• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efek Kombinasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ((Cinnamomum burmannii (Nees & T.Nees) Blume)) dan Madu Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efek Kombinasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ((Cinnamomum burmannii (Nees & T.Nees) Blume)) dan Madu Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEK KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU

MANIS ((Cinnamomum burmannii (Nees & T.Nees) Blume))

DAN MADU TERHADAP PENURUNAN KADAR

GLUKOSA DARAH TIKUS JANTAN

SKRIPSI

OLEH: YOLIN HARTIKA

NIM 111524052

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI EFEK KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU

MANIS ((Cinnamomum burmannii (Nees & T.Nees) Blume))

DAN MADU TERHADAP PENURUNAN KADAR

GLUKOSA DARAH TIKUS JANTAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: YOLIN HARTIKA

NIM 111524052

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI EFEK KOMBINASI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU

MANIS ((Cinnamomum burmannii (Nees & T.Nees) Blume))

DAN MADU TERHADAP PENURUNAN KADAR

GLUKOSA DARAH TIKUS JANTAN

OLEH: YOLIN HARTIKA

NIM 111524052

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 21 Desember 2013

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi ini yang berjudul “Uji Efek Kombinasi Ekstrak Etanol

Ku-lit Kayu Manis ((Cinnamomum burmannii (Nees & T.Nees) Blume)) dan Madu

Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan”. Skripsi ini diajukan

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio

Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU yang telah

memberi-kan bantuan dan fasilitas selama masa pendidimemberi-kan. Bapak Prof. Dr. Urip

Hara-hap, Apt., dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., yang telah membimbing

penu-lis dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga

sele-sainya penulisan skripsi ini. Bapak Ginda Haro, M.Sc., Ph.D., Apt., selaku

do-sen wali yang telah membimbing penulis selama masa pendidikan. Ibu Prof.

Dr. Rosidah, M.Si., Apt., Bapak Drs. Saiful Bahri, M S., Apt., dan Ibu Poppy

Anjelisa Z. Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., sebagai dosen penguji yang telah

memberikan saran dan kritikan kepada penulis hingga selesainya penulisan

skripsi ini. Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku kepala Laboratorium

Far-makologi dan Toksikologi dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., selaku

Kepa-la Laboratorium Farmakognosi yang teKepa-lah memberika fasilititas dan bantuan

(5)

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus tiada terhingga kepada

Ayah Drs. Demmu Karo-karo, M.Pd., dan Ibu Suhartinah Pinem tercinta serta

Abang Niko Efrada, SE atas doa, dorongan dan semangat baik moril maupun

materil kepada penulis selama perkuliahan hingga selesainya penyusunan

skripsi ini. Kepada seluruh Staf Pengajar, Pegawai Tata Usaha dan

sahabat-sahabat (Irawinata Situmorang, Fery Nelsa Siahaan, Maria Susanti Manalu,

Novalya Frisley, dan Tri Ika Sinaga) yang telah membantu selama penelitian

hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih

me-miliki banyak kekurangan, olehkarena itu sangat diharapkan kritikan dan saran

yang menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Desember 2013

Penulis

(6)

Uji Efek Kombinasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ((Cinnamomum burmannii (Nees & T.Nees) Blume)) dan Madu

Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan ABSTRAK

Semua orang dapat mengidap diabetes melitus. Oleh karena itu, banyak penderita berusaha mengendalikan kadar glukosa darahnya menggunakan ba-han alam seperti kayu manis dan madu karena lebih murah dan mudah dipero-leh. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik simplisia, kandungan metabolit sekunder, dan efek kombinasi ekstrak etanol kayu manis-madu seba-gai penurunan kadar glukosa darah (KGD) dengan metode uji toleransi gluko-sa.

Penelitian ini meliputi karakterisasi dan skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, pengujian pada hewan dan pengukuran KGD dengan metode uji tole-ransi glukosa. Pada uji toletole-ransi glukosa, hewan uji dibagi dalam 9 kelompok perlakuan yaitu kelompok suspensi Na-CMC 1% bb; kelompok uji EEKKM dengan dosis 50; 100; dan 200 mg/kg bb; Madu 0,75; 1,5; 3 ml/kg bb; kombi-nasi EEKKM dan Madu (50 mg/kg bb dan 0,75 ml/kg bb) dan kelompok gli-benklamid dosis 0,45 mg/kg bb.

Hasil makroskopik kulit kayu manis yaitu: menggulung membujur, berwarna coklat kemerahan, dan berbau khas aromatik. Hasil mikroskopik simplisia kulit kayu manis adalah sklerenkim dan sel minyak, sel batu, serabut sklerenkim dan hablur kalsium oksalat. Hasil penetapan kadar air kulit kayu manis 7,98%; kadar sari larut air 6,39%; kadar sari larut etanol 22,15%; kadar abu total 3,25%; dan kadar abu tidak larut asam 0,31%. Hasil skrining kulit kayu manis menunjukkan flavonoid, glikosida, saponin, dan tanin. Hasil ma-kroskopik madu berupa cairan kental menyerupai sirup, berwarna coklat keme-rahan, memiliki bau dan rasa yang khas. Hasil mikroskopik madu adalah ser-buk sari. Hasil penetapan kadar madu terhadap kadar air 27,94%; kadar sari larut air 17,79%; kadar sari larut etanol 5,93%; kadar abu total 0%; dan kadar abu tidak larut asam 0%. Hasil skrining madu yaitu flavonoid dan glikosida.

Hasil analisis ANAVA menunjukkan bahwa pemberian EEKKM dosis 50; 100; dan 200 mg/kg bb, Madu 0,75; 1,5; dan 3 ml/kg bb memberikan penu-runkan KGD yang berbeda bermakna dengan kelompok kontrol dan gliben-klamid dan kombinasi EEKKM dan Madu (50 mg/kg bb dan 0,75 ml/kg bb) berbeda bermakna dengan kelompok kontrol dan tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan glibenklamid dosis 0,45 mg/kg bb (p < 0,05).

Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa EEKKM dosis 50; 100; 200 mg/kg bb; Madu 0,75; 1,5; 3 ml/kg bb mampu menurunkan KGD dan kombinasi EEKKM dan Madu mampu menurunkan KGD secara sinergis dan lebih baik jika dibandingkan dengan masing-masing kelompok EEKKM 50 mg/kg bb maupun madu 0,75 ml/kg bb dengan metode uji toleransi glukosa.

(7)

Effect of Ethanol Extract of Cinnamon Cortex

((Cinnamomum burmannii (Nees & T.Nees) Blume)) and Honey Combina-tion in Decreasing Blood Glucose Levels in Male Rats

ABSTRACT

Everyone can ail from diabetes mellitus. Therefore, many patient try to control their blood glucose level with natural products such as cinnamon and honey because they are cheaper and can be obtained easily. The objective of this research is to understand the characterization of symplicia, second metabo-lites content, and the effect combination of ethanol extract of cinnamon-honey in decreasing blood glucose level using glucose tolerance test method.

This research includes the characterization and phytochemical screening of simplicia and extracts, experiment in animals and measurement KGD with methods glucose tolerance test. In glucose tolerance test, male mice divided into group used Na-CMC suspension 1% bw, ethanol extract of cinna-mon cotex (EEKKM) with 50; 100; and 200 mg/kg bw; honey with 0.75; 1.5; and 3 ml/kg bw; combination of ethanol extract of cinnamon and honey (50 mg/kg bw and 0.75 mg/kg bw) and glibenclamide 0.45 mg/kg bw.

Result of cinnamon symplicia macroscopic is stretch roll, reddish-brown colour and aromatic odor. Microscopic of cinnamon showed scleren-chyma and oil cells, stone cells, and free sclerenscleren-chyma. The result of characte-rization in cinnamon symplicia obtained 7.98% water content; 6.39% water-soluble extract content; 22.15% ethanol-water-soluble extract content; 3.25% total ash content; and 0.31% acid-insoluble ash content. Phythochemical screening of cinnamon showed the presence of flavonoids, glycoside, saponins and tan-nins. Result of honey macroscopic is thick liquid, reddish brown colour and has a particular odor and taste. Result of honey microscopic showed pollen. The result of characterization of honey obtained 27.94% water content; 17,79% wa-ter-soluble extract content; 5.93% ethanol-soluble extract content; 0% total ash content and 0% acid-insoluble ash content. Phythochemical screening of honey showed the presence of flavonoids and glycosides.

