• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Ajar PERPAJAKAN PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI DAN MANAJEMEN SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PASUNDAN BANDUNG 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahan Ajar PERPAJAKAN PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI DAN MANAJEMEN SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PASUNDAN BANDUNG 2015"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

STIE Pasundan Bandung

Bahan Ajar

PERPAJAKAN

PROGRAM STUDI S1

AKUNTANSI DAN MANAJEMEN

OLeh:

Iwan Sidharta, SE., MM.

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI

PASUNDAN BANDUNG

(2)

STIE Pasundan Bandung

DAFTAR ISI

hal BAB I PENDAHULUAN ………...

1.1. Dasar-Dasar Perpajakan ……….….. 1.2. Asas-Asas Perpajakan ………... 1.3. Penggolongan, Tarif Dan Sanksi Dalam Perpajakan ……...

1 1 3 6 BAB II KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN ………….

2.1 Pendahuluan ………... 2.2 Pembayaran Pajak ……….. 2.3. Pelaporan Pajak ………... 2.4 Ketetapan Pajak ……….

9 9 12 12 14 BAB III PAJAK DAERAH ………...

3.1 Pajak Daerah ………. 3.2 Retribusi ………...

16 16 18

BAB IV PENGHASILAN NETO DAN NORMA PENGHASILAN ……… 21

BAB V PPH PASAL 24 ………... 27

BAB VI PPH PASAL 25 ……… 30

BAB VII PPH PASAL 21 ………... 33

BAB VIII PPH PASAL 26 ……… 51

BAB IX PAJAK ATAS IMPOR DAN KEGIATAN LAIN ……… 55

(3)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Dasar-Dasar Perpajakan

1. Pengertian Pajak

Ada beberapa pengertian mengenai pajak yaitu sebagai berikut;

1. Leroy Beaulieu (Perancis)

Pajak merupakan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang atau jasa untuk menutup belanja negara.

2. Prof. R. Sunitro

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UU (yang dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (konpensasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

3. Prof. Adriani

Pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak, membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali secara langsung, dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

4. Undang-Undang N0. 28 Tahun 2007

Pajak adalah kontribusi kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Karakteristik Pajak

Karakteristik pajak dapat dibedakan senagai berikut;

 Pajak merupakan iuran/kewajiban untuk menyerahkan kekayaan kepada negara.

 Pajak merupakan sebagian harta kekayaan rakyat.

 Perpindahan/penyerahan iuran bersifat wajib dan dapat dipaksakan.

 Perpindahan tersebut berdasarkan UU atau peraturan yang berlaku.

 Pajak dipungut oleh negara baik pemerintahan pusat maupun daerah.

 Pajak digunakan untuk pengeluaran pemerintah.

 Pajak dapat berfungsi sebagai anggaran (budget) dan fungsi mengatur.

3. Fungsi Pajak

Fungsi pajak mempunyai dua fungsi yaitu;

 Fungsi Penerimaan (budgetair), sebagai sumber dana bagi pengeluaran pemerintah.

 Fungsi Mengatur (Reguler), sebagai pengatur atau pelaksana kebijakan bidang sosial dan ekonomi.

4. Syarat Pemungutan Pajak

(4)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

2

 Syarat Keadilan  Syarat Yuridis  Syarat Ekonomis  Syarat Finansial  Syarat Simplicity

5. Definisi Hukum Pajak

Hukum Pajak adalah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah, sebagai pemungut pajak (fiskus) dengan rakyat, sebagai pembayar pajak.

6. Cakupan Hukum Pajak

 Subjek Pajak dan Wajib Pajak.  Objek Pajak.

 Kewajiban pajak terhadap pemerintah.  Timbul dan hapusnya hutang pajak.  Cara penagihan pajak.

 Cara mengajukan keberatan dan banding.

7. Pembagian Hukum Pajak

Dalam hukum pajak terdapat dua dasar hukum yaitu;

1. Hukum Pajak Material, hukum yang memuat norma-norma yang menerapkan keadaan-keadaan, perbuatan-perbuatan dan peristiwa-peristiwa hukum yang harus dikenakan pajak, siapa-siapa yang harus dikenakan pajak dan berapa besarnya pajak. 2. Hukum Pajak Formal, hukum pajak formal serangkaian peraturan mengenai cara-cara

untuk menjelmakan hukum material pajak menjadi suatu kenyataan.

8. Hukum Pajak Material Mengatur Tentang;

 Pendaftaran Wajib Pajak dan Objek Pajak.  Pemungutan Pajak.

 Penyetoran Pajak.  Pengajuan keberatan.  Permohonan banding.

 Permohonan pengurangan dan penundaan pembayaran, dan lain lain.

9. Tarif Pajak

Dalam pelaksanaanya pajak memiliki beberapa penerapan tarif yang berbeda tergantung dari jenis pajaknya. Adapun tarif pajak yang berlaku adalah sebagai berikut;

1. Tarif Proporsional/Sebanding

 Contohnya Penyerahan Barang Kena Pajak dengan dikenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%

2. Tarif Tetap

 Contohnya tarif Bea Materai untuk cek dan giro dengan nominal berapapun sebesar Rp 3.000,-

(5)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

3

 Contonya Pajak Penghasilam untuk Wajib Pajak orang pribadi yang dikenakan

tarif meningkat sesuai dengan jumlah penghasilannya

10. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

Dalam pelaksanaan pajak terdapat syarat untuk menjadi utang pajak dan keungkinan terjadinya penghapusan pajak, yaitu sebagai berikut ;

1. Timbulnya Utang Pajak

 Secara Formil

 Akibat dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus

 Secara Materiil

 Akibat berlakunya Undang-Undang mengenai Perpajakan 2. Hapusnya Utang Pajak

 Pembayaran

 Kompensasi

 Daluarsa

 Pembebasan dan penghapusan

11. Pengelompokan Pajak

1. Menurut Golongan

 Pajak Langsung; contohnya Pajak Penghasilan

 Pajak Tidak Langsung; contohnya Pajak Pertambahan Nilai 2. Menurut Sifat

 Pajak Subjektif; contohnya Pajak Penghasilan

 Pajak Objektif; contohnya Pajak Pertambahan Nilai 3. Menurut Lembaga Pemungut

 Pajak Pusat; contohnya Pajak Penghasilan

 Pajak Daerah

 Pajak Provinsi; contohnya Pajak Kendaraan Bermotor  Pajak Kabupaten/Kota; contohnya Pajak Hotel

12. Hambatan Pemungutan Pajak

Dalam pelaksanaan perpajakan terdapat beberapa hambatan dalam melakukan pemungutan terhadap wajib pajak, yaitu antara lain;

1. Perlawanan Pasif

 Perkembangan intelektual dan moral masyarakat

 Sistem pajak yang sulit untuk dipahami masyarakat

 Sistem kontrol yang tidak dapat dilakukan dengan baik 2. Perlawanan Aktif

Tax avoidance; merupakan usaha untuk meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang

Tax evasion; merupakan usaha untuk meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang/penggelapan pajak

1.2 ASAS-ASAS, SISTEM PEMUNGUTAN DAN TERHAPUSNYA UTANG PAJAK

(6)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

4

Equality (Asas Persamaan).

 Pengenaan pajak bersifat adil dan merata, sesuai dengan kemampuannya.

Certainty (Asas Kepastian).

 Pengenaan pajak tidak ditentukan sewenang-wenang, terdapat aturan yang jelas.

Convenience (Asas Menyenangkan).

 Pengenaan pajak dilakukan pada saat yang tepat, tidak menyulitkan wajib pajak.

Economy (Asas Efisiensi)

 Pengenaan pajak dilakukan secara seefisien mungkin.

