DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR
Katalog Dala m Terbitan. Kementerian Kesehatan RI 362.11
Ind Indonesia. Kementerian Keseh atan RI. Direktorat Jend eral p Bina Upaya Kesehata n
Pedoman pendampingan akreditasi fas ilitas kesehatan tingkat pertama.---Jakarta Kementerian Kesehatan RI. 20 14
ISBN 978-602-235-724-7
1. Judul I. COMMUNITY HEALTH SERVICES II. HEALTH FACILITY PLANNING
Pedoman Pendampingan Akreditasi
FASILITAS KESEHATAN
TINGKAT PERTAMA
DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN
DIREKTORAT BINA UPAYA KESEHATAN DASAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa , karena atas rahmat dan hidayahNya, kami dapat menyelesaikan Pedoman Pendampingan Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Keberhasilan FKTP dalam meraih status akreditasi sangat tergantung pada kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh tim pendamping dari dinas kesehatan kabupaten/kota. Oleh karena itu perlu adanya acuan yang jelas mengenai hal-hal yang harus dipersiapkan dalam rangka akreditasi yang mudah dipahami oleh tim pendamping. Pedoman Pendampingan Akreditasi FKTP ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi dinas kesehatan kabupaten/kota dalam membina dan mendampingi FKTP dalam persiapan maupun paska akreditasi.
Pada kesempatan ini perkenanan saya menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyusunan Pedoman Pendampingan Akreditasi FKTP. Semoga adanya pedoman in dapat bermanfaat dalam pelaksanaan pendampingan akreditasi FKTP yang berkuatitas .
Jakarta, Desember 2014
Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar
jセ@
drg. Kartini Rustandi, M. Kes
DAFTAR 151
KATA PENGANTAR
DAFTAR lSI.. . ... .. ... ... ... ... .. .... ... ... .... .. .. ... .. ... . iii
BAB I. Pendahuluan ... .. .... .. ... .... ... . A. Latar Belakang .. .. .... ... ... ... ... ... 1
B. Dasar Hukum .... ... .. ... .... .... ... .... .. ... 2
C. Tujuan ... .. ... .... .. .... ... ... .. .... .... ... ... 3
D. Sasaran ... .... .. .. .. .... .... ... .... .. .. .. .. .. ... .. ... 3
BAB II. PendampinganAkreditasi ... .... ... 4
A. Pengertian .... ... ... .. ... ... .. .. .... ... 4
B. Pengorganisasian ... ... ... ... .... .... ... 5
C. Pembiayaan.. .. .. .... .. .... .. ... ... .. .. .. ... . 6
D. Kriteria dan Prosedur Pendampingan Akreditasi 6 Bab III. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama ... ... ... 10
A. Program Peningkatan Mutu Berkesinambungan 10 B. Implementasi Program Peningkatan Mutu Berkesinambungan ... .. ... .. ... ... 18
BAB IV. Langkah-Langkah Persiapan Akreditasi ... ... .... .... . 26
A. Langkah-Langkah Penyiapan Akreditasi .. .. ... 27
B. Pendampingan Pasca Akreditasi .. ... .. .. ... 32
BAB V. Penutup ... ... .. .. .. .... ... .. .. ... 33
LAMPIRAN 1. Kurikulum Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi Puskesmas ... .... ... ... ... ... ... .. 37
2. Kurikulum Pelatihan PendampingAkreditasi (di Provinsi) .. .. 58
3. Pedoman Lokakarya Persiapan Akreditasi di Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota ... 78 4. Pedoman Lokakarya Persiapan Akreditasi di Puskemas .. 82 5. Pedoman Pertemuan Tinjauan Manajemen ... ... 92 6. Audit Mutu Internal, Prosedur dan formulir Audit Mutu
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk meningkatkan pelayanan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama khususnya puskesmas , klinik, dan praktik dokter kepada masyarakat, dilakukan berbagai upaya peningkatan mutu dan kinerja antara lain dengan pembakuan dan pengembangan sistem manajemen mutu dan upaya perbaikan kinerja yang berkesinambungan.
Akreditasi merupakan salah satu mekanisme regulasi yang bertujuan untuk mendorong upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang dilakukan oleh lembaga independen yang diberikan kewenangan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Dalam pelaksanaan akreditasi puskesmas dilakukan penilaian terhadap manajemen puskesmas, penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat, dan pelayanan klinis yang merupakan upaya kesehatan perseorangan dengan menggunakan standar akreditasi puskesmas yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia , sedangkan untuk pelaksanaan akreditasi klinik dan untuk akreditasi praktik dokter/dokter gigi dilakukan penilaian terhadap kepemimpinan dan manajemen klinik, dan pelayanan klinis.
Agar Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama dapat memenuhi standar akreditasi dibutuhkan pendampingan oleh fasilitator yang kompeten agar fasilitas kesehatan tersebut dapat membangun sistem pelayanan yang didukung oleh tata kelola yang baik dan kepemimpinan yang mempunyai komitemen yang tinggi untuk menyediakan pelayanan yang bermutu, aman, dan terjangkau bagi masyarakat secara berkesinambungan .
Pedoman pendampingan ini disusun sebagai panduan untuk pendampingan dan persia pan akreditasi yang dapat digunakan sebagai acuan bagi fasilitator pendamping akreditasi dan karyawan fasilitas kesehatan tingkat pertama dalam mempersiapkan akreditasi.
B. Dasar Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2009 tetang Pelayanan Publik , Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomer 144;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116;
5. Undang-Undang Republik Indonesia l'Jomor 40 Tahun 2004
tentang Sistyem jaminan Sosial Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116;
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012
tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 24; (cek terlebih dahulu)
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun
2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional , Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 193;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat;
10. Peraturan Menteri Kesehatan No 2052/Menkes/Per/X/2011
tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran;
11. Peraturan Menteri Kesehatan No 9 tahun 2014 tentang Klinik ;
c.
Tujuan1. Tujuan Umum :
Tersedianya panduan bagi fasilitator pendamping akreditasi dalam mempersiapkan Puskesmas, klinik dan praktik dokterl dokter gigi untuk mememenuhi standar akreditasi.
2. Tujuan Khusus :
Menyediakan panduan bagi fasilitator pendamping akreditasi agardapat:
a. Memfasilitasi pengembangan komitmen pimpinan dan karyawan terhadap upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan .
b. Memfasilitasi pembakuan dan pengembangan sistem manajemen mutu di Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi.
c. Memfasilitasi pengembangan sistem pelayanan klinis di Puskesmas, klinik dan praktik dokter/dokter gigi sesuai dengan standar akreditasi.
d. Memfasilitasi penyelenggaraan Upaya Kesehatan di Puskesmas sesuai dengan pedoman dan peraturan perundangan yang berlaku dan standar akreditasi Puskesmas.
e . Memfasilitasi pengelolaan Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan standar akreditasi .
D. Sasaran
Pedoman ini disusun bagi anggota Tim Pendamping Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama sebagai acuan dalam pelaksanaan pendampingan akreditasi di Puskesmas, klinik , dan praktik dokter/dokter gigi.
BAB II
PENDAMPINGAN AKREDITASI
A. Pengertian.
Pendamping akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama adalah tim yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kabupatenl Kota dengan anggota yang berasal dari jajaran fungsional atau struktural Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau pihak ketiga atau lembaga lain/pihak ketiga yg ditetapkan dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, dan telah mengikuti dan dinyatakan lulus Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, yang selanjutnjya disebut Tim Pendamping Akreditasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.
Tim Pendamping Akreditasi tersebut melaksanakan tugas dan fungsinya dengan persetujuan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten I kota.
Pendampingan akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Tim PendampingAkreditasi untuk mempersiapkan Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi agar memenuhi standar akreditasi.
oleh Tim Penilai Akreditasi dari Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama adalah kegiatan pelatihan yang diberikan kepada petugas pend am ping agar mampu melaksanakan tugas pendampingan akreditasi. Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di Tingkat Pusat dilakukan oleh Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, diikuti oleh Peserta yang dikirim Oleh Dinas Kesehatan Provinsi. Pelatihan Pendamping Akreditasi di tingkat Provinsi dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi, diikuti oleh Peserta yang dikirim Oleh Dinas Kesehatan Kabupaten ..
