• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pustaka Dinamika Perkembangan Flu Burung/Avian Influenza di Indonesia (2003-2007)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Pustaka Dinamika Perkembangan Flu Burung/Avian Influenza di Indonesia (2003-2007)"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PUSTAKA DINAMIKA PERKEMBANGAN FLU

BURUNG/AVIAN INFLUENZA (AI) DI INDONESIA

(2003 -2007)

Didid Wahyu Jatmiko

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

STUDI PUSTAKA DINAMIKA PERKEMBANGAN FLU BURUNG/ AVIAN INFLUENZA (AI) DI INDONESIA (2003 -2007)

Oleh :

DIDID WAHYU JATMIKO B04102105

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul Skripsi : Studi Pustaka Dinamika Perkembangan Avian Influenza di Indonesia (2003– 2007)

Nama : Didid Wahyu Jatmiko

NRP : B04102105

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr.Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131129090

Diketahui, Wakil Dekan FKH IPB

Dr.Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS NIP. 131129090

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah, penulis telah berhasil menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan kesehatan, pikiran dan kedamaian yang merupakan berkah terbesar bagi penulis, tak lupa shalawat dan salam kepada nabi Muhammad SAW. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda Mulyono dan ibunda Kustati terimakasih yang teramat sangat atas do’a, dukungan, cinta dan kasih sayangnya yang selalu menemani langkah ananda.

2. Bripda Hellin Kristiono dan Ferdian Yoga Pradikda. Dengan adanya skripsi ini mudah-mudahan beberapa tahun yang akan datang kalian juga akan menulis skripsi dan kita akan bersama-sama membahagiakan ayah dan bunda (Semoga kanda bisa menjadi contoh yang baik untuk kalian). 3. Leni Maylina dan dik Ike yang senantiasa berbagi keceriaan dan

optimisme dalam menghadapi hidup.

4. Mbak Tini dan Mas Nurul, terima kasih telah menyemangati dan menghiburku ketika menyelesaikan tugas akhir ini.

5. Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. selaku dosen pembimbing skripsi, yang selalu memberikan waktu untuk memberikan bimbingan sampai skripsi ini selesai.

6. Dr. drh. Bambang Pontjo P. sebagai pembimbing akademik, terima kasih atas bimbingan, nasehat dan motivasinya, terima kasih untuk tiap semester telah memberikan pertimbangan dan pencerahan studi.

7. Dr. drh. Setyo Widodo, yang telah memberi inspirasi dan motivasi untuk belajar yang lebih baik.

8. Dr.drh. Retno D. Soejoedono, MS. selaku dosen penguji skripsi. 9. Staf pengajar dan pegawai di bagian Kitwan Kesmavet FKH IPB. 10. Komnas FBPI dan UPP-AI Deptan.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magetan, Jawa Timur pada 12 Desember 1983. Yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak Mulyono, Spd dan Ibu Kustati, Spd.

Penulis menempuh pendidikan dasar di MIN Takeran, tahun 1990 sampai tahun 1996. Kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Kawedanan pada tahun 1996 sampai tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis meneruskan ke SMUN 1 Magetan sampai pada tahun 2002 dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Pada tahun 2000 penulis mengikuti dan menjadi juara kedua Lomba Metodologi Penelitian Sosial (Metpensos) tingkat provinsi Jawa Timur kategori pelajar dan bergabung dalam pasukan pengibar bendera (PASKIBRA) tingkat kabupaten. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti BEM KM-FKH 2002, BEM KM-IPB 2003, lembaga advokasi Mahasiswa IPB (LASMA IPB), komunitas sepeda IPB (ABILITY), kegiatan himpro satwa liar, ornithology dan unggas serta ruminansia. Penulis juga berperan dalam organisasi ektra kampus diantaranya Brigade PII, Indonesian Moslem Student Association (IMSA), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI),Pandu Alam Pemuda dan Pelajar (PALAPA), Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Magetan (IMPATA), Ikatan Mahasiswa Muslim Madiun (IM-telu) dan LSM Lentera Bangsa.

Pada tahun 2005 penulis tergabung dalam tim relawan ”Recovery Pendidikan Untuk Aceh” pasca bencana tsunami dantahun 2006 tergabung dalam ”Mobile School” untuk penyelenggaraan sekolah darurat pasca gempa Jogjakarta. Penulis menyelesaikan Advance Leadership Training(Advantra) tahun 2003 dan Council Training (CI) tahun 2004 dan SUSPIMNAS 2006 yang diselengarakan oleh IMSA. Mulai tahun 2003 hingga 2006 tergabung dalam relawan pemeriksa hewan dan daging qurban FKH IPB.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya yang senantiasa memberikan kecerahan jiwa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Tak ada sembah sujud selain pada-Nya, semoga setiap langkah selalu dituntun dan menuju pada-Nya.

Skripsi yang berjudul “Studi Pustaka Dinamika Perkembangan Flu Burung/Avian Influenza (AI) di Indonesia (2003 – 2007)” ini bertujuan untuk untuk mengetahui perkembangan flu burung (Avian Influenza/AI) di Indonesia dari tahun 2003 hingga Juli 2007 dari jumlah kasus kejadian dan dampak yang diakibatkan. Manfaat dari studi pustaka ini diharapkan mampu memberi informasi seluas-luasnya kepada masyarakat tentang perkembangan flu burung, sehingga mampu mengurangi distorsi informasi seputar AI yang sudah ada. Selain itu diharapkan juga dapat meningkatkan kesadaran semua pihak akan pentingnya kerja sama dalam pencegahan dan penanganan AI dalam menyukseskan program pemerintah “Indonesia Bebas Flu Burung”.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan yang dialami selama berlangsungnya penelitian. Semoga hasil penelitian dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.

Bogor, September 2007

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“STUDI PUSTAKA DINAMIKA PERKEMBANGAN FLU BURUNG/ AVIAN

INFLUENZA (AI) DI INDONESIA (2003 -2007)” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI TULISAN KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2007

(8)

ABSTRAK

DIDID WAHYU JATMIKO. Studi Pustaka Dinamika Perkembangan Avian Influenza (AI) Di Indonesia (2003 – 2007). Dibimbing oleh I Wayan Teguh Wibawan.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

COVER DALAM... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

UCAPAN TERIMA KASIH... iii

RIWAYAT HIDUP... iv

KATA PENGANTAR... v

PERNYATAAN... vi

ABSTRAK... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Avian Influensa (AI) ... 4

2.1.1. Virus Penyebab AI... 4

2.1.2. Vektor Alami AI... 7

2.1.3. Patogenitas AI... 8

2.1.4. Gambaran Klinis AI... 9

2.1.5. Patologi AI... 10

2.1.6 Diagnosis Banding AI ... 14

a. New Castel Disease/ ND... 15

b. Fowl Cholera... 15

c. Infeksius Brochitis (IB) ... 16

d. Infectious Laringiotrachitis... 17

2.1.7 Pemeriksaan Laboratorium... 17

(10)

a. Penularan pada unggas... 18

b.Penularan pada manusia... 19

c. Penularan pada mamalia lain... 21

2.1.9 Epidimiologi AI... 21

2.1.10 Bahaya Pandemi AI... 22

2.2. Republik Indonesia... 23

2.2.1 Teritorial Indonesia... 24

2.2.2 Kondisi Perunggasan Indonesia... 24

BAB III. MATERI DAN METODA... 25

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian……… 25

3.2. Materi... 25

3.3. Metoda... 25

BAB IV. PEMBAHASAN... 26

4.1. Sejarah AI di Indonesia... 26

4.2. Perkembangan AI di Indonesia... 26

4.2.1 Mutasi Virus AI... 26

4.2.2 Sifat Penampakan AI... 27

4.2.3 Kasus Kejadian AI... 27

a. Kejadian AI Pada Unggas... 28

b. Kejadian AI Pada Manusia... 29

c. Kejadian AI Pada Mamalia Lain... 34

4.3.Dampak Kerugian Akibat AI... 34

4.3.1 Kerugian Bidang Peternakan... 35

4.3.2 Kerugian Bidang Kesehatan... 35

4.3.3 Kerugian Bidang Ekonomi... 36

4.3.4 Kerugian Bidang Sosial... 37

4.3.5 Kerugian Bidang Ketahanan dan Keamanan... 37

4.4. Upaya Penanganan AI di Indonesia... 38

4.4.1 Peran Institusi Pemerintah dan Institusi non Pemerintah... 40

4.4.1.1 Peran Institusi Pemerintah... 40

a. Departemen Pertanian... 41

(11)

c. Komnas FBPI... 42

4.4.1.2 Peran Institusi non Pemerintah... 43

4.4.2 Pelaksanaan Biosekuriti... 44

4.4.3 Vaksinasi Unggas Masal... 46

4.4.4 Depopulasi Unggas... 49

4.4.5 Pembenahan dan Pengaturan Sektor Peternakan Unggas.... 50

4.4.6 Peningkatan Kesadaran Masyarakat Tentang Hygiene... 52

BAB V. PENUTUP... 53

5.1. Kesimpulan... 53

5.2. Saran... 53

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Jumlah unggas yang dilaporkan terserang AI dan

perseberannya di Indonesia (2003-2007)... 30 Tabel 2 Data persebaran jumlah kasus AI pada manusia di Indonesia

(Juli 2005– Juli 2007)... 32 Tabel 3 Data kumulatif kasus Avian Influenza pada manusia hingga

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Mikograf Elektron berwarna dari penularan virus flu

burung A H5N1 (terlihat kuning emas) dibiakkan

dalam sel-sel MDCK (terlihat hijau)... 4

Gambar 2 Ilustrasi Virus Influenza Tipe A 5

Gambar 3 Gambaran Virus Influenza Tipe A, B, dan C... 6 Gambar 4 Ilustrasi Antigenic Drift dan Shift Virus Influenza... 7 Gambar 5 Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu

burung dengan jengger dan pial yang mengalami

kebiruan(cyanotic)... 11 Gambar 6 Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu

burung dengan perdarahan titik (ptechie) pada daerah kaki...