ANOVA analysis showed ethanol extract of cinnamon (EEKKM) 50; 100; 200 mg/kg bw and honey with 0.75; 1.5 and 3 ml/kg bw gave significant decreasing of blood glucose level compared to control group and glibenclamide group and the combination of ethanol extract of cinnamon and honey (50 mg/kg bw and 0.75 ml/kg bw) gave significant difference results compared to control group but not significant to glibenclamide 0.45 mg/kg bw (p < 0.05).

According to above results, the conclusion is EEKKM with 50; 100; and 200 mg/kg bw; honey 0.75; 1.5; and 3 ml/kg bw can decrease blood glu-cose level and combination of EEKKM and honey can decrease blood gluglu-cose level synergically and it is way better compared to ethanol extract of cinnamon with 50 mg/kg bw and honey 0.75 ml/kg bw.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kayu Manis ... 8

2.1.1 Morfologi Tumbuhan Kayu Manis ... 8

(9)

2.1.3 Kandungan Kayu Manis ... 9

2.2 Madu ... 9

2.2.1 Kandungan Madu ... 10

2.3 Ekstrak ... 10

2.4 Metabolisme glukosa ... 12

2.5 Diabetes Melitus ... 14

2.5.1 Klasifikasi diabetes melitus ... 15

2.5.2 Diagnosis diabetes melitus ... 16

2.5.3 Manajemen pengobatan diabetes melitus ... 17

2.5.4 Monitoring diabetes melitus ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Alat-alat ... 21

3.2 Bahan-bahan ... 21

3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia ... 22

3.3.1 Pengambilan Bahan ... 22

3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ... 22

3.3.3 Pembuatan Simplisia ... 22

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 22

3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik dan Organoleptik ... 23

3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 23

3.4.3 Penetapan Kadar Air ... 23

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ... 24

(10)

3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 25

3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut dalam Asam ... 25

3.5 Skrining Fitokimia Simplisia ... 26

3.5.1 Pemeriksaan Flavanoid ... 26

3.5.2 Pemeriksaan Alkaloid ... 26

3.5.3 Pemeriksaan Saponin ... 27

3.5.4 Pemeriksaan Tanin ... 27

3.5.5 Pemeriksaan Glikosida ... 27

3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... 28

3.6 Proses Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (EEKKM) ... 28

3.7 Pemeriksaan Karakteristik EEKKM ... 29

3.8 Skrining Fitokimia EEKKM ... 29

3.9 Penyiapan Hewan Percobaan ... 29

3.10 Pembuatan Pereaksi ... 30

3.10.1 Pembuatan Larutan Glukosa 50% ... 30

3.10.2 Pembuatan Suspensi Na-CMC 0,5% b/v ... 30

3.10.3 Pembuatan Suspensi Glibenklamid Dosis 0,45 mg/kg bb ... 30

3.10.4 Pembuatan Suspensi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ... 30

3.11 Pengujian Penurunan Kadar Glukosa Darah EEKKM-Madu 31 3.11.1 Penggunaan Blood Glucose Test Meter “EasyTouch® GCU” ... 31

(11)

3.11.3 Pengujian Penurunan KGD EEKKM dan Madu

dengan Metode Toleransi Glukosa ... 32

3.12 Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

4.1 Karakteristik Simplisia ... 34

4.2 Skrining Fitokimia ... 35

4.3 Hasil Uji Farmakologi ... 36

4.3.1 Hasil Pengujian Efek dengan Metode Uji Toleransi Glukosa ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kategori Status Glukosa ... 17

Tabel 4.1 Hasil Penetapan Kadar Simplisia Kulit Kayu Manis,

Madu, dan Ekstrak Etanol Kayu Manis (EEKKM) ... 35

Tabel 4.2 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Kulit Kayu Manis,

Madu dan Ekstrak Etanol Kayu manis (EEKKM) ... 36

Tabel 4.3 Kadar Glukosa Darah Rata–rata Metode Uji

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Skema Kerangka Penelitian ... 7

Gambar 2.1 Pelepasan Insulin Secara Skematis ... 14

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Hasil Determinasi Tumbuhan Kulit Kayu

Manis Cinnamomum burmannii (Nees &

T.Nees) Blume . ... 52

Lampiran 7 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Air Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis ... 59

Lampiran 8 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis ... 60

Lampiran 9 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis .... 61

Lampiran 10 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Total Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis ... 62

Lampiran 11 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Serbuk Simplisia Kulit Kayu Manis ... 63

Lampiran 12 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Air Simplisia Madu . ... 64

Lampiran 13 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air Simplisia Madu ... 65

Lampiran 14 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol Simplisia Madu ... 66

Lampiran 15 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Total Simplisia Madu ... 67

(15)

Larut Asam Simplisia Madu ... 68

Lampiran 17 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Air Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (EEKKM) ... 69

Lampiran 18 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (EEKKM) ... 70

Lampiran 19 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (EEKKM) ... 71

Lampiran 20 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Total Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (EEKKM) ... 72

Lampiran 21 Perhitungan Hasil Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (EEKKM) ... 73

Lampiran 22 Tabel Maksimum Larutan Sediaan Uji untuk Hewan 74

Lampiran 23 Tabel Konversi Dosis Hewan dengan Manusia ... 75

Lampiran 24 Contoh Perhitungan Dosis ... 76

Lampiran 25 Data Pengukuran KGD Uji Toleransi Glukosa ... 81

Lampiran 26 Tabel hasil uji normalitas data ... 86

Lampiran 27 Tabel hasil analisis statistik ANOVA ... 87

(16)

Uji Efek Kombinasi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis ((Cinnamomum burmannii (Nees & T.Nees) Blume)) dan Madu

Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Jantan ABSTRAK

Semua orang dapat mengidap diabetes melitus. Oleh karena itu, banyak penderita berusaha mengendalikan kadar glukosa darahnya menggunakan ba-han alam seperti kayu manis dan madu karena lebih murah dan mudah dipero-leh. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik simplisia, kandungan metabolit sekunder, dan efek kombinasi ekstrak etanol kayu manis-madu seba-gai penurunan kadar glukosa darah (KGD) dengan metode uji toleransi gluko-sa.

Penelitian ini meliputi karakterisasi dan skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, pengujian pada hewan dan pengukuran KGD dengan metode uji tole-ransi glukosa. Pada uji toletole-ransi glukosa, hewan uji dibagi dalam 9 kelompok perlakuan yaitu kelompok suspensi Na-CMC 1% bb; kelompok uji EEKKM dengan dosis 50; 100; dan 200 mg/kg bb; Madu 0,75; 1,5; 3 ml/kg bb; kombi-nasi EEKKM dan Madu (50 mg/kg bb dan 0,75 ml/kg bb) dan kelompok gli-benklamid dosis 0,45 mg/kg bb.

Hasil makroskopik kulit kayu manis yaitu: menggulung membujur, berwarna coklat kemerahan, dan berbau khas aromatik. Hasil mikroskopik simplisia kulit kayu manis adalah sklerenkim dan sel minyak, sel batu, serabut sklerenkim dan hablur kalsium oksalat. Hasil penetapan kadar air kulit kayu manis 7,98%; kadar sari larut air 6,39%; kadar sari larut etanol 22,15%; kadar abu total 3,25%; dan kadar abu tidak larut asam 0,31%. Hasil skrining kulit kayu manis menunjukkan flavonoid, glikosida, saponin, dan tanin. Hasil ma-kroskopik madu berupa cairan kental menyerupai sirup, berwarna coklat keme-rahan, memiliki bau dan rasa yang khas. Hasil mikroskopik madu adalah ser-buk sari. Hasil penetapan kadar madu terhadap kadar air 27,94%; kadar sari larut air 17,79%; kadar sari larut etanol 5,93%; kadar abu total 0%; dan kadar abu tidak larut asam 0%. Hasil skrining madu yaitu flavonoid dan glikosida.