Penilaian Prasertifikasi adalah penilaian yang dilakukan oleh Tim Pendamping Akreditasi setelah kegiatan pendampingan selesai dilakukan untuk mengetahui kesiapan Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi untuk diusulkan dilakukan penilaian akreditasi.
B. Pengorganisasian.
Pendamping akreditasi adalah tim pendamping yang berkedudu-kan di Kabupaten/Kota yang bekerja atas perintah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota , dengan tugas-tugas :
Melaksanakan fasilitasi dan pembinaan secara intensif ke Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi dalam rangka persiapan menuju penilaian akreditasi
Melakukan penilaian prasertifikasi untuk mengetahui kelayakan Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi untuk diusulkan dalam penilaian akreditasi
Melaksanakan surveilans atau pembinaan pasca akreditasi
c.
Pembiayaan1. Biaya pendampingan Puskesmas oleh Tim Pendamping
Akreditasi dalam rangka persiapan akreditasi maupun untuk pendampingan pasca akreditasi dibebankan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan jumlah Puskesmas yang dipersiapkan untuk akreditasi dan tahapan pelaksanaan pendampingan, sedangkan untuk klinik dan praktik dokter/dokter gigi ditanggung oleh klinik atau dokterl dokter gigi yang bersangkutan.
2. Besaran biaya pendampingan akreditasi ditetapkan sesuai
dengan standar biaya yang d itetapkan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan atau sesuai dengan kesepakatan pihak yang akan melaksanakan pendampingan
3. Apabila diperlukan Pendampingan lintas Kabupaten,
besaran biaya ditetapkan atas dasar kesepakatan bersama para pihak, dinyatakan dalam Perjanjian Kerjasama.
4. Dalam kondisi tertentu, dimana diperlukan pelatihan
pendamping akreditasi lintas Provinsi, biaya pelatihan
pendamping dibebankan kepada Pemerintah Daerah
Provinsi yang membutuhkan, sesuai ketentuan yang berlaku.
D. Kriteria dan prosedur pendampingan akreditsasi.
1 . Kriteria :
Dinas Kesehatan Kab/Kota membentuk satu atau beberapa tim pendamping akreditasi yang bertugas untuk mendampingi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama untuk persiapan akreditasi mauun surveilans pasca akreditasi.
Tim Pendamping Akreditasi yang dibentuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan ditetapkan dengan Surat
Keputusan Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/Kota,
merupakan tenaga kesehatan, terdiri dari satu orang dokter umum dan dua orang tenaga kesahatan lain dengan jenjang pendidikan minimal 03
memiliki kompetensi dalam bidang manajemen kesehatan, pelayanan klinis dan penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat di Puskesmas
memiliki sertifikat kelulusan Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
membuat pernyatan kesediaan melaksanakan tug as pendampingan selama 3 tahun masa kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan Surat Keputusan Kadinkes Kab/Kota .
Bila Oinkes Kabupaten/Kota memiliki keterbatasan tenaga Tim Pendamping Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, Oinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat meminta bantuan kepada lembaga lain/pihak ketiga untuk ikut terlibat sebagai anggota Tim Pendamping Akreditasi . Lembaga lain/ pihak ketiga yang berminat, mendaftarkan calon anggota tim , sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, untuk mengikuti Pelatihan Pendamping Akreditasi Puskesmas
Pendamping Akreditasi dari pihak ketiga yang berminat, mendaftarkan Calon Pendamping Akreditasi untuk mengikuti Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama melalui Kepala Oinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kriteria Calon Pendamping Akreditasi dari Pihak Ketiga adalah sesuai dengan Kriteria Tim Pendamping Akreditasi yang berasal dari Oinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2. Prosedur rekrutmen, seleksi dan pelatihan pendamping : a. Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di
tingkat Pusat. 1). Fasilitator
Fasilitator Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di tingkat Pusat ditetapkan oleh BPSOM
berdasarkan usulan dari Direktorat Bina Upaya Pelayanan Kesehatan dasar, Sub Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Dasar.
Seleksi pemilihan Fasilitator Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di Tingkat Pusat dilakukan oleh Subdirektorat Pelayanan Kesehatan Dasar dengan mekanisme sebagai berikut :
Mengidentifikasi calon-calon Fasilitator
Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping
Akreditasi di tingkat Pusat
Mengusulkan calon-calon Fasilitator
Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping
Akreditasi di tingkat Pusat kepada Badan
PPSDM selaku penyelenggar TOT
Pendampingan Akreditasi .
2). Peserta
Peserta Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi di tingkat Pusat terdiri dari Widyaiswara dan staf Dinas Kesehatan Provinsi atau peserta dari individu atau pihak ketiga yang diusulkan oleh Dinas Kesehatan Propinsi dengan kriteria pendidikan dokter dan/atau tenaga kesehatan dengan pendidikan minimal 03 dan memiliki kompetensi dalam bidang manajemen kesehatan, upaya kesehatan masyarakat, dan pelayanan klinis yang akan diakreditasi.
b. Pelatihan Pendamping Akreditasi di Tingkat Propinsi.
1). Fasilitator
Pend am ping Akreditasi di tingkat Pusat dari Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. 2). Peserta
Peserta Pelatihan Pendamping Akreditasi di Tingkat Provinsi adalah Calon Pendamping Akreditasi yang direkrut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
c. Pendamping Akreditasi Tingkat Kabupaten
Pendamping Kabupaten/Kota direkrut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dan telah mengikuti pelatihan serta mendapatkan sertifikat Pelatihan Pendamping Akreditasi Fasiiitas Kesehatan Tingkat Pertama yang diselenggarakan di Provinsi.
d. Pendamping Swasta
Peserta individual dari swasta atau pihak ketiga yang akan menjadi Pendamping Akreditasi harLJs mendaftarkan diri ke Dinas Kesehatan Provinsi melaiui Dinas Kesehatan Kabupaten. Seleksi dari individu maupun swasta ditetapkan oieh Dinas Kesehatan Provinsi.
BAB III
MANAJEMEN MUTU PELAYANAN KESEHATAN 01
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TINGKAT
PERTAMA
A. PROGRAM PENINGKATAN MUTU BERKESINAMBUNGAN
Di dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan di Indonesia, Puskesmas merupakan salah satu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di satu wilayah kecamatan atau bag ian wilayah kecamatan akan difungsikan sebagai Gate
Keeper1 dari satu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Bidang Kesehatan, bersama dengan klinik, praktik dokter, dan Fasilitas Kesehatan Tingkat pertama yang lain.
Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bertanggung jawab dalam menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat melalui penyelenggaraan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan. Upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan harus diselenggarakan secara berkualitas, adil dan merata, memuaskan seluruh masyarakat di wilayah yang menjadi tanggung-jawabnya.
Kualitas dan kinerja dalam menyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat akan dicapai jika penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat tersebut dikelola dengan baik sesuai dengan standard dan pedoman penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat, dan peningkatan mutu dan kinerja yang berkesinambungan.
Penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat harus
memperhatikan standar struktur, standar proses penyeleng-garaan, dan standar hasil. Indikator kinerja upaya kesehatan
masyarakat perlu ditetapkan , distandarkan, dan diukur secara periodik, dianalisis sebagai dasar untuk melakukan upaya perbaikan mutu dan kinerja yang berkesinambungan .
