• Tidak ada hasil yang ditemukan

badan eksekutif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "badan eksekutif"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemerintahan Indonesia berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Di Indonesia, lembaga pemegang kekuasaan dibagi dalam beberapa lembaga tinggi negara, yaitu lembaga eksekutif, lembaga legislatif, dan lembaga yudikatif . Masing-masing lembaga tersebut di atas tidak dipisahkan secara tegas kekuasaannya yang akan menimbulkan checking power with power sebagaimana di negara-negara liberal yang menganut demokrasi bebas, tetapi hanya dengan melaksanakan pembagian kekuasaan, yang mana masing-masing pemegang kekuasaan tetap ada keterkaitan dan koordinasi.

Eksekutif berasal dari kata eksekusi (execution) yang berarti pelaksana. Lembaga eksekutif adalah lembaga yang ditetapkan untuk menjadi pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pihak legislatif. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Eksekutif merupakan pemerintahan dalam arti sempit yang melaksanakan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan haluan negara, untuk mencapai tujuan negara yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasinya adalah kabinet atau dewan menteri dimana masing-masing menteri memimpin departemen dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.

(2)

Zaman modern telah menimbulkan paradoks, bahwa lebih banyak undamg-undang yang diterima oleh badan legislatif dan yang harus dilaksanakan oleh badan eksekutif, lebih luas pula ruang lingkup kekuasaan badan eskekutifnya. Di samping itu jelas bahwa dalam perkembangan negara modern bahwa wewenang badan eksekutif dewasa ini jauh lebih luas daripada hanya melaksanakan undang-undang saja. Kadang-kadang malahan dikatakan bahwa dalam negara modern badan eksekutif sudah mengganti badan legislatif sebagai pembuat kebijaksanaan yang utama. Perkembangan ini didorong oleh banyak faktor, seperti perkembangan teknologi.

B. RUMUSAN MASALAH

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. LANDASAN TEORI

Pemerintahan adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan. Oleh karenanya pemerintah sering menjadi personifikasi sebuah negara.

Pemerintahan menegakkan hukum dan memberantas kekacauan, mengadakan perdamaian dan menyelaraskan kepentingan-kepentingan yang bertentangan. Pemerintah yang menetapkan, menyatakan dan menjalankan kemauan-kemauan individu-individu yang tergabung dalam organisasi politik yang disebut negara. Pemerintah adalah badan yang mengatur urusan sehari-hari, yang menjalankan kepentingan bersama. Pemerintah melaksanakan tujuan negara, menjalankan fungsi-fungsi kesejahteraan bersama.

Dalam menjalankan fungsinya sebagaimana tersebut di atas, pemerintah membagi kekuasaan kepada beberapa organ, dengan maksud bahwa satu organ itu hanya memegang satu kekuasaan saja, yaitu:

1. Kekuasaan perundang-undangan diserahkan kepada lembaga legislatif; 2. Kekuasaan pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada lembaga eksekutif; 3. Kekuasaan pengawasan diserahkan kepada lembaga yudikatif.

(4)

urusan dan tindakan mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain (KBBI, 2002: 886).

Hakikat dari politik adalah pembinaan masalah bangsa dan negara. Untuk menyelesaikan masalah politik diperlukan kebijakan (policy). Untuk membahas konsep-konsep politik perlu diketahui terlebih dahulu apa itu budaya politik. Budaya politik (Mas’oed, 1983: 39) adalah sistem kepercayaan dan sistem nilai yang berwujud suatu tingkah laku tertentu baik berupa perbuatan maupun simbol-simbol tertentu. Struktur politik adalah kerangka hubungan formal antara rakyat-pemeritah-wilayah-kedaulatan. Struktur umum yang dimiliki sistem politik adalah rakyat, kelompok kepentingan, partai politik, badan legislatif, badan eksekutif, birokrasi dan badan yudikatif .