Hasil analisis ANAVA menunjukkan bahwa pemberian EEKKM dosis 50; 100; dan 200 mg/kg bb, Madu 0,75; 1,5; dan 3 ml/kg bb memberikan penu-runkan KGD yang berbeda bermakna dengan kelompok kontrol dan gliben-klamid dan kombinasi EEKKM dan Madu (50 mg/kg bb dan 0,75 ml/kg bb) berbeda bermakna dengan kelompok kontrol dan tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan glibenklamid dosis 0,45 mg/kg bb (p < 0,05).

Berdasarkan hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa EEKKM dosis 50; 100; 200 mg/kg bb; Madu 0,75; 1,5; 3 ml/kg bb mampu menurunkan KGD dan kombinasi EEKKM dan Madu mampu menurunkan KGD secara sinergis dan lebih baik jika dibandingkan dengan masing-masing kelompok EEKKM 50 mg/kg bb maupun madu 0,75 ml/kg bb dengan metode uji toleransi glukosa.

(17)

Effect of Ethanol Extract of Cinnamon Cortex

((Cinnamomum burmannii (Nees & T.Nees) Blume)) and Honey Combina-tion in Decreasing Blood Glucose Levels in Male Rats

ABSTRACT

Everyone can ail from diabetes mellitus. Therefore, many patient try to control their blood glucose level with natural products such as cinnamon and honey because they are cheaper and can be obtained easily. The objective of this research is to understand the characterization of symplicia, second metabo-lites content, and the effect combination of ethanol extract of cinnamon-honey in decreasing blood glucose level using glucose tolerance test method.

This research includes the characterization and phytochemical screening of simplicia and extracts, experiment in animals and measurement KGD with methods glucose tolerance test. In glucose tolerance test, male mice divided into group used Na-CMC suspension 1% bw, ethanol extract of cinna-mon cotex (EEKKM) with 50; 100; and 200 mg/kg bw; honey with 0.75; 1.5; and 3 ml/kg bw; combination of ethanol extract of cinnamon and honey (50 mg/kg bw and 0.75 mg/kg bw) and glibenclamide 0.45 mg/kg bw.

Result of cinnamon symplicia macroscopic is stretch roll, reddish-brown colour and aromatic odor. Microscopic of cinnamon showed scleren-chyma and oil cells, stone cells, and free sclerenscleren-chyma. The result of characte-rization in cinnamon symplicia obtained 7.98% water content; 6.39% water-soluble extract content; 22.15% ethanol-water-soluble extract content; 3.25% total ash content; and 0.31% acid-insoluble ash content. Phythochemical screening of cinnamon showed the presence of flavonoids, glycoside, saponins and tan-nins. Result of honey macroscopic is thick liquid, reddish brown colour and has a particular odor and taste. Result of honey microscopic showed pollen. The result of characterization of honey obtained 27.94% water content; 17,79% wa-ter-soluble extract content; 5.93% ethanol-soluble extract content; 0% total ash content and 0% acid-insoluble ash content. Phythochemical screening of honey showed the presence of flavonoids and glycosides.

ANOVA analysis showed ethanol extract of cinnamon (EEKKM) 50; 100; 200 mg/kg bw and honey with 0.75; 1.5 and 3 ml/kg bw gave significant decreasing of blood glucose level compared to control group and glibenclamide group and the combination of ethanol extract of cinnamon and honey (50 mg/kg bw and 0.75 ml/kg bw) gave significant difference results compared to control group but not significant to glibenclamide 0.45 mg/kg bw (p < 0.05).

According to above results, the conclusion is EEKKM with 50; 100; and 200 mg/kg bw; honey 0.75; 1.5; and 3 ml/kg bw can decrease blood glu-cose level and combination of EEKKM and honey can decrease blood gluglu-cose level synergically and it is way better compared to ethanol extract of cinnamon with 50 mg/kg bw and honey 0.75 ml/kg bw.

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes merupakan

penyakit orang tua atau penyakit yang timbul karena faktor keturunan. Padahal

diabetes merupakan penyakit yang tidak pandang bulu. Semua kalangan dapat

mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

Sebelum zaman kemerdekaan, angka penderita diabetes melitus

cenderung rendah karena pola makan masyarakat masih sederhana. Saat ini,

angka penderita diabetes melitus cenderung meningkat signifikan. Kondisi ini

didukung oleh pola makan yang berubah menjadi makanan cepat saji, makanan

berlemak dan berkarbohidrat tinggi yang melebihi jumlah kalori makanan yang

dibutuhkan oleh tubuh dan faktor genetik juga dapat memicu timbulnya

penyakit diabetes melitus. Jika tidak ditangani secara serius, akan

mengakibatkan komplikasi bahkan dapat menimbulkan kematian. Pengobatan

secara medis dengan obat-obatan modern dan suntikan kadang sulit dilakukan

karena tingginya biaya pengobatan dan membutuhkan pengobatan jangka

panjang. Untuk itu, sebagai salah satu alternatifnya adalah dengan

menggunakan obat tradisional (Hembing, 2004).

Indonesia merupakan negara yang kaya sumber bahan alam, beragam

tumbuhan hidup di Indonesia, termasuk tumbuhan yang berkhasiat obat.

(19)

terutama untuk keperluan obat-obatan dalam rangka mengatasi

masalah-masalah kesehatan (Dalimartha, 2000). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

juga telah merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk obat herbal

dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan, dan pengobatan

pe-nyakit.

Bahan alam yang memiliki efek antidiabetes diantaranya adalah kayu

manis dan madu. Kombinasi madu dan kayu manis telah digunakan dalam

pengobatan India dan Cina selama berabad-abad. Kedua bahan dengan

kemampuan penyembuhan yang unik tersebut memiliki sejarah panjang

sebagai obat tradisional. Keduanya tidak hanya digunakan sebagai minuman

penyedap dan obat, melainkan juga sebagai zat pembalseman dan digunakan

sebagai alternatif pengawet makanan tradisional karena adanya sifat

antimikroba yang efektif. Masyarakat telah mengklaim bahwa campuran

tersebut adalah obat alami untuk berbagai penyakit dan menjadi formula untuk

berbagai manfaat kesehatan seperti: penyakit jantung, kerontokan rambut, sakit

gigi, demam, pencernaan, anti-penuaan, jerawat, obesitas, diabetes dan

pernafasan yang buruk (Nurmalina, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hananti, dkk.,

(2012), menyatakan bahwa ekstrak etanol kulit kayu manis dosis 50, 100, dan

200 mg/kg bb mampu menurunan kadar glukosa darah pada mencit jantan yang

diinduksi glukosa 2 g/kg bb dengan metode uji toleransi glukosa. Penurunan

kadar glukosa darah diduga disebabkan oleh adanya senyawa tanin yang

(20)

Selain itu, Anderson, et al., (2004), mendeterminasikan komponen bioaktif

dari kayu manis yaitu doubly-linked procyanidin type-A polymers yang

meru-pakan bagian dari epicatechin/catechin yang selanjutnya disebut sebagai

me-thylhydroxychalcone polymer (MHCP). MHCP merupakan senyawa aktif pada

kayu manis memiliki sifat meningkatkan insulin, meningkatkan metabolisme

glukosa dalam hal penyerapan glukosa, transpor glukosa ke seluruh sel, dan

sintesis glikogen (Roy, et al., 2009). Kayu manis juga memiliki senyawa kafeat

dan sinamat memberikan khasiat inhibitor α-glukosidase. Penghambatan α

-glukosidase pada usus mamalia mampu menurunkan kadar glukosa darah

(Ngadiwiyana, dkk., 2011).

Para ilmuwan juga sependapat khasiat kayu manis dan madu

menak-jubkan dalam penyembuhan berbagai penyakit. Madu yang ditambahkan kayu

manis selain menjadi obat, memberi rasa harum, rasa manis dan hangat juga

merupakan pasangan yang cocok untuk dikonsumsi (Nurmalina, 2012).

