• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahasa dan Ideologi Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia dalam Wacana Berita Demonstrasi Anti-Malaysia (Suatu Kajian Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bahasa dan Ideologi Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia dalam Wacana Berita Demonstrasi Anti-Malaysia (Suatu Kajian Analisis Wacana Kritis Model Van Dijk)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAHASA DAN IDEOLOGI

KOMPAS INDONESIA DAN UTUSAN MALAYSIA

DALAM WACANA BERITA DEMONSTRASI ANTI-MALAYSIA (SUATU KAJIAN ANALISIS WACANA KRITIS

MODEL VAN DIJK)

Oleh: Mahfud Achyar

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, Bandung (mahfud.achyar@gmail.com)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Bahasa dan Ideologi Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia dalam Wacana Berita Demonstrasi Anti-Malaysia: Suatu Kajian Analisis Wacana Kritis Model van Dijk”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan dalam masyarakat bahasa. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan demonstrasi anti-Malaysia yang direpresentasikan dalam tataran mikro (teks), mendeskripsikan kognisi sosial wartawan Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia dalam tataran meso, dan mendeskripsikan wacana demonstrasi anti-Malaysia dalam tataran makro berdasarkan analisis wacana kritis model van Dijk. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tertulis dalam bentuk berita yang diunduh dari website resmi Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia, yaitu Kompas.com dan Utusan.com.

Hasil analisis pada tataran mikro menunjukkan bahwa Kompas Indonesia merepresentasikan secara positif demonstrasi anti-Malaysia dan merepresentasikan secara negatif Malaysia yang menjadi objek demonstrasi. Sementara itu, Utusan Malaysia merepresentasikan secara negatif demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia dan merepresentasikan secara positif Malaysia dalam wacana. Hasil analisis pada tataran meso menunjukkan bahwa ideologi Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia dalam wacana berita demonstrasi anti-Malaysia adalah ideologi nasionalisme. Ideologi nasionalisme yang dianut kedua media berimplikasi terhadap perbedaan dalam mengusung wacana karena menyangkut kepentingan nasional. Dalam praktik menjalankan peran ideologisnya, kedua media menggunakan bahasa sebagai posisi sentral sehingga bisa menghegemoni dalam struktur masyarakat yang lebih luas.

(2)

ABSTRACT

This research is based on the theme “Language ideology of Indonesian Kompas and Malaysian Utusan in Discourse Report of Anti-Malaysian Demonstration: A Critical Discourse Analysis using the model of van Dijk”. The method used in this research is the qualitative method, that is, the procedure which gives a descriptive data literally and orally in society language. The objectives of this research are, to describe the condition for anti-Malaysian demonstration which is presented in the micro scale (based on text), illustrating the social reasoning of Indonesian Kompas and Malaysian correspondent in the meso scale, and describing the expression of anti-Malaysian demonstration under macro scale based on Van Dijk Critique Model. The data source used in this research is the recorded news downloaded from official websites of Indonesian Kompas and Malaysian Utusan, i.e Kompas.com and Utusan.com respectively.

The result of analysis under micro scale confirmed that Indonesian Kompas presents a positive attitude towards anti-Malaysian demonstration and negative attitude towards Malaysian which appear as the object of the demonstration, while, Malaysian Utusan confirmed the vice-versa. The analysis result under meso scale displayed that what matters the Indonesian Kompas and Malaysian Utusan on behalf of anti-Malaysian demonstration news, is nationalism ideology. The nationalism ideology which is adhered by the two media implied to the difference in establishing the topic. In its process for running an ideologist role, both media use a language as central position until it can make hegemony in more wide society structure.

Keywords: language, ideology, Kompas, Utusan

PENDAHULUAN

(3)

. Kendati insiden di perairan Kepulauan Bintan dapat diredam dengan pembebasan para nelayan Malaysia oleh pihak Indonesia dan pembebasan petugas DKP Indonesia oleh pihak Malaysia, namun insiden tersebut telah memicu kemarahan masyarakat Indonesia. Akibatnya, beberapa kelompok masyarakat menggelar demonstrasi anti-Malaysia di berbagai daerah seperti Jakarta, Brebes, dan Yogyakarta.

Wacana demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia menarik dan menjadi penting untuk dibahas mengingat isu tersebut mengakibatkan terjadinya dinamika dalam hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia yang selama ini sudah terjalin. Isu tersebut pernah menjadi headline di media yang ada di kedua negara. Bahkan pemerintah Malaysia sempat berniat mengeluarkan travel advisory bagi warganya yang akan berkunjung ke Indonesia karena demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wacana berita yang diunduh di situs resmi Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia berkaitan dengan demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia (Agustus—September 2010). Penulis memilih wacana berita pada media online Kompas Indonesia dan media online Utusan Malaysia karena kedua media online tersebut situs resmi harian umum Kompas Indonesia dan situs resmi harian umum Utusan Malaysia yang dinilai sebagai harian umum nasional yang memiliki jangkauan distribusi dan tiras terbesar sekitar 60.000 perhari. Kedua harian umum tersebut dianggap mampu memberikan pengaruh dalam menjalankan peran ideologis sehingga dapat mereprentasikan realitas tertentu dalam pemberitaan.