Untuk dapat mengatur penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan dalam satu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang paripurna, dan melayani seluruh peserta secara adil , merata, berkualitas dan memuaskan, maka pelayanan kesehatan perseorangan yang diselenggarakan oleh BPJS Bidang Kesehatan, harus dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien . Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang lain sebagai Gate Keeper dalam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Bidang Kesehatan, akan difungsikan dalam proses penjaringan pasien, agar pelayanan kesehatan perseorangan dapat diberikan secara benar dan tepat sesuai
セョァォ。エォ・「オエオィ。ョョケ。L@
Puskesmas, klinik dan praktik dokter/dokter gigi sebagai Gate Keeper selain sebagai pemberi layanan kesehatan perseorangan tingkat pertama, juga akan difungsikan sebagai salah satu simpul dalam satu sistem rujukan kesehatan perseorangan di tingkat kabupaten/kota yang dapat difungsikan secara mantap dan berkesinambungan.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang berfungsi dengan baik, akan dapat memberikan jaminan untuk tersedianya sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan yang paripurna, adil, merata, berkualitas serta memuaskan , sesuai dengan kebutuhan pelayanan yang diberikan, sehingga layanan rujukan kesehatan perseorangan dapat diselenggarakan secara berkesinambungan dalam satu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan perseorangan yang paripurna.
Sesuai tahapan dan tingkat perkembangannya, maka upaya peningkatan mutu dan manajemen pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan, perlu dirancang dengan tujuan pencapaian yang pasti, yaitu standar pelayanan yang ditetapkan, yang secara berkesinambungan akan terus ditingkatkan untuk mencapai satu tingkat kualitas pelayanan yang sesuai dengan standar sebagaimana diharapkan .
Akreditasi adalah suatu proses penilaian dalam rangka pengakuan telah memenuhi standar yang telah ditentukan . Akreditasi merupakan langkah kedua dari 3 (tiga) langkah dalam program
quality assurance .
Program quality assurance terdiri atas:
1. Standarisasi , meliputi kriteria yang terukur (measurable)
dan indikator dengan standar pencapaian dan satuan waktu
(time-frame) yang jelas .
2. Akreditasi , dilakukan setelah fasilitas kesehatan membangun
system mutu dan penyelenggaraan upaya kesehatan , mempersiapkan diri untuk akreditasi, dan siap untuk dinilai setelah melaksanakan penilaian diri (self-assessment).
3. Kegiatan mutu berkesinambungan (contiuous quality
improvement) , dengan mempergunakan kaidah mutu
(Plan-Do-Cheek-Action) dalam rangka mempertahankan dan atau meningkatkan mutu .
Untuk melakukan penilaian melalui akreditasi , akan lebih baik kalau Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama terlebih dahulu dipersiapkan , dengan menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada .
Manajemen Mutu (Quality Management) adalah seluruh aktivitas kegiatan fungsi manajemen dari kebijakan , tugas dan tanggung jawab yang dituangkan dalam bentuk perencanaan mutu (quality
planning) , kendali mutu (quality contro/) , jaminan mutu (quality
assurance) dan peningkatan mutu (quality improvement), serta kendali biaya dalam suatu sistem mutu.
Sistem mutu itu sendiri terdiri atas tiga komponen yakni struktur, proses dan hasil (outcome) yang sama pentingnya, saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu perlu kualifikasi penguasaan materi mutu bagi pimpinan fasilitas kesehatan tingkat pertama dan pembinanya serta manajer mutu (quality manager).
Seiring dengan perkembangan era globalisasi, terbukanya arus informasi dan semakin meningkatnya tuntutan pengguna jasa layanan kesehatan akan mutu,keselamatan serta biaya, maka prinsip-prinsip "good corporate governance" (dalam hal ini mencakup Health Center governance dan Clinical governance), yakni keterbukaan (transparency), tanggap (responsiveness) dan dapat dipertanggung-jawabkan (accountable) akan semakin menonjol, serta mengedepankan efisiensi dan efektifitas suatu pelayanan .
Istilah efisiensi akan sangat berhubungan erat antara masukan dan proses, sedangkan efektifitas akan berhubungan dengan proses dan hasilnya. Efisiensi dapat digolongkan pada efisiensi tehnik (technical efficiency), efisiensi produksilhasil (productive efficiency) dan efisiensi alokatif (al/ocative/societal efficiency) termasuk didalamnya bidang market dan kesehatan. Oleh karena itu saat ini dibutuhkan tidak hanya "doing things right", akan tetapi juga diperlukan prinsip manajemen "doing the right things ", (dikenal sebagai increasing effectiveness) sehingga kombinasi keduanya disebut sebagai prinsip manajemen layanan modern "doing the right things right", sebagaimana digambarkan berikut ini:
EVOLUSI PRINSIP MANAJEMEN
1970 1980 1990 ABAD 21
Doing the right things right tidaklah cukup , tetapi harus dibiasakan sehingga terjadi system default dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat baik upaya kesehatan masyarakat maupun upaya kesehatan perseorangan . Oleh karena itu prinsip yang digunakan adalah doing the right things right by default, lakukan sesuatu yang benar dengan benar sebagai suatu kebiasaan.
Evolusi Prinsip Manajemen
Perkembangan akan "mutu" itu sendiri dari cara (1) inspection,
(2) quality control, (3) quality assurance sampai ke (4) total quality
(Management & Services), sangat bervariasi sesuai dengan perkembangan ilmu.
Jepang menggunakan istilah "quality control" untuk seluruhnya, sedangkan di Amerika memakai istilah "continuous quality
Improvement " untuk "total quality" dan Inggris memakai istilah
"quality assurance" untuk 'quality assurance', 'continuous quality
improvement ' maupun untuk 'total quality' (Management &
QUAUTY ASSURANCE
Skema Sederhana Perkembangan Mutu
Evolusi perkembangan mutu itu sendiri berasal dari bidang industri pada akhir abad ke sembilan belas dan awal abad ke dua puluh di masa Perang Dunia Pertama (PO I) . Pada waktu itu industri senjata menerapkan kaidah "inspection" dalam menjaga kualitas produksi amunisi dan senjata . Kemudian Shewart mengembangkan dan mengadopsi serta menerapkan kaidah statistik sebagai "quality control" serta memperkenalkan pendekatan siklus P-D -S-A (Plan, Do, Study, Act) yang mana hal ini kemudian dikembangkan oleh muridnya Deming sebagai P-D-C-A (Plan, Do, Check , Action) . Kaidah PDCA ini menjadi cikal
bakal yang kemudian dikenal sebagai "generic form of quality
system " dalam
"quality assurance".
Tatkala Deming diperbantukan ke Jepang dalam upaya memperbaiki dan mengembangkan industri, beliau mengembangkan dengan memadukan unsur budaya Jepang 'Kaizen' dan filosofi Sun Tzu dalam hal 'benchmarking' maupun manajemen dan dikenal sebagai 'total quality'. Sedangkan Total Quality Management!
Service (TOM/S) adalah suatu cara pendekatan organisasi dalam
upaya meningkatkan efektifitas, efisiensi dan res pons organisasi dengan melibatkan seluruh staf manajemen, pemberi pelayanan,
dan karyawan-karyawan penunjang, dalam segala proses aktifitas peningkatan mutu untuk memenuhl kebutuhan/tuntutan konsumen pengguna jasa organisasi (Process driven dan customer-focused
oriented). Ini merupakan tingkat tertinggi upaya organisasi tersebut dalam mencapai tingkat kualitas tinggi dengan berorientasi pad a pelanggan, yang dalam WHA 2008 tentang Revitalisasi Primary
Health Care (PHC) , disebutkan sebagai people centred.
Secara ringkas ada 5 struktur komponen utama dalam Total Quality
ManagemenUSevice (TOM /S) , yakni bagaimana memahami :
(1) pelanggan, (2) kepentingan institusi (contoh puskesmas), (3) sistem mutu (quality systems) , (4) peningkatan kualitas yang berkesinambungan (continuous quality improvement) dan (5) instrumen mutu (quality tools).