Mere-kapun menyatakan walaupun madu itu manis akan tetapi jika dikonsumsi

den-gan tepat, tidak membahayakan penderita diabetes. Menurut Sakri, (2012),

untuk mendapatkan khasiat dari madu harus mengonsumsi secara teratur pagi,

siang dan malam yaitu pada orang dewasa 30 gram atau 1 sendok makan dan

pada anak-anak 15 gram atau ½ sendok makan madu. Glukosa yang terdapat

dalam madu akan terserap langsung oleh darah sehingga menghasilkan energi

secara cepat bila dibandingkan dengan gula biasa. Di samping kandungan

gu-lanya yang tinggi (fruktosa 41,0%; glukosa 35%; sukrosa 1,9%) madu juga

(21)

seperti: enzim diastase (Sakri, 2012) serta kandungan nutrisi yang berfungsi

sebagai antioksidan seperti vitamin C, vitamin A, vitamin E, asam organik,

dan flavonoid (Anonim, 2010).

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti tertarik

untuk melakukan karakterisasi simplisia, ekstrak dan mengukur kadar glukosa

darah dosis kombinasi antara ekstrak etanol kulit kayu manis dan madu

terha-dap efek penurunan kadar glukosa darah dengan menggunakan tikus jantan

se-bagai hewan coba.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam

pene-litian adalah:

a. apakah dengan melakukan karakterisasi simplisia kulit kayu manis dan

madu diperoleh karakteristik simplisia?

b. apakah golongan senyawa kimia yang terkandung dalam simplisia kulit

kayu manis dan madu?

c. apakah ekstrak etanol kulit kayu manis (EEKKM) memiliki efek

penuru-nan kadar glukosa darah (KGD) dengan metode uji toleransi glukosa?

d. apakah madu memiliki efek penurunan kadar glukosa darah (KGD)

dengan metode uji toleransi glukosa?

e. apakah kombinasi ekstrak etanol kulit kayu manis (EEKKM) dan madu

memiliki efek penurunan kadar glukosa darah (KGD) dengan metode uji

(22)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis dalam penelitian

ini adalah:

a. karakteristik simplisia kulit kayu manis dan madu dapat diperoleh dengan

melakukan karakterisasi simplisia.

b. kandungan golongan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia kulit

kayu manis dan madu adalah golongan alkaloid, flavonoid, glikosida,

saponin, tanin dan steroid.

c. ekstrak etanol kulit kayu manis (EEKKM) memiliki efek penurunan

ka-dar glukosa ka-darah (KGD) dengan metode uji toleransi glukosa.

d. madu memiliki efek penurunan kadar glukosa darah (KGD) dengan

metode uji toleransi glukosa.

e. kombinasi ekstrak etanol kulit kayu manis (EEKKM) dan madu memiliki

efek penurunan kadar glukosa darah (KGD) dengan metode uji toleransi

glukosa.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. untuk mengetahui karakteristik simplisia kulit kayu manis dan madu

b. untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat dalam

(23)

c. untuk mengetahui efek ekstrak etanol kulit kayu manis (EEKKM) sebagai

penurunan kadar glukosa darah (KGD)

d. untuk mengetahui efek madu sebagai penurunan kadar glukosa darah

(KGD)

e. untuk mengetahui efek kombinasi ekstrak etanol kulit kayu manis

(EEKKM) dan madu sebagai penurunan kadar glukosa darah (KGD)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memberi informasi kepada masyarakat

tentang efek penurunan kadar glukosa darah (KGD) dari kombinasi ekstrak

etanol kulit kayu manis (EEKKM) dan madu.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap tikus jantan dengan metode uji toleransi

glukosa. Terdapat lima variabel yaitu suspensi Na-CMC 0,5% b/v dosis 1% bb,

variasi dosis ekstrak kulit kayu manis, variasi dosis madu, dosis kombinasi

ek-strak etanol kulit kayu manis-madu dan obat pembanding yaitu glibenklamid

sebagai variabel bebas dan kadar glukosa darah tikus (mg/dl) sebagai variabel

(24)

Variabel bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Skema kerangka penelitian

Kulit Kayu 5. Kadar sari larut etanol 6. Kadar abu total

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Manis

Pada pasar luar negeri terdapat dua jenis minyak kayu manis. Pertama,

minyak kayu manis asal Sri Langka yang disebut Cinnamon bark oil, diperoleh

dari penyulingan kulit kayu manis (Cinnamomum zeylanicum/Ceylon

cinnamon). Kedua, minyak kayu manis asal Cina, dihasilkan dari penyulingan

kulit manis (C. cassia/Chinese cinnamon), disebut cassia oil. Kayu manis yang

banyak dibudidayakan di Indonesia terutama di Sumatera Barat, Jambi dan

Sumatera Utara adalah jenis C. burmanii (Batavia cinnamon). Kayu manis

jenis ini belum banyak diproduksi minyaknya, tetapi masih diekspor sebagai

kulit kering yang disebut cassia vera. Namun hasil pengujian menunjukkan

bahwa karakteristik minyak C. burmanii hampir sama dengan minyak C.

zeylanicum dan C. cassia (Hapsoh, dkk., 2011).

2.1.1 Morfologi tumbuhan kayu manis

Kayu manis dapat ditemukan tumbuh liar di hutan pada ketinggian

0-2.000 m dpl. Namun, tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur, agak

berpa-sir. Pohon memiliki tinggi 5 - 15 m, kulit berwarna abu-abu tua, berbau khas,

kayu berwarna merah atau coklat muda. Bentuk daun elips memanjang, ujung

meruncing, pangkal runcing, tepi rata. Daun muda berwarna merah pucat,

(26)

2.1.2 Sistematika tumbuhan kayu manis

Berikut adalah sistematika tumbuhan (Ditjen POM, 2000):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Ranales

Suku : Lauraceae

Marga : Cinnamomum

Jenis : Cinnamomum burmani Bl.

2.1.3 Kandungan kayu manis

Kulit batang dan daun Cinnamomum burmani mengandung minyak

at-siri, saponin dan flavonoida. Di samping itu, kulit batangnya mengandung

tan-nin, daunnya mengandung alkaloida dan polifenol (Depkes RI, 2000).

Penelitian terhadap minyak atsiri dari Cinnamomum burmannii yang berasal

dari Guangzhou, Cina yang dilakukan oleh Wang, dkk pada tahun 2009

melaporkan bahwa komponen mayor minyak atsiri yang terkandung adalah

transsinamaldehid (60,72%), eugenol (17,62%) dan kumarin (13,39%)

(Hapsoh, dkk., 2011).

2.2 Madu

Madu merupakan sebuah cairan yang menyerupai sirup yang dihasilkan

(27)

pemanis lainnya. Rasa manis itu berasal dari cairan manis (nektar) yang

terda-pat pada bunga maupun ketiak daun yang dihisap lebah. Madu dihasilkan dari

dua jenis lebah, yaitu lebah liar dan lebah budidaya. Madu lebah liar berasal

dari pohon yang berbatang tinggi yang disebut oleh masyarakat dengan nama

pohon sialang. Warna madunya juga cenderung pekat. Sedangkan madu lebah

budidaya berasal dari tanaman rendah seperti tanaman buah-buahan maupun

tanaman pertanian, warna madu yang cenderung cerah (Sakri, 2012).

2.2.1 Kandungan madu

Madu memiliki kandungan gula yang tinggi, yaitu fruktosa (41 persen),

glukosa (35 persen), sukrosa (1,9 persen), serta unsur kandungan lain seperti

tepung sari yang ditambah berbagai enzim pencernaan (Sakri, 2012). Madu

memang merupakan campuran dari gula dan senyawa lainnya seperti vitamin

C, vitamin A, vitamin E, asam organik, flavonoid serta mineral. (Anonim,

2010). Semua kandungan tersebut dapat digunakan sebagai pengobatan

tradisional, antibodi, antioksidan dan antikanker. Oleh karena itu madu banyak

digunakan untuk pengobatan alternatif (Sakri, 2012).

2.3 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang

(28)

Metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) dan Syamsuni (2007)

ada beberapa cara, yaitu: cara dingin dan cara panas.

2.3.1 Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi merupakan suatu proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada

temperatur ruangan (kamar).

b. Perkolasi

Perkolasi merupakan suatu cara penyarian simplisia dengan menggunakan

per-kolator dimana simplisianya terendam dalam pelarut yang selalu baru dan

umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Prosesnya terdiri dari tahapan

pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(pe-netesan dan penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak

(perkolat).