2. Teori-Teori Pemungutan Pajak

Terdapat beberapa teori mengenai penerapan pajak dalam suatu Negara, teori-teori tersebut antara lain;

1. Teori Asuransi

Teori ini mengibaratkan pajak sebagai suatu premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap orang karena mendapatkan perlindungan atas hak-haknya dari Negara. 2. Teori Kepentingan

Teori ini menyatakan bahwa Negara mengenakan pajak karena Negara telah melindungi kepentingan rakyat.

3. Teori Gaya Pikul

Teori ini menyatakan bahwa biaya atas jasa yang diberikan Negara berupa perlindungan dipikul oleh orang yang menikmati jasa tersebut.

4. Teori Kewajiban Mutlak

Teori ini menyatakan bahwa Negara sebagai suatu organ satu kesatuan yang didalamnya warga negara terikat dengan aturan yang dibuatnya.

5. Teori Daya Beli

Teori ini menyatakan bahwa pajak ibarat pompa yang menyedot daya beli masyarakat dan pada akhirnya dipompakan kembali kepada masyararakat.

6. Teori Pembenaran Pancasila

Teori ini menyatakan bahwa berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong, pajak merupakan pengorbanan setiap anggota keluarga untuk kepentingan bersama tanpa imbalan.

3. Asas-Asas Pengenaan Pajak

Terdapat beberapa asas dalam pemungutan pajak yaitu; 1. Asas Negara Tempat Tinggal (Asas Domisili).

Negara dimana seseorang bertempat tinggal mempunyai hak yang tidak terbatas untuk mengenakan pajak.

2. Asas Negara Asal (Negara Sumber).

pengenaan pajak berdasarkan pada tempat mana sumber penghasilan tersebut berada. 3. Asas Kebangsaan

pengenaan pajak berdasarkan pada kewarganegaraan wajib pajak.

4. Pemungutan Pajak Berdasarkan Stelsel

1. Stelsel Nyata (Riil Stelsel).

Penentuan pajak berdasarkan pada keadaan objek pajak yang sesungguhnya dengan demikian pajak dapat dipungut setelah mengetahui keadaan riil.

(7)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

5

Pajak dipungut diawal tahun dengan menggunakan anggapan penghasilan yang akan diterima wajib pajak.

3. Stelsel Campuran.

Penentuan pajak pada awal tahun dengan adanya anggapan kemudian dapat diangsur selama tahun pajak dan pada akhir tahun dihitung kembali sesuai dengan kondisi sesungguhnya.

5. Sistem Pemungutan Pajak

1. Official Assesment System

Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada petugas pajak atau pemerintah untuk menentukan besarnya pajak terutang.

2. Self Assesment System

Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang.

3. With Holding System

Merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga (konsultan)

6. Tarif Pajak

Suatu pedoman dasar penghitungan besarnya hutang pajak, yaitu; 1. Tarif Tetap.

Tarif yang berupa suatu jumlah tertentu yang sifatnya tetap dan tidak dipengaruhi oleh besarnya dasar perhitungan pajak.

2. Tarif Sebanding.

Tarif dengan sebuah persentase tunggal yang dikenakan terhadap beberapapun besarnya dasar perhitungan pajak.

3. Tarif Mengikat (Progresif).

Tarif yang persentasenya akan semakin besar sejalan dengan meningkatnya dasar perhitungan pajak.

4. Tarif Menurun (Degresif).

Tarif yang dasar pengenaanya semakin menurun sejalan dengan meningkatnya dasar perhitungan pajak.

7. Berakhirnya Utang Pajak

Dalam pelaksanaan perpajakan terdapat berakhirnya utang pajak, jika wajib pajak telah melakukan beberapa syarat perpajakan yaitu;

 Pembayaran

 Kompensasi

 Penghapusan

 Daluarsa

 Pajak Pusat : 5 Tahun

 Pajak Daerah: 5 Tahun

 Retribusi: 3 Tahun

 Tindak pidana: Tidak ada batas waktu

 Pembebasan

(8)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

6

Jenis-jenis Pajak dapat dibagi berdasarkan pada penggolongan, pemungutan, dan sifta pajak. Adapun contoh jenis pajak berdasarkan penggolongan, pemungut dan sifat pajak adalah sebagai berikut;

No Jenis Pajak Golongan, Pemungut, Sifat

1 Pajak Penghasilan (PPh) Langsung, Pusat, Subjektif 2 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak

Penjualan Barang Mewah (PPnBM)

Tidak Langsung, Pusat, Objektif

3 Bea Materai Langsung, Pusat, Objektif

4 Bea Masuk dan Bea Cukai Langsung, Pusat, Objektif 5 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan

Kendaraan diatas Air

Langsung, Pusat, Objektif

6 Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan diatas Air

Langsung, Pusat, Objektif

7 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Langsung, Pusat, Objektif 8 Pajak Air Permukaan Langsung, Pusat, Objektif

9 Pajak Hotel Tidak Langsung, Pusat, Objektif

10 Pajak Restoran Tidak Langsung, Pusat, Objektif 11 Pajak Hiburan Tidak Langsung, Pusat, Objektif 12 Pajak Reklame Langsung, Pusat, Objektif 13 Pajak Penerangan Jalan Langsung, Pusat, Objektif 14 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Langsung, Pusat, Objektif

15 Pajak Parkir Langsung, Pusat, Objektif

16 Pajak Air Tanah Langsung, Pusat, Objektif 17 Pajak Sarang Burung Walet Langsung, Pusat, Objektif 18 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan

Langsung, Pusat, Objektif

19 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Langsung, Pusat, Objektif

1. Metode Penghitungan

Dalam melakukan perhitungan pajak perlu memperhatikan tarif yang berlaku. Tarif PPh WP Badan dan BUT (Ps 17 UU No. 36 Th 2008)

1. Tarif Tunggal: 28%

2. Pada Tahun 2010 menjadi turun sebesar 25%

WP Badan Usaha yang berbentuk perseroaan terbuka (Tbk) yang memiliki paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% lebih rendah dari yang seharusnya (PMK No 238/PMK. 03/2008).

Tarif PPh WP Pribadi (Ps 17 UU No. 36 Th 2008)

Dasar Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000 5%

Diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 15%

(9)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

7

Diatas Rp 500.000.000 30%

2. Sanksi Pajak

Dalam pelaksanaan pajak terdapat sanksi pajak bagi wajib pajak yang melaukan pelanggaran terhadap kewajiban pajaknya. Adapun sanksi pajak meliputi;

Administratif  Sanksi Denda

 Sanksi Bunga

 Sanksi Kenaikan

Pidana

 Pidana Penjara

 Pidanan Kurungan

3. Pidana Penjara karena adanya tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja

 Terhukum menjalani di gedung atau rumah penjara.

 Batas maksimum hukuman penjara adalah seumur hidup.

 Pekerjaan yang harus dilakukan lebih berat

 Kebebasan dalam penjara sangat terbatas

 Dibagi berdasarkan kelas menurut kualitas dan kuantitas kejahatan.

 Tidak dapat menjadi pengganti hukuman denda.

4. Contoh Pidana Penjara

Alasan disengaja (Ps 39 UU No 28/2007)

 Tidak mendaftarkan diri; atau menyalahgunakan NPWP; atau

 Tidak menyampaikan SPT; atau

 Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau

 Menolak untuk dilakukan pemeriksaan.

 Menolak memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar.

 Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan, atau meminjamkan buku, catatan atau dokumen lainnya; atau

 Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong sehingga dapat menimbulkan kerugian pendapatan negara.

5. Pidana Kurungan

 Selain dipenjara, dalam kasus tertentu dapat juga terhukum menjalaninya di rumah dengan pengawasan yang berwajib.

 Adapun batasnya hukuman selama 1 tahun.

 Terdapat kemungkinan yang lebih besar untuk memperoleh kebebasan.