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik melakukan penelitian analisis wacana kritis model van Dijk untuk membongkar representasi demonstrasi anti-Malaysia dan ideologi yang mendasari kedua media dalam merepresentasikan wacana berita demonstrasi anti-Malaysia.

METODE PENELITIAN

(4)

tertulis dan lisan dalam masyarakat bahasa. Pendekatan yang melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dari individu yang bersangkutan secara holistic (utuh), dilihat sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini bahasa jumlah informan tidak ditentukan, sebab informan dapat dianggap sebagai makrokosmos dari masyarakat bahasanya (Djajasudarma, 1993: 10).

Dalam metodologi kualitatif terdapat salah satu ciri yaitu dekskriptif, yaitu metode yang menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perian bahasa yang dikatakan sifatnya seperti potret: paparan seperti adanya (Sudaryanto, 1992: 62)

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melakukan teknik catat. Data didapat melalui penelusuran informasi dalam bentuk berita melalui internet. Penelusuran data penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: membuka situs www.kompas.com dan www.utusan.com, kemudian memasukkan keyword “Demonstrasi” pada kolom pencarian berita, setelah itu muncul enam topik di halaman Kompas.com dan tujuh belas topik di halaman Utusan.com.

Setelah muncul daftar topik pada halaman web, kemudian dilakukan klasifikasi data dengan langkah pertama, yaitu mengeleminasi berita yang tidak berhubungan dengan demonstrasi anti-Malaysia yang dipicu karena insiden Bintan yang terjadi pada bulan Agustus—September 2010. Setelah melakukan eleminasi, tersisa delapan berita, baik di Kompas.com maupun Utusan.com yang selanjutnya dijadikan sumber data. Delapan berita ini kemudian dipilih untuk data dalam penelitian berdasarkan kesamaan topik yang dibahasa dalam berita, yaitu berkaitan dengan demonstrasi anti-Malaysia.

(5)

untuk mendapatkan informasi lebih mendalam berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan isi kedelapan berita dari jurnal ilmiah dan artikel lainnya.

Untuk lebih memudahkan dalam analisis data, penelitian ini dilakukan secara bertahap melalui tataran analisis tekstual mikro (struktur mikro dan superstruktur), tataran meso, dan tataran makro. Pendekatan kognitif untuk menganalisis ideologi dijabarkan secara langsung melalui tataran meso dan makro.

PEMBAHASAN

Penjabaran dilakukan secara bertahap; analisis tekstual pada tataran mikro (struktur mikro dan superstruktur), tataran meso, dan tataran makro. Pendekatan kognitif untuk analisis ideologi dijabarkan secara langsung melalui tataran meso dan makro.

1. Teks (Tataran Mikro)

Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Analisis struktur mikro pada bab pembahasan ini untuk mengetahui makna wacana yang dapat diamati dari bagian-bagian kecil dari suatu teks dengan pemarkah linguistik.

1. Kata Ganti

Menurut Eriyanto (2009), kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Akan tetapi, ketika memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Dalam analisis wacana kritis, tidak semua kata ganti bisa jadikan alat untuk menganalisis ideologi suatu media. Kata ganti yang dapat menunjukkan sikap kolektif suatu bangsa yang disuarakan oleh media hanya terbatas pada kata ganti kami dan kita.

(6)

banyak dibandingkan kata ganti kami. Leksikon kita dalam KBBI merupakan pronomina persona pertama jamak. Dalam konteks komunikasi, kata ganti kita mengacu kepada komunikator dan juga orang lain yang diajak berbicara. Dalam konteks wacana demonstrasi anti-Malaysia, Kompas Indonesia menilai bahwa demonstrasi anti-Malaysia merupakan representasi dari sikap bersama masyarakat Indonesia yang mengecam Malaysia karena pelanggaraan kedaulatan Indonesia di perairan Bintan.

Bentuk pengecaman masyarakat Indonesia kepada Malaysia diaktualisasikan melalui demonstrasi anti-Malaysia. Untuk melegitimasi sikap segelintir masyarakat Indonesia yang melakukan demonstrasi anti-Malaysia, maka Kompas Indonesia menggunakan pemarkah kata ganti kita untuk merekonstruksi realitas.