2.3.2 Cara Panas

a. Refluks

Refluks merupakan suatu cara ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik.

b. Sokletasi

Sokletasi merupakan suatu cara ekstraksi kontinu dengan menggunakan alat

soklet, dimana pelarut akan terkondensasi dari labu menuju pendingin,

(29)

sifon juga terisi dengan larutan ekstraksi dan ketika mencapai bagian atas

ta-bung sifon, larutan tersebut akan kembali ke dalam labu.

c. Digesti

Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

tempe-ratur yang lebih tinggi dari tempetempe-ratur kamar, umumnya dilakukan pada suhu

40-50oC.

d. Infus

Infus merupakan suatu cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut air pada

tem-peratur 90oC selama 15 menit.

e. Dekok

Dekok merupakan suatu cara ekstraksi pada suhu 90oC dengan menggunakan

pelarut air selama 30 menit.

2.4 Metabolisme Glukosa Berperan Dalam Pelepasan Insulin

Insulin dihasilkan oleh pankreas yaitu sel β pankreas. Pelepasan insulin

dirangsang oleh sejumlah besar zat endogen dan eksogen. Glukosa merupakan

salah satu zat eksogen yang menjadi penentu utama fungsi sel β dalam

mensintesis maupun melepaskan insulin (Lawrence, 2005).

Setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa, proses sekresi insulin

diperngaruhi beberapa tahap. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati

membran sel. Untuk dapat melewati membran sel β dibutuhkan bantuan

(30)

terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme

glukosa. Fungsinya sebagai “ kendaraan” pengangkut glukosa masuk dari luar

ke dalam sel jaringan tubuh. Glucose tansporter 2 (GLUT 2) yang terdapat

dalam sel beta, misalnya diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari

dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan

selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami fosforilasi di dalam sel dan

kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk,

dibutuhkan untuk tahapan selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K

channel pada membran sel. Penutupan kanal ini berakibat terhambatnya

pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap

depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca

channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga

meningkatkan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi

insulin (Manaf, 2010).

Insulin kemudian berikatan dengan reseptor di permukaan sel pada

jaringan target. Adapun jaringan target yang penting untuk pengaturan

homeostatis glukosa adalah hati, otot dan lemak. Selain itu, insulin juga bekerja

pada sel darah, sel otak dan sel gonad. Interaksi antara insulin dan reseptor

menghasilkan sinyal yang ditransmisikan kedalam sel untuk mengaktifasi

berbagai jalur anabolik dan menghambat prose katabolik. Kerja anabolik

insulin ini mencakup transpor glukosa, sintesis glikogen, lipid dan protein.

Transpor glukosa ke dalam sel otot rangka dan adiposa diperantarai oleh

(31)

Glukosa dalam sel selanjutnya dapat dimetabolisme dengan berbagai cara.

Dalam otot rangka dan hati, glukosa disimpan dalam bentuk glikogen

(glikogenesis) untuk dapat dipakai kembali (glikogenolisis). Di dalam sel

lemak, glukosa dimetabolisme menjadi asetil koA yang kemudian digunakan

untuk mensintesis asam lemak. Pengesteran asam lemak dengan gliserol

menghasilkan trigliserida yang merupakan bentuk penyimpanan energi (Manaf,

2010).

Sistematika pelepasan insulin dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1

(Powers, 2008).

Gambar 2.1 Pelepasan Insulin secara skematis dikutip dari: Powers, A.C.

(2008). Diabetes Mellitus. Editor: Fauci, S.A., Braunwald, E.,

Kasper, D.L., Hauser, S.L., Longo, D.L., Jameson, J.L dan

Los-calzo, J. Dalam: Harrison’s Principles Of Internal Medicine.

Edi-si Ketujuh Belas. New York: The Mc Graw-Hill Companies, Inc.

(32)

2.5 Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dimana adanya gangguan dalam metabolisme lemak, karbohidrat, dan protein

yang ditandai dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena akibat

penurunan dalam sekresi insulin, sensitivitas insulin, atau keduanya (Triplitt,

dkk., 2008).

Sindroma resistensi insulin adalah suatu kondisi dimana terjadi

penurunan sensitivitas insulin terhadap jaringan sehingga terjadi peningkatan

sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel beta pankreas. Intoleransi

glukosa merupakan salah satu manifestasi sindrom metabolik yang dapat

menjadi awal suatu diabetes melitus (Soegondo, 2010).

Diabetes melitus (DM) mempunyai sindroma klinik yang ditandai

adanya poliuria, polidipsia, dan polifagia, disertai peningkatan kadar glukosa

darah atau hiperglikemia (kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl atau postprandial ≥

200 mg/dl atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl) (Suherman, 2007).

2.5.1 Klasifikasi diabetes melitus

Berdasarkan Triplitt, dkk., 2008, diabetes melitus dapat dibagi menjadi:

a. Diabetes melitus tipe 1 (DM 1), merupakan diabetes yang mengalami

kerusakan sel β pankreas yang menyebabkan kekurangan insulin absolut.

Diabetes Melitus tipe 1 dikenal dengan nama Insulin Dependent Diabetes

Mel-litus (IDDM), terjadi karena adanya kerusakan sel pankreas (reaksi autoimun)

menyebabkan defisiensi absolut fungsi sel beta pankreas. Bila kerusakan sel

(33)

Peru-sakan sel beta ini lebih cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian

besar penderita diabetes melitus tipe 1 mempunyai antibodi yang menunjukkan

adanya proses autoimun, dan sebagian kecil tidak terjadi proses autoimun.

Kondisi ini digolongkan sebagai type 1 idiopathic. Sebagian besar (75%) kasus

terjadi < 20 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada setiap usia. Prevalensi DM tipe

1 ini masih sedikit dalam populasi.

b. Diabetes melitus tipe 2, merupakan diabetes yang disebabkan oleh

resis-tensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal. Diabetes Melitus tipe 2

meru-pakan 90% dari kasus DM dikenal sebagai Non Insulin Dependent Diabetes

Mellitus (NIDDM). Pada diabetes ini terjadi penurunan kemampuan insulin

be-kerja di jaringan perifer (insulin resistance) dan disfungsi sel beta. Akibatnya,

pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk

mengkompen-sasi insulin resistance. Kedua hal ini menyebabkan terjadinya defisiensi insulin

relatif. DM tipe 2 ini sering dijumpai pada individu yang obesitas. Kasus ini

umumnya dijumpai pada usia > 30 tahun.

c. Diabetes tipe lain, merupakan diabetes yang disebabkan oleh adanya

ke-lainan genetik pada fungsi sel beta pankreas, keke-lainan insulin, infeksi,

pankrea-titis, pankreatomi, obat-obatan dan kelainan genetik lainnya.

d. Diabetes gestasional (diabetes kehamilan) merupakan diabetes yang timbul

selama kehamilan.

2.5.2 Diagnosis diabetes melitus

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa

(34)

darah plasma vena. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis DM dan

gangguan toleransi glukosa dapat juga dilihat dari keluhan khas DM

berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan. Keluhan

lain yang mungkin dikemukakan pasien berupa lemas, kesemutan, luka yang

sulit sembuh, gatal-gatal, mata kabur (Purnamasari, 2009).

Kategori status glukosa darah puasa (GDP) dan tes toleransi glukosa oral

(OGTT) menurut Triplitt, et al., (2008) dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kategori Status Glukosa

Kategori Status Glukosa Glukosa Darah

Puasa (GDP)

Normal < 100 mg/dl

GDP Terganggu 100-125 mg/dl

Diabetes Mellitus ≥ 126 mg/dl

OGT Terganggu 140-199 mg/dl

Diabetes Mellitus ≥ 200 mg/dl

2.5.3 Manajemen pengobatan diabetes melitus

Manajemen pengobatan diabetes melitus bertujuan untuk mengurangi

resiko terjadinya komplikasi, mengurangi mortalitas, dan meningkatkan

kuali-tas hidup (Triplitt, dkk., 2008). Langkah pertama dalam mengelola diabetes

melitus selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa

pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani

dan penurunan berat badan bila di dapat berat badan lebih atau obesitas. Bila

dengan langkah tersebut sasaran terapi pengendalian diabetes melitus belum

(35)

diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam penyebab terjadinya

hiperglikemia (Soegondo, 2010).