Sistem politik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh proses politik di negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Elemen-elemen yang ada di sistem politik di Indonesia adalah sebagi berikut. Undang-undang Dasar dikenal sebagai konstitusi. Hakikat dari UUD adalah merupakan hukum dasar dari suatu negara, setiap hukum yang diciptakan harus mengacu pada hukum dasar. Kekuasaan eksekutif biasanya dipoegang oleh kepala negara dan para menteri. Dalam arti luas badan eksekutif meliputi birokrasi (pegawai negeri dan militer). Tugas badan eksekutif berdasarkan tafsiran tradisional asas trias politica, yaitu hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh badan legislatif.

Konsep-konsep penyelenggaraan bernegara telah dilaksanakan sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga kini. Konsep tersebut berlanjut dari kurun waktu ke waktu telah dilaksanakan oleh penyelenggara negara. Kebijakan tindakan para penyelenggara negara melaksanakan konsep tersebut dipengaruhi berbagai faktor yaitu dasar penentuan kebijakan, peristiwa yang dihadapi dalam kurun waktu tersebut, tindakan yang dilaksanakan dan hasil evaluasi yang telah dilakukan.

(5)

Sebelum membahas tentang perbedaan badan eksekutif era orde baru dengan saat ini, terlebih dahulu kita bahas hal-hal mengenai badan eksekutif di Indonesia.

1. Badan Eksekutif di Indonesia

Sebagaimana dituliskan konsep Trias Politica pertama kali dikenalkan oleh Montesquie dalam karyanya Esprit des Lois (1748) dan juga John Locke, seorang filsuf Inggris, dalam karyanya Two Traetises on Civil Goverment (1690). Trias Politica adalah anggapan bahwa kekuasaan negara terdiri dari tiga macam kekuasaan: pertama, kekuasaan legislatif atau kekuasaan membuat undang-undang (rule making function); kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-undang (rule application function); ketiga, kekuasaan yudikatif atau kekuasaan mengadili pelanggaran undang-undang (rule adjudication function).

Negara republik indonesia mengenal adanya lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam UUD 1945 dengan melaksanakan pembagian kekuasaan (distribution of power) antara lembaga-lembaga negara. Kekuasaan lembaga-lembaga negara tidaklah di adakan pemisahan yang kaku dan tajam , tetapi ada koordinasi yang satu dengan yang lainnya. Menurut UUD 1945, untuk menjalankan mekanisme pemerintahan di negara Republik Indonesia, maka di dirikan satu lembaga tertinggi negara dan Lima lembaga tertinggi negara yang merupakan komponen yang melaksanakan atau meyelenggarakan kehidupan negara.

(6)

eksekutif untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sehari-hari. Presiden (dan Wakil Presiden) menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan. Menurut Perubahan Ketiga UUD 1945 Pasal 6A, Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).

Sebelumnya, Presiden (dan Wakil Presiden) dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan adanya Perubahan UUD 1945, Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, dan kedudukan antara Presiden dan MPR adalah setara.

Wewenang dan kekuasaan presiden republik Indonesia, dibagi 2 jenis yaitu selaku kepala negara dan selaku kepala pemerintahan, cara membedakan tugas presiden sebgai kepala negara dengan presiden sebagai kepala pemerintah, adalah sbb:

“Tugas dan tanggung jawab sebagai kepla negara meliputi hal-hal yang bersifat seremonial, dan protokoler kenegaraan, jadi mirip dengan kewenangan para kaisar dan ratu pada beberapa negara lain, tetapi tidak berkenaan dengan kewenangan penyelenggaraan roda pemerintahan.”

Kekuasaan dan kewenangan kepala negara tersebut, meliputi sebagai berikut:

a) Melangsungkan perjanjian dengan negara lain. b) Mengadakan perdamaian dengan negara lain. c) Menyatakan negara dalam keadaan bahaya. d) Mengumumkan perang terhadap negara lain. 2. Munculnya Badan Eksekutif di Indonesia

(7)

untuk memanfaatkan momentum guna memperbaiki lembaga peradilan dari dalam karena sikap pesimistik yang besar. Hal ini menyebabkan semakin sempitnya peluang untuk memilih anggota yang baik, walaupun hal ini tidak terlepas pula dari sistem rekruitmen yang memiliki berbagai kelemahan.

