• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Ekonomi dan Daya Dukung Pengembangan Ekowisata Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Ekonomi dan Daya Dukung Pengembangan Ekowisata Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EKONOMI DAN DAYA DUKUNG

PENGEMBANGAN EKOWISATA PULAU PARI

KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

GENYAS KATALINGA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Ekonomi dan Daya Dukung Pengembangan Ekowisata Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Genyas Katalinga

(4)

ABSTRAK

GENYAS KATALINGA. Analisis Ekonomi dan Daya Dukung Pengembangan Ekowisata Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan NUVA.

Pulau Pari yang dikenal sebagai kawasan penelitian dan konservasi terumbu karang oleh P2O LIPI, saat ini dikembangkan juga sebagai kawasan wisata alam. Hal ini salah satunya bertujuan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat lokal yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Nelayan di Pulau Pari saat ini mengalami permasalahan penurunan hasil tangkapan ikan akibat overfishing. Oleh karena itu, sektor pariwisata diharapkan dapat berkontribusi terhadap penghasilan masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk menghitung daya dukung kawasan Pulau Pari untuk aktivitas wisata pantai dan snorkling, mengestimasi nilai ekonomi wisata di Pulau Pari, serta menghitung besarnya kontribusi sektor pariwisata terhadap penghasilan masyarakat. Hasil perhitungan di lokasi penelitian menunjukkan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) dan daya dukung kawasan berada pada kategori sesuai. Nilai ekonomi wisata di Pulau Pari yang diestimasi menggunakan motode biaya perjalanan menunjukkan hasil sebesar Rp 152.627.300.000,00/tahun. Keberadaan sektor pariwisata di Pulau Pari juga memberikan kontribusi sebesar 70,12 persen terhadap penghasilan masyarakat lokal. Besarnya nilai ekonomi dan kontribusi pariwisata terhadap penghasilan masyarakat secara tidak langsung menunjukkan bahwa keberadaan sektor pariwisata di Pulau Pari memiliki nilai penting baik bagi masyarakat maupun lingkungan. Dengan demikian, aktivitas wisata di Pulau Pari perlu terus dikembangkan secara lestari, salah satunya dengan batasan daya dukung kawasan. Kata kunci: Pulau Pari, daya dukung kawasan, nilai ekonomi wisata, kontribusi

(5)

ABSTRACT

GENYAS KATALINGA. The Economic and Carrying Capacity Analysis of Ecotourism Development in Pari Island Kepulauan Seribu, Jakarta. Supervised by METI EKAYANI and NUVA.

Pari Island wich is known as research and conservation area of coral reefs by P2O LIPI, now also developed as a natural tourism area. One of the purposes of tourism development in Pari Island is to increase local economy. Most of the local people in Pari Island work in fisheries sector which now face a fish stock depletion due to the overfishing problem. Thus the tourism sector is expected to contribute to the local community income. This study was conducted to calculate the carrying capacity of Pari Island for beach and snorkeling activities, estimating the economic value of tourism in Pari Island, and the contribution of the tourism sector to local community income. Based on calculation, the value of tourism suitability index and carrying capacity of the location are in the category suitable. The economic value of tourism in Pari Island are estimated using individual travel cost method and show the results Rp 152.627.300.000,00/year. The existence of the tourism sector in Pari Island also contributed 70,12 percent to local community income. The number of economic value and tourism contribution to the local community income are indirectly indicate that tourism sector in Pari Island is important for society and the environment. Thus, tourist activity in Pari Island can be developed with limit of environmental carrying capacity.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS EKONOMI DAN DAYA DUKUNG

PENGEMBANGAN EKOWISATA PULAU PARI

KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

GENYAS KATALINGA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi: Analisis Ekonomi dan Daya Dukung Pengembangan Ekowisata Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta

Nama : Genyas Katalinga

NIM : H44090123

Disetujui oleh

Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc Pembimbing I

Nuva, S.P, M.Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi yang berjudul “Analisis Ekonomi dan Daya Dukung Pengembangan Ekowisata Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta” ini disusun sebagai suatu syarat menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini dilatarbelakangi oleh berkembangnya Pulau Pari sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Kepulauan Seribu. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata

snorkling dan wisata pantai di Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta, estimasi nilai ekonomi wisata Pulau Pari dengan menggunakan biaya perjalanan, serta kontribusi sektor pariwisata terhadap penghasilan masyarakat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Meti Ekayani S.Hut, M.Sc dan Ibu Nuva S.P, M.Sc selaku pembimbing, serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, keluarga, dan para sahabat atas segala do’a, dukungan, dan kasih sayangnya. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dari skripsi ini sehingga kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor, November 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xi

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Pariwisata... 6

2.2 Ekowisata... 7

2.3 Pengembangan Wisata Pesisir Berkelanjutan... 7

2.4 Nilai Ekonomi Wisata... 8

2.5 Penelitian Terdahulu... 9

III. KERANGKA PEMIKIRAN... 12

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis... 12

3.1.1 Individual Travel Cost Method (ITCM)... 12

3.1.2 Daya Dukung Kawasan Wisata... 14

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 15

IV. METODE PENELITIAN... 17

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 17

4.2 Jenis dan Sumber Data... 18

4.3 Metode Penentuan Sampel... 18

4.4 Metode Analisis Data... 19

4.4.1 Analisis Kesesuaian Wisata Bahari... 20

4.4.2 Analisis Daya Dukung Kawasan... 22

4.4.3 Estimasi Nilai Ekonomi Wisata... 24

(12)

V. GAMBARAN UMUM... 27

5.1 Gambaran Umum Pulau Pari... 27

5.2 Kondisi Demografi Pulau Pari... 27

5.3 Karakteristik Responden Masyarakat Pulau Pari... 28

5.4 Sarana dan Prasarana... 30

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 31

6.1 Karakteristik Wisata di Pulau Pari... 31

6.2 Karakteristik Responden Wisatawan di Pulau Pari... 31

6.3 Persepsi Wisatawan terhadap Objek Wisata Pulau Pari... 33

6.4 Indeks Kesesuaian Wisata di Pulau Pari... 35

6.5 Daya Dukung Kawasan untuk Aktivitas Wisata di Pulau Pari... 39

6.6 Nilai Ekonomi Wisata di Pulau Pari... 40

6.7 Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Penghasilan Masyarakat... 44

VII. SIMPULAN DAN SARAN... 47

7.1 Simpulan... 47

7.2 Saran... 47

DAFTAR PUSTAKA... 49

LAMPIRAN... 52

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah wisatawan di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu

tahun 2007 – 2011... 1

2 Perbandingan kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu Tahun 2011 dan 2012... 2

3 Penelitian terdahulu... 9

4 Keterkaitan tujuan penelitian, komponen data, sumber data, dan metode analisis data... 19

5 Matriks kesesuaian lahan untuk aktivitas wisata snorkling dan wisata pantai... 21

6 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)... 23

7 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata... 23

8 Kondisi demografi Pulau Pari... 28

9 Karakteristik responden masyarakat Pulau Pari... 29

10 Sarana/prasarana di Pulau Pari... 30

11 Karakteristik responden wisatawan di Pulau Pari... 32

12 Persepsi responden wisatawan terhadap lokasi wisata di Pulau Pari... 34

13 Matriks kesesuaian lahan untuk aktivitas wisata snorkling di Pulau Pari... 36

14 Matriks kesesuaian lahan untuk aktivitas wisata pantai di Pantai Pasir Perawan... 37

15 Indeks kesesuaian wisata untuk aktivitas wisata snorkling dan wisata pantai di Pulau Pari... 38

16 Daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata di Pulau Pari... 39

17 Hasil regresi linear kunjungan wisata ke Pulau Pari dengan individual travel cost method... 42

18 Kontribusi sektor pariwisata terhadap penghasilan masyarakat di Pulau Pari... 45

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Surplus konsumen... 13

2 Bagan alir kerangka pemikiran... 16

3 Peta kawasan Pulau Pari... 17

4 Peta keseuaian lahan untuk aktivitas wisata di Pulau Pari... 38

DAFTAR LAMPIRAN 1 Data responden wisatawan di Pulau Pari ... 53

2 Hasil analisis regresi linear berganda... 54

3 Data responden masyarakat Pulau Pari... 56

4 Perhitungan besarnya kontribusi penghasilan masyarakat penyedia fasilitas penunjang wisata terhadap lingkungan... 57

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang hampir 70 persen wilayahnya merupakan perairan. Lebih kurang terdapat 13.466 pulau memiliki kekayaan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati (Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah, 2012). Hal tersebut merupakan potensi besar bagi Indonesia yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian, salah satunya adalah potensi wisata. Keanekaragaman sumber daya alam, flora dan fauna, budaya, dan peninggalan-peninggalan sejarah Indonesia, merupakan daya tarik dalam pengembangan wisata Indonesia.