12

Gambar 7 Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu

burung dengan perdarahan pada kaki diikuti udema... 12 Gambar 8 Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu

burung dengan perdarahan subkutan dan ptechie pada daerah dada...

12

Gambar 9 Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu

burung dengan perdarahan merata pada proventikulus.. 13 Gambar 10 Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu

burung dengan perdarahan pada trachea... 13 Gambar 11 Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu

burung dengan perdarahan dan pembendungan darah

pada ovarium... 13 Gambar 12 Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu

burung dengan perdarahan usus... 14 Gambar 13 Gambaran ayam yang mengalami kematian mendadak

akibat terserang AI/Flu burung... 14 Gambar 14 Diagram sistem industri perunggasan di Indonesia... 25 Gambar 15 Grafik jumlah unggas yang unggas yang dilaporkan

UPP-AI terjangkit Avian influenza (AI) dari tahun

2003 hungga Juli 2007... 31 Gambar 16 Grafik jumlah kasus kejadian AI pada manusia di

Indonesiahingga bualn Juli 2007... 33 Gambar 17 Grafik perkembangan AI pada manusia di dunia hingga

Juli

2007... 35 Gambar 18 Vaksinasi Mampu Menekan Kematian Ayam Akibat

Serangan Virus AI dan Mengurangi Kontaminasi Virus

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.

Penyakit Influenza unggas (avian Influenza), atau lebih dikenal sebagai “wabah flu burung”, pertama kali dilaporkan pada tahun 1878 sebagai wabah yang menjangkiti ayam dan burung di Italia (Perroncito 1878), yang disebut juga sebagai “Penyakit Lombardia” mengikuti nama sebuah daerah lembah di hulu sungai Po. Meskipun di tahun 1901 Centanini dan Savonucci berhasil mengidentikfikasi organisme mikro yang menjadi penyebab penyakit tersebut, baru di tahun 1955 Schafer dapat menunjukkan ciri-ciri organisme itu sebagai virus Influenza A (Schafer 1955). Dalam penjamu alami yang menjadi reservoir virus flu burung, yaitu burung-burung liar, infeksi yang terjadi biasanya berlangsung tanpa gejala (asimtomatik) karena virus Influenza A itu dari jenis yang berpatogenisitas rendah dan hidup bersama secara seimbang dengan penjamu-penjamu tersebut (Webster 1992 dan Alexander 2000).

Akhir-akhir ini Influenza unggas memperoleh perhatian dunia ketika ditemukan strain (turunan) dari subtipe H5N1 yang sangat patogen, yang mungkin sudah muncul di China Selatan sebelum tahun 1997, menyerang ternak unggas di seluruh Asia Tenggara dan secara tidak terduga melintasi batas antar kelas (Perkins dan Swayne 2003) ketika terjadi penularan dari burung ke mamalia (kucing, babi, manusia). Meskipun bukan merupakan kejadian pertama (Koopmans 2004 ; Hayden dan Croisier 2005), sejumlah kasus infeksi pada manusia akhir-akhir ini, yang ditandai dengan gejala parah dan menimbulkan kematian telah menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan terjadinya pandemi infeksi virus strain H5N1 (Klempner dan Saphiro 2004; Webster 2006). Ada sederetan bukti yang menunjukkan bahwa virus H5N1 telah mengalami peningkatan potensi patogenik pada beberapa spesies mamalia. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa hal ini telah menibulkan kekhawatiran umum di seluruh dunia (Kaye dan Pringle 2005).

(16)

Januari 2004. Unggas yang terserang pada umumnya adalah ayam petelur, pedaging, bebek dan puyuh. Penyakit ini menyebabkan kematian yang tinggi pada ayam komersial petelur di Indonesia. Jumlah kematian unggas di Jawa Barat akibat penyakit ini selama tahun akhir 2004 - 2005 sebanyak 1.779.425 ekor atau 27,86% dari populasi terancam di 10 kabupaten/kota. Pada tahun 2005 jumlah unggas yang mati menurun menjadi 21.644 ekor yang terdiri atas 17.750 ekor burung puyuh dan 3.894 ekor ayam buras atau 45.80% ekor dari populasi flok tertular. Saat ini virus AI sudah dilaporkan di 31 propinsi di Indonesia (Komnas FBPI 2007).

Salah satu strategi yang dibuat pemerintah Republik Indonesia membuat dalam penanggulangan AI di wilayahnya, dengan pendirian Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI) dibawah koordinasi menteri koordinasi kesejahteraan rakyat (Menkokesra). Komnas AI sendiri dalam melaksanakan tugasnya difokuskan pada pada lima hal, yaitu penanganan kasus flu burung pada unggas, penanganan kasus flu burung pada manusia, kegiatan riset, produksi obat, dan pemasyarakatan atau sosialisasi.Komnas ini juga menjadi koordinator penetapan kebijakan dan rencana strategi nasional untuk menanggulangi flu burung (Komnas FBPI 2007).

(17)

1.2 Tujuan Penelitian

Studi pustaka ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan flu burung (Avian Influenza/AI) di Indonesia dari tahun 2003 hingga Juli 2007 dari berbagai aspek terkait terutama jumlah kasus kejadian dan dampak yang diakhibatkan.

1.3 Manfaat Penelitian

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Avian Influenza (AI).

Penyakit flu burung ini adalah penyakit hewan yang menyerang bangsa unggas. Menurut Julie D Helm(2004), dikutip engormix.com, flu burung atau sampar unggas (fowl plaque) adalah penyakit virus yang menyerang berbagai jenis unggas, meliputi ayam, kalkun, merpati, unggas air, burung-burung piaraan, hingga ke burung-burung liar. Namun, babi juga dapat tertular flu burung.

Avian Influenza (AI) merupakan virus yang sangat mudah bermutasi dengan melakukan genetic drift yang merupakan kemampuan virus avian influenza untuk merubah struktur genetiknya sehingga tidak dikenal oleh antibodi yang sama dan genetic shift yang merupakan kemampuan virus avian influenza untuk menerima materi genetik dari virus yang sama tetapi memiliki subtipe yang berbeda sehingga dimungkinkan pembentukan subtipe baru dari virus influenza, sehingga muncul virus AI baru yang tidak dikenal oleh sistem kekebalan tubuh yang ada.

2.1.1. Karakteristik Virus AI

Virus flu burung yang menginfeksi hewan dan manusia masih virus H5N1(Nidom 2006). Virus H5N1 ini termasuk dalam kelompok virus Influenza yang biasa menimbulkan gejala penyakit flu.

.

Gambar 1. Mikograf Elektron berwarna dari penularan virus flu burung A H5N1 (terlihat

(19)

Virus Influenza adalah partikel berselubung berbentuk bundar atau bulat panjang, merupakan genome RNA rangkaian tunggal dengan jumlah lipatan tersegmentasi sampai mencapai delapan lipatan, dan berpolaritas negatif. Bentuk dan ukuran virus influenza bersifat pleiomorfik, berbentuk filamentous (filamen, bulat panjang) atau spherical (bundar) dengan diameter 80-120nm (Harris et al. 2006).. Virus influenza penyebab penyakit flu adalah virus anggota famili Orthomyxoviridae (ICTV 2006) dan diklasifikasikan dalam tipe A, B atau C berdasarkan perbedaan sifat antigenik pada nukleoprotein (NP) dan protein matriks (M). Virus influenza yang diisolasi dari infeksi alami biasanya berbentuk filamen dengan diameter konstan 100-150 nm tetapi panjangnya bervariasi. Virus influenza mempunyai amplop yang dilapisi protein matriks dengan glikoprotein integral yang menjulur keluar membentuk spike (duri) di permukaan virion (Harriset al. 2006). Virus yang berbentuk filamen lebih infektif dan lebih banyak mengandung RNA dibanding virus berbentuk bundar (Roberts dan Compans 1998).

Gambar 2. Ilustrasi Virus Influenza Tipe A

(20)

Gambar 3. Gambaran Virus Influenza Tipe A, B, dan C. Sumber : Moleculer medicine

2001, Cambrige University Press.