 Tidak terdapat pembagian per kelas-kelas berat tidaknya hukuman.

(10)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

8

Contoh Pidana Kurungan

Alasan Kealpaan (Ps 38 UU No 28/2007)

 Tidak menyampaikan SPT; atau

 Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian negara.

 Sanksi

(11)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

9

BAB II

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

1.1 Pengertian-Pengertian

Pajak

Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Wajib Pajak

Orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pengusaha

Orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.

Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

Nomor Pokok Wajib Pajak

Nomor yang diberikan kepada WP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

1. Yang Wajib Mendaftarkan Diri Untuk Memperoleh NPWP

1. Orang Pribadi

 Menjalankan usaha dan pekerjaan bebas.

 Tidak menjalankan usaha, Penghasilan melebihi PTKP

 Wanita kawin pisah harta. 2. Badan Usaha

3. Orang Pribadi dan Badan Usaha

(12)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

10

Fungsi NPWP/NPPKP

1 Sebagai sarana tanda pengenal diri atau identitas WP dalam rangka administrasi perpajakan.

2

Sebagai sarana pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan, juga untuk mendapatkan pelayanan dari instansi tertentu .

2. Pendaftaran Untuk Mendapatkan NPWP

Berdasarkan sistem self assessment setiap Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP dengan cara:

1. Datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP; atau

2. Secara on-line melalui internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat www.pajak.go.id.

 Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang ingin memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah dengan suaminya.

 Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.

 Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.

 Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.

3. Pendaftaran Oleh Pengusaha Untuk Memperoleh PKP

1. Pengusaha yang dikenai PPN, wajib melaporkan usahanya pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP.

2. Pengusaha orang pribadi atau badan yang mempunyai tempat kegiatan usaha berbeda dengan tempat tinggal, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan juga wajib mendaftarkan diri ke KPP di tempat kegiatan usaha dilakukan.

3. Pengusaha kecil yang memlilih untuk dikukuhkan sebagai PKP wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai PKP.

4. Pengusaha kecil yang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang ditentukan sebagai pengusaha kecil, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.

4. Tempat Pendaftaran WP Tertentu & Pelaporan Bagi Pengusaha Tertentu

(13)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

11

Tiga;

2. Wajib Pajak BUMN sektor jasa dan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Wajib Pajak Besar Empat;

3. Wajib Pajak PMA (Penanaman Modal Asing) yang tidak go public, di KPP PMA kecuali yang telah terdaftar di KPP lama dan Wajib Pajak PMA di kawasan berikat dengan permohonan diberikan kemudahan mendaftar di KPP setempat;

4. Wajib Pajak Badan dan Orang Asing (Badora), di KPP Badora;

5. Wajib Pajak go public, di KPP Perusahaan Masuk Bursa (Go Public), kecuali Wajib Pajak BUMN/BUMD serta Wajib Pajak PMA yang berkedudukan di kawasan berikat; 6. Wajib Pajak BUMD diluar Jakarta, di KPP setempat;

7. Untuk Wajib Pajak BUMN/BUMD, PMA, Badora, Go Public di luar Jakarta, khusus PPh Pemotongan/pemungutan dan PPN/PPnBM di tempat kegiatan usaha atau cabang;

8. Wajib Pajak Minyak dan Gas di KPP Minyak dan Gas Bumi.

5. Penerbitan NPWP dan Pengukuhan PKP Secara Jabatan

KPP dapat menerbitkan NPWP dan Pengukuhan PKP secara jabatan, apabila WP tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP

6. Sanksi Yang berhubungan dengan NPWP dan Pengukuhan PKP

 Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dapat dipidana.

 Pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi 4 kali jumlah pajak terhutang yang tidak atau kurang bayar.

Alasan Penghapusan NPWP

 WP orang pribadi yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan (pemberitahuan tertulis dari ahli waris yang dilengkapi dengan fotocopy kematian);

 Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (fc surat nikah atau akte perkawinan);

 Warisan yang terbagi dalam kedudukan sebagi subjek pajak sesudah selesai terbagi (surat pernyataan ahli waris);

 WP Badan yang telah bubar (akte pembubaran dan neraca likuidasi);

 Bentuk usaha tetap yang kehilangan status menjadi usaha tidak tetap (dokumen yang mendukung);

 WP pribadi yang tidak memenuhi syarat sebagai WP (laporan pemeriksaan lapangan).

Alasan Pencabutan NPPKP

 Pengusaha Kena Pajak pindah ke KPP lain.

 Pengusaha Kena Pajak bubar.

 Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi syarat sebagai PKP.

 Pengusaha Kena Pajak yang jumlah peredaran dalam 1 tahun pajak tidak melebihi batasan Pengusaha Kecil dengan ketentuan;

(14)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

12

Diajukan setelah lewat jangka waktu 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

2.2 PEMBAYARAN PAJAK

Fungsi Surat Setoran Pajak (SSP)

1 Surat atau dokumen untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terhutang 2 Untuk beberapa jenis pajak tertentu, Surat Setoran Pajak dapat berfungsi sebagai

pengganti bukti potong, bukti pungut atau pengganti SPT Masa.

Surat Setoran Pajak yang berfungsi sebagai bukti potong/bukti pungut  Pembayaran PPN Impor

 Pembayaran PPN Bendahara

 Pembayaran PPh Pasal 22 Impor

 Pembayaran PPh Pasal 22 Bendahara

 Pembayaran PPh Final atas Transaksi Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

 Pembayaran sendiri PPh Final atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

 Khusus untuk PPh Pasal 25 (angsuran PPh), dapat juga sebfungsi sebagai SPT Masa.

Tempat Pembayaran Pajak  Kantor Pos

 Bank-bank yang ditunjuk oleh Dirjen Anggaran

 Untuk pembayaran Fiskal Luar Negeri selain tempat-tempat tersebut dapat dilakukan pada loket-loket pembayaran yang telah disediakan di Pelabuhan keberangkatan.

Batas Waktu Pembayaran Pajak

 SPT Masa paling lambat 15 hari setelah Masa Pajak berakhir (tanggal 15 bulan berikutnya).

 SPT Tahunan (PPh pasal 29) paling lambat sebelum SPT disampaikan.

 Sanksi keterlambatan berupa sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% tiap sebulan.

 STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), SKPBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, SK Banding, 1 bulan sejak tanggal diterbitkan.

2.3 PELAPORAN PAJAK

1. Pengertian Surat Pemberitahuan

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Terdapat dua macam SPT yaitu:

 SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

(15)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

13

2. Surat Pemberitahuan (SPT)

 Surat yang digunakan oleh WP untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, bukan objek pajak, harta dan kewajiban.

 SPT Masa untuk suatu masa pajak.

 SPT Tahunan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak

3. Fungsi SPT

1. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang terhutang.

2. Melaporkan tentang pemenuhan pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri. 3. Melaporkan pembayaran dari pemotongan pajak atau pemungut pajak tentang

pemotongan/pemungutan dan pembayaran yang telah dilakukan kepada orang atau badan.

4. Dari SPT tersebut dapat diketahui berapa pajak terhutang, jumlah pajak yang telah dipotong dan kekurangan/kelebihan pembayaran pajak.

Jenis SPT Tahunan

 PPh pasal 21/26

 PPh pasal 22

 PPh pasal 23

 PPh pasal 25

 PPh pasal 4(2)

 PPh pasal 15

 PPN dan PPnBM

 PPN Pemungut

Jenis SPT Tahunan  PPh Badan

 PPh Orang Pribadi

Pihak Yang Wajib Mengisi SPT dan Menyampaikan SPT

1. Orang pribadi yang menerima penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas; 2. Orang pribadi yang menerima penghasilan lebih dari satu pemberi kerja; 3. Setiap Badan Usaha Tetap (BUT).