Wilayah Indonesia yang sebagian besar perairan tersebut, merupakan aset bagi pengembangan wisata bahari. Taman laut nasional seperti Bunaken, Banda Neira, Kepulauan Togean, Teluk Cendrawasih, dan Kepulauan Seribu sudah dikenal secara internasional. Berbagai kegiatan bahari pun terus berkembang, diantaranya adalah renang, permainan pantai, memancing, makan, sunbathing,

skimboarding, sightseeing, snorkeling, diving, surfing, dan para-sailing. Selain itu, wisata minat khusus seperti wisata mangrove, menikmati keindahan terumbu karang, dan mengunjungi pulau-pulau kecil di tengah laut menjadi kegiatan yang juga diminati wisatawan (Wisata Edukasi Bahari, 2011).

Wilayah kepulauan Indonesia yang sudah dikembangkan sebagai objek wisata salah satunya adalah Kepulauan Seribu di Jakarta. Kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu secara umum terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tabel 1 adalah data kunjungan wisatawan Kepulauan Seribu tahun 2007-2011. Tabel 1 Jumlah wisatawan di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu tahun

2007 – 2011

Wisatawan 2007 2008 2009 Tahun 2010 2011

Mancanegara 19.223 3.009 3.316 4.786 6.692

Nusantara 111.355 129.734 137.910 226.234 552.306

Total 130.578 132.743 141.226 231.020 558.998

Sumber: BPS Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, 2012

(16)

pulau-pulau yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan perumahan penduduk yang pengelolaannya dapat dilakukan untuk pemanfaatan kawasan dan potensi dalam bentuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata alam/bahari. Sementara itu, pulau resort adalah pulau-pulau yang dijadikan sebagai pusat rekreasi dan kunjungan wisata yang sebagian besar tidak berpenduduk dan hanya dihuni oleh pemilik dan pengelola resort tersebut.

Tren yang terjadi saat ini, kunjungan ke pulau penduduk lebih diminati dibandingkan dengan pulau resort. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 sampai 2012, kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu untuk kategori pulau penduduk mengalami peningkatan jumlah kunjungan, sedangkan untuk kategori pulau resort mengalami penurunan jumlah kunjungan. Perubahan tren kunjungan ini terjadi karena wisata ke pulau-pulau penduduk relatif lebih murah dan mudah dilakukan dibandingkan dengan pulau-pulau resort yang bersifat lebih eksklusif. Jumlah transportasi untuk tujuan pulau-pulau penduduk pun lebih banyak dan tersedia setiap hari.

Tabel 2 Perbandingan kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu Tahun 2011 Sumber : Sudin Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Adm. Kepulauan Seribu, 2013

(17)

besar pada tahun 2012 dikarenakan masyarakat Pulau Pari mulai menawarkan objek wisata unggulan Pulau Pari, yaitu Pantai Pasir Perawan.

Keindahan Pulau Pari dengan kekayaan sumber daya alamnya merupakan potensi wisata yang saat ini sudah mulai dikembangkan, terlebih setelah Pantai Pasir Perawan menjadi icon Pulau Pari. Selain menjadi tujuan wisata, Pulau Pari juga dikenal sebagai tempat penelitian dan konservasi terumbu karang oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, 2012).

Penduduk Pulau Pari yang mayoritas bermatapencaharian sebagai nelayan saat ini juga turut berkontribusi di sektor pariwisata melalui usaha pelayanan jasa wisata dan penginapan. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Pari untuk aktivitas wisata bahari diduga dapat memberikan dampak positif bagi penghasilan masyarakat dan juga dampak negatif terhadap sumber daya alam dan lingkungan (SDAL) karena peningkatan jumlah kunjungan dapat berpotensi melebihi daya dukung kawasan jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata bahari di Pulau Pari, mengestimasi besarnya nilai ekonomi wisata di Pulau Pari, serta besarnya kontribusi sektor pariwisata terhadap penghasilan masyarakat Pulau Pari. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini penting untuk dilakukan.

1.2 Perumusan Masalah

(18)

penurunan usaha perikanan terjadi karena adanya overfishing (Terumbu Karang Jakarta, 2009).

Di sisi lain, Pulau Pari memiliki potensi wisata yang besar. Karakteristik perairan dan pantai di Pulau Pari berpotensi untuk dijadikan sebagai objek wisata. Oleh karena itu, pada tahun 2012 masyarakat Pulau Pari secara inisiatif membuka kawasan Pulau Pari sebagai salah satu objek wisata di Kepulauan Seribu. Sebelumnya, Pulau Pari hanya difungsikan sebagai pemukiman penduduk dan kawasan penelitian dan konservasi terumbu karang oleh Pusat Penelitian Oseanografi (P20) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Walaupun baru berjalan satu tahun, lonjakan pengunjung yang datang ke Pulau Pari sangat tinggi. Hal ini dikhawatirkan berpotensi over carrying capacity

dan membahayakan fungsinya sebagai kawasan penelitian dan konservasi terumbu karang, mengingat wisata di Pulau Pari yang masih bersifat open access. Jenis wisata yang bersifat open access pada umumnya lebih banyak menimbulkan dampak negatif seperti terjadinya degradasi sumber daya alam dan lingkungan. Berdasarkan survey awal penelitian, pengelolaan wisata di Pulau Pari yang dilakukan oleh pengelola objek wisata dan Forum Peduli Pesisir (FORSIR) sebagai organisasi masyarakat, saat ini belum menerapkan konsep wisata berwawasan lingkungan, seperti menerapkan konsep daya dukung kawasan.

Secara ekonomi, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Pari diduga dapat membantu perekonomian masyarakat yang mengalami penurunan potensi perikanan. Sektor pariwisata di Pulau Pari menjadi alternatif penghasilan masyarakat selain penghasilan dari pekerjaan utamanya sebagai nelayan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan wisata yang tidak merusak lingkungan, yaitu wisata yang tidak melebihi daya dukung kawasan dan dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan permasalahan yang akan dikaji, adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata bahari di Pulau Pari?

2. Berapa besar nilai ekonomi wisata di Pulau Pari?

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan umum dari penelitian adalah mengetahui potensi ekowisata di Pulau Pari. Sedangkan, tujuan khusus penelitian adalah :

1. Menghitung daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata bahari di Pulau Pari.

2. Mengestimasi nilai ekonomi wisata di Pulau Pari.

3. Menghitung besarnya kontribusi sektor pariwisata terhadap penghasilan masyarakat di Pulau Pari.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam melakukan perencanaan, pembangunan, dan pengembangan ekowisata di Pulau Pari. 2. Menjadi salah satu masukan bagi pengelola untuk pengembangan ekowisata

di Pulau Pari.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pariwisata

Pariwisata adalah segala hal yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi, pelancongan, dan hiburan, yang dilakukan dengan sukarela dan bersifat sementara serta didukung oleh berbagai fasilitas dan layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah (KBBI 2012, UU No. 10 Tahun 2009). Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya, HAM, memberikan manfaat bagi rakyat, serta menjamin keterpaduan antarsektor.

(21)

2.2 Ekowisata

Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ke tempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat (TIES, 1990). Ekowisata yang dimaksud dalam kriteria ini adalah ecological tourism, yaitu suatu model pengembangan pariwisata yang bertanggung jawab ke daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola secara kaidah alam untuk menikmati dan menghargai alam dan segala bentuk budaya yang menyertainya yang mendukung konservasi, melibatkan unsur pendidikan dan pemahaman, memiliki dampak yang rendah dan keterlibatan aktif sosio ekonomi masyarakat setempat (Direktorat Jenderal Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati, 2001). Prinsip dan kriteria ekowisata harus memiliki kepedulian, tangung jawab, dan komitmen dalam pelestarian alam dan budaya dalam pengembangannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, dengan terbukanya kesempatan kerja melalui pemberdayaan masyarakat (Direktorat Jenderal Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya, 1999).