Selanjutnya subtipe ditetapkan berdasarkan antigenisitas pada dua buah glikoprotein permukaan, hemaglutinin (HA), dan neuraminidase (NA). Virus AI (Avian Influenza Viruses, AIV) termasuk dalam tipe A dan terdapat 15 subtipe HA dan 9 subtipe NA yang diidentifikasi pada Influenza A. Lebih jauh sekuen asam amino pada daerah HA1 bertanggung jawab terhadap antigenisitas HA, sedangkan perbedaan di antara subtipe adalah sekitar 30%. (Annonymous. 2004ª) Virus influenza tipe A secara natural dapat menginfeksi unggas dan manusia (Khawajaet al. 2005).

Semua subtipe HA dan NA ditemukan pada unggas air, dan hanya 3 subtipe HA (H1-H3) dan 2 subtipe NA (N1-N2) ditemukan pada manusia (Hoffman et al. 2001). Dilaporkan bahwa subtipe H5 dan H7 yang sangat virulen pada unggas (Lee et al. 2001; Khawaja et al. 2005) dan berpotensi sebagai penyebab pandemi (Russell dan Webster 2005).

(21)

tubuh akibat vaksinasi sebelumnya tidak dapat mengenali keberadaan virus tersebut, sedangkan antigenic shift merupakan perubahan genetik virus yang memungkinkan virus ini menginfeksi secara lintas spesies (Gambar 4).

Gambar 4. Ilustrasi Antigenic Drift dan Shift Virus Influenza Sumber : http://www3.niaid.nih.gov/

Semua strain virus influenza diberi nama sesuai nomenklatur strandar. Penandaan strain virus influenza terdiri dari tipe virus influenza/spesies hewan (jika bukan manusia)/wilayah isolasi/urutan nomor isolasi laboratorium/tahun isolasi (subtipe) (WHO 2002). Misalnya Influenza A/duck/Indonesia/RS.BK1/ 2006 (H5N1).

2.1.2. Vektor Alami AI

(22)

menunjukkan penyakit ini bisa terdapat pada burung puyuh dan burung onta. Penyakit ini menular dari burung ke burung, tetapi dapat juga menular ke manusia. Penyakit ini dapat menular lewat udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekreta burung atau unggas yang menderita Influenza. Sampai saat ini belum terbukti adanya penularan dari manusia ke manusia. Penyakit ini terutama menyerang peternak unggas ( Santosoet al. 2007 ).

Unggas air dan burung migrasi merupakan reservoir untuk 15 subtipe HA virus AI, tetapi infeksi pada spesies jenis ini tidak menghasilkan gejala klinis. Dari reservoir ini, beberapa virus AI subtipe H5 dan H7 akan membahayakan unggas domestik. Selain itu, dengan adanya tekanan selektif, virus ini dapat beradaptasi pada inang yang baru dan menghasilkan virus yang virulen (ganas) yang disebut dengan virus HPAI.

Virus influenza dikeluarkan melalui sekresi unggas yang terinfeksi seperti feses.. Pengeluaran virus dimulai 24 jam sebelum gejala klinis dapat dilihat dan selanjutnya virus dapat dikeluarkan terus-menerus selama 30 hari kemudian.

Wood (2005) menyatakan bahwa virus AI dapat bertahan hidup pada feses sekurang-kurangnya hingga 35 hari pada suhu 4oC. Pada karkas, virus tersebut dapat bertahan hidup hingga beberapa hari pada suhu rendah dan dapat bertahan hingga 23 hari pada suhu lemari pendingin (refrigerator). Virus ini, dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama, tetapi mati pada pemanasan 60°C selama 30 menit (Annonymous 2005)

2.1.3. Patogenitas AI

(23)

Semua virus HPAI disebabkan oleh subtipe H5 atau H7, tetapi tidak semua subtipe ini adalah HPAI. Suatu virus AI dikatakan highy pathogenic apabila mempunyai nilai IVPI lebih besar 1,2. Dengan melakukan sekuensing pada genom virus AI, virus ini (HP) mempunyaimultiple basic amino acids pada cleavage site HA dengan motif R-R-R-K-K-R. Virus AI low pathogenic tidak mempunyai multiple basic amino acids pada cleavage site HA atau mempunyai motif R-E-T-R.Perubahan satu sekuen saja pada cleavage site gen HA dari tipe virulen (HPAI) ke tipe avirulen (LPAI) akan mengurangi sebagian besar virulensi virus. Di Indonesia, sampai bulan Februari 2005, virus AI yang berasal dari wabah, yang telah diteliti berdasarkan sekuen pada cleavage site gen HA, masih merupakan virus AI virulen (HPAI). (Payungpornet al. 2004)

Virus influenza juga mempunyai kemampuan untuk menghindar dari respon humoral hospes melalui fenomena yang disebut antigenic drift. Mutasi yang mengarahkan pada fenomena ini adalah perubahan asam amino dan pola glikosilasi pada glikoprotein permukaan HA dan NA (Coleman 2007). Antigenic drift adalah perubahan secara periodik akibat mutasi genetik struktur protein permukaan virus sehingga antibodi yang telah terbentuk oleh tubuh akibat vaksinasi sebelumnya tidak dapat mengenali keberadaan virus tersebut (Munch et al. 2001). Konsep antigenic drift ini menuntut produksi vaksin selalu diperbaharui. Ancaman yang lebih besar dari penghindaran respon imun bawaan dan dapatan adalah kemampuan virus untuk reassort melalui fenomena yang disebutantigenic shift (Coleman 2007).

Penularan interspesies dapat saja terjadi, tetapi inang yang ada terbatas. Sebagai contoh, virus tidak dapat bereplikasi secara efisien pada manusia atau primata yang bukan manusia. Virus influenza pada manusia pun tidak dapat tumbuh dengan baik pada itik. Sangat sedikit yang diketahui tentang virus dan faktor inang yang dapat menentukan rentang spesies dari virus influenza (Marangonet al. 2004).

2.1.4. Gambaran Klinis AI

(24)

menginfeksi, spesies yang tertular, umur, jenis kelamin, penyakit lain yang menyertainya dan lingkungan.

Pada tipe AI yang virulen (sangat patogen) yang biasanya dikaitkan dengan“fowl plaque’ (sampar unggas), penyakitnya muncul secara tiba-tiba pada sekelompok unggas dan mengakibatkan banyak unggas mati baik tanpa disertai oleh adanya tanda-tanda awal atau hanya ditandai oleh gejala klinis yang minimal seperti depresi, kurang selera makan (hilangnya nafsu makan), bulu kusam dan berdiri serta demam. Unggas lainnya terlihat lemas dan berjalan sempoyongan. Ayam betina mula-mula akan menghasilkan telur dengan cangkang (kulit telur) lunak, namun kemudian akan segera berhenti bertelur. Unggas yang sakit seringkali terlihat duduk atau berdiri dalam keadaan hampir tidak sadarkan diri dengan kepala menyentuh tanah. Jengger dan pialnya terlihat berwarna biru gelap (cyanotic) dan bengkak (oedematous) serta mungkin menunjukkan adanya bintik-bintik pendarahan di ujungnya. Diare cair yang parah seringkali terjadi dan unggas terlihat sangat haus. Pernapasan terlihat berat (sesak napas). Bintik-bintik perdarahan sering ditemukan pada kulit yang tidak ditumbuhi bulu. Tingkat kematiannya berkisar antara 50% sampai 100%.

Pada ayam potong, gejala penyakitnya seringkali tidak begitu jelas, yang mula-mula ditandai oleh depresi parah, berkurangnya nafsu makan, dan peningkatan jumlah kematian yang nyata. Kebengkakan (oedema) pada wajah dan leher serta berbagai gejala gangguan saraf seperti leher berputar (torticollis) dan gerakan yang tidak terkoordinasi (ataxia) juga mungkin terlihat. Gejala yang tampak pada kalkun mirip dengan gejala yang terlihat pada ayam petelur, namun penyakitnya berlangsung 2 atau 3 hari lebih lama dan kadang-kadang disertai oleh pembengkakan pada sinus hidung. Pada itik peliharaan dan angsa gejala depresi, kurang nafsu makan dan diarenya mirip dengan gejala pada ayam petelur meskipun seringkali disertai dengan pembengkakan pada sinus hidung. Unggas-unggas muda bisa menunjukkan gejala-gejala gangguan saraf.

2.1.5. Patologi AI

(25)

serta patogenisitas virus influenza yang terlibat. Patogenesis dari virus HPAI dapat digambarkan sebagai berikut: virus AI dapat masuk melalui pernapasan atau per oral, kemudian menyebar melalui saluran pencernaan. Target virus AI adalah endotel pembuluh darah dan epitel sehingga dapat terjadi perdarahan dan nekrosis yang ekstensif. Sesudah replikasi dalam jaringan lokal, akan terjadi viremia primer (3-4 hari) dan penyebaran virus AI lebih luas ke berbagai jaringan. Replikasi virus AI yang ekstensif akan diikuti oleh viremia sekunder (6-7 hari) dan gejala penyakit yang akut. Penyakit dapat berakhir dengan adanya respons imun dan kesembuhan (8-10 hari), tetapi dapat juga tidak terjadi respons imun dan berakhir dengan kematian.