Dalam masa pra Demorasi Terpimpin, yaitu November 1945 sampai Juni 1959, kita kenal badan eksekutif yang terdiri dari presiden, sebagai bagian dari badan eksekutif yang tak dapat diganggu gugat, dan menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan yang bekerja atas dasar azas tanggung jawab menteri. Kabinet merupakan kabinet parlementer yang mencerminkan konstalasi politik dalam badan perwakilan rakyat. Hal ini sesuai dengan system parlementer yang dianut pada waktu itu. Sekalipun demikian ada beberapa kabinet yang dipimpin oleh wakil Presiden Moh. Hatta, yang karena itu dinamakan kabinet presidensiil.

Jumlah menteri dalam masa sebelum 27 Desember 1949 berkisar antara 16 (Kabinet Syahrir ke-1) dan 37 (Kabinet Amir Syarifudin ke-2). Jumlah menteri dalam masa sesudahnya berkisar antara 18 (Kabinet Wilopo) dan 25 (Kabinet Ali Sastroamidjojo ke-3). Para menteri dapat dibagi dalam beberapa golongan, yaitu menteri inti, menteri negara, sedangkan kadang-kadang juga terdapat menteri muda terutama dalam masa sebelum Desember 1949.

Mulai Juni 1959 Undang-Undang Dasar 1945 berlaku kembali dan menurut ketentuan Undang-Undang Dasar itu badan eksekutif teridiri dari seorang presiden, seorang wakil presiden beserta menteri-menteri. Menteri-menteri membantu presiden dan diangkat serta diberhentikan olehnya. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR dan presiden merupakan “Mandataris” dari MPR. Dia bertanggung jawab kepada MPR dan kedudukannya untergeordnet kepada MPR.

(8)

membentuk undang-undang dan untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Begitu pula kalau presiden, dalam keadaan yang memaksa, menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti undang-undang, maka peraturan pemerintah itu kemudian harus mendapat persetujuan DPR.

Selain dari itu presiden berwenang menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagai mestinya dan memegang kekuasaan tertinggi atas angkatan darat,angkatan laut dan angkatan undara. Sistem checks and balances seperti yang dikenal dalam system Amerika Serikat, di mana badan eksekutif dan legislative, sekalipun bebas satu sama lain, mengadakan check satu sama lain, tidak dikenal dalam system Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam masa demokrasi terpimpin tidak ada wakil presiden. Sesuai dengan keinginannya untuk memperkuat kedudukannya, Ir. Soekarno oleh MPRS ditetapkan sebagai presiden seumur hidup. Begitu pula pejabat teras dari badan legislative (yaitu pimpinan MPRS dan DPR Gotong-Royong) dan dari badan yudikatif (yaitu Ketua Mahkamah Agung) diberi status menteri. Dengan demikian jumlah menteri mencapai jumlah lebih dari seratus. Selain dari itu, berdasarkan penetapan presiden no. 14 tahun 1960, presiden diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam keadaan anggota badan legislative tidak dapat mencapai mufakat mengenai suatu hal atau sesuatu RUU. Lagipula, dalam banyak hal presiden mengesampingkan DPR dengan jalan mengatur soal-soal peradilan, yaitu melalui undang-undang no. 19 tahun 1964. Undang-undang ini tegas menyimpang dari Undang-Undang Dasar 1945.

(9)

dipilih atas dasar keahlian dalam rangka penyelenggaraan Rencana Pembangunan Lima Tahun yang menjadi program kabinet.

Dalam sidangnya pada tahun 1973 MPR telah memilih Jenderal Suharto sebagai Presiden Republik Indonesia dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Wakil Presiden.