Untuk dapat menguasai TOM/S harus menguasai kaidah/tehnik dari perkembangan mutu itu sendiri dari inspection, quality control dengan seven basic statistics process controll SPC dan quality assurance dengan ketiga kompenen utamanya yang terdiri setting
standards, checking the standards (audit and accreditation) dan
continuous quality improvement (COl) . Quality Assurance (OA) adalah tahap ke tiga dan yang paling penting dalam perkembangan mutu suatu institusi/organisasi menuju tingkat yang lebih luas dan tinggi (total quality), dan OA itu sendiri terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut;
1. Standar
Standar dibuat berdasarkan kebijakan (policy), tujuan (aims) dan objektif yang telah disepakati bersama dalam institusi terse but , untuk dijadikan kriteria yang dapat ditinjau dari segi
inputl struktur, proses dan output/outcome .
Untuk bidang kesehatan , Donabedian dengan
hal membuat standar dan penilaiannya (akreditasi) yang merupakan komponen penting "Quality Assurance".
Maxwell
Konsep Donabedian melalui standardisasi struktur, proses, dan hasil dapat dikombinasikan dengan konsep Maxwell yaitu 6 dimensi mutu yang meliputi: Akses terhadap pelayanan, ekuiti (keadilan), relevan dengan kebutuhan, aksepabilitas terhadap pelayanan , efektifitas, efisiensi dan ekonomi. Dengan demikian dapat disusun indikator-indikator yang bersifat tepat dan andal (relevant and reliable), dapat dipahami (understandable), dapat diukur (measurable) , dalam bentuk perilaku (behavioral), dan dapat dicapai
(achievable) yang menjadi dasar dalam melakukan upaya
perbaikan yang berkesinambungan mengikuti siklus
P-D-C-A.
Penerapan konsep Donabedian dan Maxwell dimulai dengan perencanaan pelayanan yang berbasis pada kebutuhan masyarakat, pengendalian terhadap proses pelayanan, dan pemeliharaan sistem pelayanan.
2. Instrumen Penilaian Diri (self assessment) dan proses akreditasi:
Instrumen self assessment disusun mengacu pada standar
akreditasi yang disusun oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, selain akan digunakan sebagai alat ukur yang akan digunakan oleh tim surveyor dari Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama baik untuk penilaian survey akreditasi oleh Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama maupun untuk pendampingan
persiapan akreditasi maupun pendampingan pasca
akreditasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupatenl Kota. Instrumen ini digunakan juga oleh Puskesmas/Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama untuk melakukan kajian awal, dan untuk menilai perkembangan kondisi Puskesmasl Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama oleh fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri, yang akan dilakukan per tahun , sehingga pada saat akan dinilai Tim Penilai pada periode 3 tahunan, pencapaiannya sudah mampu mencapai tingkat ataupun bahkan melebihi tujuan yang diharapkan.
3. Peningkatan Kualitas Berkelanjutan (Continuous Quality
Improvement/(CQI)
COl adalah langkah selanjutnya dalam siklus OA yang merupakan upaya institusi mempertahankan dan atau meningkatkan mutu melalui berbagai kegiatan sesuai standar, kriteria dan indikator, yang telah ditetapkan sebelumnya dalam suatu sistem manajemen mutu. COl merupakan salah satu kunci utama dalam Ouality Assurance bila institusi tersebut akan meningkatkan mutu, menuju standar pelayanan tertinggi yang ditetapkan saat itu.
B. IMPLEMENTASI PROGRAM PENINGKATAN MUTU BERKESINAMBUNGAN.
yang dapat digunakan juga oleh Klinik dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama yang lain sebagai acuan.
Pelayanan yang baik, ramah, dan memberikan hasil sesuai dengan tujuan dan harapan dari penggunanya merupakan syarat untuk terbangunnya hubungan berkelanjutan (Ioyalitas) dari para pengguna pelayanan kesehatan di Puskesmas dalam memanfaatkan pelayanan sampai terpenuhi kebutuhannya, baik sebagai pengguna pelayanan kesehatan perseorangan maupun sebagai target sasaran upaya kesehatan yang prioritas .
Luaran atas hasil pelayanan teknis yang berkualitas antara lain pada individu : penyakit dapat disembuhkan, persalinan berjalan dengan selamat baik ibu dan bayinya, sedangkan pada pelayanan kesehatan masyarakat, masalah kesehatannya dapat teratasi , tumbuh-kembang Balita di posyandu berhasil baik, CDR dan Cure Rate program P2TB tercapai sesuai target.
Proses pelayanan yang bermutu, membuat pengguna merasakan diperhatikan dan dilayani dengan baik sehingga bila kedua-duanya diperoleh sesuai dengan harapan, para pengguna pelayanan akan mempunyai kesan (citra/image) layanan di puskesmas memang baik dan bila pelayanan diberikan dengan baik, ramah, perhatian , pengguna akan merasa puas atas layanan yang diterima.
Layanan yang customized merupakan layanan yang berorientasi pada pelanggan (people centred), yang dengan beragamnya kondisi masyarakat tidak akan sama, terutama pada masyarakat yang heterogen. Tuntutan masyarakat pengguna jasa pada pelayanan kesehatan yang bermutu dan memuaskan , akan dibentuk oleh:
a. Tingkat perkembangan masyarakat dari aspek: tingkat pendidikan dan kondisi kondisi kehidupan sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan sosial-spiritualnya,
b. Ada tidaknya alternatif untuk mencari fasilitas pelayanan kesehatan lain yang mampu dijangkau.
Dengan kemampuan menyesuaikan diri pada situasi yang beragam, Puskesmas akan dimanfaatkan oleh masyarakat,
terutama di wilayah kerja tanggung-jawabnya, maupun masyarakat yang dapat menjangkau pelayanannya. Hal ini penting ketika model pembiayaan pelayanan kesehatan perseorangan melalui
SJSN diterapkan , dengan puskesmas sebagai salah satu Gate
Keeper-nya .
Puskesmas dengan konsep wilayah, bertanggung-jawab
melayani kesehatan masyarakat yang berada didalamnya, terutama pelayanan kesehatan masyarakat, sedangkan untuk
pelayanan kesehatan perseorangan, banyak Puskesmas
terutama di perkotaan akan menghadapi pesaing yang juga ditunjuk oleh BPJS melayani masyarakat tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku . Pad a kondisi demikian , Puskesmas akan dihadapkan pada pesaing-pesaing dalam pelayanan kesehatan perseorangan. Untuk hal tersebut , maka Puskesmas harus berupaya memenuhi tuntutan masyarakat ,dengan pelayanan yang berkualitas dan customized .
Dengan keberagaman kondisi masyarakat yang harus dilayani , dapat diperkenalkan beberapa pendekatan berikut ini :
a. Puskesmas sebagai pemberi layanan tunggal di wilayah kerja.
Pada kondisi ini , tidak ada fasilitas pelayanan kesehatan perseorangan dan kesehatan lainnya di wilayah kerja Puskesmas. Kondisi ini umumnya dijumpai di daerah-daerah tertinggal , terpencil , sangat terpen cil , dan daerah yang tidak diminati pemberi layanan kesehatan perseorangan swasta, Selain itu di lokasi tersebut juga tidak banyak perubahan berarti yang dialami masyarakat , yang pada gilirannya membuat masyarakat menuntut terlalu banyak , yang menyebabkan Puskesmas harus mengembangkan sesuatu program secara khusus .
Di wilayah seperti ini, Puskesmas seolah "memonopoli "
pelayanan kesehatan perseorangan dan kesehatan
yang diberikan minimal (bahkan sangat minimal), sepanjang tetap dilakukan secara bertanggung-jawab sesuai standar kualitas, masyarakat disana akan merasa puas. Metode manajemen mutu yang dilakukan pada tingkat perkembangan ini adalah "Inspeksi/inspection", dengan mempertahankan pelayanan tetap mengikuti prosedur.
Dengan pendekatan demikian, tanggapan masyarakat pengguna pelayanan puskesmas akan tetap "OK" saja, dalam arti hampir tidak ada penolakan dari para pengguna jasa, karena memang tidak ada lagi fasilitas lain yang memberikan pelayanan, sementara puskesmas sudah melayaninya dengan baik, dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat disana.
b. Adanya fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, disamping
Puskesmas.
Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya walaupun ada, tetapi kemampuannya masih belum melebihi kemampuan Puskesmas dalam melayani masyarakat, kalaupun akan disebut sebagai "pesaing" dengan situasinya yang sudah mulai terasa "terganggu/ interupted' oleh kehadiran fasilitas lainnya dalam menarik pengunjung Puskesmas, aliran perpindahan dari masyarakat pengguna jasanya belum nyata benar, sehingga tingkat persaingannya dianggap masih ringan-ringan saja . Pada kondisi ini, Puskesmas sudah harus melakukan Quality Control (QC), untuk selalu memantau proses dan kualitas pelayanannya, kalau tidak ingin ditinggalkan masyarakat pengguna jasanya.
Masyarakat yang meninggalkan pelayanan Puskesmas, bukan berarti juga akan memperoleh layanan yang benar-benar berkualitas sebagaimana seharusnya, karena seringkali kenyamanan yang diberikan tidak menyentuh kebutuhan kesehatan yang sebenarnya, sehingga outcome layanan belum pasti akan tercapai. Karenanya untuk menghindarkan "Iarinya" masyarakat dari Puskesmas, proses pelayanan perlu diawasi / dikontrol agar para pemberi layanan dapat
memenuhi standar teknis dan standar fungsionalnya dapat dipertanggung-jawabkan . Metode manajemen mutu dalam
kondisi ini disebut metode "Quality Control (OC)".
c. Adanya fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dengan
kinerja cukup bag us.
Pad a situasi ini , keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayah kerja Puskesmas sudah dapat menarik perhatian masyarakat pengguna jasa, sehingga perpindahan dalam mencari pelayanan sudah tampak jelas. Kalau kondisi ini dianggap sebagai suatu persaingan, maka tingkat
persaingannya dianggap sudah cukup berat (complicated) ,
sehingga Puskesmas harus memastikan bahwa layanan
yang disediakan memang benar-benar berkualitas.
Peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas dilakukan agar Puskesmas tidak semakin kehilangan pengunjung / pelanggannya, bahkan bilamana mampu harus dapat memperbaiki posisinya dalam peta persaingan di wilayah kerjanya sendiri .
Metode manajemen mutu dalam kondisi inj disebut metode
Quality Assurance ("OA"), dimana Puskesmas berani menyatakan dan menjam in bahwa pelayanannya memang berkualitas . Puskesmas di daerah perbatasan negara tetangga minimal harus berada pada kondisi seperti ini , sehingga Puskesmas di perbatasan harus menerapkan pendekatan kualitas dengan metode OA.
d. Adanya fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dengan
kinerja yang bagus.
suatu persaingan, maka tingkat persaingannya sudah cukup beraUhebat (sophisticated) ,
Pada kondisi ini , Puskesmas harus memastikan bahwa layanan yang disediakan memang benar-benar berkualitas , dengan biaya (cost) yang mampu bersaing, dan memperlakukan para pengguna jasanya dengan sangat customized, sesuai dengan tuntutan para penggunajasanya. Untuk menuju kemampuannya tersebut , Puskesmas harus melibatkan pihak pengelola (manajemen) Puskesmas, dalam hal ini adalah para penanggung-jawab penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Puskesmas secara keseluruhan. Dan metode manajemen mutu dalam kondisi ini disebut metode Total Quality Management ("TOM").
e. Banyaknya fasilitas pelayanan kesehatan lain dengan
kinerja sangat bagus.
Pada situasi ini, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di wilayah kerja Puskesmas sudah semakin banyak seperti misalnya di kota-kota besar, dengan keberagaman pelayanannya . Kalau tidak secara tegas diatur, maka fasilitas pelayanan kesehatan tingkatan atas (kedua dan ketiga) dapat saja melakukan pelayanan tingkat pertama yang sebenarnya bukan porsinya . Pada kondisi demikian, tidak jelas lagi pembagian peran dalam penyelenggaraan pelayanannya, sehingga dapat saja fasyankes rujukan memberikan pelayanan kesehatan perseorangan tingkat pertama, disamping porsinya memberikan pelayanan kesehatan perseorangan tingkat kedua atau ketiga.
Masyarakat pengguna jasa di sekitar lokasi keberadaan fasilitas kesehatan non puskesmas tersebut, dengan kemampuan finansialnya dapat secara bebas memilih fasilitas mana yang dapat memuaskannya, yaitu fasilitas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan hasil (outcome) yang jelas sekalipun hanya untuk kebutuhan pelayanan tingkat pertama/dasar. Fasilitas pelayanan kesehatan rujukan, dengan kemampuan dan kemauan melayani pelanggannya
sangat baik, akan menjadi tempat pilihan masyarakat
mampu untuk mencari pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan sekalipun untuk masalah-masalah kesehatan non spesialistis. Fasilitas pelayanan kesehatan yang dapat melayani secara berkualitas, baik dalam aspek teknis tujuan pelayanan tercapai, dan secara personal dapat memenuhi harapan pelanggannya, sehingga pelanggan merasa puas dengan pelayanannya.
Pada situasi demikian kalau Puskesmas tidak melakukan
perubahan dalam memberikan layanannya (services)
dalam berbagai aspeknya, maka Puskesmas hanya akan dimanfaatkan oleh penduduk setempat yang mempunyai jaminan kesehatan masyarakat bagi orang-orang miskin saja. Kesan bahwa Puskesmas adalah tempat pelayanan bagi orang miskin seolah-olah menjadi terbukti, sementara orang-orang mampu yang nanti telah terikat dengan model pelayanan dalam BPJS, tidak akan memanfaatkan pelayanannya. Hal ini akan dapat dibuktikan ketika BPJS melakukan survai tentang kepuasan pelanggan, dalam rangka mengevaluasi pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan sebagai PPK yang ditunjuk.
Pada kondisi lingkungan dengan fasilitas pelayanan
kesehatan yang banyak dan beragam dianggap sebagai suatu peta persaingan bagi Puskesmas, maka tingkat persaingan disini sudah cukup "kacau/chaos". Untuk hal tersebut maka Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan perseorangan tingkat pertama, harus mampu mengetahui "value" yang diharapkan pelanggan atas pelayanan Puskesmas, membuat strategi pemasarannya, dan membuat seluruh karyawan Puskesmas menyadari akan hal terse but, meninjau kembali proses pelayanannya dan secara terus menerus memantau hasilnya. Metode manajemen mutu dalam kondisi ini disebut metode Total
Quality Services ("TOS")
mendalam, apalagi model pendekatan pelayanan sesuai Undang-undang No. 24 tahun 2011 tentang BPJS telah diterapkan sejak awal tahun 2014, karena baik peserta Jaminan Kesehatan maupun pengelolanya yaitu BPJS akan memilih institusi yang mampu memberikan layanan terbaik dan memuaskan para pengguna jasanya. Untuk hal tersebut bukan hanya kemampuan teknis yang berkual itas yang akan menjadi pilihan pengguna jasa, akan tetapi juga kemampuan melayani dengan personal yang baik dan berkualitas, sehingga dapat membangun image yang baik, disamping layanan yang berhasil memberi outcome yang baik.
BABIV
LANGKAH-LANGKAH PERSIAPAN AKREDITASI
Upaya peningkatan mutu pelayanan dilakukan sebenarnya untuk meminimalkan adanya variasi proses dalam sistem pelayanan. Variasi proses adalah suatu perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam pelaksanaan suatu proses yang sama . Variasi proses tersebut berakibat pada hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan yang akhirnya bermuara pada ketidak puasan pasien atau pelanggan. Variasi proses tersebut terjadi sebagai akibat dari proses atau sistem tidak diukur dengan baik, tidak dimonitor dengan baik, tidak dikendalikan dengan baik, tidak dipelihara dengan baik, tidak disempurnakan secara berkesinambungan, dan tidak didokumentasikan dengan baik.