Melalui penggunaan kata ganti kita, Kompas Indonesia menghilangkan batas antara komunikator dengan khalayak dengan sengaja untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap Kompas Indonesia juga menjadi sikap bangsa Indonesia secara keseluruhan. Kendati penggunaan kata ganti kita pada berita disampaikan oleh narasumber, namun hal tersebut bukanlah tanpa alasan. Kompas Indonesia ingin menunjukkan sikapnya secara implisit yang nyatanya turut mendukung demonstrasi anti-Malaysia.

Dengan strategi semacam itu, secara tidak langsung berimplikasi tumbuhnya solidaritas di antara masyarakat Indonesia. Padahal demonstrasi anti-Malaysia yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia hanya dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat. Tidak semua daerah di Indonesia yang menggelar aksi serupa.

(7)

dapat disimpulkan bahwa Kompas Indonesia merepresentasikan wacana demonstrasi anti-Malaysia sebagai sikap bersama seluruh masyarakat Indonesia.

Sementara itu, Utusan Malaysia menempatkan sikapnya terhadap wacana demonstrasi anti-Malaysia berbeda dengan sikap yang ditunjukkan oleh Kompas Indonesia. Jika Kompas Indonesia menghilangkan batas antara komunikator dengan khalayak, maka Utusan Malaysia justru menciptakan jarak dan memisahkan sikapnya dengan sikap khalayak. Pada data (2.2.5.4), kata ganti kami hanya merujuk kepada sikap yang ditunjukkan oleh Pergerakan Pemuda UMNO yang disampaikan oleh ketuanya yaitu Khairy Jamaluddin.

Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia memiliki strategi berbeda dalam mengungkapkan sikapnya terhadap wacana yang sama. Hal ini tentunya wajar mengingat kedua media memiliki kepentingan yang berbeda. Kompas Indonesia merepresentasikan demonstrasi anti-Malaysia sebagai sikap keseluruhan masyarakat Indonesia karena Indonesia adalah subjek dari demonstrasi anti-Malaysia. Sementara itu, Utusan Malaysia merepresentasikan protes yang dikeluarkan oleh Pergerakan Pemuda UMNO hanyalah protes yang berasal dari suatu komunitas. Kata ganti kami yang digunakan oleh Utusan Malaysia bersifat eksklusif yang tidak melibatkan komunikator (Utusan Malaysia) dan khalayak (masyarakat Malaysia).

2. Detil

Pemarkah detil dalam analisis wacana berita demontsrasi anti-Malaysia digunakan untuk mengetahui bagaimana kontrol informasi yang ditampilkan Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia. Komunikator (dalam hal ini kedua media) akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan institusi medianya. Sebaliknya, kedua media akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit jika hal itu merugikan kedudukannya.

(8)

demonstran anti-Malaysia dalam menyikapi insiden yang terjadi di Bintan, Kepulauan Riau.

Kompas Indonesia mengimplisitkan pandangannya menggunakan pemarkah detil pada bagian informasi mana yang dikembangkan dalam berita dan bagian mana yang tidak. Dampaknya, detil yang dikembangkan secara panjang dan lebar menjadi indikasi wacana apa yang dikembangkan oleh Kompas Indonesia. Berdasarkan hasil analisis, dapat ditarik kesimpulan bahwa wacana yang dikembangkan oleh Kompas Indonesia yaitu semangat sekelompok masyarakat Indonesia yang berunjuk rasa demi menjaga martabat Indonesia.

Detil tersebut memberikan nilai yang positif kepada para demonstran anti-Malaysia bahwa tindakan mereka merupakan suatu kewajaran karena menyangkut harga diri bangsa. Namun, publik di Indonesia tidak diberi kesempatan untuk memahami bagaimana kasus sebenarnya antara Indonesia dan Malaysia. Pihak mana yang sebenarnya bersalah dan apa yang melatarbelakangi persengketaan antarkedua negara.

Berbeda dengan Kompas Indonesia, Utusan Malaysia memiliki pandang negatif terhadap demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia. Pandangan negatif tersebut diimplisitkan Utusan Malaysia menggunakan pemarkah detil dalam empat berita yang penulis gunakan sebagai sumber data penelitian.

Melalui pemarkah detil, Utusan Malaysia mengusung wacana yang memarginalkan para demonstran anti-Malaysia di Jakarta. Wacana tersebut digagas secara implisit melalui pemilihan detil yang menguntungkan Utusan Malaysia. Sedangkan detil yang merugikan pihak Malaysia tidak dipaparkan secara mendalam. Misalnya, fakta yang menjelaskan alasan petugas Dinas Kelautan Indonesia menangkap nelayan Malaysia.

(9)

merepresentasikan negatif para demonstrasi dengan menggunakan strategi detil untuk tindakan anarkis para demonstran saat berunjuk rasa.

