faktor penentu internal dan eksternal yang selanjutnya akan diberikan bobot dan rating.

2. Penentuan Bobot Setiap Peubah

[image:33.595.122.437.639.727.2]

Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor-faktor strategis eksternal dan internal tersebut kepada pihak manajemen atau pakar dengan menggunakan metode perbandingan berpasangan. Metode tersebut digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Untuk menentukan bobot setiap peubah digunakan skala 1, 2, dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah: (1) 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal; (2) 2 = Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal; dan (3) 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal. Bobot setiap peubah diperoleh dengan menentukan nilai rataan dari setiap peubah terhadap jumlah nilai keseluruhan peubah.

Tabel 1 Penilaian bobot faktor strategi internal usaha Faktor Strategis Internal A B C D …. Total

A B C D ……..

(34)

Tabel 2 Penilaian bobot faktor strategi eksternal perusahaan Faktor Strategis Eksternal A B C D …. Total

A B C D ……..

Total

3. Penentuan Peringkat (Rating)

Penentuan rating dilakukan terhadap peubah-peubah hasil analisis situasi perusahaan. Hasil pembobotan dan rating dimasukkan dalam Tabel 3 dan 4. Faktor kelemahan, dimana skala 1 berarti kelemahan utama dan skala 2 berarti kelemahan kecil. Faktor kekuatan, dimana skala 3 berarti kekuatan kecil dan skala 4 berarti kekuatan utama. Selanjutnya nilai dari pembobotan dikalikan dengan nilai rataan rating pada tiap-tiap faktor dan semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk memperoleh total skor pembobotan. Skala nilai rating yang digunakan untuk matriks IFE yaitu: 1 = kelemahan utama, 2 = kelemahan kecil, 3 = kekuatan kecil, dan 4 = kekuatan utama.

Tabel 3 Matriks IFE

Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor

A. Kekuatan : 1.

5.

B. Kelemahan : 1.

5.

Total (A+B)

(35)
[image:35.595.127.460.110.232.2]

20

Tabel 4 Matriks EFE

Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor

A. Peluang : 1.

5.

B. Ancaman : 1.

5.

Total (A+B)

Gabungan kedua matriks tersebut menghasilkan matriks IE yang berisikan sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE. Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan usaha yang lebih detail. Diagram tersebut dapat mengidentifikasikan 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu: a) Strategi pertumbuhan, adalah strategi yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri; b) Strategi stabilitas, adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang sudah ditetapkan; dan c) Strategi pengurangan, adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan.

2.6.2. Matriks SWOT

Matriks SWOT digunakan untuk menyusun strategi perusahaan. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Analisis SWOT terdiri dari Strengths (kekuatan), yaitu sumber daya, keterampilan atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani oleh perusahaan. Kekuatan dapat terkandung dalam sumber daya keuangan, citra perusahaan, kepemimpinan pasar. Weaknees

(kelemahan), yaitu keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan seperti keterampilan pemasaran dan keterikatan hubungan kerja.

(36)

satu sumber peluang seperti segmen pasar yang tadinya terabaikan. Threats (ancaman) yaitu situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan, seperti masuknya pesaing baru, lambatnya pertumbuhan pasar dan sebagainya (Rangkuti 2006).

Menurut Hubeis (2008), komponen analisis SWOT juga dapat diartikan sebagai: a) Kekuatan adalah sumber daya atau kapasitas perusahaan yang dapat digunakan secara efektif dalam mencapai tujuannya; b) Kelemahan adalah keterbatasan, toleransi ataupun cacat dari perusahaan yang dapat menghambat pencapaian tujuannya; c) Peluang adalah situasi mendukung dalam perusahaan yang digambarkan dari kecenderungan atau perubahan sejenis atau pandangan yang dibutuhkan untuk meningkatkan permintaan produk/jasa dan memungkinkan organisasi meningkatkan posisi melalui kegiatan suplai; dan d) Ancaman adalah situasi tidak mendukung/hambatan, kendala atau berbagai unsur eksternal lainnya dalam lingkungan perusahaan yang potensial untuk merusak strategi yang telah disusun, sehingga menimbulkan masalah, kerusakan atau kekeliruan. Penilaian internal ditujukan untuk mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan.

Matriks SWOT menghasilkan 4 sel kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi W-T, dan strategi S-T, seperti terlihat pada

Tabel 5.