4. Apabila WP memperoleh penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dan atau menerima penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas, maka WP tidak wajib mengisi dan menyampaikan SPT kecuali telah mempunyai NPWP

Batas Waktu Penyampaian SPT

 SPT Masa > paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak.

 SPT Tahunan WP Pribadi > paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

 SPT Tahunan WP Badan > paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak.

(16)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

14

Penyampaian SPT oleh Wajib Pajak dapat dilakukan:

 Secara langsung ke KPP/KP2KP atau tempat lain yang ditentukan (Drop Box, Pojok Pajak, Mobil Pajak Keliling);

 Melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau;

 Dengan cara lain yaitu melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat atau e-Filing yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak maupun oleh penyedia jasa aplikasi (ASP).

Bukti penerimaan SPT untuk yang disampaikan :

 secara langsung adalah tanda penerimaan surat;

e-Filing adalah bukti penerimaan elektronik;

 Pos dengan bukti pengiriman surat adalah bukti pengiriman surat dan;

 Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan adalah tanda penerimaan surat.

Batas waktu pelaporan SPT:

N0 Jenis Pajak Batas Pelaporan 1 PPh pasal 4(2) setor sendiri tgl 20 bulan berikutnya

2 PPh pasal 4(2) pemotongan tgl 20 bulan berikutnya

3 PPh pasal 15 setor sendiri tgl 20 bulan berikutnya

4 PPh pasal 15 pemotongan tgl 20 bulan berikutnya

5 PPh pasal 21 tgl 20 bulan berikutnya

6 PPh pasal 23/26 tgl 20 bulan berikutnya

7 PPh pasal 25 tgl 20 bulan berikutnya

8 PPh pasal 22 impor yang pemungutan oleh BC hari kerja terakhir minggu berikutnya

9 PPh pasal 22 pemungut oleh Bendaharawan 14 hari setelah masa pajak

10 PPh pasal 22 migas tgl 20 bulan berikutnya

11 PPh pasal 22 tgl 20 bulan berikutnya

12 PPN & PPnBM akhir bulan berikutnya

13 PPN atas kegiatan akhir bulan berikutnya

14 PPN atas pemanfaatan akhir bulan berikutnya

15 PPN & PPnBM pemungutan oleh Bendaharawan akhir bulan berikutnya

16 PPN & PPnBM pemungutan selain Bendaharawan akhir bulan berikutnya

17 PPh 25 WP kriteria tertentu 20 hari setelah berakhirnya masa pajak

18 Pembayaran masa selain PPh 25 WP kriteria tertentu 20 hari setelah berakhirnya masa pajak

2.4 Ketetapan Pajak

(17)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

15

dilaporkan oleh Wajib Pajak.

1. Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :

 Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap Wajib Pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.

 Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.

 Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.

 Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar.

 Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

2. Jenis-Jenis Ketetapan Pajak

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.

c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

(18)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

16

BAB III

PAJAK DAERAH

1. Pengertian

Definis Pajak Daerah berdasarkan pada UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 adalah sebagai berikut;

Pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada Daerah, yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Pajak Provinsi

 Pajak Kendaraan Bermotor

 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

 Pajak Air Muka Permukaan.

 Pajak Rokok

3. Pajak Kabupaten/Kota

 Pajak Hotel

 Pajak Restoran

 Pajak Hiburan

 Pajak Reklame

 Pajak Penerangan Jalan

 Pajak Mineral

 Pajak Parkir

 Pajak Air Tanah

 Pajak Sarang Burung Walet

 Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan

 Bea Perolehaan Hak atas Tanah dan Bangunan

Catatan

 Daerah dilarang memungut pajak selain yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang.

 Dengan Perda, pajak daerah dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai.

Tarif Pajak Provinsi

 Pajak Kendaraan Bermotor

 Kepemilikan pertama : 1%-2%

 Kepemilikan lebih dari 2 : 2% - 10%

 Angkutan Umum, Pemadam Kebakaran, Sosial Keagamaan, Pemerintah/TNI/Polri : 0,1% - 0,2%

 Alat berat dan besar : 0,1% - ),2%

 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (maksimum)

 Penyerahan pertama : 0,75%

 Penyerahan kedua : 0,075%

(19)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

17

 Maksimum 10%

 Untuk kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikir 50% lebih rendah

 Pajak Air Permukaan paling tinggi 10%

 Pajak Rokok : 10% dari cukai rokok

Tarif Pajak Kabupaten/Kota

 Pajak Hotel paling tinggi 10%

 Pajak Restoran paling tinggi 10%

 Pajak Hiburan  Paling tinggi 35%

 Khusus untuk hiburan tertentu dapat ditetapkan paling tinggi 75%

 Khusus kesenian rakyat/tradisional paling tinggi 10%

 Pajak Reklame paling tinggi 25%

 Pajak Parkir paling tinggi 30%

 Pajak Air tanah paling tinggi 20%

 Pajak Penerangan Jalan  paling tinggi 10%

 Untuk Industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam paling tinggi 3%

 Listrik yang dihasilkan sendiri paling tinggi 1,5%

 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan paing tinggi 25%

 Pajak Sarang Burung Walet paling tinggi 10%

 Pajak Bumi dan Bangunan paing tinggi 0,3%

 Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan paling tinggi 5%.

Bagi Hasil Pajak Provinsi

 Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 30%

 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 70%

 Pajak Rokok 70%

 Pajak Air permukaan 50% khusus yang berada hanya di 1 wilayah kabupaten/kota maka bagi hasilnya 80%

4. Alokasi Pajak Daerah

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus menerus dan sekaligus menciptakan good governance dan clean government, penerimaan beberapa jenis pajak daerah wajib dialokasikan untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak dan seluruh masyarakat.

 Pajak Kendaraan Bermotor, 10% wajib dialokasikan untuk pemeliharaan dan pembangunan jalan, serta peningkataan sarana transfortasi umum.

 Pajak Rokok, 50% dialokasikan untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum.

(20)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

18

RETRIBUSI DAERAH

1. Definisi Retribusi Daerah

Merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemda untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

2. Definis Jasa

Merupakan kegiatan Pemda berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

 Objek Retribusi Daerah

 Jasa Umum

 Jasa Usaha

 Perizinan Tertentu

3. Jasa Umum

Merupakan jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemda untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

 Objek Retribusi Jasa Umum

 Pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemda untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

 Subjek Retribusi Jasa Umum

 Orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang bersangkutan

4. Kriteria Jasa Umum

 Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu.

 Merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

 Memberikan manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar Retribusi disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.

 Jasa tersebut layak dikenakan retribusi.

 Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional.

 Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatn daerah potensial.

 Pemungutannya memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

5. Jenis Retribusi Jasa Umum

 Pelayanan kesehatan

 Pelayanan kebersihan

 Biaya cetak KTP dan Akte Catatan Sipil

 Pelayanan pemakaman

 Pelayanan pasar

(21)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

19

 Pemeriksaan alat pemadam kebakaran

 Pengganti biaya cetak peta

 Penyediaan penyedotan septitank

 Pengolahan limbah

 Pelayanan Tera

 Pelayanan pendidikan

 Pengendalian menara telekomunikasi.

6. Jasa Usaha

Merupakan jasa yang disediakan oleh Pemda dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta.

 Objek Retribusi Jasa Usaha

 Pelayanan yang disediakan Pemda dengan prinsip komersial.

 Subjek Retribusi Jasa Usaha

 Orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.

7. Kriteria Jasa Usaha

 Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu.

 Jasa bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal.