Dalam masa demokrasi liberal pasca pemerintahan orde baru yaitu pada tahun 1999, praktek penyelenggaraan pemerintahan mengalami perubahan yang mendasar dari pada sebelumnya, terutama selama pemerintahan orde baru. Dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 1999, dilakukan oleh DPR /MPR secara lannsung melalui pemberian suara kedalam kotak suara yang disediakan oleh panitia pemilihan presiden dan wakil presiden yang ditetapkan oleh DPR/MPR. Kemudian kabinetnya dipilih oleh presiden dan wakil presiden yang terpilih. Pada masa ini kebinet ditetapkan oleh presiden dengan system kabinet nasional. Yaitu dimana para anggota cabinet dipilih oleh presiden dari unsur partai, professional dan daerah. Sehingga kabinetnya disebut dengan Gotong Royong.

(10)

Bersatu. Pertanggungjawabanya langsung kepada presiden karena dalam UUD 1945, keberadaannya adalah sebagai pembantu presiden.

3 Hubungan Badan Eksekutif Dengan Badan Legislatif

DPR sebagai lembaga legislatif adalah badan atau lembaga yang berwenang untuk membuat Undang-Undang dan sebagai kontrol terhadap pemerintahan atau eksekutif, sedangkan Eksekutif atau Presiden adalah lembaga yang berwenang untuk menjalankan roda pemerintahan. Dari fungsinya tersebut maka antara pihak legislatif dan eksekutif dituntut untuk melakukan kerjasama, apalagi di Indonesia memegang prinsip Pembagian Kekuasaan. Dalam hal ini, maka tidak boleh ada suatu kekuatan yang mendominasi.

Dalam setiap hubungan kerjasama pasti akan selalu terjadi gesekan-gesekan, begitu juga dengan hubungan antara eksekutif dan legislatif. Legislatif yang merupakan wakil dari partai tentunya dalam menjalankan tugasnya tidak jauh dari kepentingan partai, begitu juga dengan eksekutif yang meskipun dipilih langsung oleh rakyat tetapi secara historis presiden memiliki hubungan dengan partai, presiden sedikit banyak juga pasti mementingkan kepentingan partainya. Akibatnya konflik yang terjadi dari hubungan eksekutif dan legislatif adalah konflik kepentingan antar partai yang ada.

(11)

‘manut’ dengan apa yang ditentukan oleh Soeharto. Hal ini sangat berbeda dengan masa setelah Orba, yaitu pada masa reformasi. Legislatif tidak mau lagi hanya berdiam diri, menuruti segala apa yang dikatakan presiden. Bahkan cenderung kekuatan legislatif kini semakin kuat. Hal ini bisa dilihat ketika DPR menjatuhkan impeachment terhadap Gus Dur.

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 mengenai pemilihan eksekutif dalam hal

ini presiden dan wakil presiden dan pemilihan legislatif dalam hal ini anggota DPR yang telah mengubah pola atau sistem yaitu dengan pemilihan langsung oleh rakyat.

Perubahan sistem pemilihan ini ternyata juga berpengaruh terhadap relasi atau hubungan antara Presiden dengan anggota DPR itu sendiri. Pengaruh yang dimaksud disini adalah tentang relasi antara Presiden dan anggota DPR yang tidak kunjung membaik. Dengan pemilihan dari rakyat langsung, membuat Presiden dan anggota DPR merasa mempunyai legitimasi ataupun mempunyai hak bahwa dirinya adalah wakil dari rakyat langsung dan merasa punya dukungan penuh dari rakyat. Perasaan yang seperti ini, maka bisa jadi mendorong presiden menjadi kurang bertoleransi dengan kelompok oposisi. Hal ini membuat keegoisan antara Presiden dan anggota DPR menjadi semakin kuat. Bertolak dari pandangan Linz dan Cile tentang sistem multipartai dalam sistem presidensil, maka bisa jadi hubungan yang tidak kunjung membaik antara presiden dengan legislative karena sistem tersebut. Linz menyatakan bahwa jika dalam sistem seperti disebut di atas, maka hubungan antara eksekutif dan legislative akan mengalami deadlock. Cile juga berpandapat serupa bahwa deadlock bisa terjadi dan itu akan menghalangi proses demokrasi.