Tabel 5 Matriks SWOT

INTERNAL

EKSTERNAL

STRENGTH – S Daftar 5-10 faktor-faktor kekuatan

WEAKNESS – W Daftar 5-10 faktor-faktor kelemahan

OPPORTUNITIES – O Daftar 5-10 faktor-faktor Peluang

STRATEGI S – O Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI W – O Atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang

THREATS – T

Daftar 5-10 faktor-faktor Ancaman

STRATEGI S – T Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman

(37)

22

Terdapat 8 tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu: 1. Penentuan faktor-faktor peluang eksternal perusahaan. 2. Penentuan faktor-faktor ancaman eksternal perusahaan. 3. Penentuan faktor-faktor kekuatan internal perusahaan. 4. Penentuan faktor-faktor kelemahan internal perusahaan.

5. Penyesuaian kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi S – O.

6. Penyesuaian kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi W – O.

7. Penyesuaian kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi S – T.

8. Penyesuaian kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi W – T.

2.6.3. Matriks Quantitative Strategic Planning (QSP)

Tahap terakhir dari perumusan strategi adalah tahap keputusan, dimana alat analisis yang digunakan dalam tahap ini adalah matriks QSP. Matriks ini menggunakan masukan dari tahap input dan tahap pemaduan untuk memutuskan strategi mana yang terbaik (David 2004). Matriks QSP merupakan alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara obyektif, berdasarkan faktor-faktor sukses internal dan eksternal yang telah dikenali sebelumnya.

Matriks QSP terdiri dari empat komponen, antara lain: (1) Bobot, yang diberikan sama dengan yang ada pada matriks IFE dan matriks EFE, (2) Nilai daya tarik, (3) Total nilai daya tarik, dan (4) Jumlah total nilai daya tarik. Matriks QSM dapat dilihat pada Tabel 6. Menurut David (2004) ada enam langkah yang diperlukan untuk mengembangkan matriks QSP adalah sebagai berikut:

Langkah 1 : Mendaftarkan peluang atau ancaman eksternal dan kekuatan atau kelemahan internal perusahaan dalam kolom kiri matriks QSP. Langkah 2 : Memberikan bobot untuk setiap faktor internal dan eksternal.

(38)

Langkah 3 : Memeriksa tahap kedua (pemanduan) matriks dan mengidentifikasi strategi alternatif yang dapat dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan.

Langkah 4 : Menetapkan Nilai Daya Tarik (AS) yang menunjukkan daya tarik relatif setiap strategi dalam alternatif set tertentu. Nilai daya tarik tersebut adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, 4 = amat menarik.

Langkah 5 : Menghitung Total Nilai Daya Tarik dengan mengalikan bobot dengan nilai daya tarik.

[image:38.595.98.490.48.761.2]

Langkah 6 : Menghitung jumlah Total Nilai Daya Tarik. Jumlah ini mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap strategi. Semakin tinggi nilai menunjukkan strategi tersebut semakin menarik dan sebaliknya.

Tabel 6 Matriks QSP

Keterangan:

AS = Nilai Daya Tarik; TAS = Total Nilai Daya Tarik. Faktor-faktor Kunci Bobot

Alternatif Strategi Strategi 1 Strategi 2 AS1 TAS1 AS2 TAS2

Peluang

Ancaman

Kekuatan

Kelemahan

(39)

III. METODOLOGI KAJIAN

3.1. Lokasi dan Waktu

Penentuan lokasi kajian secara sengaja (purposive) yaitu pada sentra budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, dengan pertimbangan bahwa di perairan Karimunjawa merupakan lokasi budi daya rumput laut yang cukup terkenal sebagai produsen rumput laut Indonesia. Waktu kajian berlangsung selama 10 bulan dari bulan Maret sampai dengan Desember 2010.

3.2. Metode Penarikan Sampel

Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kecamatan Karimunjawa sebanyak 111 RTP sehingga jumlah responden yang digunakan dalam kajian ini sebanyak 35 orang, yang berdomisili di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemojan. Responden terdiri dari 30 pembudi daya, 2 pedagang pengumpul dan 3 ketua kelompok usaha bersama. Penentuan responden dilakukan dengan menggunakan metode judgement sampling, yaitu memilih responden yang paling tepat untuk dimintai informasi yang dibutuhkan. Responden ditentukan berdasarkan anggapan bahwa mereka masih bisa mewakili karakteristik populasi pembudi daya rumput laut di perairan Karimunjawa.

3.3. Sumber Data

(40)

3.4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) kajian kepustakaan. Kajian kepustakaan ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data tertentu berupa hasil kajian/penelitian, buku-buku ilmiah, surat kabar, buletin, brosur dan artikel yang merupakan sumber ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kelayakan dan strategi pengembangan usaha budi daya rumput laut Kappaphycus alvarezi di perairan Karimunjawa; (2) kajian lapangan. Kajian ini dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung pada sentra-sentra usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa. Data dan informasi yang diambil antara lain deskripsi usaha, kegiatan usaha, sejarah singkat usaha, profil pembudi daya dan pembiayaan usaha budi daya rumput laut.

Data dan informasi yang dibutuhkan berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh melalui survei lapangan dan wawancara. Survei lapangan dengan penyebaran kuesioner, yang meliputi: (1) kuesioner untuk data profil dan komponen biaya usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa (Lampiran 1); (2) kuesioner untuk penilaian bobot dan rating faktor strategis internal dan eksternal (Lampiran 2). Pengumpulan data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen atau monografi instansi-instansi berwenang seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Bappeda Kabupaten Jepara, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jepara, dinas dan instansi terkait lainnya baik di tingkat kabupaten maupun provinsi dan laporan hasil studi dari berbagai lembaga/instansi yang relevan.

(41)

26

3.5. Analisis Data

Data yang diperoleh merupakan data kualitatif dan kuantitatif yang diolah dengan bantuan komputer dengan aplikasi Microsoft Excel. Data disajikan dalam bentuk tabulasi untuk menyusun sasaran yang merupakan prioritas bagi pengembangan usaha budi daya rumput laut di perairan Karimunjawa. Analisis data yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis keuangan berdasarkan kriteria nilai keuntungan dan analisis finansial berdasarkan kriteria nilai NPV, B/C ratio, IRR, PBP dan BEP. Data yang dikumpulkan meliputi laporan pembiayaan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa. Data yang diperoleh membantu dasar pembuatan analisis, khususnya keuntungan yang diperoleh. Analisis hubungan dari berbagai pos dalam suatu laporan keuangan adalah merupakan dasar untuk dapat menginterprestasikan kondisi keuangan dan hasil operasional usaha. Tahap selanjutnya dilakukan análisis sensitifitas untuk mengetahui seberapa sensitif suatu keputusan terhadap perubahan faktor atau parameter yang mempengaruhi pada setiap pengambilan keputusan. Metode analisis data ini bukan merupakan solusi terbaik bagi usaha, namun dapat menjadi salah satu alternatif bagi perencanaan peningkatan usaha di masa mendatang, dengan tetap mempertahankan kondisi dan potensi yang baik serta berkesinambungan.

Analisis kualitatif dilakukan dengan melakukan analisis secara deskriptif terhadap aspek teknis produksi, lingkungan pemasaran dan pengembangan usaha budi daya rumput laut. Analisis deskriptif dilakukan untuk menggambarkan secara keseluruhan usaha budi daya rumput laut termasuk kondisi lingkungan internal dan eksternal yang sedang dialami oleh pembudi daya. Hasil identifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa selanjutnya dievaluasi dengan matriks IFE dan matriks EFE. Hasil evaluasi matrik IFE dan EFE selanjutnya dipetakan menurut matriks IE untuk melihat posisi usaha dalam suatu diagram. Untuk mempermudah perumusan alternatif strategi dan strategi yang paling menarik bagi pengembangan usaha budi daya rumput laut di Karimunjawa digunakan matriks SWOT dan matriks QSP. Adapun kerangka pemikiran analisis kelayakan usaha budi daya rumput laut Kappaphycus alvarezii

(42)

Gambar 1 Kerangka pemikiran kelayakan usaha budi daya rumput laut dan strategi pengembangannya di Karimunjawa.

Aspek keuangan: 1. Jumlah produksi, 2. Harga jual, 3. Biaya investasi, 4. Biaya tetap, 5. Biaya tidak tetap, 6. Laba usaha.

Identifikasi faktor internal dan eksternal: 1. Teknologi, 2. Pesaing, 3. Modal, 4. Tenaga kerja, 5. Konsumen, 6. Potensi lahan, 7. Sarana prasarana, 8. Musim,

9. Kebijakan

Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C),

Internal Rate of Return (IRR),

Pay Back Period (PBP), Break Even Point (BEP).

1. Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) dan External Faktor Evaluation (EFE). 2. Matriks

Internal-External (IE). 3. Matriks Strengths,

Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT). 4. Matriks Quantitative

Strategic Planning (QSP). Kelayakan usaha Posisi usaha berdasarkan matriks IE: Rumusan strategi

[image:42.595.94.512.84.480.2]
(43)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Profil Usaha Budi Daya Rumput Laut

Hasil kajian lapangan yang menunjukkan profil usaha budi daya rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan metode longline di Karimunjawa sebagaimana disajikan dalam Lampiran 3.

4.1.1. Lokasi dan riwayat usaha

Lokasi usaha budi daya yang dijadikan objek kajian adalah di Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemojan. Pada lokasi tersebut ditemukan paling banyak pembudi daya rumput laut. Hal ini sesuai dengan data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jepara (2008) bahwa pembudi daya rumput laut di perairan Karimunjawa sampai tahun 2009 terkonsentrasi pada tiga desa, yaitu Karimunjawa, Kemojan dan Parang. Usaha budi daya rumput laut di 3 desa tersebut mulai serentak dilaksanakan tahun 2007 dan telah menjadi salah satu kekuatan baru ekonomi masyarakat Karimunjawa. Komoditas rumput laut mulai dibudi dayakan secara intensif tahun 2003. Berdasarkan hasil wawancara, usaha budi daya telah dilaksanakan sejak tahun 2002 namun mengalami pasang surut usaha karena harga di pasaran anjlok sehingga sempat berhenti beberapa tahun dan tahun 2007 mulai serentak dilaksanakan lagi ketika terjadi lonjakan harga dan kebutuhan rumput laut dunia.

(44)

kelapa, bata merah, tukang reparasi, dan lain-lain sehingga budi daya rumput laut masih menjadi kegiatan sampingan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi sumber daya manusia dan lahan perairan di Kecamatan Karimunjawa yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan dikelilingi laut masih belum dimanfaatkan secara optimal.

4.1.2. Bibit

Bibit rumput laut jenis K. alvarezii yang digunakan oleh responden di Karimunjawa berasal dari Karimunjawa sendiri, yaitu dari pengembangbiakan secara vegetatif (83%), introduksi dari strain Phillipina yang berukuran lebih besar (14%) dan dari pembibit luar daerah seperti Ambon (3%). Harga bibit rumput laut di Karimunjawa sekitar Rp1,200.00 - Rp1,700.00 per kg sedangkan bibit dengan kualitas baik adalah Rp3,000.00 per kg. Kualitas baik yang dimaksud adalah ukuran bibit lebih besar dan penampakan warna dan bentuknya sangat segar dibanding rata-rata bibit yang beredar. Dalam mendapatkan bahan baku/bibit, baik responden perorangan (tidak ikut kelompok usaha) maupun yang menjadi anggota kelompok usaha tidak mendapatkan kendala. Bibit diperoleh dari Karimunjawa karena jumlah penjual bibit cukup banyak sehingga ada kebebasan bagi para responden untuk membeli. Responden membeli bibit dari penjual bibit secara tunai dan sebagian lagi ada yang dengan perjanjian dibayar kemudian dengan tenggang waktu tertentu. Akan tetapi tidak ada kesepakatan untuk menjual hasil produksinya ke penjual bibit walaupun tidak menutup kemungkinan jika harganya cocok mereka juga menjual produknya ke penjual bibit. Adanya sistem pembayaran dengan tenggang waktu tersebut dimungkinkan oleh penjual bibit karena tenggang waktu yang disepakati juga tidak terlalu lama. Bibit digunakan secara terus menerus bahkan hingga 3 tahun masa usaha budi daya.

4.1.3. Hama dan penyakit

(45)

30

dengan penyakit putih di kalangan masyarakat Karimunjawa. Responden yang menyatakan sebagai penyebab kerusakan adalah lumut gotho atau lumut kutu sebanyak 85.29%, 2.94% responden menyatakan penyu sebagai penyebab kerusakan dan 2.94% menyebutkan ikan baronang sebagai penyebab kerusakan.

4.1.4. Penanganan hasil panen

[image:45.595.119.474.301.584.2]

Jumlah hari tanam rumput laut di perairan Karimunjawa/umur panen pada 40 – 60 hari tanam, dengan rata-rata 47 hari tanam. Bagan alir proses produksi rumput laut kering di perairan Karimunjawa dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2 Proses produksi rumput laut kering di perairan Karimunjawa.