8. Jenis Retribusi Jasa Usaha

 Retribusi pemakaian kekayaan daerah

 Retribusi pasar grosir/pertokoan

 Retribusi tempat pelelangan

 Retribusi terminal

 Retribusi tempat khusus parkir

 Retribusi penginapan/pesanggrahan/villa

 Retribusi rumah potong hewan

 Retribusi pelayanan kepelabuhan

 Retribusi tempat rekreasi dan olah raga

 Retribusi penyebrangan di air

 Retribusi penjualan produksi usaha daerah

9. Perizinan Tertentu

Merupakan kegiatan rencana tertentu Pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

10. Objek dan Subjek Retribusi Perizinan Tertentu

(22)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

20

 Kegiatan tertentu Pemda dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan SDA, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

 Subjek

 Orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari Pemda.

11. Kriteria Perizinan Tertentu

 Perizinan tersebut termasuk kewenangan Pemda dalam rangka asas desentralisasi.

 Perizinan tersebut benar-benar diperlukan untuk kepentingan umum.

 Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan.

12. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu

 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

 Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Berakohol

 Retribusi Izin Gangguan

 Retribusi Izin Trayek

 Retribusi Izin Usaha Perikanan

13. Kriteria Penetapan Tarif Retribusi

 Jasa Umum

 Berdasarkan pada kebijakan daerah dengan pertimbangan biaya penyediaan jasa bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan.

 Jasa Usaha

 Berdasarkan pada tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang layak.

 Perizinan Tertentu

 Berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian perizinan yang bersangkutan.

Lain-Lain

 Dengan Peraturan Daerah dapat ditetapkan jenis Retribusi selain yang telah ditetapkan sesuai dengan kewenangan otonominya dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

 Hasil penerimaan jenis retribusi tertentu daerah kabupaten sebagian diperuntukkan kepada desa.

(23)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

21

BAB IV

Penghasilan Neto Dan Norma Penghasilan

1. Bentuk Wajib Pajak

 WP Orang Pribadi

Tarif berlapis sesuai Pasal 17 UU PPh Ada Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)  WP Badan

Tarif Tunggal sesuai dengan Pasal 17 UU PPh Tidak ada PTKP

2. Penentuan Pajak Penghasilan

 Bentuk Wajib Pajak WP Orang Pribadi

Tarif berlapis sesuai pasal 17 UU PPh Ada Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) WP Badan

Tarif Tunggal sesuai pasal 17 UU PPh Tidak ada PTKP

 Sifat Wajib Pajak

WP Dalam Negeri pasal 26 UU No 36 Th 2008 Tarif dikali Penghasilan bruto

WP Luar Negeri

Tarif dikali Penghasilan neto  Pembukuan > Laporan Laba Rugi  Pencatatan > Norma Penghasilan Neto

 Lainnya > Penghasilan Bruto – Biaya yang diperkenankan (biaya jabatan, iuran pensiun, dll)

3. Pihak yang wajib melakukan pembukuan (UU No. 36 Tahun 2008)

 WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto sebesar Rp 4.800.000.000 atau lebih dalam jangka waktu satu tahun

 WP Badan.

4. Pengelompokan Penghasilan

 Penghasilan dari pekerjaan, jasa dan kegiatan.  Penghasilan dari usaha dan kegiatan.

 Penghasilan dari modal, jasa dan sewa atau penggunaan harta.  Penghasilan lain-lain.

5. Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan

 Kantor perwakilan Negara asing.

(24)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

22

 Pejabat perwakilan organisasi internasional non WNI yang tidak memperoleh penghasilan lain selain di organisasi tersebut.

6. Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final

 Penghasilan bunga deposito dan tabungan lainnya serta bunga lainnya.  Penghasilan berupa hadiah undian.

 Penghasilan dari saham, derivatif serta pengalihan penyertaan modal.

 Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah/bangunan, dan usaha jasa lainnya.  Penghasilan tertentu yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

7. Penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak Penghasilan

 Bantuan atau sumbangan.  Warisan .

 Harta termasuk setor tunai ke badan usaha.  Pembayaran asuransi.

 Deviden/pembagian keuntungan saham.  Iuran yang diterima dari pensiun.  Penghasilan dari modal dana pensiun.

 Bagian laba yang diperoleh anggota dari perseroaan komanditer.

 Penghasilan dari modal ventura berupa laba dari badan usaha yang dijalankan.  Beasiswa.

 Sisa lebih dari perusahaan nirlaba bidang pendidikan dan penelitian serta pengembangannya.

 Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

8. Penghasilan Kena Pajak (PKP)

cara menentukan Penghasilan Kena Pajak (PKP)

 Cara biasa, pembukuan yaitu mengurangi penghasilan bruto dengan biaya yang diperkenankan;

◦ Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.

◦ Biaya penyusutan dan amortisasi.

◦ Iuran dana pensiun.

◦ Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta.

◦ Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.

◦ Natura untuk daerah tertentu.

◦ Biaya lain seperti biaya perjalanan, administrasi, litbang, magang, pelatihan.  Dengan Norma Penghasilan Neto

◦ Besarnya persentase norma ditentukan berdasarkan keputusan Dirjen Pajak.

◦ Norma penghitungan neto boleh digunakan wajib pajak yang peredaran brutonya kurang dari Rp 4.800.000.000 dalam setahun dengan ketentuan memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalan jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.

(25)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

23

 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurangan penghasilan neto yang hanya diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) sebagai WPDN.  Dasar hukum UU No 36 Tahun 2008 yang disesuaikan atas konsultasi kepada DPR

pada tanggal 30 Mei 2012 dan 15 Oktober 2012 yang menyepakati penyesuaian PTKP yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2013.

No Jenis Penghasilan Tidak Kena Pajak Setahun Sebulan

A Untuk Wajib Pajak Sendiri Rp 24.300.000 Rp 2.025.000

B Tambahan Untuk WP Kawin Rp 2.025.000 Rp 168.750

C Tambahan untuk istri yang

penghasilannya digabung dengan suami

Rp 24.300.000 Rp 2.025.000

D Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah, serta anak angkat yang jadi tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang

Rp 2.025.000 Rp 168.750

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebelumnya

No Jenis Penghasilan Tidak Kena Pajak Setahun Sebulan

A Untuk Wajib Pajak Sendiri Rp 15.840.000 Rp 1.320.000

B Tambahan Untuk WP Kawin Rp 1.320.000 Rp 110.000

C Tambahan untuk istri yang

penghasilannya digabung dengan suami

Rp 15.840.000 Rp 1.320.000

D Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah, serta anak angkat yang jadi tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang

Rp 1.320.000 Rp 110.000

 Karyawati kawin, PTKP nya dikurangkan untuk dirinya sendiri (suami tidak mempunyai penghasilan).

 WP tidak kawin, PTKP dikurangkan untuk dirinya sendiri ditambah PTKP yang menjadi tanggungan sepenuhnya maksimal 3 orang masing-masing sebesar Rp 2.025.000 setahun atau Rp 168.750 sebulan

 Karyawati kawin yang menunjukkan keterangan tertulis dari pemda setempat (min. kecamatan) bahwa suaminya tidak memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP Rp 2.025.000 setahun atau Rp 168.750 sebulan.

 Penghitungan PTKP ditentukan berdasarkan keadaan WP pada awal tahun pajak.

10. Tarif Pemungutan Pajak Penghasilan

(26)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

24

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

Sampai Rp 50.000.000 5%

Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 15%

Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 25%

Diatas Rp 500.000.000 30%

Untuk Wajib Pajak Badan;

Tarif umum untuk Badan adalah 25% sejak Tahun 2010

Contoh Penghitungan Pajak Penghasilan

Sakha menikah dengan mempunyai 1 orang anak bekerja pada PT Becede dengan Gaji Rp 3jt per bulan. Perusahaan tersebut mengikuti program Jamsostek. Premi asuransi kecelakaan kerja dan asuransi kematian sudah termasuk gaji bruto. Sedangkan iuran pensiun sebesar 5% dan iuran JHT sebesar 3% ditanggung karyawan.