Akan tetapi, berkaitan dengan fakta yang melatarbelakangi persengketaan antara Indonesia dan Malaysia tidak paparkan dengan detil yang panjang oleh kedua media, baik Kompas Indonesia maupun Utusan Malaysia. Hal tersebut tentunya menimbulkan kebiasan bagi pembaca tentang fakta sebenarnya tentang insiden yang terjadi di Bintan, Kepulauan Riau.

3. Metafora

Dalam suatu wacana, seorang wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi juga kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu berita. Akan tetapi, pemakaian metafora tertentu bisa jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks. Metafora tertentu dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai landasan berpikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. Wartawan menggunakan kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci yang semuanya dipakai untuk memperkuat pesan utama. (Eriyanto, 2009: 259)

Metafora pertama yang dimanfaatkan Kompas Indonesia dalam gaya penulisannya adalah metafora perperangan. Metafora perperangan adalah penggunaan leksikal yang umumnya digunakan dalam perperangan untuk memaparkan perselisihan yang terjadi antara kedua negara yang diejahwantahkan dalam wacana berita demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, leksikon perang memiliki difinisi permusuhan antara dua negara (bangsa, agama, suku, dan sebagainya). Data yang merujuk kepada metafora perperangan yang ditemukan di dalam data ialah stabilitas, bersengketa, perlawanan, menusuk, membakar, mempertahankan, ultimatum, dan berteriak.

(10)

Selanjutnya, Kompas Indonesia juga menggunakan metafora yang menyatakan ungkapan sehari-hari yang berbentuk kompositum. Menurut Kamus Linguistik (Kridalaksana, 2008) kompositum merupakan gabungan leksem dengan

leksem seluruhnya berstatus sebagai kata yang mempunyai pola fonologis, gramatikal, dan semantik yang khusus menurut kaidah bahasa yang bersangkutan; pola khusus tersebut membedakannya dari gabungan leksem yang bukan kata majemuk.

Ungkapan sehari-hari yang berbentuk kompusitim yang ada pada data adalah ungkapan “Gayang Malaysia!”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, leksikon ganyang merupakan istilah Jawa yang berarti memakan mentah-mentah; memakan begitu saja; menghancurkan; mengikis habis; dan mengalahkan (lawan dalam pertandingan). Ungkapan ganyang Malaysia merupakan ungkapan populer bagi masyarakat Indonesia. Pasalnya, slogan ganyang Malaysia merupakan slogan yang pertama kali diucapkan oleh presiden pertama Indonesia yaitu Ir. Soekarno. Sementara itu, Utusan Malaysia pada pemberitaannya menggunakan pemarkah metafora pengasaran (disfemisme) untuk merepresentasikan secara negatif demonstran anti-Malaysia. Metafora disfimisme merupakan kebalikan dari eufimisme yang mengakibatkan realitas menjadi kasar. Metafora disfimisme yang ditemukan di dalam data ialah merosakkan, memanjat, membakar, meludah, bergaduh, membaling, melempar, mengotorkan, memijak, dan

mengapikan-apikan.

Berdasarkan data di atas, dapat disimpukan bahwa Utusan Malaysia menggunakan pemarkah metafora disfemisme untuk mengeraskan tindakan para demonstran secara negatif dan membuat realitas perilaku demonstran menjadi kasar. Rekonstruksi realitas yang dibangun oleh Utusan Malaysia bisa berdampak timbulnya kemarahan khalayak karena perilaku para demonstran yang dinilai kasar dan tidak berpendidikan. Hal semacam itu semakin memperkeruh hubungan antara Indonesia dan Malaysia.

(11)

yaitu “Ganyang Malaysia” dan berupa idiom seperti kata “malingsia”. Hal tersebut dapat dilihat pada data berikut:

Mereka membawa beberapa sepanduk yang antara lainnya ditulis “diplomasi mati suri”, “ganyang Malaysia”, “bela harga diri bangsa” serta “malingsia”serumpun yang durhaka”. (2.4.3.4)

4. Kata Kunci

Dalam penelitian ini, kata kunci yang banyak ditemukan pada Kompas Indonesia adalah kata kunci di bidang kebangsaan (nasionalisme). Dalam data ditemukan beberapa kata kunci utama yaitu, perlawanan/melawan 6 data, koridor hukum 2 data, berseteru 3 data, sukarelawan 2 data, koridor hukum 2 data, kedaulatan 2 data, perdamaian 2 data, membela 2 data, harga diri 2 data, dan martabat 2 data.