(12)

mosi tidak percaya. Dari sinilah, maka perselisihan antara presiden dengan anggota DPR bisa terus berlanjut tanpa ada suatu ‘ketakutan’ eksekutif akan kekuasaannya.

Hubungan yang tidak sehat antara eksekutif dan legislative memang selalu terjadi di setiap pemerintahan. Dulu semasa pemerintahan Orde Baru, ada Sri Bintang Pamungkas, masa Gus Dur sangat terlihat karena dengan adanya impeachment terhadap Gus Dur, dan sekarang pada masa SBY-JK, diantaranya adalah intepelasi DPR terhadap penggantian panglima TNI oleh Presiden SBY, soal impor beras pada masa SBY, tentang pemilihan Gubernur BI, tentang Iran, dan sebagainya.

Relasi antara eksekutif dan legislatif pada masa pemerintahan SBY-JK ini patut dicermati. Hal ini terkait karena pada pemilihan presiden 2004 lalu, SBY-JK terpilih dari partai kecil dan dukungan minoritas di legislatif (DPR). Presiden SBY kemudian membentuk kabinet Indonesia Bersatu yang bukan merupakan kabinet keahlian melainkan kabinet koalisi. Hal ini dilakukan SBY karena dia dan wakilnya berasal dari partai kecil maka dia berusaha untuk mencegah rongrongan dari DPR dengan membentuk kabinet koalisi dari partai-partai. Hal ini juga menimbulkan adanya fenomena ‘dua kaki’, yaitu partai dimana wakilnya menduduki menteri dalam kabinet Indonesia Bersatu, dan sementara di dalam DPR, partai ini menjadi partai oposisi.

Kasus SBY-JK dimana mereka terpilih dari partai kecil mengharuskan SBY-JK menjalin hubungan yang baik dengan DPR. Hal ini disebabkan oleh banyaknya aspek yang memerlukan kompromi politik dengan DPR, misalnya dalam penetapan anggaran Bila hubungan tidak berjalan dengan baik, maka sangat mungkin sering terjadi penolakan-penolakan oleh DPR terhadap pengajuan anggaran ataupun pengajuan kebijakan ataupun RUU, dan lain-lain. Penolakan-penolakan ini tentunya akan membuat pemerintahan berjalan dengan tidak efektif.

(13)

merasa mempunyai legitimasi yang kuat karena dipilih langsung oleh rakyat. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi. Seharusnya eksekutif dan legislative selalu bekerjasama dimana yang satu menjadi pelaksana dan yang satu menjadi kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan. Hal ini tentunya akan lebih baik dibandingkan hubungan yang saling menjatuhkan dan ujungnya sebenarnya tidak berpihak kepada rakyat hanya kepentingan kelompok masing-masing saja. Namun, terlepas dari itu semua, hubungan antara eksekutif dan legislative ini memang sedang mencari jati dirinya karena kita semua sedang belajar tentang demokrasi.

4. Keadaan Badan Eksekutif Era Orde Baru

Orde Baru pada hakikatnya merupakan kristalisasi dari upaya Presiden Soeharto untuk melakukan koreksi terhadap era orde lama. Koreksi yang dimaksud adalah mengembalikan kekultusan Pancasila dalam sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang justru menjadi pembenaran penguasa. Kondisi lembaga eksekutif di era Orde Baru cenderung mengikuti pendahulunya, meskipun dengan beberapa modifikasi. Meskipun diadakan pemilu dan ragam pola demokratisasi yang sebenarnya hanya rekayasa belaka, tidak membuat Soeharto turun dari tahta penguasa, hal ini menandai tidak adanya rotasi eksekutif di era Orde Baru.