2.3 Pengembangan Wisata Pesisir Berkelanjutan

Wisata perairan dapat dibagi menjadi dua bagian (Hall, 2001) yaitu wisata pesisir dan wisata bahari. Wisata pesisir meliputi kegiatan leisure dan aktivitas yang dilakukan di perairan lepas pantai, seperti berperahu, memancing, snorkling, dan menyelam, sedangkan wisata bahari lebih mengarah pada perairan laut, seperti memancing di laut dan berlayar dengan kapal pesiar. Pengembangan kawasan wisata merupakan alternatif yang diharapkan mampu mendorong baik potensi ekonomi maupun upaya pelestarian. Pengembangan kawasan wisata dilakukan dengan menata kembali berbagai potensi dan kekayaan alam dan hayati secara terpadu. Pada tahap berikutnya dikembangkan model pengelolaan kawasan wisata yang berorientasi pelestarian lingkungan (Ramly, 2007 dalam Kurnianto, 2008).

(22)

pengambilan keputusan pengelolaan/manajeman di seluruh komponen industri pariwisata. Untuk itu perlu dilakukan program-program sebagai berikut; (1) pengembangan sistem manajemen pariwisata berkelanjutan, (2) pengelolaan dan konservasi sumber daya alam, (3) minimisasi dan pengelolaan limbah, (4) perencanaan dan pengelolaan tata guna lahan, (5) pelestarian sumber daya alam dan warisan budaya, serta (6) pengembangan sistem dan mekanisme keamanan dan keselamatan. Beberapa kegiatan yang dapat dikembangkan untuk kategori wisata pesisir menurut Yulianda, 2007 adalah rekreasi pantai, berenang, berjemur, olahraga pantai, berperahu, memancing, wisata mangrove, wisata selam, dan wisata snorkling.

2.4 Nilai Ekonomi Wisata

Nilai (value) merupakan persepsi seseorang yang menunjukkan harga yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Pada kenyataannya, tidak semua barang mempunyai nilai pasar, yaitu tidak dinyatakan dalam satuan mata uang (harga). Oleh karena itu, untuk barang-barang yang tidak memiliki nilai pasar dilakukan penilaian ekonomi. Barang-barang tersebut merupakan barang-barang yang dihasilkan sumber daya alam dan lingkungan, seperti suatu objek wisata (Adrianto, 2006).

Penilaian ekonomi suatu sumber daya alam dan jasa lingkungan sangat diperlukan. Salah satu jasa lingkungan adalah wisata alam. Kegiatan wisata alam merupakan suatu kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak mengekstrak sumber daya alam, tetapi hanya memanfaatkan keindahan alamnya. Penilaian ekonomi wisata perlu dilakukan untuk memberikan nilai yang sebenarnya terhadap lingkungan sebagai pemberi jasa. Dengan mengetahui besarnya nilai ekonomi wisata, maka ada dasar untuk memelihara lingkungan tersebut agar tetap lestari, karena lingkungan tersebut memiliki nilai yang tinggi.

Penilaian ekonomi berdasarkan preferensi dibedakan menjadi dua, yaitu

(23)

method yang diperoleh dengan mengetahui pola pengeluaran konsumen untuk mengunjungi suatu objek wisata. Nilai ekonomi wisata dihitung menggunakan surplus konsumen yang diestimasi menggunakan preferensi individual dengan metode biaya perjalanan. (Freeman III, 2003 dalam Mendes I, Proenca I, 2005).

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian untuk menghitung daya dukung ekowisata, estimasi nilai ekonomi wisata menggunakan travel cost method, dan kontribusi sektor pariwisata terhadap penghasilan masyarakat telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penelitian terdahulu

No Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian

1. Ketjulan

Penelitian ini menggunakan rumus daya

dukung kawasan untuk mengetahui

jumlah maksimum wisatawan yang dapat ditampung oleh kawasan wisata secara lestari, serta menggunakan metode biaya

perjalanan untuk mengetahui nilai

ekonomi wisata. Berdasarkan hasil

penelitian, hasil analisis IKW

menunjukkan bahwa Pulau Hari tergolong snorkling dengan jumlah wisatawan 513 orang/trip. Nilai ekonomi wisata sesuai daya dukung kawasan Pulau Hari adalah ekowisata sangat ditentukan oleh luas area

yang dapat dimanfaatkan. Kondisi

(24)

KP2K MS3B dilakukang dengan menghitung konsumen surplus yang diperoleh dengan membagi total jumlah kunjungan wisata dengan nilai regresi

biaya perjalanan. Berdasarkan hasil

penelitian diperoleh konsumen surplus sebesar 2.614, sehingga dengan tingkat kunjungan sebesar 26.455 orang/tahun, maka nilai ekonomi wisata diperoleh sebesar 69.153.370,00.

Penelitian ini menghitung willingness to pay rata-rata pengunjung ke PGNP saat wisatawan menggunakan ekosistem taman sebagai modal alam untuk menghasilkan arus jasa rekreasi di luar ruangan. Definisi teori tersebut berasal dari aplikasi empiris di mana individual TCM didasarkan pada model data yang digunakan untuk memperkirakan fungsi permintaan PGNP dan ukuran surplus konsumen.

Satu hari rekreasi di PGNP diperoleh nilai 124€ untuk rata-rata sampel pengunjung, dan 593€ per masing-masing rata-rata lima hari kunjungan. Jika rata-rata pengunjung akan terus mengunjungi taman selama 50 tahun lebih, nilai total rekreasi setiap hari kunjungan akan menjadi 3.874€ dan 17.896€ untuk masing-masing rata-rata lima hari lama kunjungan.

Perhitungan nilai ekonomi TWA Laut

Pulau Weh dilakukan dengan

menggunakan pendekatan Individual

Travel Cost Method (ITCM) karena lebih

akurat dibandingkan dengan

menggunakan Zonal Travel Cost Method (ZTCM). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai ekonomi wisata TWA Pulau Weh

pariwisata bahari dihitung dengan cara membandingkan penghasilan usaha dari usaha pariwisata terhadap pendpaatan total keluarga. Berdasarkan hasil analisis, usaha perikanan masih memberikan

kontribusi terbesar terhadap total

(25)
(26)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini terdiri dari teori Indivual Travel Cost Method (ITCM) dan daya dukung kawasan wisata.

3.1.1 Individual Travel Cost Method (ITCM)

Biaya perjalanan digunakan untuk menilai manfaat yang diterima dari penggunaan barang dan jasa lingkungan, terutama dalam menilai fasilitas rekreasi. Biaya perjalanan ini dapat dipakai sebagai pengganti nilai pasar dari suatu lingkungan (Adrianto et al, 2004). Jumlah biaya perjalanan ini adalah biaya pulang pergi ditambah dengan nilai uang yang dihabiskan untuk perjalanan dari rekreasi tersebut.

Nilai tempat wisata, menyangkut waktu dan biaya yang dikorbankan oleh para wisatawan dalam menuju dan meninggalkan tempat wisata tersebut. Semakin jauh jarak wisatawan ke tempat wisata, akan semakin rendah permintaannya terhadap tempat wisata tersebut. Para wisatawan yang lebih dekat dengan lokasi wisata tentu akan lebih sering berkunjung ke tempat wisata tersebut dengan adanya biaya yang lebih murah yang tercermin pada biaya perjalanan yang dikeluarkannya. Dengan begitu, wisatawan yang berasal dari tempat yang jauh dengan biaya perjalanan yang besar akan mendapatkan surplus konsumen yang rendah, begitu pun sebaliknya (Igunawati, 2010).

(27)

ekonomi yang timbul akibat penutupan sebuah lokasi pantai dari kegiatan pariwisata akibat berubahnya kualitas lingkungan.