Berdasarkan makna yang dikandung dalam kata perlawanan/melawan, maka dapat disimpulkan bahwa Kompas Indonesia menilai bahwa demonstrasi anti-Malaysia merupakan sikap bangsa Indonesia yang menyatakan perang terhadap Malaysia. Hal tersebut ditunjukkan dengan pemilihan kata melawan/perlawanan yang memiliki porsi jauh lebih banyak dibandingkan kata kunci lainnya. Artinya, dengan sengaja Kompas Indonesia merekontruksi demonstrasi anti-Malaysia sebagai sebuah perperangan. Walaupun pada kenyataannya, demonstrasi hanyalah bentuk protes yang dilakukan di depan umum tanpa gencatan senjata.

Pada konteks wacana, makna perperangan mengalami penyempitan yang semulanya berarti pertempuran bersenjata antara dua pasukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia), kini makna tersebut bisa diasosiasikan dalam bentuk demonstrasi. Kompas Indonesia membingkai bahwa ‘perperangan’ yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia merupakan sikap warga Indonesia untuk mempertahankan harga diri dan maruah bangsa.

(12)

kata kunci tersebut adalah leksikal yang merujuk pada kata umum dan kata khusus bidang kebangsaan dan bidang politik. Dalam wacana demonstrasi anti-Malaysia, Utusan Malaysia memanfaatkan kata kunci bidang politik untuk menyatakan sikap institusinya berkaitan dengan perseteruan yang terjadi di Indonesia.

Menurut Susilo (2009, 23) Jalur Gemilang merupakan sebutan untuk bendera Malaysia. Secara historis, Jalur Gemilang melambangkan 13 negara bagian (11 di Malaysia Barat dan 2 di Malaysia Timur) dan tiga wilayah persekutuan (semua tiga wilayah persekutuan digabungkan menjadi satu. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata bendera ialah sepotong kain segi empat atau

segi tiga (diikatkan pada ujung tongkat, tiang, dan sebagainya) dipergunakan sebagai lambang negara. Namun, pada demonstrasi anti-Malaysia, Jalur Gemilang diperlakukan oleh para demonstran secara tidak layak dan tidak hormat.

Berbeda dengan Kompas Indonesia yang menempatkan kata kunci di bidang kebangsaan (nasionalism) lebih dominan, Utusan Malaysia lebih menekankan gagasan medianya pada bidang politik. Kata kunci di bidang politik memang tidak ditemukan dalam kuantitas yang banyak. Namun, terlihat dari repitisi dalam beberapa data yang memiliki perbedaan secara gramatikal, namun memiliki kesamaan makna secara leksikal. Misalnya kata nota protes bisa merujuk sama dengan kata memo dan mesej protes.

Berdasarkan data yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua media memiliki perbedaan dalam mengungkapkan konsep gagasan tentang perseteruan yang terjadi antara kedua negara. Perbedaan kedua kata kunci berimplikasi pada perbedaan cara pandang atau sikap terhadap isu atau wacana yang sama.

5. Bentuk Kalimat

(13)

kalimat yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan dalam kalimat pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. (Eriyanto, 2009: 251).

Dalam penelitian ini, penulis menguraikan teknik yang digunakan Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia dalam wacana berita demonstrasi anti-Malaysia. Pemarkah linguistik bentuk kalimat ditandai dengan penggunaan klausa aktif dan klausa pasif.

Berkaitan dengan konteks wacana demonstrasi anti-Malaysia, pada kalimat pertama Kompas Indonesia menempatkan para demonstran sebagai subjek/aktor dalam wacana. Sebaliknya, pada kalimat kedua, aktor tersebut dialihkan dalam pemberitaan bahkan dihilangkan dengan penggunaan klausa pasif. Dampaknya tanpa disadari terjadi pergeseran tokoh dalam wacana berita demonstrasi anti-Malaysia. Namun, pergeseran aktor tersebut tidak berpengaruh signifikan. Pasalnya Kompas Indonesia lebih dominan menggunakan klausa aktif dibandingkan klausa pasif. Hal ini menunjukkan bahwa Kompas Indonesia ingin menonjolkan aktor (dalam hal ini demonstran) dalam pemberitaannya.

Selaras dengan Kompas Indonesia, berita-berita yang ada pada Utusan Malaysia juga lebih dominan menggunakan klausa aktif dibandingkan klausa pasif. Pada berita pertama yang berjudul “40 warga Indonesia demonstrasi depan Kedutaan Malaysia”, penulis menemukan 21 klausa aktif dan 5 klausa pasif.

Utusan Malaysia menempatkan aktor demonstrasi anti-Malaysia sebagai posisi sentral yang ditandai penempatan pokok diskursus pada awal kalimat. Perspektif Utusan Malaysia sejalan dengan perspektif yang diusung oleh Kompas Indonesia dalam wacana berita demonstrasi anti-Malaysia.

Analisis Superstrukur (Skematik)

(14)

layak diberitakan) tetapi menimbulkan efek tertentu. Skematik adalah strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu.