Untuk meminimalkan variasi proses maka perlu dilakukan pengukuran terhadap sistem pelayanan melalui ditetapkannya indikator dan standar kinerja, pengendalian dengan ditetapkan aturan internal yang berupa kebijakan, pedoman, standar pelayanan , dan standar prosedur operasional. Dengan menggunakan indikator, standar, pedoman , serta standar proseduroperasional maka dapat dilakukan monitoring terhadap sistem pelayanan. Pemeliharaan dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata graha dengan berpedoman pada 5 R: Ringkas, Rapih , Resik, Rawat, Rajin, sedangkan penyempurnaan sistem atau proses pelayanan dilakukan dengan menerapkan Continuous Quality
Improvement yang mengikuti siklus Plan Do Check Action.
di puskesmas perlu dibakukan dan dilaksanakan. Akreditasi akan menilai apakah kedua sistem tersebut berjalan dengan baik. Dengan demikian langkah awal dalam persiapan akreditasi adalah membangun dan membakukan sistem manajemen mutu dan sistem pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
A. Langkah-Iangkah penyiapan akreditasi.
1. Langkah Persiapan Akreditasi Puskesmas
Puskesmas yang akan diakreditasi ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pelaksanaan penyiapan akreditasi dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupatenl Kota yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Tim Pendamping Akreditasi Puskesmas dan/atau Pihak Ketiga yang ditunjuk dengan langkah-Iangkah sebagai berikut: a. Lokakarya di Puskesmas selama dua hari efektif untuk
menggalang komitmen dan pemahaman tentang Standar dan Instrumen Akreditasi, pembentukan Panitia Persiapan Akreditasi Puskesmas, dan pembentukan Kelompok Kerja, yaitu Kelompok Kerja manajemen, Kelompok Kerja Upaya Puskesmas, dan Kelompok Kerja Pelayanan Klinis.
b. Pendampingan di Puskesmas diikuti oleh seluruh karyawan Puskesmas untuk memahami secara rinci standar dan instrument akreditasi Puskesmas dan persia pan self-assessment.
c. Pelaksanaan self-assessment oleh Panitia Persiapan Akreditasi Puskesmas
d. Panitia Persiapan Akreditasi Puskesmas melakukan pembahasan hasil self-assessment bersama Tim Pendamping Akreditasi dan menyusun Rencana Aksi untuk persiapan akreditasi.
e. Penyiapan Dokumen Akreditasi, dengan tahapan: 1) Identifikasi dokumen-dokumen yang
dipersyarat-kan oleh standar akreditasi,
2) Penyiapan tata naskah penulisan dokumen termasuk di dalamnya pengendalian dokumen akreditasi yang meliputi pengaturan tentang
kewenangan pembuatan, pemanfaatan dan
penyimpanan seluruh dokumen puskesmas.
3) Penyiapan dokumen akreditasi
a) dokumen internal, meliputi :
suratsurat keputusan
pedoman mutu
pedomanpedoman yang terkait dengan pelayanan
kerangka acuan
standar prosedur operasional (SPO)
rekam implementasi (dokumen sebagai bukti telusur) .
b) dokumen eksternal yang perlu disediakan
Penyiapan dokumen sebagai regulasi
internal tersebut membutuhkan waktu lebih kurang 4 bulan. Selama penyiapan dokumen dilakukan pendampingan lebih kurang 3
sampai dengan 5 kali @ 2 hari
f. Setelah dokumen yang merupakan regulasi internal
disusun, berikut dengan programprogram kegiatan yang direncanakan, maka dilakukan implementasi sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan program kegiatan yang direncanakan. Pelaksanaan kegiatan implementasi tersebut diperkirakan dilaksana-kan dalam kurun waktu 5 sampai dengan 6 bulan,
dengan pendampingan 3 sampai dengan 5 kali @ 2
hari .
g. Penilaian Prasertifikasi oleh Tim Pendamping
h. Pengusulan Puskesmas yang siap diakreditasi dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupatenl Kota berdasarkan rekomendasi hasil Penilaian Prasertifikasi oleh Tim Pendamping Akreditasi.
2. Langkah Persiapan Akreditasi Klinik.
Klinik yang akan diakreditasi dapat mengajukan permohonan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mendapatkan pendampingan jika dibutuhkan . Pelaksanaan penyiapan akreditasi dilakukan oleh Tim Pendamping Akreditasi dan/atau Pihak Ketiga yang ditunjuk dengan langkahIangkah sebagai berikut:
a. Lokakarya di Klinik selama dua hari efektif untuk menggalang komitmen dan pemahaman tentang Standar dan Instrumen Akreditasi. pembentukan Panitia Persia pan Akreditasi. dan pembentukan Kelompok Kerja sesuai kebutuhan. misalnya dibentuk kelompok kerja sesuai dengan Bab dari ウエ。ョ、。セ@
akreditasi.
b. Pendampingan diikuti oleh seluruh karyawan untuk memahami secara rinci standar dan instrument akreditasi dan persiapan self-assessment
c. Pelaksanaan self-assessment oleh Panitia Persia pan Akreditasi.
d. Panitia Persiapan Akreditasi melakukan pembahasan hasil ウ・ャエ セ 。ウウ・ウウュ・ョエ@ bersama Tim Pendamping Akreditasi dan menyusun Rencana Aksi untuk persia pan akreditasi .
e. Penyiapan Dokumen Akreditasi . dengan tahapan : 1) Identifikasi dokumendokumen yang
dipersyarat-kan oleh standar akreditasi.
2) Penyiapan tata naskah penulisan dokumen termasuk di dalamnya pengendalian dokumen akreditasi yang meliputi pengaturan tentang kewenangan pembuatan , pemanfaatan dan penyimpanan seluruh dokumen puskesmas .
3} Penyiapan dokumen akreditasi a} dokumen internal, meliputi :
suratsurat keputusan pedoman mutu
pedomanpedoman yang terkait dengan pelayanan
kerangka acuan
standar prosedur operasional (SPO) rekam implementasi (dokumen sebagai bukti telusur) .
b} dokumen eksternal yang perlu disediakan Penyiapan dokumen sebagai regulasi internal tersebut membutuhkan waktu lebih kurang 4 bulan. Selama penyiapan dokumen dilakukan pendampingan lebih kurang 3 sampai dengan 5 kali @ 2 hari
f. Setelah dokumen yang merupakan regulasi internal disusun , berikut dengan programprogram kegiatan yang direncanakan, maka dilakukan implementasi sesuai dengan kebijakan, pedoman/panduan, prosedur dan program kegiatan yang direncanakan . Pelaksanaan kegiatan implementasi tersebut diperkirakan dilaksana-kan dalam kurun waktu 5 sampai dengan 6 bulan, dengan pendampingan 3 sampai dengan 5 kali @ 2 hari.
g. Penilaian Prasertifikasi oleh Tim Pendamping Akreditasi, untuk mengetahui kesiapan Klinik agar dapat diusulkan untuk dilakukan penilaian akreditasi.
3. Langkah Persiapan Akreditasi Praktik Dokter/Dokter Gigi. DokterlDokter Gigi yang menjalankan praktik mandiri dapat mengajukan permohonan kepada Dinas Kesehatan kabupaten/Kota untuk mendapatkan pendampingan jika dibutuhkan .. Pelaksanaan penyiapan akreditasi dilakukan oleh Tim Pendamping Akreditasi dan/atau Pihak Ketiga yang ditunjuk dengan langkahIangkah sebagai berikut:
a. Diskusi bersama dengan tim pendamping selama dua hari efektif untuk menggalang komitmen dan pemahaman tentang Standar dan Instrumen Akreditasi b. Pendampingan diikuti oleh dokter/dokter gigi dengan
karyawan yang membantu dokter menjalankan praktik mandiri untuk memahami secara rinci standar dan instrumen akreditasi dan persiapan selfassessment. c. Pelaksanaan selfassessment oleh dokter praktik
mandiri dan karyawan yang membantu.
d. Dokter praktik mandiri melakukan pembahasan hasil self assessment bersama Tim Pendamping Akreditasi dan menyusun Rencana Aksi untuk persiapan akreditasi. e. Penyiapan dokumen yang dipersyaratkan oleh standar
akreditasi, terutama prosedurprosedur pelayanan klinis yang disiapkan selama 3 sampai dengan 4 bulan. Pad a saat penyiapan dokumen dapat dilakukan pendampingan 3 kali @ 2 hari
f. Setelah prosedurprosedur dan program kegiatan untuk perbaikan direncanakan, maka dilakukan implementasi dengan kurun waktu 3 sampai dengan 5 bulan. Pad a saat implementasi dapat dilakukan pendampingan 3 kali @ 2 hari.
g. Penilaian Prasertifikasi oleh Tim PendampingAkreditasi, untuk mengetahui kesiapan dokter/dokter gigi agar dapat diusulkan untuk dilakukan penilaian akreditasi. h. Jika dokter/dokter gigi praktik siap untuk dinilai untuk
akreditasi, maka dokter/dokter gigi praktik mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota untuk dapat dilakukan survey akreditasi.
i. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengusulkan untuk dilakukan penilaian akreditasi terhadap dokterl dokter gigi, kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi untuk selanjutnya diteruskan kepada Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
B. Pendampingan Pasca Akreditasi :
Pendampingan pasca akreditasi dilakukan setiap 6 bulan sekali oleh Tim Pendamping Akreditasi , dengan langkahIangkah sebagai berikut:
a. Kepala Dinas Kabupaten/Kota menugaskan Tim Pendamping Akreditasi untuk menyusun jadual dan melaksanakan kegiatan pendamping pasca akreditasi bagi Puskesmas, klinik , dokter/dokter gigi praktik yang telah dilakukan survey akreditasi.
b. Tim Pendamping Akreditasi melakukan pendampingan sesuai dengan rekomendasi dari surveior akreditasi setiap enam bulan sekali untuk Puskesmas, klinik, praktik dokterl dokter gigi yang telah lulus akreditasi, sedangkan untuk yang belum lulus, dapat dilakukan pendampingan lebih dari satu kali sesuai dengan kebutuhan .
BABIV
PENUTUP
Dengan disusunnya pedoman pendampingan, diharapkan Puskesmas, klinik, dan praktik dokter/dokter gigi akan mengacu pada pedoman ini untuk mempersiapkan diri dalam membangun sistem manajemen mutu dan sistem pelayanan agar memenuhi standar akreditasi melalui pentahapan yang terencana dan sistematis.
LAMPIRAN 1. Kurikulum Pelatihan Pelatih (TOT) Pendamping Akreditasi Puskesmas.
KURIKULUM PELATIHAN
PENDAMPING AKREDITASI PUSKESMAS DAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk meningkatkan pelayanan sarana kesehatan dasar khususnya Puskesmas kepada masyarakat, dilakukan berbagai upaya peningkatan mutu dan kinerja antara lain dengan pembakuan dan pengembangan sistem manajemen mutu dan upaya perbaikan kinerja yang berkesinambungan baik pelayanan klinis, upaya Puskesmas dan manajerial. Akreditasi Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya merupakan salah satu mekanisme regulasi yang bertujuan untuk mendorong upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh lembaga independen yang diberikan kewenangan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia . Selain itu untuk mememnuhi persyaratan Puskesmas, dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya yang akan kerjasama dengan BPJS dipersyaratan lulus akreditasi sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional
Dalam pelaksanaan akreditasi dilakukan penilaian dengan menggunakan standar akreditasi yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia . Agar Puskesmas, dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya dapat memenuhi standar akreditasi dibutuhkan pendampingan oleh fasilitator yang kompeten agar Puskesmas , dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya
dapat membangun sistem pelayanan yang didukung oleh tata kelola yang baik dan kepemimpinan yang mempunyai komitmen yang tinggi untuk menyediakan pelayanan yang mutu, aman, dan terjangkau bagi masyarakat secara berkesinambungan. Untuk itu, perlu terlebih dahulu dilakukan Pelatihan bagi calom pendamping akreditasi Puskesmas yang akan melaksanakan pendampingan akreditasi baik Puskesmas, dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya.
Untuk dapat melaksanakan kegiatan pendampingan akreditasi diperlukan banyak pendamping yang terse bar di semua provinsi di Indonesia, oleh karena itu perlu dilakukan pelatihan pelatih pendamping akreditasi yang akan menghasilkan tenaga pelatih calon pendamping yang mampu merencanakan , menyelenggarakan , dan mengevaluasi pelatihan pendampingan akreditasi.
B. Filosofi Pelatihan
Dalam pelatihan pelatih pendamping akreditasi Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya digunakan nilainilai dan keyakinan yang menjiwai, mendasari dan memberikan identitas pad a sistem pelatihan sebagai berikut: 1. Pelatihan menerapkan prinsip pembelajaran orang
dewasa, dengan karakteristik :
a. Pembelajaran pad a orang dewasa adalah belajar pad a waktu, tempat, dan kecepatan yang sesuai untuk dirinya .
b. Setiap orang dewasa memiliki cara dan gaya belajar tersendiri dalam upaya belajar secara efektif.
c. Kebutuhan orang untuk belajar adalah karena adanya tuntutan untuk mengembangkan diri secara professional.
manusia sebagai diri pribadi dan anggota masyarakat.
e . Proses pembelajaran orang dewasa melalui pelatihan perlu memperhatikan penggunaan metode dan teknik yang dapat menciptakan suasana partisipatif.
2. Proses pelatihan memanfaatkan pengalaman peserta dalam melakukan akreditasi dan digunakan pada setiap tahap proses pembelajaran.
3. Proses pembelajaran lebih banyak memberi pengalaman melakukan sendiri secara aktif tahap-tahap akreditasi Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya, yaitu: menggunakan metode
"learning by doing ".
II. PERAN, FUNGSI DAN KOMPETENSI
A. Peran:
Setelah mengikuti pelatihan linatih berperan sebagai tenaga pelatih pend am ping akreditasi Puskesmas, Klinik , dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pelaksanaan pelatihan pendamping akreditasi
B. Fungsi:
Dalam melaksanakan perannya linatih mempunyai fungsi sebagai melaksanakan pelatihan pendamping akreditasi
C. Kompetensi
Untuk menjalankan fungsinya linatih memiliki kompetensi dalam :
1. Menjelaskan standar dan instrumen akreditasi Puskesmas, dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya,
2. Menyusun dokumen akreditasi Puskesmas . dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya
3. Melakukan self assesment
4. Memfasilitasi proses akreditasi Puskesmas. dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya
5. Melakukan audit internal akreditasi Puskesmas. dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya
6. Melaksanakan pelatihan pendamping akreditasi
III. TUJUAN PELATIHAN
A . Tujuan Pelatihan Umum
Setelah mengikuti pelatihan Inl peserta mampu merencanakan. melaksanakan . dan mengevaluasi pelatihan pendamping akreditasi Puskesmas . dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya sesuai dengan Standar Akreditasi. B. Tujuan Pelatihan Khusus
Setelah proses pelatihan diharapkan. peserta latih mampu: 1. Menjelaskan kebijakan Puskesmas . dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama lainnya
2. Menjelaskan Konsep mutu dan Kebijakan Akreditasi Puskesmas. dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya
3. Menjelaskan Standar dan instrumen akreditasi Puskesmas. dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya
4. Menyusun dokumen akreditasi
5. Melakukan self assesment akreditasi Puskesmas. dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya
6. Memfasilitasi proses akreditasi Puskesmas . dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya
8. Menerapkan prinsip pembelajaran orang dewasa melalui komunikasi efektif
9. Membuat rencana pembelajaran melalui penyusunan Satuan Acara Pembelajaran (SAP)
10. Mengembangkan keterampilan melalui berbagai metoda pembelajaran
11 . Merencanakan pelatihan dengan memanfaatkan media dan alat bantu pembelajaran
12. Menerapkan teknik presentasi efektif
13. Menciptakan suasana menyenangkan dalam suatu pelatihan (iklim pembelajaran)
14. Melakukan evaluasi pembelajaran
IV. STRUKTUR PROGRAM PELATIHAN AKREDITASI
PUSKESMAS DAN FASILITAS KESEHATAN TINGKAT
PERTAMA LAINNYA
Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, pelatihan calon pen damping akreditasi Puskesmas, dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya maka disusun materi yang akan diberikan secara rinci pada tabel berikut :
No Materi Jam Pelajaran
T P PL JML
A. Mater; Dasar 6
6 1. Kebij akan Pusk esm as dan Fa silitas Kesehat an TingkatPertama lainnya
3 3
2 . Kon sep mutu dan Kebijakan Akreditasi Pu ske sma s, dan
Fa silitas Keseha tan Tingkat Pertama la innya
3 3
B. Mater; Int; 36 58 14 108
1 . Standar dan In strumen akreditasi 8 8 16
2. Penyusunan dokumen akred itasi 2 6 8
3 . Akred ita si Puskesma s, dan Fa silitas Kesehatan Tingkat
Pertama lainnya
6 14 7 27
No Materi Jam Pelajaran
T P PL JML
b. Langkah persiapan akreditasi 1 2 3
c. Pelaksanaan akreditasi 1 2 3
d. Tata laksana survey/self assessment akreditasi 2 7 7 16
4 . Teknik Pendampingan dan Fasilitasi Pra dan Pa sca
Akreditasi
3 7 7 17
5. Tehnik audit internal 2 3 5
6. Tehnik Melatih 15 20 35
C. Mater; Penunjang 1 5
61. BLe (Membangun Kom i tmen Belajar) 3 3
2 . Penyusunan Rencana Tindak Lanjut 1 2 3
lumlah 43 63 14 120
V. GARISGARIS BESAR UPAYA PUSKESMAS PEMBELAJARAN
(GBPP)