Obat antidibetika oral dibagi dalam 7 kelompok, sebagai berikut:

a. Sulfonilurea, misalnya: tolbutamid, klorpropamida, glibenklamida,

gliklazida, glipizida, glikidon dan glimepirida.

Mekanisme kerja sulfonilurea dengan menstimulasi insulin dari sel beta

pankreas. Sulfonilurea berikatan dengan reseptor sulfonilurea yang memiliki

afinitas tinggi yang berkaitan dengan saluran K-ATP pada sel beta pankreas,

akan menghambat efluks kalium sehingga terjadi depolarisasi kemudian

membuka saluran Ca dan menyebabkan influks Ca sehingga meningkatkan

pelepasan insulin. Di samping itu, sulfonilurea juga dapat meningkatkan

kepekaan reseptor terhadap insulin di hati dan di perifer.

b. Penghambat kanal kalium, misalnya: repaglinida, nateglinida.

Golongan ini mempunyai mekanisme kerja yang sama dengan sulfonilurea,

hanya pengikatan reseptornya terjadi di tempat lain dan kerjanya lebih

singkat.

c. Biguanida, misalnya: metformin.

Berbeda dengan sulfonilurea, obat ini tidak bekerja dengan menstimulasi

pelepasan insulin, akan tetapi melalui pengaruhnya terhadap kualitas kerja

insulin pada tingkat seluler dengan meningkatkan kemampuan insulin dalam

memindahkan glukosa ke dalam sel (insulin sensitizers) dan menurunkan

produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel

(36)

absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makan. Golongan obat ini bukan

obat hipoglikemik tetapi suatu antihiperglikemik sebab tidak menyebabkan

rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia.

d. Penghambat enzim α-Glukosidase, misalnya: akarbose dan miglitol.

Obat golongan ini bekerja dengan merintangi enzim alfa-glukosidase di

mukosa duodenum, sehingga reaksi penguraian polisakarida menjadi

monosakarida terhambat. Dengan demikian glukosa dilepaskan lebih

lambat dan absorpsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan

merata, sehingga puncak kadar gula darah dapat dihindarkan.

e. Thiazolidiendion, misalnya: rosiglitazon dan pioglitazon.

Obat golongan ini bekerja dengan mengurangi resistensi insulin dan

meningkatkan sensitivitas jaringan perifer untuk insulin (insulin sensitizers).

f. Mimetik Inkretin, misalnya : Exenatide, Liraglutide dan Taspoglutide

Mimetik inkretin adalah kelompok antidiabetes baru dengan daya kerja

me-nyerupai efek hormon inkretin endogen. Pada akhirnya obat ini mampu

menstimulasi sekresi insulin sekaligus menghambat pelepasan glukagon,

sehingga terjadi penurunan kadar glukosa darah.

g. Penghambat DPP-4 (dipeptidylpeptidase-4 blockers), misalnya : vildagliptin,

sitagliptin, saxagliptin.

Obat golongan baru ini bekerja dengan menghambat enzim DPP-4 sehingga

produksi hormon incretin tidak menurun. Adanya hormon incretin berperan

utama dalam produksi insulin di pankreas dan pembentukan hormon GLP-1

(37)

polypeptide) di saluran cerna yang juga berperan dalam produksi insulin.

Dengan penghambatan enzim DPP-4 akan mengurangi penguraian dan

inaktivasi incretin, GLP-1 dan GIP, sehingga kadar insulin akan meningkat.

(Tan dan Rahardja, 2007; Suherman, 2007).

2.5.4 Monitoring diabetes melitus

Monitoring diabetes melitus dapat dilakukan dengan pemeriksaan yang

dilakukan antara lain kadar glukosa darah puasa, 2 jam postprandial, dan

pe-meriksaan glycated haemoglobin, khususnya HbA1C. Pemeriksaan lain yang

bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Nilai HbA1C normal menurut ACA (

Amer-ican College of Endocrinology) dan AACE (American Association of Clinical

Endocrinologists) adalah < 6,5%, sedangkan menurut ADA (American

Di-abetes Assosiation) adalah < 7% (Triplitt, dkk., 2008).

Dari dalam sirkulasi darah, terdapat sel darah merah yang membentuk

molekul hemoglobin. Glukosa yang melekat pada hemoglobin ini membentuk

molekul glycated haemoglobin yang disebut hemoglobin A1c atau HbA1C.

HbA1C digunakan untuk memonitoring penatalaksanaan terapi obat dan

kepa-tuhan pasien dalam penggunaan obat. Oleh karena itu, penentuan HbA1C ini

dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali untuk dapat mengontrol terapi

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental. Penelitian

meliputi pengumpulan dan penyiapan bahan, karakterisasi simplisia, skrining

fitokimia, pembuatan ekstrak, penyiapan hewan percobaan dan pengujian

pen-garuh kombinasi ekstrak etanol kulit kayu manis dan madu terhadap penurunan

kadar glukosa darah pada tikus jantan.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan terdiri dari: lemari pengering, blender (

Phi-lip), oven (Memmert), neraca listrik (Mettler Toledo), neraca hewan (

GW-1500), rotary evaporator (Heidolph WB 2000), glukometer (EasyTouch ®

GCU) dan strip glukotest (EasyTouch ® GCU strip test), spuit, oral sonde,

mor-tir dan stamfer, alat-alat gelas lainnya, dan kertas filter.

3.2 Bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit kayu

manis ((Cinnamomum burmannii (Nees & T.Nees) Blume)) dan madu. Bahan

kimia yang digunakan adalah etanol 96% (destilasi), pereaksi bouchardat,

Dra-gendorff, Mayer, besi (III) klorida 4,5% b/v, Molish, timbal (II) asetat 0,4 M,

(39)

Lieber-man-Burchard, toluen, kloroform, glukosa 50%, Na-CMC (natrium carboxy

methyl cellulose), glibenklamid dan akuades.

3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia 3.3.1 Pengambilan bahan

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan

dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel kulit kayu manis diambil

dari Tiga Dolok Kecamatan Dolok Panribuan Kabupaten Simalungun,

Sumatera Utara dan Sampel madu diambil dari PTP V Sei Rokan Kecamatan

Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu, Riau.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi sampel kulit kayu manis dilakukan di Herbarium

Bogo-riense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.

3.3.3 Pembuatan simplisia

Bahan baku kulit kayu manis dikumpulkan, dicuci bersih di bawah air

mengalir, ditiriskan, dan ditimbang beratnya (2,276 kg). Kulit kayu manis

se-lanjutnya dikeringkan di lemari pengering hingga kering, dibuang benda asing

yang masih tertinggal pada simplisia, kemudian ditimbang beratnya (1,714 kg)

dan disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

(40)

peneta-pan kadar sari larut dalam etanol, penetapeneta-pan kadar abu total, dan penetapeneta-pan

ka-dar abu tidak larut dalam asam.

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik dan organoleptik

Pemeriksaan makroskopik dan organolepik dilakukan dengan

menga-mati bentuk, bau dan rasa dari kayu manis, serbuk simplisia kulit kayu manis

dan simplisia madu.

3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia kulit

kayu manis dan simplisia madu. Serbuk simplisia kulit kayu manis diletakkan

di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup

dengan kaca penutup, selanjutnya diamati di bawah mikroskop. Simplisia

madu diletakkan di atas kaca objek lalu ditetesi dengan aquadest dan ditutup

dengan kaca penutup, selanjutnya diamati di bawah mikroskop.

3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi

to-luena). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, pendingin, tabung penyambung,

tabung penerima 5 mL berskala 0,05 ml, alat penampung dan pemanas listrik.

Cara kerja:

Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke dalam labu alas

bu-lat, lalu didestilasi selama 2 jam. Setelah itu, toluena dibiarkan mendingin

se-lama 30 menit, dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian

0,05 ml. Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia

(41)

Se-telah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik

sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan

hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin

dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung

penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena

memi-sah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua

vo-lume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan

yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1977).