Hitunglah PPh pasal 21 Sakha.

Jawaban

Gaji sebulan Rp 3.000.000 Premi ditanggung perusahaan

Penghasilan bruto Rp 3.000.000 Pengurangan diperbolehkan

Biaya jabatan = 5% x Rp 3.00.000 =Rp 150.000 Maks diperkenankan Rp 500.000

Biaya Jabatan dibolehkan =Rp 150.000 Iuran ditanggung karyawan

Iuran pensiun = 5% x Rp 3.000.000 =Rp 150.000 Iuran JHT = 2% x Rp 3.000.000 =Rp 60.000

Penghasilan neto/bulan Rp 2.490.000 Penghasilan setahun X 12bln Rp 29.880.000 PTKP

Diri WP =Rp 24.300.000 WP kawin =Rp 2.025.000

Tanggungan =Rp 2.025.000 (Rp 28.350.000)

PKP Rp 1.530.000

PPh pasal 21 =5% x Rp 1.530.000 =Rp 76.500 PPh Pasal 21/bl=Rp 76.500/12 bln =Rp 6.375

11. Norma Penghitungan Penghasilan

Bagi Orang Pribadi yang Menggunakan Pencatatan

Ketentuan Penggunaan Norma

 WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;

(27)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

25

 WP yang menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan Norma, wajib menyelenggarakan pencatatan;

 Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan;

 WP yang tidak memberitahukan kepada Dirjen Pajak dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

Besarnya Norma

 Tergantung dari jenis/kegiatan usaha yang diatur oleh keputusan Dirjen Pajak (KEP 536/PJ/2000).

 Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah;

10 ibu kota provinsi; Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Manado, Makasar, dan Pontianak.

ibukota provinsi lannya. Daerah lainnya.

Contoh

 dr. Imas merupakan spesialis penyakit dalam yang praktek di RS Hidup Sehat dengan perjanjian bahwa setiap jasa dokter yang dibayarkan dipotong 15% oleh RS sebagai penghasilan RS dan sisanya 85% dari jasa tersebut dibayarkan kepada dr. Dimas.  Berikut adalah jasa dokter yang diterima;

◦ Januari Rp 30.000.000

◦ Februari Rp 30.000.000

◦ Maret Rp 25.000.000

◦ April Rp 40.000.000 Tentukan PPh dr. Imas yang akan dipotong?

Tarif PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tenaga Ahli [(50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal 17)]

Jawaban

Bln Penghasilan Bruto (Rp)

Dasar Pemotongan PPh Pasal 21

Dasar

Pemotongan PPh kumulatif (Rp)

Tarif Pasal 17

PPh terutang (Rp)

(1) (2) (3)=50%x(2) (4) (5) (6)=(3)x(5)

Jan 30.000.000 15.000.000 15.000.000 5% 750.000

Feb 30.000.000 15.000.000 30.000.000 5% 750.000

Mar 25.000.000 12.500.000 42.500.000 5% 625.000

Apr 15.000.000 25.000.000

7.500.000 12.500.000

50.000.000 62.500.000

5% 15%

375.000 1.875.000

(28)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

26

Soal

Tn. Sakha menikah dengan mempunyai 1 orang anak bekerja pada PT Becede dengan Gaji Rp 3jt per bulan. Perusahaan tersebut mengikuti program Jamsostek, Premi asuransi kecelakaan kerja 0,24% dan asuransi kematian 1% dari gaji. Sedangkan iuran pensiun sebesar 5% dan iuran JHT sebesar 3% ditanggung karyawan.

Hitunglah PPh pasal 21 Sakha.

(29)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

27

BAB V

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

1. PPh pasal 24

Merupakan Pajak Yang dipungut atau dibayar di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan terutang atas keseluruhan penghasilan Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN).

 Pajak dipungut diluar negeri atas penghasilan pajak di luar negeri.

 Pajak yang dibayar diluar negeri atas penghasilan luar negeri yang diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) boleh dikreditkan dengan pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama sebesar pajak yang dibayarkan diluar negeri tetapi tidak boleh melebihi batas maksimum Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN).

2. Batas maksimum KPLN

 Jumlah pajak yang dibayar dibagi pajak terutang diluar negeri.

 Penghasilan luar negeri dibagi penghasilan kena pajak dikali PPh terutang.

 Jumlah PPh terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak, dalam hal penghasilan kena pajaknya lebih kecil dari penghasilan luar negerinya.

3. Cara mencari PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan di dalam negeri

 Menentukan PKP = PNDN + PNLN

 Pajak penghasilan terutang dari Penghasilan Kena Pajak (PKP)  Pajak yang telah dibayar diluar negeri

 Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)

 Bandingkan antara pajak yang dibayar diluar negeri denang KPLN lalu pilih yang terendah

 Besaran PPh pasal 24 yang dapat dikreditkan

Contoh 1

Menentukan Batas Maskimum Kredit Pajak

 PT Maju di Bandung selama tahun 2013 memperoleh penghasilan dari dalam negeri dan luar negeri.

 Penghasilan neto dalam negeri Rp 3.000.000.000 sedangkan yang di Hongkong sebesar Rp 5.000.000.000, dan Korea sebesar Rp 5.000.000.000.

 Pajak yang telah dibayar diluar negeri 40%.

 Berapa PPh pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus dibayar di dalam negeri.

Jawaban

PKP

Penghasilan Neto Dalam Negeri Rp 3.000.000.000 Penghasilan Neto Luar Negeri

Hongkong Rp 5.000.000.000 Korea Rp 5.000.000.000+

(30)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

28

Batas Maksimum Kredit Pajak

1. Pajak yang dibayar atas Penghasilan LN 40% x Rp 10.000.000.000=Rp 4.000.000.000

2. (Rp 10.000.000.000/Rp 13.000.000.000) x Rp 3.250.000.000 = Rp 2.500.000.000

3. PPh terutang Pasal 17 = Rp 13.000.000.000 x 25% = Rp 3.250.000.000

Dengan demikian Kredit Pajak yang diperkenankan adalah no 2 yaitu kredit pajak yang terendah dari ketiga metode perhitungan pengenaan pajak penghasilan yang harus dibayar sebesar Rp 2.500.000.000

Contoh 2

Batas Maksimum Kredit Pajak Untuk Setiap Negara

 PT Maju di Bandung selama tahun 2013 memperoleh penghasilan dari dalam negeri dan luar negeri.

 Penghasilan neto dalam negeri Rp 60.000.000.000 sedangkan yang di Hongkong sebesar Rp 10.000.000.000, dan Korea sebesar Rp 4.000.000.000.

 Pajak yang telah dibayar diluar negeri 30% untuk di Hongkong, 40% untuk Korea.  Berapa PPh pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan

yang harus dibayar di dalam negeri.

Jawaban

PKP

Penghasilan Neto Dalam Negeri Rp 60.000.000.000 Penghasilan Neto Luar Negeri

Hongkong Rp 10.000.000.000 Korea Rp 4.000.000.000+

Jumlah Penghasilan Neto LN Rp 14.000.000.000+

PKP Rp 74.000.000.000

Pajak Penghasilan Terutang 25% x PKP Rp 18.500.000.000 Pajak yang telah dibayar atas Penghasilan LN

Hongkong:30% x Rp 10.000.000.000 =Rp3.000.000.000 Korea :40% x Rp 4.000.000.000=Rp1.600.000.000 Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)

Hongkong:Rp10 M/Rp 74 M x Rp 18,5 M = Rp 2,5 M

Korea :Rp 4 M/Rp74 M x Rp 18,5 M = Rp 1 M

PPh 24 yang dikreditkan di DN atas penghasilan di Hongkong Rp 2,5 M PPh 24 yang dikreditkan di DN atas pengasilan di Korea Rp 1 M

Jumlah PPh 24 yang dikreditkan = Rp 2,5 M + Rp 1 M = Rp 3,5 M

Contoh 3

Kredit Pajak Untuk Kerugian Usaha di Luar Negeri

 PT Maju di Bandung selama tahun 2013 memperoleh penghasilan dari dalam negeri dan luar negeri.