(14)

bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh MPR. Dengan kata “sepenuhnya” itu, maka rakyat pada hakekatnya tidak lagi berdaulat. Di lain pihak, kata “sepenuhnya” itulah yang justru dipegang teguh Soeharto. Dari sini Soeharto berusaha merekayasa keputusan-keputusan MPR untuk selalu berpihak kepadanya, sehingga seolah-olah berbagai keputusan tersebut telah sesuai dengan dan bertumpu pada kehendak rakyat. Dengan cara itulah Soeharto memegang penuh kendali atas MPR.

Rekayasa politik atau seringnya pemerintah mengemas kepemimpinan otoriter ke dalam ruang demokratisasi tampaknya berjalan mulus. Pembatasan partisipasi masyarakat dalam pemilu, pembatasan partai, ideologi tunggal Pancasila dan pembatasan pers jelas menguat di era Orde Baru. Hanya ada 3 partai yang mengikuti pemilu dengan kontrol penuh dari Soeharto bersama ABRI.

Dwifungsi ABRI menjadi modifikasi sekaligus sukses yang tidak sempat terpikirkan oleh pendahulu Soeharto. ABRI layaknya menjadi alat utama lembaga eksekutif saat itu dalam menjaga dan mempertahankan stabilitas keamanan dan pertahanan negara, baik yang bersifat internal negara maupun eksternal negara. Kekuasaan eksekutif menjadi absolut seiring dengan pasifnya legislatif. Pada saat itu lembaga legislatif tak ubahnya seperti lembaga administrasi yang sifatnya formalitas belaka. Tukang cap undang-undang atau lebih kepada fungsi pengesahan semata tanpa ada proses yang lebih sebagai tolak ukur layak tidaknya undang-undang tersebut disahkan atau tidak menjadi julukan lembaga legislatif saat itu. Di era Orde Baru, kita mengenal adanya lembaga tinggi negara dan lembaga negara dibawahnya yaitu MPR sebagai lembaga tinggi negara dan DPR sebagai lembaga negara.

(15)

settingan terkuat Soeharto selama beliau memimpin. Tak heran jika beliau dapat bertahan lama di kursi penguasa.

Sama halnya dengan Soekarno, Soeharto menjadi pemimpin yang disegani, dihormati bahkan ditakuti dimata dunia internasional. Sosok yang berjuluk the smiling general ini begitu diperhitungkan karena berhasil membawa Indonesia menjadi salah satu macan Asia dengan perekonomian yang tumbuh tinggi, menguat serta dari segi pertahanan dan keamanan, pengembangan teknologi Indonesia tergolong negara yang maju, karena menjadi pusat pengembangan teknologi alutsista terbesar dan terlengkap di Asia tenggara. Disisi lain, suramnya demokratisasi membuat lembaga eksekutif semakin tidak berdaya dari hari ke hari.

(16)

Jadi cukup jelas sebenarnya, kekuasaan presiden yang besar yang diberikan oleh UUD 1945 selama masa keberlakuannya, cenderung dimanfaatkan oleh rezim yang berkuasa untuk kepentingan-kepentingan politiknya sendiri. Kekuasaan Presiden ini kemudian hanya menjadi instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan golongan tertentu yang pragmatis sifatnya dan secara empiris selalu mengorbankan, atau paling tidak mengeliminasi, kepentingan demokratisasi di Indonesia.

5. Keadaan Badan Eksekutif Era Reformasi Sampai Sekarang

Era Reformasi ditandai dengan turun tahtanya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. Dalam masa pemerintahan Reformasi dari Habibie, Gusdur, Megawati hingga SBY, nampak jelas arah perubahan yang dinamis dan membaik. Kedudukan eksekutif menjadi setara dengan lembaga-lembaga lainnya yaitu legislatif dan yudikatif. Eksekutif masih memiliki kekuasaan penuh karena menganut sistem presidensil, namun tetap diimbangi oleh lembaga legislatif.