Pada sejumlah kasus HPAI dapat ditemukan adanya kongesti, hemoragik ekstensif, transudasi dan nekrosis pada berbagai jaringan. Jika unggas mati dalam waktu yang singkat, maka biasanya tidak ditemukan adanya perubahan patologik tertentu oleh karena lesi belum sempat berkembang. Lesi pada AI bentuk ringan kerap kali tidak spesifik; dapat terlihat adanya eksudat yang bervariasi dari serus sampai kaseus di dalam sinus, trakea ataupun pada kantong udara. Pada ayam petelur, dapat ditemukan perdarahan pada ovarium, ova/folikel yang berbentuk tidak teratur, dan kadang terlihat peritonitis fibrinus, dan egg peritonitis (Tabbu 2000).

Perubahan patologi dari unggas yang terserang Avian Influenza (flu burung) meliputi:

• Jengger dan pial mengalami sianosis (kebiruan)..

(26)

• Perdarahan titik (ptechie) pada kaki ayam.

Gambar 6. Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu burung dengan perdarahan titik (ptechie) pada daerah kaki. Sumber : Deptan 2005.

• Perdarahan pada kaki diikuti dengan udema.

Gambar 7. Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu burung dengan perdarahan pada kaki diikuti udema Sumber : Deptan 2005.

• Perdarahan bawah kulit (subkutan) dan perdarahan titik (ptechie) pada daerah dada

(27)

• Bercak darah merata pada proventikulus.

Gambar 9. Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu burung dengan perdarahan merata pada proventikulus. Sumber : Deptan 2005.

• Perdarahan pada trachea.

Gambar 10. Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu burung dengan perdarahan pada trachea. Sumber : Deptan 2005

• Perdarahan pada ovarium dan pembendungan darah pada ovarium.

(28)

• Perdarahan dan pembendungan darah pada usus.

Gambar 12. Gambaran patologis ayam yang terserang AI/Flu burung dengan perdarahan usus. Sumber : Deptan 2005

• Kematian unggas akhibat AI.

Gambar 13. Gambaran kematian ayam yang mengalami kematian mendadak akibat terserang

AI/Flu Burung. Sumber : Deptan 2005

2.1.6 Diagnosis Banding AI

(29)

2.1.6.1 Newcastle Disease

Newcastle Disease adalah penyakit zoonosis pada unggas yang sangat menular dan menyerang spesies unggas domestik maupun unggas liar. ND pertama kali ditemukan di Newcastle, Inggris tahun 1926 (Annonymous 2007b).

Newcastle Disease (ND) biasanya dikenal dengan tetelo. Virus ND adalah paramixovirus (Copland 1987). Virus ND sangat virulent, bahkan banyak unggas yang terserang virus ini mati tanpa menunjukkan tanda klinis dan dapat mengakibatkan kematian sampai 100% pada unggas yang tidak divaksinasi (Annonymous 2007b).

Virus ini dapat pula memberikan gangguan pada organ respirasi dan mengakibatkan inflamasi pada trakhea bahkan menyebabkan hemoragi. Pada kantung udara juga terlihat keruh dan terjadi kongesti. Pada tipe viscerotropic, virus menyebabkan lesio yang hemoragic pada traktus intestinal dan pada proventrikulus. Namun Newcastle Disease ada kalanya tidak menunjukkan lesio besar yang patognomonik sehingga sulit dideteksi secara klinis. Pencegahan dengan melakukan vaksinasi.

2.1.6.2 Fowl Cholera

Penyebab penyakit ini adalah bakteri Pasteurella gallinarum atau Pasteurella multocida. Biasanya menyerang ayam pada usia 12 minggu. Penyakit ini menyerang ayam petelur dan pedaging. Serangan penyakit ini bisa bersifat akut atau kronis. Ayam yang terserang kolera akan mengalami penurunan produktivitas bahkan mati. Bakteri ini menyerang pernapasan dan pencernaan. Sedangkan pada serangan kronis didapatkan gejala sbb:

• sesak napas.

• jengger dan pial bengkak serta kepala berwarna kebiruan.

Lesi yang didapatkan pada unggas yang mengalami kematian pada kolera akut antara lain adalah :

• perdarahan pint-point pada membran mukosa dan serosa dan atau pada lemak abdominal.

(30)

• pembesaran dan pembengkakan limpa.

Diagnosis secara tentative dapat didirikan atas riwayat unggas, gejala dan lesi postmortem. Sedangkan diagnosis definitive didapatkan pada isolasi dan identifikasi organisme.

2.1.6.3 Infectious Bronchitis (IB)

Infectious Bronchitis (IB) merupakan penyakit pernafasan yang bersifat akut dan sangat menular pada ayam. (Butcher et al. 2002). Virus penyebab IB menginfeksi ayam pada segala umur dan menyebabkan kerugian pada industri peternakan di dunia. Virus ini menyebabkan penyakit pernapasan, menurunkan kualitas dan produksi telur, dan mengkibatkan kematian pada kasus yang nefritis (McMartin,1993).Virus ini termasuk dalam famili Coronaviridae, berbentuk pleomorfic walaupun umumnya rounded. Spike tidak dikemas seperti rodshapes dari paramyxovirus (Cavanagh dan Naqi 1997).

Saluran pernafasan tidak dapat terinfeksi oleh IB pada ayam petelur dewasa, tetapi akan menurunkan produksi telur hingga 60% dalam waktu 6 - 7 minggu yang diikuti dengan rendahnya mutu telur ayam. Informasi yang lain menyebutkan bahwa ayam yang terserang penyakit ini dan berumur di bawah 3 minggu, kematian dapat mencapai 30-40%. Sering kali dalam satu serotipe dapat diisolasi strain yang berbeda (Davelaar et al. 1984; Cook dan Huggins 1986; El Houadfi et al. 1986; Avellaneda et al. 1994).

Gejala penyakit IB ini sangat sulit untuk dibedakan dengan penyakit respiratori lainnya. Secara umum gambaran penyakit tersebut adalah:

• susah bernapas, terengah-engah. • keluar lendir dari hidung.

• pada periode layer akan didapatkan produksi telur yang sangat turun hingga mendekati zero dalam beberapa hari.

2.1.6.4 Infectious Laringiotrachitis

(31)

penyakit pernapasan yang sangat berbahaya, yang mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang sesuai dengan tingkat keparahannya. Penyakit ini mempunyai arti penting di bidang ekonomi karena akan menurunkan produksi telur. Gejala patologis yang timbul diantanya terjadi perdarahan/radang di daerah trachea dan laryng.

2.1.7 Pemeriksaan Laboratorium

Kemunculan penyakit flu burung mematikan pada ternak unggas di peternakan ayam ras pertama kali dilaporkan terjadi bulan Agustus 2003 di beberapa kabupaten di Jawa Tengah. Hasil pengujian laboratorium diagnostik kesehatan hewan ditemukan bahwa penyakit tersebut diduga akibat virus tetelo atau ND (Newcastle Disease) yang sangat mematikan. Hingga bulan Oktober – November 2003, kasus penyakit tersebut telah meningkat dengan jumlah kematian tinggi dan menyebar ke lokasi lainnya yang kemudian diketahui sebagai flu burung/Avian influenza. Penyakit tersebut selanjutnya menyerang juga pada peternakan perbibitan serta peternakan ayam petelur (layer) dan ayam pedaging (broiler). Jenis ternak unggas lainnya yang diserang adalah ayam kampung, itik, dan burung puyuh (Renstra 2005).

Virus influenza dapat diisolasi di dalam sel kultur atau telur berembrio. Sel line yang banyak digunakan untuk isolasi virus influenza adalah Mardin-Darby canine kidney (MDCK). Ke dalam medium kultur in vitro perlu ditambahkan tripsin untuk mengkatalisis cleavage HA. Pertumbuhan virus ditandai adanya cytopathogenic effect (CPE), dan keberadaan virus dapat dideteksi dengan uji hemaglutinasi (HA),haemagglutination inhibition (HI),agar gel immunodiffusion test (AGID) atau PCR (WHO 2002; OIE 2005b). Isolasi virus di dalam telur berembrio lebih tepat untuk strain avian, sementara untuk strain manusia biasanya mengalami tekanan seleksi sehingga terjadi substitusi asam amino pada RBS (ribosomal binding site) atau RBP (ribosomal binding pocket) sehingga digunakan sel line (Itoet al. 1997).

(32)

juga mempunyai kemampuan untuk menghemaglutinasi sel darah merah. Uji haemaglutination inhibition (HI) dan agar gel immunodiffusion test (AGID) dilakukan untuk mengetahui variasi antigenik molekul HA virus dengan mereaksikannya dengan antibodi monoklonal/poliklonal (WHO 2002; OIE 2005b).

Deteksi dan sekaligus sub-typing virus influenza dapat dilakukan dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan primer spesifik. Reverse transcriptase (RT) adalah enzim yang diperlukan untuk membuat cDNA yang bersifat komplementer dengan RNA viral. cDNA selanjutnya diperbanyak pada sekuen genom spesifik menggunakan sepasang primer oligonukleotida menggunakan teknik PCR. PCR merupakan metode alternatif untuk mengidentifikasi virus AI, meskipun gen virus hanya terdapat dalam jumlah sedikit (Poddar 2002; Payungporn 2004; WHO 2002; OIE 2005b).