 Penghasilan neto dalam negeri Rp 4.000.000.000 sedangkan yang di Hongkong sebesar Rp 1.000.000.000, dan Korea sebesar Rp 3.000.000.000 serta di Jepang mengalami kerugian sebesar Rp 2.000.000.000.

(31)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

29

 Berapa PPh pasal 24 yang diperkenankan untuk dikreditkan dengan pajak penghasilan yang harus dibayar.

Jawaban

PKP

Penghasilan Neto Dalam Negeri Rp 4.000.000.000 Penghasilan Neto Luar Negeri

Hongkong Rp 1.000.000.000 Korea Rp 3.000.000.000+

Jumlah Penghasilan Neto LN Rp 4.000.000.000+

PKP Rp 8.000.000.000

Pajak Penghasilan Terutang 25% x PKP = Rp 2.000.000.000 Pajak yang telah dibayar atas Penghasilan LN

Hongkong:35% x Rp 1.000.000.000 =Rp 350.000.000 Korea :20% x Rp 3.000.000.000 =Rp 600.000.000

Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN)

Hongkong:Rp 1M/Rp 8 M x Rp 2 M = Rp 250.000.000

Korea :Rp 3M/Rp8 M x Rp 2 M = Rp 750.000.000 PPh 24 dikreditkan di DN atas penghasilan di Hongkong Rp 250.000.000 PPh 24 dikreditkan di DN atas pengasilan di Korea Rp 600.000.000

(32)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

30

BAB VI

ANGSURAN PPH PADA TAHUN BERJALAN

PPH Pasal 25

1. Pendahuluan

 Pph pasal 25 UU No. 36 Tahun 2008 membahas tentang besarnya angsuran pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak pada tahun berjalan.

 Besarnya angsuran pada tahun berjalan sama dengan PPh yang terutang menurut SPT Tahunan, PPh tahun pajak yang lalu dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut pihak lain (PPh 21, 22, dan 23) dan pajak terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan (PPh 24) kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan pada bagian tahun pajak.

 Dengan kata lain PPh pasal 25 merupakan angsuran yang harus dibayar sendiri dalam tahun berjalan setiap masa pajak.

2. Cara mencari angsuran PPh pasal 25

PPh Terutang menurut SPT Tahunan – Kredit Pajak 12

Kredit Pajak adalah suatu jumlah yang merupakan angsuran pajak, baik yang telah dipungut/dipotong maupun dibayar pada tahun pajak yang bersangkutan yang meliputi; PPh pasal 21, 22, 23, dan 24 yang telah dibayar dalam tahun pajak

Cara menghitung angsuran PPh pasal 25

Penghasilan neto Rp xxx Penghasilan tidak teratur Rp xxx -

Penghasilan teratur Rp xxx Kompensasi kerugian Rp xxx -

Penghasilan neto usaha Rp xxx PTKP Rp xxx - PKP Rp xxx Penghasilan terutang

PKP x PPh Pasal 17 Rp xxx Kredit Pajak Penghasilan:

Pasal 21 Rp xxx Pasal 22 Rp xxx Pasal 23 Rp xxx Pasal 24 Rp xxx +

Jumlah Kredit Pajak Rp xxx - Pajak yang harus dibayar sendiri Rp xxx Angsuran PPh pasal 25=pajak yg dibayar/12

Contoh 1

(33)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

31

 Dikurangi dengan:

◦ Pph pasal 21 Rp 20.000.000

◦ Pph pasal 22 Rp 10.000.000

◦ Pph pasal 23 Rp 2.500.000

◦ Pph pasal 24 Rp 7.500.000 +

◦ Jumlah kredit pajak Rp 40.000.000  Pajak yang harus dibayar sendiri Rp 15.000.000  Pph pasal 25 setiap bulan th 2014 =

Rp 15.000.000 /12 = Rp 1.250.000

Contoh 2

 Tn Dimas (K/1) mempunyai data penjualan tahun 2013 dengan penghasilan neto sebesar Rp 250.000.000 sedangkan di tahun 2008 menderita kerugian Rp 25.000.000.  Pajak yang telah dibayar antara lain;

◦ Pajak PPh pasal 21 Rp 2.000.000

◦ Pajak PPh pasal 22 Rp 100.000

◦ Pajak PPh pasal 23 Rp 500.000

◦ Pajak PPh pasal 24 Rp 1.500.000  Berapakah angsuran PPh pasal 25 tahun 2013?

Jawaban

Penghasilan neto Rp 250.000.000 Penghasilan tidak teratur Rp 0 - Penghasilan teratur Rp 250.000.000 Kompensasi kerugian Rp 25.000.000 -

Penghasilan neto usaha Rp 225.000.000 PTKP (K/1) (Rp 28.350.000) -

PKP Rp 196.650.000

Penghasilan terutang

PKP x PPh Pasal 17(5% x Rp50jt + 15% x Rp146,65jt) Rp 24.497.500 Kredit Pajak Penghasilan:

Pasal 21 Rp 2.000.000 Pasal 22 Rp 100.000 Pasal 23 Rp 500.000 Pasal 24 Rp 1.500.000 +

Jumlah Kredit Pajak (Rp 4.100.000) - Pajak yang harus dibayar sendiri Rp 20.397.500 Angsuran per bulan Rp 1.699.791.667

Contoh 3

 Wajib pajak baru

 Wajib pajak baru adalah WP orang pribadi atau badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas pada tahun berjalan

(34)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

32

 Diketahui Tn Sakha (K/1) pada bulan Februari 2013 melakukan usaha dengan laba Rp 3.500.000 (didasarkan pembukuan)

 Tentukan PPh pasal 25 untuk bulan Maret 2013?

Jawaban

 Penghasilan Feb 2013 Rp 3.500.000  Penghasilan setahun Rp 42.000.000  PTKP

◦ WP Rp 24.300.000

◦ Kawin Rp 2.025.000

◦ Anak Rp 2.025.000+

◦ PTKP Rp 28.350.000-

PKP Rp 13.650.000

(35)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

33

BAB VII

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

1. PPH Pasal 21

Ketentuan Terkait Dengan Pemotongan PPh Pasal 21

 Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009;

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008;

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008;

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010;

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.11/2012;

 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012;

 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012.

2. Pengertian Pajak Penghasilan

 Pajak penghasilan yang dipungut sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak atau orang pribadi atas penghasilan berupa gaji, upah, honor, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apapun sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan

3. Pemotongan PPh Pasal 21

 Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honor, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai/bukan pegawai

 Bendahara pemerintah yang membayar gaji upah, honor, tunjangan dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan

 Badan yang membayar honor atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas

 Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan

4. Subjek PPh Pasal 21

 Pegawai tetap termasuk dewan komisaris dan dewan pengawas yang ikut mengelola perusahaan secara langsung

 Tenaga lepas yaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila ia bekerja

 Penerima pensiun

 Penerima honor

 Penerima upah yaitu orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, dan upah satuan

5. Objek PPh Pasal 21

(36)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

34

 Penghasilan tidak teratur, jasa produksi, bonus, dll

 Uang harian, mingguan, satuan, borongan

 Uang tebusan pensiunan, pesangon, THT, JHT

 Honor, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, beasiswa

 Gaji kehormatan, tunjangan lain pejabat negara, PNS dll

6. Yang Tidak Termasuk Wajib Pajak

 Pejabat perwakilan diplomatik atau pejabat negara asing

 Orang-orang yang diperbantukan kepada pejabat tersebut yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka

 Pejabat organisasi internasional dengan keputusan Menteri Keuangan dengan syarat

◦ Bukan WNI

◦ Tidak menerima/memperoleh penghasilan lain diluar jabatannya di Indonesia

◦ Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik

7. Yang Tidak Termasuk Objek Pajak

 Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa

 Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan

 Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan penyelenggara Taspen dan jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja

8. Pengurangan Penghasilan Bruto

 Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto dengan jumlah maksimum yang diperkenankan Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan

 Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada badan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan badan penyelengara Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dipersamankan dengan dana pensiun

9. Penghitungan PPh Pasal 21

atas gaji dan tunjangan yang terikat gaji bagi karyawan tetap

Penghasilan Bruto Rp xxx Dikurangi

Biaya Jabatan (Rp xxx) Iuaran pensiun/THT/JHT (Rp xxx)

Penghasilan Neto Rp xxx Dikurangi

PTKP (Rp xxx)

Penghasilan Kena Pajak Rp xxx Pajak Terhutang Ps 17 (1) Rp xxx Pajak Terhutang sebulan Rp xxx

(37)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

35

Keterangan Setahun Sebulan

Untuk WP Orang Pribadi 24.300.000 2.025.000

Tambahan WP Yang Kawin 2.025.000 168.750

Tambahan istri yang penghasilannya digabung suami

24.300.000 2.025.000

Tambahan anggota keluarga Sedarah dalam garis lurus, Anak angkat, maks. 3 orang

2.025.000 168.750

Karyawati kawin PTKP dikurangi untuk dirinya sendiri dan yang tidak kawin PTKP ditambah PTKP keluarga yang ditanggung sepenuhnya

10. Biaya Jabatan

 Merupakan biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan sebagai pekerjaan tetap tanpa memandang mempunyai jabatan maupun tidak (5% dari penghasilan bruto/tahun atau Rp 500.000/bulan)

 Jika Penghasilan Bruto sebulan Rp 3jt maka biaya jabatannya = Rp 150.000

 Jika Penghasilan bruto sebluan Rp 12jt maka biaya jabatan=Rp 600.000, maka yang dikurangi adalah Rp 500.000

11. Tarif PPh Pasal 17 ayat 1 UU No 36 Tahun 2008

Penghasilan

 Sampai dengan Rp 50jt = 5%

 Rp 50 jt – Rp 250jt = 15%

 Rp 250jt – Rp 500jt = 25%

 Diatas Rp 500jt = 30%

Jika PTKP WP orang pribadi setelah dikurangi PTKP sebesar Rp 260jt maka PPh terutang sesuai tarif pasal 17 adalah sebagai berikut

 Rp 50jt x 5% = Rp 2.500.000

 Rp 200jt x 15% = Rp 30.000.000

 Rp 10jt x 25% = Rp 2.500.000

 Pajak Terutang = Rp 35.000.000

12. Perhitungan Tarif PPh Pasal 21

untuk Penghasilan Kena Pajak dari ;

Pegawai Tetap

 Pegawai tetap;

 Penerima pensiun berkala yang dibayarkan bulanan;

 Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan secara bulanan;

 Bukan pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan.

 Tarif bagi pegawai tetap;

(Penghasilan neto – PTKP) x tarif

(38)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

36

(Penghasilan neto – biaya pensiun – PTKP) x tarif

 Tarif bagi pegawai tidak tetap dibayar bulanan; (Penghasilan bruto – PTKP) x tarif

13. Atas penghasilan yang diterima pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa

upah harian, mingguan, satuan, borongan, sepanjang penghasilan tidak dibayarkan

secara bulanan;

◦ Tarif Pph 5% diterapkan atas;

 Jumlah penghasilan bruto sehari melebihi Rp 150.000,- atau

 Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP telah melebihi Rp 2.025.000,- dalam setahun

14. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

 PKP sebesar jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima bukan pegawai dan selain tenaga ahli yang berkesinambungan dengan ketentuan;

◦ Yang bersangkutan memiliki NPWP;

◦ Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong Pph;

◦ Tidak memperoleh penghasilan lainnya.

 50% dari penghasilan bruto yang diterima oleh tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas (notaris, akuntan, dokter)

 Jumlah penghasilan honor yang bersifat tidak teratur seperti dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai tenaga kerja tetap.

 Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, bonus, gratifikasi yang tidak teratur

 Jumlah penghasilan bruto atas penarikan dana pensiun oleh peserta pensiun yang masih berstatus pegawai.

15. Atas peredaran penghasilan bruto dari;

 Untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan;

 Untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak terpecah, yang diterima peserta kegiatan

16. Atas penghasilan yang bersumber APBN/APBD;

 0% dari penghasilan PNS Golongan1 dan 2, Anggota TNI-POLRI Golongan pangkat Tamtama dan Bintara, dan pensiunanya;

 5% dari penghasilan bruto PNS Golongan 3, Anggota TNI-POLRI Golongan pangkat Perwira Pertama, dan pensiuannya;

 15% dari penghasilan bruto PNS Golongan IV, Anggota TNI-POLRI Golongan pangkat Perwira Menengah dan Tinggi, dan pensiunanya.

Contoh soal

(39)

PERPAJAKAN-IwanSidharta STIE Pasundan Bandung-2015

37

Sakha menikah dengan mempunyai 1 orang anak bekerja pada PT BCD dengan Gaji Rp 3.000.000,- per bulan. Perusahaan tersebut mengikuti program Jamsostek. Premi asuransi kecelakaan kerja 0,24% dan asuransi kematian 1% dari gaji di tanggung pihak perusahaan. Sedangkan yang ditanggung karyawan sebesar 5% untuk iuran pensiun dan iuran JHT 2% dari gaji. Hitunglah PPh pasal 21 Sakha

Jawaban (1)

Gaji sebulan Rp 3.000.000 Premi ditanggung perusahaan

JKK = 0,24% x Rp 3.000.000 =Rp 7.200 JKM = 1% x Rp 3.000.000 =Rp 30.000

Penghasilan bruto Rp 3.037.200 Pengurangan diperbolehkan

Biaya jabatan = 5% x Rp 3.037.200 =Rp 151.860 Maks diperkenankan Rp 500.000

Iuran ditanggung karyawan

Iuran pensiun = 5% x Rp 3.000.000 =Rp 150.000 Iuran JHT = 2% x Rp 3.000.000 =Rp 60.000

Penghasilan neto/bulan Rp 2.675.340 Penghasilan setahun X 12bln Rp 32.104.080 PTKP

Diri WP =Rp 24.300.000 WP kawin =Rp 2.025.000

Tanggungan =Rp 2.025.000 (Rp 28.350.000)

PKP Rp 3

Referensi

Dokumen terkait

Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Abadi, dkk (2013) bahwa 68% subjek melaporkan motivasinya menggunakan media sosial adalah untuk mengembangkan hubungan

Dasar dalam menentukan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam BPHTB pada Jual Beli Tanah dan/atau Bangunan di Kabupaten Badung.... Penghitungan Pajak BPHTB dalam Jual Beli

RPJPD Kabupaten Polewali Mandar merupakan suatu dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, yang penyusunannya berpedoman

Sebanyak 1 g hati mencit betina dihomogenasi dalam 10 ml dapar tris-kalium klorida 150 mM:50 mM pH 7,2 yang dijaga pada suhu dingin kemudian disentrifuga dengan kecepatan 3000

Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal

PPH Pasal 23 dalam artian luas adalah Pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak dalam negeri serta badan usaha tetap dengan nama dan

PPh pasal 23 adalah pajak yang harus dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari

Selain itu untuk menjaga nama baik nasabah, harus diatur kapan dan dalam hal yang bagaimana bank diperkenankan untuk memberikan informasi kepada pihak ketiga mengenai segala