Berdasarkan hasil analisis, topik yang diangkat oleh Kompas Indonesia adalah unjuk rasa sekelompok masyarakat Indonesia terhadap Malaysia yang dinilai telah meremehkan martabat bangsa Indonesia. Ditinjau dari lead empat berita tersebut dapat dipahami bahwa Kompas Indonesia turut mendukung demonstrasi anti-Malaysia. Namun, untuk menjaga objektivitas (prinsip keseimbangan) supaya tidak terkesan memihak secara langsung demonstran, Kompas Indonesia melakukan pengutipan sumber berita dari beberapa narasumber.

Pengutipan sumber berita dikutip dari enam narasumber yaitu Sagoem Tamboen (Deputi VII Kemenko Polhukam Bidang Kominfo, Mantan Kapuspen Mabes TNI); Bambang Ristanto (Ketua Forum Laskar Merah Putih Brebes); Syaefudin Tri Rosanto (Sekretaris Forum Laskar Merah Putih Brebes); Asmawi Isa (Wakil Ketua DPRD Brebes); Eurico Guiterrez (Mantan pejuang integrasi Timor Timur); dan Mustar Bonaventura (Ketua Benteng Demokrasi Rakyat). Para narasumber dipilih dari pihak pemerintah, perwakilan demonstran, anggota legislatif, dan aktivis.

Akan tetapi, Kompas Indonesia dalam empat beritanya tidak menuliskan latar yang mendorong terjadinya demonstrasi anti-Malaysia. Penghilangan latar informasi menyebabkan berita menjadi bias. Khalayak tidak diberi kesempatan untuk mengetahui alasan wartawan ketika menulis peristiwa demonstrasi anti-Malaysia.

(15)

memuat fakta yang menjadi latarbelakang terjadinya demonstrasi dituliskan oleh wartawan pada semua berita. Walaupun latar peristiwa tidak disampaikan secara detil, namun Utusan Malaysia setidaknya memberikan sedikit informasi kepada khalayak faktor pemantik terjadinya demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia.

Setelah melakukan analisis skematik pada berita-berita yang dimuat Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua media memiliki strategi yang berbeda dalam mengusung wacana. Analisis skematik dilakukan dengan metode yang sama, namun hasil analisis menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Kompas Indonesia sebagai media di Indonesia dalam pemberitaanya sama sekali tidak memuat informasi berkaitan dengan latar belakang terjadinya demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia. Namun supaya masih dipandang sebagai media yang independen, Kompas Indonesia melakukan pengutipan dari enam narasumber.

Sementara itu, Utusan Malaysia lebih menyorot sikap anarkis para demonstran anti-Malaysia di Indonesia. Namun berita pada Utusan Malaysia kurang berimbang. Empat berita yang memuat wacana berita demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia, hanya satu berita yang mengutip pernyataan dari narasumber. Hal ini memberikan kesan bahwa pemberitaan yang dimuat pada Utusan Malaysia bersifat subjetif. Kendati demikian, Utusan Malaysia berusaha menyajikan berita faktual dengan penyajian informasi tentang pemantik terjadinya demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia.

Kognisi Sosial (Tataran Meso)

(16)

Berkaitan dengan konteks wacana demonstrasi anti-Malaysia, Kompas Indonesia turut memberikan pengaruh nilai-nilai yang dianut oleh instutusinya. Dalam hal ini, demonstrasi anti-Malaysia merupakan aksi yang dilakukan untuk menyuarakan suara masyarakat Indonesia terhadap Malaysia yang dinilai telah melanggar kedaulatan bangsa. Nilai-nilai yang dianut oleh Kompas Indonesia dalam pemberitaannya adalah nilai nasionalisme. Dengan arti kata, ideologi yang mempengaruhi Kompas Indonesia dalam pemberitaanya berkaitan dengan demonstrasi anti-Malayasia adalah ideologi nasionalisme.

Sementara itu, Utusan Malaysia juga turut menyebarkan semangat nasionalisme melalui pemberitaan yang diproduksi. Sebagai negara yang menjadi objek demonstrasi, Utusan Malaysia berupaya memberikan benteng pertahanan bagi negaranya yang dihina oleh bangsa Indonesia melalui demonstran anti-Malaysia. Hal tersebut terlihat dari representasi negatif para demonstran melalui tataran teks berita. Ideologi kebangsaan tersebut yang kemudian pada akhirnya dibawa oleh Bernama (wartawan) dalam memproduksi berita demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia. Berbeda dengan Kompas Indonesia yang mempercayai peliputan demonstrasi anti-Malaysia kepada empat wartawan yang berbeda, Utusan Malaysia cukup mengandalkan Bernama dalam meliput berita demonstrasi

anti-Malaysia.