Secara umum ada dua teknik sederhana yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM (Fauzi, 2006), teknik tersebut adalah:

1. Pendekatan sederhana melalui zonasi

2. Pendekatan Individual Travel Cost Method (ITCM) dengan menggunakan data sebagian besar dari survei.

Penentuan fungsi permintaan untuk kunjungan ke suatu tempat wisata dengan pendekatan individual TCM menggunakan teknik ekonometrik. Secara sederhana fungsi permintaan di atas dapat ditulis sebagai berikut (Fauzi, 2006):

Vij = f( Cij, Tij, Qij, Sij, Mi )

di mana:

Vij : jumlah kunjungan oleh individu i ke tempat j

Cij :biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi

lokasi j

Tij :biaya waktu yang diperlukan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j

Qij :persepsi responden terhadap kualitas lingkungan dari tempat yang

dikunjungi

Sij :karakteristik substitusi yang mungkin ada di tempat lain

Mi :pendapatan individu i

Nilai ekonomi wisata diestimasi melaui surplus konsumen seperti yang ditampilkan pada Gambar 1.

(28)

Surplus konsumen dapat diketahui dengan menghitung luas daerah di bawah kurva permintaan. Sehingga, berdasarkan hal tersebut, maka persamaan surplus konsumen (CS) diperoleh segabai berikut:

Dengan demikian, nilai ekonomi wisata di Pulau Pari dapat diketahui dengan mengalikan surplus konsumen dengan jumlah kunjungan selama satu tahun terakhir.

3.1.2 Daya Dukung Kawasan Wisata

Daya dukung kawasan suatu objek wisata merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan objek wisata. Daya dukung kawasan ini perlu dikembangkan untuk mengurangi dampak-dampak degradasi lingkungan, sehingga kawasan wisata tersebut dapat tetap terjaga kelestariannya.

Menurut Knudson (1980), hal-hal yang mempengaruhi daya dukung suatu kawasan rekreasi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Karakteristik sumberdaya alam, seperti geologi dan tanah, topografi, vegetasi, hewan, iklim dan air.

2. Karakteristik pengelolaan, seperti kebijakan dan metode pengelolaan.

3. Karakteristik pengunjung, seperti psikologi, peralatan, perilaku sosial dan pola penggunaan.

Wearing dan Neil (1999) menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan kegiatan wisata, daya dukung lingkungan mempunyai tiga elemen yang harus diperhatikan, yaitu elemen ekologis yang terkait dengan lingkungan alamiah destinasi wisata; sosiokultural, terkait dengan dampak wisata terhadap masyarakat dan budayanya; serta fasilitas yang terkait dengan kebutuhan wisatawan. Batasan daya dukung untuk jumlah wisatawan merupakan jumlah individu yang dapat didukung oleh satuan luas sumber daya dan lingkungan dalam keadaan sejahtera. Daya tampung dan pengembangan fasilitas sebaiknya menperhatikan daya dukung sebagai batas pemanfaatan. Daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata dirumuskan sebagai berikut (Yulianda, 2007):

DDK =

(29)

keterangan:

DDK : Daya Dukung Kawasan

K : Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp : Luas area/panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt : Unit area untuk kategori tertentu

Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari

WP : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Pulau Pari memiliki panorama alam dan bawah laut yang sangat indah. Kondisi perairan yang bersih dan berpasir putih dengan kemiringan pantai yang landai sangat mendukung bagi kegiatan wisata snorkling dan wisata pantai. Keberadaan Pantai Pasir Perawan yang saat ini menjadi wisata unggulan Pulau Pari merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan. Hal ini mengakibatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Pulau Pari semakin meningkat.

Seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan ke Pulau Pari, semakin banyak pula penawaran jasa wisata ke Pulau Pari. Selain itu, para penduduk juga turut menawarkan pelayanan jasa wisata. Berdasarkan hal tersebut, aktivitas wisata di Pulau Pari diduga memberikan manfaat ekonomi bagi operator wisata dan juga masyarakat, namun peningkatan jumlah kunjungan ke Pulau Pari dalam jangka panjang juga dapat berpotensi melebihi daya dukung kawasan di wilayah tersebut.

Kondisi pengelolaan wisata di Pulau Pari saat ini belum menerapkan konsep wisata berwawasan lingkungan, seperti pengaturan jumlah pengunjung/jumlah trip yang disesuaikan dengan daya dukung kawasan. Hal ini perlu menjadi perhatian, mengingat Pulau Pari yang juga merupakan tempat penelitian dan konservasi terumbu karang. Oleh karena itu, Pulau Pari harus tetap terjaga kelestariannya.

(30)

perjalanan. Dampak ekonomi dari aktivitas wisata di Pulau Pari dilihat dari kontribusi sektor pariwisata terhadap penghasilan masyarakat. Dengan menganalisis dari ketiga aspek tersebut, diharapkan dapat melihat potensi ekowisata di Pulau Pari dengan pola pengembangan wisata yang baik, sehingga dapat menjadi suatu masukan bagi pengelola objek wisata di Pulau Pari agar pengembangan wisata di Pulau Pari dapat berkelanjutan. Diagram alir kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.

(31)

IV

.

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pulau Pari, Kelurahan Pulau Pari, Kecamatan Pulau Seribu Selatan, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Jakarta. Pengambilan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dan dilatarbelakangi oleh kondisi Pulau Pari yang merupakan kawasan penelitian dan konservasi terumbu karang, saat ini dikembangkan juga sebagai kawasan wisata untuk membantu perekonomian masyarakat yang mengalami penurunan sektor perikanan. Pulau Pari sebagai salah satu bentuk wisata alam termasuk rentan terhadap over carrying capacity, terlebih pengelolaan wisata di Pulau Pari belum menerapkan konsep daya dukung kawasan. Selain itu penilaian ekonomi wisata di Pulau Pari juga belum dilakukan. Oleh karena itu, pengambilan lokasi penelitian dilakukan di Pulau Pari. Pengambilan data dilakukan di empat lokasi wisata yang terdiri dari satu lokasi wisata pantai, yaitu Pantai Pasir Perawan, dan tiga lokasi wisata snorkling, yaitu Area Perlindungan Laut (APL), Bintang Rama, dan Dermaga. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan April sampai Mei 2013.

Sumber : PKSPL, 2013 Keterangan : □ Lokasi penelitian

(32)

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden yang terdiri dari wisatawan dan masyarakat melalui kuesioner (survey), serta diskusi mendalam dengan key person yaitu pengelola objek wisata Pulau Pari, ketua Forum Peduli Pesisir (FORSIR), Ketua RW 04 Pulau Pari, petugas Kelurahan Pulau Pari, staf LIPI Pulau Pari, dan staf Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Seribu. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait yaitu FORSIR Pulau Pari, Kelurahan Pulau Pari, Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kepulauan Seribu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pulau Pari, dan studi pustaka.

4.3 Metode Penentuan Sampel

Pengambilan sampel pengunjung dalam penelitian ini dilakukan menggunakan teknik non probability sampling. Teknik non probability sampling

yaitu pemilihan sampel secara tidak acak, sehingga setiap unsur atau anggota populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel.

Responden dalam penelitian ini terdiri dari wisatawan lokal dan asing, masyarakat, dan key person. Banyaknya sampel wisatawan yang dijadikan responden dalam periode waktu penelitian yaitu selama satu bulan adalah sejumlah 76 orang. Penentuan responden wisatawan ini dilakukan secara

(33)

4.4. Metode Analisis Data

Tahap analisis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik analisis yang sudah ada, sehingga dapat menghasilkan output yang sesuai harapan. Keterkaitan tujuan penelitian, jenis data, variabel yang akan diukur, dan metode analisis data disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Keterkaitan tujuan penelitian, komponen data, sumber data, dan metode analisis data

No. Tujuan

Penelitian Komponen Data Sumber Data

(34)

4.4.1 Analisis Kesesuaian Wisata Bahari

Pengembangan objek wisata yang baik haruslah disesuaikan dengan kondisi sumberdaya yang ada di lapangan. Kesesuaian wisata merupakan kriteria sumberdaya dan lingkungan terhadap kebutuhan akan pengembangan ekowisata (Yulianda, 2007). Kategori kesesuaian wisata bahari untuk aktivitas wisata di Pulau Pari dilakukan untuk kategori wisata pantai dan wisata snorkling, sesuai dengan karakteristik wisata yang dominan di Pulau Pari.

Analisis kesesuaian wisata pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) untuk aktivitas wisata pantai dan wisata snorkling. Dalam menentukan IKW diperlukan beberapa parameter kesesuaian yang dijadikan sebagai suatu dasar perhitungan. Penelitian ini menggunakan metode benefit transfer, yaitu menggunakan hasil penelitian Fredinan Yulianda tahun 2007 mengenai Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumber Daya Pesisir Berbasis Konservasi. Hasil penelitian ini digunakan sebagai suatu acuan dasar dalam menentukan daya dukung kawasan dan indeks kesesuaian wisata yang disajikan dalam matriks kesesuaian lahan. Parameter yang digunakan terdiri dari kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis life form, jenis ikan karang, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang, lebar hamparan datar karang, tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kemiringan pantai, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, dan ketersediaan air tawar. Parameter-parameter tersebut diukur secara langsung di lapangan dengan menggunakan bantuan alat berupa secchi disk untuk mengukur kecerahan perairan, data tutupan komunitas karang, jenis life form, dan jenis ikan karang menggunakan transek kuadrat, kecepatan arus menggunakan floating object dan stopwatch, serta kedalaman perairan menggunakan tali meteran.

(35)

S1 (sangat sesuai) : IKW 83-100 % S2 (sesuai) : IKW 50 - <83 % S3 (sesuai bersyarat) : IKW 17 - <50 % TS (tidak sesuai) : IKW <17 %

Tabel 5 Matriks kesesuaian lahan untuk aktivitas wisata snorkling dan wisata pantai

(36)

Jika suatu lokasi memiliki nilai IKW yang berada pada kategori sesuai (sesuai bersyarat, sesuai, sangat sesuai), maka selanjutnya harus dilakukan perhitungan daya dukung kawasan. Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) untuk aktivitas wisata pantai dan wisata snorkling tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut (Yulianda, 2007):

IKW = ∑ (Ni/Nmaks) x 100% ...(1)

dimana:

IKW = Indeks Kesesuaian Wisata

Ni = Nilai bobot untuk setiap faktor berpengaruh Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata

Sebagai contoh perhitungan untuk wisata snorkling, misal diketahui suatu kawasan perairan mempunyai kecerahan perairan sebesar 75%. Maka, dapat dilihat pada matriks kesesuaian bahwa parameter tersebut berada pada kategori S2 yang memiliki nilai skor 2. Dengan demikian, maka Ni untuk parameter kecerahan perairan dapat dihitung dengan mengalikan bobot dan skornya, yaitu 5x2, sehingga diperoleh nilai Ni sebesar 10. Perhitungan Ni untuk parameter lainnya dilakukan dengan hal yang sama, sedangkan Nmaks untuk kedua kategori wisata tersebut, yaitu wisata snorkling dan wisata pantai, diperoleh dari hasil perkalian antara bobot dan skor tertinggi pada setiap parameter (Skor S1) yang ditunjukkan dengan skor bernilai 3.

4.4.2 Analisis Daya Dukung Kawasan

Daya dukung ekowisata dihitung dengan menggunakan konsep daya dukung kawasan. Daya dukung kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan daya dukung kawasan wisata, mengacu pada formulasi rumus dari Yulianda (2007) yaitu :

DDK =

...(2)

di mana:

DDK : Daya Dukung Kawasan

(37)

Lp : Luas area/panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt : Unit area untuk kategori tertentu

Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari

Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu Potensi ekologis pengunjung merupakan jumlah maksimum wisatawan yang dapat diterima dalam satu satuan unit area. Luas suatu area yang digunakan untuk kegiatan wisata harus mempertimbangkan kemampuan alam dalam mentolerir jumlah pengunjung agar sumberdaya tetap tejaga (Ketjulan, 2010). Potensi ekologis pengunjung dan luas area untuk setiap jenis kegiatan wisata bahari ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt)

Jenis Kegitan ∑ pengunjung

(K)

Menurut Yulianda (2007), waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt). Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam (Tabel 7).

Tabel 7 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata

(38)

4.4.3 Estimasi Nilai Ekonomi Wisata

Nilai ekonomi wisata dihitung dengan pendekatan permintaan wisata berdasarkan nilai surplus konsumen dengan menggunakan teknik valuasi non market, dalam hal ini Individual Travel Cost Method (ITCM). ITCM digunakan untuk menganalisis fungsi permintaan wisata. Rumus ITCM menurut Fauzi (2006) adalah sebagai berikut: Vij = f( Cij, Tij, Qij, Sij, Mi )...(1)

di mana:

Vij :jumlah kunjungan oleh individu i ke tempat j

Cij :biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi

lokasi j

Tij :biaya waktu yang diperlukan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j

Qij :persepsi responden terhadap kualitas lingkungan dari tempat yang

dikunjungi

Sij :karakteristik substitusi yang mungkin ada di tempat lain, dan Mi adalah

penghasilan (income) dari individu i.

Mi :pendapatan individu i

Perhitungan nilai ekonomi wisata dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu:

a. Menentukan fungsi persamaan jumlah kunjungan yang dirumuskan sebagai berikut:

V = β0 +β1x1 +β2x2 +β3x3 +β4x4 +β5x5 +β6x6 +β7x7 +β8x8 +β9x9...(2)

di mana, V adalah jumlah kunjungan ke objek wisata Pulau Pari , β0 adalah

konstanta, X1,2,3,...,9 adalah variabel-variabel yang mempengaruhi persamaan

yang terdiri dari variabel biaya perjalanan, pendapatan pengunjung, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, jarak tempuh, lama perjalanan, umur pengunjung, lama mengetahui keberadaan objek wisata Pulau Pari, dan lama kunjungan, sedangkan β0-β9 adalah koefisien regresi.

b. Menyederhanakan model persamaan (1) ke dalam bentuk dasarnya yaitu V = β0 + β1x1. Sesuai dengan prinsip ekonomi, cateris paribus, maka

(39)

V = β0 + β1x1 + α...(3)

di mana α adalah hasil penjumlahan dari setiap koefisien regresi dengan rataan dari masing-masing variabel, yaitu β2xx2, β3 x3, ..., β9 x9.

c. Persamaan (3) menghasilkan dua buah konstanta, yaitu β0 dan α. Kedua

konstanta ini dapat dijumlahkan menjadi β, menghasilkan bentuk persamaan

V = β+ β1x1. ...(4a)

Variabel X1 pada persamaan tersebut menunjukkan variabel biaya

perjalanan (TC), sehingga persamaan (4a) dapat ditulis pula sebagai berikut:

V = β+ β1TC. ...(4b)

d. Selanjutnya, persamaan (4b) diubah ke dalam bentuk persamaan TC menjadi:

TC =

...(5)

e. Nilai ekonomi wisata diestimasi melaui surplus konsumen. Surplus konsumen dapat diketahui melalui persamaan berikut:

Persamaan tersebut merupakan hasil substitusi dari persamaan 5, dimana TC rata-rata diperoleh saat V rata-rata, sedangkan TCmax diperoleh saat V = 0.

f. Berdasarkan persamaan (6), nilai ekonomi wisata di Pulau Pari dapat diketahui dengan mengalikan surplus konsumen dengan jumlah kunjungan selama satu tahun terakhir, sehingga diperoleh:

Nilai ekonomi wisata = CS x jumlah kunjungan satu tahun terakhir...(7) 4.4.4 Analisis Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Penghasilan Masyarakat

(40)

pendekatan penghasilan rumah tangga. Penghasilan masyarakat tersebut dirumuskan sebagai berikut:

Y = Y1 + Y2...(1)

di mana:

Y : total penghasilan rumah tangga (Rp/bulan)

Y1 : penghasilan rumah tangga dari sektor non-pariwisata (Rp/bulan)

Y2 : penghasilan rumah tangga dari sektor pariwisata (Rp/bulan)

Perhitungan kontribusi sektor pariwisata terhadap penghasilan rumah tangga dirumuskan sebagai berikut:

K = (Y2 / Y) x 100%...(2)

di mana:

K : kontribusi sektor pariwisata terhadap penghasilan masyarakat (Rp/bulan) Y2 : penghasilan rumah tangga dari sektor pariwisata (Rp/bulan)

Y : total penghasilan rumah tangga (Rp/bulan)

Dari hasil perhitungan akan dilihat tipologi usaha berasarkan tingkat penghasilannya sesuai dengan kriteria menurut Soehadji (1995) dalam Soetanto (2002) yaitu sebagai berikut:

(41)

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Pulau Pari

Pulau Pari berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 4 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah salah satu pulau di Gugusan Pulau Pari yang terletak di Kelurahan Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Secara astronomis, letak Pulau Pari berada pada 050 46’ 15”- 050 59’ 30” LS dan 1060 57’ 40” - 1060 34’ 22” BT. Secara administrasi, Pulau Pari yang memiliki luas wilayah sebesar 41,32 ha ini terdiri dari 4 RT dan 1 RW, yaitu RW 04.