Proses produksi rumput laut kering yang dilakukan responden adalah sebagai berikut:

a. Rumput laut setelah dipanen dibersihkan dari kotoran yang menempel seperti pasir, lumut, dan lain-lain kemudidan dijemur sampai kering. b. Apabila cuaca bagus, penjemuran membutuhkan waktu 3 hari.

Penjemuran menggunakan rak para-para dan rumput laut tidak

Penjemuran

Pencucian dengan air tawar

Pencucian dengan air laut

Penjemuran/dikering anginkan

Pengayakan

Pengemasan

karagenan

Rumput laut kering

agar

(46)

ditumpuk. Rumput laut yang telah kering akan keluar butir-butir garam/berwarna putih.

c. Pencucian dilakukan setelah rumput laut kering. Sebagai bahan baku agar-agar, rumput laut kering dicuci dengan air tawar. Sedangkan untuk karagenan, rumput laut dicuci dengan air laut.

d. Rumput laut yang sudah dicuci bersih dikeringkan lagi 1 hari. Apabila hujan turun, maka rumput laut dapat dimasukkan ke dalam ruangan untuk dikering-anginkan.

e. Rumput laut yang telah mengalami pengeringan kedua diayak untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel.

f. Rumput laut yang telah kering dimasukkan ke karung plastik. Apabila dipadatkan, dalam 1 karung dapat terisi 50 kg, sedangkan apabila tidak dipadatkan hanya berisi 40 kg rumput laut kering. Di bagian karung ditulis nama/jenis rumput laut, nomor karung dan berat bersih.

Produksi rumput laut yang dihasilkan pembudi daya dijual dalam bentuk basah, kering tawar dan kering asin namun umumnya dijual dalam bentuk olahan kering tawar atau kering asin. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan pembudi daya tidak menjual rumput laut basah kepada pedagang pengumpul karena harga rumput laut basah sangat rendah, yaitu sekitar Rp800.00 – 1,100.00 per kg. Penjualan dalam bentuk kering asin ini walaupun harga per satuannya relatif murah namun nilai jualnya lebih baik dibanding nilai jual rumput laut kering tawar. Dari sisi pembudi daya, penjualan rumput laut kering asin atau tawar tergantung permintaan pedagang pengumpul dan persyaratannya. Pembeli rumput laut kering asin umumnya tidak memberi persyaratan yang ketat seperti kadar air dan kadar kotoran terhadap produk yang dibelinya. Produk hasil pembudi daya dibersihkan atau diolah kembali oleh pedagang pengumpul supaya persyaratan kadar air dan kadar kotoran produk terpenuhi pada saat pengiriman ke pabrik.

4.1.5. Keikutsertaan dalam kelompok usaha bersama

(47)

32

yang dilibatkan dalam kajian ini adalah kelompok Usaha Baru, Tropikana Gam, Suka Damai, Gon Bajak, Sukarela, Mitra Alam dan Alga Jaya. Kerjasama dilakukan oleh sesama kelompok, antar kelompok maupun dengan pedagang pengumpul. Fasilitas juga diberikan kepada unit usaha yang tergabung dalam kelompok oleh pemerintah pusat dan kabupaten, pedagang pengumpul dan kelompok itu sendiri. Selama menjadi anggota kelompok usaha bersama, pembudi daya diikutsertakan dalam kegiatan studi banding dan bekerjasama dalam hal modal, penentuan harga, pemasaran, penyediaan sarana produksi dan cara budi daya rumput laut.

4.1.6. Luasan usaha

Lahan perairan yang digunakan sebagai lokasi usaha budi daya rumput laut pada kajian ini adalah rata-rata seluas 2,407 m2. Penggunaan lahan perairan di Kecamatan Karimunjawa untuk budi daya rumput laut belum dikenakan biaya sewa atau pajak lahan, sedangkan pembudi daya rumput laut yang menjadi anggota kelompok usaha dan mengelola tanaman rumput laut milik kelompok dikenakan biaya Rp30,000.00/tahun oleh pemilik usaha/ketua kelompok. Lokasi lahan perairan untuk usaha budi daya rumput laut tidak terlalu jauh dari tempat tinggal penduduk sehingga memudahkan dalam hal pemantauan.