Setelah memaparkan kedua profil media dan melakukan analisis pada tataran meso, penulis menarik kesimpulan bahwa Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia memiliki ideologi yang sama, yaitu ideologi nasionalisme. Sebagai media yang berorientasi pada kepentingan nasional, ideologi kedua media tersebut sangat kental tersirat dan tersurat dalam praktis dimensi wacana demonstrasi anti-Malaysia yang telah dianalisis pada bab sebelumnya.

(17)

ialah seperti apa yang diungkapkan oleh Kohn, (1955: 2) dalam Darmayanti (2008) bahwa nationalism is a state of mind in which the supreme loyalty of the individual is felt to be due the nation-state atau nasionalisme adalah suatu faham,

yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada bangsa dan negara. Juga seperti apa yang dinyatakan Carr (1945: xviii) bahwa Nationalism is used generally of a consciousness, on the part of individual or

groups, of membership in nation, or of a desire to forward the strength, liberty, or

prosperity of a nation, whether one's own or another atau nasionalisme digunakan

umumnya dari suatu kesadaran, di pihak individu atau kelompok, keanggotaan dalam berbangsa, atau keinginan untuk maju kekuatan, kebebasan, atau kemakmuran suatu negara, apakah seseorang itu sendiri atau yang lain.

Analisis Sosial (Tataran Makro)

Pada bagian ini, penulis akan melakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana dikonstruksi dalam masyarakat. Analisis sosial adalah analisis terakhir yang dibahasa dalam penelitian analisis wacana kritis. Untuk itu, dalam analisis ini perlu dikaji hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia dan aspek-aspek kontekstual yang memengaruhi lahirnya wacana.

Konflik yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia dipengaruhi oleh faktor politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Aspek-aspek tersebutlah yang kemudian pada akhirnya kerap kali menjadi pemantik terjadinya demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia.

Berdasarkan hasil studi pustaka berkaitan dengan wacana demonstrasi anti-Malaysia, dapat dipahami bahwa dinamika hubungan bilateral yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia dipengaruhi semangat nasionalisme kedua negara. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai nasionalisme dihayati bersama dalam kehidupan masyarakat kedua negara.

(18)

Indonesia telah didoktrin dengan kebanggaan nasional yang berlandaskan pada klaim-klaim masa silam.

Hasil analisis pada tataran makro menunjukkan bahwa aspek sosial dalam masyarakat turut memberikan pengaruh terhadap berkembangnya suatu wacana. Indonesia dan Malaysia memiliki pemahaman masing-masing atas wacana berita demonstrasi anti-Malaysia yang diproduksi oleh Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia. Pemahaman wacana bagi kedua negara didasarkan pada semangat nasionalisme yang tertanam dan menjadi doktrin dari masa ke masa.

PENUTUP

Hasil analisis pada tataran mikro menunjukkan bahwa Kompas Indonesia merepresentasikan secara positif demonstrasi anti-Malaysia dan merepresentasikan secara negatif Malaysia. Sementara itu, Utusan Malaysia merepresentasikan secara negatif demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia dan merepresentasikan secara positif Malaysia dalam wacana berita demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia.

Hasil analisis superstruktur (skematik berita) menunjukkan bahwa Kompas Indonesia turut mendukung demonstrasi anti-Malaysia karena dinilai sebagai upaya menjaga martabat bangsa Indonesia. Namun, Kompas Indonesia dalam pemberitaannya tidak menuliskan latar belakang yang menjadi pemantik terjadinya demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia.

Sementara itu, Utusan Malaysia menilai bahwa demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia merupakan tindakan anarkis. Tiga dari empat berita Utusan Malaysia tidak menuliskan komentar dari narasumber manapun berkaitan berita demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia. Utusan Malaysia hanya menuliskan proses berlangsungnya demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia.

(19)

media memberikan pengaruh terhadap representasi dalam wacana berita demonstrasi anti-Malaysia.

Ideologi nasionalisme yang lancarkan kedua media dalam pemberitaannya berkaitan dengan wacana berita demonstrasi anti-Malaysia terilhami dari dinamika hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia. Sejak tahun 1963 hingga 2010, sudah terjadi banyak konflik yang membuat hubungan Indonesia dan Malaysia menjadi kurang harmonis. Padahal ditinjau dari segi historis, Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara yang serumpun.

Perbedaan representasi pada wacana berita demonstrasi anti-Malaysia di Indonesia turut dipengaruhi oleh perbedaan sistem pers yang dianut oleh kedua negara. Indonesia sebagai menganut sistem pers bebas. Sementara Malaysia menganut sistem pers bebas bertanggung jawab.