2.1.8 Penularan AI

Sebagai penyakit yang disebabkan oleh virus, avian influenza sangat mudah menular. Penularan atau transmisi dari virus influenza secara umum dapat terjadi melalui inhalasi, kontak langsung, ataupun kontak tidak langsung (Bridges et.al. 2003).

Penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan sekresi dari unggas terinfeksi, pakan, air, peralatan dan baju yang terkontaminasi(Komnas FBPI 2007). Serangga, tikus, dan parasit serta manusia dapat berperan sebagai vektor mekanis dalam menularkan virus ini. Sejauh ini belum ada bukti virus HPAI ditularkan secara horizontal.

Virus dapat bertahan hidup pada suhu dingin. Bahan makanan yang didinginkan atau dibekukan dapat menyimpan virus. Tangan harus dicuci sebelum dan setelah memasak atau menyentuh bahan makanan mentah.

2.1.8.1 Penularan pada unggas

(33)

peralatan kandang tercemar, serta secara sekunder melalui pekerja kandang, kendaraan pengangkut, pakan, dan lain-lain yang berasal dari daerah tercemar. Virus HPAI ini dapat hidup pada temperatur lingkungan dalam jangka waktu yang lama dan dapat bertahan hidup pada bahan-bahan yang telah dibekukan. Satu gram dari feses hewan yang terinfeksi virus ini mengandung virus yang cukup untuk menginfeksi satu juta unggas (FR 2005).

Virus AI ini dapat menular antar unggas satu peternakan dengan peternakan lainya melalui kontak langsung dari hewan yang trinfeksi dengan hewan sehat yang peka. Penularan secara tidak langsung penularan AI ini dapat terjadi melalui :

• Dropet aerosol cairan/lendir yang berasal dari hidung dan air mata. • Paparan muntahan.

• Lubang anus (tinja) dari unggas yang sakit.

• Penularan melaui aerosol merupakan penularan yang paling utama karena konsentrasi virus yang tinggi dalam saluran pernafasan.

• Manusia (melalui sepatu dan pakaian) yang terkontaminasi. • Pakan, air, dan peralatan yang terkontaminasi virus AI.

• Penyebaran melaui perantara angin memegang peranan penting dalam penularan penyakit dalam satu kandang dan sangat terbatas ke kandang yang lain.

Penularan Flu burung (H5N1) pada unggas terjadi secara cepat dengan kematian tinggi. Penyebaran penyakit ini terjadi diantara populasi unggas satu pertenakan, bahkan dapat menyebar dari satu pertenakan ke peternakan daerah lain. Sedangkan penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal dari tinja atau sekreta unggas terserang Flu Burung.

2.1.8.2 Penularan pada manusia

(34)

penyakit flu burung tidak hanya menyerang unggas, tetapi juga menyerang manusia (zoonotik) (Renstra 2005).

Kebanyakan kasus infeksi flu burung H5N1 pada manusia adalah akibat dari kontak langsung atau dekat dengan unggas yang terinfeksi (mis. ayam, bebek dan kalkun piaraan) atau permukaan yang mungkin terkontaminasi oleh kotoran burung yang terinfeksi. Pandemi influenza akan timbul jika flu burung bermutasi/berubah sehingga dapat dengan mudah ditularkan dari satu orang kepada orang lain (Annonymous 2007).

Pandemi influenza dapat timbul dari perubahan yang terjadi dalam flu burung tertentu yang sangat patogenik, tetapi tidak ada orang yang tahu kapan atau bahkan apakah hal ini akan terjadi (CDC. 2007a). Dewasa ini, belum ada laporan kasus penularan flu burung dari manusia kepada manusia yang berkelanjutan (Annonymous 2007).

Orang yang terinfeksi jenis virus flu burung yang ada dewasa ini (H5N1) menunjukkan segala macam gejala dari gejala umum yang mirip influenza manusia (demam,tenggorokan sakit, dan otot terasa sakit-sakit) sampai radang paru-paru, penyakit pernafasan berat, dan komplikasi lain yang mengancam jiwa. Gejala flu burung dapat tergantung pada subtipe dan jenis dari virus tertentu yang menyebabkan infeksi yang bersangkutan (Annonymous 2007).

Kasus kejadian HPAI pada manusia yang dilansir badan kesehatan dunia (WHO) hingga 25 Juli 2007 adalah 319 kasus dengan 192 korban meninggal dunia (WHO 2007). Sebagian besar kasus infeksi HPAI pada manusia disebabkan penularan virus dari unggas ke manusia (Beigelet al. 2005).

Bukti bahwa terjadinya transmisi dari manusia ke manusia sangat jarang ditemukan. Namun demikian berdasarkan beberapa kejadian dimana terjadi kematian pasien yang berkerabat dekat disebabkan oleh infeksi virus H5N1 (Hien et al.2004)

(35)

dan juga penelitian tentang kemungkinan transmisi virus H5N1 pada binatang lainnya.

2.1.8.3 Penularan pada mamalia lain

Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan cara memberi makan binatang seperti kucing, macan, ataupun macan tutul dengan unggas yang terinfeksi dengan H5N1 terbukti bahwa binatang pemakan daging tersebut dapat mengalami kelainan paru berupa pneumonia dan kerusakan pada rongga alveolar yang dapat menyebabkan kematian (Keawcharoen et al. 2004; Kuikenet al. 2004).

Beberapa hewan yang ditengarai ikut menularkan virus AI itu adalah kucing dan babi. Namun dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, belum ada indikasi hewan-hewan tersebut ikut menularkan virus AI. Di Bali, masyarakat banyak yang memelihara babi dan sejauh ini tidak ada masalah. Demikian juga dengan kasus di beberapa negara seperti Thailand dan Malaysia.

Di Bangkok, Thailand semua kucing dalam suatu tempat pemukiman pada 2004 lalu mati karena terinfeksi virus flu burung. Demikian pula harimau dan macan kumbang di kebun binatang Thailand yang juga mati akibat virus H5NI. Pada 2006 dua ekor kucing yang tinggal di dekat pemukiman di Irak mati akibat virus AI. Di Jerman ada tiga ekor kucing yang mengalami nasib serupa setelah menyantap burung yang positif terjangkit virus AI (Suara Merdeka 2007).

2.1.9 Epidimiologi AI

Epidemiologi adalah studi distribusi, determinan-determinan dan frekuensi penyakit (termasuk peristiwa peristiwa lain yang berkaitan dengan kesehatan) dalam populasi-populasi. Epidemiologi diperlukan dalam upaya pengendalian dan pemberantasan penyakit pada populasi di suatu area/wilayah tertentu.

(36)

risiko terserang flu burung bagi kebanyakan orang itu rendah. Influenza A (H5N1) adalah subtipe virus influenza A. Virus ini mudah ditularkan di antara burung dan dikenal bersifat endemik dan sering berakibat fatal dalam populasi burung, terutama di Asia Tenggara. Biasanya H5N1 tidak menyerang manusia, tetapi sudah pernah terjadi infeksi pada manusia. Infeksi pada manusia diketahui timbul dari orang yang mengalami kontak langsung atau dekat dengan unggas yang terinfeksi atau permukaan yang terkontaminasi. H5N1 sulit menular dari seseorang kepada orang lain.

2.1.10 Bahaya Pandemi AI

Unggas air yang bermigrasi seperti belibis, bangau dan bebek liar (yang ada di negara empat musim) adalah reservoir alamiah dari virus avian influenza (AI), burung-burung ini lebih tahan terhadap infeksi. Ternak domestik, termasuk ayam dan kalkun, adalah yang paling mudah terkena dampak fatal dengan cepat dari epidemi influenza dan bila meluas akan menjadi kejadian pandemi.

Semua virus influenza tipe A, termasuk yang menyebabkan epidemi musiman pada manusia, secara genetik sangat labil dan dapat beradaptasi dengan cepat menghindari mekanisme pertahanan tubuh (antibody) si penjamu (host). Virus-virus influenza kurang mempunyai mekanisme untuk “proofreading” atau “memperbaiki kerusakan struktur” dan memperbaiki kecacatan/perbedaan yang muncul selama replikasi.

Kecendrungan virus-virus influenza mengalami perubahan antigenik yang permanen dan cukup sering ini menyebabkan WHO memonitor situasi influenza di dunia dalam programnya WHO Global Influenza Programme dimulai sejak tahun 1947. Setiap tahun setelah melakukan pemantauan pada 4 pusat penelitian kolaborasi WHO yang mendapat data dari 112 institusi dari 83 negara.