Berdasarkan Perda Provinsi DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI Jakarta, Pulau Pari difungsikan untuk perumahan, walaupun pengembangan Pulau Pari saat ini lebih mengarah pada wisata. Hal ini terjadi karena usaha perikanan dan budidaya rumput laut yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat Pulau Pari sudah mengalami penurunan (Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, 2012).

5.2 Kondisi Demografi Pulau Pari

Kondisi demografi masyarakat Pulau Pari merupakan persoalan dan keadaan yang menggambarkan perubahan penduduk Pulau Pari. Komponen-komponen yang berhubungan dengan perubahan tersebut diantaranya adalah kelahiran, kematian, dan migrasi, sehingga menghasilkan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin.

(42)

Tabel 8 Kondisi demografi Pulau Pari

A. Jumlah penduduk Pulau Pari

RW RT

B. Mobilitas penduduk Pulau Pari

RW RT Lahir Datang Mati Pindah Keterangan

Sumber : Kelurahan Pulau Pari, 2013

5.3 Karakteristik Responden Masyarakat Pulau Pari

Karakteristik responden masyarakat diperlukan untuk melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat di Pulau Pari. Untuk itu, diperlukan data dari 30 orang responden masyarakat dengan karaktersitik sebagaimana tersaji pada Tabel 9.

(43)

Pulau Pari yang memiliki karakteristik perairan yang baik membuat sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan. Namun, keberadaan objek wisata di Pulau Pari membuka peluang kepada masyarakat untuk memiliki mata pencaharian alternatif di sektor pariwisata melalui penyediaan jasa dan fasilitas wisata. Mata pencaharian alternatif di sektor pariwisata tersebut menjadi salah satu penunjang perekonomian masyarakat Pulau Pari. Hal ini terbukti dengan jumlah responden masyarakat yang sebanyak 70 persen bekerja pada sektor pariwisata.

Tabel 9 Karakteristik responden masyarakat Pulau Pari

No. Karakteristik Jumlah Persentase (%)

(44)

5.4 Sarana dan Prasarana

Demi menunjang kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat di Pulau Pari, pemerintah setempat berupaya untuk meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan Pulau Pari. Sarana dan prasarana yang terdapat di Pulau Pari dapat dikelompokkan ke dalam sarana dan prasarana sektor wisata dan non-wisata, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10 Sarana/prasarana di Pulau Pari

No. Sarana/prasarana Jumlah Rincian

A. Wisata

Homestay 80 buah

Kapal snorkling 30 buah Alat snorkling 17 penyewaan Kamera underwater 7 penyewaan

Sepeda 11 penyewaan

Mesjid 1 buah Mesjid Al-Ikhlas

Musholla 2 buah Musholla Bahlul Ulum

(45)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Wisata di Pulau Pari

Pulau Pari memiliki karakteristik kawasan yang berpotensi sebagai tempat wisata. Oleh karena itu, tidak heran jika saat ini Pulau Pari mulai banyak dikunjungi wisatawan, terlebih setelah dibukanya Pantai Pasir Perawan.

Pantai Pasir Perawan merupakan objek wisata pantai yang ada di Pulau Pari yang semula merupakan pantai yang penuh dengan semak belukar. Sekitar akhir tahun 2012, masyarakat secara inisiatif membersihkan lahan tersebut dan menatanya sehingga terdapat akses menuju sebuah pantai yang bersih dan berpasir putih yang saat ini dikenal dengan nama Pantai Pasir Perawan. Pantai Pasir Perawan dikelola secara swadaya oleh masyarakat Pulau Pari dengan bantuan Forum Peduli Pesisir (FORSIR) sebagai organisasi masyarakat yang mendukung pengembangan objek wisata dan kesejahteraan masyarakat Pulau Pari.

Selain pantai, perairan Pulau Pari juga kaya akan keanekaragaman bawah lautnya. Kondisi sumber daya alam yang mendukung bagi kegiatan wisata di Pulau Pari tersebut menjadi daya tarik bagi para wisatawan. Aktivitas wisata yang dominan diminati oleh para wisatawan di Pulau Pari adalah aktivitas wisata pantai dan wisata snorkling. Beberapa perairan Pulau Pari yang sering dijadikan lokasi

snorkling adalah Area Perlindungan Laut (APL), Bintang Rama, dan area sekitar dermaga. Lokasi tersebut termasuk ke dalam zona pemanfaatan kawasan ekowisata bahari yang ditujukan untuk pengembangan pariwisata alam. Selain itu, lokasi tersebut juga dinilai memiliki keindahan bawah laut yang baik dan berada pada daerah yang terlindung dengan kondisi perairan yang cukup tenang.

6.2 Karakteristik Responden Wisatawan di Pulau Pari

(46)

Tabel 11 Karakteristik responden wisatawan di Pulau Pari

No. Karakteristik Jumlah Persentase (%)

(47)

pelabuhan, yaitu Rawa Saban, Tanjung Kait, Tanjung Pasir dan Kali Adem (Muara Angke). Rute pelayaran dari Kali Adem menggunakan kapal Kerapu dan Lumba-Lumba, sedangkan tiga pelabuhan lainnya menggunakan rute pelayaran angkutan tradisional masyarakat. Sebagian besar wisatawan menggunakan rute pelayaran dari Kali Adem untuk mencapai Pulau Pari. Hal ini disebabkan karena sebagian besar wisatawan berasal dari Jakarta, dan pelabuahan Kali Adem mempunyai jarak yang paling dekat dengan Jakarta.

Pulau Pari yang merupakan pulau yang baru dikembangkan sebagai objek wisata menarik minat kalangan muda untuk berwisata ke tempat ini, ditunjukkan dengan banyaknya wisatawan berusia muda yaitu antara 20-24 tahun yang sebagian besar berprofesi sebagai pegawai swasta. Pada umumnya, wisatawan tersebut datang secara berkelompok, yaitu bersama teman dengan menggunakan jasa agen wisata. Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan saat berwisata. Wisatawan tersebut sebagian besar berkunjung pada waktu akhir pekan. Minat wisatawan untuk datang ke Pulau Pari pada waktu akhir pekan memang menunjukkan angka yang cukup tinggi, namun, penginapan yang tersedia jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, pengelola jasa wisata membuat kebijakan dengan membuka hari kunjungan pada waktu hari kerja. Sehingga, selain akhir pekan, wisatawan juga dapat berkunjung pada hari kerja.

Kondisi Pulau Pari yang nyaman dan tidak terlalu padat menjadi salah satu alasan wisatawan memilih Pulau Pari sebagai daerah tujuan wisata. Aktivitas yang dilakukan oleh wisatawan pun bermacam-macam, terdiri dari snorkling, bersepeda, berperahu, menikmati pantai, memancing, dan belajar.

6.3 Persepsi Wisatawan terhadap Objek Wisata Pulau Pari

(48)

yang baik atas kunjungannya. Tabel 12 menunjukkan persepsi wisatawan terhadap objek wisata di Pulau Pari.

Tabel 12 Persepsi responden wisatawan terhadap lokasi wisata di Pulau Pari

No Persepsi Jumlah

1.Kebersihan Lokasi Pantai Lokasi Wisata Sepeda Area Pemukiman Penduduk

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Bersih 25 32,89 20 26,32 35 46,05

Cukup bersih 46 60,53 50 65,79 40 52,63

Tidak bersih 5 6,58 6 7,89 1 1,32

Jumlah 76 100,00 76 100,00 76 100,00

2.Keindahan Panorama Alam Pantai Panorama Bawah Laut

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Menarik 76 100 76 100 74 97,37

Tidak

Menarik 0 0 0 0 2 2,63

Jumlah 76 100,00 76 100,00 76 100,00

3.Fasilitas Memadai Tidak Memadai Tidak Tersedia

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Rata-rata persentase 78,51 21,05 0,44

(49)

Persepsi Jumlah Persentase (%) 7.Keramahan petugas/pengelola objek wisata

Ramah 76 100,00

Tidak ramah 0 0,00

Sangat tidak ramah 0 0,00

Jumlah 76 100,00

8.Tingkat Kepuasan

Puas 71 93,42

Sangat puas 5 6,58

Jumlah 76 100,00

Sumber: Data Primer Diolah, 2013

Tabel 12 menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen pengunjung menyatakan puas terhadap objek wisata di Pulau Pari. Hal ini tergambar pula dari penilaian terhadap kebersihan, keindahan, fasilitas, keamanan, aksesibilitas, kondisi jalan, dan keramahan petugas/pengelola objek wisata yang juga menunjukkan persepsi yang baik. Tingkat kepuasan responden wisatawan ini juga disebabkan oleh kondisi SDAL Pulau Pari yang masih asri dan tidak terlalu padat, sehingga memberikan tingkat kenyamanan yang baik bagi para wisatawan.

6.4 Indeks Kesesuaian Wisata di Pulau Pari

Kesesuaian lahan untuk aktivitas wisata di Pulau Pari dianalisis dengan menggunakan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW). Penelitian ini menilai dua aktivitas wisata, yaitu wisata snorkling dan wisata pantai. Kedua aktivitas wisata tersebut memiliki parameter yang berbeda. Penentuan lokasi untuk aktivitas wisata

snorkling dilakukan pada tiga lokasi yang lazim digunakan untuk aktivitas wisata

(50)

Tabel 13 Matriks kesesuaian lahan untuk aktivitas wisata snorkling di Pulau Pari

Nb : Skor maksimum setiap parameter = 3

Total 43 57

Nb : Skor maksimum setiap parameter = 3

Total 45 57

Nb : Skor maksimum setiap parameter = 3

Total 38 57

Indeks Kesesuaian Wisata (%) : ∑ (Ni/ Nmaks)x 100% 66,67

Kategori S2

Sumber :

(51)

Tabel 13 menunjukkan bahwa ketiga lokasi snorkling masuk ke dalam kategori S2 yang berarti sesuai untuk digunakan sebagai tempat wisata snorkling. Indeks kesesuaian wisata terbesar terdapat di Lokasi II, yaitu Bintang Rama. Hal ini didukung oleh banyaknya jumlah parameter yang berada pada kategori sangat sesuai, ditandai dengan skor bernilai 3. Selama ini, Bintang Rama memang menjadi tempat paling favorit untuk melakukan snorkling.

Selain aktivitas wisata snorkling, Pulau Pari juga didominasi oleh aktivitas wisata pantai. Berbeda halnya dengan Lokasi I, II, dan III, yang berada pada kategori sesuai, Lokasi IV berada pada kategori sangat sesuai. Lokasi IV, yaitu Pantai Pasir Perawan merupakan objek wisata pantai, sehingga parameter-parameter yang terdapat dalam indeks kesesuaiannya berbeda dengan ketiga lokasi lainnya. Hampir semua parameternya berada pada kategori sangat sesuai, seperti yang disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Matriks kesesuaian lahan untuk aktivitas wisata pantai di Pantai Pasir

8 Penutupan lahan pantai 1 Pandan laut, lahan

terbuka

3 3 3

9 Biota berbahaya 1 Bulu babi 2 2 3

10 Ketersediaan air tawar (km) 1 <0,5 3 3 3

Nb : Skor maksimum setiap parameter = 3

Total 80 84

Indeks Kesesuaian Wisata (%) : ∑ (Ni/ Nmaks)x 100% 95,24

Kategori S1

Sumber : * Yulianda, 2007 ** Data Primer, 2013

(52)

Menurut Dahuri et al, 2004, pembangunan berkelanjutan suatu wilayah kepulauan secara ekologis, salah satunya harus memenuhi persyaratan yaitu

ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik “sesuai”. Persyaratan ini dapat dilihat dari peta kesesuaian lahan. Berdasarkan Tabel 13 dan Tabel 14, maka dapat dilihat bahwa kriteria kesesuaian tersebut telah terpenuhi. Secara keseluruhan, indeks kesesuaian wisata untuk aktivitas wisata snorkling dan wisata pantai di Pulau Pari ditunjukkan pada Tabel 15.

Tabel 15 Indeks kesesuaian wisata untuk aktivitas wisata snorkling dan wisata pantai di Pulau Pari

No Lokasi IKW (%) Kategori Keterangan

1 Area Perlindungan Laut (APL) 75,44 S2 Sesuai

2 Bintang Rama 78,95 S2 Sesuai

3 Dermaga 66,67 S2 Sesuai

4 Pantai Pasir Perawan 95,24 S1 Sangat sesuai

Sumber : Data Primer Diolah, 2013

Peta kesesuaian lahan untuk aktivitas wisata snorkling dan wisata pantai di empat lokasi penelitian seperti digambarkan pada Gambar 4.

Sumber: PKSPL Diolah, 2013

(53)

6.5 Daya Dukung Kawasan untuk Aktivitas Wisata di Pulau Pari

Penilaian mengenai daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata di Pulau Pari dilakukan pada empat lokasi penelitian yang terdiri dari tiga lokasi snorkling

dan satu lokasi pantai. Berdasarkan hasil analisis Indeks Kesesuaian Wisata (IKW), keempat lokasi tersebut berada pada kategori sesuai, oleh karena itu selanjutnya harus dilakukan perhitungan daya dukung kawasan. Perhitungan daya dukung ini diperlukan untuk mengetahui batasan maksimum pengunjung yang dapat ditampung di lokasi tersebut agar lokasi wisata tetap lestari. Perhitungan daya dukung kawasan dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu potensi ekologis pengunjung (K), luas atau panjang area yang dimanfaatkan (Lp), unit area (Lt), waktu yang disediakan untuk kegiatan wisata (Wt), dan waktu yang dihabiskan pengunjung untuk melakukan aktivitas wisata (Wp). Daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata di Pulau Pari ditunjukkan pada Tabel 16.

Tabel 16 Daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata di Pulau Pari

No Lokasi K* Lp** Lt* Wp* Wt* DDK

(54)

jumlah pengunjung yang dapat ditampung pada lokasi tersebut adalah 14 orang dalam satu hari. Hal ini menjadi dasar perhitungan daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata snorkling. Namun, berdasarkan lamanya waktu penyewaan alat

snorkling yaitu alat selam dasar (ADS), rata-rata pengunjung hanya memanfaatkan waktu selama 1 jam dari waktu maksimal yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas wisata snorkling yaitu selama 3 jam, sehingga daya dukung kawasannya dapat lebih dari 14 orang/hari. Hal ini menunjukkan bahwa dengan total waktu yang disediakan untuk aktivitas snorkling dalam satu hari yaitu selama 6 jam, di Lokasi I masih bisa menampung hingga 84 orang dalam waktu yang berbeda, dengan asumsi setiap orang hanya menggunakan waktu 1 jam untuk snorkling.

Lokasi II dan III masing-masing memiliki luas area pemanfaatan sebesar 9000 m2 dan 2000 m2. Berdasarkan hasil perhitungan, daya dukung kawasan di Lokasi II adalah 36 orang/hari dan di Lokasi III 8 orang/hari. Seperti halnya Lokasi I, daya dukung kawasan di Lokasi II dan III juga dapat lebih dari daya dukung dasar tersebut. Jika diasumsikan setiap pengunjung hanya menggunakan waktunya selama 1 jam, maka dalam satu hari di Lokasi II masih dapat menampung hingga 216 orang dalam waktu yang berbeda, sedangkan untuk Lokasi III masih dapat menampung hingga 48 orang dalam waktu yang tidak bersamaan. Daya dukung kawasan di Lokasi II adalah yang paling besar. Hal ini sesuai dengan luas area pemanfaatannya yang juga lebih besar dibandingkan dua lokasi lainnya.

Lokasi IV, yaitu Pantai Pasir Perawan yang memiliki area pemanfaatan seluas 7500 m2 memiliki daya dukung kawasan sebesar 300 orang/hari. Artinya, dalam waktu yang bersamaan, dengan total waktu 6 jam yang disediakan kawasan selama satu hari, dan waktu yang digunakan pengunjung untuk kegiatan wisata pantai selama 3 jam, maka jumlah pengunjung yang dapat ditampung pada lokasi tersebut adalah 300 orang dalam satu hari.