A. Materi Dasar.
Materi Dasar 1 Kebijakan Puskesmas dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama lainnya.
Waktu 3 JPL (T = 3 JPL, P=O, PL = 0),
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah mengikuti pelatihan, peserta
memahami tentang Kebijakan
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) .
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
Metode Media dan
Alat Bantu Referensi Setelah pembelajaran selesai. peserta latih mampu menjelaskan tentang: 1. Kebijakan Puskesmas .
2. Kebija kan Klinik
1. Keb ijakan Puskesmas a. Konsep dasar
Puskesma s b. Tugas dan Fungsi
Puskesmas 2. Kebij akan Pemrintah
ten tang Fa silitas Kesehatan Tingkat Pertama 1.Ceramah. 2.Tanya jawab 1. Slide 2. LCD 3. Laptop 4. Flipchart 5. Spidol 1. Permenkes 75/2009 2 . Perm enkes
09/2014 3. Permenkes
2052/2011
Materi Dasar 2 Konsep mutu dan Kebijakan Akreditasi
Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya
Waktu 3 JPL (T
=
3 JPL, P=
0, PL=
0)Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) :
Setelah pengikuti pelatihan, peserta memahami Konsep mutu dan Kebijakan akreditasi Puskesmas, dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama lainnya
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK).
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
Metode Media dan
Alat Bantu
Referensi
Setelah pembelajaran sele sai. peserta latih mampu: menjelaskan tentang :
1 . Kon sep mutu pelaya nan kesehatan . 2. Penerapan mutu
pelayana n d i Fasyankes
3. Kebijakan Akreditasi Puskesma s, dan Fasilitas Ke sehatan Ti ngkat Pertama
lainnya
1. Ko nsep mutu Pelayanan kesehatan . 2. Pe nerapan mutu
pelayan an di Fasyanke s
3. Akreditasi Puskesmas. dan Fasilitas Ke sehatan Tingkat Pertama lainnya
l.Ceramah 2.Tanya
jawab
1. Slide 2. LCD
3 . Laptop 4. Flipchart
5. Spidol
l. Total Quality Manajemen Pelayanan Kesehatan 2. Permenkes tentang Akreditasi
3. Permenkes
B. Materi Inti
Materi Inti 1 Standar dan Instrumen Akreditasi .
Waktu 16 JPL (T = 8 JPL, P= 8 JPL, PL = 0
JPL)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) :
Setelah mengikuti pelatihan , peserta mampu menggunakan standar dan instrumen akreditasi untuk kajian awal.
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK).
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
Metode Media dan
Alat Bantu
Referensi
Setelah pembelajaran seles ai, peserta latih
mampu :
1. Menjela skan standar akreditasi 2. Menggunakan standar akreditasi 3. Menjelaskan Instrumen Akreditasi 4. Menggunakan
Instrume n penilaian
Akredit asi
1. Standar akre ditasi a. Pengertian b. Ruang lingkup
Stan dar Akreditasi 2. Cara Penggunaan standar akreditasi 3. Ins!rumen penilaian
akreditasi 4. Cara Penggunaan
Instru men Penilaian
Akreditasi Puskesmas, Kllinik, dan Prakt ik
Mandiri l.Ceramah 2.Tanya jawab 3.Penugasan 1. Slide LCD Laptop Flipchart セN@ Spidol
1. Standar akreditasi Puskesmas /Klinik/Pra ktik Mandiri 2 . In strume n
akreditasi Puskesmas
Klinik/Prak tik Mandi ri
Materi Inti 2 Penyusunan dokumen akreditasi
Waktu 8 JPL (T = 2 JPL , P= 6 JPL , PL
=
0 JPL)Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) :
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK).
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
Metode Media dan
Alat Bantu
Referensl
Setelah pembelajaran selesai. peserta latih
mampu :
1. Menjela sk an tentang: Dokumen dokumen akreditasi P u skesmas/K I in i kiP ra ktik Mandiri 2. Menjelaskan langkah
-la ngkah penvusunan dokumen 3. menyusun dokumen
akreditasi
Puskesm as/K lin i k/Fa s vankes Tingkat Pertama
A. Jeni s-jenis dokumen akreditasi Puskesmas/Klini k/Pr aktik Mandiri dan legalitas :
1. Kebijakan 2. Pedoman 3. Dokumen bukti
telusur vang lain. B.Mekanisme
penyusunan
dokumen akreditasi C.Penvusunan Dokumen
Akreditasi Puskesmas/Klinik/Pr aktik Mandiri 1.Ceramah 2.Tanva jawab 3. Penugasan Slide 12 LCD
セN@ Laptop
r
FlipchartセN@ Spidol
セ N@ Format Dokumen Akreditas i
l. Standar akreditasi Puskesmas/ Klinik/Prakti k Mandiri 2. Instrumen
akreditasi Puskesmas/ Klinik/Prakti k Mandiri 3. Pedoman
penyusunan dokumen akreditasi Puskesmas dan Fasvankes Tingkat Pertama
Materi Inti 3 Akreditasi Puskesmas dan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama lainnya
Waktu 27 JPL (T= 6 JPL, P = 14 JPL,PL = 7
JPL)
Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah pembahasan materi, peserta latih mampu melakukan self assesment akreditasi Puskesmas/KlinikJPraktik Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
Metode Media dan
Alat Bantu
Referensi
5etel ah proses belajar
menga;ar peserta latih
mampu :
1. Menjela sk an ketentuan
penilaian Akredita si Puskesmas, Klinik, dan
Praktik Mandiri . 2. Menjelas kan langkah
langkah persia pan akreditasi Puskesmas, Klinik , dan Praktik Mand iri.
3. Menjelaskan pelaksanaan akreditasi Puskesmas, Klinik, dan Praktik Mandiri
4., Melakukan self
assessment akreditasi Puskesmas, Klinik, dan Prakti k Mandiri
1. Ketentuan penilaian
akreditasi Puskesmas, Klinik dan Praktik Mandiri
2. Langkah persia pan