3.4.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu

bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan

selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai

kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa

di-panaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang

larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI,

1977).

3.4.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam

per-tama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk

menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering

(42)

Si-sa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari

yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(Depkes RI, 1977).

3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan dalam krus porselin yang

telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan

sam-pai arang habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air

pa-nas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring

da-lam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dada-lam krus, uapkan, pijarkan hingga

bobot tetap, timbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah

dikering-kan (Depkes RI, 1977).

3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml

asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikum-pulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,

dipi-jarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu

yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

(Depkes RI, 1977).

3.5 Skrining Fitokimia Simplisia

Skrining fitokimia serbuk simplisia kulit kayu manis dan simplisia

madu meliputi pemeriksaan senyawa golongan flavonoid, alkaloid, saponin,

(43)

3.5.1 Pemeriksaan flavanoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas,

dididih-kan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat

ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml

amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi

warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.2 Pemeriksaan alkaloid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml

asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2

menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes

alka-loid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada

masing-masing tabung reaksi:

a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga

perco-baan diatas (Depkes RI, 1977).

3.5.3 Pemeriksaan saponin

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam

tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian

(44)

sta-bil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1

tetes asam klorida 2 N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1977).

3.5.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu

dis-aring, filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2

ml larutan dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi

warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin

(Depkes RI, 1977).

3.5.5 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml

campuran etanol 96%-air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2

jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air

suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit,

lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran kloroform-isopropanol (3:2)

sebanyak 3 kali. Pada kumpulan sari lapisan isopropanol diuapkan pada suhu

tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dengan 2 ml metanol untuk larutan

percobaan. 0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas air, pada sisa

ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molish, kemudian ditambahkan hati-hati 2 ml

asam sulfat, terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan

adanya ikatan gula (Depkes RI, 1977).

3.5.6 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml

(45)

pada sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard melalui dinding

ca-wan. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru

un-gu atau biru hijau menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Harborne, 1987).

3.6 Proses Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis (EEKM)

Metode: Maserasi

Cara Kerja: Masukkan 10 bagian (500 g) simplisia atau campuran simplisia

dengan derajat halus yang cocok dalam bejana, dituangi dengan 75 bagian

cai-ran penyari etanol 96% (3,75 liter), ditutup dan dibiarkan selama 5 hari

terlin-dung dari cahaya sambil sering diaduk, lalu diserkai, diperas, di remaserasi

ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian (5 liter),

maserat dipindahkan kedalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat yang sejuk,

terlindung dari cahaya selama 2 hari, lalu di enaptuangkan atau disaring.

Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan alat rotary evaporator. Kemudian

dikeringkan dengan freeze dryer selama lebih kurang 24 jam (Ditjen POM,

1979).

3.7 Pemeriksaan Karakteristik EEKKM

Pemeriksaan karakteristik ekstrak etanol kulit kayu manis meliputi,

pe-netapan kadar air, pepe-netapan kadar sari larut dalam air, pepe-netapan kadar sari

larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak

larut dalam asam. Prosedur pemeriksaan karakterisasi ekstrak etanol kulit kayu

(46)

3.8 Skrining Fitokimia EEKM

Skrining terhadap ekstrak etanol kulit kayu manis dilakukan untuk

mengetahui metabolit sekunder yang terkandung di dalam ekstrak. Prosedur

pemeriksaan ekstrak etanol kulit kayu manis sama seperti prosedur skrining

fitokimia terhadap simplisia kulit kayu manis.

3.9 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih

jantan galur Wistar dengan berat badan 150 – 200 g. Pada metode uji toleransi

glukosa, sebanyak 54 ekor tikus dibagi dalam 9 kelompok, setiap kelompok

terdiri dari 6 ekor tikus. Sebelum pengujian dikondisikan terlebih dahulu

sela-ma 1 minggu dengan kondisi lingkungan, makanan, dan minuman yang sama.

Setelah 1 minggu, dipilih tikus yang sehat ditandai dengan berat badan yang

stabil atau meningkat.

3.10 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan pereaksi mencakup larutan glukosa 50% b/v, pembuatan

suspensi Na-CMC 0,5% b/v, pembuatan suspensi glibenklamid dosis 0,45

mg/kg bb, pembuatan suspensi EEKM dosis 50 mg/kg bb, 100 mg/kg bb, dan

200 mg/kg bb.

3.10.1 Pembuatan larutan glukosa 50% b/v

(47)

3.10.2 Pembuatan suspensi Na-CMC 0,5% b/v

Sebanyak 0,5 g Na-CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi 10 ml

air suling panas. Didiamkan selama 15 menit lalu digerus hingga diperoleh

massa yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan air

suling, dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 ml, dicukupkan

volumenya dengan air suling hingga 100 ml.

3.10.3 Pembuatan suspensi glibenklamid dosis 0,45 mg/kg bb Se-banyak 1 tablet glibenklamid 5 mg, diambil dan dimasukkan ke dalam lumpang

dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil

dige-rus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 50 ml.

3.10.4 Pembuatan suspensi ekstrak etanol kulit kayu manis (EEKKM)

Dalam pengujian akan digunakan 3 variasi dosis yakni dosis 50 mg/kg

bb, 100 mg/kg bb, 200 mg/kg bb. Sejumlah 50 mg, 100 mg, dan 200 mg

ek-strak etanol kulit kayu manis dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan

suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai

homo-gen hingga 10 ml.

3.11 Pengujian Penurunan Kadar Glukosa Darah Ekstrak Etanol Kulit Kayu Manis dan Madu

3.11.1 Penggunaan blood glucose test meter “EasyTouch ® GCU”

Kadar glukosa darah diukur dengan alat glukometer menggunakan strip

tes yang bekerja secara enzimatis.

Alat yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah adalah

Ea-syTouch ® GCU . Glukometer ini secara otomatis akan hidup ketika strip tes

(48)

EasyTouch ® GCU dimasukkan ke alat EasyTouch ®GCU sehingga glukometer

ini akan hidup secara otomatis, kemudian dicocokkan kode nomor yang

mun-cul pada layar dengan yang ada pada vial strip tes EasyTouch ® GCU. Tes strip

yang dimasukkan pada glukometer pada bagian layar akan tertera angka yang

harus sesuai dengan kode vial strip tes EasyTouch ® GCU, kemudian pada

layar monitor glukometer muncul tanda siap untuk diteteskan darah. Caranya

dengan menyentuh 1 tetes darah yang keluar ke tes strip dan ditarik sendirinya

melalui aksi kapiler. Ketika wadah terisi penuh oleh darah, alat mulai

mengu-kur kadar glukosa darah.

3.11.2 Pengukuran kadar glukosa darah (KGD)

Sebelum percobaan dilakukan, diukur KGD tikus dimana KGD yang

diukur adalah KGD puasa yaitu tikus dipuasakan (tidak diberi makan tetapi

tetap diberi minum) selama 12 jam sebelum percobaan (Frode, 2008).

Masing-masing tikus diukur dengan diambil darah tikus melalui pembuluh darah vena.

Darah yang keluar diteteskan pada glukometer. Angka yang tampil pada layar

dicatat sebagai KGD (mg/dL).

3.11.3 Pengujian penurunan kadar glukosa darah ekstrak etanol kulit kayu manis (EEKKM) dan madu dengan metode toleransi gluko-sa

Tikus jantan galur Wistar sebanyak 54 ekor dengan berat badan

150-200 g yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, diukur kadar glukosa

darah (KGD) puasa, dikelompokkan secara acak menjadi 9 kelompok, yang

masing –masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus dan diberi perlakuan secara

(49)

Kelompok I : Tikus diberikan suspensi Na-CMC 0,5% b/v dosis 1% bb

Kelompok II : Tikus diberikan suspensi EEKKM dosis 50 mg/kg bb

Kelompok III : Tikus diberikan suspensi EEKKM dosis 100 mg/kg bb

Kelompok IV : Tikus diberikan suspensi EEKKM dosis 200 mg/kg bb

Kelompok V : Tikus diberikan Madu dosis 0,75 ml/kg bb

Kelompok VI : Tikus diberikan Madu dosis 1,5 ml/kg bb

Kelompok VII : Tikus diberikan Madu dosis 3 ml/kg bb

Kelompok VIII: Tikus diberikan EEKKM 50 mg/kg bb dan Madu 0,75 ml/kg bb

Kelompok IX : Tikus diberikan suspensi glibenklamid dosis 0,45 mg/kg bb

Setiap kelompok yang telah diberikan sediaan uji, 30 menit kemudian

diberikan larutan glukosa 50% b/v dengan dosis 3 g/kg bb. Setelah pemberian

glukosa, dilakukan pengukuran KGD pada menit ke-30, 60, 90 dan 120 dengan

menggunakan alat ukur glukometer.