Terjadi empat kali amandemen atau perubahan undang-undang dasar 1945 yang menyangkut dwifungsi ABRI, penegakan HAM dan otonomi daerah. Eksekutif dibantu oleh jajaran menteri diberi ruang yang cukup besar untuk mengelola negara dan memaksimalkan upaya mensejahterakan masyarakat dengan regulasi-regulasi yang berdasar kepada persetujuan DPR.

(17)

DPD idealnya merupakan wakil daerah yang menjadi representasi daerah di Pusat. Namun pada perkembangannya, DPD tidak berfungsi dengan baik, karena menurut struktur dan pola kerja tiga lembaga negara (lembaga legislatif), DPD lah yang kedudukannya paling lemah, karena tidak memiliki fungsi strategis, melainkan sepertinya hanya sebagai peninjau dan pelengkap saja. Anggaran yang dikucurkan kepada DPD ditengarai banyak diselewengkan untuk kepentingan pribadi.

Hal yang aneh mengenai kedudukan eksekutif dan legislatif di era Reformasi adalah sistem pemerintahan Indonesia yang sangat dinamis. Sebuah sistem presidensial yang memiliki cita rasa parlementer. Hal ini karena pada beberapa kasus, parlemen atau DPR seringkali menempatkan dirinya seakan-akan dapat menghakimi dan mencabut mandat presiden dengan mosi tidak percayanya. Hal yang sama sekali tidak masuk akal di dalam sistem presidensial. Kewenangan yang melampaui batas inilah seringkali membuat hubungan pemerintah dengan parlemen tidak harmonis.

6. Hubungan Badan Eksekutif Dengan Sistem Politik Indonesia

(18)

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penerapan sistem badan eksekutif ikut ditentukan oleh sistem yang dianut oleh badan eksekutif dalam suatu negara yang menerapkanya. Sistem yang dianut dimaksud ada yang sistem presidensiil dan ada yang parlementer.

Dalam system presidensiil menteri-menteri merupakan pembantu presiden dan langsung dipimpin olehnya, sedangkan dalam system parlementer para menteri dipimpin oleh seorang perdana menteri. Dalam system parlementer perdana menteri beserta menteri-menterinya dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang bertanggungjawab”, sedangkan raja dalam monarki konstitusionil dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat diganggu-gugat”.

(19)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

siswi yang mengalami PMS kategori sedang sebanyak yaitu 76 responden (50,0%), dengan kata lain ada hubungan tingkat kecemasan dengan Sindroma Pramenstruasi pada siswi

c.. SPT disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak. SPT yang ditandatangani beserta lampirannya adalah satu kesatuan yang

Kemudian peneliti mencoba melihat wanita karir dalam pandangan tokoh feminis Indonesia yaitu Husein Muhammad yang pemikirannya masih kental dengan dunia pesantren dan

Berdasarkan manajemen pemberian pakan pada keempat daerah, yaitu pada itik di daerah A diberikan pakan tambahan berupa eceng gondok ( Eichornia crassipes) , daerah

Hal Caswell is a Senior Scientist in the Biology Department at the Woods Hole Oceanographic Institution, where he holds the Robert W. Morse Chair for Excellence in Oceanography.

judul “P eningkatan Pemahaman Konsep Matematika Materi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan Melalui Model Student Facilitator and Explaining Kelas IV SD 02 Lau Dawe

Penggerakan (actuating) yaitu untuk menggerakan organisasi agar berjalan sesuai dengan pembagian kerja masing-masing serta menggerakan seluruh sumber daya yang ada dalam organisasi

Menurut hirarki upaya pengendalian diri ( controling controling ), alat pelindung diri sesungguhnya ), alat pelindung diri sesungguhnya merupakan hirarki terakhir dalam