6.6 Nilai Ekonomi Wisata di Pulau Pari

(55)

Penelitian dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel biaya perjalanan, pendapatan, jumlah tanggungan, pendidikan, jarak, lama perjalanan, umur, lama mengetahui objek wisata, dan lama kunjungan sebagai variabel yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan, seperti yang terlampir pada Lampiran 1. Variabel biaya perjalanan merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan pengunjung untuk mencapai lokasi wisata dan biaya yang dikeluarkan selama berada di lokasi wisata. Variabel pendapatan merupakan besarnya pendapatan pengunjung dalan satu bulan. Variabel jumlah tanggungan adalah banyaknya jumlah tanggungan pengunjung. Variabel pendidikan adalah lamanya pendidikan (tahun) yang ditempuh oleh pengunjung. Variabel jarak merupakan jarak tempuh dari lokasi asal pengunjung ke lokasi tujuan wisata. Variabel lama perjalanan merupakan waktu yang dibutuhkan pengunjung untuk tiba di lokasi tujuan wisata. Variabel umur menunjukkan umur pengunjung (tahun). Variabel lama mengetahui menunjukkan sudah berapa lama pengunjung mengetahui keberadaan lokasi wisata, sedangkan variabel lama kunjungan menunjukkan berapa lama pengunjung tersebut berada di lokasi wisata. Berdasarkan hasil analisis regresi linear dari data pada Lampiran 1, maka diperoleh model persamaan sebagai berikut:

Jumlah Kunjungan = 1,113 - 0,0000001187 Biaya Perjalanan - 0,00000003786 Pendapatan + 0,139

Jumlah Tanggungan + 0,032 Pendidikan + 0,000629 Jarak- 0,080 Lama

Perjalanan - 0,017 Umur + 0,026 Lama Mengetahui + 0,108 Lama

Kunjungan

Hasil regresi dari persamaan linear di atas dapat dilihat pada Tabel 17 dan selengkapya terdapat pada Lampiran 2. Pada hasil perhitungan di Tabel 17, variabel jumlah tanggungan, pendidikan, jarak, lama mengetahui, dan lama kunjungan menunjukkan tanda positif (+). Hal ini berarti bahwa secara umum, semakin meningkat variabel-variabel tersebut maka akan meningkatkan jumlah kunjungan. Variabel biaya perjalanan, pendapatan, lama perjalanan, dan umur menunjukkan tanda negatif (-) yang berarti bahwa secara umum, semakin meningkat variabel-variabel tersebut maka akan menurunkan jumlah kunjungan.

(56)

tidak dimasukkan ke dalam model. Variabel-variabel tersebut diperkirakan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap jumlah kunjungan wisata ke Pulau Pari. Pulau Pari yang merupakan objek wisata alam, khususnya wisata pulau memang memiliki karakteristik yang berbeda dengan jenis wisata lainnya. Pulau Pari sebagai salah satu objek wisata pulau sangat dipengaruhi oleh alam. Kondisi alam diantaranya seperti cuaca, kecepatan angin, dan ketinggian ombak, sangat mempengaruhi aktivitas kunjungan wisata ke Pulau Pari, karena setiap pengunjung yang datang ke Pulau Pari diharuskan untuk menyebrang menggunakan kapal, dan ini sangat dipengaruhi oleh kondisi alam.

Tabel 17 Hasil regresi linear kunjungan wisata ke Pulau Pari dengan individual

(57)

untuk melakukan aktivitas wisata, misalnya untuk wisata snorkling. Oleh karena itu, variabel-variabel tersebut tidak dapat dimasukkan ke dalam model persamaan, namun variabel-variabel tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap jumlah kunjungan wisata di Pulau Pari.

Pada hasil regresi di Tabel 17 dapat dilihat hasil uji t dengan taraf nyata 5 persen dan 15 persen, diperoleh terdapat dua variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan di Pulau Pari. Variabel lama mengetahui berpengaruh pada taraf nyata 5 persen dan jumlah tanggungan berpengaruh pada taraf nyata 15 persen. Koefisien lama mengetahui bernilai positif, yaitu 0,026. Nilai koefisien ini menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 bulan lama mengetahui objek wisata, diduga akan menambah jumlah kunjungan wisata ke Pulau Pari Kepulauan Seribu sebesar 0,26, dengan asumsi cateris paribus. Sedangkan koefisien jumlah tanggungan bernilai 0,139, artinya setiap penambahan 1 orang jumlah tanggungan, diduga akan menambah jumlah kunjungan wisata ke Pulau Pari, sebesar 1,39, dengan asumsi cateris paribus.

Hasil analisis regresi linear berganda pada Tabel 17 diperoleh nilai VIF masing-masing variabel kurang dari 10. Hal ini menunjukkan tidak adanya multikolinearitas dalam model regresi. Uji heteroskedastisitas dilihat dengan melihat pola penyebaran titik. Hasil regresi menunjukkan titik-titik yang menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, artinya output regresi (pada Chart Lampiran 2) tidak membentuk pola yang jelas. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi. Uji autokorelasi diketahui dengan membandingan nilai Durbin-Watson (DW) dengan DW tabel. Nilai DW dari hasil regresi diperoleh 1,755. Untuk nilai dL dan dU dapat dilihat pada tabel DW untuk signifikansi 0,05 dengan n (jumlah data)=76 dan k (jumlah variabel independen)=9. Didapatkan nilai dL adalah 1,3747 dan dU adalah 1,8989, jadi nilai 4-dU=2,1011 dan 4-dL=2,6253. Hal ini berarti nilai DW (1,755) berada pada daerah antara dL dan dU, maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.

Berdasarkan hasil regresi tersebut, dengan memasukkan nilai rata-rata pendapatan, jumlah tanggungan, pendidikan, jarak, lama perjalanan, umur, lama mengetahui, dan lama kunjungan, maka dapat diperoleh fungsi :

(58)

JK = - 0,0000001187 TC + 1,346483

Persamaan di atas lalu ditransformasikan dalam bentuk TC menjadi: TC =

Biaya perjalanan rata-rata dapat diperoleh ketika jumlah kunjungan rata-rata, sehingga dengan memasukkan nilai rata-rata jumlah kunjungan, diperoleh persamaan :

Rata-rata TC = =

= 2.919.000

Sementara itu, TC maksimum diperoleh saat jumlah kunjungan=0, sehingga dapat diperoleh nilai TC maksimum sebesar:

TC maks =

= 11.344.000

Berdasarkan perhitungan tersebut, maka surplus konsumen dapat diketahui dengan membagi dua hasil perkalian antara jumlah kunjungan rata-rata dengan selisih TC maksimum dan TC rata-rata, sehingga diperoleh estimasi nilai surplus konsumen per individu sebesar Rp 4.212.500,00. Dengan demikian, berdasarkan jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Pari, Kepulauan Seribu pada tahun 2012 yang berjumlah 36.232 kunjungan, maka nilai ekonomi wisata di Pulau Pari adalah sebesar Rp 152.627.300.000,00/tahun.

6.7 Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap Penghasilan Masyarakat

Gambar

Tabel 2 Perbandingan kunjungan wisatawan ke Kepulauan Seribu Tahun 2011
Tabel 3 Penelitian terdahulu
Gambar 2. Bagan alir kerangka pemikiran
Gambar 3. Peta kawasan Pulau Pari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun pada kenyataannya berdasarkan hasil observasi kedua yang dilakukan oleh peneliti selama prariset di kelas XII IIS 2 SMA Muhammadiyah 1 Pontianak pada tanggal 11

Tahapan pengembangan LKPD yaitu: menganalisa kebutuhan dan karakteristik siswa, persiapan desain awal produk dengan mengumpulkan materi dan gambar-gambar yang disajikan

Untuk menangani isu-isu ini dengan lebih berkesan pendokong gerakan Islam perlu melihat dan mempelajari kerangka dan sistem yang ada; bukan menghentam dan

Struktur populasi kepiting bakau ( Scylla serrata ) ditinjau dari kelimpahan kepiting bakau ( Scylla serrata ), hubungan lebar karapas dengan bobot tubuh, pola pertumbuhan,

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa intellectual capital statement merupakan bentuk laporan yang kompleks yang mengkombinasikan angka, narasi dari pengetahuan yang

Penelitian pada Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa efek Indonesia Menggunakan Uji t dan Uji f untuk mengetahui pengaruh rasio keuangan(rasi o leverage, rasio pasar, aset

[r]

[r]