3.12 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan metode analisis variansi

(ANA-VA) dengan tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji post Tukey

untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Analisis Statistik ini

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Simplisia

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Bogoriense

Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong

me-nyebutkan bahwa tumbuhan yang digunakan adalah kulit kayu manis

Cinna-momum burmannii (Nees & T.Nees) Blume famili Lauraceae (Lampiran 1).

Hasil makroskopik kulit kayu manis berbentuk kayu batangan, agak

menggulung membujur, tebal kulit 1mm-3mm atau lebih, berwarna coklat

ke-merahan, bergaris-garis pucat, bekas patahan tidak rata dan berbau khas

aroma-tik. Hasil makroskopik madu berupa cairan kental menyerupai sirup, berwarna

coklat kemerahan, memiliki bau dan rasa yang khas (Lampiran 2).

Hasil mikroskopik simplisia kulit kayu manis adalah sklerenkim dan sel

minyak, sel batu, sklerenkim lepas dan hablur kalsium oksalat. Hasil

mi-kroskopik madu adalah memiliki serbuk sari (Lampiran 3).

Hasil penetapan kadar air simplisia madu cukup tinggi yakni sebesar

27,94%. Hal tersebut dikarenakan madu memiliki sifat higroskopis yaitu

mu-dah menarik air (Tabel 4.1).

(51)

Tabel 4.1 Hasil penetapan kadar simplisia kulit kayu manis, madu, dan ek-strak etanol kulit kayu manis (EEKKM)

No Parameter Hasil (%)

Simplisia Kulit Kayu

Ma-nis

Monografi Madu Monografi EEKKM

1 Kadar air 7,98 < 10 27,94 < 22 9,95

Standarisasi simplisia untuk kulit kayu manis memenuhi syarat yang

tertera pada monografi buku Materi Medika Indonesia Jilid I dan Farmakope

Herbal Indonesia Edisi I, Madu memenuhi syarat yang tertera pada SNI 2010

kecuali parameter kadar air, dan EEKKM kering belum tertera pada monografi

buku Materi Medika Indonesia dan Farmakope Herbal Indonesia Edisi I,

se-hingga diharapkan untuk hasil karakterisasi ini dapat digunakan sebagai

pem-banding dalam pembuatan ekstrak.

4.2 Skrining Fitokimia

Tujuan dilakukannya skrining fitokimia adalah untuk mengetahui

se-nyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam simplisia (Harborne, 1996).

Hasil skrining fitokimia terhadap simplisia kulit kayu manis mengandung

(52)

mengandung saponin. Hal ini mungkin senyawa golongan saponin rusak

selama proses ekstraksi. Hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia kulit kayu manis, madu dan ek-strak etanol kulit kayu manis (EEKKM)

No Skrining Simplisia Kulit Kayu Manis

Ekstraksi serbuk kayu manis dilakukan dengan cara maserasi

menggu-nakan etanol 96%, dengan maksud agar kandungan kimia yang terdapat dalam

kulit kayu manis dapat tersari dengan sempurna dalam cairan penyari. Ekstrak

cair (maserat) dari 500 g serbuk simplisia kulit kayu manis yang dimaserasi,

dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak

kental lalu di keringkan dengan menggunakan freeze dryer sehingga diperoleh

ekstrak kering sebanyak 148 gram (rendemen 29,60%)

4.3 Hasil Uji Farmakologi

4.3.1 Hasil pengujian efek dengan metode uji toleransi glukosa

Pada penelitian ini subjek yang digunakan adalah tikus putih jantan

ga-lur Wistar dengan metode uji toleransi glukosa. Sebelum percobaan tikus

dipu-asakan selama 12 jam, tetapi air minum tetap diberi (Frode, 2008) lalu diukur

KGD puasa tikus. Berdasarkan hasil pengukuran KGD puasa rata-rata setiap

(53)

0) diperoleh nilai signifikansi (0,271) pada α = 0,05 yang menunjukkan tidak

terdapat perbedaan yang signifikan di antara kelompok kontrol, kelompok uji,

dan kelompok pembanding. Hal ini menunjukkan bahwa tikus yang digunakan

dalam kondisi fisiologis adalah homogen, yakni dalam kadar glukosa darah

puasa normal, sehingga dapat digunakan sebagai hewan uji. Hasil pengukuran

KGD puasa rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan hasil analisis statistik

ANAVA dapat dilihat pada Lampiran 27. Hewan uji kemudian dibagi menjadi

8 kelompok yaitu: kelompok suspensi Na-CMC 0,5% b/v sebanyak 1% bb;

suspensi EEKKM dosis 50 mg/kg bb; 100 mg/kg bb; 200 mg/kg bb; Madu 0,75

ml/kg bb; 1,5 ml/kg bb; 3 ml/kg bb dan suspensi glibenklamid 0,45 mg/kg bb.

Berdasarkan hasil pengukuran KGD rata-rata setiap kelompok tikus dan hasil

analisis statistik ANAVA setelah perlakuan (menit ke-30, 60, 90 dan 120)

di-peroleh nilai signifikansi (0,000) pada α = 0,05; ini berarti terdapat perbedaan

yang signifikan di antara setiap kelompok perlakuan terhadap penurunan kadar

glukosa darah yaitu di antara kelompok kontrol, kelompok uji dan kelompok

pembanding. Hasil pengukuran KGD rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan

Hasil analisis statistik ANAVA dapat dilihat pada Lampiran 27.

Berdasarkan hasil pengukuran KGD rata-rata setiap kelompok variasi

EEKKM maupun madu, diperoleh standar deviasi (SD) yang tidak jauh

berbeda pada masing-masing kelompok variasi mulai menit ke-30 sampai

menit ke-120. Begitu juga dari hasil uji Posthoc Tukey, kelompok variasi

EEKKM baik dosis 50; 100; maupun 200 mg/kg bb; kelompok variasi madu

Gambar

Gambar Hasil Makroskopik  ......................................
Gambar  1.1 Skema kerangka penelitian
Gambar 2.1 Pelepasan Insulin secara skematis dikutip dari: Powers, A.C.
Tabel 2.1 Kategori Status Glukosa
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian, mengetahui pengaruh kombinasi Ekstrak Etanol Herba Sambiloto (EEHS) dan Ekstrak Etanol Daun Salam (EEDS) terhadap penurunan kadar glukosa darah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak kayu manis dengan dosis 300mg/kgbb secara oral selama 14 hari terhadap kadar glukosa darah, berat badan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak kayu manis dengan dosis 200 mg/kgbb secara oral selama 7 hari terhadap kadar glukosa darah, berat badan serta kadar

Metode induksi STZ bertujuan untuk mengetahui efek hipoglikemik dosis pemberian berulang kombinasi ekstrak kulit batang kayu manis dengan umbi bawang hutan pada

Golongan senyawa metabolit sekunder hasil fraksinasi dari ekstrak etanol kulit batang kayu manis (Cinnamomum sp.) memiliki aktivitas antioksidan yang lebih

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga skripsi dengan judul “ EFEK KOMBINASI EKSTRAK ETANOL

A., Retno Susilowati, Umayyatus Syarifa ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh efektifitas kombinasi ekstrak etanol 70% kulit batang kayu manis Cinnamomum

Ada hubungan antara peningkatan konsentrasi ekstrak etanol kulit batang kayu manis ( Cinnamomum burmanii ) dengan penurunan kadar gula darah tikus putih jantan