4.2. Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut

Secara umum aspek yang dikaji dalam analisis kelayakan usaha meliputi aspek teknis produksi, pasar dan keuangan.

4.2.1. Aspek teknis produksi

Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii paling banyak dibudi dayakan di Kepulauan Karimunjawa karena secara geografis perairan di sana memiliki tingkat keterlindungan arus yang baik. Pulau-pulau kecil yang banyak terdapat di kepulauan tersebut dapat menjadi pelindung sehingga arus atau pergerakan air laut menjadi tidak terlalu kencang dan tidak mengganggu pertumbuhan rumput laut yang dibudi dayakan.

(48)
[image:48.595.221.402.333.468.2]

tidak cocok, metode yang tidak efisien dan harga produksi mahal sehingga saat ini metode yang digunakan di perairan Karimunjawa adalah metode rawai, seperti terlihat pada Gambar 3. Proses pembuatan rawai yang dilakukan pembudi daya adalah tali nilon atau tali poly ethylen (PE) pada ujung-ujungnya diikat pada pelampung (botol plastik air minum) dan ditambatkan pada jangkar. Tiap 5 – 10 m diberi pelampung. Tanaman diikat pada tali nilon pada jarak 25 cm, satu bentang tali dengan lainnya 1 – 2 m. Panjang bentangan tali antara 100 – 125 m. Metode budi daya rawai digunakan oleh pembudi daya di perairan Karimunjawa karena pembuatannya membutuhkan bahan-bahan yang mudah didapat, ringan, praktis dan biaya yang dikeluarkan lebih murah daripada metode rakit.

Gambar 3 Usaha budi daya rumput laut dengan metode rawai.

Berdasarkan hasil pengolahan data lapangan, bibit rumput laut yang digunakan responden di perairan Karimunjawa dikembangbiakkan secara berulang-ulang (pola stek), bahkan sampai digunakan selama 3 tahun. Hal ini berpengaruh terhadap mutu hasil panen berikutnya karena penggunaan bibit yang sudah beberapa kali dipanen menjadi kurang produktif dalam pertumbuhan. Oleh karena itu pembudi daya perlu dibina mengenai cara berbudi daya rumput laut yang tepat, seperti pembiakan bibit melalui anakan agar mutu hasil panen berikutnya tetap stabil.

(49)

34

unsur hara nitrat dalam perairan juga merupakan penyebab munculnya penyakit tersebut. Pencegahan yang dilakukan pembudi daya di Karimunjawa antara lain dengan menggeser lokasi penanaman ke perairan yang lebih sehat kualitas airnya. Adapun r

Gambar

Tabel 1   Penilaian bobot faktor strategi internal usaha
Tabel 4   Matriks EFE
Tabel 6   Matriks QSP
Gambar 1 Kerangka pemikiran kelayakan usaha budi daya rumput laut dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa agar motor induksi 3-fasa dapat dioperasikan dengan baik dengan berbagai kecepatan dengan cara mengatur frekuensi sumber yang diberikan ke motor,

Current transformer (CT) atau Trafo Arus adalah peralatan pada sistem tenaga listrik yang berupa trafo yang digunakan untuk pengukuran arus yang besarnya hingga ratusan ampere

Berdasarkan hasil kegiatan pengabdian masyarakat tersebut, dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat di daerah Bale-Bale khususnya remaja yang mempunyai jiwa

Aktifitas Guru Dengan Menerapkan Metode Latihan Hasil pengamatan aktivitas guru terdiri dari dua guru bidang studi Seni Budaya dan Keterampilan, bahwa penerapan motode latihan pada

Muiden puolueiden ja erityisesti kommunistien muodostaman vastavoiman lisäksi kokoomuksen turhautumista vallitsevaan järjestelmään lisäsivät puolueen sisäiset kiistat

Otentisitas dari akta tersebut menjadikan Notaris sebagai pejabat Umum sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut

Untuk menganalisis pengaruh sanitasi lingkungan (lingkungan rumah, lingkungan sekolah), personal hygiene (kebersihan kuku, pemakaian alas kaki dan kebiasaan cuci tangan)

Untuk hasil analisa tiang pancang terhadap tipe kantilever didapat nilai 1,502 ≥ 3,6 ( Tidak aman ) untuk individu , dan pada posisi tiang pancang kelompok 3 baris didapat nilai