(37)

imunitas terhadap subtipe baru, dan tidak ada vaksin yang tersedia untuk memberikan proteksi, antigenic shift dalam sejarah menghasilkan pandemi (wabah raya) yang sangat mematikan. Hal ini terutama akan muncul, bila subtipe baru mempunyai gen dari virus influenza manusia sehingga dapat menular dari orang ke orang pada periode yang terus menerus. Kondisi yang memungkinkan munculnya antigenic shift telah lama diketahui melibatkan manusia yang hidup atau tinggal dekat ternak domestik dan babi. Oleh karena babi mudah terkena infeksi baik dari avian maupun dari virus-virus mamalia termasuk virus

Virus avian influenza secara normal tidak menginfeksi diluar spesies unggas dan babi. Kasus pertama infeksi avian influenza pada manusia muncul di Hongkong pada tahun 1997. Pada waktu itu strain H5N1 menyebabkan penyakit pernapasan yang berat pada 18 pasien, yang mana 6 diantaranya meninggal. Infeksi pada manusia merupakan koinsidensi dari epidemi avian influenza yang sangat menular (H5N1) yang terjadi pada hewan-hewan ternak. Investigasi yang ekstensif dari wabah mencerminkan bahwa kontak yang dekat dengan ternak hidup yang terinfeksi merupakan sumber infeksi pada manusia. Studi pada tingkat genetik lebih lanjut mencerminkan bahwa pindahnya virus dari unggas ke manusia. Penularan pada beberapa pekerja kesehatan (terbatas) muncul, tetapi tidak menyebabkan kasus penyakit yang berat.

2.2 Indonesia

2.2.1 Teritorial Indonesia

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan, dan dari 97 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia/Oceania. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi.(Annonymous 2007a).

(38)

Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia) dengan luas 539.460 km persegi, Sulawesi dengan luas 189.216 km persegi, dan Papua dengan luas 421.981 km persegi.(Wikipedia 2007)

Iklim tropis dan wilayah agraris ini menjadikan sebagian besar penduduk Indonesia bercocok tanam. Peternakan merupakan salah satu alternatif usaha disamping bidang peternakan. Peternakan sebagian besar dilakukan secara tradisional dan sederhana.

Indonesia sebagai negara tropis kepulauan mempunyai arti tersendiri bagi kondisi penyakit hewan. Masing-masing penyakit terkadang menunjukkan gejala klinis yang berbeda antar daerah. Daerah tropis merupakan tempat yang subur untuk beberapa penyakit hewan.

2.2.1 Kondisi Perunggasan Indonesia

Di Indonesia,menurut data dari Ditjen Bina Produksi Peternakan populasi unggas merupakan terbesar dari sektor peternakan yang lainnya. Pada tahun 2004 populasi 271 juta ekor dengan angka pertumbuhan – 1,9 % per tahun. Ayam broiler mencapai populasi 895 juta ekor dengan angka pertumbuhan 5,9 % per tahun. Ayam layer atau petelur dengan populasi 80 juta ekor dengan angka pertumbuhan 1,8 % per tahun.( Ditjenak 2004)

Sistem peternakan unggas Indonesia dibagi kedalam 4 kategori sektor yang didasarkan pada tipe usaha dan tingkat biosekuriti.

• Sektor 1 adalah sistem industri perunggasan yang terpadu. Kelompok Industri perunggasan ini menerapkan sistem biosekuriti tingkat tinggi dan hasilnya dijual secara komersial di wilayah kota atau diekspor.

• Sektor 2 adalah kelompok usaha unggas yang masuk ke dalam sistem produksi unggas komersial dengan menerapkan sistem biosekuriti tingkat menengah sampai tinggi. Hasil produksinya dijual di wilayah perkotaan dan desa.

(39)

• Sektor 4 adalah kelompok usaha peternakan yang sistem pemeliharaannya dengan cara sistembackyard(dilepas di alam bebas, tanpa di kandangkan) dan sistem biosekuritinya sangat kurang. Tipe usaha unggas semacam ini berpusat di wilayah desa dan merupakan usaha sambilan untuk memperleh tambahan pendapatan atau untuk dikonsumsi sendiri.

Gambar 14. Diagram sistem industri perunggasan di Indonesia

Di Indonesia dikenal ada dua sistem peternakan yang dianut yaitu: Sistem peternakan tunggal, yaitu sistem usaha peternakan yang memelihara satu jenis ternak tanpa dicampur dengan jenis ternak lainnya, misalnya ternak unggas yang tidak dicampur dengan usaha peternakan babi di dalam satu lokasi/kawasan peternakan. Sistem peternakan campuran (mixed farming), yaitu sistem usaha peternakan yang memelihara lebih dari satu jenis ternak dicampur dengan jenis ternak lainnya misalnya : ayam , entok, kambing dan sapi dalam satu lokasi atau kawasan (Deptan 2006). (Biosecurity tinggi dan

(40)

BAB III

MATERI DAN METODA

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juli 2007 yang bertempat di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, perpustakaan LSI-IPB, perpustakaan Balivet, Cyber-mahasiswa IPB.

3.2. Materi

Materi yang digunakan dalam studi pustaka ini didapatkan berupa data sekunder yang didapat dari jurnal, buku, dan keliping dari berbagai sumber informasi dari internet dan media cetak serta data dari Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI) dan Unit Pengendali Penyakit Avian Influenza Pusat (UPP-AI Pusat) Departemen Pertanian (Deptan).

3.3. Metode.

(41)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Sejarah AI di Indonesia

Sebelum tahun 2003 Indonesia merupakan negara yang bebas dari HPAI meskipun pada saat itu Balitvet pernah mengisolasi virus influenza Tipe A dari itik dan berbagai jenis burung, namun semua isolate tersebut semuanya tergolong dalam Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) dengan subtype H4N2 dan H4N6 (Komnas FBPI 2007).

Virus Avian Influenza pertama kali ditemukan di Indonesia pada pertengahan Agustus 2003 di peternakan ayam komersial. Virus Avian Influenza ini menyebar dengan cepat ke berbagai wilayah di Jawa, kemudian meluas ke Sumatera Selatan, Bali, dan daerah lain di Indonesia.

4.2. Perkembangan AI di Indonesia

Seiring waktu kasus demi kasus Avian Influenza (flu burung) di Indonesia terus berkembang. Unggas yang menderita influenza H5N1 dapat mengeluarkan virus dengan jumlah yang besar dalam kotorannya. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22oC dan lebih dari 30 hari dalam suhu 30oC. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama, tetapi akan mati pada pemanasan 60oC selama 30 menit (Anonimus 2006c).

4.2.1 Mutasi Virus AI

Vasin AI yang diterapkan secara massal di kalangan peternak unggas, belum memiliki tingkat kompatibilitas memadai untuk mengatasi unsur patogen dari virus H5N1. Vaksin tersebut berpotensi menjadi sumber mutasi virus baru (Zarkasie 2007).

(42)

berubah menjadi sangat menular, dengan tingkat mortalitas mendekati 90%. Tingkat pencegahan wabah menghasilkan depopulasi terhadap 17 juta unggas dengan biaya hampir 65 juta U S $. Selama epidemi di Itali tahun 1999-2001, virus H7N1, mulanya tidak terlalu menular, tetapi dalam waktu 9 bulan virus bermutasi menjadi sangat menular. Menyebabkan 13 juta unggas mati atau dimusnahkan (CDC 2006).

Sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan secara tepat adanya penularan dari manusia ke manusia. Orang yang mempunyai risiko tinggi untuk tertular adalah orang-orang yang sering berhubungan langsung (kontak langsung) dengan unggas, misalnya pekerja di peternakan ayam, pemotong ayam dan penjamah produk unggas lainnya.

4.2.2 Sifat dan Penampakan AI

Penyakit AI ini dibawa oleh segala jenis unggas, yaitu ayam, itik, angsa, burung dll. Avian influenza (H5N1) dapat menyebar dengan cepat diantara populasi unggas dalam satu peternakan dan menimbulkan kematian yang sangat cepat dan tinggi. Bahkan menyebar antar peternakan dari suatu daerah ke daerah lain. Penyakit ini juga dapat menyerang manusia melalui udara yang tercemar oleh virus tersebut, yang berasal dari sekret atau tinja unggas yang menderita flu burung tersebut.

Pada awal terjadi wabah AI di Indonesia tahun 2003 kasus AI pada unggas menunjukkan gejala klinis dan patologis. Virus Avian Influenza sebagai penyebab flu burung pada unggas mempunyai kemampuan untuk bermutasi menjadi lebih ganas (H5N1) yang mampu menginfeksi manusia. Kemampuan dari virus AI ini terjadi karena keberhasilan beradaptasi dengan lingkungannya sehingga meskipun unggas sehat, tetapi merupakan mesin biologis dalam memproduksi virus yang akan mencemari lingkungan (Wibawan 2007).

4.2.3 Kasus Kejadian AI

(43)

Dari hari ke hari kasus AI menjadi topik pemberitaan media. Pemberiataan media ini terkadang terlalu bombastis sehingga menimbulkan keresahan dan ketakutan di masyarakat.

4.2.3.1 Kejadian AI Pada Unggas

Awalnya pada tahun 2003, virus Avian Influenza menyerang di 9 provinsi atau sekitar 57 kabupaten/kota dengan tingkat kematian unggas kurang lebih 4.179.270 ekor. Pada tahun 2004 kasus flu burung pada unggas sudah menyebar ke 17 provinsi atau sekitar 107 kabupaten/kota dengan tingkat kematian unggas menjadi 5.014.273 ekor. Tahun 2005, menyebar lagi menjadi 25 provinsi atau sekitar 162 kabupaten/kota dengan kematian unggas sekitar 1.066.372 ekor. Sedangkan sampai dengan saat ini (Juli 2007) virus Avian Influenza untuk kasus pada unggas telah endemis di 32 dari 33 provinsi di Indonesia atau sekitar 216 kabupaten/kota dari 444 kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Provinsi yang dilaporkan belum ada kasus Avian Influenza pada unggas yaitu propinsi Maluku Utara.

Keterangan :Sumber data UPP-AI Departemen Pertanian (Laporan Dinas). * Data sampai 9 Maret 2007 (Deptan).

** Data sampai 27 Juli 2007 (Komnas FBPI).

Tabel 1.Jumlah unggas yang dilaporkan terserang AI dan perseberannya di Indonesia (2003-2007).

(44)

pemerintah, terdiri dari vaksin seed subtipe H5N1, H5N2 dan H5N9 (Deptan 2007).

Gambar 15 . Grafik jumlah unggas yang unggas yang dilaporkan UPP-AI terjangkit Avian influenza (AI) dari tahun 2003 hungga Juli 2007

Dalam perkembangan berikutnya, dunia mengamati bahwa sifat penyakit HPAI ini mulai berubah, di mana wabah menjadi lebih sering timbul dalam rentang waktu lima tahun belakangan ini (2000-2004). Sejak penyakit HPAI diketahui mampu menyerang manusia di Hongkong pada tahun 1997 yang lalu, tercatat ada 20 kali terjadi wabah di dunia termasuk 10 negara Asia dengan dampak kematian unggas, baik karena sakit maupun dimusnahkan, mencapai lebih dari 150 juta ekor. Ini menunjukkan bahwa virus AI telah bermutasi menjadi jauh lebih ganas daripada sebelumnya dan bahkan menjadi potensi ancaman bagi kesehatan manusia (Naipospos 2004).

4.2.3.2 Kejadian AI Pada Manusia

Di Indonesia kasus kejadian AI pada manusia pertama kali ditemukan di Tangerang pada Juli 2005. Hal ini merupakan babak baru perkembangan Avian Influenza (flu burung) yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi manusia.

4123

Jumlah Unggas Yang Dilaporkan Terjangkit AI (UPP-AI)

(45)

Konfirm Keterangan; K = kasus M = meninggal CFR = case fatality rate

Sumber : Progres Report bulan Juli 2007, data komnas FBPI.

Tabel 2. Data persebaran jumlah kasus AI pada manusia di Indonesia (Juli 2005– Juli 2007)

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu wabah penyakit.Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa. Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur: (Wikipedia 2007).

• Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.

• Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)

(46)

• Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

Gambar 16. Grafik jumlah kasus kejadian AI pada manusia di Indonesia

Dari data yang diperoleh dari Komnas FBPI tersebut diatas dapat diketahui perkembangan kasus kejadian flu burung di Indonesia dari tahun demi tahun terus meningkat baik dalam jumlah korban manusia maupun jumlah propinsi asal korban. Sehingga ditakutkan akan terjadi pandemi flu burung yang dimulai dari Indonesia.

Kasus flu burung pada manusia menurut badan kesehatan dunia (WHO), juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah negara yang terserang flu burung juga meningkat. Dari tahun 2003 hingga Juli 2007 terjadi kasus flu burung pada manusia sebanyak 319 kasus dengan kematian 192 orang. Indonesia menepati posisi pertama dalam jumlah kasus dan korban meninggal akibat flu burung ini. Dengan kejadian ini maka ditakutkan akan terjadi adanya pandemik flu burung yang akan dimulai dari Indonesia. Banyak riset-riset penelitian dilakukan dalam rangka pencegahan kasus pandemik diantaranya pembuatan vaksin AI untuk manusia yang mulai diproduksi masal.

(47)

Tabel 3. Data kumulatif kasus Avian Influenza pada manusia hingga 25 Juli 2007(WHO)

(48)

Gambar 17. Grafik perkembangan AI pada manusia di dunia

Kasus pada manusia ini oleh Departemen Kesehatan RI dikategorikan menjadi tiga hal yaitu:

1. Kasus Suspek

Kasus suspek adalah seseorang yang menderita ISPA dengan gejala demam (temp > 38°C), batuk dan atau sakit tenggorokan dan atau beringus serta dengan salah satu keadaan;

• Seminggu terakhir mengunjungi petemakan yang sedang berjangkit KLB flu burung.

• Kontak dengan kasus konfirmasi flu burung dalam masa penularan • Bekerja pada suatu laboratorium yang sedang memproses spesimen

manusia atau binatang yang dicurigai menderita flu burung. 2. Kasus Probabel

Kasus probabel adalah kasus suspek disertai salah satu keadaan;

• Bukti laboratorium terbatas yang mengarah kepada virus influenza A (H5N1), misal : Test HI yang menggunakan antigen H5N1. • Dalam waktu singkat berlanjut menjadi pneumonial gagal

pernafasan/ meninggal.

Grafik Perkembangan Kasus Flu Burung Pada Manusia di Dunia (WHO)

(49)

• Terbukti tidak terdapat penyebab lain. 3. Kasus Konfirmasi

Kasus komfirmasi adalah kasus suspek atau probabel didukung oleh salah satu hasil pemeriksaan laboratorium;

• Kultur virus influenza H5N1 positip. • PCR influenza (H5) positip.

• Peningkatan titer antibodi H5 sebesar 4 kali (dari pemeriksaan awal)

Pada kasus kejadian di manusia gejala klinis yang ditemui seperti gejala flu pada umumnya, yaitu; demam, sakit tenggorokan. batuk, ber-ingus, nyeri otot, sakit kepala, lemas. Dalam waktu singkat penyakit ini dapat menjadi lebih berat berupa peradangan di paru-paru (pneumonia), dan apabila tidak dilakukan tatalaksana dengan baik dapat menyebabkan kematian (Depkes 2007).

4.2.3.3 Kejadian AI Pada Mamalia Lain

Menurut laporan beberapa ahli virus AI telah menginfeksi beberapa spesies mamalia. Diantara mamalia yang pernah dan bisa terpapar AI adalah babi, kucing, hariamau dan musang. Hal ini bisa terjadi karena pengaruh rantai makanan, sehingga hewan-hewan tersebut akan mendekati wilayah teritorial mangsa mereka (unggas) yang terpapar AI yang sudah tentu di daerah itu banyak sekali virus AI. Para predator baik secara sengaja ataupun tidak dapat tertular oleh virus AI.

(50)

4.3.Dampak Kerugian Akibat AI

Seiring kemunculan wabah Avian Influenza di Indonesia khususnya HPAI (Hight Pathogenic Avian Influenza) telah membawa dampak kerugian yang luar biasa bagi masyarakat Indonesia. Kerugian ini baik berupa kerugian materi ataupun secara psikis yang mendorong terhadap kecemasan publik yang dapat menggangu kestabilitasan negara.

4.3.1 Kerugian Bidang Peternakan

Sektor peternakan terutama peternakan unggas sangat terpukul atas kejadian AI di negeri ini. Banyak peternak yang merugi alias pailit karena ternak mereka banyak yang mati (Trobos 2005). Disamping itu harga jual hasil ternak mereka terutama broiler, jatuh karena pasar yang lesu akan permintaan unggas dan produk unggas (Infovet 2005). Peternak juga harus mengeluarkan dana ekstra dalam rangka pelaksanaan bio-sekuriti dan vaksin untuk ternak mereka.

Semenjak ditutupnya pintu ekspor unggas yang berasal dari Indonesia membuat beberapa peternak besar mengurangi jumlah ternak unggas mereka, yang berdampak pada pengosongan beberapa flok peternakan sehingga produksi ternak unggas Indonesia menurun drastis pada saat awal wabah AI. Di pasar unggas lokal juga mengalami kegetiran karena omset penjualan unggas menurun derastis karena masyarakat mulai ketakutan dan fobia terhadap unggas (daging ayam).

4.3.2 Kerugian Bidang Kesehatan

Meningkatnya korban kasus AI pada manusia turut menyedot anggaran yang tidak sedikit. Biaya perawatan para pasien flu burung (AI) dan penyiapan fasilitas pendukung perawatan turut meningkat. Dengan demikian anggaran kesehatan akan turut meningkat, seiring meningkatnya subsidi kesehatan untuk korban AI, penyediaan obat (tamiflu) dan penyediaan ruang rawat isolasi khusus bagi penderita AI.

(51)

AS untuk pengendalian flu burung, lebih tinggi dari anggaran tahun 2006 yang jumlahnya sebesar 55 juta dollar AS. Tahun 2006 anggaran pengendalian pada manusia dan hewan masing-masing sekitar 63,6 persen dan 36,4 persen dari total anggaran, sedangkan pada 2007 anggaran untuk kedua kegiatan itu masing-masing 53,1 persen dan 46,9 persen dari total anggaran.

Bertambahnya korban virus AI dari waktu ke waktu ini memberi gambaran kondisi kesehatan masyarakat yang cenderung menurun dan tidak diperhatikan oleh masyarakat sendiri, ditambah dengan pemberitaan yang tidak berimbang oleh media masa.. Masyarakat menjadi panik yang tak beralasan sehingga mudah sekali terjadi penurunan daya tahan tubuh dan dapat menyebabkan sakit. Hal ini merupakan potret kondisi kesehatan masyarakat di negeri ini yang memang sudah buruk.

4.3.3 Kerugian Bidang Ekonomi

Kerugian ekonomik akibat AI dapat bersifat langsung maupun tidak langsung sehubungan dengan adanya keterkaitan dengan populasi dan tingkat produksi ternak unggas, dampak terhadap ketahanan dan keamanan pangan, dan potensi penularannya pada manusia. Industri perunggasan di Indonesia mempunyai peranan yang besar dalam penyediaan sumber protein asal hewan bagi bangsa Indonesia. Kebutuhan daging di Indonesia ditopang oleh unggas sekitar 60% dari sekitar 1,2 milyar ekor ayam pedaging yang diproduksi setiap tahun. Populasi ayam petelur berkisar antara 76-80 juta ekor per tahun; jumlah ayam buras sekitar 295 juta ekor; dan populasi itik sekitar 45 juta ekor. Tenaga kerja yang langsung dapat diserap oleh industri perunggasan adalah 2,5 juta peternak dan sekitar 30 juta rumah tangga memelihara ayam buras/itik (Data Ditjennak 2004).

(52)

Dampak tidak langsung AI pada usaha perunggasan, meliputi pengaruh negatif terhadap harga produk unggas, yaitu harga daging dan telur rendah; penurunan tingkat konsumsi produk unggas akibat kekuatiran akan tertular virus AI, kehilangan peluang pemasaran di dalam dan luar negeri, kesulitan pemasaran DOC, pakan, dan sarana kesehatan unggas maupun produk unggas (daging dan telur) dan kehilangan peluang kerja. Sebagai gambaran dampak ekonomik AI pada industri perunggasan sejak tahun 2003 sampai tahun 2004 adalah: penurunan permintaan terhadap DOC pedaging sebesar 57,9% dan DOC petelur sebesar 40,4%; penurunan permintaan terhadap pakan unggas sebesar 45%; penurunan pasokan telur sebesar 52,6% dan pasokan ayam pedaging sebesar 40,7%; dan penurunan peluang kerja sebesar 39,5% (Data FAO 2004).

4.3.4 Kerugian Bidang Sosial

Terjadi pergeseran nilai sosial di masyarakat terkai dengan AI sehingga terjadi distorsi nilai yang ada. Terjadi pengucilan kepada peternakan unggas dan korban AI pada manusia karena dianggap bisa menularkan penyakit. Hal ini sungguh suatu tindakan yang dapat menimbulkan konflik sosial di masyarakat.

Ketakutan yang berlebihan terhadap unggas dan produk unggas ini dapat menurunkan tingkat konsumsi protein masyarakat Indonesia yang sudah rendah. Jika hal ini terus terjadi ditakutkan di masa mendatang akan banyak ditemukan anak-anak dengan tingkat kecerdasan rendah dan gangguan pertumbuhan (Sulistyo 2006).

4.3.5 Kerugian Bidang Ketahanan dan Keamanan

(53)

Seirirng kebutuhan akan unggas dan produk unggas yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi ternak dalam negeri akan berakhir dengan impor unggas dan produknya. Maraknya penyelundupan ternak dan produk unggas dari negara tetangga lebih didasari sugesti rasa aman konsumen ketimbang menkonsumsi unggas lokal yang terserang AI. Padahal kesemuanya itu belum tentu benar adanya, karena secara sadar ataupun tidak strategi ini digunakan untuk melemahkan dan menghancurkan perunggasan Indonesia oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

4.4. Upaya Penanganan AI di Indonesia

Strategi penanggulangan AI menurut OIE, meliputistamping out/pemusnahan secara total dengan tanpa vaksinasi terhadap penyakit tersebut. Strategi tersebut dijabarkan lebih lanjut sesuai dengan struktur peternakan di Indonesia, kemampuan keuangan negara untuk memberikan kompensasi pada peternak jika dilakukanstamping out, kondisi ekonomi, dan dampak sosial-politik dari penyakit tersebut. Penanggulangan AI di Indonesia, meliputi isolasi peternakan/daerah yang terserang AI, depopulasi secara selektif ayam/unggas yang terinfeksi virus AI pada peternakan tertentu, stamping out pada ayam/unggas pada daerah tertular baru, meningkatkan biosecurity pada semua aspek manajemen peternakan; pengendalian lalulintas unggas/produk asal unggas dan kotoran/limbah, vaksinasi terhadap AI dan mengembangkan program bebas AI per wilayah (segmental) (Tabbu 2005).

Penanggulangan AI harus di dukung oleh sarana/prasarana yang memadai, meliputi laboratorium yang memenuhi persyaratan biosafety level-3 (BSL-3), sumber daya manusia profesional yang handal, dan sistem komunikasi yang baik. Penanggulangan AI pada unggas dan flu burung pada manusia, membutuhkan suatu kerjasama yang terpadu, obyektif, dan bertanggung jawab antara berbagai lembaga pemerintahan sebagai pemegang kebijakan (khususnya Deptan, Depkes) dan lembaga swasta/industri, tenaga ahli/profesional, peternak, pengusaha industri peternakan, dan masyarakat luas.

(54)

mengetahui distribusi geografik kasus AI di Indonesia, menetapkan perwilayahan (zoning) wabah AI (daerah bebas, terancam, dan tertular) dan mendeteksi tingkat kekebalan kelompok ayam/unggas pasca vaksinasi AI. Kajian epidemiologi tersebut diharapkan juga meliputi studi kasus kontrol untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penularan AI pada unggas atau penularan AI dari unggas ke manusia.

Metode epidemiologi tersebut memungkinkan untuk melakukan kajian suatu penyakit pada suatu populasi unggas pada kondisi alamnya. Dalam hal ini, kajian akan dilakukan pada faktor penyebab kejadian penyakit yang bersifat langsung maupun faktor-faktor lain yang terkait. Walaupun kejadian AI pada unggas di Indonesia telah menurun secara drastis dan hanya bersifat sporadis pada ayam buras, itik, atau puyuh dan kadang pada peternakan ayam komersial skala kecil, namun munculnya kasus flu burung pada manusia perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah, peneliti, pengusaha peternakan, maupun masyarakat luas.

Saat ini WHO telah membuat pedoman tentang langkah–langkah kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya pandemi influenza sesuai fase–fase pandemi influenza. Secara garis besar fase–fase tersebut terdiri dari 6 fase yang kemudian dikelompokkan menjadi 3 periode yaitu periode interpandemi, periode waspada pandemik dan periode pandemi.

Sebagai langkah menghadapi KLB Avian Influenza, maka Indonesia menerapkan 10 Strategi Nasional Penanggulangan Avian Influenza dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza yaitu:

1. Pengendalian penyakit pada hewan. 2. Penatalaksanaan kasus pada manusia.

3. Perlindungan kelompok resiko tinggi dengan biosekuriti. 4. Surveilans epidemiologi pada hewan dan manusia. 5. Restrukturisasi system industri perunggasan. 6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). 7. Penguatan dukungan peraturan.

8. Peningkatan kapasitas (capacity building). 9. Penelitian kaji tindak.

(55)

4.4.1 Peran Institusi Pemerintah dan Institusi non Pemerintah

Penanganan masalah flu burung merupakan tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Karena tanpa adanya koordinasi dan kerjasama dari semua pihak kasus AI (flu burung) ini tidak akan selesai. Flu burung harus dijadikan musuh bersama oleh bangsa ini agar negara Indonesia bisa segera bebas dari cengkraman bahaya flu burung.

4.4.1.1 Peran Institusi Pemerintah

Institusi pemerintah dari pusat hingga daerah berupaya berperan aktif dalam penanganan kasus AI (flu burung). Hal ini dalam rangka menyukseskan target pemerintah penanganan sepenuhnya kasus flu burung di Indonesia pada akhir tahun 2008 yang termaktub dalam strategi nasional penanggulangan avian influenza dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza

Dalam pelaksanaan pemberantasan wabah avian influenza ini pemerintah pusat melalui instruksi presiden dan ditindak lanjuti oleh Mendagri dengan mengeluarkan surat edaran dengan nomor 440/93/SJ yang berlaku efektif mulai pertengahan Januari 2007. Surat tersebut berisi imbauan kepada kepala daerah untuk segera melakukan langkah-langkah disesuaikan dengan status daerah masing-masing, yaitu berisiko rendah atau berisiko tinggi. Dengan adanya surat edaran menteri tersebut para pimpinan daerah menindaklanjuti dengan membuat peraturan daerah (perda) yang diperlukan dalam rangka pengendalian Avian Influenza yang disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing.

Gambar

Gambar 1. Mikograf Elektron berwarna dari penularan virus flu burung A H5N1 (terlihat
Gambar  2.  Ilustrasi Virus Influenza Tipe A
Gambar 3.  Gambaran Virus Influenza Tipe A, B, dan C. Sumber : Moleculer medicine
Gambar 4.  Ilustrasi Antigenic Drift dan Shift Virus Influenza
+7

Referensi

Dokumen terkait