Hasil analisis pada tataran makro menunjukkan bahwa aspek sosial dalam masyarakat, baik Indonesia dan Malaysia sangat berpengaruh terhadap berkembangnya wacana berita demonstrasi anti-Malaysia. Indonesia dan Malaysia memiliki pemahaman masing-masing atas wacana yang diproduksi oleh Kompas Indonesia dan Utusan Malaysia. Pemahaman wacana bagi kedua negara didasarkan pada semangat nasionalisme yang tertanam dan menjadi doktrin dari masa ke masa.

Kebenaran dalam kajian kritis ini sangat bergantung pada hasil interpretasi dan konteks latar sosial-budaya tertentu yang melingkupi peneliti, terlebih lagi penelitian ini melibatkan kedua negara yang berbeda, sehingga interpretasi yang dihasilkan dalam penelitian ini mungkin saja kurang berterima bagi pihak lain karena hanya ditinjau berdasarkan kaca mata peneliti dari pihak Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini sangat berpeluang untuk dilakukan oleh peneliti dari kedua negara untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala, dan Siti Karlinah. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media

(20)

Arifin, Anwar. 2010. Opini Publik. Jakarta: Gramata Publishing. Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul dan Leonié Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Darmayanti, Nani. 2008. “Analisis Wacana Kritis Berita Hubungan Indonesia- Malaysia dalam Harian Umum Kompas Indonesia”. Bandung: Universitas Padjadjaran

Djajasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik. Bandung: PT. Refika Utama. Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya. van Dijk, T. A. Critical Discourse Analysis._______.

_______. (1993). Principles of Critical Discourse Analysis. Discourse & Society, 249-283.

_______. (1995). Discourse Analysis as Ideology Analysis. In Christiina

Schaffner and Anita L. Wenden (eds.). Language and Peace. Dartmouth: Aldershot. Pp.17-33

_______. 1998. Discoure, Ideology and Context. [Online]. Available at: http://www.discourse.org (diakses 20 Februari 2011).

_______. (1988b). News as Discourse. Hillside, NJ: Erlbaum. Available: jsheyhol@connectmail.carleton.ca.

_______. (2001). Critical Disourse Analysis. In D. Tannen, D. Schiffrin, & H. Hamilton, Handbook of Discourse Analysis (pp. 352-371). Oxford: Blackwell.

Eriyanto. 2008a. Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.

_______. 2008b. Analisis Framing; Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.

_______. 2009. Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.

Gazali dkk. 2009. Metode Analisis Teks dan Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

(21)

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rosidi, Sakban. 2007. “Analisis Wacana Kritis Sebagai Ragam Paradigma Kajian Wacana. Malang: Universitas Islam Negeri Malang.

Santoso, Anang. 2008. Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis. Malang: Universitas Negeri Malang Press.

Samsuri. 1991. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sobur, Alex. 2002. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana

Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Rosdakarya.

Suganda, Dadang dkk. 2006. “Representasi Sosok Tenaga Kerja Wanita (TKW). dalam Wacana Berita pada Harian Umum Utusan Malaysia dan Harian Umum Kompas Indonesia. (Kajian Analisis Wacana Kritis). Bandung: Universitas Padjadjaran.

Sumadiria, Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia,Menulis Berita Dan Feature.Bandung: Simbiosa Rekatama Media

Susilo, Taufik Adi. 2009. Indonesia vs Malaysia. Garasi: Jogjakarta. Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Wacana. Angkasa : Bandung.

Sumber Elektronik:

_______. 2010. Malaysia Tahan Tiga Petugas DKP Indonesia. [Online]. Available at:

http://www.mediaindonesia.com/read/2010/08/16/162416/265/114/Malays

ia-Tahan-Tiga-Petugas-DKP-Indonesia (diakses 16 Agustus 2010) www.kompas.com

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi Model 2 pada tabel 3 menunjukkan bahwa swasembada beras dapat dicapai apabila disertai dengan berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas padi dan kebijakan sawah

Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015 1... Himpunan Peraturan Gubernur Tahun 2015

The Application Of The English Past Tenses Knowledge To Recount Texts Of Writing I Students Of The English Education Study Program of Widya Mandala Catholic

129 2.Uji Linieritas Iklim (X2)Organisasi Terhadap Produktivitas Sekolah (Y)... Uji Linierias data Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Terhadap Iklim Organisasi

Untuk dalam negeri, produk dipasarkan ke daerah Sumatera Utara, Pekanbaru, Batam, Lampung, Aceh, dan Jakarta, sedangkan untuk luar negeri PT Jaya Beton Indonesia telah

Akhirnya, terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

“Dalam domain kognitif, hasil belajar pendidikan jasmani siswa di daerah pantai lebih baik dibandingkan dengan siswa yang berasal dari daerah pegunun gan.”.. “Dalam

PERBEDAAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI ANTARA SISWA YANG BERASAL DARI DAERAH PEGUNUNGAN DENGAN DAERAH PANTAI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu